Kerangka Berpikir

B. Kerangka Berpikir

Otonomi Daerah

Retribusi

Perusahaan Daerah Pajak Perusahaan Daerah

Pariwisata

Pendapatan Asli Daerah

Perkembangan wisata

Nusakambangan

Pengaruh wisata Nusakambangan

Partisipasi Pemerintah Daerah dan masyarakat

commit to user

31

Keterangan: Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah keadaan keuangan Daerah sangat

berpengaruh terhadap jalannya pemerintahan daerah. Keadaan uang tersebut sangat berpengaruh terhadap kelancaran roda pemerintah daerah karena dalam Otonomi Daerah, tanpa mengandalkan bantuan atau subsidi dari Pemerintah Pusat lagi. Dalam otonomi daerah saat ini, daerah tidak bisa mengandalkan bantuan dari pihak lain, sehingga Pemerintah Daerah dituntut dapat mengutamakan sumber pendapatanya dan Pendapatan Asli Daerah, hasil dari perusahaan daerah dan lain- lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Dimana dalam hal ini, salah satu dari pendapatan lain-lain yaitu dari sektor wisata.

Di Kabupaten Cilacap terdapat suatu kawasan pulau yang dijadikan sebagai kawasan wisata. Walaupun bukan merupakan hak dari Pemerintah Daerah Cilacap untuk membuka Pulau Nusakambangan sebagai daerah wisata, akan tetapi sudah banyak wisatawan baik lokal maupun manca yang berkunjung ke Pulau Nusakambangan. Pulau Nusakambangan sebagai pulau yang berkedudukan strategis dalam sejarah pelaksanaan penghukuman karena mengemban fungsi sebagai tempat hukuman. Sebelum menjadi tempat penampungan narapidana, Pulau ini telah berpenduduk dengan mata pencaharian bercocok tanam, mencari hasil hutan dan menangkap ikan.

Pada tahun 1819 Pemerintah Belanda menempatkan 30 personel pasukan artilerinya di timur Nusakambangan untuk menguasai Cilacap. Keberhasilan yang dicapai pemerintah Hindia Belanda dalam melakukan pengawasan dan pengamanan terhadap napi saat itu dipakai sebagai dasar penetapan pulau tersebut

Sosial Ekonomi Sosial

commit to user

32

sebagai pulau penampungan bagi orang hukuman atau penal colony. Selanjutnya status pengawasan dan pemilikan pulau tersebut diserahkan kepada Raad van Justitie atau Departemen Kehakiman. Hal ini berdasarkan Ordonansi Staatblad Nomor 25 tanggal 10 Agustus 1912 dan Staatblad Nomor 34 tanggal 4 Juni 1937 yang ditandatangani Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Selain itu, Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 24 Juli 1922, dan dalam Berita Negara Hindia Belanda tahun 1928, menyebutkan bahwa keseluruhan Pulau Nusakambangan merupakan tempat penjara dan daerah terlarang. Pemerintah Belanda menggunakan pulau ini sebagai basis Pertahanan dan penduduk dipindahkan ke tempat seperti Kampung Laut, Jojok, dan Cilacap. Nusakambangan disebut poelaoe boei setelah dibangun sebuah penjara lagi pada tahun 1910 untuk menampung tahanan Belanda yang dipekerjakan sebagai petani karet. Sebutan poelaoe boei semakin kuat setelah enam penjara baru didirikan sejak 1925 hingga 1950 yang dapat menampung lebih 7000 orang narapidana.

Dijadikan tempat wisata karena sebagian besar wisatawan datang ke pulau ini karena didorong oleh rasa penasaran dan keingintahuan mengenai segala aktivitas yang terjadi, terutama aktivitas yang berkaitan dengan pembinaan napi kelas berat. Namun, dengan adanya perubahan paradigm pemenjaraan menjadi paradigma pemasyarakatan, telah mengubah cara pandang tentang Pulau Nusakambangan yang awalnya dianggap sebagai tempat yang menakutkan, kini merupakan tempat yang menawan. Nusakambangan bukan lagi sebagai pulau yang memenjarakan, tetapi sebagai saksi tentang bagaimana para narapidana belajar untuk hidup mandiri dan meningkatkan kualitas pribadi mereka. Secara intensif pemanfaatan pulau ini adalah dimanfaatkan sebagai pulau wisata berdasarkan keputusan menteri Kehakiman tanggal 24 April 1995 tentang izin pemanfaatan Nusakambangan sebagai daerah wisata.

Berkembangnya Pulau Nusakambangan sebagai daerah uji coba wisata tidak lepas dari adanya peran serta masyarakat dan pemerintah setempat. Dimana mereka saling berkerjasama satu sama lain untuk meningkatkan citra Pulau Nusakambangan sebagai daerah wisata. Keberadaan Pulau Nusakambangan

commit to user

33

menjadi tugas Pemerintah Daerah untuk melestarikan dengan semaksimal mungkin demi menjaga kelestarian agar dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Oleh karena itu, pulau Nusakambangan harus ditangani sebaik- baiknya agar mampu menyerap wisatawan yang sebanyak-banyaknya.

commit to user

33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah Pulau Nusakambangan yang terletak di Kelurahan Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap danmemanjang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 36 km dan lebar antara

4 – 6 km. Dengan luas keseluruhan adalah 210 km 2 . Dipilihnya obyek wisata

Pulau Nusakambangan sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa obyek wisata tersebut merupakan salah satu peninggalan sejarah dan mempunyai banyak keunikan disekitarnya.untuk menunjang penelitian ini, peneliti membaca buku refrensi di Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta,Perpustakaan Umum Daerah Cilacap. Selain itu peneliti juga berusaha memperoleh informasi yang diperlukan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cilacap, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Kantor Wilayah Jawa Tengah dan Lembaga Pemasyarakatan Batu.

B. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari bulan Agustus 2010 sampai April 2011. Penelitian terhitung sejak pengajuan judul, penyusunan proposal, mengurus perijinan-perijinan, pengumpulan data dan penulisan akhir.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan mengenai “Perkembangan Pulau Nusakambangan sebagai Daerah Wisata tahun 1995-2000”. Mengingat peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa lampau, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah atau metode historis.

commit to user

Nawawi (1995: 78-79) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang. Gilbert J. Garraghan yang dikutip Abdurrahman (1999: 43) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Louis Gottschalk yang dikutip Abdurrahman (1999: 44) menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.

Menurut Syamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalan- peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data- data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita sejarah yang dapat dipercaya.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji untuk memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut untuk dijadikan suatu cerita sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya.

E. Sumber Data

Dalam penelitian mengenai Pengembangan Pulau Nusakambangan sebagai daerah wisata ini, peneliti tidak hanya menggunakan satu macam sumber saja, tetapi juga menggunakan beberapa sumber yang dapat memberikan data yang dapat dipercaya. Semakin banyak sumber data, semakin banyak pula peluang untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

commit to user

Menurut Arikunto (1993: 102) yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah “Subyek darimana data dapat diperoleh”. Jadi segala sesuatu yang dapat memberikan data bagi peneliti untuk keperluan penelitiannya merupakan sumber data. Dari hal tersebut diatas, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Informan Informan adalah orang yang menjawab pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis atau lisan (Arikunto, 1993: 102). Informan yang dipilih dalam penelitian adalah:

a) Pengelola objek wisata Nusakambangan

b) Pedagang yang berjualan di lokasi objek wisata Nusakambangan Cilacap

c) Pengunjung objek wisata Nusakambangan

d) Tokoh masyarakat yang berada di sekitar objek wisata Nusakambangan

e) Pejabat yang berwenang di lingkungan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Cilacap

f) Pejabat yang berwenang di lingkungan Dinas Pariwisata Kabupaten Cilacap

2. Tempat dan Peristiwa Dalam penelitian ini tempat dimana objek penelitian berada merupakan sumber informasi yang penting, karena dalam pengamatan harus ada kesesuaian dengan konteks dan setiap situasi social selalu melibatkan perilaku, tempat dan aktivitas. Tempat dan peristiwa dimaksudkan untuk memperkuat keterangan yang diberikan oleh informasi. Dalam penelitian ini tempat yang akan diobservasi adalah objek wisata Nusakambangan yang berada di Kabupaten Cilacap. Dari tempat penelitian akan muncul berbagai fenomena dan data yang sangat diperlukan dalam penelitian. Peristiwa sendiri merupakan fenomena yang terjadi di tempat penelitian tersebut.

3. Dokumen Dokumen merupakan data tertulis yang dapat dijadikan sumber untuk mendapatkan informasi atau keterangan guna mendapatkan data yang relevan dalam masalah yang diteliti. Menurut Sutopo (1988: 64) dokumen merupakan

commit to user

sumber penelitian diluar manusia, dapat berupa surat-surat, proposal- proposal, pengumuman-pengumuman, agenda, catatan rapat, laporan studi yang dilakukan ditempat yang sama dan juga artikel yang ada di media yang berhubungan dengan masalah-masalah yang diteliti. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen dan arsip yang ada di Dinas Pariwisata dan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Cilacap.

F. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu bagaimana memperoleh data yang merupakan persoalan metodologik yang khusus membicarakan teknik-teknik pengumpulan data (Sutrisno Hadi, 1993: 63). Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam rangka memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian yang dilakukannya. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Maleong, 2005: 135). Dalam wawancara dikenal dua teknik wawancara, yaitu:

a) Wawancara Berencana (standardized interview) Yaitu wawancara dimana telah dipersiapkan suatu daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.

b) Wawancara Tak Berencana (unstandardized interview) Yaitu wawancara yang tidak dipersiapkan daftar pertanyaan dan tata urutannya.

Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara berencana, dimana dalam melakukan wawancara sebelumnya telah dipersiapkan daftar pertanyaan, walau demikian tidak menutup kemungkinan pertanyaan akan melebar tetapi dengan catatan tetap mengarah dan memperkuat data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Selain itu wawancara yang

commit to user

dilakukan adalah wawancara yang bersifat terbuka, karena dalam penelitian ini sebaliknya digunakan wawancara terbuka yang para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud wawancara itu.

2. Observasi

Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Observasi langsung dimana penyelidik mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala subjek yang diteliti, baik pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus diadakan.

Observasi tidak langsung dimana penyelidikan mengadakan pengamatan terhadap gejala subjek yang diselidiki dengan perantaraan sebuah alat, baik alat yang sudah ada, maupun yang sengaja dibuat untuk keperluan yang khusus itu. Pelaksanaannya dapat berlangsung di dalam situasi yang sebenarnya maupun di dalam situasi yang buatan (Winarno Surakhmad, 1998: 162). Menurut Nazir (1985: 211) obsevasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanda ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi langsung dimana peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk menggali data yang ada pada lapangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Dalam melakukan observasi, peneliti menggunakan alat bantu berupa kamera photo yang digunakan untuk menggambil gambar mengenai objek penelitian ini.

3. Analisis Dokumen

Selain menggunakan wawancara dan observasi, teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan melakukan analisa dokumen. Dokumen yang dianalisa dalam penelitian ini tetntunya adalah dokumen yang relevan dan berkaitan langsung dengan masalah yang dibahas. Selain itu, metode yang lainnya adalah metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1993:132).

commit to user

Moleong (2002: 163) membagi dokumen menjadi dua macam, yaitu dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah catatan karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman dan kepercayaannya. Dokumen pribadi terdiri atas : buku harian, surat pribadi dan autobiografi. Sedangkan dokumen resmi terbagi menjadi dua yaitu:

a) Dokumen internal, yang berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam karangan sendiri, termasuk di dalamnya risalah atau laporan rapat, keputusan pemimpin kantor dan semacamnya.

b) Dokumen eksternal yang berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga social, misalnya majalah, bulletin, pernyataan dan berita yang disiarkan kepada media massa.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan seleksi atas dokumen yang telah diperoleh, kemudian dokumen yang relevan diamati, dicatat dan kemudian disimpulkan. Dokumen yang relevan inilah yang dijadikan sumber data. Data tersebut diantaranya adalah Staatblad yang menandai Pulau Nusakambangan dijadikan sebagai Pulau Bui, Surat keputusan Pulau Nusakambangan dijadikan sebagai tempat uji coba wisata, data-data dari Dinas Pariwisata dan data yang lain sebagai penunjang.

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Abdurrahman (1999: 64), interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis dan sintesis, dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi.

Menurut Syamsuddin (1994: 89) teknik analisis data historis adalah analisis data sejarah yang menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan sejarah. Menurut Berkhofer yang dikutip oleh Abdurrahman (1999: 64), analisis sejarah bertujuan

commit to user

melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh.

Analisis data merupakan langkah yang penting dimulai dari melakukan kegiatan mengumpulkan data kemudian melakukan kritik ekstern dan intern untuk mencari otentisitas dan kredibilitas sumber yang didapatkan. Dari langkah ini dapat diketahui sumber yang benar-benar dibutuhkan dan relevan dengan materi penelitian. Selain itu, membandingkan data dari sumber sejarah tersebut dengan bantuan seperangkat kerangka teori dan metode penelitian sejarah, kemudian menjadi fakta sejarah. Agar memiliki makna yang jelas dan dapat dipahami, fakta tersebut ditafsirkan dengan cara merangkaikan fakta menjadi karya yang menyeluruh dan masuk akal.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal yaitu persiapan pembuatan proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Adapun prosedur penelitian ini adalah melalui empat tahap yang merupakan proses metode sejarah. Empat langkah itu terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Langkah-langkah prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:

Interpretasi

Heuristik Historiografi Kritik

Fakta Sejarah

commit to user

1. Heuristik

Heuristik adalah kegiatan mengumpulkan jejak-jejak peristiwa sejarah atau dengan kata lain kegiatan mencari sumber sejarah. Heuristik berasal dari kata Yunani ”heurischein” artinya memperoleh (Dudung Abdurrahman, 1999:55). Menurut Gazalba (1981: 115) heuristik adalah mencari bahan atau menyelidiki sumber sejarah untuk mendapatkan bahan penelitian. Notosusanto (1971: 17) mengemukakan bahwa heuristik adalah kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lalu. Heuristik berarti mencari data dengan mengumpulkan sumber-sumber. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan mengadakan riset di perpustakaan atau lembaga kearsipan dan juga melalui wawancara dengan pihak yang terkait.

Pada tahap ini, penulis berusaha mengumpulkan sumber atau data-data yang relevan dengan penelitian melalui teknik studi pustaka. Dalam hal ini penulis melakukan pengumpulan data dan sumber di beberapa perpustakaan seperti Perpustakaan Daerah Cilacap, Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan lmelakukan wawancara dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Sumber tertulis yang digunakan berupa arsip, majalah, jurnal dan buku-buku yang relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji.

2. Kritik

Setelah data-data yang berkaitan dengan penelitian berhasil dikumpulkan, maka tahap berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Kritik yaitu kegiatan untuk menyelidiki apakah sumber-sumber sejarah itu sejati atau otentik dan dapat dipercaya atau tidak. Pada tahap ini kritik sumber dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern menguji suatu keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) sedangkan kritik intern menguji keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas). Kritik ekstern dilakukan pada sumber tertulis dengan menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan dengan meneliti dari kertasnya,

commit to user

tintanya, gaya penulisannya, bahasanya, kalimatnya, dan lain sebagainya. Kritik ekstern dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan pengujian fisik.

Kritik intern digunakan untuk memastikan kebenaran isi sumber dengan cara membandingkan isi antara sumber yang satu dengan isi sumber yang lain, yaitu apakah sumber-sumber tersebut sesuai dengan fakta yang ada, banyak dipengaruhi oleh subyektifitas pengarangnya atau tidak, dan sumber tersebut sesuai dengan tema penelitian atau tidak dalam hal ini membandingkan hasil wawancara antara pihak yang terkait dan kritik mengenai kebenaran surat-surat keputusan yang dikeluarkan.

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran sejarah juga disebut dengan analisis sejarah. Sumber-sumber yang telah melalui proses kritik intern dan kritik ekstern akan menghasilkan fakta sejarah yang berdiri sendiri-sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap fakta-fakta tersebut yang bertujuan untuk menyatukan fakta-fakta itu menjadi satu kesatuan yang harmonis dan menyeluruh. Interpretasi dapat dilakukan dengan cara memperbandingkan data guna menyingkap peristiwa-peristiwa mana yang terjadi dalam waktu yang sama. Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks peristiwa, sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama lainnya dapat disusun dan dihubungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal (Kuntowijoyo, 1995: 100).

Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan menyeleksi dan menafsirkan tulisan buku dengan penentuan periodisasi, merangkaikan data secara berkesinambungan, misalnya dengan merangkaikan periode sejarah dan menghubungkan sumber data sejarah yang ada hingga menjadi kesatuan yang harmonis dan masuk akal melalui interpretasi. Dalam kegiatan interpretasi ini penelitian yang dilakukan berusaha bersikap obyektif yang disebabkan keanekaragaman data yang diperoleh

4. Historiografi

Tahap historiografi ialah langkah terakhir dalam metodologi atau prosedur penelitian historis. Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Abdurrahman, 1999: 67).

commit to user

Dalam tahap ini seorang penulis harus dapat mengungkapkan hasil penelitiannya dengan bahasa yang baik dan benar, menyajikan data-data yang akurat dan membuat garis-garis umum yang akan diikuti secara jelas oleh pemikiran pembaca. Selain itu penulis harus mengungkapkan hasil penelitiannya secara kronologis dan sistematis. Dalam proses historiografi ini diperlukan imajinasi dari penulis agar fakta-fakta yang diperoleh dapat dirangkaikan menjadi sebuah kisah yang menarik untuk dibaca.

Dalam penelitian yang berjudul “Perkembangan Pulau Nusakambangan sebagai Daerah Wisata tahun 1995-2000”, penulis berusaha menghasilkan suatu cerita sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya sekaligus menarik untuk dibaca.

commit to user

43

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Wilayah Pulau Nusakambangan

3. Keadaan Geografis

Nusakambangan merupakan suatu pulau kecil yang terletak di sebelah selatan kabupaten Cilacap. Secara administratif terletak di kecamatan Cilacap Selatan yang dikelilingi oleh perairan laut lepas (Samudera Hindia). Pulau yang memanjang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 36 km dan lebar antara 4 –

6 KM dengan luas keseluruhan adalah 210 km 2 . Bentuk topografi

Nusakambangan berbukit-bukit dan penuh dengan hutan belukar. Ketinggian pulau dari permukaan laut bervariasi dari 0-50 meter. Curah hujan rata-rata 2530 milimeter per tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 107 hari. Di sebelah utara Pulau Nusakambangan berbatasan dengan muara sungai Citanduy, Segara Anakan, Bengawan Donan dan Selat Cilacap. Sedangkan di sebelah timur, selatan dan barat, Nusakambangan berbatasan dengan Samudra Indonesia atau Samudra Hindia (Suara Merdeka, 4 Juli 1995).

4. Keadaan Demografis

a. Penduduk Pulau Nusakambangan telah berpenduduk sebelum Pulau ini dijadikan sebagai pulau untuk penampungan narapidana. Mereka tersebar di berbagai tempat di Nusakambangan, antara lain di Jumbleng, Kembang kuning, Lempung Pucung, Kali Wangi, Tumpeng, Brambang, Gliger, Limus Buntu, Kauman, Gereges, dan Karang Salam. Mereka merupakan penduduk asli Pulau Nusakambangan. Pulau Nusakambangan memiliki populasi penduduk kurang lebih 3.000 jiwa. Penduduk yg menetap di sana adalah staf, keluarga penjaga Lapas dan juga bekas tahanan di sana, yg menetap di Nusakambangan rata-rata mereka bekerja sebagai nelayan, buruh perkebunan, penyadap karet, pemandu wisata di Pulau

commit to user

Nusakambangan, dan penjual cendramata bagi turis yg berkunjung ke sana (http://denismuhamadirawan.blogspot.com).

Pada tahun 1861 ketika Pemerintah Belanda meningkatkan pemanfaatan Pulau sebagai basis pertahanan, sebagian besar penduduk asli dipindahkan ke tempat lain seperti ke Kampung Laut, Jojok, dan Cilacap. Penduduk asli yang tertinggal dimanfaatkan untuk ikut membantu perbaikan benteng dan pembuatan sarana militer lainnya (Wibowo.2001: 6). Ketika Pulau Nusakambangan ditetapkan sebagai Pulau penampungan narapidana tahun 1908, seluruh penduduk sipil dan militer dipindahkan (Wibowo.2001: 21-23). Penghuni baru Nusakambangan adalah para narapidana, pegawai penjara beserta keluarga, dan pegawai perkebunan. Jumlah dari keseluruhan penduduk tidak dapat diketahui secara pasti, karena dari tahun ke tahun selalu berubah. Pada tahun 1970, jumlah penduduk mencapai 7.500 orang. Sedangkan tahun 1980, jumlah penduduk berkurang hingga tersisa seperempatnya saja. Hal ini dikarenakan adanya pembebasan seluruh tahanan politik kasus G 30 S PKI yang berjumlah 4000 orang. Berkurangnya jumlah narapidana karena telah selesai menjalani hukuman, serta ditutupnya lima dari sembilan Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Nusakambangan tahun 1985. Selain itu pindahnya sebagian besar keluarga pegawai ke daerah Cilacap dan sekitarnya awal tahun 1980.

Dilihat dari penghuninya, masyarakat yang khusus ini, maka Nusakambangan punya kekhususan yakni bahwa Nusakambangan tidak mempunyai perangkat desa tersendiri. Para keluarga Pembina (Pegawai LP dan keluarganya) adalah termasuk warga desa Tambakreja yakni sebuah kelurahan yang terletak di daerah Cilacap. Akan tetapi dalam kenyataannya, pengurusan di dalam Nusakambangan diurus oleh Dinas Pemasyarakatan. Tiap daerah dibentuk RT dan RK untuk kepentingan keamanan daerah setempat maka tiap daerah mempunyai hansip yang selain bertugas dinas juga bertanggung jawab atas keamanan daerah demi kepentingan kekeluaragaan. Dalam hal ini Kepala Kantor Lembaga Pemasyarakatan dalam urusan masyarakat bertindak seakan- akan sebagai Lurah dalam daerahnya dengan dibantu oleh beberapa karyawan

commit to user

sebagai perangkat desa (LP Nusakambangan,1983:5). Menurut Nasip (wawancara tanggal 31 Januari 2011) bahwa sampai sekarang kondisi tersebut masih berlangsung di Nusakambangan.

Penduduk Pulau Nusakambangan saat ini praktis merupakan penduduk khas Nusakambangan, antara lain yaitu: Narapidana, Pegawai dan Keluarga Pegawai

administratif, Pulau Nusakambangan termasuk dalam wilayah Kelurahan Tambakreja Cilacap selatan (Potensi Pulau Nusakambangan sebagai Objek Wisata, 2003:3).

b. Mata pencaharian Dari keadaan geografis Pulau Nusakambangan yang lebih banyak hutan belukarnya, maka mata pencaharian penduduk asli Pulau Nusakambangan adalah bercocok tanam, mencari hasil hutan, dan menangkap ikan. Dalam perkembangannya kini, Pulau Nusakambangan juga dihuni oleh penduduk yang bermata pencaharian sebagai pembuat Gula Merah, dan perkebunan. Diantara mereka sudah ada pengelompokan wilayah tempat tinggal sesuai dengan mata pencahariannya. Misal, daerah pembuat gula, daerah kebun karet dan sebagainya.

c. Pendidikan Pada tahun 1983, Nusakambangan hanya mempunyai 3 Sekolah Dasar saja dari kesembilan daerah(kampung) di Nusakambangan yaitu di daerah Limus Buntu, Candi, dan Kembang Kuning yang dapat menampung seluruh anak-anak pegawai Nusakambangan. Seluruh daerah di Nusakambangan mempunyai Taman Kanak-kanak, oleh karena itu anak-anak dari daerah yang belum ada Sekolah Dasarnya terpaksa ke daerah lain dengan jarak yang cukup jauh. Sedangkan anak-anak yang menginjak bangku Sekolah Lanjutan harus ke Cilacap (LP Nusakambangan, 1983:7).

Dari data yang di dapat, mengenai jumlah penduduk Nusakambangan yang mengenyam pendidikan, hampir 90% penduduk Nusakambangan mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan penduduk Nusakambangan yang masih didominasi pegawai LP, banyak yang melanjutkan pendidikannya untuk kemudian menjadi pegawai LP juga.

commit to user

5. Keadaan Sosial Budaya

Kehidupan sosial di Nusakambangan terbatas hanya di sekitar hutan, sungai dan juga laut. Dimana mereka lebih banyak memanfaatkan hutan yang ada untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Banyak diantara penduduk yang juga melakukan penebangan hutan untuk kemudian dijadikan sebagai ladang atau sawah yang mereka garap sehari-hari. Sedangkan untuk aktivitas laut atau perairan, sudah berkembang dengan pesat. Dimana akses perairan dapat dilalui dengan sarana yang tradisional sampai sarana yang canggih.

Letak perairan Nusakambangan yang merupakan batas antara Nusakambangan dengan Cilacap yang tenang membuat banyak penduduk sekitar yang memanfaatkanya. Diantara mereka banyak yang mencari ikan dan sebagainya. Nusakambangan juga dimanfaatkan oleh beberapa industri-industri yang terkemuka di Cilacap.

Budaya yang berkembang di Nusakambangan sama dengan kebudayaan yang berkembang di Cilacap. Hal itu disebabkan sebagian besar dari Pegawai LP Nusakambangan merupakan penduduk Cilacap. Jadi walaupun terdapat beberapa penduduk yang menetap di Nusakambangan, tetapi budaya ataupun tradisi yang mereka kembangkan tetap saja seperti di daerah asalnya yaitu Cilacap, misalkan tradisi sedekah laut yang diadakan tiap tahunnya. Keluarga pegawai yang berada di nusakambangan ikut meramaikan, karena pada akhir dari tradisi sedekah laut adalah dengan membuang sesaji di Kali Lanang yang merupakan salah satu sungai yang ada di Nusakambangan.

B. Perkembangan Pulau Nusakambangan sebagai Pulau Bui

dan Pulau Wisata

1. Dasar Pulau Nusakambangan sebagai Pulau Bui

Pada tahun 1861 Pulau Nusakambangan untuk pertama kalinya terjamah oleh para narapidana yang dipekerjakan Belanda untuk pembuatan benteng pertahanan. Keberhasilan yang dilakukan Belanda dalam melakukan pengawasan dan pengamanan narapidana pada saat itu menjadi dasar untuk menjadikan Pulau

commit to user

Nusakambangan sebagai tempat penampungan bagi orang hukuman atau penal coloni . Sebelum keputusan diambil, Pemerintah Hindia Belanda melakukan penelitian lebih dahulu terhadap pulau lainnya, seperti Pulau Nusa Barung di Jatim, Prinsen Eiland di Ujung Kulon, dan Krakatau di Selat Sunda. Pada 1908, Gubernur Jendral Hindia Belanda mengeluarkan ketetapan bahwa pulau tersebut telah memenuhi persyaratan sebagai poelaoe boei atau bijzonderestaf gevangenis, sehingga seluruh pasukan Belanda ditarik dari tempat itu. Selanjutnya status pengawasan dan pemilikan pulau tersebut diserahkan kepada Raad van Justitie atau Departemen Kehakiman (Suara Merdeka, 4 Juli 1995).

Berdasarkan Ordonansi Staatblad Nomor 25 tanggal 10 Agustus 1912 dan Staatblad Nomor 34 tanggal 4 Juni 1937 yang ditandatangani Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Selain itu, Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal

24 Juli 1922, dan dalam Berita Negara Hindia Belanda tahun 1928, menyebutkan bahwa keseluruhan Pulau Nusakambangan merupakan tempat penjara dan daerah terlarang. Pemerintah Belanda menggunakan pulau ini sebagai basis Pertahanan dan penduduk dipindahkan ke tempat seperti Kampung Laut, Jojok, dan Cilacap. Para narapidana yang dikirim ke Nusakambangan dipekerjakan di perkebunan karet. Sejak tahun 1908 mereka dilibatkan dalam pembukaan hutan untuk dijadikan perkebunan karet (Wibowo.2001: 21-23).

Peningkatan pemanfaatan Pulau Nusakambangan sebagai basis pertahanan, sebagian besar penduduk asli Nusakambangan dipindahkan ke tempat lain seperti ke Kampung Laut, Jojok, dan Cilacap. Selebihnya, mereka dimanfaatkan untuk membantu perbaikan benteng (Wibowo.2001: 6). Seperti yang tercantum dalam Berita Hindia Belanda tahun 1928 bahwa

Setelah ditanggalkan (dilepaskan) hak oleh penduduk yang bersangkutan, atas tanahnya sampai desa Banjarnoesa yang termasuk tanah-tanah dari pulau Noesa Kambangan, terletak dalam kewedanan dan dibagian Cilacap dari Residensi Banyumas akan ditentukan dalam keseluruhannya diperuntukkan sebagai tempat untuk menghukum bagi yang harus dihukum sehingga seluruh pulau dipandang sebagai tempat penjara dan daerah terlarang.

Titik penekanan ditempatkannya para napi di Nusakambangan sebenarnya bukan karena mereka adalah penjahat kelas berat, akan tetapi adalah suatu uapaya

commit to user

untuk memanfaatkan tenaga napi untuk kegiatan yang menguntungkan bagi Belanda yaitu pengolahan karet. Sehingga sistem kepenjaraan yang berlaku disana adalah open gesticht atau penjara terbuka. Dimana para napi dilatih suatu ketrampilan dan dipekerjakan dari pagi hingga sore (Wibowo.2001: 27).

Penelitian dilakukan sebelum adanya pengambilan keputusan untuk menjadikan pulau Nusakambangan dijadikan sebagai tempat pembuangan narapidana, Pemerintah Belanda melakukan penelitian terlebih dulu atas sejumlah pulau lain, seperti Pulau Nusa Barung di Jawa Timur, Prinsen Eiland di Ujung Kulon, dan Krakatau di Selat Sunda. Akan tetapi pilihan terakhir tetap jatuh pada Pulau Nusakambangan. Menurut Yayan Madhayana SH, dalam artikel Jika Nusakambangan Jadi Objek Wisata (Suara Merdeka 4 Juli 1995), Nusakambangan dijadikan sebagai tempat pelaksanaan pidana karena memenuhi beberapa pertimbangan antara lain yaitu tanahnya subur sehingga cocok untuk sarana ketrampilan agraris, keamanan terjamin karena secara alamiah tertutup dari masyarakat ramai serta dapat menimbulkan rasa jera bagi narapidana.

Pada tahun setelah ditetapkan sebagai Poelaoe boei, pada tahun itu juga mulai dibangun sebuah penjara di bagian selatan yang diberi nama Penjara Permisan. Bangunan permanen berkapasitas 700 orang mulai dipergunakan tahun 1910. Menurut asal namanya Permisan berarti Vermist yang berarti hilang. Hal ini menunjukan bahwa para pelarian dari rumah penjara akan hilang ditelan gelombang laut selatan atau hilang dimakan binatang buas di hutan.(Suara Merdeka, 4 Juli 1995).

Berturut-turut kemudian dibangun rumah penjara Nirbaya tahun 1912, Karanganyar tahun 1912, Batu tahun 1924, Gliger tahun 1925, Karangtengah tahun 1927, Besi tahun 1927 dan Limus Buntu tahun 1935. Pada tahun 1935 dibangun pula rumah penjara dan yang terakhir dibangun di Nusakambangan adalah rumah penjara Kembang Kuning tahun 1940. Kesepuluh penjara itu seluruhnya berkapasitas 7650 orang yang dipimpin oleh Direktur Penjara Nusakambangan ataupun Cilacap bagi penjara Cilacap. Penempatan narapidana di Nusakambangan mulai dari masa pidana satu tahun sampai seumur hidup. Selain kiriman dari penjara Cilacap, juga menampung pindahan napi dari seluruh

commit to user

wilayah Hindia Belanda kecuali Irian Barat. Penghuni awal penjara Permisan dan Karanganyar adalah napi dari daerah Aceh. Penjara Batu berpenghuni orang dari Sulawesi Selatan, Sawah Lunto, Sumatera Selatan dan Umbilin. Sedangkan Penjara Besi penghuni awalnya berasal dari Benculuk Jawa Timur dan Penjara Gliger dihuni oleh orang Bali. Keberadaan Sembilan LP di Nusakambangan bertahan hingga dekade 80-an. Sejak saat itu hingga sekarang, lima LP dihapus, sehingga tersisa empat LP saja yaitu LP Permisan, Batu, Besi, dan Kembang kuning. Keempat LP ini memang sejak awal sudah dibangun secara permanen sedangkan yang lainnya adalah bangunan semi permanen (Suara Merdeka, 4 Juli 1995).

2. Pengembangan Pulau Nusakambangan sebagai Pulau Wisata

a. Dasar Pengembangan Pulau Nusakambangan sebagai Pulau Wisata

Dalam pola pengembangan kepariwisataan, Nusakambangan harus memperhatikan daya dukung berdasar atas tujuan pariwisata. Daya dukung lingkungan pariwisata dipengaruhi dua aspek utama yaitu aspek tujuan wisatawan dan aspek lingkungan biofisika lokasi wisata. Aspek biofisik baik alam maupun kegiatan manusia akan mempengaruhi kuat atau rapuhnya suatu lingkungan serta sangat menentukan besar kecilnya daya dukung tempat wisata. Hal itu mempengaruhi banyak tidaknya wisatawan yang berkunjung nantinya.

1) Gagasan Uji Coba Pariwisata Nusakambangan tahun 1995 – 2000 Adanya ide untuk pengembangan dan pemanfaatan Pulau Nusakambangan untuk dijadikan sebagai Pulau wisata sudah ada sejak lama. Dimana sebagai pencetus ide ialah Bapak Supardi yang merupakan Mantan Ketua LP Batu (wawancara dengan Nasip, 31 Januari 2011). Gagasan mengenai pengembangan Pulau Nusakambangan sebagai daerah wisata sudah terpikirkan sejak dahulu dan sudah pula dirundingkan dengan berbagai pihak yaitu dari Pemerintah Cilacap, Kementerian Kehakiman dan juga Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) yang mempunyai wewenang untuk mengesahkan

commit to user

setiap hal yang berurusan dengan Pulau Nusakambangan. Setelah melalui beberapa pertimbangan mengenai baik buruk yang akan ditimbulkan dari adanya wisata Nusakambangan, akhirnya menghasilkan keputusan untuk menjadikan Pulau Nusakambangan sebagai daerah wisata, tapi hanya dalam tahap uji coba, karena pertimbangan Pulau Nusakambangan sebagai daerah pembinaan narapidana.

Dengan adanya dukungan dari Pemerintah Daerah Cilacap yang juga telah mengusulkan hal yang sama kepada Kementerian Kehakiman dan kerjasama dengan berbagai pihak, akhirnya dilakukan suatu uji coba wisata Nusakambangan. Hal itu berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman tanggal 24 April 1995 tentang Izin Pemanfaatan Nusakambangan sebagai Objek Wisata (Kedaulatan Rakyat, Oktober 1995). Sebagaimana diketahui bahwa para pengambil keputusan di tingkat pusat maupun daerah menaruh harapan besar terhadap prospek pengembangan Nusakambangan menjadi sebuah kawasan wisata bertaraf internasional (Wawasan, 2 Oktober 1994).

Adanya suatu pembicaraan yang lama, akhirnya Menteri Kehakiman Oetojo Oesman, S.H menyatakan setuju pulau dibuka untuk objek wisata. Persetujuan Menteri Kehakiman tertuang dalam surat izinnya tertanggal 24 April 1995. Setelah dikeluarkannya surat izin, Pemerintah daerah Jawa tengah dalam hal ini Dinas Pariwisata mengadakan kerjasama dengan Kantor wilayah Departemen Kehakiman dan Kantor wilayah Departemen Kehutanan untuk membentuk sistem pengelolaan bersama. Walaupun dalam pengembangannya sebagi objek wisata, fungsinya sebagai penjara akan tetap dipertahankan (Suara Merdeka, 4 Juli 1995).

Surat keputusan dari Menteri Kehakiman setelah dikeluarkan pada tanggal

29 Juni 1996, Dirjen Pemasyarakatan dan Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan surat keputusan bersama tentang Uji Coba Pengelolaan Bersama Objek Wisata Khusus Nusakambangan (Unggul Wibowo. 2001: 82). Uji coba tersebut secara tidak langsung sudah menjadi tanggung jawab bagi Kementerian Kehakiman, Pemerintah Daerah Cilacap, dan juga Pihak Lembaga Pemasyarakatan. Dengan di putuskannya uji coba tersebut, Nusakambangan telah siap untuk dijadikan sebagai

commit to user

tempat wisata. Adanya perancangan mengenai ketetapan uji coba, untuk menghindari kegiatan yang bisa mengganggu kegiatan narapidana, Nusakambangan ditetapkan sebagai objek wisata one day tour. Dimana wisatawan yang berkunjung ke Nusakambangan hanya diperkenankan selama sehari tanpa menginap. Tujuannya adalah agar bisa menjaga konservasi alam dan fungsi Nusakambangan sebagai tempat pembinaan napi (Suara Merdeka. 1 Juli 1996).

Pengembangan uji coba wisata ini lebih dikhususkan pada objek di sekitar Nusakambangan bagian tengah. Hal ini disebabkan sebelumnya memang Nusakambangan tengah lebih dikhususkan sebagai tempat pembinaan narapidana, dan Nusakambangan Timur dan Barat sebagai tempat konservasi cagar alam yang lebih fleksibel untuk dikunjungi oleh beberapa wisatawan. Tenaga pemandu Nusakambangan sendiri diambilkan dari kalangan masyarakat sekitar pulau. Mereka akan dididik terlebih dahulu untuk selalu handarbeni dan mengamankan lingkungan. Wisatawan yang masuk Nusakambangan selain dapat menyaksikan rumah penjara, juga dapat menikmati keindahan alam dan tumbuhan langka (Suara merdeka 4 Juli 1995).

Pandangan mengenai Nusakambangan akan sangat sukses dalam pengembangannya menjadi objek wisata sangatlah tinggi. Menurut Kanwil Deparpostel, Nusakambangan akan segera menjadi special interest , yaitu sebagai Alcatras Indonesia dan suatu saat nanti kawasan Nusakambangan akan menjadi tourism development corporation bersama segara anakan dan Baturaden di Banyumas (Suara Merdeka, 4 Juli 1995).

Mengenai surat Izin Pemanfaatan tersebut, masih ada hal penting yang perlu diketahui yaitu Pulau Nusakambangan masih tetap difungsikan sebagai tempat pembinaan napi dan tidak mengganggu kegiatan napi. Hal itu dikarenakan banyak napi yang kegiatannya diluar sel penjara. Dimana napi selain untuk dilatih keterampilan juga untuk proses asimilasi. Jadi juga ada suatu tujuan diizinkannya Nusakambangan sebagai daerah wisata yaitu untuk membantu napi yang sudah hampir habis masa tahanannya, untuk melakukan asimilasi dengan masyarakat luar yang datang berkunjung untuk berwisata di Nusakambangan. Sehingga proses

commit to user

asimilasi yang nyata diharapkan bisa membantu para napi agar benar-benar siap kembali kedalam kehidupan masyarakat yang sesungguhnya.

2) Upaya Pengembangan Pulau Nusakambangan sebagai Daerah Wisata

a) Sarana dan Prasarana

(1) Transportasi Sarana transportasi yang tersedia yaitu 2 buah bus, 2 truk, 1 mobil pick up,

1 mobil colt station wagon, 6 buah sepeda motor dan juga 1 mobil ambulans. Alat transportasi yang disediakan untuk menunjang pengembangan objek wisata di Nusakambangan diantaranya yaitu Bus, Truk yang digunakan untuk perjalanan keliling Nusakambangan bagian Barat. Dimana wisatawan kebanyakan menggunakan bus charteran sendiri yang dibawa berombongan. Sedangkan bus yang ada di Nusakambangan lebih banyak digunakan untuk kepentingan para pegawai saja (wawancara dengan Samikin sebagai Koordinator Pemandu wisata tahun 1995, 30 Januari 2011). Transportasi bus di Nusakambangan merupakan bantuan dari KORPRI, yang juga ikut berperan dalam pengembangan wisata Nusakambangan saat itu (wawancara dengan Matori sebagai Kasi Pengembangan objek di BPOW tahun 1995, 3 Maret 2011). Sedangkan untuk membantu penyeberangan wisatawan, dari pihak penyelenggara menyediakan Kapal Prisma untuk membantu penyeberangan wisatawan yang akan berkunjung (wawancara dengan Nasip, tanggal 31 Januari 2011).

Berdasarkan surat keputusan hasil rapat kerja tahun 1998 dari KORPRI mengenai kerjasama transportasi wisata Nusakambangan bahwa KORPRI Kabupaten Cilacap memiliki satu buah kapal wisata dan satu buah kendaraan bus dapat digunakan untuk melayani penyeberangan wisata di Nusakambangan dan bekerja sama dengan Sub unit KORPRI LP Batu. Meskipun Pulau Nusakambangan ini terletak di seberang pantai Cilacap, akan tetapi untuk menuju ke objek wisata ini tidaklah sulit karena dapat dijangkau dengan perahu nelayan yang memang digunakan sebagai alat transportasi penghubung antara kota Cilacap dengan Nusakambangan.

commit to user

Nusakambangan sendiri dibagi dalam tiga bagian yaitu bagian timur, tengah dan barat. Pada saat Pulau Nusakambangan dijadikan sebagai Pulau Uji Coba Wisata, wisatawan dapat menempuh dua jalur, yaitu dari sebelah barat dan timur. Dimana untuk yang sebelah tengah, wisatawan diharuskan untuk mematuhi syarat-syarat tertentu. Hal ini dikarenakan, daerah Nusakambangan sebelah tengah merupakan Komplek Lembaga Pemasyarakatan. Sarana dan prasarana transportasi dibagi dua yaitu transportasi laut dan darat. Pendukung transportasi laut yang tersedia berupa dua buah dermaga, yaitu Dermaga Wijayapura di Cilacap dan Dermaga Sodong di Nusakambangan. Transportasi laut yang dipergunakan adalah sebuah kapal penyeberangan dan kapal patroli cepat yang dikhususkan untuk paket wisata saat Uji coba wisata. Sedangkan untuk sebelah timur dan barat, merupakan jalur wisata alam. Dimana untuk menuju kesana wisatawan bisa langsung menyewa perahu nelayan. Sedangkan untuk transportasi darat, prasarananya berupa jalan aspal selebar 3 meter dan sepanjang 37,4 kilometer yang terbagi dalam empat ruas jalan.

(2) Instalasi Listrik Kebutuhan listrik di Nusakambangan masih sangat terbatas. Dimana untuk kebutuhan penerangan masih sangat tergantung dengan tenaga diesel. Di masing-masing Lembaga Pemasyarakatan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel atau PLTD yang akan disalurkan diperumahan sekitar dan juga di Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri. Berdasarkan pengalaman dari Bapak Samikin (wawancara tanggal 30 Januari 2011), listrik di Nusakambangan menggunakan perhitungan waktu. Dimana menjelang sore biasanya jalanan mulai sepi karena listrik biasanya padam dan ada pergantian penerangan dengan mesin diesel.

Pemanfaatan listrik bisa dilakukan oleh para wisatawan pada pagi hingga siang saja yang menjadi alasan bahwa para wisatawan tidak diperbolehkan berwisata sampai sore atau menginap, karena adanya keterbatasan listrik. Akan tetapi sejak tahun 2001, PT.Semen Cibinong memberikan bantuan listrik yang dialirkan keseluruh Lembaga Pemasyarakatan di Nusakambangan (Unggul Wibowo.2001: 8).

commit to user

(3) Penyediaan Air Bersih Ketersediaan air bersih memadai. Dimana menggunakan air dari sumber air perbukitan yang disalurkan melalui pipa ke masing-masing Lembaga pemasyarakatan dan juga perumahan. Selain itu untuk disalurkan juga di tempat-tempat umum di tempat wisata seperti Kamar mandi dan sebagainya, walaupun jumlahnya terbatas.

(4) Akomodasi Ketersediaan akomodasi seperti tempat penginapan, restoran dan sebagainya di Nusakambangan selama uji coba belum ada. Kebutuhan makanan atau Chatering bagi para pengunjung menggunakan jasa pelayanan para istri dari pegawai LP (wawancara Samikin sebagai Koordinator Pemandu Wisata tahun 1995, 30 Januari 2011). Hal itu merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat setempat yang berkaitan dengan adanya penyuluhan SADAR WISATA yang pernah diselenggarakan disana. Selain untuk pemenuhan makanan wisatawan, walaupun di nusakambangan pada waktu itu belum ada toko penjual souvenir, akan tetapi pengunjung bisa membeli souvenir asli Nusakambangan berupa Batu akik yang dijual oleh para napi. Batu akik ini merupakan hasil kerajinan dari para napi, dan mereka diperbolehkan berjualan karena mereka sedang menjalani tahap asimilasi.

b) Pengembangan Objek Wisata

Pengembangan Pulau Nusakambangan sebagai daerah uji coba wisata, untuk sementara hanya diperbolehkan dengan sistem one day tour. Dalam perencanaannya, dibentuk semacam panitia untuk mengelola objek wisata Nusakambangan. Panitia tersebut diberi nama Badan Pengelola Objek Wisata atau BPOW. Badan tersebut merupakan gabungan kepanitiaan dari pihak Lembaga Pemasyarakatan, Pemerintah Daerah Cilacap, Dinas Pariwisata Cilacap. Ketua dari BPOW adalah Kepala LP Batu, wakilnya adalah Kepala Dinas Pariwisata Cilacap. Sedangkan LP yang lain menjabat sebagai Sekretaris, Bendahara, dan Koordinator seksi kebersihan dan Keamanan. Semua itu wujud dari kerjasama

commit to user

antara pihak LP dan juga Pemerintah Daerah Cilacap (wawancara dengan Samikin dan Nasip, tanggal 30 dan 31 Januari 2011).

Pada awal dijadikannya Nusakambangan sebagai objek wisata, Pemerintah Daerah Cilacap berencana menawarkan paket wisata impian dengan tujuan Singapura-Pulau Nusakambangan-Pulau Christmas (Pulau yang terletak antara Nusakambangan dengan Australia). Akan tetapi tidak terealisasi karena belum ada perencanaan yang serius dan dana yang cukup. Tidak hanya rencana paket itu saja yang gagal, rencana paket wisata Pulau Pangandaran-Pulau Nusakambangan yang jaraknya lebih dekatpun sampai sekarang belum direalisasikan (Kompas. 1 Mei 1995). Paket wisata Pulau Nusakambangan-Pulau Pangandaran hanya dilakukan oleh beberapa orang saja yang berminat. Dimana biaya yang diperlukan juga tidak sedikit, sehingga paket ini tidak direalisasikan.

Wisatawan yang diperbolehkan masuk disarankan dengan rombongan dan membawa kendaraan sendiri. Untuk rute yang di tuju diantaranya yaitu Goa Ratu, Pantai Permisan dan Pantai Pasir Putih. Selama perjalanan menuju tempat tersebut, akan melewati empat lokasi Lembaga Pemasyarakatan yang masing- masing Lembaga berbeda jenis dan karakteristik hukuman (wawancara dengan Samikin sebagai Koordinator Pemandu wisata tahun 1995, 30 Januari 2011). Apabila wisatawan sekedar ingin melihat dari dekat Nusakambangan, sejak belasan tahun lalu tersedia kapal pesiar yang bisa mengantarkan wisatawan mendekati Nusakambangan. Wisatawan berlayar di sekitar Selat Nusakambangan. Nelayan hanya mengantarkan wisatawan sampai ke pulau Majethi. Awal mula nelayan mengantarkan wisatawan ke Pulau Majethi sekitar awal decade 90-an. Perkembangan selanjutnya dari tahun ke tahun semakin banyak. Peminatnya selalu ada dan kebanyakan adalah wisatawan dari daerah DIY dan sekitarnya (Suara merdeka 4 Juli 1995).

Jumlah rombongan yang dibawa minimal 30 orang. Tarif yang dikenakan untuk masuk wisata Nusakambangan sebesar Rp. 30.000,00 per orang. Untuk jam berkunjungpun ditetapkan, dimana dimulai pukul 07.00 WIB dan terakhir pukul

13.00 WIB. Hal itu mengingat di Nusakambangan sendiri masih terbatas mengenai aliran listrik serta yang paling utama adalah masih banyak hewan-

commit to user

hewan buas yang merupakan hewan asli Nusakambangan yang biasanya keluar diwaktu-waktu menjelang sore. Dari segi fasilitas selain fasilitas fisik, pihak penyelenggara telah mengatur sedemikian baiknya perihal keamanan dan juga kenyamanan wisatawan dalam berkunjung. Walaupun tiap pengunjung secara tidak langsung sudah mempunyai asuransi keselamatan, yang diambil dari biaya tiket masuk, karena Nusakambangan masih asli dan termasuk dalam cagar alam yang dilindungi (wawancara dengan Samikin, 30 Januari 2011).

Pariwisata Nusakambangan mempunyai banyak sekali potensi wisata yang bisa dijelajahi oleh pengunjung diantaranya wisata pantai, Benteng pendem Karangbolong di daerah Karangtengah. Benteng ini merupakan benteng peninggalan Portugis. Disampingnya terdapat meriam pantai yang pernah digunakan ALRI pada tahun 1947. Sekitar empat kilometer dari benteng terdapat mercusuar Cimiring. Dibawahnya terdapat meriam pantai kaigun Jepang. Tahun 1970 jalan setapak Karangbolong-Cimiring diperlebar sehingga bias dilalui kendaraan roda empat. Disekitar bekas LP Karangtengah ada pemandian Berambang. Di bukit Gliger terdapau Kupel untuk melihat pemandangan kota Cilacap dan sekitarnya. Lalu di bawah Cimiring ada Pulau Majethi yang konon ditumbuhi bunga wijayakusuma. Ada juga Gua Lawa di Limus buntu, Gua Ratu di Candi yang penuh dengan stalagtit dan stalagmite dan juga bisa melihat segara anakan. Terdapat pula pantai pasir putih Permisan, Gua masigit sela dan cagar alam Bantarpanjang di bekas LP Karanganyar (Suara merdeka 4 Juli 1995).

Dalam Potensi Pulau Nusakambangan sebagai Objek wisata (2003:13) menyebutkan beberapa potensi sumber daya wisata Nusakambangan secara geografis objek dan daya tarik wisata terbagi dalam dua kawasan yaitu kawasan wisata segara anakan dan kawasan wisata Nusakambangan. Kawasan tersebut memiliki keterkaitan dengan objek dan daya tarik wisata yang ada di Cilacap, Pengandaran dan sekitarnya. Keadaan tersebut merupakan kesepakatan Pengembangan Wilayah Perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kawasan segara anakan terdiri dari beberapa objek wisata yang dapat dikunjungi diantaranya, Desa Nelayan, Suaka Hutan Mangrove, Pantai segara Anakan dan Selat Indralaya. Sedangkan wisata Nusakambangan terdapat Wisata Pantai

commit to user

(Karang bolong, Permisan, Pasir Putih, Ranca Babakan, Karang pandan), Kawasan objek wisata Karang bolong (Benteng Karang bolong), Mercusuar Cimiring dan memiliki potensi Sejarah dan budaya (Gua Ratu, Gua Putri, Gua Masigit Sela), serta pemandangan tentang kegiatan narapidana.

Dari beberapa objek yang berpotensi sebagai objek wisata di Nusakambangan, ada beberapa yang sudah tidak memungkinkan untuk dikunjungi. Oleh karena itu saat uji coba wisata tahun 1995, hanya tiga objek saja yang dijadikan tempat tujuan wisata, yaitu Pantai Permisan, Gua Ratu, Pantai Pasir Putih. Hal tersebut dikarenakan objek wisata tersebut dekat dengan akses jalan utama yang ada di Nusakambangan. Berikut merupakan gambaran mengenai objek wisata yang ada di Nusakambangan yang pada waktu itu masih bisa di kunjungi:

(1) Gua Ratu Gua ini terletak 5 km dari Dermaga Sodong di lereng bukit sebelah utara dan menghadap ke timur. Gua Ratu ini mempunyai lorong sepanjang 1 kilometer yang nantinya menembus Gua Putri yang juga berada di sisi lain Nusakambangan. Sisi-sisi gua yang gelap dan kotor ternyata tidak mengurangi keindahan alami dari stalagtit dan stalagmit gua ini. Gua ini juga dinamakan dengan Gua Merah karena dinding batu yang mengelilinginya berwarna merah. Semakin ke dalam ternyata semakin bagus, namun umumnya pengunjung hanya bisa memasuki gua sedalam lima puluh meter, karena kalau lebih dalam dari itu harus memakai tabung oksigen. Jalur yang ditempuh untuk menuju Gua Ratu biasanya melalui pelabuhan Lomanis atau pelabuhan Wijayapura di Cilacap dan menuju ke pelabuhan Sodong di Nusakambangan.

(2) Gua Masigit Sela Gua ini terletak di sisi utara bagian barat Nusakambangan. Dapat ditempuh dengan berjalan kaki melewati hutan dalam waktu 30 menit dari dermaga Klaces, Kampung Laut. Gua ini dikelilingi oleh Hutan mangrove. Gua ini memiliki berbagai keunikan, dimana stalagmite dan stalagtitnya membentuk ornamen seperti gapura masjid, sehingga dinamakan Gua Masigit Sela yang artinya masjid yang terbuat dari sela atau batu. Menurut beberapa sumber gua

commit to user

ini merupakan sebuah masjid peninggalan Sunan Kalijaga dan sampai saat ini masih sering digunakan oleh Paku Buwono beserta keluarganya untuk bersemedi. Jalur yang digunakan menuju Gua ini bisa melalui beberapa arah yaitu dari Cilacap, Ciamis (Jawa Barat) dan Kawunganten (dari arah utara).

(3) Pantai Permisan Pantai ini merupakan salah satu pantai yang indah di Nusakambangan. Terletak di sebelah selatan LP Permisan. Banyak batuan karang besar yang terdapat di pinggir ataupun di tengah lautan. Di salah satu batu karang terdapat yang diberi nama Pulau Syahrir yang mempunyai ceritera sendiri dan juga dibangun sebuah monument Kopassus berbentuk pisau komando yang tertancap miring yang menandai bahwa di tempat tersebut juga digunakan sebagai salah satu tempat pelatihan tentara.

(4) Pantai pasir gigit atau Pantai Ranca babakan Pantai ini terletak di ujung barat Nusakambangan yaitu di daerah Rancababakan berjarak 35 km dari dermaga Sodong. Jalur yang ditempuh dengan melalui alur selat Nusakambangan – segara anakan yang melewati Desa Klaces Kecamatan Kampung Laut.

(5) Selat Indralaya Terletak di sebelah barat Pulau Nusakambangan yang merupakan selat yang membatasi dengan daerah Ciamis, Jawa Barat. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan diantaranya yaitu memancing, bersampan, olahraga dan permainan air (petualangan alam), dan atraksi ikan pesut (Potensi Pulau Nusakambangan sebagai objek wisata, 2003:14).

(6) Pulau Majeti Pulau ini terletak di Nusakambangan Timur yang berbentuk pulau karang kecil. Di pulau ini terdapat dan bunga yg sangat langka dan hanya terdapat di pulau ini, yaitu bunga Wijayakusuma. Menurut kepercayaan bunga ini di kembang biakan oleh keturunan Dinasti Mataram, dan menurut mitos bunga dikatakan dapat menghidupkan orang mati.

commit to user

(7) Benteng Pertahanan dan monumen Artileri Terletak diujung tenggara Nusakambangan. Dimana benteng ini dibangun oleh Belanda sebagai salah satu basis pertahanan pada waktu itu. (8) Pesanggrahan Pesanggrahan ini merupakan bangunan yang dibuat Belanda untuk kepentingan perkebunan karet. Di Nusakambangan terdapat beberapa Pesanggrahan yaitu di daerah Batu dan Gliger.

(9) Pantai Pasir Putih Pantai ini terletak hampir bersebelahan dengan pantai Permisan. Terdapat di selatan Nusakambangan. Dimana pantai ini tidak kalah indahnya dengan pantai permisan.

(10) Cagar alam Nusakambangan Cagar alam di Nusakambangan terdapat dua daerah cagar alam, yaitu cagar alam Nusakambangan timur dan cagar alam Nusakambangan barat. Cagar alam ini ditetapkan dalam staatblad yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Cagar alam ini terletak hampir di seluruh kawasan Nusakambangan. Semua hutan dan isinya termasuk flora dan fauna yang dilindungi. Keaslian dari hutan Nusakambangan inilah yang banyak membuat wisatawan tertarik untuk melihatnya

(11) Gua Maria Gua maria ini terletak di desa Klaces yang mempunyai keunikan dari Goa Maria Nusakambangan ini meski dinamakan Goa Maria tetapi tidak ada patung Maria. Patung Maria yang ada adalah patung yang terbuat dari stalagtit dan stalagmit yang menyatu. Setelah menyaksikan secara langsung memang benar adanya stalagtit dan stalagmit yang menyerupai patung Maria.

(12) Mercusuar Cimiring Mercusuar ini merupakan bangunan menara di bagian tenggara Nusakambangan. Lokasi tersebut dapat ditempuh sekitar 5 km dari Karang tengah. Bangunan mercusuar yang terdapat di Nusakambangan etrmasuk langka dan dari lokasi tersebut dapat disaksikan panorama laut dan hutan yang

commit to user

terdapat di Nusakambangan (Potensi Pulau Nusakambangan sebagai objek wisata, 2003:17).

(13) Pemandian Berambang Pemandian ini terletak di daeah Berambang, Karang Tengah di kawasan Nusakambangan timur. Dari semua tempat menarik di Nusakambangan tersebut, yang dijadikan sebagai tempat wisata pada saat dilakukan uji coba tahun 1995 hanya tiga objek saja yaitu Gua Ratu, Pantai Permisan dan Pantai Pasir Putih. Tiga objek tersebut merupakan objek yang berada di Nusakambangan bagian tengah. Hal itu dikarenakan objek wisata lain yang berada di Nusakambangan tengah jauh dari jalur atau jalan raya satu-satunya yang menghubungkan antar LP dengan yang lain, serta berada di dalam hutan yang masih asli. Sedangkan objek wisata yang berada di Nusakambangan timur dan barat seperti pantai karangbandung, benteng-benteng, pulau majeti, pantai pasir gigit/rancababakan dan sudah dikenal jauh sebelum Nusakambangan barat dibuka untuk umum. Walaupun banyak wacana yang mengatakan bahwa objek wisata di Nusakambangan Timur akan segera ditutup untuk umum karena ada penambahan jumlah LP yang akan dibangun dibagian timur.

3) Realisasi Pengembangan Pulau Nusakambangan sebagai Pulau Wisata Nusakambangan merupakan salah satu daerah hasil dari peninggalan Belanda. Pengembangan Nusakambangan sebagai aset wisata sejarah dan juga wisata bahari nampaknya cukup relevan dalam penanaman nilai sejarah budaya bangsa karena masyarakat luas dapat melihat secara dekat salah satu pola pertahanan yang diterapkan oleh Pemerintah kolonial Belanda dan juga sebagai tempat pembuangan bagi para narapidana yang sudah dilakukan dari jaman dahulu.

Dibukanya Nusakambangan sebagai Pulau wisata dilaksanakan dengan beberapa tahapan uji coba. Periode yang pertama kali dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 1996 dan baru dilaksanakan tanggal 1 Desember 1996 sampai tanggal 29 Juni 1999. Dalam tahapan uji coba itupun terdapat ketentuan-ketentuan mengenai hari kunjungan wisata yaitu tiga bulan pertama ditetapkan hari kunjungan wisata pada

commit to user

hari sabtu dan minggu. Kemudian tiga bulan berikutnya dibuka hari kunjungan pada hari sabtu, minggu,dan senin.mulai bulan Juni 1997, ditetapkan dibuka hari kunjungan wisata pada hari sabtu, minggu, senin, dan selasa (Unggul wibowo. 2001: 84). Akan tetapi berdasarkan koordinator guide uji coba wisata Nusakambangan mengatakan bahwa hari kunjungan wisata hanya untuk hari-hari tertentu saja yaitu sabtu, minggu dan hari besar/hari raya (wawancara dengan Samikin dan Nasip, 30 dan 31 Januari 2011).

Berikut jumlah kunjungan wisatawan ke Nusakambangan berdasarkan laporan penelitian dari Dewi Siti Yuhani, 1999.

No Periode

Jumlah Wisatawan

1 Desember 1996 – Maret 1997 1.924 orang

2 April 1997 – Maret 1998

9.533 orang

3 April 1998 – Maret 1999

6.438 orang

Jumlah seluruh wisatawan

17.895 orang Wisatawan yang mengunjungi Nusakambangan tidak hanya dari Domestik

saja, akan tetapi juga terdapat wisatawan dari mancanegara yang mengunjungi Nusakambangan. Dari data Surat Laporan BPOW kepada Ketua Pembina BPOW perihal Laporan tahun 1997 mengemukakan bahwa jumlah wisatawan mancanegara mencapai 82 orang yang berasal dari Australia, Eropa, Korea, dan Amerika. Dari bagan yang menjelaskan mengenai jumlah kunjungan wisatawan di Nusakambangan terlihat bahwa terjadi penurunan kunjungan wisata pada tahun 1998. Hal ini disebabkan karena adanya krisis ekonomi yang terjadi. Selain membawa dampak terhadap perekonomian Negara, juga berdampak pada jumlah kunjungan wisatawan Nusakambangan.

Gubernur Jawa Tengah yang sangat menaruh harapan besar terhadap perkembangan wisata Nusakambangan yang direncanakan menjadi Pulau Wisata bertaraf Internasional (wawasan, 2 Oktober 1994). Akan tetapi hal tersebut perlu diperhitungkan lebih matang lagi, karena dalam perkembangannya selama tiga

commit to user

tahun tersebut, Nusakambangan walaupun masih saja dikunjungi oleh wisatawan, akan tetapi masih saja belum cukup untuk memenuhi kriteria untuk secara resmi dijadikan sebagai tempat wisata selain karena fasilitas yang masih sangat terbatas. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab ditutupnya Pulau Nusakambangan sebagai Pulau Wisata dan juga banyak faktor utama yang mempengaruhi uji coba wisata ini.

Pulau Nusakambangan sebenarnya sangat mempunyai potensi yang cukup besar bila dikembangkan sebagai pulau wisata, terlepas dari fungsi utamanya sebagai pulau penjara. Akan tetapi, karena kurangnya penataan kembali ataupun perbaikan yang signifikan terhadap objek-objek wisata yang ada menyebabkan menurunnya daya tarik objek tersebut. Ditambah lagi dengan terbatasnya sarana dan prasarana yang ada juga turut menjadi pengaruh keterpurukan wisata Nusakambangan.

Walaupun semua sudah direncanakan dengan sematang mungkin, baik mengenai pendanaan dan sebagainya, tetap saja masih terganjal dengan pembiayaan untuk perawatan sarana dan prasarana seperti MCK, tempat bermain anak, taman-taman, pedagang, pusat informasi ataupun jalan raya yang sangat minim yang menyebabkan sulitnya akses menuju objek wisata yang satu dengan yang lain karena sebagian besar objek wisata Nusakambangan masih alami dan terdapat di dalam hutan. Setiap objek wisata hanya terdapat satu tempat MCK saja dan itupun dalam kondisi yang terbatas airnya. Untuk kebutuhan makanan, dari pihak LP membantu dengan koordinasi dengan para istri pegawai LP yang mengelola usaha semacam chatering di Nusakambangan, tapi hal itupun juga terbatas karena harus memesan terlebih dahulu dan pemesanannya dalam jumlah yang tidak sedikit (wawancara dengan Samikin sebagai Koordinator Pemndu wisata tahun 1995, 30 Januari 2011). Fasilitas yang lain terdapat juga terdapat tempat peristirahatan dan juga gardu pandang dimasng-masing objek terdapat satu sarana (wawancara dengan Matori sebagai Kasi Pengembangan objek BPOW tahun 1995, 3 Maret 2011).

Pengembangan pariwisata Nusakambangan tidak juga terlepas dari adanya konsep Sapta Pesona yang dijadikan acuan berhasil tidaknya suatu daerah wisata

commit to user

dalam hal kepuasan pengunjung. Dalam mengembangkan suatu daerah untuk dijadikan sebagai daerah wisata dibutuhkan hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata hendaknya memenuhi syarat sapta pesona pariwisata, yaitu :

kepariwisataan di Nusakambangan. Keamanan di Nusakambangan sangat dijaga dengan ketat. Walaupun terdapat beberapa narapidana yang berda di luar sel tahanan, akan tetapi semua sudah dijamin keamanannya dari pihak penyelenggara wisata dalam hal ini BPOW. Pengunjung juga tidak perlu merasa khawatir, karena dalam setiap tiket masuk yang dibeli sudah termasuk biaya asuransi. Wisatawan senang berkunjung ke suatu tempat apabila merasa aman, tenteram, tidak takut, terlindungi dan bebas dari :

a) Tindak kejahatan, kekerasan, ancaman, seperti kecopetan, pemerasan, penodongan, penipuan dan lain sebagainya.

b) Terserang penyakit menular dan penyakit berbahaya lainnya

c) Kecelakaan yang disebabkan oleh alat perlengkapan dan fasilitas yang kurang baik, seperti kendaraan, peralatan, untuk makan dan minum, lift, alat perlengkapan rekreasi atau olah raga.

d) Gangguan oleh masyarakat, antara lain berupa pemaksaan oleh pedagang asongan tangan jail, ucapan dan tindakan serta perilaku yang tidak bersahabat dan lain sebagainya.

Jadi, bisa dipastikan bahwa wisata Nusakambangan masuk dalam kriteria Aman dalam Sapta pesona. Hal itu ditunjukan dengan adanya pengawasan dari pihak LP yang dijadikan sebagai pengawas bagi narapidana yang menjual hasil kerajinan dan wisatawan yang berkunjung. Menurut Nasip (wawancara tanggal 31 Januari 2011), tiap satu penjaga mengawasi sekitar 5 – 10 narapidana yang sekaligus mengawasi keamanan wisatawan dengan tujuan untuk menjaga dari hal terburuk.

commit to user

2. Tertib

Kondisi tersebut tercermin dari suasana Nusakambangan yang teratur, rapi dan lancar serta menunjukkan disiplin yang tinggi dalam semua segi kehidupan masyarakat, misalnya :

a) Lalu lintas tertib, teratur dan lancar, alat angkutan datang dan berangkat tepat pada waktunya.

b) Tidak nampak orang yang berdesakan atau berebutan untuk mendapatkan atau membeli sesuatu yang diperlukan

c) Bangunan dan lingkungan ditata teratur dan rapi

d) Pelayanan dilakukan secara baik dan tepat

e) Informasi yang benar dan tidak membingungkan Di Nusakambangan kedisplinan sangat dijunjung tinggi. Hal itu dikarenakan, Nusakambangan merupakan kawasan yang membutuhkan pejagaan khusus. Terkait dengan narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Sehingga tidak perlu diragukan lagi mengenai hal ketertiban di Nusakambangan. Penjagaan yang dilakukan oleh pegawai lapas dilakukan secara bergantian. Mengenai waktunya pun sudah ditentukan oleh pihak pengelola, karena narapidana tidak bisa satu hari penuh berada di sekitar wisatawan. Alat transportasi yang digunakan oleh wisatawan, pihak Nusakambangan hanya menyediakan beberapa bus saja. Oleh karena itu, dari pihak Nusakambangan lebih menyarankan untuk membawa kendaraan sendiri.

3. Bersih

Nusakambangan merupakan suatu kawasan yang masih sangat alami. Hal tersebut sangat mempengaruhi tingkat kebersihan yang ada di sekitar. Sebagaimana diketahui Nusakambangan sebagian besar merupakan hutan belantara, sehingga tidak semua kawasan Nusakambangan terjaga kebersihannya. Hanya di beberapa titik dimana kebersihan dari wilayah Nusakambangan dijaga dan dilakukan oleh para narapidana sebagai tugas harian mereka. Sedangkan untuk tempat wisata yang ada di Nusakambangan bisa dikatakan bersih dan layak.

commit to user

4. Sejuk

Lingkungan yang serba hijau, segar, rapi memberi suasana atau keadaan sejuk, nyaman dan tenteram. Hal itu merupakan sedikit gambaran umum mengenai pulau Nusakambangan yang masih asri.

5. Indah

Keadaan atau suasana Nusakambangan yang menampilkan lingkungan yang menarik dan sedap dipandang bisa disebut indah. Baik mengenai alam sekitar dan wisatanya maupun mengenai objek lain seperti kegiatan masyarakat sekitar dan narapidana menampilkan bentuk tersendiri dari wisata Nusakambangan.

6. Ramah Tamah

Ramah tamah dari masyarakat sekitar Nusakambangan dan juga keaktifan para narapidana dalam menawarkan hasil kerajinannya merupakan suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan keakraban, sopan, suka membantu, suka tersenyum dan menarik hati para pengunjung yang bisa menimbulkan kesan tersendiri untuk melakukan kunjungan lagi ke Nusakambangan.

7. Kenangan

Kenangan dapat berupa yang indah dan menyenangkan, akan tetapi dapat pula yang tidak menyenangkan. Kenangan yang ingin diwujudkan dalam ingatan dan perasaan wisatawan dari pengalaman berpariwisata di Indonesia, dengan sendirinya adalah yang indah dan menyenangkan. Kenangan yang indah ini dapat pula diciptakan dengan antara lain :

a) Akomodasi yang nyaman, bersih dan sehat, pelayanan yang cepat, tepat dan ramah, suasana yang mencerminkan ciri khas daerah dalam bentuk dan gaya bangunan serta dekorasinya

b) Cenderamata yang mungil yang mencerminkan ciri-ciri khas. Dalam hal ini Nusakambangan yaitu batu akik yang dijual oleh para narapidana.

Kenangan yang bisa di dapatkan di Nusakambangan sangatlah banyak, walaupun masih banyak kekuarangan di beberapa titik. Akan tetapi tidak menutup keindahan wisata aslinya. Selain kurangnya akomodasi juga banyaknya faktor lain yang menutup kemungkinan Nusakambangan tetap menjadi pulau wisata.

commit to user

Banyak faktor yang menjadi penyebab tidak terealisasinya rencana pengembangan

Diantaranya adalah

Nusakambangan berfungsi sebagai tempat pembinaan napi. Pemanfaatan Nusakambangan sebagai objek wisata di satu pihak dan tempat pembinaan napi dipihak lain merupakan dua hal yang berlawanan. Objek wisata membutuhkan kebebasan, keleluasaan, dan kenyamanan. Sedangkan pembinaan napi membutuhkan pembatasan, pengamanan, dan pengawasan. Walaupun ada tahapan tersendiri bagi para napi yang sudah hampir menjalani masa pembebasan dengan melakukan asimilasi. Dimana dengan adanya wisatawan, maka para napi ini dimudahkan untuk melakukan asimilasi yaitu dengan cara menjual berbagai kerajinan yang mereka buat.

Melihat adanya dua hal yang berseberangan dan banyaknya diskusi mengenai diijinkannya Nusakambangan sebagai tempat wisata, sempat terlintas untuk memindahkan tempat pembinaan ke tempat lain. Akan tetapi kesimpulan akhir bahwa Nusakambangan merupakan tempat yang efektif untuk pembinaan napi (Unggul Wibowo,2001:87). Dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tahun 2002 mengenai pengelolaan Pulau Nusakambangan sebagai tempat pembinaan narapidana menyatakan bahwa,

…mengingat bahwa sampai saat ini pembinaan yang dilaksanakan di pulau tersebut sangat efektif dalam rangka pencegahan umum dan khusus terhadap berbagai tindak kejahatan, baik yang bersifat… Sehubungan dengan hal tersebut kami memandang untuk tetap mempertahankan pulau Nusakambangan sebagai tempat pembinaan narapidana

Dalam keadaan saat ini, para napi mengaku lebih nyaman dan juga lebih aman bila tempat pembinaan mereka tetap di Nusakambangan. Walaupun tantangan mereka menjadi lebih keras, tapi mereka bisa menjadi orang yang lebih baik karena pembinaan–pembinaan yang dilakukan. Sampai sekarang mereka juga mengaku senang bila ada beberapa wisatawan ataupun para peneliti yang berkunjung, karena selain bisa menambah pengahasilan mereka dari menjual hasil cinderamata yang mereka buat sendiri. Selain itu juga mempermudah mereka untuk berasimilasi dengan masyarakat yang sesungguhnya, yang membuat semakin besar keinginan mereka untuk segera berbaur dengan masyarakat yang

commit to user

sesungguhnya (wawancara dengan “joprot” narapidana Nusakambangan, 31 Januari 2011).

Adanya perbedaan antara harapan dan kenyataan yang terjadi, memang seharusnya dilakukan suatu survei dan pengkajian ulang secara detail terhadap faktor-faktor yang bisa membuat Nusakambangan lebih banyak diminati lagi wisatawan yaitu dengan pembenahan fasilitas sarana dan prasarana, pelayanan, pengelolaan, dan juga dilakukan promosi objek wisata. Dari adanya dilema yang terjadi mengenai Nusakambangan, juga terdapat alasan yang menyebabkan Nusakambangan ditutup untuk wisata yaitu sebelum dibuka sebagai daerah uji coba wisata, keseimbangan ekosistemnya terjaga dan tak pernah tersentuh tangan manusia (Unggul wibowo,2001:89). Akan tetapi menurut hasil wawancara dengan pegawai LP mengatakan bahwa wisatawan sama sekali tidak melakukan tindakan yang merugikan, bahkan lebih banyak efek positifnya daripada efek negatif dari adanya kunjungan para wisatawan ke Nusakambangan. Bahkan memberikan banyak sekali dampak positif yang bisa membuat citra Nusakambangan lebih baik dari sebelumnya. Adanya wisatawan juga membantu perekonomian masyarakat sekitar yang cenderung minim, serta membantu napi yang sedang dalam proses asimilasi dan juga memberikan penghasilan bagi mereka dari hasil penjualan cinderamata yang mereka buat sendiri. Akan tetapi tetap saja Pulau Nusakambangan ditutup untuk kepentingan wisata khususnya Nusakambangan bagian barat (wawancara dengan Samikin dan Nasip, 30 dan 31 Januari 2011). Sedangkan untuk Nusakambangan bagian timur dan barat sampai saat ini masih banyak kegiatan wisata.

Banyak wisatawan dari luar kota yang datang untuk berkunjung ke Nusakambangan bagian Timur dan barat yang tidak kalah eksotisnya dengan Nusakambangan barat. Banyak wacana yang menyebutkan bahwa wisata Nusakambangan timur akan segera ditutup dengan alasan adanya penambahaan LP baru di Nusakambangan (wawancara dengan Samikin sebagai Koordinator Pemandu wisata tahun 1995, 30 Januari 2011). Di tempat ini juga dijadikan sebagai salah satu hutan cagar alam yang dilindungi dan keadaan fisiknya pun tidak jauh berbeda dengan keadaan Nusakambangan barat dan tengah. Untuk

commit to user

akses masuk ke Nusakambangan para wisatawan bisa menggunakan perahu nelayan yang sengaja disewakan untuk para wisatawan. Sedikit berbeda dengan Nusakambangan tengah yang sudah ada jalanan yang beraspal, sedangkan di Nusakambangan timur masih alami. Realisasi dari adanya proses uji coba wisata Nusakambangan Tengah, walaupun hanya tiga objek saja yang dibuka untuk umum, akan tetapi animo masyarakat sekitar sangatlah tinggi. Pemilihan objek wisata Nusakambangan ini sudah diperhitungkan sebelumnya. Selain yang dekat dengan jalur jalan utama, juga yang memiliki pemandangan yang indah, walaupun semua objek di Nusakambangan mempunyai pemandangan yang tidak kalah indah dan masing-masing mempunyai ciri khas serta keunikan tersendiri.

Berbagai objek wisata di Nusakambangan sebenarnya memiliki daya tarik yang tinggi. Namun kurangnya perbaikan atau penataan kembali terhadap objek tersebut menyebabkan daya tariknya menurun bahkan hilang sama sekali. Kurang tersedianya prasarana jalan atau jalur menuju objek wisata menyebabkan tidak semua objek wisata dapat dikunjungi. Belum tersedianya fasilitas kamar mandi dan WC yang memadai, penjual makanan dan minuman, taman pendukung, dan pusat informasi layanan pada setiap objek wisata sedikit banyak mengurangi kenyamanan wisatawan selama berada di objek wisata. Upaya promosi objek wisata Nusakambangan juga belum dilaksanakan secara optimal sehingga sedikit orang yang tahu dan tertarik dengan kegiatan wisata di Nusakambangan.

C. Peran Pemerintah dan Masyarakat

Dalam proses uji coba wisata Pulau Nusakambangan, terdapat kerjasama dari berbagai pihak untuk mensukseskan rencana tersebut. Menurut hasil wawancara dengan Samikin dan Nasip mengemukakan bahwa pemerintah dan masyarakat mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan upaya meningkatkan citra Pulau Nusakambangan sebagai daerah wisata.

1. Peran Pemerintah

a) Membentuk BPOW (Badan Pengelola Objek Wisata). BPOW sendiri merupakan gabungan kepanitiaan yang merupakan kerjasama antara pihak

commit to user

LP Nusakambangan dan juga Pemerintah Daerah Cilacap. Dimana sebagai ketua BPOW adalah Kepala LP Batu, dan sebagai Wakil Ketua adalah Kepala Dinas Pariwisata Cilacap. Sedangkan tiga kepala LP yang lain, yaitu Kepala LP Besi menjabat sebagai Bagian Urusan Umum dan Kepala LP Permisan sebagai seksi keindahan, kebersihan, dan keamanan. Pembentukan BPOW ini sebagai bentuk keseriusan dari Pemerintah dan pihak LP agar proses uji coba wisata Nusakambangan dapat berjalan lancar dan diharapkan bisa berkembang dengan baik.

b) Pembangunan sarana dan prasarana yang merupakan kerjasama antara Pemerintah pusat dengan daerah. Dimana antara Pemerintah Pusat dan Daerah saling berkoordinasi untuk saling melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk memenuhi standar daerah Nusakambangan menjadi tempat wisata. Diantaranya pembangunan ruas jalan aspal selebar

3 meter dan sepanjang 37,4 km yang terbagi dalam empat ruas jalan. Jalan tersebut akan mengantarkan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisatanya. Jalur tersebut dinamakan jalur Sodong-Permisan yang melewati empat wilayah LP ini masih berfungsi dan juga satu-satunya jalur menuju pantai permisan sehingga jalur ini sering dilewati oleh para pegawai maupun pengunjung wisata. Berikut merupakan laporan Dewi Siti Yuhani dalam Unggul Wibowo (2001:9) mengenai keadaan jalur jalan di Nusakambangan

No.

Ruas Jalan

Panjang jalan (km)

1 Sodong-Permisan

14,9

2 Sodong-Karangtengah

3 Permisan- Karanganyar

14

4 Candi-Nirbaya

2,5

commit to user

Fasilitas lain yang dibangun diantaranya terdapat tempat peristirahatan dan juga gardu pandang yang dimasing-masing objek terdapat satu fasilitas saja (wawancara dengan Matori, 3 Maret 2011). Mengenai sarana dan prasarana yang lain seperti MCK dan tempat ibadah, juga merupakan hasil kerjasama yang saling melengkapi antara Pemerintah Daerah dan pihak LP. Dimana untuk sarana ibadah sudah disediakan disetiap LP di Nusakambangan, sedangkan untuk MCK, tempat peristirahatan dan gardu pandang disediakan untuk tiap objek terdapat 1 sarana.

Memang diakui bahwa untuk persiapan kelengkapan prasarana yang ada masih sangat kurang dari yang semestinya. Banyaknya perombakan yang sangat banyak, mulai dari jalan raya dan sebagainya, menyebabkan tidak semua prasarana terpenuhi. Hal itu dikarenakan, semasa masih digunakan sebagai tempat pembinaan napi secara total, tidaklah begitu penting jika disetiap objek yang berpotensi wisata dilengkapi dengan prasarana yang lengkap, karena tiap LP sudah mempunyai prasarana yang digunakan bagi para napi. Jadi dapat menjadi suatu pemakluman apabila di sekitar objek Nusakambangan hanya terdapat sedikit fasilitas yang tersedia.

c) Penetapan sistem one day tour. Pemerintah dan pihak LP mengharapkan dengan pemberlakuan sistem one day tour ini tidak mengganggu aktivitas para napi. Dimana sistem ini menetapkan jadwal hari kunjungan bagi wisatawan yang ingin berwisata. Jadwal kunjungan tersebut pertama kali dicetuskan yaitu hanya pada hari sabtu dan minggu saja. Akan tetapi kemudian mengalami perubahan yaitu dengan tambahan hari raya termasuk ke dalam jadwal kunjungan wisata. Dengan adanya jadwal kunjungan tersebut diharapkan para napi tidak terganggu kegiatannya dan juga kegiatan wisata dapat berjalan dengan lancar.

d) Mengadakan sosialisasi program Sadar Wisata pada masyarakat sekitar. Dimana pemerintah melakukan penyuluhan mengenai potensi-potensi yang ada di Nusakambangan sebagai daerah wisata. Dengan adanya

commit to user

sosialisasi tersebut, diharapkan masyarakat sekitar membantu mengembangkan citra Nusakambangan sebagai daerah wisata. Hal itu disebabkan sebagian besar masyarakat Nusakambangan belum menyadari bahwa pembangunan pariwisata dapat memberikan keuntungan baik secara ekonomi, sosial maupun budaya pada masyarakat. Sadar wisata ini membawa hasil, dimana beberapa masyarakat sekitar ikut berpartisipasi dalam pengembangan wisata Nusakambangan dengan berjualan di sekitar objek wisata.

e) Pengadaan Tour guide atau Pemandu wisata. Pemerintah mengadakan seleksi pemandu untuk memperlancar wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata. Untuk penyeleksian dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan juga pihak LP. Dari adanya seleksi, pada waktu itu terpilih 15 orang yang menjadi pemandu wisata di Nusakambangan.

2. Peran Masyarakat

a) Menyediakan Chatering bagi para wisatawan yang berkunjung. Hal itu merupakan hasil dari adanya program sadar wisata yang disosialisasikan Pemerintah Daerah. Dengan adanya sistem chatering memudahkan para pengunjung dalam hal ketersediaan makanan, walaupun tidak semua pengunjung menggunakan jasa layanan ini. Penyediaan chatering lebih banyak dilakukan oleh istri pegawai LP yang tinggal di Nusakambangan, sedangkan penduduk setempat lebih banyak yang berdagang makanan ringan di sekitar objek.

b) Melestarikan lingkungan sekitar yang dijadikan sebagai objek wisata. Keindahan dalam Sapta pesona tercantum dalam keikut sertaan masyarakat dalam mengenbangkan wisata Nusakambangan. Dapat dikatakan bahwa keindahan menserminkan suatu kondisi di daerah tujuan wisata yang mencerminkan keadaan yang indah dan menarik dan memberikan kesan yang mendalam bagi wisatawan sehingga mewujudkan potensi kunjungan ulang serta mendorong promosi ke pasar wisatawan yang lebih luas. Secara tidak langsung penduduk setempat juga menjaga

commit to user

keamanan dan ikut membantu para pengunjung yang mengalami kesulitan ketika mengadakan perjalanan wisata di Nusakambangan.

c) Menjadi tour guide atau pemandu lokal. Selain pemandu yang difasilitasi oleh Pemerintah juga terdapat pemandu dadakan yang dilakukan oleh para narapidana yang berada di luar LP. Dengan adanya pemandu dari masyarakat berkaitan dengan Ramah yang merupakan salah satu unsur Sapta pesona yaitu suatu kondisi lingkungan yang bersumber dari sikap masyarakat di destinasi pariwisata yang mencerminkan suasana yang akrab dan terbuka. Bentuk Aksi yang diwujudkan :

1) Bersikap sebagai tuan rumah yang baik serta selalu membantu wisatawan

2) Menunjukkan sikap menghargai dan toleransi terhadap wisatawan

d) Menyediakan souvenir bagi para pengunjung. Para narapidana membuat semacam souvenir yang berupa cincin batu akik. Dimana akik yang ditawarkan ada yang sudah diberi emban berupa cincin tinggal pakai ataupun ada yang masih polos. Sedangkan harga tergantung dari besar kecil dan nama dari batu akik. Hasil dari penjualannya akan digunakan untuk membeli kertas, amplol dan perangko untuk mengirim kabar kepada keluarganya. Harga yang ditawarkan seharga Rp.10.000 dan juga banyak variasi harga yang lain. Para napi yang menawarkan batu akik merupakan napi yang pada siang hari bisa bebas di laur sel , karena mereka harus mencari bahan batu akik yang terdapat disekitar pulau dan mengerjakannya di bengkel LP (Suara merdeka 4 Juli 1995).

Hal tersebut sangat berkaitan dengan salah satu dari Sapta Pesona yaitu kenangan yang berhubungan dengan menyediakan cinderamata yang menarik, unik/khas serta mudah dibawa yang menimbulkan suatu bentuk pengalaman yang berkesan di destinasi pariwisata yang akan memberikan rasa senang dan kenangan yang indah bagi wisatawan.

commit to user

D. Pengaruh Wisata Nusakambangan

Pariwisata dipercaya akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat. dengan adanya pariwisata semakin membuka peluang usaha baru yang menjadi lapangan kerja baru pula dan hal ini memberikan peluang ekonomi pada masyarakat. Di samping itu dengan munculnya pariwisata juga akan menimbulkan dampak, baik itu yang bersifat positif maupun negatif pada masyarakat seperti tampak pada perubahan mata pencaharian, perubahan tingkah laku, sosial, agama dan moral bahkan mungkin pola pemikiran yang berubah dari tradisional menjadi modern.

Adanya wisata yang dikembangkan di Nusakambangan walaupun hanya berlangsung beberapa tahun saja, akan tetapi membawa dampak yang lebih baik bagi masyarakat sekitar, baik dalam bidang ekonomi, sosial mapun budaya. Berikut diantaranya pengaruh wisata Nusakambangan tahun 1995, yaitu:

1) Dalam bidang Ekonomi Dipandang dari sudut ekonomi peranan pariwisata sangat berarti, yaitu dalam hal peningkatan devisa negara, menambah dan memperluas lapangan kerja serta peningkatan pendapat masyarakat. Dalam hal pemerataan pendapatan masyarakat dengan adanya objek wisata di daerah tertentu, maka penduduk di daerah tersebut dapat membuka usaha baru yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan seperti: usaha warung makanan dan minuman, toko- toko pakaian, kios barang kerajinan dan sebagainya. Menurut Stynes et al., (2000) dalam Jurnal Analisis Pariwisata Vol. 9 tahun 2009, bahwa pengaruh total pariwisata terhadap ekonomi wilayah merupakan penjumlahan pengaruh langsung (direct effects), pengaruh tidak langsung (indirect effects) dan pengaruh ikutan (induced effects). Pengaruh langsung selanjutnya lebih dikenal sebagai pengaruh primer, sedangkan pengaruh tidak langsung dan ikutan biasanya disebut dengan pengaruh sekunder. Pengaruh primer atau langsung adalah perubahan jumlah penjualan, pendapatan, pekerjaan dan penerimaan pada usaha penerima awal/pertama pembelanjaan pengunjung.

commit to user

Pengaruh sekunder adalah perubahan dalam aktivitas ekonomi wilayah yang dihasilkan oleh re-sirkulasi penerimaan dari pembelanjaan pengunjung.

Sebelum adanya pengaruh wisata, kondisi di Nusakambangan secara umum bila dilihat dari wilayahnya masih bersifat agraris, dimana para penduduknya masih memanfaatkan sawah dari hasil membuka hutan dan memproses hasil hutan yang lain. Adanya pengembangan pariwisata di Nusakambangan tentunya telah memberikan dampak pada kehidupan ekonomi masyarakat yang berada di lingkungan tersebut. Dalam bidang ekonomi dampak yang diinginkan dari adanya pengembangan wisata Nusakambangan diharapkan mampu menciptakan suatu kondisi dimana tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat. Hal ini tentunya juga diimbangi dengan usaha masyarakat yang memiliki sesuatu untuk dijual kepada wisatawan yang datang berkunjung.

Setelah adanya pengaruh perkembangan pariwisata yang ada di Nusakambangan, rencana one day tour secara keseluruhan telah membawa dampak terhadap perekonomian penduduk sekitar, misalnya: di objek pantai permisan, penduduk memanfaatkannya dengan berdagang. Dengan banyaknya pengunjung yang datang membawa dampak yang besar bagi masyarakat sekitar objek, mereka dapat membuka usaha baru seperti: usaha warung makanan dan minuman, kerajinan dan lain-lain. Dengan demikian munculnya pengembangan pariwisata di kawasan Nusakambangan akan membawa dampak pada mata pencaharian masyarakat Nusakambangan.

Pengaruh yang sangat berarti terutama bagi para narapidana. Dimana mereka yang sedang menjalani masa hukuman bisa mendapatkan sedikit uang dari adanya wisata Nusakambangan. Penghasilan yang mereka dapat berasal dari kerajinan yang mereka buat dan kemudian dijual pada wisatawan yang berkunjung. Walaupun penghasilannya tidak seberapa, karena dari harga batu akik yang ditawarkan yaitu Rp.10.000, mereka hanya dapat Rp.5.000 atau Rp.2.000 saja. Kebanyakan wisatawan menawar kerajinan mereka dengan harga tersebut. Dengan penghasilan yang mereka dapatkan, mereka gunakan

commit to user

untuk membeli rokok, kertas dan perangkatnya yang digunakan untuk memberi kabar pada keluarga mereka.

Pengaruh pengahasilan ini tidak hanya dirasakan oleh narapidana saja. Tetapi juga bagi Pemerintah daerah dan juga pihak lain yang terkait dalam pengembangan Nusakambangan. Dalam Surat Laporan BPOW bulan Desember tahun 1997, mengemukakan perihal Pendapatan pengelolaan objek wisata khusus pulau Nusakambangan yang dirinci sebagai berikut:

a) 30% untuk Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

b) 35% untuk Kakanwil Dep.Kehakiman Jawa Tengah

c) 35% untuk LP se Nusakambangan Sedangkan dari Kesepakatan Bersama antara Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah mengenai hal pendapatan. Dimana seluruh pendapatan pengelolaan objek wisata khusus Pulau Nusakambangan setelah dikurangi biaya operasional yaitu:

a) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

: 50%

b) Pemda Tingkat I Jawa Tengah

: 20%

c) Pemda Tingkat II Kabupaten Cilacap

: 30%

Dari rincian tersebut sudah termasuk didalamnya pembagian untuk Pemerintah Daerah Cilacap. Hal ini membuktikan bahwa adanya wisata Nusakambangan menambah pendapatan Daerah Kabupaten Cilacap.

2) Dalam bidang Sosial Pengembangan wisata Nusakambangan telah membawa perubahan yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat yang ada. Masayarakat Nusakambangan menyadari bahwa Nusakambangan menjadi daerah wisata yang menarik untuk dikunjungi. Banyaknya wisatawan yang datang berkunjung telah merubah sikap dari masyarakat yang semula tertutup menjadi lebih terbuka. Semula penduduk merasa sungkan dan takut dengan kehadiran wisatawan yang terkadang berpenampilan aneh dan berbeda dengan mereka. Namun akhirnya penduduk baik para pegawai LP dan para narapidana menyadari bahwa wisatawan yang datang berasal dari daerah lain

commit to user

dan tentunya memiliki budaya yang berbeda. Dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan, adanya wisata Nusakambangan lebih berdampak pada kehidupan social narapidana. Dengan uji coba wisata, narapidana lebih dimudahkan dalam proses asimilasi. Sehingga persiapan untuk berbaur dengan masyarakat umum lebih nyata.

3) Dalam bidang Budaya Keberadaan objek wisata di Nusakambangan tidak merubah kebudayaan yang ada. Dimana masyarakat Nusakambangan sendiri sudah tidak lagi berada di daerah aslinya (Nusakambangan) yaitu menetap di Cilacap. Sehingga masyarakatnya cenderung mengikut budaya orang yang ada di Cilacap (wawancara dengan Matori sebagai Kasi Pengembangan objek wisata BPOW tahun 1995, 3 Maret 2011). Akan tetapi, Nusakambangan telah memberikan dampak budaya yang positif kepada masyarakat di sekitarnya, terutama yang berhubungan dengan tradisi yang ada. Misalnya gaya hidup, tingkah laku, model pakaian dan sebagainya yang umumnya dibawa oleh para wisatawan berpengaruh terhadap penduduk sekitar baik penduduk asli yang sudah berpindah ke Cilacap ataupun penduduk illegal yang berada di Nusakambangan atau para narapidana yang bisa dikatakan sebagai penduduk Nusakambangan.

commit to user

77

BAB V PENUTUP