mediatornya. Dalam bentuk arbitrase, Badan Arbitrase Syariah lah yang dipergunakan.
3. Badan Arbitrase Syariah merupakan perubahan dari Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia. Badan ini merupakan badan permanen yang secara institusional dibentuk secara khusus menangani perkara ekonomi syariah di luar persidangan. Putusan yang
dikeluarkan oleh Badan ini hanya dapat di lanjutkan pengeksekusiannya melalui ketua pengadilan agama.
B. Saran 1.
Pilihan setiap orang untuk menyelesaikan perkara atas sengketa yang ada adalah kebebasan setiap orang diawal perjanjian yang dibuatnya. Pilihan melalui jalur
pengadilan ataupun diluar pengadilan sudah ada di peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Sudah selayaknya apabila terjadi sengketa yang ada maka
penyelesainnya di selesaikan melalui syariah, hal ini ditujukan terhadap penyelesaian di Pengadilan Negeri. Walaupun ini adalah pilihan, bukan suatu kewajiban, para
pihak sebaiknya tunduk dan ikut dalam peraturan yang ada. 2.
Jalur non-litigasi merupakan jalur terbaik yang dapat dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa syariah. Selain proses yang cepat, para pihak dapat
mengambil keputusan yang memang sebaik-baiknya bagi mereka. Dari segi biaya, jalur non-litigasi juga lebih murah dibanding jalur litigasi yang akan memakan biaya
lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
3. Ketakutan akan tidak dapatnya dijalankan putusan yang dibuat oleh badan arbitrase
kini sudah terjawab. Ketua pengadilan agama adalah yang berwenang untuk menjalankannya. Udang-undang No. 3 tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama telah memberikan kewenangan pengadilan Agama untuk memeriksa, mengadili dan bahkan memberikan putusan atas
sengkera ekonomi syariah. Maka kerja sama antara BASYARNAS dan Pengadilan Agama dapat dijalin baik sehingga akan tercapai penegakkan hukum sesuai yang
diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA
PERBANKAN SYARIAH
A. Undang - Undang No. 30 Tahun 1990 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Arbitrase merupakan lembaga penyelesaian sengketa di luar peradilan yang saat ini banyak diminati oleh kalangan bisnis, baik nasional maupun internasional. Hal ini karena
melalui lembaga arbitrase, sebuah sengketa bisnis dapat terselesaikan dalam waktu yang relatif cepat dengan prosedur sederhana.
Arbitrase sudah ada sejak zaman Belanda yang dilandaskan pada ketentuan Pasal 377 HIRPasall 705 RBg dan Pasal 615-651 Reglement de Burgerlijke Rechtsvordering Rv.
Peraturan ini mengatur penyelsaian sengketa atau beda pendapat antara pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara
tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternative penyelesaian sengketa.
Perjanjian arbitrase bukan perjanjian “bersyarat” atau voorwaardelijke verbintes. Perjanjian arbitrase tidak termasuk pada pengertian ketentuan Pasal 1253-1267
KUHPerdata
11
. Oleh karena itu, pelaksanaan perjanjian arbitrase tidak digantungkan kepada sesuatu kejadian tertentu di masa yang akan datang. Perjanjian arbitrase tidak
mempersoalkan masalah pelaksanaan perjanjian, tetapi hanya mempersoalkan masalah cara dan lembaga yang berwenang menyelesaikan “perselisihan” atau perbedaan yang
terjadi antara pihak yang berjanji.
11
Khotibul Imam. 2010. Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan. Yogyakarta: PT. Pustaka Yustisia. Halaman 45.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian arbitrase semata-mata ditujukan terhadap masalah penyelesaian perselisihan yang timbul dari perjanjian. Para pihak dapat menentukan kata sepakat agar
penyelesaian perselisihan yang timbul dari perjanjian tidak diajukan oleh sebuah badan peradilan resmi, tetapi akan diselesaikan oleh sebuah badan kuasa swasta yang bersifat
netral yang lazim disebut “wasit” atau “arbitrase”. Lembaga arbitrase dalam melaksanakan kompetensinya berdasarkan perjanjian
arbitrase direalisasikan dalam bentuk pemberian pendapat hukum yang mengikat dan pemberian putusan arbitrase karena adanya suatu sengketa tertentu. Lembaga arbitrase
dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai sesuatu persoalan berkenaan
dengan perjanjian tersebut. Para pihak adalah subjek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum
publik. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul
sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat setelah sengketa terjadi. Lahirnya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Altrenatif
Penyelesaian Sengketa, disambut sangat baik oleh banyak pihak khususnya dikalangan pe bisnis. Walaupun Undang-Undang No. 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan
antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal, namun ini dianggap hanya dikhususkan pada perdata yang bidangnya pada perdagangan, bidang
industri dan keuangan. Oleh karena itu dianggap perlu untuk membentuk peraturan baru yang dapat dipergunakan sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase yang sifatnya lebih luas.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Altrenatif Penyelesaian Sengketa adalah sebagai dasar dimana penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah
dapat muncul. Melalui undang-undang ini pula hingga saat ini, Arbitrase Syariah mengalami perubahan yang menuju perbaikan dimana awalnya bernamakan Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia BAMUI menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS.
B. Undang - Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-