Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

3. Religiusitas

Ada beberapa istilah untuk menyebutkan agama, antara lain religi, religion (Inggris), religie (Belanda), religio/relegare (Latin), dan dien (Arab). Kata religion (Inggris) dan religie (Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua bahasa tersebut, yaitu Bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare” yang berarti mengikat (Kahmad, 2002).

Penelitian yang dilakukan Schieman (2011); Sutantoputri & Watt (2012) menyatakan bahwa religiusitas mempengaruhi prestasi belajar siswa (dalam Marcus A. Henning et. al, 2013). Lebih lanjut, Daradjat (dalam Jalaluddin, 2002) menyatakan ada hubungan antara kesehatan mental dan agama. Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman (Jalaluddin, 2002; & Syahridlo, 2004).

4. Motivasi

Motivasi didefinisikan sebagai kemampuan dan pengarah prilaku. Motivasi sangat penting bagi ranah psikologi pendidikan karena dapat menjelaskan dan memprediksi perilaku peserta didik, guru, dan staf administrasi di sekolah. Pada umumnya, konsep motivasi ditinjau dan diikuti oleh pandangan motivasi Motivasi didefinisikan sebagai kemampuan dan pengarah prilaku. Motivasi sangat penting bagi ranah psikologi pendidikan karena dapat menjelaskan dan memprediksi perilaku peserta didik, guru, dan staf administrasi di sekolah. Pada umumnya, konsep motivasi ditinjau dan diikuti oleh pandangan motivasi

Motivasi merupakan suatu konstrak yang abstrak yang tidak dapat dilihat oleh mata. Namun, dampak dari motivasi dapat terlihat pada perilaku seseorang. Arthur Shopenhauer mengamati bahwa manuasi tidak dapat dengan mudah termotivasi, mereka termotivasi saat menginginkan sesuatu atau saat ingin menjauh dari sesuatu tersebut (Elliot & Zahn, 2008).

5. Minat

Minat merupakan salah satu perbedaan individu yang mempengaruhi perilaku untuk menentukan pilihan dalam menjalankan suatu aktivitas. Minat memiliki tiga aspek penting yang harus diperhatikan. Pertama , minat cenderung cukup stabil dari waktu ke waktu (e.g., Low, Yoon, Robert, & Rounds, 2005 dalam Iddekinge, Putka & Campbell, 2010) dan cenderung memiliki komponen disposisi yang kuat (meskipun pengalaman dapat membantu membentuk minat seseorang; Lent, Brown, & Hackett, 1994 dalam Iddekinge, Putka & Campbell, 2010).

Kedua , minat berasal dari konteks kegiatan dan fokus pada jenis kegiatan dan keadaan lingkungan sekitar yang mereka pilih sesuai dengan keinginan

mereka sendiri. Ketiga , minat memberikan pengaruh terhadap perilaku seseorang dalam melakukan suatu kegiatan, seperti meningkatnya motivasi untuk melakukan kegiatan yang mereka sukai dan mengambil kesempatan tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang berhubungan dengan minat mereka (Iddekinge, Putka & Campbell, 2010).

6. Bakat

Bakat dapat didefinisikan sebagai perbedaan individu yang berkaitan dengan masa selama pembelajaran. Pembelajaran atau pemerolehan pengetahuan serta kemampuan seseorang dapat muncul dengan adanya campur tangan kegiatan formal seperti pelatihan dan pembelajaran (Kuncel & Klieger, 2008).

Pada umumnya, bakat seseorang merujuk pada kemampuan kognitif dalam pendidikan formal ataupun nonformal dimana setelah proses pembelajaran tersebut dapat diketahui seberapa baik prestasi seseorang dalam bidang yang ditekuninya (Kuncel & Klieger, 2008).

Bakat merupakan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Hal ini menunjukan bahwa bakat seseorang merupakan potensi yang dibawa dari sejak lahir dan dikembangkan pada kesempatan yang ada dalam proses pembelajaran serta adanya stimulus dari lingkungan sekitar. Akan tetapi, pandangan lain mengungkapkan bahwa bakat seseorang tidak akan muncul jika tidak disertai dengan adanya pengalaman, campur tangan, dan pembelajaran (Kuncel & Klieger, 2008).

7. Perhatian

Perhatian merupakan faktor terpenting dalam kegiatan belajar mengajar. Fokus terhadap apa yang dipelajar akan membantu siswa dalam memahami pelajaran dengan baik. Sternberg (2012) bahwa ada empat fungsi utama pada perhatian:

a. Signal detection dan vigilance : signal detection dan vigilance mencoba untuk mendeteksi stimulus yang muncul.

b. Search : saat berkonsentrasi individu mencoba untuk menemukan tanda yang b. Search : saat berkonsentrasi individu mencoba untuk menemukan tanda yang

d. Divided attention : fungsi ini menempatkan sumber perhatian yang sesuai untuk menyesuaikan kinerja individu dari beberapa kegiatan yang dilakukan dalam satu waktu.

8. Gaya Belajar

Gaya belajar adalah bagaimana seseorang menyerap, mengatur dan mengolah informasi, sehingga belajar dan berkomunikasi menjadi sesuatu yang mudah dan menyenangkan (DePorter & Hernacki 1992).

Woolfolk (2013) menyatakan bahwa gaya belajar sangat menentukan prestasi belajar siswa. Individu dalam belajar memiliki berbagai macam cara, ada yang belajar dengan cara mendengarkan, ada yang belajar dengan membaca, serta belajar dengan cara menemukan. Cara belajar peserta didik yang berananeka ragam tersebut disebut sebagai gaya belajar (learning style) yang dipengaruhi oleh pengalaman, jenis kelamin, etnis (Philibin, et.al., 1995) dan secara khusus melekat pada setiap individu.

Berdasarkan faktor-faktor internal yang ada, peneliti mengambil kecerdasan, religiusitas dan gaya belajar sebagai salah satu variabel bebas penelitan ini. Dengan demikian, peneliti lebih memfokuskan pada variabel kecerdasan moral dalam variabel kecerdasan, karena kecerdasan moral lebih cocok untuk mencari pengaruh khususnya pada prestasi siswa dalam mata pelajaran aqidah akhlak.

Religiusitas diambil dengan pertimbangan agama memiliki kontribusi Religiusitas diambil dengan pertimbangan agama memiliki kontribusi

2.1.3.2 Faktor Eksternal

1) Bahasa

Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan orang yang ada disekitar kita. Bahasa juga memungkinkan individu untuk berpikir tentang sesuatu dan memproses hal yang tidak bisa individu lihat, dengar, rasakan, dan sentuh. Banyak proses yang terlibat saat individu mulai mencoba untuk memahami apa yang seseorang katakana (Sternberg, 2012).

Adapun hal yang paling utama adalah menerima dan mengenali kata-kata yang akan diucapkan dan menetapkan makna/arti dari kata-kata tersebut. kemudian, individu harus bisa mencoba menerka kalimat apa yang individu dengar. Bahasa menjadi sangat penting untuk diperoleh karena dapat membantu individu dalam proses belajar (Sternberg, 2012).

2) Orang Tua

Orang tua memiliki peranan penting dalam membantu siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik. Orang tua yang berpendidikan tinggi akan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan membantu anak untuk belajar. Perilaku orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya merupakan hal terpenting dalam menumbuhkan motivasi dan meningkatkan prestasi belajar mereka di sekolah (Duchesne & Ratelle, 2010).

3) Teman Sebaya

Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang- orang disekitarnya. Melalui interaksi tersebut, manusia mengalami perubahan dan tumbuh dari waktu ke waktu. Istilah peer influences atau pengaruh teman sebaya merujuk pada bagaimana seseorang berubah dan tumbuh melalui interaksi dengan orang lain yang memiliki status dan umur yang sama. Teman sebaya ikut serta mempengaruhi perilaku seseorang dalam berbagai hal seperti prestasi beajar (Song & Siegel, 2008).

4) Guru

Setiap guru memiliki cara yang berbeda dalam mengajarkan siswa, oleh karena itu metode pengajaran guru dan status guru sebagai fasilitator ikut berpengaruh dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. guru juga memiliki kerterikatan dengan orang tua siswa dimana guru berkewajiban untuk memberitahukan perkembangan prestasi siswa disekolah. Sehingga, orang tua dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk meningkatkan prestasi anak-anak mereka (Eagle & Oeth, 2008).

Tabel 2. 1 Ringkasan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Nama peneliti dan tahun penelitian Faktor-Faktor yang

mempengaruhi Prestasi Belajar  Dai, (2008)

Kecerdasan

 Salkind, (2008)

 Nobahar, (2013) Kecerdasan Moral  Lennick & Fred Kiel, (2011)

 Jalaluddin, 2002)

Religiusitas

 Syahridlo, (2004)  Schieman, (2011)  Sutantoputri & Watt (2012)  Marcus A. Henning et all (2013)

Elliot & Zahn, (2008)

Motivasi

 Low, Yoon, Robert, & Rounds,

Minat

(2005)  Lent, Brown, & Hackett, (1994)

 Iddekinge, Putka & Campbell, (2010)

Kuncel & Klieger, (2008)

 Bakat

Sternberg ,(2012)

 Perhatian  Bahasa

 Kecerdasan

Duchesne & Ratelle, (2010)

Orang tua

Song & Siegel, (2008)

Teman sebaya

Eagle & Oeth, 2008)

Guru

 Philibin, et. al, (1995)

Gaya Belajar

 DePorter & Hernacki (1992)  Woolfolk (2013)

Pada tabel 2.1. terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari masing- masing faktor yang diuraikan oleh para penelitinya. Persamaan dari faktor- Pada tabel 2.1. terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari masing- masing faktor yang diuraikan oleh para penelitinya. Persamaan dari faktor-

dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa selain faktor-faktor yang sudah diteliti oleh banyak peneliti. Sedangkan perbedaannya terletak dari cara masing-masing peneliti dalam mengukur faktor-faktor tersebut.

2.1.4 Alat Ukur Prestasi Belajar

Menurut Santrock (2004) terdapat beberapa tes prestasi yang terstandar, diantaranya;

1. Survey batteries , merupakan sekelompok tes mata pelajaran tertentuyang dibuat untuk siswa pada jenjeng tertentu. Survey batteries merupakan tes baku yang mengacu pada norma nasional yang digunakan secara luas (Mc Milan, 1981 dalam Santrock, 2004).

2. Test for specific subject, merupakan pengukuran prestasi baku yang mengukur keahlian pada bidang tertentu seperti membaca atau matematika. Tes ini biasanya mengukur keahlian secara lebih rinci dengan cara yang lebih luas dibandingkan dengan survey batteries .

Selain itu, terdapat dua bentuk penilaian belajar yang dapat digunakan dalam pendidikan, yaitu formative assessment dan summative assessment (Ormrod, 2008). Formative assessment merupakan penilaian yang dilakukan Selain itu, terdapat dua bentuk penilaian belajar yang dapat digunakan dalam pendidikan, yaitu formative assessment dan summative assessment (Ormrod, 2008). Formative assessment merupakan penilaian yang dilakukan

Pada penelitian ini, pengukuran prestasi belajar akan diukur dengan menggunakan summative assessment yang mengacu pada data nilai Ujian Akhir Semester (UAS) siswa kelas X dan XI pada mata pelajaran aqidah akhlak yang akan dikaitkan dengan independent variabel dalam penelitian ini.

2.2. Kecerdasan Moral

2.2.1. Definisi Kecerdasan Moral

Doug Lennick dan Fred Kiel (2011) menjelaskan kecerdasan moral sebagai kapasitas mental untuk menentukan cara atau prinsip manusia yang seharusnya diterapkan pada nilai-nilai tujuan dan perilaku individu. Kecerdasan Moral merupakan kemampuan yang tumbuh perlahan-lahan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah dengan menggunakan sumber emosional maupun intelektual pikiran manusia (Robert Coks, dalam Borba, 2001).

Kecerdasan moral juga dipahami sebagai kemampuan untuk memahami benar atau salah, memiliki pendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai moral (Borba, 2001). Meningkatnya kapasitas moral individu didukung dengan lingkungan yang kondusif, sehingga setiap individu berpotensi mencapai moralitas yang lebih tinggi. Ketika seseorang berhasil menguasai satu kebajikan, kecerdasan moralnya semakin meningkat dan seorang tersebut mencapai tingkat kecerdasan moral yang lebih tinggi (Borba, 2001).

Nobahar (2013) mendefinisikan kecerdasan moral sebagai kemampuan untuk membedakan benar dan salah, membuat pilihan yang tepat, dan berperilaku etis. Sejalan dengan hal ini, Lickona (2013) mendefinisikan kecerdasan moral sebagai kemampuan dalam membangun nilai-nilai moral seperti: kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan yang merupakan tuntutan dalam kehidupan. Seluruh pihak memiliki peran masing-masing dan memiliki tanggung jawab untuk bekerja sama dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak, sehingga kecerdasan moral dapat membuat interaksi antara lingkungan dan individu dapat fungsional dalam membentuk kecerdasan moral itu sendiri (Belohlavek dalam Faramarzi, Jahanian, Zarbakhsh, Salehi, dan Pasha, 2014).

Dari definisi-definisi yang diungkapkan para tokoh di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa kecerdasan moral adalah kapasitas mental atau kemampuan untuk memahami benar dan salah dalam membangun nilai-nilai moral seperti: kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan yang merupakan tuntutan dalam kehidupan.

2.2.2. Dimensi Kecerdasan Moral

Piaget pada awal pengamatannya terhadap perkembangan kognitif anak pada tahun 1932 (Santrock, 1999) mulai mengkaji masalah perkembangan moral. Berdasarkan pengamatannya terhadap sejumlah anak berusia 4-12 tahun, Piaget berkesimpulan bahwa kemampuan memahami isu-isu moral seperti kebohongan, pencurian, hukuman, dan keadilan berlangsung berdasarkan tahapan pertama pada usia 4-7 tahun, disebut sebagai heteronomous morality , tahapan kedua pada usia 7-10 tahun, disebut tahap transisi, tahapan ketiga pada usia 10 tahun dan Piaget pada awal pengamatannya terhadap perkembangan kognitif anak pada tahun 1932 (Santrock, 1999) mulai mengkaji masalah perkembangan moral. Berdasarkan pengamatannya terhadap sejumlah anak berusia 4-12 tahun, Piaget berkesimpulan bahwa kemampuan memahami isu-isu moral seperti kebohongan, pencurian, hukuman, dan keadilan berlangsung berdasarkan tahapan pertama pada usia 4-7 tahun, disebut sebagai heteronomous morality , tahapan kedua pada usia 7-10 tahun, disebut tahap transisi, tahapan ketiga pada usia 10 tahun dan

Proses perkembangan moral anak yang dipaparkan oleh Piaget sesuai dengan konsep dasarnya mengenai perkembangan kognitif (Santrock, 1999). Anak memahami isu moral melalui proses yang bertahap sesuai dengan fenomena sosial dan relasi anak dengan lingkungannya. Pendapat Piaget didukung oleh Kohlberg (dalam Lickona, 2013), bahwa pemahaman moral anak berupa penalaran moral terhadap fenomena sosial yang senantiasa berhubungan dengan norma sosial. Konsep kunci perkembangan moral menurut teori Kohlberg (dalam Santrock, 1999) adalah proses internalisasi, yaitu perubahan perilaku yang berawal dari pengendalian dari lingkungan (eksternal) ke perilaku yang dikendalikan oleh diri sendiri (internal).

Konsep Piaget dan Kohlberg memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan kognitif dan moral anak. Namun berbagai kritikan muncul berkaitan dengan pertimbangan bahwa orang tua tidak hanya membutuhkan pemahaman apakah anaknya sudah mencapai tahapan penalaran moral sesuai usianya, orang tua lebih membutuhkan pemahaman bagaimana cara mencerdaskan moral anak, anak bukan hanya berpikir secara moral namun berperilaku secara moral (Coles, dalam Borba, 2001). Hal tersebut berdasarkan konsep bahwa perkembangan moral anak tidak cukup hanya diukur dengan melihat apa yang anak pikirkan namun juga apa yang anak lakukan. Berdasarkan konsep tersebut, Coles berpendapat bahwa konsep kecerdasan moral lebih tepat untuk memberikan pemahaman yang jelas tentang sejauh mana kapasitas anak berpikir, merasakan

Sejalan dengan Coles, Borba mencoba memaparkan konsep yang memadukan teori perkembangan moral. Teori perkembangan moral terbagi menjadi tiga yaitu: (1) moral feeling (rasa bersalah, malu, dan empati) yang dikembangkan oleh Hoffman, (2) moral reasoning (kemampuan memahami aturan, membedakan benar dan salah, dan mampu menerima sudut pandang orang lain serta pada pengambilan keputusan), yang dikembangkan oleh Piaget dan Kohlberg dan (3) moral action (respon atas godaan yang datang untuk tetap berpegang teguh pada aturan, perilaku prososial, kontrol diri atas dorongan yang muncul: yang dikembangkan oleh Eisenberg dan Fabes (Berns, 2007).

Kecerdasan moral didefinisikan oleh Borba (2001) sebagai kemampuan untuk memahami benar dan salah dan pendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai moral. Lebih lanjut, Borba (2001) merumuskan kecerdasan moral dalam tujuh kebajikan moral yaitu: empati (emphaty), nurani (conscience), (self control) kontrol diri , respek (respect), baik budi (kindness),

toleran (tolerance) dan adil (fairness).

Lennick’s dan Kiel (2011) merumuskan kecerdasan moral dalam sepuluh dimensi moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip ( acting consistently with principles, berkata jujur (telling the truth), memihak yang benar (standing up for what is right), menepati janji (keeping promises), bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices), mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for serving others), peduli terhadap orang lain (actively caring about others), mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to Lennick’s dan Kiel (2011) merumuskan kecerdasan moral dalam sepuluh dimensi moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip ( acting consistently with principles, berkata jujur (telling the truth), memihak yang benar (standing up for what is right), menepati janji (keeping promises), bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices), mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for serving others), peduli terhadap orang lain (actively caring about others), mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to

1. Bertindak konsisten sesuai prinsip ( acting consistently with principles) Acting consistently with principles dalah segala sesuatu yang berupa perilaku maupun perkataan, dan setiap yang dikatakan pasti diimplementasikan berupa perilaku dengan dasar kesadaran dalam sebuah komitmen. Dan kesadaran sendiri adalah langkah yang pertama untuk bertindak dengan integritas konsisten.

2. Berkata jujur (telling the truth) Berkata jujur merupakan perilaku seseorang dalam mengungkapkan segala sesuatu sesuai dengan keadaannya berdasarkan kebenaran dan kesadaran diri (self-awareness) .

3. Memihak yang benar (standing up for what is right) Tantangan kebijaksanaan konvensional untuk membuat suatu posisi/letak yang berprinsip dan bersifat menantang. Individu yang memihak pada yang benar beresiko pada pengambilan suatu posisi berprinsip dikarenakan konsekuensi moral dari sudut pandang orang lain yang berbeda.

4. Menepati janji (keeping promises) Pemeliharaan janji adalah suatu tanda integritas yang ditunjukkan bahwa seorang dapat dipercaya atas apa yang telah dilakukannya maupun dikatakannya. Pemeliharaan janji adalah suatu kemampuan yang sangat dihargai dalam sebuah komunitas maupun organisasi.

5. Bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices) bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi adalah kesediaan individu untuk menerima bahwa adalah bertanggung jawab untuk hasil yang menyangkut aneka pilihan yang disepakatinya. Tanggung jawab adalah suatu kemampuan radikal dikarenakan memerlukan tanggung jawab pribadi untuk semua hal yang lakukannya.

6. Mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures) Di samping bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi yang perlu menjadi perhatian kesediaan untuk mengambil tanggung jawab ketika dihadapkan pada hal yang sifatnya pelanggaran dalam artian siap menerima segala konsekuensinya.

7. Responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for serving others) Sikap responsif dalam membantu orang lain merupakan wujud tanggung jawab individu pada sesamanya. Dan sikap responsif dalam membantu orang lain dapat membangun rasa persaudaraan yang lebih erat secara moral dan sosial. Serta memperlakukan orang lain dengan penuh penghargaan meskipun berbeda.

8. Peduli terhadap orang lain (actively caring about others) Sikap peduli terhadap orang lain merupakan perwujudan individu memiliki kecenderungan yang sensitif, menunjukkan kepekaan pada kebutuhan dan perasaan orang lain, membaca isyarat nonverbal orang lain dengan tepatdan 8. Peduli terhadap orang lain (actively caring about others) Sikap peduli terhadap orang lain merupakan perwujudan individu memiliki kecenderungan yang sensitif, menunjukkan kepekaan pada kebutuhan dan perasaan orang lain, membaca isyarat nonverbal orang lain dengan tepatdan

9. Mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to let go of one’s own mistakes) Adalah kemapuan dalam menerima tanggung jawab yang tidak berjalan sesuai apa yang diinginkan dikarenakan suatu kesalahan yang disengaja, mampu mengutarakan maaf di hadapan yang bersangkutan dengan kata maaf atas apa yang dilakukan.

10. Mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to let go of others’ mistakes) Adalah kemapuan dalam menerima pertanggung jawaban dari orang lain yang tidak berjalan sesuai apa yang diinginkan dikarenakan suatu kesalahan yang disengaja. Dengan berupa penerimaan atas segala yang dilakukanya tanpa adanya dendam maupun benci.

2.2.3. Alat Ukur Kecerdasan Moral

Alat ukur kecerdasan moral dalam penelitian menggunakan moral competency inventory (MCI). Skala kecerdasan moral ini dikembangkan oleh Lennick’s and Kiel (2011) dengan sepuluh dimensi yaitu: 1 ) acting consistently with principles, values and, beliefs; 2) telling the truth; 3) standing up for what is right; 4) keeping promises; 5) taking responsibility for personal choices; 6) admitting mistakes and failures; 7) embracing responsibility for serving others; 8) actively caring about others; 9) ability to let go of one’s own mistakes; dan 10) ability to let go of others’ mistakes.

2.3. Religiusitas

2.2.1. Definisi Religiusitas Fetzer (1999) dalam Multidimensional Measurement of Religiousness, Spirituality for Use in Health Research mendefinisikan religiusitas ialah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari ( daily spiritual experiences ), mengalami kebermaknaan hidup dalam beragama ( religion meaning ), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai ( values ), meyakini ajaran agamanya ( beliefs ), memaafkan ( forgiveness ), melakukan praktik keagamaan ( ibadah ) secara menyendiri ( private religious practicess ), menggunakan agama sebagai ( religious/spiritual coping ), mendapat dukungan penganut sesama agama ( religious support ), mengalami sejarah keberagamaan ( religious/spiritual history ), komitmen beragama ( commitment ), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan ( organizational religiousness ) dan meyakini pilihan agamanya ( religious preference ). Seorang dapat dikatakan religius apabila memiliki ciri-ciri dari dua belas dimensi religiusitas tersebut. Jadi, dapat dikatakan bahwa religiusitas seseorang dapat dilihat dari seberapa kuat penghayatan dan pemahaman terhadap agama melalui dimensi-dimensi religiusitas yang telah disebutkan.

Sedangkan Thouless (1992) mendefinisikan Religion adalah sikap atau cara penyesuaian diri terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukkan lingkungan yang lebih luas dari pada lingkungan dunia fisik yang terikat ruang dan waktu. Berkaitan dengan religiusitas Islam, kualitas religiusitas seseorang ditentukan oleh seberapa jauh individu memahami, menghayati, dan Sedangkan Thouless (1992) mendefinisikan Religion adalah sikap atau cara penyesuaian diri terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukkan lingkungan yang lebih luas dari pada lingkungan dunia fisik yang terikat ruang dan waktu. Berkaitan dengan religiusitas Islam, kualitas religiusitas seseorang ditentukan oleh seberapa jauh individu memahami, menghayati, dan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah keyakinan, penghayatan, pengalaman, pengetahuan, dan peribadatan penganut agama terhadap agamanya yang diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari sebagai pengakuan akan adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia di dunia dan akhirat.

2.2.2. Dimensi Religiusitas Dalam penelitian yang dilakukan oleh E. Fetzer Institute (1999) yang berjudul Multidimensional Measurement of Religiousness, Spirituality for Use in Health Research dikemukakan religiusitas meliputi dua belas dimensi yaitu:

1. Daily spiritual experiences merupakan dimensi yang memandang dampak agama dan spritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini daily spiritual experinces merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga daily spiritual experinces lebih kepada pengalaman dibandingkan kognitif.

2. Adapun meaning dijelaskan oleh Pragment bahwa, konsep meaning dalam religiusitas sebagaimana konsep meaning yang dijelaskan oleh Fiktor Vrankl yang biasa disebut dengan istilah kebermaknaan hidup. Adapun meaning yang dimaksud di sini adalah yang berkaitan dengan religiusitas atau disebut religion-meaning yaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya.

3. Konsep value menurut Idler ialah pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan tentang nilai cinta, saling tolong, saling melindungi, dan sebagainya.

4. Konsep belief menurut Idler merupakan sentral dari religiusitas. Religiusitas merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama.

5. Dimensi forgiveness menurut Idler mencakup lima dimensi turunan, yaitu:

a. Pengakuan dosa (confession).

b. Merasa diampuni oleh Tuhan (feeling forgiven by God).

c. Merasa dimaafkan oleh orang lain (feeling forgiven by others).

d. Memaafkan orang lain (forgiving others).

e. Memaafkan diri sendiri (forgiving one self) Namun posisi dimensi forgiving others tidak sama dengan forgiveness sebagai dependen variabel. Dimensi forgiving others pada dimensi religiusitas yang dimaksud adalah sikap memaafkan yang lebih terkait dengan keberagamaan, motivasi memaafkan lebih pada motivasi mengharapkan pahala dan menjauhkan dosa karena membalas dendam merupakan perbuatan tercela dan memaafkan adalah anjuran dalam agama.

6. Private religious practices menurut Levin merupakan perilaku beragama dalam praktek agama meliputi ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan religiusitasnya.

7. Religious/spiritual coping menurut Pragament merupakan coping stress dengan menggunakan pola dan metode religius. Seperti dengan berdoa, beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya. Menurut Pragment (1988) yang 7. Religious/spiritual coping menurut Pragament merupakan coping stress dengan menggunakan pola dan metode religius. Seperti dengan berdoa, beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya. Menurut Pragment (1988) yang

b. Colaborative style , yaitu hamba meminta solusi kepada Tuhan dan hambanya senantiasa berusaha untuk melakukan coping .

c. Self-directing style , yaitu individu bertanggung jawab sendiri dalam menjalankan coping .

8. Konsep religous support menurut Krause adalah aspek hubungan sosial antara individu dengan pemeluk agama sesamanya. Dalam Islam hal semacam ini sering disebut al-Ukhuwah al-Islamiyah .

9. Konsep religious/spiritual history menurut George adalah seberapa jauh individu berpartisipasi untuk agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh agama memepngaruhi perjalanan hidupnya.

10. Konsep commitment menurut Williams adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya.

11. Konsep organizational religiousness menurut Idler merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktifitas di dalamnya.

12. Konsep religious preference menurut Ellison yaitu memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya. Dari 12 dimensi di atas yang diikut sertakan sebagai dimensi dalam penelitian ini hanya 5 dimensi , diantaranya: 1) daily spiritual experience, 2) religion-meaning, 3) private religious practice, 4) religious/spiritual coping, dan

dalam penelitian ini ialah: value , belief, forgiveness , commitment, religious/spiritual histrory, organizational religiousness, religious preference. Dimensi-dimensi ini tidak diikut sertakan dalam penelitian dikarenakan memiliki kesamaan makna dengan dimesi dari varibel kecerdasan moral, dengan maksud untuk menghindari makna yang tumpang tindih dari dimensi kedua independent variable, maka dimensi yang memiliki makna yang sama tidak diikutsertakan dalam penelitian. Dan yang terakhir dimensi pilihan agama (religious preference) juga tidak dicantumkan dalam instrumen penelitian ini, dengan alasan responden penelitian merupakan siswa yang menganut paham agama semenjak lahir dan mengikuti agama yang dianut orang tuanya, dengan demikian, dimensi pilihan agama (religious preference) tidak diikut sertakan dalam penelitian.

2.2.3. Alat Ukur Religiusitas

Religiusitas diukur dengan menggunakan skala religiusitas berdasarkan teori Fetzer (1999) dengan menggunakan dua belas aspek yaitu: 1). daily spiritual

experience; 2). religion-meaning; 3). value 4) . Belief; 5). Forgiveness ; 6). private religious practice ; 7). religious/ spiritual coping ; 8). religious/ spiritual history ; 9). commitment ; 10). organizational religious; 11). religious preference ; dan 12). religious preference .

2.4. Gaya Belajar

2.3.1. Definisi Gaya Belajar

Secara bahasa, gaya dalam bahasa inggris disebut style , yang berarti corak mode atau gaya. Menurut Brown (2000), style is a term that refers to consistent and rather enduring tendencies or preferences within an individual. style are those Secara bahasa, gaya dalam bahasa inggris disebut style , yang berarti corak mode atau gaya. Menurut Brown (2000), style is a term that refers to consistent and rather enduring tendencies or preferences within an individual. style are those

Gaya adalah sebuah istilah yang mengacu pada kecenderungan yang kuat untuk bertahan atau ketertarikan (preferences) seorang individu. Gaya mereka karakteristik umum dari fungsi intelektual dan tipe kepribadian, juga yang berkaitan dengan anda sebagai seorang individu, dan yang membedakan anda dari orang lain.

Menurut Ferrari dan Sternberg (1998), “ cognitive style rever to the dominant or typical ways children use their cognitive abilities across awide range of situations, when the situation is complex enough to allow a variety of responses ” Gaya belajar berhubungan dengan tipe, jenis-jenis atau cara anak-anak mengunakan kemampuan kognitif mereka dalam situasi yang luas, ketika situasi itu cukup kompleks untuk menyesuaikan berbagai respon.

Menurut DePorter dan Hernacki gaya belajar adalah merupakan suatu kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi (DePorter & Hernacki 1992).

Sedangkan menurut Nasution (2010) gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan masalah.

Berdasarkan beberapa uraian definisi yang telah disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya belajar adalah suatu kombinasi dari cara individu dalam mengunakan kemampuan kognitif untuk menangkap stimulus atau informasi dengan menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.

2.3.2. Dimensi Gaya Belajar

Menurut DePorter & Hernacki (1992) berdasarkan prefensi sensori atau kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka gaya belajar individu dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu: gaya belajar visual, auditori dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu.

1. Gaya Belajar Visual Gaya belajar visual adalah gaya belajar seseorang dengan cara melihat sesuatu (kemampuan menyerap informasi melalui mata) seseorang sangat membutuhkan kesempatan membaca, mengamati, menonton video, pertunjukkan, peragaan, gambar atau diagram. Orang-orang visual lebih suka membaca makalah dan memperhatikan ilustrasi yang ditempelkan di papan tulis, mereka juga membuat catatan-catatan yang sangat baik.

2. Gaya Belajar Auditori Gaya belajar auditori adalah gaya belajar dengan cara mendengar sesuatu (kemampuan menyerap informasi melalui telinga). Seseorang sangat membutuhkan suara ketika mendengarkan kaset audio, ceramah kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Dalam gaya belajar ini seseorang dibiarkan membaca dengan suara yang keras. Orang-orang auditori lebih suka mendengarkan materinya dan kadang-kadang kehilangan urutannya jika mereka mencoba mencatat materinya selama belajar berlangsung.

3. Gaya Belajar Kinestetik Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja dan 3. Gaya Belajar Kinestetik Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja dan

DePotter dan Hernacki (1992) menyebutkan bahwa mengetahui gaya belajar yang berbeda telah membantu para siswa, dengan demikian akan memberi persepsi yang positif bagi siswa tentang cara guru mengajar, agar aktivitas belajar dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka gaya belajar siswa harus dipahami oleh guru.

Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika seseorang menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik gaya belajar dirinya maka akan cepat seseorang menjadi lebih pintar. Namun tidak berarti bahwa individu hanya yang memiliki salah satu karakteristik gaya belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik gaya belajar yang lain.

2.3.3. Alat Ukur Gaya Belajar

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan peneliti menggunakan skala likert yang dikembangkan sendiri untuk mengukur gaya belajar berdasarkan teori DePorter dan Hernacki (1992) yang terdiri dari dimensi visual, auditori dan kinestetik.

2.5. Kerangka Berfikir

Prestasi belajar adalah kemampuan pencapaian pengetahuan atau pencapaian kompetensi pada tugas sekolah yang biasanya diukur dengan tes yang terstandar

1956 dalam Ganal & Mir, 2013). Prestasi belajar merupakan outcome yang didapat siswa setelah proses pembelajaran (Trow, 1956; Good, 1959; Mehta K.K, 1969; Usman, 2000; & Chame, 2004). Prestasi belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai/skor yang didapat dari hasil ujian akhir semester (UAS) pada mata pelajaran aqidah akhlak.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, kecerdasan adalah salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa (Sternberg, 2012). Dari berbagai macam kecerdasan yang telah dilakukan penelitian oleh para ahli, kecerdasan moral adalah salah satu kecerdsan yang paling cocok untuk mengetahui faktor penyebab prestasi belajar dibidang akhlak.

Kecerdasan moral adalah kapasitas mental untuk menentukan cara atau prinsip manusia yang seharusnya diterapkan pada nilai-nilai tujuan dan perilaku individu. Kecerdasan moral dalam hal ini menggunakan teori Lennick’s dan Kiel (2011) yang merumuskan kecerdasan moral dalam sepuluh dimensi kecerdasan moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip ( Acting consistently with principles, berkata jujur (telling the truth), memihak yang benar (standing up for what is right), menepati janji (keeping promises), bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices), mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for serving others), peduli terhadap orang lain (actively caring about others), mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to let go of one’s own mistakes), mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to let go of others’ mistakes).

Daradjat dalam Jalaluddin (2002) menyatakan ada hubungan antara kesehatan mental dan agama. Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan yang maha tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman (Jalaluddin, 2002). Dari sini terlihat bahwa religiusitas merupakan faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar.

Religiusitas dalam penelitian ini menggunakan teori Jhon E. Fetzer Institute (1999) yang terdiri dari 12 dimensi yaitu: individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience) , kebermaknaan hidup dengan beragama (religion-meaning) , ekspresi keagamaan sebagai sebuah nilai (value) , keyakinan (belief), memaafkan (forgiveness) , melatih diri dalam beragama (private religious practice) , penggunaan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), dukungan penganut sesama agama (religious support), sejarah keberagamaan (religious/spiritual history) , komitmen beragama

(commitment) mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religious), pilihan agama (religious preference). Dari 12 dimensi di atas yang diikut sertakan sebagai dimensi dalam penelitian ini hanya 5 dimensi, diantaranya:

1) daily spiritual experience, 2) religion-meaning, 3) private religious practice, 4) religious/spiritual coping, dan 5) religious support. Dimensi yang tidak diikutsertakan dalam variabel religiusitas dalam penelitian ini ialah: value , belief,

religiousness, religious preference. Dimensi-dimensi ini tidak diikut sertakan dalam penelitian dikarenakan memiliki kesamaan makna dengan dimesi dari varibel kecerdasan moral, dengan maksud untuk menghindari makna yang tumpang tindih dari dimensi kedua independent variable, maka dimensi yang memiliki makna yang sama tidak diikutsertakan dalam penelitian. Dan yang terakhir dimensi pilihan agama (religious preference) juga tidak dicantumkan dalam instrumen penelitian ini, dengan alasan responden penelitian merupakan siswa yang menganut paham agama semenjak lahir dan mengikuti agama yang dianut orang tuanya, dengan demikian, dimensi pilihan agama (religious preference) tidak diikut sertakan dalam penelitian.

Faktor berikutnya adalah gaya belajar yang juga merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi proses belajar termasuk salah satu dari sifat karakteristik individu dalam belajar. Menurut DePorter dan Hernacki (1992) gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Berdasarkan prefensi sensori atau kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka gaya belajar individu dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu: gaya belajar visual, auditori dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Adapun sketsa kerangka berfikir dalam penelitian ini ialah sebagaimana gambar 2.2 sebagai berikut:

Kecerdasan Moral

Acting consistently with principles

Telling the truth

Standing up for what is right

Keeping promises Taking responsibility for personal

Admitting mistakes and failures

Embracing responsibility for

Actively caring about others

Ability to let go of one’s own

Ability to let go of others’ mistakes

Religiusitas

daily spiritual experience

religion-meaning

Prestasi Belajar

private religious practice

religious/spiritual coping

religious support

Gaya Belajar

2.6. Hipotesis Penelitian

Ha 1 : Ada pengaruh acting consistently with principles, dalam kecerdasan moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 2 : Ada pengaruh telling the truth dalam kecerdasan moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 3 : Ada pengaruh standing up for what is right, dalam kecerdasan moral

terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 4 : Ada pengaruh keeping promises, dalam kecerdasan moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 5 : Ada pengaruh taking responsibility for personal choices, dalam kecerdasan moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha 6 : Ada pengaruh admitting mistakes and failures, dalam kecerdasan moral

terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 7 : Ada pengaruh embracing responsibility for serving others, dalam kecerdasan moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha 8 : Ada pengaruh actively caring about others, dalam kecerdasan moral

terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha 9 : Ada pengaruh ability to let go of one’s own mistakes, dalam kecerdasan moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 10 : Ada pengaruh ability to let go of others’ mistakes, dalam kecerdasan moral terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

Ha 11 : Ada pengaruh daily spiritual experiences dalam religiusitas terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 12 : Ada pengaruh meaning dalam religiusitas terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 13 : Ada pengaruh religious practices dalam religiusitas terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 14 : Ada pengaruh religious/spiritual coping dalam religiusitas terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 15 : Ada pengaruh religious support dalam religiusitas terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 16 : Ada pengaruh visual dalam gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 17 : Ada pengaruh auditori dalam gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Ha 18 : Ada pengaruh kinestetik dalam gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan tentang populasi, sampel, teknik sampling, variabel penelitian, definisi operasional variabel, uji validitas instrumen, teknik analisis data, serta prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian.

3.1. Populasi dan Sampel

3.1.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah Aliyah (MA) di pondok pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo dan siswa Madrasah Aliyah (MA) di pondok pesantren Syarifuddin Wonorejo Lumajang Jawa Timur. Adapun klasifikasi populasi siswa MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin dijenjang kelas X-XI masa pembelajaran 2015-2016 secara keseluruhan sebanyak 853, dengan kriteria siswa telah mendapat mata pelajaran aqidah akhlak yang dinyatakan dengan hasil nilai raport ujian akhir semester (UAS).

3.1.2. Sampel

Berdasarkan populasi di atas, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel dengan pendekatan non probability sampling yaitu convenience sampling yang melibatkan penyeleksian terutama berdasarkan kesediaan dan kemauannya untuk merespon (Shaughnessy, 2007). Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel 106 siswa di MA Nurul Jadid dan 94 siswa di MA Syarifuddin.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prestasi Belajar Prestasi belajar menjadi dependent variabel (Y) dalam penelitian ini.

2. Kecerdasan moral Variabel kecerdasan moral dalam penelitian ini sebagai independent variable (variabel terikat) yang terdiri dari 10 (sepuluh) dimensi, yaitu:

X 1 = Bertindak konsisten sesuai prinsip ( acting consistently with principles )

X 2 = Berkata jujur ( telling the truth )

X 3 = Memihak yang benar ( standing up for what is right )

X 4 = Menepati janji ( keeping promises )

X 5 = Bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi ( taking responsibility for personal choices )

X 6 = Mengakui kesalahan dan kekurangan ( admitting mistakes and failures )

X 7 = Responsif dalam membantu orang lain ( embracing responsibility for serving others )

X 8 = Peduli terhadap orang lain ( actively caring about others )

X 9 = Mampu mengakui kesalahan pribadi ( ability to let go of one’s own mistakes )

X 10 = Mampu memaafkan kesalahan orang lain ( ability to let go of others’ mistakes )

3. Religiusitas Variabel religiusitas dalam penelitian ini sebagai independent variable (variabel bebas) yang terdiri dari 5 (lima) dimensi, yaitu:

X 11 = Pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience)

X 12 = Kebermaknaan hidup dengan beragama (religion-meaning)

X 13 = Melatih diri dalam beragama (private religious practice)

X 14 = Penggunaan agama sebagai coping (religious/spiritual coping)

X 15 = Dukungan penganut sesama agama (religious support)

4. Gaya Belajar Variabel gaya belajar dalam penelitian ini sebagai independent variable (variabel bebas) yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi, yaitu:

X 16 = Visual

X 17 = Auditori

X 18 = Kinestetik

3.3. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, peneliti menentukan definisi operasional dari variabel- variabel penelitian yang akan digunakan. Adapun penjelasan definisi operasional variabel adalah sebagai berikut:

1. Prestasi belajar mata pelajaran aqidah akhlak adalah suatu pencapaian yang diperoleh siswa MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin kelas X-XI masa pembelajaran 2015-2016, yang diukur dengan nilai raport atau nilai ujian akhir sekolah (UAS) pada mata pelajaran aqidah akhlak.

2. Kecerdasan moral adalah kapasitas mental atau kemampuan untuk memahami 2. Kecerdasan moral adalah kapasitas mental atau kemampuan untuk memahami

a. Bertindak konsisten sesuai prinsip ( acting consistently with principles) dalah semua perilaku siswa baik perkataan atau setiap sesuatu yang dikatakan pasti diimplementasikan berupa perilaku dengan dasar kesadaran dalam sebuah komitmen.

b. Berkata jujur (telling the truth) ialah perilaku siswa dalam mengungkapkan segala sesuatu sesuai dengan keadaannya berdasarkan kebenaran dan kesadaran diri (self-awareness) .

c. Memihak yang benar (standing up for what is right) adalah keadaan siswa yang memihak pada yang benar dan beresiko pada pengambilan suatu posisi berprinsip dikarenakan konsekuensi moral dari sudut pandang orang lain yang berbeda.

d. Menepati janji (keeping promises) adalah suatu tanda integritas siswa yang ditunjukkan untuk dipercaya atas apa yang telah dilakukannya maupun dikatakannya.

e. Bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices) adalah kesediaan siswa untuk menerima hasil yang menyangkut aneka pilihan yang disepakatinya atau suatu kemampuan radikal dikarenakan memerlukan tanggung jawab pribadi untuk semua hal yang lakukannya.

f. Mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), di f. Mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), di

g. Responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for serving others) ialah wujud siap siaga dalam tanggung jawab siswa pada

teman-temanya, guru maupun lingkungannya.

h. Peduli terhadap orang lain (actively caring about others) ialah sikap peduli terhadap orang lain merupakan perwujudan siswa yang memiliki kecenderungan yang sensitif, membaca isyarat nonverbal orang lain dengan tepatdan bereaksi dengan tepat, menunjukkan pengertian atas perasaan orang lain, berperilaku menunjukkan kepedulian ketika seseorang diperlakukan tidak adil, menunjukkan kemampuan untuk memahami sudut pandang orang lain, mampu mengidentifikasi secara verbal perasaan orang lain.

i. Mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to let go of one’s own mistakes) adalah kemapuan dalam menerima tanggung jawab yang tidak berjalan sesuai apa yang diinginkan dikarenakan suatu kesalahan yang disengaja, mampu mengutarakan maaf di hadapan yang bersangkutan dengan kata maaf atas apa yang dilakukan.

j. Mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to let go of others’ mistakes) adalah kemapuan dalam menerima pertanggung jawaban dari orang lain yang tidak berjalan sesuai apa yang diinginkan dikarenakan suatu kesalahan yang disengaja. Dengan berupa penerimaan atas segala

3. Religiusitas adalah keyakinan, penghayatan, pengalaman, pengetahuan, dan peribadatan penganut agama terhadap agamanya yang diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari sebagai pengakuan akan adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Adapun skala religiusitas dalam penelitian ini diadaptasi dari skala Fetzer (1999) dengan 5 dimensi sebagai berikut:

a. Daily spiritual experiences merupakan dimensi yang memandang dampak agama dan spritual dalam kehidupan sehari-hari siswa baik di rumah maupun di sekolah.

b. Adapun meaning adalah yang berkaitan dengan religiusitas atau disebut religion-meaning yaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidup siswa.

c. Private religious practices merupakan perilaku dalam beragama melalui kegiatan atau praktek agama meliputi: ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan keagamaan siswa.

d. Religious/spiritual coping adalah bentuk pnyerahan diri siswa atas setiap harapan dalam kehidupan sehari-harinya seperti: berdoa, beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya.

e. Konsep religous support adalah aspek hubungan sosial siswa dengan guru agama atau seorang yang memiliki pemahaman agama yang lebih tinggi. Dalam Islam hal semacam ini sering disebut al-Ukhuwah al-Islamiyah .

4. Gaya belajar adalah suatu kombinasi dari cara individu dalam mengunakan kemampuan kognitif untuk menangkap stimulus atau informasi dengan 4. Gaya belajar adalah suatu kombinasi dari cara individu dalam mengunakan kemampuan kognitif untuk menangkap stimulus atau informasi dengan

a. Gaya belajar visual adalah gaya belajar siswa dengan cara melihat (kemampuan menyerap informasi melalui mata). Siswa dengan gaya belajar visual lebih suka membaca, mengamati, menonton video, pertunjukkan, peragaan, gambar atau diagram dan memperhatikan ilustrasi yang ditempelkan di papan tulis, mereka juga membuat catatan-catatan yang sangat baik.

b. Gaya belajar auditori adalah gaya belajar dengan cara mendengar sesuatu (kemampuan menyerap informasi melalui telinga). Siswa dengan gaya belajar auditori lebih dapat menguasai materi dengan suara baik berupa: kaset audio, ceramah kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Dalam gaya belajar ini siswa dibiarkan membaca dengan suara yang keras. Siswa auditori lebih suka mendengarkan materinya dan kadang-kadang kehilangan urutannya jika mereka mencoba mencatat materinya selama belajar berlangsung.

c. Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh (kemampuan menyerap informasi melalui rasa). Saiswa sangat melibatkan emosi dalam beraktivatas melalui praktek langsung. Pelajar kinestetik lebih baik dalam aktivitas bergerak dan interaksi kelompok.

3.4. Instrumen Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala dan kuesioner yang terdiri dari:

1. Isian biodata subjek penelitian, angket ini berisikan pertanyaan mengenai

biodata responden, seperti inisial, jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir.

2. Instrument yang akan digunakan untuk mengukur prestasi belajar akidah akhlak akan menggunakan data dari nilai raport ujian akhir semester (UAS) pada mata pelajaran akidah akhlak.

3. Kecerdasan moral didapatkan dari alat ukur yang disusun oleh peneliti dengan

mengadaptasi skala kecerdasan moral Doug Lennick and Fred Kiel (2011).

Tabel 3. 1. Blue Print Kecerdasan Moral No

Dimensi

Indikator

Item Total

Fav

Unfav

1 Acting consistently Bertindak sesuai prinsip 1,9

3 with principles,

yang belaku values and, beliefs Berpendirian teguh

sesuai nilai dan keyakinan

2 Telling the truth Berkata jujur

pendapat sesuai faktanya

3 Standing up for

Memihak yang benar

what is right Tidak memihak pada

kepentingan kelompok dan pribadi

4 Keeping promises Menepati janji

Merasa memiliki

tanggung jawab besar ketika berjanji

3 responsibility for

5 Taking

Bertanggung jawab

terhadap pilihan pribadi personal choices Siap menerima

punishment atas apa yang diperbuat

6 Admitting mistakes Mengakui kesalahan

and failures dan kekurangan Menerima kirik dan

saran dari orang lain

3 responsibility for

7 Embracing

Responsif dalam

membantu orang lain

serving others

Tidak banyak

perhitungan

8 Actively caring

Peduli terhadap orang

about others lain Merasa terpanggil

melihat orang lain yang membutuhkan pertolongan

No Dimensi

Indikator

Item Total Fav Unfav

9 Ability to let go of

3 one’s own mistakes

Mampu mengakui

kesalahan pribadi Selalu introspeksi diri

dalam bertindak

10 Ability to let go of

8 15 3 others’ mistakes

Mampu memaafkan

kesalahan orang lain

Menghargai orang lain 23

yang mengaku bersalah

Total

4. Skala religiusitas dalam penelitian yang akan digunakan adalah skala yang dikembangkan oleh Fetzer (1999). Skala ini diadaptasi yang awalnya berjumlah 12 dimensi menjadi 5 dimensi.

Tabel 3. 2. Blue Print Religiusitas No

Dimensi

Indikator

Item Total Fav Unfav

1 Daily Spiritual

Merasakan kehadiran

Experiences Tuhan Merasakan kenyamanan

kekuatan dan kasih Tuhan Takut melanggar

peraturan/berbuat dosa

2 Meaning Menjadikan Agama

sebagai tujuan hidup Menyebarkan ilmu dan

pemahaman Agama Melakukan perbuatan

dengan tujuan ibadah

3 Private Religious

4 20 6 Prectices

Melaksanakan ajaran

Agama Mempelajari kitab suci

Mengikuti kajian

4 Religious/Spiritual Menghubungkan

coping kehidupan dengan religiusitas melalui pemikiran yang positif

Menghubungkan

kehidupan religiusitas

dengan prasangka negatif

5 Religious Support Hubungan sosial individu

dengan individu yang lain Mendapat dukungan

emosional dari orang lain Memberi dukungan

emosional untuk orang lain

Total

5. Skala gaya belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dikembangkan oleh DePorter & Hernacki (1992).

Tabel 3. 3. Blue Print Gaya Belajar No

Dimensi

Indikator

Item Total

Rapi dan teratur dalam

menulis Teliti dan rinci dalam

membaca Lebih mudah mengingat

apa yang dilihat daripada apa yang didengar

2 Auditori

Mudah terganggu dengan

suara berisik ketika belajar Menggerakan bibir dan

mengucapkan ketika membaca Senang membaca dengan

suara keras

3 Kinestetik

Belajar dengan cara

praktek langsung Menghafalkan dengan

cara melakukan berulang-ulang Banyak menggunakan

bahasa tubuh (non verbal)

Total

Ketiga skala ini menggunakan skala model likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu:

Tabel 3. 4. Skor Item Skala Item Favorible Skor Item Unfavorible Skor

STS (Sangat Tidak Sesuai)

4 TS (Tidak Sesuai)

1 STS (Sangat Tidak Sesuai)

3 S (Sesuai)

2 TS (Tidak Sesuai)

2 SS (Sangat Sesuai)

3 S (Sesuai)

4 SS (Sangat Sesuai)

3.5. Pengujian Validitas Konstruk

Sebelum melakukan analisis data, peneliti terlebih dahulu melakukan pengujian Sebelum melakukan analisis data, peneliti terlebih dahulu melakukan pengujian

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.

2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga setiap subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes bersifat unidimensional .

3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.

Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbe daan antara matriks ∑ - matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi- square . Jika hasil chi-square tidak signifikan (p≥0,05), maka hipotesis nihil tersebut ”tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item maupun sub tes instrumen hanya mengukur satu faktor saja. Sedangkan, jika nilai chi square signifikan (p≤0,005), artinya bahwa item 4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi- square . Jika hasil chi-square tidak signifikan (p≥0,05), maka hipotesis nihil tersebut ”tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item maupun sub tes instrumen hanya mengukur satu faktor saja. Sedangkan, jika nilai chi square signifikan (p≤0,005), artinya bahwa item

5. Adapun dalam memodifikasi model pengukuran dilakukan dengan cara

membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran. Hal ini terjadi ketika suatu item mengukur selain faktor yang hendak diukur. Setelah beberapa kesalahan pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh model yang fit , maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya.

6. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t- test tidak signifikan (t≤1,96) maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di- drop dan sebaliknya.

7. Selain itu, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negatif, maka item tersebut juga harus di- drop . Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif ( favorable ).

8. Kemudian, apabila terdapat korelasi partial atau kesalahan pengukuran item

terlalu banyak berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya, maka item tersebut aka di- drop . Sebab, item yang demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain (multidimensi). Adapun asumsi di- drop atau tidaknya item adalah jika terdapat lebih dari tiga korelasi partial atau kesalahan pengukuran yang berkorelasi dengan item lainnya.

9. Terakhir, setelah dilakukan langkah-langkah seperti yang telah disebutkan di atas. Serta mendapatkan item dengan muatan faktor signifikan (t≥1,96) dan positif. Maka, selanjutnya item- item yang signifikan (t≥1,96) dan positif tersebut akan diolah untuk nantinya didapatkan faktor skornya.

3.5.1 Uji Validitas Konstruk berdasarkan Dimensi Acting Consistently with Principles dari Variabel Kecerdasan Moral

Peneliti menguji apakah 3 item yang ada bersifat unidimensional artinya item-item tersebut benar-benar hanya mengukur acting consistently with principles. Dalam perhitungan data CFA diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df =0, P- value =1.00000, RMSEA = 0.00. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu acting consistently with principles . Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi acting consistently with principles dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.1 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi acting

consistently with principles tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi acting consistently with principles dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.5 Muatan faktor item dimensi acting consistently with principles

Item Koefisien

Standar Error

Nilai T-value

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.5 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif sehingga tidak perlu ada item yang di drop . Serta membuktikan bahwa keseluruhan item bersifat ( unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.2 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Telling the Truth dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi telling the truth diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df =0, P- value =1.00000, RMSEA = 0.00. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu telling the truth . Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi telling the truth dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.2 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi Telling the Truth tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi telling the truth dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.6 Muatan faktor item dimensi Telling the Truth

Item Koefisien

Standar Error

Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.6 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif sehingga tidak perlu ada item yang di drop . Serta membuktikan bahwa keseluruhan item bersifat ( unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.3 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Standing up for what is Right dari variabel Kecerdasan Moral

Peneliti menguji apakah 3 item yang ada bersifat unidimensional , artinya item- item tersebut benar-benar hanya mengukur standing up for what is right. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor diperoleh skor awal perhitungan Chi- Square = 0.00, df = 0, P- value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu standing up for what is right . Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi standing up for what is right dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.3 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi standing up for what is right tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi standing up for what is right dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.7 Muatan faktor item dimensi standing up for what is right

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

V Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.7 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif sehingga tidak perlu ada item yang di drop . Serta membuktikan bahwa keseluruhan item bersifat ( unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.4 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Keeping Promises dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keeping promises diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P- value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu keeping promises . Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi keeping promises dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.4 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi Keeping Promises tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keeping promises dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.8 Muatan faktor item dimensi Keeping Promises

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.8 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif sehingga tidak perlu ada item yang di drop . Serta membuktikan bahwa keseluruhan item bersifat ( unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.5 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Taking Responsibility For Personal Choices dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi taking responsibility for personal choices diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P- value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu taking responsibility for personal choices . Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi taking responsibility for personal choices dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.5 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi taking responsibility for personal choices tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi taking responsibility for personal choices dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.9 Muatan faktor item dimensi taking responsibility for personal choices

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

V Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.9 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif sehingga tidak perlu ada item yang di drop . Serta membuktikan bahwa keseluruhan item bersifat ( unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.6 Uji validitas konstruk berdasarkan dimensi admitting mistakes and failures dari variabel kecerdasan moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi admitting mistakes and failures diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P- value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu admitting mistakes and failures . Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi admitting mistakes and failures dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.6 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi admitting mistakes and failures tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi admitting mistakes and failures dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan

Tabel 3.10 Muatan faktor item dimensi admitting mistakes and failures

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.10 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif sehingga tidak perlu ada item yang di drop . Serta membuktikan bahwa keseluruhan item bersifat ( unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.7 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Embracing Responsibility For Serving Others dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi embracing responsibility for serving others diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P- value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu embracing responsibility for serving others . Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi embracing responsibility for serving others dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.5 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi

embracing responsibility for serving others tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi embracing responsibility for serving others dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.11 Muatan faktor item dimensi embracing responsibility for serving others

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.11 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif sehingga tidak perlu ada item yang di drop . Serta membuktikan bahwa keseluruhan item bersifat ( unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.8 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Actively Caring About Others dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi actively caring about others diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P- value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu actively caring about others . Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi actively caring about others dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.6 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi actively caring about others tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi actively caring about others dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif

Tabel 3.12 Muatan faktor item dimensi actively caring about others

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.12 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif sehingga tidak perlu ada item yang di drop . Serta membuktikan bahwa keseluruhan item bersifat ( unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.9 Uji validitas konstruk berdasarkan dimensi Ability to let go of One’s own Mistakes dari variabel Kecerdasan Moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi ability to let go of one’s own mistakes diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P- value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu ability to

let go of one’s own mistakes. Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun

hasil path pengujian CFA dimensi ability to let go o f one’s own mistakes dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.7 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi Ability to let go of one’s own Mistakes tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi ability to let go of one’s own mistakes dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.13

Muatan faktor item dimensi ability to let go of one’s own mistakes

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.13 diketahui bahwa seluruh item visual yang telah diuji validitasnya nilai t-value yang signifikan, akan tetapi ada satu item dengan nomor 22 yang tidak signifikan karena memiliki nilai T- value <1,96 sehingga item tersebut perlu di drop .

3.5.10 Uji validitas konstruk berdasarkan dimensi Ability to let go of Others’ Mistakes dari variabel kecerdasan moral

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi Ability to let go of Others’ Mistakes diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 0.00, df = 0, P- value = 1. 00000, RMESA = 0.000. Perolehan P- value = 1.00000 (P > 0,05 tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit . Hal ini menunjukan bahwa model dengan satu faktor ( unidimensional ) dapat diterima satu faktor saja, yaitu Ability to let go of Others’ Mistakes. Seperti yang ditunjukan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi Ability to let go of Others’ Mistakes dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.8 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi Ability to let go of one’s own Mistakes tanpa item drop modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi Ability to let go of Others’ Mistakes dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam

Tabel 3.14

Muatan faktor item dimensi Ability to let go of others’ Mistakes

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.14 diketahui bahwa tidak terdapat item yang tidak signifikan (t<1.96), dan keseluruhan item tidak ada yang memiliki muatan negatif sehingga tidak perlu ada item yang di drop . Serta membuktikan bahwa keseluruhan item bersifat ( unidimensional) mengukur satu faktor saja.

3.5.11 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Daily Spiritual Experience dari variabel Religiusitas

Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional , artinya item- item tersebut benar-benar hanya mengukur daily spiritual experience . Dalam perhitungan data CFA model satu faktor diperoleh skor awal perhitungan Chi- Square = 86.78, df = 9, P- value = 0.00000, RMSEA = 0.208. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit , oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square = 6.92, df = 6, P-value = 0.32811, RMSEA = 0.028 yang artinya model ini sudah fit . Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi daily spiritual experience ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu daily spiritual experience . Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.9 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi daily spiritual experience modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi daily spiritual experience dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.15 Muatan faktor item dimensi daily spiritual experience

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.15 diketahui bahwa seluruh item daily spiritual Berdasarkan table 3.15 diketahui bahwa seluruh item daily spiritual

3.5.12 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Religion-Meaning dari variabel Religiusitas

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi religion-meaning diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 46.53, df = 9, P- value = 0.00000, RMSEA = 0.145. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit , oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square = 11.55, df = 7, P- value = 0.11636, RMSEA = 0.057 yang artinya model ini sudah fit . Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi religion-meaning ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu religion-meaning . Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.10 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi religion-meaning modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi religion-meaning dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.16 Muatan faktor item dimensi religion-meaning

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.8 diketahui bahwa seluruh item religion-meaning yang Berdasarkan table 3.8 diketahui bahwa seluruh item religion-meaning yang

3.5.13 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Private Religious Practice

dari variabel Religiusitas

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi private religious practice diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 58.87, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.167. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit , oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =

12.14, df = 7, P-value = 0.09618, RMSEA = 0.061 yang artinya model ini sudah fit . Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi private religious practice ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu private religious practice . Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.11 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi private religious practice modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi religion-meaning dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.17 Muatan faktor item dimensi private religious practice

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.17 diketahui bahwa seluruh item religion-meaning yang telah diuji validitasnya kembali memiliki nilai t- value yang signifikan sehingga tidak ada item yang perlu di drop . Selain itu diketahui bahwa dari 6 item yang diujikan, hanya terdapat 4 item yaitu item nomor 11, 17, 19 dan 20 yang bersifat unidimesional sementara item lainnya dinyatakan tidak hanya mengukur salah satu aspek religion-meaning saja tetapi dapat mengukur aspek lain pada religion- meaning .

3.5.14 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Religious/Spiritual Coping dari variabel Religiusitas

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi religious/spiritual coping diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 59.07, df = 9, P- value = 0.00000, RMSEA = 0.167. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit , oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =9.28,

df = 5, P-value = 0.09855, RMSEA = 0.066 yang artinya model ini sudah fit . Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi religious/spiritual coping ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu religious/spiritual coping . Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.12 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi religious/spiritual coping modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi religious/spiritual coping dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.18 Muatan faktor item dimensi religious/spiritual coping

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.18 diketahui bahwa seluruh item religious/spiritual coping yang telah diuji validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali memiliki nilai t-value yang signifikan, akan tetapi ada dua item dengan nomor 24 dan 25 yang tidak signifikan karena memiliki nilai T- value <1,96 sehingga item tersebut perlu di drop .

3.5.15 Uji validitas konstruk berdasarkan dimensi religious support dari variabel religiusitas

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi religious support diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 85.27, df = 9, P- value = 0.00000, RMSEA = 0.206. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit , oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =5.76, df = 5, P- value = 0.33074, RMSEA = 0.028 yang artinya model ini sudah fit . Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi religious support ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu religious support . Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.13 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi religious support modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi religious support dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.19 Muatan faktor item dimensi religious support

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.19 diketahui bahwa seluruh item religious support yang telah diuji validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali memiliki nilai t- value yang signifikan, akan tetapi ada satu item dengan nomor 28 yang tidak signifikan karena memiliki nilai T- value <1,96 sehingga item tersebut perlu di drop .

3.5.16 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Visual dari variabel Gaya Belajar

Peneliti menguji apakah 9 item yang ada bersifat unidimensional , artinya item- item tersebut benar-benar hanya mengukur visual. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 129.07, df = 27, P- value = 0.00000, RMSEA = 0.138. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit , oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =30.30,

df = 23, P-value = 0.14112, RMSEA = 0.040 yang artinya model ini sudah fit . Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi visual ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu visual. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.14 Path diagram Confirmatory Factor Analysis dimensi Visual modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi visual dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.20

Muatan faktor item dimensi Visual

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Berdasarkan table 3.20 diketahui bahwa seluruh item visual yang telah diuji validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali memiliki nilai t- value yang signifikan, akan tetapi ada satu item dengan nomor 4 yang tidak signifikan karena memiliki nilai T- value <1,96 sehingga item tersebut perlu di drop .

3.5.17 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Auditori dari variabel Gaya Belajar

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi auditori diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 168.59, df = 27, P- value = 0.00000, RMSEA = 0.162. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit , oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =25.61, df = 19, P-value = 0.14141, RMSEA = 0.042 yang artinya model ini sudah fit . Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi visual ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu visual. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.15 Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi Auditori modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi visual dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.21

Muatan faktor item dimensi Auditori

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.21 diketahui bahwa seluruh item visual yang telah diuji validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali memiliki nilai T -value yang signifikan, akan tetapi ada dua item dengan nomor 11 dan 20 yang tidak signifikan karena memiliki nilai T- value <1,96 sehingga item tersebut perlu di drop .

3.5.18 Uji Validitas Konstruk berdasarkan dimensi Kinestetik dari variabel Gaya Belajar

Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi kinestetik diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 265.75, df = 27, P- value = 0.00000, RMSEA = 0.211. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00000 < 0.05 sehingga dikatakan model ini belum fit , oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan modifikasi diperoleh hasil nilai Chi-Square =25.61, df = 19, P-value = 0.14141, RMSEA = 0.042 yang artinya model ini sudah fit . Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi visual ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu kinestetik. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.16. Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi Kinestetik modifikasi

Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi visual dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T- value dan muatan positif atau negatif dari data table muatan faktor di bawah ini:

Tabel 3.22

Muatan faktor item dimensi Kinestetik

Item Koefisien Standar Error Nilai T-value Signifikan

V Keterangan: tanda V = signifikan (t>1.96); X = tidak signifikan (t<1.96)

Berdasarkan table 3.22 diketahui bahwa seluruh item visual yang telah diuji validitasnya dengan melakukan modifikasi, kembali memiliki nilai t-value yang signifikan sehingga tidak ada item yang perlu di drop .

3.6. Metode Analisis Data

Adapun untuk menguji hipotesis nihil penelitian mengenai hubungan dan pengaruh dari predictor variable yang digunakan dalam penelitian ini terhadap outcome variable -nya, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Di mana persamaan regresinya adalah:

Y=a+ b 1 X 1 +b 2 X 2 +b 3 X 3 +b 4 X 4 +b 5 X 5 +b 6 X 6 +b 7 X 7 +b 8 X 8 +b 9 X 9 +b 10 X 10

+b 11 X 11 +b 12 X 12 +b 13 X 13 +b 14 X 14 +b 15 X 15 +b 16 X 16 +b 17 X 17 + b 18 X 18 +e Dengan penjelasan sebagai berikut: Y

= Prestasi Belajar

a = konstan intersepsi

b = koefisien regresi

e = standar error atau residual

X 2 = Kecerdasan moral: Berkata jujur

X 3 = Kecerdasan moral: Memihak yang benar

X 4 = Kecerdasan moral: Menepati janji

X 5 = Kecerdasan moral: Bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi

X 6 = Kecerdasan moral: Mengakui kesalahan dan kekurangan

X 7 = Kecerdasan moral: Responsif dalam membantu orang lain

X 8 = Kecerdasan moral: Peduli terhadap orang lain

X 9 = Kecerdasan moral: Mampu mengakui kesalahan pribadi

X 10 = Kecerdasan moral: Mampu memaafkan kesalahan orang lain

X 11 = Religiusitas: Pengalaman beragama sehari-hari

X 12 = Religiusitas: Kebermaknaan hidup dengan beragama

X 13 = Religiusitas: Melatih diri dalam beragama

X 14 = Religiusitas: Penggunaan agama sebagai coping

X 15 = Religiusitas: Dukungan penganut sesama agama

X 16 = Gaya belajar: Visual

X 17 = Gaya belajar: Auditori

X 18 = Gaya belajar: Kinestetik Melalui analisis tersebut diperoleh nilai R , yang merupakan korelasi antara predictor variable dengan outcome variable . Kemudian besarnya kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi yang ditunjukkan oleh

2 koefisien determinasi berganda atau 2 R . Fungsi R ini digunakan untuk melihat proporsi varians dari prestasi belajar yang dipengaruhi predictor variable yang

ada. Untuk itu mendapatkan nilai 2 R digunakan rumus sebagai berikut:

R 2 = SSreg SSy

Uji 2 R diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari independen variabel satu per satu signifikan atau tidak penambahannya.

Berikutnya, untuk membuktikan apakah regresi Y dan X signifikan atau tidak, maka dapat diuji dengan menggunakan uji F. Untuk membuktikan hal tersebut digunakanlah rumus sebagai berikut:

F 2 = R /k (1 - 2 R )/( N – k – 1)

Adapun pembilang disini adalah 2 R itu sendiri dengan df-nya (dilambangkan k), yaitu sejumlah independent variable yang dianalisis,

sedangkan penyebutnya ( 1 2 –R ) dibagi dengan df-nya N – k – 1 dimana N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah

predictor variable yang diujikan tersebut memiliki pengaruh terhadap outcome variable -nya.

Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan predictor variable signifikan terhadap outcome variable -nya, maka peneliti melakukan uji t. Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana b adalah koefisien regresi dan s b adalah standar deviasi sampling dari koefisien b. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya. Adapun seluruh perhitungan penelitian ini

3.7. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Perumusan masalah penelitian, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti. Kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori secara lengkap kemudian menyiapkan, membuat, dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu prestasi belajar, kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar yang diadaptasi dari pengukuran yang sudah ada, serta dianalisis dengan skala likert yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori yang didapat.

2. Meminta expert judgement yaitu dosen pembimbing, yang dianggap ahli untuk menilai apakah pengklasifikasian item yang dilakukan sudah benar dan tepat berdasarkan teori yang telah dipaparkan.

3. Menyesuaikan hasil expert judgement dengan pengklasifikasian yang telah dibuat, sehingga didapat pengklasifikasian item yang tepat dan sesuai dengan dasar teori yang telah dikemukakan.

4. Menentukan sampel penelitian yaitu siswa MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo dan MA Syarifuddin Wonorejo Lumajang, Jawa Timur, dengan teknik pengambilan sampel yang bersifat non probability sampling .

5. Melaksanakan pengambilan data dengan cara menyebarkan angket kepada para responden.

6. Setelah melakukan penyebaran data atau angket, peneliti melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden, menghitung dan mencatat 6. Setelah melakukan penyebaran data atau angket, peneliti melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden, menghitung dan mencatat

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pada Bab ini peneliti membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan meliputi empat bagian yaitu deskripsi subjek penelitian, deskripsi data penelitian, kategorisasi variabel penelitian dan uji hipotesis penelitian.

4.1 Deskripsi Umum Subyek Penelitian

Total responden pada penelitian ini sebanyak 200 orang siswa MA Nurul Jadid Probolinggo Jawa Timur dan MA Syarifuddin Lumajang Jawa Timur dengan latar belakang santri yang sekolah formal di MA (Madrasah Aliyah). Adapun klasifikasi populasi siswa MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin dijenjang kelas X-XI masa pembelajaran 2015-2016. Dari data tersebut diperoleh deskripsi umum subjek penelitian seperti jenis kelamin dan usia.

Tabel 4.1 Deskripsi Umum Subjek berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin

Dari table 4.1 di atas, subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh laki-laki sebanyak 154 orang atau 77% sedangkan perempuan sebanyak 46 orang atau 23%.

Adapun responden yang menjadi sempel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-XI di MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin dengan rentang usia 13-19 tahun. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel 4.2 Deskripsi Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

No Usia

Dari tabel 4.2 di atas, subjek penelitian berdasarkan usia dapat diketahui bahwa siswa MA Nurul Jadid maupun MA Syarifuddin yang berumur 13 tahun sebanyak 1 orang atau 0,5%, 14 tahun sebanyak 6 orang atau 3%, 15 tahun sebanyak 53 orang atau 26,5%, 16 tahun sebanyak 70 orang atau 35%, 17 tahun sebanyak 46 orang atau 23%, 18 tahun sebanyak 21 orang atau 10,5% dan 19 tahun sebanyak 3 orang atau 1,5%.

Adapun deskripsi umum subyek penelitian berdasarkan data sekolah dapat dilihat pada tabel di bawah ini;

Tabel 4.3 Deskripsi Umum Subyek Penelitian Berdasarkan Asal Sekolah

No Nama Sekolah

Frekuensi

Persentase

1 MA Nurul Jadid Probolinggo

2 MA Syarifuddin Lumajang

4.2 Deskripsi Masing-Masing Variabel Penelitian

Data kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar diperoleh melalui angket yang disebarkan secara langsung kepada 200 siswa SMA kelas X dan XI Tahun Pelajaran 2015-2016 di MA Syarifuddin dan MA Nurul Jadid dengan menggunakan angket berupa hard copy sehingga dapat digambarkan hasil Data kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar diperoleh melalui angket yang disebarkan secara langsung kepada 200 siswa SMA kelas X dan XI Tahun Pelajaran 2015-2016 di MA Syarifuddin dan MA Nurul Jadid dengan menggunakan angket berupa hard copy sehingga dapat digambarkan hasil

Tabel 4.4 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian

Variabel

Mean Std. Deviation Prestasi_belajar

Minimum Maximum

24.82 72.11 50.0000 9.07940 Valid N

Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui bahwa nilai minimum dari variabel Prestasi Belajar adalah 41.00 dengan nilai maksimum= 95.00, mean=79.4850, dan sd= 6.48227. Kemudian skor terendah dari Acting adalah 24.25 dengan nilai maksimum= 66.47, mean= 50.0000, dan sd= 8.33540. Nilai minimum Telling adalah 27.22 dengan nilai maksimum= 63.93, mean= 50.0000, dan sd= 8.10153. Nilai minimum Standing adalah 26.51 dengan nilai maksimum= 66.59, mean= Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui bahwa nilai minimum dari variabel Prestasi Belajar adalah 41.00 dengan nilai maksimum= 95.00, mean=79.4850, dan sd= 6.48227. Kemudian skor terendah dari Acting adalah 24.25 dengan nilai maksimum= 66.47, mean= 50.0000, dan sd= 8.33540. Nilai minimum Telling adalah 27.22 dengan nilai maksimum= 63.93, mean= 50.0000, dan sd= 8.10153. Nilai minimum Standing adalah 26.51 dengan nilai maksimum= 66.59, mean=

65.09, mean= 50.0000, dan sd= 8.57771. Kemudian skor terendah dari Abilityone adalah 14.52 dengan nilai maksimum= 66.71, mean= 50.0000, dan sd= 9.99500. Kemudian skor terendah dari Abilityother adalah 14.35 dengan nilai maksimum=

66.91, mean= 50.0000, dan sd= 9.99500. Nilai minimum Daily adalah 25.31dengan nilai maksimum= 63.61, mean= 50.0000, dan sd= 8.53321. Kemudian skor terendah dari Meaning adalah 29.48 dengan nilai maksimum=

67.79, mean= 50.0000, dan sd= 8.52454. Nilai minimum Practice adalah 26.70 dengan nilai maksimum= 65.40, mean= 50.0000, dan sd= 8.47076. Kemudian skor terendah dari Coping adalah 19.21 dengan nilai maksimum= 63.36, mean= 50.0000, dan sd= 8.47076. Nilai minimum Support adalah 28.52 dengan nilai maksimum= 68.98, mean= 50.0000, dan sd= 8.67038. Kemudian skor terendah dari Visual adalah 20.86 dengan nilai maksimum= 73.74, mean= 50.0000, dan sd= 8.54172. Nilai minimum Auditori adalah 28.25 dengan nilai maksimum= 75.45, mean= 50.0000, dan sd= 9.18610. Kemudian skor terendah dari Kinestetik adalah

24.82 dengan nilai maksimum= 72.11, mean= 50.0000, dan sd= 9.07940.

4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu dalam kelompok- kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu continum berdasarkan atribut yang diukur. Dalam penelitian ini, kategorisasi dibagi kedalam dua interpretasi yaitu tinggi dan rendah, tanpa menggunakan kategori sedang. Hal ini dilakukan untuk menghindari kelompok subyek yang berada dalam kategori sedang menjadi bias, antara rentang tinggi dan rendah, sehingga mayoritas subyek penelitian cenderung akan berada dalam kategori sedang.

Tabel 4.5 Pedoman Interpretasi Skor

Kategori Rumus

Tinggi X>M+1SD Rendah

X<M-1SD

Setelah kategori ditentukan, maka akan diperoleh nilai persentasi kategori untuk pretasi belajar Aqidah Akhlak, Kecerdasan Moral, Religiusitas dan Gaya Belajar siswa MA Nurul Jadid dan MA Syarifuddin.

Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Variabel

Frekuensi

Rendah Tinggi Prestasi_Belajar

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa 34,0% atau sebanyak 68 siswa memiliki prestasi belajar aqidah akhlak yang rendah sedangkan 66.0% atau 132 siswa lainnya memiliki prestasi belajar aqidah akhlak yang tinggi. Sebanyak 69.0% atau 138 siswa memiliki acting yang rendah dan 31.0% atau 62 siswa memiliki acting yang tinggi. Sebanyak 66.5% atau 133 siswa memiliki telling yang rendah dan 33.5% atau 67 siswa memiliki telling yang tinggi. Sebanyak 46.0% atau 92 siswa memiliki standing yang rendah dan 54.0% atau 108 siswa memiliki standing yang tinggi. Sebanyak 64.0% atau 128 siswa memiliki keeping

yang rendah dan 36,0% atau 72 siswa memiliki keeping yang tinggi. Sebanyak 49.0% atau 98 siswa memiliki taking yang rendah dan 51.0% atau 102 siswa

68.5% atau 137 siswa memiliki embarcing yang rendah dan 31.5% atau 63 siswa memiliki embarcing yang tinggi. Sebanyak 74.0% atau 148 siswa memiliki actively yang rendah dan 26.0% atau 52 siswa memiliki actively yang tinggi. Sebanyak 74.0% atau 148 siswa memiliki abilityone yang rendah dan 17.0% atau

34 siswa memiliki abilityone yang tinggi. Sebanyak 74.0% atau 167 siswa memiliki abilityother yang rendah dan 16.5% atau 33 siswa memiliki abilityothe yang tinggi. Sebanyak 49.0% atau 98 siswa memiliki daily yang rendah dan 51.0% atau 102 siswa memiliki daily yang tinggi. Sebanyak 53.0% atau 106 siswa memiliki meaning yang rendah dan 47.0% atau 94 siswa memiliki meaning yang tinggi. Sebanyak 49.0% atau 98 siswa memiliki practic yang rendah dan 51.0% atau 102 siswa memiliki practic yang tinggi. Sebanyak 52.0% atau 104 siswa memiliki coping yang rendah dan 52.0% atau 96 siswa memiliki coping yang tinggi. Sebanyak 39.0% atau 78 siswa memiliki support yang rendah dan 61.0% atau 122 siswa memiliki support yang tinggi. Sebanyak 41.5% atau 83 siswa

memiliki Visual yang rendah dan 58.5% atau 117 siswa memiliki Visual yang tinggi. Sebanyak 54.5% atau 109 siswa memiliki auditori yang rendah dan 45.5% atau 91 siswa memiliki auditori yang tinggi. Sebanyak 48.5% atau 97siswa memiliki kinestetik yang rendah dan 51.5% atau 103 siswa memiliki kinestetik yang tinggi.

4.3 Uji Hipotesis Penelitian

Tahap selanjutnya, peneliti melakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing IV terhadap DV. Analisis dilakukan dengan teknik multiple regression . Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true skor yang diperoleh dari hasil analisis faktor. Hal ini dilakukan untuk menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran. Pada tahapan ini peneliti peneliti menguji hipotesisi dengan teknik analisis berganda dengan menggunakan software SPSS 17.0. Dalam regresi ada tiga hal yang dibuat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Kedua, apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV. kemudian, yang terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari

IV.

Tabel 4.10 Model Summary Analisis Regresi

Model R

Adjusted R

Std. Error of the Estimate

A. Predictors: (constant), Kinestetik, Auditori, Telling, Actively, Practice, Taking, Abilityone, Standing, Embracing, Visual, Admitting, Meaning, Coping, Support, Daily, Keeping, Acting, Abilityother

Berdasarkan data pada tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0,205 atau 20.5% . Artinya proporsi varians dari Prestasi Aqidah Akhlak dijelaskan kinestetik, auditori, telling, actively, practice, taking, abilityone, standing, embracing, visual, admitting, meaning, coping, support, daily, keeping, acting, abilityother sebesar 20.5%, sedangkan 79.5% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Langkah kedua, peneliti menganalisa dampak dari keseluruhan independent variabel terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak. Adapun hasil Uji F dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11 Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV

Df Square

F Sig.

1 a Regression 1711.096 18 95.061 2.587 .001 Residual

A. Predictors: (Constant), Kinestetik, Auditori, Telling, Actively, Practice, Taking, Abilityone, Standing, Embracing, Visual, Admitting, Meaning, Coping, Support, Daily, Keeping, Acting, Abilityother

B. Dependent Variable: Prestasi_Belajar Berdasarkan data pada tabel 4.10 diketahui bahwa (p<0.05) atau signifikan,

maka hipotesis nihil mayor yang dinyatakan tidak ditolak ada pengaruh yang signifikan pada kinestetik, auditori, telling, actively, practice, taking, abilityone, standing, embracing, visual, admitting, meaning, coping, support, daily, keeping, acting, abilityother terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari kinestetik, auditori, telling, actively, practice, taking, abilityone, standing, embracing, visual, admitting, meaning, coping, support, daily, keeping, acting, dan abilityother terhadap prestasi belajar aqidah akhlak.

Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi setiap independent variable . Jika nilai t>1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa independent variable tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak. Adapun penyajiannya ditampilkan pada

Tabel 4.12 Koefisien Regresi

T Sig.

Coefficients

Coefficients

B Std.

a. Dependent Variable: Prestasi_Belajar PB=64.449 -125 acting -371 telling -026 standing +487 keeping +327 taking +020 admitting +014 embracing +076 actively +265 abilityone -146 abilityother +122 daily -003 meaning -043 practice -005 coping -132 support -094 visual -070 auditori +005 kinestetik

Adapun untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, cukup melihat nilai signifikan, jika p<0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak dan sebaliknya. Dari hasil di atas koefisien regresi dikatakan bahwa terdapat 3 variabel yang signifikan terhadap prestasi belajar.

Hal ini berarti bahwa dari lima belas independent variabel terdapat beberapa variabel yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-masing IV adalah sebagai berikut:

1. Variabel acting pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -125 dengan nilai p- value sebesar 0.569 (p>0.05) yang berarti bahwa acting pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

2. Variabel telling pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -371 dengan nilai p- value sebesar 0.036 (p<0.05) yang berarti bahwa telling pada kecerdasan moral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak dengan arah negatif, maka semakin tinggi telling pada kecerdasan moral semakin rendah prestasi belajar aqidah akhlaknya.

3. Variabel standing pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -026 dengan nilai p- value sebesar 0.708 (p>0.05) yang berarti bahwa standing pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

4. Variabel keeping pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +487 dengan nilai p- value sebesar 0.033 (p<0.05) yang berarti bahwa keeping pada kecerdasan moral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak dengan arah positif maka semakin tinggi keeping pada kecerdasan moral semakin tinggi pula prestasi belajar aqidah akhlaknya.

5. Variabel taking pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +327 dengan nilai p- value sebesar 0.000 (p<0.05) yang berarti bahwa taking pada kecerdasan moral memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak dengan arah positif maka semakin tinggi taking pada kecerdasan moral semakin tinggi pula prestasi belajar aqidah akhlaknya.

6. Variabel admitting pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +020 dengan nilai p- value sebesar 0.796 (p>0.05) yang berarti bahwa admitting pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

7. Variabel embracing pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +014 dengan nilai p- value sebesar 0.838 (p>0.05) yang berarti bahwa embracing pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

8. Variabel actively pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +076 dengan nilai p- value sebesar 0.242 (p>0.05) yang berarti bahwa actively pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

9. Variabel abilityone pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +265 dengan nilai p- value sebesar 0.242 (p>0.05) yang berarti bahwa abilityone pada kecerdasan moral tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

10. Variabel abilityother pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi 10. Variabel abilityother pada kecerdasan moral: diperoleh nilai koefisien regresi

11. Variabel daily pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +122 dengan nilai p- value sebesar 0.137 (p>0.05) yang berarti bahwa daily pada religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

12. Variabel meaning pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 003 dengan nilai p- value sebesar 0.968 (p>0.05) yang berarti bahwa meaning pada religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

13. Variabel practice pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 043 dengan nilai p- value sebesar 0.554 (p>0.05) yang berarti bahwa practice pada religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

14. Variabel coping pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 005 dengan nilai p- value sebesar 0.952 (p>0.05) yang berarti bahwa coping pada religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

15. Variabel support pada religiusitas: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 132 dengan nilai p- value sebesar 0.106 (p>0.05) yang berarti bahwa support pada religiusitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

16. Variabel visual pada gaya belajar: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 16. Variabel visual pada gaya belajar: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -

17. Variabel auditori pada gaya belajar: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 070 dengan nilai p- value sebesar 0.200 (p>0.05) yang berarti bahwa auditori pada gaya belajar tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

18. Variabel kinestetik pada gaya belajar: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar +005 dengan nilai p-value sebesar 0.941 (p>0.05) yang berarti bahwa kinestetik pada gaya belajar tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak.

4.3.1 Proporsi Varians

Pada bagian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varian dari: acting consistently with principles, telling the truth, standing up for what is right, keeping promises, taking responsibility for personal choices, admitting mistakes and failures, embracing responsibility for serving others,

actively caring about others, ability to let go of one’s own mistakes, ability to let go of others’ mistakes dalam kecerdasan moral dan daily spiritual experience, religion-meaning, private religious practice, religious/spiritual coping, religious support dalam religiusitas serta visual, auditori, kinestetik dalam gaya belajar terhadap prestasi belajar Aqidah Akhlak. Besarnya proporsi varian pada prestasi belajar Aqidah Akhlak dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.13

Proporsi Varians untuk Masing-Masing Independent Variable

Model Summary

Mod RR

Change Statistics el

Adjusted R

Std. Error of the

R Square

F Change df df2 Sig. F

1 Change 1 .002 a .000

.005 1 181 .941 a. Predictors: (Constant), Acting

b. Predictors: (Constant), Acting, Telling c. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing

d. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping e. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping, Taking

f. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping, Taking, Admitting g. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping, Taking, Admitting, Embracing h. Predictors: (Constant), Acting, Telling, Standing, Keeping, Taking, Admitting, Embracing,

Actively i. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting, Keeping, Abilityone j. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting, Keeping, Abilityone, Abilityother

k. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting, Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily l. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting, Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily, Meaning

m. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting, Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily, Meaning, Practice n. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting, Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily, Meaning, Practice, Coping o. Predictors: (Constant), Actively, Telling, Taking, Standing, Embracing, Admitting, Acting, Keeping, Abilityone, Abilityother, Daily, Meaning, Practice, Coping, Support p. Predictors: (Constant), Support, Abilityone, Actively, Practice, Taking, Telling, Embracing,

Meaning, Standing, Admitting, Daily, Coping, Keeping, Acting, Abilityother, Visual

q. Predictors: (Constant), Support, Abilityone, Actively, Practice, Taking, Telling, Embracing,

Meaning, Standing, Admitting, Daily, Coping, Keeping, Acting, Abilityother, Visual, Auditori

r. Predictors: (Constant), Support, Abilityone, Actively, Practice, Taking, Telling, Embracing, Meaning, Standing, Admitting, Daily, Coping, Keeping, Acting, Abilityother, Visual,

Keterangan:

1. X 1 = acting consistently with principles

2. X 2 = telling the truth

3. X 3 = standing up for what is right

4. X 4 = keeping promises

5. X 5 = taking responsibility for personal choices

6. X 6 = admitting mistakes and failures

7. X 7 = embracing responsibility for serving others

8. X 8 = actively caring about others

9. X 9 = ability to let go of one’s own mistakes

10. X 10 = ability to let go of others’ mistakes

11. X 11 = daily spiritual experience

12. X 12 = religion-meaning

13. X 13 = private religious practice

14. X 14 = religious/spiritual coping

15. X 15 = religious support

16. X 16 = Visual

17. X 17 = Auditori

18. X 18 = Kinestetik

Kolom keenam merupakan nilai murni DV dari setiap IV yang dimasukan secara satu per satu, kolom ketujuh adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai IV pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan nilai kolom F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar dari pada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan begitupun sebaliknya.

Berdasarkan pada tabel 4.12 diperoleh informasi sebagai berikut:

1. Variabel Acting tidak memberikan sumbangan terhadap varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

2. Variabel Telling memberikan sumbangan sebesar 0,008 atau 0,8% dalam

3. Variabel Standing memberikan sumbangan sebesar 0,007 atau 0,7% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

4. Variabel Keeping memberikan sumbangan sebesar 0,024 atau 2,4% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

5. Variabel Taking memberikan sumbangan sebesar 0,091 atau 9,1% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

6. Variabel Admitting memberikan sumbangan sebesar 0,002 atau 0,2% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

7. Variabel Embracing memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 0,1% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

8. Variabel Actively memberikan sumbangan sebesar 0,009 atau 0,9% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

9. Variabel Abilityone memberikan sumbangan sebesar 0,015 atau 1,5% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

10. Variabel Abilityother memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 0,1% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

11. Variabel Daily memberikan sumbangan sebesar 0,006 atau 0,6% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

12. Variabel Meaning memberikan sumbangan sebesar 0,004 atau 0,4% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

13. Variabel Practice memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 0,1% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

14. Variabel Coping memberikan sumbangan sebesar 0,001 atau 0,1% dalam

15. Variabel Support memberikan sumbangan sebesar 0,015 atau 1,5% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

16. Variabel Visual memberikan sumbangan sebesar 0,013 atau 1,3% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

17. Variabel Auditori memberikan sumbangan sebesar 0,007 atau 0,7% dalam varians prestasi belajar Aqidah Akhlak.

18. Variabel Kinestetik tidak memberikan sumbangan terhadap varians prestasi belajar Aqidah Akhlak. Dengan demikian, terdapat dua IV dari delapan belas IV yang memberikan sumbangan signifikan terhadap varians prestasi belajar Aqidah Akhlak, yaitu: keeping sebesar 0,024 atau 2,4% dan taking sebesar 0,091 atau 9,1% yang mempengaruhi prestasi belajar Aqidah Akhlak secara signifikan jika dilihat dari besarnya R² yang dihasilkan dari sumbangan proporsi variabel yang diberikan.

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini peneliti memaparkan hasil penelitian mengenai pengaruh kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak. Selanjutnya akan dikemukakan kesimpulan, diskusi, dan saran dari hasil penelitian ini.