PENGARUH POLEMIK DJAWI HISWORO TERHADAP KONDISI SAREKAT ISLAM TAHUN 1918-1920

PENGARUH POLEMIK DJAWI HISWORO TERHADAP KONDISI SAREKAT ISLAM

TAHUN 1918-1920

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

WIDO ADITYA

C0505049

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PENGARUH POLEMIK DJAWI HISWORO TERHADAP KONDISI SAREKAT ISLAM TAHUN 1918-1920

Disusun oleh

WIDO ADITYA C0505049

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum

NIP 195402231986012001

Mengetahui Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum

NIP 195402231986012001

PENGARUH POLEMIK DJAWI HISWORO TERHADAP KONDISI SAREKAT ISLAM TAHUN 1918-1920

Disusun oleh

WIDO ADITYA C0505049

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal……………….

Ketua Penguji

Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd

NIP 195806011986012001

Sekretaris Penguji Tiwuk Kusuma Hastuti, SS. M.Hum (………………)

NIP 197306132000032002

Penguji I

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum

NIP 195402231986012001

Penguji II

Drs. Soedarmono, SU

NIP 194908131980031001

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A.

NIP 19530314198506100

PERNYATAAN

Nama : WIDO ADITYA NIM : C0505049

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Polemik Djawi Hisworo Terhadap Kondisi Sarekat Islam Tahun 1918-1920 ” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal- hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Januari 2011

Yang membuat pernyataan

Wido Aditya C0505049

MOTTO

Dan orang-orang yang berjuang untuk mencari keridhaan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah

bersama orang-orang yang suka berbuat baik. (QS. Al-Ankabut, 29:69)

Hidup ibarat orang berjalan, jika yang dilihat panjangnya jalan maka akan terasa melelahkan, tapi jika kita membayangkan tempat tujuan maka akan

membuat kita semangat agar cepat sampai ke tujuan. (Penulis)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:  Ayah dan Ibuku tercinta  Adikku tersayang

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada pelaksanaannya, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan fasilitas, bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam perijinan untuk penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret dan selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

3. Bapak M. Bagus Sekar Alam, SS., M.Si selaku pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.

4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Sejarah, yang telah memberikan bimbingan dan bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis.

5. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan Jurusan Sejarah, Sonopustoko Kasunanan Surakarta dan Perpustakan Nasional RI yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam penyediaan dan peminjaman buku-buku yang diperlukan.

6. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak dan Ibu Widodo serta dik Frida yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tak pernah putus kepada penulis.

7. Memik Zunainingsih yang selalu memberikan saran, bantuan, dukungan, dan semangatnya.

8. Teman-teman sejarah angkatan 2005, Achmad, Bayu, Darmawan, Rika, Yusuf, Doni, Wanto, Cahyo, Budi D, Yusuf Arie, Khanifan dkk, terima kasih atas persahabatan dan dukungannya.

9. Kakak-kakak tingkat terima kasih atas saran dan nasehatnya.

10. Teman-teman UKM MENWA dan INKAI, terima kasih atas persahabatannya.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, Januari 2011

Penulis

BAB III POLEMIK SURAT KABAR DJAWI HISWORO TAHUN 1918-

A. Sejarah Perkembangan Surat Kabar Djawi Hisworo ............... 39

1. Latar Belakang Munculnya Surat Kabar Djawi Hisworo .... 39

2. Perjalanan Martodarsono sebagai Seorang Jurnalis............. 41

3. Pergerakan Martodarsono di Sarekat Islam Surakarta......... 44

B. Munculnya Polemik di Surat Kabar Djawi Hisworo ............. 46

1. Fenomena Polemik Surat Kabar di Surakarta sebelum Djawi Hisworo ..................................................................... 46

2. Konflik Wacana Antara Kaum Nasionalisme Jawa dan Nasionalisme Islam .............................................................

3. Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo seiring Menurunnya Kekuatan SI Surakarta...................................................... ...

C. Gejolak Awal di Tubuh Sarekat Islam Sebagai Akibat dari Kemunculan Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo .................

1. Isu Volksraad sebelum Munculnya Respon Terhadap Polemik Djawi Hisworo ......................................................

2. Respon terhadap polemik di artikel Djawi Hisworo ........... 56

BAB IV PERANG KEPENTINGAN DI SAREKAT ISLAM SETELAH

POLEMIK SURAT KABAR DJAWI HISWORO TAHUN 1919- 1920 ...............................................................................................

A. Perang Kepentingan Dalam Elit SI Pasca Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo ..............................................................

1. Perselisihan Antara Kubu Cokroaminoto-Abdoel Moeis dengan Kubu Goenawan-Samanhudi dalam Tubuh SI Pusat....................................................................................

2. Tampilnya Tjokroaminoto sebagai Anggota Volksraad (Dewan Rakyat).................................. ...............................

B. Kritik Balik Sarekat Islam Surakarta terhadap TKNM Terkait Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo ......................................

1. Gerakan dari Haji Misbach...................................................

C. Dampak Umum sebagai Akibat Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo.....................................................................................

83

D. Akhir Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo Tahun 1920............................. .............................................................

86

BAB V KESIMPULAN ...............................................................................

88

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 91 LAMPIRAN...................................................................................................... 95

DAFTAR ISTILAH

Amar maruf

: Mendekati yang baik.

Bumiputra

: penduduk asli.

Centrale Commissie

: Badan kordinasi pusat.

: Warga asli atau pribumi.

Jawaisme : Paham yang menganut pemikiran orang jawa kuno. Jihad

: Perjuangan dalam Islam

Kamuflase : Siasat tipu muslihat untuk mengecoh perhatian

lawan.

Kaum abangan : Kelompok yang menganut Islam kejawen. Kaum putihan

: Kelompok yang penganut Islam murni. Kontroversi

: Perdebatan.

Metode Beating : Metode protes yang lebih menekankan pada

kekerasan atau perkelahian.

Metode Rally : Metode protes yang menggunakan rapat akabr atau rapat umum sebagai media perantara. Militansi

: jiwa pantang menyerah.

Misionaris : Pengemban misi penyebaran agama kristen. Musyrik

: Menyekutukan Tuhan.

Nahi munkar

: Menjauhi yang kurang baik.

Nasionalisme jawa

: kebanggaan menjadi orang jawa.

Pagebluk : Kesialan yang diakibatkan oleh wabah penyakit. Polemik pers

: Kegiatan pers yang menyimpang dari pers pada

umumnya.

Presdelict

: Pembredelan surat kabar

Ratu Adil : Pembawa kejayaan dan kesejahteraan bagi seluruh

rakyat.

Reaksioner

: Sangat tanggap dengan sesuatu.

Selfgofernment

: Pemerintahan sendiri.

Vergadering

: Rapat terbuka.

Volksraad

: Dewan rakyat.

Vorstenlanden : Wilayah kerajaan yang memiliki status istimewa di Jawa pada masa kolonial (Surakarta dan Yogyakarta).

Zending

: Misi penyebaran agama kristen.

DAFTAR SINGKATAN

BO

: Boedi Oetomo.

CSI

: Centrale Sarekat Islam.

Dr.

: Doktor.

H : Hadji.

IJB

: Inlandsche Joernalist Bond.

IP

: Indische Partij.

ISDV : Indische Sociaal Democratische Vereeniging. JN

: javaansche Nationlisme.

KH

: Kyai Hadji.

: Mas.

M.H

: Mas Haryo.

M.Ng.

: Mas Ngabehi.

MULO

: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs.

OSVIA : Opleiding School Voor Indlandsche Ambtenaren. PBT

: Pemogokan Buruh Percetakan.

PD

: Perang Dunia.

PKBT : Perkoempoelan Kaoem Boeroeh Tani. R

: Raden.

R.M.A

: Raden Mas Arya.

R.M.T

: Raden Mas Tumenggung.

R.Ng

: Raden Ngabehi.

RM

: Raden Mas.

SATV

: Sidiq Amanah Tabligh Vatonah.

SAW

: Sallallahu Allaihi Wassalam.

SDI

: Sarekat Dagang Islam.

SI

: Sarekat Islam.

TKNM : Tentara Kandjeng Nabi Muhammad. VOC

: Vereenigde Oost Indische Compagnie.

DAFTAR LAMPIRAN

Sinar Djawa , edisi 8 April 1918 ...................................................................

89

Islam Bergerak , edisi 26 Februari 1918 ........................................................

90

Djawi Hisworo , edisi 11 Januari 1918 ..........................................................

91

Pantjaran Warta , edisi 12 Agustus 1913 ......................................................

92

Neratja , edisi 3-4 April 1918 ........................................................................

93

Sinar Djawa , edisi 13 Februari 1919 ............................................................

94

Sinar Hindia , edisi 22 Januari 1919 ..............................................................

95

Darmo Kondo , edisi 20 Januari 1919 ...........................................................

96

ABSTRAK

Wido Aditya. C0505049. 201 0. “Pengaruh Polemik Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam Tahun 1918- 1920”. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini membahas tentang perkembangan dari kasus Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam Tahun 1918-1920. Sebagai organisasi massa terbesar pada dasawarsa kedua tahun 1900, kasus polemik surat kabar Djawi Hisworo memiliki pengaruh besar dalam mengubah kondisi internal Sarekat Islam. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui perkembangan Sarekat Islam Surakarta pada tahun 1918-1919, untuk mengetahui perkembangan awal kasus polemik surat kabar Djawi Hisworo tahun 1918-1919, serta untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan persdelict surat kabar Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam dan kehidupan perpolitikan Surakarta 1918-1920.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi empat tahap yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu heuristik atau pengumpulan sumber-sumber sejarah melalui penelusuran dokumen tentang Sarekat Islam dan Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo serta studi pustaka. Tahap kedua adalah kritik sumber, yaitu memeriksa keaslian dan validitas sumber yang diperoleh. Tahap ketiga adalah interpretasi berupa penafsiran terhadap data yang diperoleh sehingga didapat fakta-fakta sejarah. Tahap keempat penulisan atau historiografi, yaitu menyajikan fakta-fakta yang telah diperoleh dalam bentuk tulisan sejarah. Untuk menganalisa data digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosial dan politik.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas dan perkembangan Sarekat Islam Surakarta mengalami penurunan kemampuan pergerakan menjelang awal tahun 1916. Permasalahan ini dipicu oleh pergeseran kepemimpinan SI dari Samanhudi ke Cokroaminoto. Perubahan ini juga menggeser poros kekuatan SI dari Surakarta ke Surabaya, menyusul munculnya cabang lain yang juga pantas untuk diperhitungkan yaitu Sarekat Islam Semarang. Kondisi nasionalisme yang dijunjung oleh para aktivis pergerakan Islam ternyata berbenturan dengan pemikiran kaum nasionalis sekuler dan kaum nasionalisme Jawa. Keadaan kemudian semakin meruncing dengan munculnya kasus polemik surat kabar Djawi Hisworo , dimana kaum Islam merasa dilecehkan dengan artikel yang menghina Nabi Muhammad. Kasus ini semakin naik ke permukaan sebagai akibat konflik politik di tubuh Sarekat Islam. Dukungan dari umat Islam tidak seluruhnya murni dipergunakan untuk menyerang balik Djawi Hisworo dan Martodharsono, tetapi juga dipakai untuk memperkuat kedudukan beberapa tokoh SI seperti Abdul Muis dan Cokroaminoto di Volksraad. Semakin lama, ketidakjelasan penyelesaian dari SI pusat justru memancing reaksi balik dari sebagian tokoh SI yang kritis. Pertentangan di wilayah internal SI pun semakin meruncing yang menyebabkan kasus Djawi Hisworo akhirnya hilang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi pergerakan di Hindia Belanda pada awal abad ke-19 mulai menunjukkan keberadaannya. Kaum-kaum pribumi yang mengenyam pendidikan serta mereka yang mulai memiliki kesadaran akan kemerdekaan dan kebebasan menjadi pelopor dalam pembentukan ruang berkumpul berbentuk organisasi. Lahirlah Budi Utomo, Sarekat Islam dan perkumpulan-perkumpulan baru bagi masyarakat Hindia Belanda dengan lebih terorganisir secara baik.

Kemunculan organisasi-organisasi di Hindia Belanda juga bersamaan dengan munculnya surat kabar-surat kabar yang menggeser pola masyarakat Hindia Belanda dari mendengar menjadi membaca. Pada satu segi kelahiran surat kabar pribumi dapat dipandang sebagai lambang kelahiran modernitas dan kebebasan bersuara bagi kaum Bumiputera pada masa kolonial. Periodisasi pers yang terbit pada abad-19 hingga dengan awal abad ke-20 sebagai periode

“prasejarah” pers nasional. Periode tersebut turut mengubah budaya kebiasaan masyarakat yang awalnya sebagai pendengar kabar menjadi membaca

kabar/berita. 1 Surat kabar pada masa itu menjadi media komunikasi organisasi politik yang strategis dalam membawakan visi misi pada pemimpin gerakan, pendidikan kreatifitas, pembinaan sikap kritis, intelektual dan kemandirian. Akibatnya, kabar/berita. 1 Surat kabar pada masa itu menjadi media komunikasi organisasi politik yang strategis dalam membawakan visi misi pada pemimpin gerakan, pendidikan kreatifitas, pembinaan sikap kritis, intelektual dan kemandirian. Akibatnya,

Kondisi tersebut menyebar merata di seluruh kawasan Hindia Belanda. Di Solo, kondisi yang demikian terbukti dengan munculnya Sarekat Islam (SI) di bawah kepemimpinan Samanhudi pada tahun 1911. Sarekat Islam yang awalnya diklaim sebagai cabang dari Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor milik Tirto Adi Soerjo, berkembang menjadi organisasi raksasa pertama kali di Hindia Belanda,

menyaingi Boedi Oetomo (BO) 2 . Dengan mengusung asas keIslaman dan

mencoba mengakomodir kepentingan para pengusaha pribumi di Hindia, jumlah massa Sarekat Islam semakin banyak. Berdirinya SI adalah tanda tanda solidaritas

dari bumiputera terutama terhadap perlakuan orang Eropa yang di luar batas 3 .

Cabang-cabangnya pun bermunculan di daerah-daerah lain seperti Surabaya, Batavia, Semarang, dan diluar Jawa.

Kondisi yang demikian juga dibarengi dengan munculnya surat kabar di bawah naungan SI. Di SI Solo misalnya memiliki surat kabar Sarotomo, SI Surabaya memiliki surat kabar Oetoesan Hindia dan begitu juga cabang-cabang SI yang lain. Pengurus SI pun cukup banyak yang berkecimpung di dunia jurnalistik pada waktu itu. Kondisi tersebut terus mengalir bersamaan dengan pasang surutnya kekuatan SI Surakarta. Bangkrutnya surat kabar yang satu diikuti dengan munculnya surat kabar baru. Kehidupan dunia tulis menulis sendiri mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Berbagai tema menjadi bahan

2 Soewarsono, 2000, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaon, Lkis: Yogyakarta, hlm: 14 2 Soewarsono, 2000, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaon, Lkis: Yogyakarta, hlm: 14

Salah satu kontroversi yang menyulut panasnya suhu pergerakan di Hindia Belanda dan di Solo pada khususnya adalah kasus artikel di surat kabar Djawi Hisworo pada tahun 1918. Surat kabar yang berbahasa campuran (bahasa Jawa dan bahasa Indonesia) ini, pada 11 Januari 1918 pernah memuat artikel dengan judul “Pertjakapan Marto dan Djojo”. Dalam artikel tersebut, termuat beberapa kalimat yang mengegerkan Hindia. Disebutkan bahwa “Goesti Kandjeng Nabi

Rasul itoe minoem tjioe A.V. H da n minoem opeioem…”. 4 Tulisan ini kemudian

memancing kaum pribumi khususnya yang beragama Islam untuk bertindak karena artikel tersebut dianggap menghina Islam.

Djawi Hisworo merupakan surat kabar terbitan tahun 1909 yang dipimpin oleh Martodharsono, salah seorang tokoh jurnalis dan pengurus SI Solo. Martodharsono juga pernah menjadi anak didik Tirto Adi Soerjo di Bandung serta menjadi redaktur surat kabar Sarotomo. Sedangkan Djojosoediro adalah salah satu anggota redaksi surat kabar Djawi Hisworo.

Setelah meninggalnya Tirto Adi Soerjo, Martodharsono kembali ke Solo, dan menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa, Djawi Hisworo. Surat kabar ini muncul sebagai bentuk media baca dan pembelajaran bagi masyarakat surakarta. Sama halnya seperti Sin Po dan Djawi Kondo, Djawi Hisworo merupakan surat kabar yang tidak diterbitkan di bawah organisasi pergerakan, melainkan milik perseorangan atau instansi non pergerakan. Ideologi yang diusung Djawi Hisworo Setelah meninggalnya Tirto Adi Soerjo, Martodharsono kembali ke Solo, dan menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa, Djawi Hisworo. Surat kabar ini muncul sebagai bentuk media baca dan pembelajaran bagi masyarakat surakarta. Sama halnya seperti Sin Po dan Djawi Kondo, Djawi Hisworo merupakan surat kabar yang tidak diterbitkan di bawah organisasi pergerakan, melainkan milik perseorangan atau instansi non pergerakan. Ideologi yang diusung Djawi Hisworo

Djawi Hisworo selain surat kabar Sarotomo dan majalah Doenia Bergerak menjadi salah satu pilar komunikasi yang turut serta mendukung panji-panji kebesaran SI hingga akhir 1917, saat dimana perselisihan antara Martodharsono

dan Tjokroaminoto terjadi. 5 Pada tahun 1918, perbedaan pemahaman antara

aktivis pergerakan yang mengusung nasionalisme Islam dan nasionalisme Jawa dalam melakukan perlawanan terhadap kolonial semakin terbuka. Perbedaan pemahaman tersebut juga muncul dalam bentuk serangan dalam bentuk artikel di surat kabar.

Djojodikoro menulis sebuah artikel di Djawi Hisworo mengenai kontroversi penghinaan terhadap nabi Muhammad. Dalam hal ini yang merasa menjadi pihak yang disudutkan adalah umat Islam. Meskipun ada permohonan ralat tentang kemunculan artikel tersebut, sebagian umat Islam di Hindia Belanda terlanjur geram. SI juga dibuat geram dengan aksi tulisan dari Djawi Hisworo.

Berbagai sikap muncul dari cabang-cabang SI yang berujung pada tuntutan cekal terhadap Djawi Hisworo sekaligus Martodharsono. Para aktivis pergerakan sendiri pun menanggapi hal tersebut dengan versi yang beragam. Muncul reaksi diantara mereka yang berpandangan keseluruhan dari kacamata

5 Iswara N Raditya. Aktor Obrolan “kafir”. <http://jemaridewa.-blogspot.com/2007/10/-

marto-dharsono-aktor--obrolan-kafir.html>. (diakses pada tanggal diunduh pada tanggal 28 Januari

Islam dan pandangan dari mereka yang memakai pegangan kebebasan pers serta pola gerakan melawan kolonial. Kampanye anti Martodharsono dan Djawi Hisworo misalnya muncul dari Haji Misbach, Hadji Hisamzaijnie, serta Raden

Ng. Poerwodihadjo yang tergabung dalam SI Solo 6 . Di lain pihak, pandangan

berbeda ditunjukkan oleh SI Semarang yang lebih terfokus pada aksi buruh dan pemogokan. 7 Gelombang boikot dan penolakan menyebar di berbagai tempat. Setiap cabang SI menunjukkan sikap yang berbeda satu sama lain. Aksi mobilisasi massa Islam di Hindia Belanda lewat tubuh SI menjadi aksi kepedulian dan solidaritas. Kontroversi dari artikel Djawi Hisworo tersebut memunculkan reaksi-reaksi politik lain.

Reaksi yang muncul diantaranya ditandai dengan adanya Kemunculan gerakan Tentara Kandjeng Nabi Muhammad (TKNM), tekanan massa Islam terhadap pemerintah kolonial, masuknya beberapa tokoh SI ke Volksraad seperti Cokroaminoto dan Abdoel Moeis, Gerakan Sidiq, Amanah, Tabligh, Vatonah (SATV) dan beberapa bentuk-bentuk perlawanan lainnya. TKNM sendiri pada rapat akbarnya di bulan Februari 1918 berhasil memobilisasi ribuan massa dan

mampu mengumpulkan uang yang berjumlah ribuan gulden. 8 Sebagian dari

reaksi-reaksi ini memang menimbulkan kekuatan yang besar, namun dalam

6 Takashi Shiraishi,1997, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti. Hlm. 177

7 Eka Kurniawan, 2002, Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, Yogyakarta: Jendela, Hlm.72-73

8 Soewarsono, 2000, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaoen, 8 Soewarsono, 2000, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaoen,

Kontroversi polemik surat kabar Djawi Hisworo akhirnya diboncengi kepentingan-kepentingan lain oleh sebagian aktivis pergerakan di Hindia Belanda. Akibatnya, kasus artikel Djawi Hisworo ini bergeser dari tuduhan kasus penodaan terhadap agama menjadi kasus yang dimanfaatkan demi keuntungan politik tertentu. Pemerintah kolonial sendiri tidak memberikan perhatian khusus terhadap kontroversi tersebut. Di satu sisi kasus ini membawa semangat persatuan umat Islam Hindia Belanda kembali menguat, namun di sisi lain penyingkapan terhadap polemik surat kabar Djawi Hisworo juga memecah belah garis perlawanan kaum pribumi terhadap pemerintah kolonial Belanda. Gejolak yang mewarnai SI pun semakin beragam di tengah masuknya paham (isme) baru di Hindia Belanda. Polemik surat kabar Djawi Hisworo ikut serta memicu konflik-konflik internal yang mulai muncul dalam tubuh Sarekat Islam.

B. Perumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan Sarekat Islam Surakarta pada tahun 1918- 1919?

2. Bagaimana polemik yang ditimbulkan surat kabar Djawi Hisworo tahun 1918-1919?

3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya polemik Surat Kabar Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam dan kehidupan perpolitikan Surakarta 1918-1920?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian yang berjudul ”Pengaruh Polemik Djawi Hisworo Terhadap Kondisi Sarekat Islam Tahun 1918-1919 ” adalah :

1. Untuk mengetahui perkembangan Sarekat Islam Surakarta pada tahun 1918-1919

2. Untuk mengetahui polemik yang terjadi dalam surat kabar Djawi Hisworo tahun 1918-1919.

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari polemik surat kabar Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam dan kehidupan perpolitikan Surakarta 1918-1920.

D. Manfaat Penelitian

Dari kajian tentang pengaruh polemik Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam Tahun 1918-1920, maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai perkembangan surat kabar Djawi Hisworo dan kehidupan politik saat itu serta sebagai bahan kajian bagi peneliti lain

2. Manfaat Praktis

Hasil kajian dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi historiografi sejarah sosial politik dan pergerakan.

E. Kajian Pustaka

Penelitian ini menggunakan beberapa literatur yang relevan dengan tema penelitian. Takashi Shiraishi dalam karyanya Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 (1997), menjadi salah satu referensi dalam penelitian. Buku ini mengkaji asal dan evolusi pergerakan di panggung nasional dan lokal. Selain membahas Sarekat Islam secara kritis, Takashi juga menggambarkan tentang pergerakan di wilayah Surakarta dengan menyoroti kemunculan dan kehancuran sejumlah partai dan perhimpunan politik, termasuk Sarekat Islam Surakarta. Menurutnya, Sarekat Islam tumbuh dari Rekso Roemekso. Permusuhan terjadi dengan organisasi serupa yaitu Kong Sing, antara orang-orang Jawa dari Roemekso dan orang-orang Tionghoa dari Kong Sing. Perkelahian itu mengundang penyelidikan dari pemerintah kolonial terhadap status hukum. Kemudian penyelidikan itu mengubah organisasi ronda yang sederhana menjadi organisasi raksasa, Sarekat Islam.

Organisasi-organisasi pergerakan pun lambat laun mulai menyesuaikan diri menjadi organisasi pergerakan modern dengan tujuan politik yang jelas. Organisasi pergerakan tersebut dinamakan partai. Implikasi perubahan ini sangat besar bagi organisasi pergerakan karena selain harus merubah struktur dan sifat organisasi juga harus menghadapi kebijakan kolonial yang semakin represif. Terkadang perubahan-perubahan ini menimbulkan perdebatan dan bahkan Organisasi-organisasi pergerakan pun lambat laun mulai menyesuaikan diri menjadi organisasi pergerakan modern dengan tujuan politik yang jelas. Organisasi pergerakan tersebut dinamakan partai. Implikasi perubahan ini sangat besar bagi organisasi pergerakan karena selain harus merubah struktur dan sifat organisasi juga harus menghadapi kebijakan kolonial yang semakin represif. Terkadang perubahan-perubahan ini menimbulkan perdebatan dan bahkan

kasus “Pertjakapan Marto dan Djojo” di Surat kabar Djawi Hisworo. Buku karangan Dewi Yuliati yang berjudul Semaoen Pers Bumiputera Dan Radikalisasi Sarekat Islam (2000), menjelaskan latar belakang perkembangan dunia pergerakan dan pers di Semarang pada masa kolonial. Pergerakan nasional dan pers seakan menjadi kembar siam dan saling melengkapi. Semarang merupakan salah satu tempat berkembangnya aktivitas politik Marco. Selain sebagai kota pelabuhan, juga merupakan satu dari empat kota pusat persurat kabaran nasional pertama (tiga diantaranya: Betawi/Jakarta, Surabaya dan Padang. Dewi Yuliati memberikan deskripsi panjang lebar mengenai proses SI Semarang dari murni sampai menjadi reaktif dibawah pimpinan Semaoen. Penjelasan ini amatlah penting mengingat perkembangan organisasi kiri (sosialis- komunis) tercuat di Semarang, dan SI Merah adalah benih awalnya. Alur perkembangan SI Semarang ini dapat menjadi bahan kajian untuk melihat berbagai sikap SI, baik SI Semarang dan SI cabang lainnya. Sehingga dengan buku ini mampu memberi gambaran mengenai radikalisme Sarekat Islam Semarang dibawah pengaruh sosialisme, yang tentunya membuat sudut pandang SI menjadi beragam.

Buku yang dikembangkan dari tesis Mark W. Woodward yang berjudul Islam Jawa , Kesalehan Normatif vs Kebatinan (2003) dapat dijadikan referensi mengenai perkembangan agama masyarakat Jawa. Buku ini menjelaskan bahwa

Islam Jawa (kejawen) juga merupakan Islam yang mengambil bentuknya yang khas Jawa. Tesis dari Howard ini dibuktikan dengan penelusuran pada doktrin dan ritual agama Islam (yang bersumber pada al- Qur’an dan Hadits) serta kajian historis kenapa Islam Jawa mengambil bentuknya seperti yang saat ini. Dari penelusuran teks-teks Jawa, seperti Babad Tanah Jawa, Serat Centhini, Serat Cebolek , Serat Wirid Hidayat Jati, dan babad-babad lainnya membawa Woodward pada sebuah kesimpulan bahwa ajaran-ajaran kejawen sangat dipengaruhi oleh doktrin Sufi dan pandangan kosmis tentang hubungan antara kemanusiaan dan keilahian. Dengan kata lain, buku ini menggambarkan perkembangan Agama Kejawen dan Islam Jawa di Pulau Jawa. Islam Jawa muncul dengan misi bagaimana harus menyelesaikan permasalahan syirik dalam warisan-warisan kebudayaan pra-Islam. Kajian ini menggunakan pendekatan dan sudut pandang yang benar-benar berbeda dari kajian tentang Jawa sebelumnya, sehingga akan memberikan gambaran lain tentang keagamaan orang Jawa. Wacana dan informasi dari buku ini dapat menambah pengetahuan mengenai perkembangan Islam Jawa dan proses tarik ulurnya dalam kehidupan kepercayaan masyarakat Jawa.

Buku karya Ahmad Mansyur Suryanegara yang berjudul Api Sejarah I (2008) menyajikan fakta bahwa Islam dan ulama memiliki peran besar dalam sejarah kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia. Namun, banyak perjuangan mereka dilupakan atau sengaja dilupakan. Sejarah Islam di Indonesia,termasuk sejarah Sarekat Islam didalamnya banyak mengalami konflik dan pertempuran dengan golongan di luar Islam. Konflik tersebut diantaranya yang terjadi dengan kelompok nasionalisme Jawa dan kelompok pro kolonial. Di Buku karya Ahmad Mansyur Suryanegara yang berjudul Api Sejarah I (2008) menyajikan fakta bahwa Islam dan ulama memiliki peran besar dalam sejarah kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia. Namun, banyak perjuangan mereka dilupakan atau sengaja dilupakan. Sejarah Islam di Indonesia,termasuk sejarah Sarekat Islam didalamnya banyak mengalami konflik dan pertempuran dengan golongan di luar Islam. Konflik tersebut diantaranya yang terjadi dengan kelompok nasionalisme Jawa dan kelompok pro kolonial. Di

Buku yang berjudul Berbareng Bergerak karangan Soewarsono (2000), menjadi satu referensi yang juga mendukung informasi mengenai perkembangan Sarekat Islam, khususnya Sarekat Islam Semarang. Periodisasi bahasan pada buku ini terfokus tahun 1920-an. Meminjam istilah Soe Hok Gie, periode tahun-tahun

ini di Semarang dan beberapa tempat lahirnya Sarekat Islam, muncul “orang- orang dipersimpangan kiri jalan”. Penjamuran SI pada tahun 1911-1913 di

berbagai tempat di Hindia Belanda, terutama di Pulau Jawa, merupakan pertanda kelahiran pergerakan. Sedangkan periode 1920-an adalah masa dimana para aktivis SI mulai “memerah” karena kecocokan orang-orang tersebut dengan

sosialisme yang dibawa masuk oleh Sneevliet. Buku ini membahas Sarekat Islam Semarang dengan lebih mendalam. Tetapi gesekan kepentingan antara Sarekat Islam satu dengan yang lain sekaligus perbedaan arah gerak memunculkan reaksi yang berbeda dalam memahami berbagai kasus. Beberapa diantaranya dijelaskan dalam buku karya Soewarsono ini. Sarekat Islam Semarang adalah salah satu cabang SI yang tidak terlalu tenggelam dan fokus terhadap kasus Djawi Hisworo.

Buku Seabad Pers Kebangsaan 1907-2007 (2007) karangan Muhidin M. Dahlan, memaparkan teori tentang pers. Pers merupakan wadah bagi kaum terpelajar untuk menyampaikan aspirasi dan inspirasi dari rakyat kepada pemerintah. Selain itu, pers juga sebuah bentuk media untuk menyampaikan Buku Seabad Pers Kebangsaan 1907-2007 (2007) karangan Muhidin M. Dahlan, memaparkan teori tentang pers. Pers merupakan wadah bagi kaum terpelajar untuk menyampaikan aspirasi dan inspirasi dari rakyat kepada pemerintah. Selain itu, pers juga sebuah bentuk media untuk menyampaikan

Dalam pers suatu fenomena yang bisa memancing kontroversi atau perdebatan. Hal ini dapat berujung pada persdelict atau pembredelan bagi pers yang bersangkutan jika kontroversi dalam pers tersebut ditentang oleh orang banyak. Persdelict diartikan sebagai pembredelan atau pelarangan peredaran media masa tertentu dan pencekalan/penghukuman bagi redaktur yang terlibat di dalamnya.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang mencakup empat tahap yaitu menghimpun sumber-sumber sejarah yang sesuai dengan permasalahan (heuristik), kritik sumber, interpretasi yang merupakan analisa dan sintesa serta

penyusunan atas penulisan sejarah (historiografi). 10

Tahap pertama adalah heuristik. Tahap heuristik yaitu menghimpun sumber-sumber sejarah berkaitan dengan aktivitas dan perkembangan surat kabar dan Sarekat Islam serta dokumen-dokumen lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dikaji.

10 Kuntowijoyo, 2001, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya,

hlm. 91-92. Lihat juga Sartono Kartodirdjo,1993, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi Dokumen Studi dokumen mempunyai arti metodologis yang penting karena dokumen menyimpan sejumlah besar fakta dan data sejarah serta diharapkan mampu menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Pada penelitian ini dokumen yang digunakan adalah dokumen-dokumen yang tersimpan di Sonopustoko Kasunanan Surakarta dan perpustakaan Nasional Indonesia Jakarta. Sumber Dokumen disini merupakan sumber dokumen dalam arti sempit, yang berhasil penulis kumpulkan untuk penelitian ini antara lain : Laporan pemerintah kolonial, arsip-arsip terkait SI, surat kabar Djawi Hisworo, Sinar Djawa , Sinar Hindia, Medan Bergerak, Islam Bergerak, Medan Moeslimin dan lain-lain.

b. Studi Pustaka Studi pustaka dalam suatu penelitian dijadikan sumber penulisan yang tentunya berhubungan dengan tema yang dikaji. Sumber pustaka dapat berupa buku, artikel dan media lainnya. Dengan studi pustaka ini diharapkan mampu menambahkan pemahaman teori dan konsep yang diperlukan dalam penelitian. Studi pustaka dilakukan di Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan FSSR, Perpustakaan Jurusan Sejarah, Perpustakaan Monumen Pers Indonesia dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Tahap kedua adalah Verifikasi atau kritik sumber yang merupakan metode sejarah untuk mencapai obyektivitas. Kritik sumber terbagi menjadi dua, yaitu : kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern bertujuan untuk mencari autentisitas atau keaslian sumber. Kritik intern dilakukan untuk mencari kredibilitas suatu sember dengan cara menyelidiki objek dan dokumen sejarah untuk membuktikan keaslian fakta sejarah.

Tahap ketiga Interpretasi adalah proses penguraian sumber setelah terseleksi sumber-sumber tersebut disatukan dalam satu kelompok atau penggabungan sumber atau fakta-fakta sehingga tercapailah interpretasi yang menyeluruh. Analisis yang di gunakan dalam penelitia ini adalah analisis kualitatif dalam bentuk deskriptif analisis. Maksudnya adalah dari sumber – sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan selanjutnya diadakan analisis dan diinterpretasikan dalam jalinan kausalitas sebab akibat dari peristiwa penelitian ini secara kronologis kedalam isinya. Data –data yang telah dikumpulkan dan dikaji kebenarannya itu adalah fakta –fakta yang akan digunakan dan dihubungkan menjadi sebuah kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Tahap yang terakhir adalah Historiografi yang merupakan bentuk penyajian hasil penelitian. Dalam penulisan sejarah perlu diperhatikan sifat diakronik dan sinkroniknya. Jadi selain memanjang dalam waktu juga melebar dalam ruang. Dalam studi ini historiografi dilakukan dalam bentuk penulisan skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini akan menyajikan permasalahan dalam tiap bab nya. Penulisan ini terdiri dari lima bab. Bab pertama berisi latar belakang penelitian yang menjelaskan informasi singkat perubahan Sarekat Islam Surakarta dan keberadaan surat kabar Djawi Hisworo 1918-1919 beserta kasus polemik yang menimpanya sampai tahun 1920. Selain latar belakang, bab pertama juga berisi rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, studi pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian.

Bab kedua menjelaskan perkembangan Sarekat Islam Surakarta pada tahun 1918-1919. Kondisi Sarekat Islam Surakarta pada masa ini mengalami kelesuan organisasi yang dikarenakan oleh beberapa sebab dan permasalahan. Baik yang bersifat internal yaitu tidak adanya pengurus yang memadai dan factor eksternal berupa konflik kepentingan antara cabang Sarekat Islam di Hindia Belanda. Kondisi Sarekat Islam Surakarta yang mengalami kelesuan organisasi ini kemudian akan memanas kembali setelah munculnya polemik surat kabar Djawi Hisworo tahun 1918.

Bab ketiga berisi penjelasan mengenai surat kabar Djawi Hisworo yang merupakan surat kabar berbahasa campuran, Indonesia lama dan Jawa. Surat kabar yang berdiri sebelum Sarekat Islam Surakarta berdiri ini juga dikelola oleh tokoh Sarekat Islam Surakarta yaitu Martodharsono. Dalam perkembangannya, Djawi Hisworo dalam sebuah edisi terbitannya memuat artikel kontroversi yang dianggap melecehkan agama Islam. Kontroversi ini kemudian memancing aksi massa besar-besaran atas nama Islam dan Sarekat Islam.

Bab Keempat menjelaskan kelanjutan dari kasus Djawi Hisworo. Dalam penanganannya, banyak dijumpai penyelewengan dari gerakan yang pada awalnya ditujukan untuk menyelesaikan kasus Djawi Hisworo ini. Dampak yang muncul kemudian adalah konflik antara cabang Sarekat Islam di Hindia Belanda. Permasalahan kemudian bergeser menjadi pemanfaatan kasus Djawi Hisworo sebagai kendaraan politik atas nama Islam dan Sarekat Islam. Kasus Djawi Hisworo sendiri berakhir tanpa ada penyelesaian yang jelas.

Bab Kelima berisi kesimpulan dari berbagai bab yang ada dalam penelitian

ini.

BAB II PERKEMBANGAN SAREKAT ISLAM SURAKARTA TAHUN 1918-1919

A. Perkembangan Sarekat Islam Surakarta 1918-1919

Sarekat Islam yang lahir pada tahun 1912, merupakan organisasi pertama yang bersifat lintas kelas dan etnis, bahkan ideologi. Keempat tokoh pendiri Sarekat Islam di Surakarta, yakni Haji Samanhudi, Tirto Adi Suryo, Martodarsono, dan Joyomargoso, pada awalnya tidak merencanakan sebuah kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Sarekat Islam, sebagaimana Wahidin Sudirohusodo dan para siswa Sekolah Dokter Pribumi dengan Budi Utomo. Benih Sarekat Islam terbentuk dari sebuah insiden perpecahan dan konflik. Peristiwa itu adalah perkelahian antara dua perkumpulan sosial, yaitu Kong Sing dan Rekso Rumekso. Kong Sing merupakan perkumpulan tolong- menolong untuk penguburan milik orang Tionghoa, sedang Rekso Rumekso perkumpulan jaga malam (ronda) milik para pengusaha batik Pribumi di bawah

pimpinan Haji Samanhudi di Laweyan, Surakarta. 1

1. Kemunculan dan Perkembangan SI di Surakarta

Sarekat Islam dipandang sebagai sebuah agensi yang memiliki karakteristik pemersatu yang berjiwakan semangat nasional. Jika Boedi Oetomo (BO) dilihat oleh sebagian kalangan sebagai organisasi pergerakan yang cenderung bersifat elitis dan bahkan punya kecenderungan menjadi pendukung Sarekat Islam dipandang sebagai sebuah agensi yang memiliki karakteristik pemersatu yang berjiwakan semangat nasional. Jika Boedi Oetomo (BO) dilihat oleh sebagian kalangan sebagai organisasi pergerakan yang cenderung bersifat elitis dan bahkan punya kecenderungan menjadi pendukung

Orang Eropa di nusantara merasakan kepanikan yang luar biasa pada saat lahirnya Sarekat Islam. Sebelumnya, kemunculan Boedi Oetomo (BO) yang menuntut perluasan hak ajar bagi priyayi rendahan pada tahun 1908, tidak memancing perhatian pemerintah kolonial secara penuh. Hak untuk memperoleh pendidikan bagi pemerintah Belanda, masih dapat ditunggangi sebagai kepentingan Belanda di tanah Hindia. Barulah ketika mulai banyak pribumi – yang dianggap sebagai inlander, yang warga negara kelas terendah melakukan perlawanan lewat Sarekat Islam, perubahan dengan lambat tapi pasti mulai dirasakan.

Kepanikan pemerintah kolonial terjadi karena kemunculan SI menunjukan awal dari datang sebuah masa menuju pembebasan nasional, sekaligus menjadi bukti bagaimana sebuah organisasi yang mengatasnamakan Islam mampu berperan sebagai motor emansipasi dalam perjuangan mengukuhkan jati diri dan merebut keadilan. Sambutan yang demikian antusias dan cepat sampai keluar Jawa, mulai dari Aceh, Palembang, Banten, Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, hingga Donggala, menjadi bukti tingginya pengharapan anak bangsa terhadap SI. Fenomena ini telah memaksa Gubernur Jenderal Idenburg dan pemerintah kolonial meningkatkan kewaspadaan. Apabila Boedi Oetomo mendapatkan pengakuan dengan mudah, maka SI dipaksa dipecah sejak kelahirannya di Surakarta. Meskipun kemudian muncul cabang dimana-mana, serta disusul dengan Central Sarekat Islam, kepentingan SI di berbagai daerah seringkali bergesekan.

Pada awalnya, Samanhudi merupakan anggota Budi Utomo, hal ini rupanya membuat para pengusaha batik Tionghoa cemas apabila Budi Utomo mendirikan organisasi pengusaha batik di bawah pimpinan Samanhudi. Segera mereka mengajak Samanhudi bergabung ke dalam Kong Sing. Samanhudi setuju, dan dengan dia ikut-serta banyak pengusaha batik Pribumi, konon jumlahnya melebihi pengusaha batik Tionghoa.

Pergeseran paradigma masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda setelah Revolusi Tiongkok terhadap penguasa Dinasti Qing pada 10 Oktober 1911, menimbulkan rasa kebangsaan Tionghoa yang memuncak dan bagi orang Pribumi mungkin terkesan berlebihan. Samanhudi dan pengikutnya keluar dari Kong Sing, dan Rekso Rumekso segera dibentuk.

Pada saat perdagangan kain dan batik pada masa tersebut, muncul kain halus impor yang menggeser kain batik lokal. Menyusul kemudian bahan celupan nila digeser dengan bahan sintetis buatan Eropa. Dua jenis barang ini merupakan bahan pokok industri batik, yang mulai dikuasai pedagang-pedagang Cina. Faktor lain yang juga mendorong semangat kemunculan SI adalah gerakan penginjil yang mendapatkan izin dari Gubernur Jenderal Idenberg untuk membuka cabang di Surakarta.

Reaksi keras datang dari para pedagang batik Laweyan yang mayoritas beragama Islam. Para pedagang Laweyan khawatir dengan meluasnya agama Kristen di Surakarta dapat mempengaruhi orang-orang Jawa, sehingga akan menimbulkan terganggunya stabilitas keamanan. Reaksi juga muncul dari pihak keraton mengenai masalah penginjilan tersebut. Pakubuwono X memiliki persamaan pandangan dengan para pedagang Laweyan. Ketika para penginjil

mengajukan permohonan izin untuk mendirikan rumah sakit kepada Kraton Surakarta, permohonan pendirian ditolak. Akhirnya izin pendirian rumah sakit mendapat restu dan tanah dari Mangkunegaran dan berdirilah rumah sakit zending di Jebres. Kraton mempunyai andil yang cukup dalam mendorong munculnya SI. Bahkan hubungan diantara keduanya tidak hanya persoalan keterkaitan karena memiliki misi yang sama dalam melahirkan gerakan kebebasan dan kemerdekaan, melainkan juga keterlibatan dalam berorganisasi dan izin. Munculnya organisasi kebangsaan di wilayah Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta) bukan hal yang mengherankan. Meskipun dalam tingkat pemanfaatan teknologi kurang maju dibanding dengan wilayah gubernemen, namun secara kultural daerah kerajaan ini sangat besar potensinya. Terkait dengan hal tersebut, bahkan ada yang beranggapan berdirinya Sarekat Islam di Surakarta salah satunya karena restu dari Pakubuwono X.

Konflik antara pribumi dan Tionghoa di Surakarta pada tahun 1911 secara tidak sengaja memicu tumbuhnya cikal bakal SI. Perkelahian diantara keduanya dijalanan berakhir di kantor polisi. Samanhudi merasa terpojok karena dimintai bukti status badan hukum Rekso Rumekso. Pada tahapan ini, Samanhudi dan semua pengikutnya samasekali tidak paham mengenai seluk-beluk status badan hukum tersebut. Ia pun minta tolong kepada temannya, Joyomargoso, pegawai di Kepatihan. Bantuan berpindah dari Joyomargoso kepada Martodarsono, bekas anggota redaksi suratkabar Medan Prijaji, dan akhirnya Martodarsono minta tolong kapada Tirto Adi Suryo, pemilik suratkabar itu dan pendiri beberapa organisasi berstatus badan hukum di Batavia dan Bogor, seperti Sarekat Prijaji, Sarekat Dagang Islamijah , dan Sarekat Dagang Islam.

Berkat bantuan Tirto Adi Suryo, pada akhir Januari 1912 Rekso Rumekso mendapatkan status badan hukum sebagai organisasi Sarekat Islam (disebut SI), tapi dengan tanggal yang lebih dini pada akte notaris, 9 November 1911. Dalam dokumen itu, SI disebutkan bertujuan untuk mengejar kemajuan bagi seluruh rakyat Hindia-Belanda, tujuan yang dianggap merupakan kewajiban kaum Muslim untuk menyumbang ke arah kemajuan, karena Islam merupakan pengikat rakyat Hindia-Belanda, sebagaimana Konfusianisme bagi Tiongkok, serta Kristen bagi Belanda.

Sarekat Islam ada beberapa, yakni di Batavia, Bogor, dan Surakarta. Tirto Adi Suryo sekalian saja menjadikan SI Surakarta sebagai Badan Kordinasi Pusat (Centrale Commissie). Ketuanya H. Samanhudi, sekretaris Djojomargoso, sedang Tirto Adi Suryo hanya sebagai penasehat. Namun kerjasama Samanhudi dan Tirto Adi Suryo tidak berhenti sampai di sini. Mereka membentuk usaha baru, yaitu menerbitkan suratkabar SI, Sarotomo (panah Arjuna), yang penyelenggaraannya praktis tergantung penuh pada Tirto Adi Suryo. Segera timbul pertengkaran di antara keduanya tentang sejumlah perkara, termasuk ricuhnya pengeluaran uang oleh Tirto Adi Suryo, dan juga sikapnya yang membuat Samanhudi merasa seolah-olah bawahannya. Samanhudi memutus kerjasama itu dan memindahkan kantor redaksi Sarotomo ke Surakarta.

Pada awal berdirinya Sarekat Islam, dari pimpinan yang terdiri dari 11 orang, empat orang diantaranya adalah pegawai Kasunanan. Pada kongres tanggal

23 Maret 1913 di Surakarta, SI menawarkan kepada RM Woerjaningrat, kemenakan sekaligus calon menantu Pakubuwono X untuk duduk dalam pimpinan Sarekat Islam. Pangeran Hangabehi juga diangkat sebagai pelindung SI.

Pada kongres tersebut, Samanhudi terpilih sebagai ketua dan Cokroaminoto sebagai wakil ketua. Sebagai pengurus pusat untuk seluruh Jawa Tengah dipilih R.M.A Poespodiningrat, putera dari salah satu penasehat kepercayaan Pakubuwono X, R.M.T Wiriodiningrat. Kedekatan SI dengan Kraton Surakarta ternyata memunculkan kegelisahan dari pihak Mangkunegaran. Sri Mangkunegoro yang takut melihat bertambah besarnya keanggotaan SI yang pro dengan Kasunanan, mencoba mendirikan Sarekat Islam tandingan dengan nama Darmo Hatmoko. Tetapi Darmo Hatmoko ini tidak dapat berkembang karena terkenal atas sifat kekerasannya. Tidak itu saja, di dalam organisasi yang muncul di jantung Pulau Jawa ini, berkumpulah tokoh-tokoh besar pergerakan (yang belakangan kemudian menjadi ideologi dari berbagai macam keyakinan politik) seperti Samanhudi, R HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, Abdoel Moeis, KH Ahmad Dahlan, sampai dr Sukiman, Kartosoewiryo, Ki Hajar Dewantara, Semaoen, Darsono. Semuanya mengusung sebuah keyakinan akan pembebasan, persatuan, perlawanan, dan kemandirian atas dasar identitas dan keyakinan bersama dalam SI, meski kemudian beberapa di antara tokoh itu keluar atau dikeluarkan. Dengan luasnya cakupan dukungan itu tidak mengherankan jika pada tahun keempat keberadaannya organisasi ini telah mendapatkan anggota sekitar 700.000 orang yang tersebar di 180 cabang.

2. Perpindahan Kekuatan SI Pusat dari Surakarta ke Surabaya