Metode Analisis Data

G. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis data, peneliti menggunakan metode menggunakan metode padan. Metode padan yaitu analisis data dengan alat penentunya di luar bahasa yang merupakan konteks sosial terjadinya peristiwa penggunaan bahasa dalam masyarakat (Sudaryanto, 1993: 13). Berdasarkan alat penentunya metode padan dapat dibedakan menjadi lima subjenis. Pertama, alat penentunya berupa kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent yang disebut metode padan referensial. Kedua, alat penentunya organ pembentuk bahasa atau organ wicara yang disebut metode padan fonetis artikulatoris. Ketiga, alat penentunya bahasa lain atau langue lain yang disebut dengan metode padan translasional. Keempat, alat penentunya adalah tulisan metode ini disebut dengan metode padan ortografis. Kelima, alat penentunya mitra wicara yang disebut juga dengan metode padan pragmatik.

Dalam penelitian ini metode yang cocok untuk menganalisis data adalah metode padan pragmatik dengan alat penentunya adalah penutur dan mitra tutur. Menurut Sudaryanto (1993: 9) metode adalah cara yang harus dilaksanakan, Dalam penelitian ini metode yang cocok untuk menganalisis data adalah metode padan pragmatik dengan alat penentunya adalah penutur dan mitra tutur. Menurut Sudaryanto (1993: 9) metode adalah cara yang harus dilaksanakan,

Dalam penelitian ini teknik dasar yang digunakan adalah teknik PUP atau teknik pilah unsur penentu. Teknik pilah unsur penentu pada penelitian ini untuk memilah tuturan berdasarkan unsur penentu. Metode padan digunakan untuk mengetahui kesantunan yaitu efek yang ditimbulkan tuturan oleh mitra tutur dan digunakan untuk mengetahui reaksi yang dilakukan oleh mitra tutur.

Adapun penerapan metode padan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

(data 15) O1

: “Zak, Zaki, gelem tak kongkon?” ‘Zak, Zaki, mau aku suruh? O2a : “Apa?” ‘Apa?’ O1

: “Jupuke tisu neng kono ndang.” ‘Segera ambilkan tisu di situ.’ O2b : “Jupuk dhewe.” ‘Ambil sendiri.’ O2c : “Alah biasane ngelap nganggo kudung we.” ‘Alah biasanya ngelap pakai kudung we.’ O2d : “Ora nganggo klambi.” ‘Tidak, pakai baju.’

(SM/5-04-2012)

Tuturan tersebut terjadi pada tanggal 5 april 2012 di kantin sekolah yang terlibat dalam tuturan adalah siswa SMP Muhammadiyah 1 Surakarta. Tuturan O1 yang mengatakan “Zak, Zaki, gelem tak kongkon?” ‘Zak, Zaki, mau aku suruh?’ tuturan tersebut masuk ke dalam bentuk kesantunan dengan pemenuhan maksim penerimaan, secara sepintas terlihat seperti menguntungkan mitra tutur, karena O1 mengatakan gelem tak kongkon? ‘mau aku suruh?’ secara harfiah ini akan memberikan beban kepada mitra tutur. Tetapi dari konteks yang ada saat tuturan tersebut berlangsung posisi duduk O2 memang dekat dengan tempat tisu seperti yang diminta oleh O1. Selain dari segi tempat yang dekat O1 juga mematuhi tiga skala kesantunan yakni cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, optionality scale atau skala pilihan, authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale) terlihat dari konteks terjadinya tuturan yang pada saat itu posisi O2 dekat dengan tempat tisu yang diminta oleh O1, sehingga O2 tidak perlu jauh-jauh untuk menjangkau tisu yang diminta oleh O1. Penutur atau O1 juga mempertimbangkan skala pilihan (optional scale) skala ini bisa langsung terlihat dari tuturannya yang menggunakan kata gelem ‘mau’ yang mengisyaratkan kepada mitra tutur adanya pilihan untuk memilih menerima ataupun menolak. Begitu pula dengan skala selanjutnya yakni skala keotoritasan (authority scale) skala ini menunjuk kepada hubungan status sosial antara O1 dan O2 yang sama-sama siswa SMP Muhammadiyah 1 Surakarta yang setingkat atau setara. Hal tersebut terlihat dari penggunaan bahasa yang sedang mereka gunakan yang lebih cenderung menggunakan bahasa yang santai dan ragam bahasa ngoko.

Faktor penentu kesantunan, menurut Pranowo (dalam Masfufah 2010: 47) ada dua hal pokok yang menjadi faktor penentu kesantunan, yaitu faktor kebahasaaan dan faktor non kebahasaan. Faktor kebahasaan mencakup lima aspek yaitu pemakaian diksi yang tepat, pemakaian gaya bahasa yang santun, pemakaian struktur kalimat yang benar dan baik, aspek intonasi, dan aspek nada bicara. Sedangkan faktor nonkebahasaan mencakup topik pembicaraan, konteks situasi komunikasi, dan pranata sosial. Dari uraian tersebut, tuturan di atas dapat dianalisis faktor penentu kesantunan sebagai berikut.