Rangkap Jabatan Notaris dengan PPAT

b. pendidikan dan pelatihan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dimaksudkan untuk mendapatkan calon PPAT yang professional dan memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas jabatannya. c. Materi ujian PPAT terdiri dari: 1 Hukum Pertanahan Nasional 2 Organisasi dan Kelembagaan Pertanahan 3 Pendaftaran Tanah 4 Peraturan Jabatan PPAT 5 Pembuatan Akta PPAT, dan 6 Etika profesi. Berdasarkan ketentuan pasal di atas, maka untuk menjadi seorang PPAT harus melalui tahapan-tahapan yang telah ditetapkan oleh peraturan tersebut. Karena ketentuan-ketentuan tersebut merupakan syarat mutlak untuk dapat diangkat menjadi PPAT. Ketentuan dalam Pasal 20 ayat 1 Peraturan Jabatan PPAT menyebutkan bahwa “PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya”. Artinya dengan hanya mempunyai satu kantor, seorang PPAT dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan atau bentuk lainnya.

B. Rangkap Jabatan Notaris dengan PPAT

Berdasar pada UUJN seorang notaris bisa merangkap jabatan sebagai PPAT, asalkan satu wilayah jabatan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 17 huruf g UUJN yaitu notaris dilarang merangkap jabatan sebagai PPAT di luar wilayah jabatan notaris. Dengan kata lain, seorang notaris diperbolehkan untuk merangkap jabatan PPAT jika satu wilayah jabatan dengan wilayah jabatan notaris tersebut. Sedang pada ketentuan Pasal 7 Peraturan Jabatan PPAT ayat 1 menyebutkan bahwa “PPAT dapat merangkap jabatan sebagai notaris, konsultan atau penasehat hukum”. Sehingga untuk PPAT merangkap notaris diperbolehkan menurut Peraturan Jabatan PPAT dan tidak dilarang dalam ketentuan UUJN. Notaris dan PPAT pada dasarnya adalah jabatan yang berbeda. PPAT merupakan singkatan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah. Seorang PPAT belum tentu seorang notaris. Begitu pula sebaliknya, seorang notaris juga belum tentu seorang PPAT. Di Indonesia PPAT adalah seorang pejabat umum yang diangkat oleh kepala BPN untuk membuat berbagai akta tentang pertanahan. Hanya delapan akta yang diurus oleh seorang PPAT. Akta yang menjadi tanggung jawab PPAT adalah sebagai berikut: 22 1. Akta Jual beli 2. Akta Tukar-menukar 3. Akta Hibah 4. Akta Pemasukan dalam perusahaan inbreng 5. Akta Pembagian Harta Bersama 6. Akta Pemberian Hak Guna Bangunanhak milikhak pakai atas tanah 7. Akta Pemberian Hak Tanggungan 8. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Selain delapan akta di atas, PPAT tidak memiliki wewenang untuk membuat akta lain. Sebagai contoh, seorang PPAT tidak bisa membuat sebuah akta tentang pendirian badan hukum atau membuat akta tentang sewa- menyewa. Terdapat tiga macam PPAT, yaitu: 23 22 Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, op.cit., h.38 23 Ibid, h.39 1. PPAT adalah orang yang sudah menempuh studi kasus tentang PPAT, kemudian mereka akan diuji oleh BPN pusat. Jika lulus mereka sah menjadi pejabat PPAT. 2. PPAT Sementara biasanya dijabat kepala desa atau camat di suatu daerah. Pemerintah mengangkat camat atau kepala desa setempat karena melihat tempat itu tidak terdapat PPAT. PPATS ini akan diberi pelatihan khusus terlebih dahulu hingga memenuhi kualifikasi yang diinginkan pemerintah. 3. PPAT Khusus biasanya hanya bersifat insidentil karena mereka diangkat jika pemerintah memiliki program tertentu. Sedangkan akta otentik yang dibuat oleh seorang notaris dapat dibedakan atas: 1. Akta yang dibuat “oleh” door notaris atau yang dinamakan “akta relaas” atau “akta pejabat“ ambtelijke akten ; 2. Akta yang dibuat “dihadapan” ten overstaan notaris atau yang dinamakan “akta partij” partij akten ; Pengertian akta partij, adalah akta yang dibuat untuk bukti dan merupakan keterangan yang diberikan oleh para penghadap, dengan jalan menandatanganinya. Sedangkan akta relaas, adalah akta yang dibuat untuk bukti mengenai perbuatan termasuk keterangan yang diberikan secara lisan, tidak menjadi soal apapun isinya dan kenyataan yang disaksikan oleh notaris di dalam menjalankan tugasnya di hadapan para saksi. Di sini notaris memberikan secara tertulis dengan membubuhkan tanda tangannya, kesaksian dari apa yang dilihat dan didengarnya. Perbedaan antara Notaris dan PPAT terletak pada wewenang yang dimilikinya. Seorang PPAT memiliki wewenang yang lebih sempit dibandingkan seorang notaris. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Jabatan PPAT, tugas utama seorang PPAT hanya melakukan pembuatan dokumen bukti peralihan hak serta mengeluarkan akta yang menerangkan status atau kondisi sebidang tanah. Dapat penulis kemukakan beberapa pendapat dari notaris yang juga merangkap jabatan sebagai PPAT yaitu antara lain: NotarisPPAT Suyanto, Sarjana Hukum, dalam hal ini mengemukakan pendapatnya: “Bidang tugas Notaris dan PPAT adalah berbeda dalam obyek dan subyek dari masing-masing jabatan, tetapi antara keduanya saling berhubungan erat dimana bidang perdata juga mencakup bidang pertanahan, dan demikian pula sebaliknya. Memang antara kedua jabatan tersebut adalah terpisah dan adanya notaris dapat menjadi PPAT adalah karena terdapat pengaturan yang demikian dalam peraturan perundang-undangan dimana pengaturan yang demikian tersebut terjadi karena kebutuhan yang sangat mendesak akan PPAT pada tahun 1960 an yaitu setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 atau dikenal dengan UUPA, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 UUPA tentang Pendaftaran tanah yang pada waktu itu belum cukup terdapat pejabat yang akan melaksanakan pendaftaran tanah, sehingga Notaris juga ditunjuk sebagai PPAT tentunya dengan Pertimbangan keprofesionalan notaris sebagai pejabat umum”. 24 Adanya suatu pemikiran atau wacana demikian ini maka Dalam perkembangan selanjutnya peran PPAT dan Notaris ternyata tidak dapat begitu saja dipisahkan karena jasa PPAT yang notaris atau notaris yang PPAT lebih banyak yang diperlukan sesuai dengan perkembangan perekonomian di era globalisasi, terlebih-lebih dibidang perbankan yang mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian negara. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh notaris yang juga PPAT yaitu Notaris dan PPAT Nukmayati, Sarjana Hukum berpendapat: “Jabatan Notaris dan PPAT tersebut dalam perkembangannya justru sangat dibutuhkan oleh masyarakat dimana masyarakat membutuhkan pelayanan 24 Ike Musyafiati, R, “Kajian Hukum Pemisahan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dari Jabatan Notaris”, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2004, h.106 yang tepat, cepat dan sederhana, dan pada kenyataannya mereka yang memerlukan jasa PPAT akan mencari Notaris yang juga PPAT”. 25 Hal ini juga sesuai dengan penjelasan dari Notaris dan PPAT Muhammad Hafid, Sarjana Hukum menyatakan bahwa: “Sejak dulu jabatan notaris dan jabatan PPAT memang terpisah tetapi pada perkembangannya sekarang di era globlalisasi justru antara kedua jabatan tersebut lebih tepat apabila dilaksanakan oleh satu orang, agar tugas dan fungsi pelayanan seorang pejabat umum kepada masyarakat tidak terlalu merepotkan karena masyarakat dapat dilayani kebutuhannya akan jasa Notaris maupun jasa PPAT hanya disatu atap atau tepatnya masyarakat mendapatkan pelayanan secara terpadu pada seorang pejabat umum”. 26 Seorang Notaris dalam menjalankan tugasnya dibatasi oleh koridor- koridor aturan. Pembatasan ini dilakukan agar seorang notaris tidak melampaui batas dalam menjalankan praktiknya dan bertanggungjawab terhadap segala hal yang dilakukannya. Tanpa adanya pembatasan, seseorang cenderung akan bertindak sewenang-wenang. Demi sebuah pemerataan, pemerintah membatasi wilayah kerja seorang notaris. Dalam ketentuan Pasal 17 huruf g UUJN juga sudah mengatur bahwa seorang notaris dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya. Sebagai contoh, seorang notaris yang memiliki wilayah kerja di Yogyakarta tidak dapat membuka praktik atau membuat akta autentik di wilayah Jakarta batas yuridiksi notaris adalah provinsi. 27 25 Ibid, h.107 26 Ibid, h.17 27 Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, op.cit., h.46-47

C. Akibat Hukum dari Kantor Notaris yang Tidak Jadi Satu Wilayah