Peran Negara Dalam Kerangka Welfare State

A. Peran Negara Dalam Kerangka Welfare State

Negara merupakan institusi yang agung karena dalam lembaga inilah seluruh kepentingan dan hak-hak rakyat diselenggarakan. Negara memiliki kewenangan dan otoritas untuk melaksanakan tugasnya. Hanya saja, peran negara merefleksikan andil negara terhadap kelompok masyarakat yang pada saat itu berkuasa. Karena itu, dapat dipertanyakan apakah sebenarnya orientasi negara? Apakah negara sebenarnya mencerminkan dan memperjuangkan golongan pemilik modal? Ataukah negara dijadikan sebagai arena kegiatan ekonomi dan karena itu peranan negara menjadi dominan terhadap rakyatnya? Karena itulah ada yang ingin mempertahankan peranan negara sebagai regulator sekaligus aktor dalam kegiatan ekonomi.

Orientasi ini menjadi sumber berkembangnya peranan negara yang dominan. Seringkali, karena pembangunan ekonomi yang membutuhkan kondisi yang stabil, negara cenderung untuk menekan gejolak yang bersumber dari bawah.

Negara merupakan lembaga yang bertujuan menjamin pelaksanaan hak-hak bagi warganya. Kesejahteraan merupakan satu ide terbentuknya negara. Struktur lembaga-lembaga negara, seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif dibentuk, selain sebagai bentuk distribusi kekuasaan negara (trias politica) untuk menghindari otoriterianisme pemerintahan, juga dalam rangka mewujudkan kesejahteraan yang abstrak menjadi konkrit, nyata, dapat dirasakan langsung oleh rakyat. Pemerintah sebagai representasi keberadaan negara bertujuan dan bertugas meningkatkan kesejahteraan bagi Negara merupakan lembaga yang bertujuan menjamin pelaksanaan hak-hak bagi warganya. Kesejahteraan merupakan satu ide terbentuknya negara. Struktur lembaga-lembaga negara, seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif dibentuk, selain sebagai bentuk distribusi kekuasaan negara (trias politica) untuk menghindari otoriterianisme pemerintahan, juga dalam rangka mewujudkan kesejahteraan yang abstrak menjadi konkrit, nyata, dapat dirasakan langsung oleh rakyat. Pemerintah sebagai representasi keberadaan negara bertujuan dan bertugas meningkatkan kesejahteraan bagi

Dalam konsep modern, kesejahteraan yang dimaksud dirumuskan dalam konsep “freedom from fear and want”, dalam arti, masyarakat terbebas dari ketakutan dan bebas melaksanakan keinginannya. Dengan demikian parameter kesejahateraan dapat diukur dengan tingkat kemampuan rakyat memenuhi dan mengembangkan kebutuhan ekonominya.

Konsep pembangunan yang dijalankan pemerintah substansinya bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan diimplementasikan dibawah payung konsep trilogi pembangunan, yaitu stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. Berdasarkan konsep trilogi, pembangunan, titik tekan pembangunan diarahkan untuk menjamin berjalannya pengembangan pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasari pada keyakinan bahwa pembangunan demokrasi di suatu negara selaras dengan kemampuan ekonomi yang dimiliki masyarakat, dan segala macam bentuk yang berpotensi menjadi restriksi atau penghalang bagi pembangunan ekonomi adalah hal yang harus dihindari. Dengan demikian, berdasarkan pemikiran tersebut stabilitas politik adalah qonditio sine quanon. Oleh karena itu, pemerintahan Orde Baru berupaya mengarahkan sumber daya yang ada kepada penciptaan prakondisi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Dalam prosesnya, pembangunan menimbulkan permasalahan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Terdapat konflik yang mengikuti laju pembangunan dan

OTONOMI DAERAH MASALAH, PEMBERDAYAAN, DAN KONFLIK

disparitas sosial, di mana terdapat kelompok kecil masyarakat yang menikmati hasil pembangunan secara berlimpah, namun di sisi lain banyak kelompok masyarakat yang tidak dapat menikmati pembagian kue pembangunan. Hal itu terjadi, paling tidak dapat dijelaskan dari tiga aspek. Pertama, pendekatan pembangunan yang bersifat top- down dan hirarkis. Kedua, kendala-kendala struktural. Ketiga, kebijakan pembangunan yang bersifat transisi, yang menyebabkan sebagian masyarakat tidak atau sulit menikmati kesejahteraan.

Kesejahteraan, suatu kewajiban yang menjadi tanggung jawab negara terhadap warganya seringkali terlupakan. Dalam konteks negara-negara yang dibangun atas dasar negara kebajikan (wel- fare state), pemerintah memegang amanat untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut. Rakyat mewakilkan dirinya melalui lembaga legislatif untuk mengaspirasikan kepentingannya lewat proses politik dan menjadi sumber legitimasi bagi pelaksanaan kewajiban negara. Dalam hal ini, pemerintah memiliki tanggung jawab besar, sementara legislatif memiliki fungsi kontrol terhadap pemerintah. Peran strategis legislatif sebagai katalisator dan mediator partisipasi rakyat seringkali tidak berjalan efektif. Fungsi kontrol terhadap berbagai kebijakan pemerintah seringkali lemah karena legislatif kerap terkooptasi oleh pemerintah. Lemahnya fungsi kontrol legislatif berkaitan dengan sistem yang dibangun, yaitu mekanisme pemilihan anggota legislatif melalui partai politik. Kepentingan partai tidak terlepas dari usaha perebutan kekuasaan yang berarti didalamnya sarat dengan berbagai akomodasi kepentingan. Seringkali, dalam proses memperoleh kekuasaan, anggota legislatif mengalami kendala bahwa di samping terdapat kepentingan rakyat, juga didominasi oleh kepentingan partai. Maka, dari sini dapat terlihat, bahwa saluran aspirasi rakyat tersumbat oleh karena mekanisme yang ada.

Lembaga yudikatif yang berfungsi sebagai alat negara sebagai penegak hukum pun kerap kali mengalami kooptasi oleh negara. Fungsi-fungsi strategis lembaga ini diangkat oleh pemerintah. Mekanisme ini menghambat upaya-upaya penegakan hukum karena proses penunjukkan anggota-anggota penegak hukum akan merasa ‘berhutang budi’ atas pengangkatan mereka. Mekanisme ini melemahkan peran lembaga yudikatif sebagai penegak keadilan.

Karena itulah, berbagai kasus hukum seringkali menguap begitu saja tatkala berhadapan dengan aparat pemerintahan. Sekali lagi, dalam hal kepastian hukum, hanya masyarakat kecil dengan kasus kecil yang akan terjerat oleh hukum, sementara berbagai kasus berat, seperti pelanggaran hak asasi manusia dan berbagai tindak pidana korupsi merupakan kasus yang ‘tak tersentuh hukum’. Sekali lagi, pengabaian atas hak-hak warga dilakukan oleh negara, dan peran negara dalam melindungi rakyatnya menjadi bias.

Orientasi negara tercermin dari peran yang dimainkan oleh negara. Negara-negara yang berorientasi pada kesejahteraan rakyatnya akan tercermin dalam kebijakan-kebijakannya. Begitu pula kita dapat melihat kasus-kasus monopoli yang terjadi. Tampaknya, monopoli merupakan ciri esensial dari bagaimana negara mempunyai andil yang tidak kecil terhadap bertumbuh suburnya praktek monopoli. Monopoli yang terjadi di suatu negara tidak dapat dipandang sebagai suatu gejala yang timbul dari kekuatan peran ekonomi swasta. Monopoli timbul lebih karena didorong oleh kebijakan suatu negara.

Indonesia, dan berbagai negara Dunia Ketiga memiliki peranan yang paling menonjol dalam hal mendorong laju perekonomian tidak terlepas dari faktor-faktor eksternal dan pengaruh internasional. Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah dalam menyokong pertumbuhan ekonomi seringkali harus mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Demi pembangunan seringkali pemerintah tidak mengindahkan hak rakyat. Berbagai fakta menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam hal memberikan perlindungan dan hak warganya sangat minim. Pengukuran Human Poverty Index (Indeks Kemiskinan Manusia-HPI) yang didasarkan pada kondisi pendidikan, standar hidup layak, dan kondisi kesehatan penduduk di 95 kategori negara- negara berkembang, menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-35, setingkat di atas Sri Lanka dan jauh di bawah

Singapura, Thailand dan Filipina. 14 Kenyataan ini cukup membuktikan bahwa negara dalam hal ini kurang berperan dalam hal pembangunan manusia, dan lebih menekankan pada pembangunan fisik yang kerapkali mengorbankan kesejahteraan manusia. Untuk itulah, fungsi kontrol yang paling efektif harus datang dari berbagai kelompok masyarakat yang secara independen memperjuangkan hak-haknya.

OTONOMI DAERAH MASALAH, PEMBERDAYAAN, DAN KONFLIK

Lembaga-lembaga sipil yang independen yaitu pers, kelompok profesional, kelompok swasta yang lembaga-lembaga non pemerintah (NGO).

Berbagai gerakan kelompok yang tergabung dalam gerakan masyarakat madani atau civil society merupakan katalisator rakyat secara luas dalam meperjuangkan hak-haknya. Kelompok-kelompok ini kerap memperjuangkan isu hak asasi manusia, kritik terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, dan melakukan berbagai perlawanan terhadap represi negara terhadap masyarakat sipil. Pada prinsipnya, berbagai gerakan masyarakat sipil bertujuan untuk memberdayakan dan mengoptimalkan kemampuan dan daya kritis masyarakat secara umum agar masyarakat dapat berpartisipasi dan mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah agar menyentuh kepentingan masyarakat banyak.

Dokumen yang terkait

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

PERBANDINGAN BUDIDAYA "AIR LIUR" SARANG BURUNG WALET ANTARA TEKNIK MODERN DAN TEKNIK KONVENSIONAL (Studi Pada Sarang Burung Burung Walet di Daerah Sidayu Kabupaten Gresik)

6 108 9

Kerjasama Kemanan Antara Autralia - Indonesia Dalam Mengataasi Masalah Terorisme Melalui Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC)

1 25 5

Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Study Kasus Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Di Pemerintah Kota Bandung)

3 29 3

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Hubungan Anggaran Penjualan Dengan Pendapatan Opersi Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung

3 53 74

Kontrol Yuridis PTUN dalam Menyelesaikan Sengketa Tata UsahaNegara di Tingkat Daerah

0 0 25