PENGARUH KECERDASAN MORAL RELIGIUSITAS D

PENGARUH KECERDASAN MORAL, RELIGIUSITAS DAN GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si)

Bidang Psikologi Pendidikan

Oleh: Bambang Subahri NIM: 2113070000006 MAGISTER PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Bambang Subari NIM : 2113070000001

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan

Moral, Religiusitas dan Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa pada

Mata Pelajaran Aqidah Akhlak ” adalah benar merupakan karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan tesis tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan tesis ini telah dicantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 11 April 2016

Bambang Subahri NIM: 2113070000006

ABSTRAK

A. Magister Psikologi

B. Februari 2016

C. Bambang Subahri

D. Pengaruh Kecerdasan Moral, Religiusitas dan Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

E. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Kecerdasan Moral, Religiusitas dan Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak. Hipotesis dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari kecerdasan moral yaitu dimensi: acting consistently with principles, telling the truth, standing up for what is right, keeping promises, taking responsibility for personal choices, admitting mistakes and failures, embracing responsibility for serving others, actively caring about others, ability to let go of one’s own mistakes, a bility to let go of others’ mistakes. Religiusitas yaitu dimensi: daily spiritual experience, religion-meaning, private religious practice, religious/spiritual coping, religious support. Gaya belajar dengan dimensi: visual, auditori, kinestetik terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Populasi pada penelitian ini adalah siswa dengan klasifikasi usia 13-19 tahun dan sampelnya berjumlah 200 siswa yang diambil dengan menggunakan teknik non-probability sampling . Untuk mengukur kecerdasan moral peneliti menggunakan skala yang dikembangkan dari Lennick and Kiel (2011). Dan pada religiusitas, peneliti memodifikasi 11 dimesi religiusitas Fetzer (1999) menjadi 5 dimensi dan untuk mengukur gaya belajar peneliti menggunakan skala berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh DePorter dan Hernacki (1992). CFA ( Confirmatory Factor Analysis ) digunakan untuk menguji validitas alat ukur dan analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan Software SPSS

17.0 dan LISREL 8.70.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan IV keseluruhan terhadap prestasi belajar sebagai DV. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa telling the truth, keeping promises dan taking responsibility for personal choices memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Sementara itu, acting consistently with principles, standing up for what is right, admitting mistakes and failures, embracing responsibility for serving others, actively caring about others, ability to let go of one’s own mistakes, ability to let go of others’ mistakes, daily spiritual experience, religion-meaning, private religious practice, religious/spiritual coping, religious support, visual, auditori dan kinestetik tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran aqidah akhlak. Hasil penelitian juga menunjukkan proporsi varians dari prestasi belajar Aqidah Akhlak yang dijelaskan oleh seluruh variabel independen adalah 20.5%, sedangkan 79.5% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

F. Bahan bacaan: 52; 32 Jurnal, 16 Buku, 1 Tesis, dan 3 Internet.

ABSTRACT

A. Master of Psychology

B. February 2016

C. Bambang Subahri

D. The effect of Moral Intelligence, Religiosity and Learning Styles on Student Achievement in Subjects Aqidah Akhlak

E. This study was conducted to determine the effect of Moral Intelligence, Religiosity and Learning Styles on Student Achievement in Subjects Aqidah Akhlak. The hypothesis of this study is whether there is a significant influence of the moral intelligence of the dimensions: acting consistently with principles, telling the truth, standing up for what is right, keeping promises, taking responsibility for personal choices, admitting mistakes and failures, embracing responsibility for serving others, actively caring about others, ability to let go of one’s own mistakes, ability to let go of others’ mistakes. Religiosity is the dimension: daily spiritual experience, religion-meaning, private religious practice, religious/spiritual coping, religious support. Learning style dimensions: visual, auditory, kinesthetic on student achievement subjects aqidah akhlak. The population in this study were students with 13-19 years of age classification and the sample of 200 students were taken using a non- probability sampling techniques. To measure the moral intelligence researchers used a scale developed from Lennick and Kiel (2011). And on religiosity, researchers modified the 11 dimensions of religiosity Fetzer (1999) to 5 dimensions and to measure learning styles researcher using a scale based on the aspects raised by DePorter and Hernacki (1992). CFA (Confirmatory Factor Analysis) was used to test the validity of measuring and descriptive analysis performed using SPSS 17.0 software and LISREL 8.70. The results showed that there was significant effect on learning achievement fourth overall as DV. The test results showed that the minor hypothesis telling the truth, keeping promises and taking responsibility for personal choices have a significant effect on student achievement subjects aqidah akhlak. Meanwhile, acting consistently with principles, standing up for what is right, admitting mistakes and failures, embracing responsibility for serving others, actively caring about others, ability to let go of one’s own mistakes, ability to let go of others’ mistakes, daily spiritual experience, religion-meaning, private religious practice, religious/spiritual coping, religious support, visual, auditory and kinesthetic did not have a significant effect on student achievement subjects aqidah akhlak. Results also showed the proportion of the variance of learning achievement Aqidah Akhlak described by all independent variables is 20.5%, while 79.5% is influenced by other variables outside of this study.

F. Reading: 52; 16 Books + 32 Journals + 1 Thesis + 3 Articles.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim Alhamdulillahirabbil’alamiin, rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kasih sayang yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Moral, Religiusitas dan Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak ’. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.

Penulis menyadari bahwa terwujudnya tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik dalam bentuk sumbangan pikiran, tenaga, waktu dan do’a

yang tidak terukur dalam menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si selaku dekan merangkap pembimbing yang tidak bosan- bosannya meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

2. Ketua Jurusan Magister Sains Psikologi Dr. Yunita Faela Nisa, M.Si., Psi beserta jajarannya. Terima kasih atas segala pengertian dan dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

3. Seluruh dosen Magister Sanis Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu dan pengetahuan. Semoga ilmu yang telah bapak/Ibu berikan terus menjadi lading pahala yang tidak berujung.

4. Kedua orang tua, keluarga besar di Ranubedali dan Ranuyoso yang telah memberikan do’a, motivasi, kasih sayang dan pengertiannya yang tulus agar

penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

5. Rekan-rekan yang yang telah membantu dalam pnyelesaian tesis mulai dari pnyebaran angket hingga analisis data, karena bantuan rekan-rekanlah penliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini sesuai dengan target yang ditentukan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi siapun yang membacanya.

Jakarta, 11 April 2016

Penulis

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Triadic Reciprocally Model of Causality ...............................

17 Gambar 2.2. Kerangka Berfikir ...................................................................

50 Gambar 3.1. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi

Acting Consistently with Principles Tanpa Item Drop Modifikasi ..............................................................................

68 Gambar 3.2. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Telling the Truth Tanpa Item Drop Modifikasi .......

69 Gambar 3.3. Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Standing up for what is Right Tanpa Item Drop Modifikasi .

71 Gambar 3.4. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Keeping Promises Tanpa Item Drop Modifikasi .....

72 Gambar 3.5. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Taking Responsibility for Personal Choices Tanpa Item Drop Modifikasi ............................................................

74 Gambar 3.6. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Admitting Mistakes and Failures Tanpa Item Drop Modifikasi ..............................................................................

75 Gambar 3.5. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi embracing responsibility for serving others tanpa item drop modifikasi ..............................................................................

77 Gambar 3.6. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi actively caring about others tanpa item drop modifikasi ......

78 Gambar 3.7. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) dimensi

Ability to let go of one’s own Mistakes tanpa item drop modifikasi ..............................................................................

80 Gambar 3.8. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Ability to let go of Others’ Mistakes Tanpa Item Drop Modifikasi .....................................................................

81 Gambar 3.9. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Daily Spiritual Experience Modifikasi ...................

83 Gambar 3.10. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Religion-Meaning Modifikasi .................................

85 Gambar 3.11. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Private Religious Practice Modifikasi ....................

87 Gambar 3.12. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Religious/Spiritual Coping Modifikasi ..................

89 Gambar 3.13. Path diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Religious Support Modifikasi .................................

92 Gambar 3.14. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Visual Modifikasi ...................................................

94 Gambar 3.15. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis (CFA) Dimensi Auditori Modifikasi ................................................

96 Gambar 3.16. Path Diagram Confirmatory Factor Analysis Dimensi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Pelitian Lampiran 2 Contoh Output Syntax Lampiran 3 Surat Keterangan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang

Prestasi belajar dalam mata pelajaran aqidah akhlak makin menurun, terlihat dari dekadensi moral pelajar yang sering dipublikasikan diberbagai media cetak maupun telivisi, mulai dari tawuran antar pelajar hingga pelecehan seksual (Damarwati, 2014). Bahkan hingga kini banyak guru mengeluhkan betapa sulitnya mendidik siswa-siswinya yang menginjak masa remaja untuk bersikap dan bertingkah laku sopan sebagai output pendidikan yang menjunjung tinggi nilai pancasila dan agama. Erik Erikson menyatakan dalam teori perkembangan psikososial masa remaja ialah terbentuknya loyalitas remaja terhadap teman sebaya, sehingga yang dominan mempengaruhi pola fikir remaja ialah teman sebaya maupun kelompok tertentu dimana dia banyak menghabiskan waktunya (Boeree, 2009).

Makin rentannya tantangan aqidah akhlak akhir-akhir ini juga disebabkan oleh lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) yang menurut sebagian orang dianggap hal biasa dan bukan abnormalitas. Sehingga kaum gay dan lesbian mendapatkan ruang pada apa yang mereka alami. Hal ini juga dipicu dari pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) bahwa homoseksual dan biseksual tidak termasuk dalam kategori penyimpangan (Mujib, 2016). Disisi Makin rentannya tantangan aqidah akhlak akhir-akhir ini juga disebabkan oleh lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) yang menurut sebagian orang dianggap hal biasa dan bukan abnormalitas. Sehingga kaum gay dan lesbian mendapatkan ruang pada apa yang mereka alami. Hal ini juga dipicu dari pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) bahwa homoseksual dan biseksual tidak termasuk dalam kategori penyimpangan (Mujib, 2016). Disisi

Pentingnya prestasi belajar aqidah akhlak dapat dilihat dalam Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UU Sisdiknas, 2003).

Dari uraian di atas dapat dijelaskan, bahwa salah satu ciri kompetensi yang menjadi tujuan pendidikan adalah ketangguhan dalam iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia. Begitu pula seperti tujuan yang tercantum dalam badan standar nasional pendidikan (BSNP) ialah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan proses pembelajaran (Mahfudzin, 2013).

Proses pembelajaran menurut Thorndike meliputi pembentukan asosiasi ( connections ) di antara pengalaman sensori (persepsi dari suatu stimulus atau kejadian) dan neural impulse (respon) yang dapat menghasilkan perilaku, dan hasil dari perilaku inilah yang mencerminkan berhasil atau tidaknya pembelajaran aqidah akhlak yang dipelajari siswa (Schunk, 2012).

masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama ” (UU Sisdiknas, 2003). Sama halnya dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menyebutkan : “Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan ” (Mulyasa, 2007).

Mata pelajaran aqidah akhlak tentunya dapat menjadi wadah dan acuan untuk dapat mengaplikasikan nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, materi aqidah akhlak bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat serta berkehidupan yang senantiasa dihiasi dengan akhlak mulia di manapun mereka berada, dan dalam posisi apapun.

Pendidikan aqidah akhlak di Madrasah Aliyah sebagai bagian integral dari pendidikan agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak kepribadian peserta didik. Tetapi secara substansial mata pelajaran aqidah akhlak memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan nilai-nilai keyakinan keagamaan (tauhid) dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2007).

Untuk mencapai hasil yang maksimal dari mata pelajaran aqidah akhlak ini, perlu adanya prioritas atau dukungan bagi peserta pendidik. Lingkungan dan karakteristik individu memainkan peranan penting dalam keberhasilan akademik mereka. Adapun sekolah, keluarga dan teman membantu serta memberikan

Pendampingan sosial ini memiliki peran yang crucial untuk sebuah pencapaian prestasi siswa di sekolah (Goddard, 2003 dalam Farooq, Chaudhry, Shafiq, & Berhanu, 2011).

Gage dan Berliner (1998) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibedakan menjadi dua yaitu: pertama , faktor internal atau faktor- faktor yang ada dalam diri siswa seperti inteligensi, kecerdasan, minat, sikap, emosi, motivasi, gaya belajar dan kondisi fisik dari peserta didik itu sendiri. Kedua , faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Selain itu, prestasi belajar yang dicapai siswa merupakan hasil interaksi dari dalam diri maupun dari luar diri siswa.

Sementara dalam theory of educational productivity yang dikemukakan oleh Walberg (1981) membagi sembilan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa kedalam tiga kelompok berdasarkan aspek afektif, kognitif, dan behavioral skill untuk mengoptimalisasikan belajar yang berdampak terhadap kualitas prestasi belajar siswa: aptitude (kemampuan, pengembangan dan motivasi); Instruction (amount dan kualitas); environment (rumah, kelas, teman dan televisi) (Roberts, 2007 dalam Farooq, 2011).

Berbeda pula dengan pendapat Myron dan Nelson (2010) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ialah akreditasi sekolah . Lebih lanjut home context , school level , classroom input , classroom process acceleration, student factors , family factors , school dan peer factors merupakan faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah

Elder, 2004 dalam Farooq, Chaudhry, Shafiq, & Berhanu, 2011). Selain itu, menurut Ames, 1992; Dweck & Leggett, 1988; Nicholls, 1984 (dalam Huang, 2011), mastery , learning , dan task-involvement merupakan tujuan dari peningkatan prestasi belajar yang digolongkan berdasarkan skill development atau task mastery .

Faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Suryabrata (1982) adalah kecerdasan. Diterangkan oleh Sternberg (2012) bahwa otak manusia merupakan organ terpenting yang bertindak sebagai dasar biologis bagi kecerdasan seseorang. Sehingga kecerdasan merupakan suatu konsep yang memiliki nilai tinggi dan sumber penghasilan manusia yang berharga dimana seseorang mencoba memperkuat atau memanfaatkan untuk mempercepat maksud dan rencana mereka, baik secara individu atau kelompok (Dai, 2008). Dari berbagai kecerdasan yang telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli, kecerdasan moral adalah bentuk kecerdasan individu yang erat hubungannya dengan akhlak dan nilai etika dalam masyarakat (Lennick & Kiel, 2011).

Lennick and Kiel (2011) mengemukakan bahwa kecerdasan moral sebagai kapasitas mental untuk menentukan cara atau prinsip manusia yang seharusnya diterapkan pada nilai-nilai tujuan dan perilaku individu. Kecerdasan moral dibagi menjadi sepuluh dimensi moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip ( acting consistently with principles), berkata jujur (telling the truth), memihak yang benar (standing up for what is right), menepati janji (keeping promises), bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices), mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), responsif Lennick and Kiel (2011) mengemukakan bahwa kecerdasan moral sebagai kapasitas mental untuk menentukan cara atau prinsip manusia yang seharusnya diterapkan pada nilai-nilai tujuan dan perilaku individu. Kecerdasan moral dibagi menjadi sepuluh dimensi moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip ( acting consistently with principles), berkata jujur (telling the truth), memihak yang benar (standing up for what is right), menepati janji (keeping promises), bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices), mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), responsif

Selain kecerdasan moral yang berdampak besar terhadap pencapaian prestasi belajar, beberapa literatur lain menyatakan religiusitas juga mempengaruhi prestasi belajar siswa (Schieman, 2011; Sutantoputri & Watt, 2012 dalam Marcus A. Henning et.al., 2013). Religiusitas dinyatakan berhubungan dengan kesehatan mental, sehingga jiwa yang sehat dimaknai terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi (Sutrisno, 1997; Jalaluddin, 2002; & Syahridlo, 2004).

Arti penting religiusitas dalam pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan pengertian ini, religiusitas memiliki peran penting dalam proses belajar mengajar agar menghasilkan prestasi belajar yang diharapkan. Hingga saat ini religiusitas memiliki peran yang sangat signifikan pada perkembangan pendidikan di tanah air, terlihat dari prestasi-prestasi yang di raih

Religiusitas menurut Fetzer Institute (1999) adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience) , kebermaknaan hidup dengan beragama (religion-meaning) , ekspresi keagamaan sebagai sebuah nilai (value) , keyakinan (belief), memaafkan (forgiveness) , melatih diri dalam beragama (private religious practice) , penggunaan agama sebagai koping (religious/spiritual coping), dukungan penganut sesama agama (religious support), sejarah keberagamaan (religious/spiritual history) , komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religious), pilihan agama (religious preference).

Di samping religiusitas, gaya belajar juga menentukan terhadap hasil belajar siswa. Walau bagaimanapun proses kognisi siswa tidak dapat dipisahkan dari hasil sebuah pembelajaran. Dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa gaya belajar menentukan prestasi belajar (Baker, et.al, 1987). Hasil lain menunjukkan bahwa siswa dengan gaya belajar yang mirip guru pengampu mata pelajaran tertentu, cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik atau lebih tinggi tingkat prestasinya (Gaiger, 1992).

Woolfolk (2013) menyatakan gaya belajar sangat menentukan prestasi belajar siswa. Dalam belajar, individu menggunakan berbagai macam cara belajar, ada yang belajar dengan cara mendengarkan, ada yang belajar dengan membaca, serta belajar dengan cara menemukan. Cara belajar peserta didik yang beraneka ragam disebut sebagai gaya belajar ( learning style ) yang dipengaruhi oleh pengalaman, jenis kelamin, etnis (Philibin, et.al., 1995) dan secara khusus melekat Woolfolk (2013) menyatakan gaya belajar sangat menentukan prestasi belajar siswa. Dalam belajar, individu menggunakan berbagai macam cara belajar, ada yang belajar dengan cara mendengarkan, ada yang belajar dengan membaca, serta belajar dengan cara menemukan. Cara belajar peserta didik yang beraneka ragam disebut sebagai gaya belajar ( learning style ) yang dipengaruhi oleh pengalaman, jenis kelamin, etnis (Philibin, et.al., 1995) dan secara khusus melekat

Berbagai cara dan ragam gaya belajar, DePorter dan Hernacki (1992) menyatakan bahwa gaya belajar adalah suatu kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Dengan alasan demikian, gaya belajar dibagi dalam 3 dimensi. Pertama : visual adalah gaya belajar seseorang dengan cara melihat sesuatu (kemampuan menyerap informasi melalui mata) seseorang sangat membutuhkan kesempatan membaca, mengamati, menonton video, pertunjukkan, peragaan, gambar atau diagram. Kedua: auditori adalah adalah gaya belajar dengan cara mendengar sesuatu (kemampuan menyerap informasi melalui telinga). Dan yang ketiga: kinestetik adalah adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh (kemampuan menyerap informasi melalui rasa) seseoarng sangat melibatkan emosi dalam beraktivatas melalui praktek langsung.

Melihat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar khususnya mata pelajaran aqidah akhlak, mulai dari kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar yang merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dan sebagai bahan dasar dipertimbangkan untuk tercapainya suatu Melihat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar khususnya mata pelajaran aqidah akhlak, mulai dari kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar yang merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dan sebagai bahan dasar dipertimbangkan untuk tercapainya suatu

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Batasan Masalah

Prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan faktor eksternal. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi faktor yang akan diteliti pada satu faktor eksternal dan dua faktor internal:

1. Kecerdasan Moral Dimensi-dimensi kecerdasan moral yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecerdasan sesuai dengan teori Lennick’s & Kiel (2011). Kecerdasan moral mencakup sepuluh dimensi moral yaitu: bertindak konsisten sesuai prinsip ( acting consistently with principles, berkata jujur (telling the truth), memihak yang benar (standing up for what is right), menepati janji (keeping promises), bertanggung jawab terhadap pilihan pribadi (taking responsibility for personal choices), mengakui kesalahan dan kekurangan (admitting mistakes and failures), responsif dalam membantu orang lain (embracing responsibility for serving others), peduli terhadap orang lain (actively caring about others), mampu mengakui kesalahan pribadi (ability to let go of one’s own mistakes), mampu memaafkan kesalahan orang lain (ability to let go of others’ mistakes).

2. Religiusitas Religiusitas dalam penelitian ini adalah sesuai dengan teori Jhon E. Fetzer Institute (1999) terdiri dari 12 dimensi yaitu: individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience) ,

keagamaan sebagai sebuah nilai (value) , keyakinan (belief), memaafkan (forgiveness) , melatih diri dalam beragama (private religious practice) , penggunaan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), dukungan penganut sesama agama (religious support), sejarah keberagamaan (religious/spiritual history) , komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religious), pilihan agama (religious preference). Dari 12 dimensi di atas yang diikut sertakan sebagai dimensi dalam penelitian ini hanya 5 dimensi, diantaranya: 1) daily spiritual experience, 2) religion-meaning, 3) private religious practice, 4) religious/spiritual coping, dan 5) religious support.

3. Gaya Belajar Gaya belajar dalam penelitian ini ialah suatu kombinasi dari proses bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar seseorang dapat dibedakan menjadi tiga dimensi yaitu: visual, auditori dan kinestetik. (DePorter & Hernacki 1992).

4. Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan outcome yang didapat siswa setelah proses pembelajaran (Trow, 1956; Good, 1959; Mehta K.K, 1969; Usman, 2000; Chame, 2004). Prestasi belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai/skor yang didapat siswa dari hasil ujian akhir semester (UAS) pada mata pelajaran aqidah akhlak.

1.2.2. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak?

2. Variabel apa saja yang besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak?

3. Berapa proporsi varian dari masing-masing variabel?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan moral prestasi belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak.

2. Untuk mengetahui pengaruh religiusitas terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak.

3. Untuk mengetahui pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan teori- teori psikologi khususnya yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa dan peningkatan mutu pendidikan.

2. Manfaat Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan 2. Manfaat Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari proposal Tesis ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI

Dalam Bab ini dipaparkan teori-teori berkaitan dengan variabel penelitian yaitu: kecerdasan moral, religiusitas, gaya belajar dan prestasi belajar siswa serta diakhiri dengan kerangka berfikir dan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang subjek penelitian, variabel dan definisi operasional variabel penelitian, teknik pengambilan sampel, serta teknik pengumpulan data yang terdiri dari metode dan instrumen penelitian, serta teknik analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan, diskusi, dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini dibahas semua teori yang dapat menjelaskan masing-masing variabel penelitian. Terlebih dahulu teori yang dibahas adalah mengenai teori- teori yang berkaitan dengan prestasi belajar aqidah akhlak selanjutnya diuraikan tentang kecerdasan moral, religiusitas dan gaya belajar serta diakhiri dengan kerangka berfikir dan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian.

2.1. Prestasi Belajar

Prestasi dan belajar merupakan dua istilah yang berbeda namun memiliki hubungan satu sama lain. Menurut KBBI, prestasi adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan pada mata pelajaran dan lazimnya dilanjutkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh pendidik. Sedangkan belajar adalah usaha untuk mendapatkan kepandaian dan ilmu.

Definisi lain menyatakan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan pencapaian pengetahuan atau pencapaian kompetensi pada tugas sekolah yang biasanya diukur dengan tes yang terstandar dan diungkapkan dalam bentuk nilai (angka) berdasarkan performa siswa. (Trow, 1956 dalam Ganal & Mir, 2013)

Good (1959) dalam Ganal dan Mir (2013) mendefinisikan prestasi belajar sebagai pemerolehan pengetahuan atau perkembangan keterampilan pada mata pelajaran sekolah yang biasa diketahui berdasarkan skor suatu tes atau nilai yang diberikan oleh guru.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Mehta K.K (1969) dalam Ganal dan Pendapat lain yang dikemukakan oleh Mehta K.K (1969) dalam Ganal dan

Usman (2000) dalam Igbo dan Ihejiene (2014) mendefinisikan prestasi belajar sebagai takaran atas pembelajaran atau pemerolehan siswa pada keterampilan tertentu pada akhir kegiatan pengajaran dan pembelajaran. Sedangkan, Chame (2004) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil interaksi dari setiap kegiatan pembelajaran antara guru dan siswa (dalam Igbo & Ihejiene, 2014).

Prestasi belajar juga didefinisikan sebagai pembelajaran kecakapan pada kemampuan dasar dan isi dari suatu pengetahuan. Sejarah prestasi merupakan suatu isu yang menjadi perhatian para pendidik dan juga pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan (McCoy, Twyman, Geller & Tindal, 2005).

Tiga aspek dalam prestasi belajar menunjukan hal-hal berikut:

1. Prestasi belajar merupakan suatu format untuk melakukan observasi yang

biasa dilakukan dengan melakukan tes prestasi belajar dan pengukuran.

2. Prestasi belajar merupakan suatu referensi atau perbandingan untuk membuat penafsiran khususnya dalam mengintepretasikan hasil akademik siswa.

3. Tujuan dilakukannya tes prestasi belajar dan prosesnya adalah untuk membuat suatu keputusan. Adapun Joshi dan Srivastava (2009) menganggap prestasi belajar sebagai kriteria utama untuk menilai potensi dan kemampuan seseorang. Oleh karena itu, siswa lebih ditekankan untuk mendapatkan prestasi belajar yang tinggi sebagai

Dari berbagai definisi prestasi belajar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa semua definisi mengacu pada pengertian serupa yang menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan outcome yang didapat siswa setelah proses pembelajaran. Prestasi belajar siswa tersebut dapat dilihat dari nilai hasil tes atau nilai raport yang diberikan oleh guru.

2.1.1 Teori Belajar dan Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan satu variabel yang sudah banyak diteliti oleh peneliti khususnya di bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan pentingnya untuk mengetahui sejauh mana prestasi yang dapat diraih oleh siswa setelah proses pembelajaran. Berbagai macam teoripun dapat digunakan sebagai landasan dari penelitian yang berkaitan dengan prestasi belajar siswa, diantaranya:

1. Behavioral theory

Behavioral theory memandang proses belajar sebagai perubahan yang terjadi pada seseorang yang dihasilkan melalui pengalaman atau pembelajaran (Krause, Bochner, Duchesne & Mcmaugh, 2010). Behaviorisme memandang belajar sebagai proses sebab-akibat ( stimulus-response ). Behavioris meyakini bahwa segala bahwa perilaku yang disengaja ( intentional ) dapat dikontrol dengan antecedent dan consequence (Krause et al, 2010).

Antecedent merupakan perilaku atau kondisi yang mendahului tindakan tertentu yang berkontribusi terhadap tindakan yang muncul. Sedangkan consequence adalah kondisi yang seketika mengikuti tindakan dan dapat meningkatkan kemungkinan terulang kembali perilaku tertentu (Krause et al, 2010).

Thorndike mengemukakan bahwa dasar dari pembelajaran meliputi pembentukan asosiasi ( connections ) di antara pengalaman sensori (persepsi dari suatu stimulus atau kejadian) dan neural impulse (respon) yang dapat menghasilkan perilaku (Schunk, 2012).

Sentral dari teori Thorndike adalah law of effect yang lebih menekankan terhadap consequences (akibat) dari perilaku. Respon yang dinilai memuaskan akan diberikan penghargaan ( reward ), sedangkan respon yang tidak memuaskan akan diberikan hukuman ( punishment ) sebagai akibat dari tidak belajar dengan baik. Hal tersebut menjadi tolak ukur dalam belajar karena dengan adanya respon yang memuaskan dapat memperoleh hasil yang diinginkan (Schunk, 2012).

2. Social cognitive theory

Social cognitive theory memiliki pandangan tersendiri tentang perilaku belajar dan perilaku berprestasi. Pandangan tersebut menunjukan adanya interaksi timbal balik diantara setiap individu, perilaku, dan lingkungan serta adanya perbedaan antara belajar dan prestasi dan peran regulasi diri ( self-regulation ) (Zimmerman & Schunk, 2003 dalam Schunk, 2010).

Social cognitive theory merupakan sebuah perspektif yang dapat membantu memahami apa dan bagaimana orang belajar dengan mengamati orang lain serta bagaimana mereka mulai memegang kendali atas perilaku mereka sendiri (Ormrod, 2008). Social cognitive theory memiliki asumsi- asumsi dasar dalam bidang pendidikan, diantaranya; (1) orang dapat belajar dengan mengamati orang lain, (2) belajar merupakan suatu proses internal yang Social cognitive theory merupakan sebuah perspektif yang dapat membantu memahami apa dan bagaimana orang belajar dengan mengamati orang lain serta bagaimana mereka mulai memegang kendali atas perilaku mereka sendiri (Ormrod, 2008). Social cognitive theory memiliki asumsi- asumsi dasar dalam bidang pendidikan, diantaranya; (1) orang dapat belajar dengan mengamati orang lain, (2) belajar merupakan suatu proses internal yang

Bandura (1982a, 1986, 2001) dalam Schunk (2012) membahas perilaku manusia melalui sebuah kerangka berpikir yang dikenal dengan istilah triadic reciprocally , atau interaksi timbal balik antara perilaku, lingkungan dan faktor individu seperti halnya kognisi (gambar 2.1). Interaksi yang terjadi pada gambar 2.1 dapat diilustrasikan dengan menggunakan perceive self-efficacy atau beliefs yang berkaitan dengan satu kemampuan untuk mengatur dan menerapkan sikap yang diperlukan dalam mempelajari atau menunjukan perilaku sesuai dengan level yang ditentukan.

Person Behavior

Environmennt

Gambar 2.1 Triadic reciprocally model of causality Source: Social Foundations of Thought of action by. A. Bandura, © 1986. Reprinted by permission of Pearson Education, Inc. Upper Saddle River, NJ.

Berkenaan dengan adanya interaksi antara self- efficacy dan perilaku, suatu penelitian menunjukan bahwa self-efficacy beliefs mempengaruhi perilaku berprestasi seperti halnya dalam mengerjakan tugas, ketekunan dalam belajar, serta pemerolehan kemampuan ( person behavior ; Schunk, 1991, 2001; Schunk & Pajares, 2002 dalam Schunk, 2012).

Pada saat siswa mengerjakan tugas sekolah, mereka memperhatikan Pada saat siswa mengerjakan tugas sekolah, mereka memperhatikan

Penelitian lain telah dilakukan terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar yang menunjukan bahwa siswa tersebut memiliki self-efficacy yang rendah dibandingkan dengan siswa yang kondisinya normal. Hal tersebut terjadi karena adanya interaksi antara self-efficacy dengan faktor lingkungan

( person environment ) (Schunk, 2012).

Dalam hal ini, seorang guru memiliki peranan penting dalam proses belajar mengajar. Saat seorang guru memberikan kritik terhadap kemampuan siswa yang mengalami gangguan belajar serta memberikan penilaian yang rendah bagi mereka maka perlakukan guru tersebut akan berdampak terhadap

self-efficacy siswa itu sendiri ( environment person ) (Schunk, 2012). Di samping itu, perilaku siswa dan lingkungan tempat mereka belajar dapat mempengaruhi satu sama lain. Istruksi yang diberikan oleh guru dalam menyampaikan informasi akan menuntut siswa untuk memberikan perhatiaan

penuh tehadap guru ( environment behavior ). Akan tetapi, saat guru bertanya

dan siswa belum bisa menjawab pertanyaan yang diajukan dengan benar, maka guru akan mengajarkan kembali informasi yang diberikan sebelumnya

( behavior environment ) (schunk, 2012).

Krause et al (2010) mengemukakan bahwa aspek utama pada model yang diberikan oleh Bandura menunjukan bahwa perilaku seseorang bukanlah satu- Krause et al (2010) mengemukakan bahwa aspek utama pada model yang diberikan oleh Bandura menunjukan bahwa perilaku seseorang bukanlah satu-

3. Constructivist Perspective

Constructivism adalah suatu penjelasan tentang proses belajar yang memandang belajar sebagai proses self-regulated yang membangun

pengetahuan siswa, dan dimana siswa aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar tersebut (Krause et all, 2010). Hal ini dikarenakan constructivism fokus terhadap proses kolaborasi kognitif (Rogoff, 1998) yang melibatkan proses sosial, interaksi dengan lingkungan dan self-reflection (Krause et all, 2010).

Ada dua jenis constructivism yaitu; psychological constructivism dan social constructivsm . Psychological constructivism fokus terhadap individu siswa dan bagaimana cara mereka dalam membangun pengetahuan, kepercayaan, dan identitas mereka selama proses belajar. Sedangkan social constructivism fokus terhadap perhatian peran faktor sosial dan budaya dalam membentuk suatu pembelajaran (Krause et al, 2010).

4. Self- expectancy Theory

John Atkinson (1957; Atkinson & Birch, 1978; Atkinson & Feather, 1996; Atkinson & Raynor, 1974, 1978 dalam schunk, 2012) mengembangkan sebuah teori yang disebut dengan expectancy-value theory of achievement motivation . Ide utama dari expectancy-value theory ini adalah perilaku yang bergantung pada pengaharapan seseorang untuk memperoleh hasil tertentu ( goal , reinforce ) sebagai hasil prestasi yang menunjukan perilaku dan seberapa baik

Atkinson mengemukakan bahwa perilaku berprestasi mewakili konflik antara kecenderungan terhadap pendekatan (keinginan untuk sukses) dan penghindaran (takut terhadap kegagalan). Perilaku berprestasi membawa mereka pada kemungkinan untuk berhasil atau gagal (Schunk, 2012). Kecenderungan untuk memperoleh kesuksesan memiliki hubungan yang sangat mendalam dengan siswa yang memiliki keinginan untuk meraih prestasi yang tinggi dan mereka memiliki motivasi untuk terlibat dalam berbagai kegiatan (Krause, Duchesne, Mc Maugl, & Bochner, 2010).

Berdasarkan teori-teori tersebut di atas, peneliti menggunakan social cognitive theory sebagai landasan teori dalam penelitian ini. Sebagaimana

pandangan dari social cognitive theory yang mengemukakan bahwa prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh individu itu sendiri, perilaku, dan lingkungan sekitar.

2.1.2 Dimensi Prestasi Belajar

Prestasi belajar siswa merupakan outcome pendidikan yang sangat penting, karena prestasi belajar dapat menunjukan kualitas dan kuantitas pengetahuan yang diperoleh oleh siswa setelah proses pembelajaran. Bloom (1956) dan rekannya mengemukakan bahwa hasil belajar dapat dilihat dari tiga ranah, yaitu; ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Krause et al, 2010).

Ranah pertama adalah kognisi yang merupakan proses mental yang menekankan terhadap proses berfikir, mengingat, membuat perencanaan, serta memecahkan masalah (Schunk, 2012). Ranah kognisi dalam taksonomi Bloom terdiri dari enam kategori yaitu, knowledge , comprehension , application , analysis ,

Karthwohl (2001) merevisi taksonomi tersebut dan membuat beberapa perubahan terhadap terminologi dan struktur yang sudah ada pada taksonomi Bloom menjadi, knowledge , understanding , applying , analyzing , evaluating dan creating (Krause et al, 2010).

Ranah kedua adalah ranah afeksi yang merupakan arah emosi siswa terhadap pengalaman belajar berupa sikap, perhatian, kesadaran dan nilai. Ranah afeksi terdiri dari lima kategori dimana seseorang harus melewati satu kategori sebelum masuk pada kategori selanjutnya. Adapun tahapan dari kategori tersebut yaitu, receiving , responding , valuing , organizing , dan menginternalisasikan nilai (Krathwol et al, 1964 dalam Krause et al, 2010).

Ranah ketiga adalah psikomotor yang merupakan penggunaan keahlian motorik dasar, koordinasi dan gerakan fisik. Tujuan pendidikan dalam ranah psikomotor adalah untuk melatih ability (kemampuan) dan skill (keahlian) seseorang. Menurut Stone ada lima langkah mempelajari keahlian motorik baru, yaitu understanding (pemahaman), observation (pengamatan), concentration (konsentrasi), practice (latihan), dan reflex (daya tanggap) (Krause et al, 2010).

Dalam penelitian ini, dimensi yang akan diteliti adalah ranah kognisi yang meliputi pemahaman siswa terhadap suatu materi untuk melihat pengaruh terhadap skor/nilai Ujian Akhir Semester (UAS) yang diperoleh oleh siswa khususnya pada mata pelajaran Aqidah Akhlak.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

Gage dan Berliner (1998) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibedakan menjadi dua yaitu: pertama , faktor internal atau faktor-faktor yang ada dalam diri siswa seperti kecerdasan, religiusitas, motivasi, minat, bakat, perhatian, dan gaya belajar. Kedua, faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat serta media.

2.1.3.1 Faktor Internal

Faktor internal pada diri seseorang dapat memberikan pengaruh terhadap pencapain prestasi belajar mereka (Gage & Berliner, 1998). Hal ini dikarenakan internal seseorang yang berbeda satu sama lain. Adapun faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar diantaranya:

1. Kecerdasan

Otak manusia merupakan organ terpenting yang bertindak sebagai dasar biologis bagi kecerdasan seseorang (Sternberg, 2012). Kecerdasan merupakan suatu konsep yang memiliki nilai tinggi, sebuah sumber penghasilan manusia yang berharga dimana seseorang mencoba memperkuat atau memanfaatkan untuk mempercepat maksud dan rencana mereka, baik secara individu atau kelompok (Dai, 2008). Ulrich Neisser (dalam Salkind, 2008) mengemukakan bahwa:

“Individual differ from each other in their ability to understand complex ideas, to adapt effectively to the environment, to learn fro

experience, to engage in various forms of reasoning, to overcome obstacles by taking thought. Although this individual differences can

be substantial, they are never entirely consistent: a given person’s

Pernyataan di atas menegaskan bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Kecerdasan diperlukan untuk memecahkan sebuah fenomena serta memahami situasi yang kompleks yang dialami seseorang (Dai, 2008). Pada umumnya, kecerdasan seseorang dapat diukur dengan menggunakan IQ test untuk mengetahui seberapa tinggi IQ yang dimiliki oleh orang tersebut. Hal ini sudah umum dilakukan dalam beberapa kesempatan seperti ujian masuk sekolah, perguruan tinggi bahkan seleksi pegawai.

Tes kecerdasan sering dilakukan untuk mengetahui baik atau tidaknya prestasi belajar seseorang. Pengukuran prestasi belajar dilakukan dengan mengarah pada area spesifik seperti kemampuan membaca dan matematika. Tujuan dilakukannya tes prestasi adalah untuk mengukur kemampuan akademik dan kesulitan belajar yang dialami seorang peserta didik. Kemampuan akademik yang biasa diukur dengan tes prestasi adalah kemampuan membaca, matematika, pelajaran sosial, dan sains (Dai, 2008).

2. Kecerdasan Moral