Hubungan Penyumbatan Cerumen Dengan Kemampuan Mendengar Pada Siswa-Siswi Di Beberapa Sekolah Dasar Yang Berada Di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012

(1)

HUBUNGAN PENYUMBATAN CERUMEN DENGAN KEMAMPUAN MENDENGAR PADA SISWA-SISWI DI BEBERAPA SEKOLAH DASAR

DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN DAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHUN 2012

Oleh :

CASSANDRA ETANIA 090100268

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN PENYUMBATAN CERUMEN DENGAN KEMAMPUAN MENDENGAR PADA SISWA-SISWI DI BEBERAPA SEKOLAH DASAR

DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN DAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN TAHUN 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

CASSANDRA ETANIA

090100268

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar pada siswa-siswi di beberapa sekolah dasar yang berada di Kecamatan Medan Maimun dan

Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012 Nama : Cassandra Etania

NIM : 090100268

Pembimbing Penguji I

( dr. Harry A.Asroel,Sp.THT-KL ) ( dr. Erjan Fikri,Sp.BA (K) ) NIP. 197008121999031002 NIP. 196301271989111001

Penguji II

(dr. Muhammad Rusda,Sp.OG(K) ) NIP. 196805202002121002 Medan, 09 Januari 2013

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH ) NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Penyumbatan cerumen merupakan salah satu kelainan telinga,dimana pada liang telinga terdapat sumbatan cerumen. Sumbatan cerumen ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan mendengar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan penyumbatan cerumen terhadap kemampuan mendengar.

Penelitian dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional study) di empat sekolah dasar yaitu Sekolah Dasar Yayasan Washliyani, Kecamatan Medan Labuhan; Sekolah Dasar Negeri 064005, Kecamatan Medan Labuhan; Sekolah Dasar Yayasan St. Yoseph I, Kecamatan Medan Maimun dan Sekolah Dasar Negeri 060902, Kecamatan Medan Maimun, secara cluster sampling pada bulan Oktober 2012. Dilakukan pemeriksaan THT rutin dan audiometri nada murni terhadap seluruh subjek penelitian untuk menentukan ada atau tidaknya penyumbatan cerumen dan derajat ketuliannya. Data dianalisa dengan uji Kolmogorov-smirnov, dengan tingkat kemaknaan 5%, dengan menggunakan SPSS for windows versi 17.0.

Pada 137 anak yang menjadi subjek penelitian ,diperoleh anak dengan penyumbatan cerumen pada telinganya sebanyak 49 orang (35.8%) .Dan 22 orang (16%) diantaranya mengalami gangguan pendengaran . Hasil uji Kolmogorov-Smirnov antara penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar pada penelitian ini sebesar p=0.003 (p<0.005) atau terdapat pengaruh yang signifikan.Terdapat hubungan yang bermakna antara penyumbatan cerumen dengan kemampuan pendengaran.


(5)

ABSTRACT

Impacted cerumen is one of otological disorder, which is found in aural canal. The impaction caused by cerumen results hearing loss. The aim of this study is to observe the effect of impacted cerumen to hearing ability.

This is a cross sectional study performed in four elementary schools, such as Sekolah Dasar Yayasan Washliyani, Medan Labuhan district; Sekolah Dasar Negeri 064005, Medan Labuhan district; Sekolah Dasar Yayasan St. Yoseph I, Medan Maimun district dan Sekolah Dasar Negeri 060902, Medan Maimun district, using cluster sampling in October 2012. The patients underwent routine ENT examination and Pure Tone Audiometry to determine type and degree of hearing ability. Data was analysed by Chi Square Test with α=0.05, using SPP for Windows 17.0 version.

From 137 samples of patients, we found 49 patients (35.8%) with impacted cerumen in their ears and 22 patients (16%) with hearing loss. Significance correlation was found using Kolmogorov-smirnov between impacted cerumen with hearing ability (p=0,003 , p < 0,05).

Significance correlation was found between impacted cerumen with hearing ability.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul ”Hubungan Penyumbatan Cerumen dengan Kemampuan Mendengar pada Siswa-Siswi di Beberapa Sekolah Dasar yang Berada di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012”.

Dalam penyelesaian laporan hasil penelitian ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Univeritas Sumatera Utara.

2. dr. Harry A. Asroel, Sp. THT, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik .

3. Orang tua penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.

4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.

5. Rekan-rekan satu dosen pembimbing dari penulis, Amelia M. Samosir dan Wan Novriza Wijaya, yang telah saling memberikan masukan terhadap karya tulis ilmiah ini.


(7)

6. Denny Suwanto dan Alvin Kwardi, yang telah memberikan bantuan dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

7. Joanita Kurniadi, Welas Bestari, Sylvia dan Albert yang memberikan masukan selama penulisan karya tulis ilmiah ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2009 yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu, yang telah memberi saran, kritik, dukungan materi, dan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini sangat diharapkan.

Medan, 07 Desember 2012


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Telinga ... 5

2.1.1. Anatomi Telinga ... 5

2.1.2. Fisiologi Pendengaran ... 8

2.2 Cerumen ( Earwax ) ... 9

2.2.1. Komposisi dan Produksi Cerumen ... 10

2.2.2. Klasifikasi Cerumen ... 10

2.2.3. Fisiologi Cerumen ... 11

2.2.4. Fungsi Cerumen ... 11

2.2.5. Impacted Cerumen ... 12

2.3 Gangguan Pendengaran (Hearing Loss) ... 13

2.3.1. Klasifikasi Gangguan Pendengaran ... 13


(9)

2.3.3. Tingkat Gangguan Pendengaran ... 14

2.3.4. Diagnosa Gangguan Pendengaran ... 14

2.4 Kemampuan Mendengar ... 17

2.5 Hubungan Antara Penyumbatan Cerumen dengan Kemampuan Mendengar ... 18

BAB 3 KERANGKA OPERASIONAL ... 19

3.1 Kerangka Konsep ... 19

3.2 Defenisi operasional ... 19

3.2.1. Penyumbatan Cerumen (Impacted Cerumen) ... 19

3.2.2. Prestasi Belajar ... 20

3.3 Hipotesis ... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21

4.1 Jenis Penelitian ... 21

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

4.3 Populasi dan Sampel ... 21

4.3.1. Populasi ... 21

4.3.2. Sampel ... 22

4.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ... 23

4.5 Metode Penggumpulan Data ... 23

4.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 23

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1 Hasil Penelitian ... 25

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 25

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian ... 25

5.1.3. Hasil Analisis Data ... 28

5.2 Pembahasan ... 29

5.2.1. Penyumbatan Cerumen ... 29

5.2.2. Kemampuan Mendengar ... 39

5.2.3 Hubungan Antara Penyumbatan Cerumen dengan Kemampuan Mendengar... 30


(10)

6.1 Kesimpulan ... 32 6.2 Saran ... 32 DAFTAR PUSTAKA ... 33


(11)

ABSTRAK

Penyumbatan cerumen merupakan salah satu kelainan telinga,dimana pada liang telinga terdapat sumbatan cerumen. Sumbatan cerumen ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan mendengar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan penyumbatan cerumen terhadap kemampuan mendengar.

Penelitian dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional study) di empat sekolah dasar yaitu Sekolah Dasar Yayasan Washliyani, Kecamatan Medan Labuhan; Sekolah Dasar Negeri 064005, Kecamatan Medan Labuhan; Sekolah Dasar Yayasan St. Yoseph I, Kecamatan Medan Maimun dan Sekolah Dasar Negeri 060902, Kecamatan Medan Maimun, secara cluster sampling pada bulan Oktober 2012. Dilakukan pemeriksaan THT rutin dan audiometri nada murni terhadap seluruh subjek penelitian untuk menentukan ada atau tidaknya penyumbatan cerumen dan derajat ketuliannya. Data dianalisa dengan uji Kolmogorov-smirnov, dengan tingkat kemaknaan 5%, dengan menggunakan SPSS for windows versi 17.0.

Pada 137 anak yang menjadi subjek penelitian ,diperoleh anak dengan penyumbatan cerumen pada telinganya sebanyak 49 orang (35.8%) .Dan 22 orang (16%) diantaranya mengalami gangguan pendengaran . Hasil uji Kolmogorov-Smirnov antara penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar pada penelitian ini sebesar p=0.003 (p<0.005) atau terdapat pengaruh yang signifikan.Terdapat hubungan yang bermakna antara penyumbatan cerumen dengan kemampuan pendengaran.


(12)

ABSTRACT

Impacted cerumen is one of otological disorder, which is found in aural canal. The impaction caused by cerumen results hearing loss. The aim of this study is to observe the effect of impacted cerumen to hearing ability.

This is a cross sectional study performed in four elementary schools, such as Sekolah Dasar Yayasan Washliyani, Medan Labuhan district; Sekolah Dasar Negeri 064005, Medan Labuhan district; Sekolah Dasar Yayasan St. Yoseph I, Medan Maimun district dan Sekolah Dasar Negeri 060902, Medan Maimun district, using cluster sampling in October 2012. The patients underwent routine ENT examination and Pure Tone Audiometry to determine type and degree of hearing ability. Data was analysed by Chi Square Test with α=0.05, using SPP for Windows 17.0 version.

From 137 samples of patients, we found 49 patients (35.8%) with impacted cerumen in their ears and 22 patients (16%) with hearing loss. Significance correlation was found using Kolmogorov-smirnov between impacted cerumen with hearing ability (p=0,003 , p < 0,05).

Significance correlation was found between impacted cerumen with hearing ability.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Telinga mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mendengar, kita dapat menyerap 20% dari informasi yang disampaikan daripada membacanya yang hanya dapat menyerap informasi sebanyak 10%. (Hambuako, 2010).

Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2000 terdapat 250 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75-140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Gangguan pendengaran dan ketulian saat ini juga menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi (4,6%), tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%). (Soetjipto, 2007).

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1994-1996, prevalensi ketulian 0,4% (paling tinggi usia 7-18 tahun), gangguan pendengaran 16,8%. (Soetjipto, 2008).

Selain itu, masalah lain yang perlu didapat adalah sumbatan kotoran telinga (cerumen prop) yang banyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah. Adanya sumbatan cerumen ini,dapat mengakibatkan gangguan pendengaran sehingga mengganggu kemampuan mendengar anak. Hasil survei cepat yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala dan Leher Indonesia (PERHATI-KL) dan Departemen Mata FKUI di


(14)

beberapa sekolah di enam kota di Indonesia, diketahui prevalensi cerumen prop pada anak sekolah cukup tinggi yaitu antara 30-50%. (Depkes, 2010).

Peranan kemampuan mendengarkan yang baik dalam berbagai kehidupan nyata sangat pandai. Kepandaian mendengarkan penting sekali peranannya dalam kehidupan manusia. Dalam lapangan apapun kita bekerja dan perbuatan kita sehari-hari akan lebih banyak ditentukan oleh apa yang kita dengar daripada yang kita lihat dan kita rasakan. Peranan kemampuan mendengarkan yang efektif dalam pendidikan pun sangat penting. Dalam proses pembelajaran mata pelajaran apapun akan terjadi komunikasi antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa. Selama proses komunikasi berlangsung baik siswa maupun guru akan menggunakan kemampuan mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Siswa harus dapat menangkap dan memahami dengan benar informasi yang disampaikan oleh guru atau siswa lainnya. Siswa yang tidak memiliki kemampuan mendengarkan yang efektif akan salah memahami atau menafsirkan informasi tersebut. (Burhan,1971).

Dalam perkembangan sosial serta pendidikan anak usia SD, kelompok dan permainan anak memegang peranan penting. Menurut Hurlock, ada beberapa pola perilaku dalam situasi sosial pada awal masa anak-anak yaitu kerjasama, kemurahan hati,persaingan, hasrat akan penerimaan sosial, simpati dan empati. Anak usia 5-12 tahun disebut juga periode intelektual, karena merupakan tahap anak menggunakan sebagian waktunya untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya. Sekolah juga memegang peranan penting dalam perkembangan anak selain keluarga, dengan alasan bahwa anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan pendengaran di Indonesia yaitu dilakukan upaya promotif dan preventif. Dengan cara memberikan informasi kepada orangtua agar dapat mencegah terjadinya gangguan pendengaran pada anak.


(15)

Berdasarkan hal-hal di atas, tampaknya ada hubungan antara penyumbatan disebabkan penumpukan cerumen dengan kemampuan mendengar pada anak usia 9-12 tahun, karena merupakan angka kejadian yang sangat tinggi. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara dua hal tersebut. Adapun tempat yang dipilih penulis untuk melakukan penelitian adalah Sekolah Dasar Yayasan Washliyani, Sekolah Dasar Negeri 064005, Sekolah Dasar Yayasan St. Yoseph I dan Sekolah Dasar Negeri 060902. Penulis memilih sekolah tersebut karena dianggap mewakili sekolah dasar yang berada di kota Medan dan dipinggir kota Medan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah berupa: ‘Apakah ada hubungan penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar siswa SD?’

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan data tentang hubungan penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar siswa SD pada dianggap mewakili sekolah dasar yang berada di kota Medan dan dipinggir kota Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran gangguan pendengaran yang disebabkan penyumbatan cerumen

2. Untuk mengetahui dimana tingkat kejadian penyumbatan cerumen yang tertinggi.

3. Untuk mengetahui hubungan penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar siswa SD.


(16)

4. Untuk mengetahui pengaruh tempat tinggal terhadap kebersihan telinga anak.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

a) Memberikan informasi kepada masyarakat luas terutama orangtua mengenai pengaruh penyumbatan cerumen yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran sehingga memperngaruhi kemampuan mendengar anak.

b) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang sama serta penjelasan teoretisnya.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Telinga

Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui dan dipelajari anatomi telinga. Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

2.1.1. Anatomi Telinga

Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.

Gambar 2. 1. Penampang Telinga ( Netter, 2003 )

Telinga Luar (aurius eksternal). Telinga luar berfungsi untuk menggumpulkan gelombang suara. Telinga luar tersusun dari auricle (pinna),


(18)

kanalis auditorius eksternal dan membran timpani. Auricle berada dibagian terluar dari telinga dan tersusun dari kartilago yang elastis dan ditutupi oleh kulit. Bagian superior dari auricle adalah helix sedangkan dibagian inferior merupakan lobule. Kanalis auditorius eksternal berbentuk tabung berkurva yang memiliki panjang 2,5cm yang terletak di tulang temporal dan mengarah ke membran timpani. Membran timpani adalah selaput tipis dan semi transparan yang berada diantara kanalis auditorius eksternal dan telinga tengah. (Tortora, Derrickson, 2009). Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu telinga. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul tujuh untuk membran timpani kiri dan pukul lima untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Pada membran timpani terdapat dua macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut itu. (Soepardi,dkk., 2010). Pada bagian eksterior, kanalis auditorius eksternal memiliki beberapa helai rambut halus dan kelenjar minyak yang disebut ceruminous glands yang mensekresi earwax atau cerumen. Rambut-rambut halus dan cerumen ini mencegah masuknya debu dan benda asing masuk kedalam telinga. Cerumen biasanya mengering dan keluar dari kanal telinga. Tetapi, ada beberapa orang yang memproduksi cerumen dalam jumlah besar, yang dapat bergumpal dan mengurangi jumlah hantaran suara yang masuk. Keadaan ini dinamakan impacted cerumen. (Tortora, Derrickson, 2009). Telinga Tengah (aurius media). Telinga tengah dipisahkan dengan telinga luar oleh membran timpani. Dan dipisahkan dari telinga dalam adalah sebuah tulang tipis yang terdiri dari oval window dan round window. Tulang-tulang pendengaran memanjang sepanjang telinga tengah dan dihubungkan oleh ligamen , terdiri dari 3 tulang yaitu malleus, incus dan stapes. Badan malleus terletak di bagian dalam membran timpani sedangkan kepalanya menyatu dengan badan incus. Incus yang terletak di antara malleus dan stapes, menyatu dengan kepala stapes. Bagian bawah daripada stapes melekat di oval window. Tepat dibawah oval window terdapat round


(19)

window yang ditutupi sebuah membran, yang disebut membran timpani sekunder ( secondary membrane tympanic ). (Tortora, Derrickson, 2009). Otot tensor timpani yang dipercabangi saraf kranial trigeminus, membatasi pergerakan dan peningkatan tekanan pada membran timpani untuk mencegah terjadinya kerusakan pada membran timpani saat terpajan suara yang keras. Otot stapedius

dipersarafi oleh percabangan saraf kranial facia , jika terjadi getaran yang kuat pada stapes akibat pajanan suara keras maka otot ini akan melindungi oval window dan menurunkan sensitivitas untuk mendengar. (Tortora, Derrickson, 2009). Pada bagian dinding depan telinga dalam terdapat sebuah saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring yaitu tuba Eustachius (Eustachian tube). Saat menelan makanan dan menguap, tuba ini akan membuka untuk menyamakan tekanan di telinga tengah dengan tekanan atmosfer. (Tortora, Derrickson, 2009). Telinga Dalam (aurius internal). Telinga dalam disebut juga dengan labyrinth karena bentuk kanal yang sangat kompleks. Telinga dalam terdiri dari bone labyrinth, sebuah rangkaian rongga pada tulang temporal yang dilapisi periosteum yang berisi cairan peri-limfatik dan membranous labyrinth yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe. Di depan labyrinth terdapat cochlea (rumah siput). Penampang melintang cochlea terdiri atas scala vestibuli, scala media dan scala tympani. Bagian dasar dari scala vestibuli berhubungan dengan stapes melalui oval window, sedangkan scala tympani berhubungan dengan telinga tengah melalui round window. (Tortora, Derrickson, 2009). Bagian atas scala media dibatasi oleh membran vestibularis atau membran Reissner dan bagian bawah dibatasi oleh membran basilaris. Pada bagian atas membran basilaris terdapat Organ of Corti yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ of Corti terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran tektorial yang terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan otak melalui saraf vestibulocochlear. (Tortora, Derrickson, 2009).


(20)

Auricle mengumpulkan gelombang suara dan diteruskan ke dalam external auditory canal. Kemudian membran timpani akan bergetar ke depan dan ke belakang akibat perubahan tekanan udara. Pergerakan membran timpani tergantung pada intensitas dan frekuensi gelombang suara. Membran timpani akan bergetar secara lambat apabila terpajan gelombang suara dengan frekuensi rendah dan akan bergetar dengan cepat apabila terpajan gelombang suara dengan frekuensi tinggi,. Di bagian tengah membran timpani yang berhubungan dengan malleus juga akan bergetar. Getaran ini akan ditransmisikan dari malleus ke incus lalu ke stapes. Ketika stapes bergerak ke depan dan ke belakang, hal ini akan mendorong oval window untuk masuk dan keluar. Oval window bergetar 20 kali lebih cepat daripada membran timpani karena meneruskan getaran yang berasal dari permukaan luas (membran timpani) ke permukaan yang lebih sempit (oval window). (Tortora, Derrickson, 2009).

Pergerakan oval window akan meningkatkan tekanan cairan perilimfe di cochlea. Dan ketika oval window bergerak kedalam, hal ini akan mendorong perilimfe yang berada di scala vestibuli. Tekanan gelombang suara akan ditransmisikan dari scala vestibuli ke scala tympani dan akhirnya ke round window yang akan menyebabkan melengkungnya round window kearah telinga tengah. Tekanan gelombang suara juga mendorong membran vestibular ke depan dan ke belakang, menyebabkan tekanan pada endolimfe di dalam cochlear duct. Terjadinya tekanan pada endolimfe mengakibatkan membran basilaris bergetar dimana sel rambut pada Organ of Corti akan bergerak berlawanan arah dengan membran tektorial. Hal ini akan membuat stereocilia sel rambut membengkok yang akan memproduksi reseptor potensial untuk menghasilkan impuls. (Tortora, Derrickson, 2009)

Impuls yang dihasilkan akan merangsang pengeluaran neurotransmitter yang akan diteruskan ke neuron sensorik. Badan selnya neuron sensorik terdapat di spiral ganglia. Impuls akan merambat ke akson yang membentuk cabang cochlear dari nervus vestibulocochlear. Akson-akson ini akan bersinaps dengan


(21)

cochlear nuclei yang berada di medulla oblongata. Beberapa akson yang berasal dari cochlear nuclei akan bersilangan di medula, bergerak ke lateral meniscus di sisi berlawanan dan berakhir di inferior colliculus yang berada di midbrain. Akson lain yang berasal dari cochlear nuclei berakhir di superior olivary nucleus yang berada di pons. (Tortora, Derrickson, 2009)

Waktu antara setiap impuls yang datang ke superior olivary nuclei dari kedua telinga sangat berbeda tipis sehingga kita dapat mengetahui asal datangnya suara yang kita dengar. Akson yang berasal dari superior olivary nuclei juga bergerak ke lateral meniscus dan berakhir di inferior colliculi. Dari setiap inferior colliculus, impuls akan dibawa ke medial geniculate nucleus di thalamus dan ke primary auditory area di korteks serebri di bagian lobus temporal. (Tortora, Derrickson, 2009)

2.2. Cerumen (Earwax)

Cerumen adalah sekret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat pada bagian kartilago telinga yang memiliki fungsi sebagai pelindung kanalis auditorius eksternal dari kerusakan oleh air, infeksi, trauma dan benda asing. Jumlah cerumen yang terbentuk dan konsistensinya sangat bervariasi Cerumen juga berfungsi sebagai pelumas dan dapat mencegah kekeringan dan pembentukan fisura pada epidermis. Pada keadaan normal cerumen tidak akan tertumpuk di liang telinga, tetapi akan keluar sendiri pada waktu mengunyah dan setelah sampai diluar liang telinga akan menguap oleh panas. Penumpukan cerumen yang berlebihan akan menimbulkan gangguan pendengaran, juga bila liang telinga kemasukan air maka cerumen akan mengembang sehingga menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu pendengaran. (Dinces, 2012).


(22)

Kelenjar cerouminous terdapat di dinding superior dan bagian kartilago external auditory canal. Sekresinya bercampur dengan sekret berminyak kelenjar sebasea dari bagian atas folikel rambut membentuk serumen.Cerumen membentuk lapisan pada kulit external auditory canal bergabung dengan lapisan keratin yang bermigrasi untuk membuat lapisan pelindung pada permukaan yang mempunyai sifat antibakteri. Terdapat perbedaan besar dalam jumlah dan kecepatan migrasi cerumen. Pada beberapa orang mempunyai jumlah serumen sedikit sedangkan lainnya cenderung terbentuk massa serumen yang secara periodik menyumbat liang telinga. (Bannon, 2004)

2.2.2. Klasifikasi Cerumen

Cerumen secara umum dibagi menjadi: (1).. Tipe Basah, terdiri dari dua sub-tipe yaitu Cerumen putih (White/Flaky Cerumen), sifatnya mudah larut bila diirigasi dan Serumen coklat (light-brown), sifatnya seperti jeli, lengket; (2). Tipe Kering. Cerumen gelap/ hitam, sifatnya keras, biasanya erat menempel pada dinding liang telinga bahkan menutup liang sehingga menimbulkan gangguan pendengaran. (Pray, 2005).

External auditory canal memiliki banyak struktur yang berperan dalam produksi serumen. Yang terpenting adalah kelenjar ceruminous yang berjumlah 1000-2000 buah, kelenjar keringat apokrin tubular yang mirip dengan kelenjar keringat apokrin yang terdapat pada ketiak. Kelenjar ini memproduksi peptide, padahal kelenjar sebasea terbuka ke folikel rambut pada kanalis akustikus eksternus yang mensekresi asam lemak rantai panjang tersaturasi dan tidak tersaturasi, alkohol, skualan, dan kolesterol. (Pray, 2005)


(23)

Cerumen memiliki banyak manfaat. Cerumen menjaga external auditory canal dengan barier proteksi yang akan melapisi dan membasahi kanalis. Sifat lengketnya yang alami dapat menangkap benda asing, menjaga secara langsung kontak dengan bermacam-macam organisme, polutan, dan serangga. Cerumen juga mempunyai pH asam (sekitar 4-5), pada situasi pH seperti ini tidak dapat ditumbuhi oleh organisme sehingga dapat membantu menurunkan resiko infeksi pada external auditory canal (Pray,2005).

Selain di telinga, sel epitel yang sudah mati dan keratin dilepaskan dengan gesekan. Karena hal ini tidak mungkin terjadi dalam pada external auditory canal migrasi epitel squamosa merupakan cara utama untuk kulit mati dan debris dilepaskan dari dalam. Sel stratum korneum dalam membran timpani bergerak secara radial dari arah area anular membran timpani secara lateral sepanjang permukaan dalam pada external auditory canal. Sel berpindah terus ke lateral sampai mereka berhubungan dengan bagian kartilago telinga luar dan akhirnya dilepaskan, ketiadaan rete pegs dan kelenjar sub epitelial serta keberadaan membran basal halus memfasilitasi pergerakan epidermis dari meatus ke lubang lateral pergerakan pengeluaran epitel dari dalam kanal memberikan mekanisme pembersihan alami dalam pada external auditory canal, dan bila terjadi disfungsi akan menyebabkan infeksi. (G.B. dkk., 2001)

2.2.4. Fungsi Cerumen

Fungsi cerumen adalah: (1). Membersihkan external auditory canal yang terjadi sebagai hasil dari proses yang disebut “conveyor belt” process, hasil dari migrasi epitel ditambah dengan gerakan seperti rahang (jaw movement). Cerumen pada external auditory canal juga membawa kotoran, debu, dan partikel-pertikel yang dapat ikut keluar; (2). Sebagai lubricant untuk mencegah gatal dan iritasi; dan (3). Sebagai antibakterial, antifungal dan antiviral. Cerumen ditemukan efektif menurunkan kemampuan hidup bakteri antara lain Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pertumbuhan jamur


(24)

yang biasa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat dengan signifikan oleh cerumen. Kemampuan anti mikroba ini dikarenakan adanya asam lemak tersaturasi lisozim dan khususnya pH yang relatif rendah pada cerumen. (Roeser & Roland, 1992).

2.2.5. Impacted Cerumen

Merupakan keadaan dimana cerumen yang mengumpul membentuk massa yang padat yang melekat pada dinding external auditory canal (Dorland, 2002).

Impacted cerumen dapat menimbulkan beberapa gejala seperti gatal, sakit, gangguan pendengaran dan tinnitus. Apabila impacted cerumen ini tidak ditangani maka akan menyebabkan ketulian, gangguan dalam bersosialisasi, kinerja yang tidak bagus dan paranoia ringan. (Bannon, 2004).

Pemeriksaan otoskopi harus dilakukan untuk memastikan bahwa yang menyumbat liang telinga adalah cerumen dan bukan benda asing lainnya. Untuk mengatasi impacted cerumen dapat dilakukan irigasi untuk melunakkan cerumen dengan menggunakan atau tidak menggunakan ceruminolytic. Ceruminolytic diberikan paling tidak satu jam sebelum dilakukan pembersihan liang telinga, tetapi lebih baik apabila digunakan beberapa kali dalam sehari sebelum pembersihan liang telinga. Semakin keras dan kering, maka cerumen akan membutuhkan waktu lebih lama untuk melunak. Sedangkan semakin lunak, maka cerumen akan lebih mudah untuk dibersihkan. (Wyk,2012).

Untuk menurunkan resiko terjadinya perforasi membran timpani dapat digunakan ear irrigator tip yang mencegah air mengenai membran timpani. (McCarter,dkk., 2007).

2.3. Gangguan Pendengaran (Hearing loss) 2.3.1. Klasifikasi Gangguan Pendengaran


(25)

Gangguan pendengsrsan dapat diklasifiksasikan menjadi: (a). Tuli Konduktif. Pada tuli konduktif, ambang batas (thresholds) hantaran tulang dalam batas normal tetapi ambang batas (thresholds) hantaran udara lebih rendah paling tidak 10dB dibandingkan ambang batas (thresholds) normal. (Kutz, 2012). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Hal tersebut menurunkan tingkat intensitas gelombang suara untuk mencapai cochlea, tapi hal ini tidak mempengaruhi hantaran tulang. Contoh hal-hal yang dapat menyebabkan tuli konduktif yaitu cerumen atau benda asing, infeksi telinga tengah, perforasi membrane timpani,dll. (Kutz,2012); (b). Tuli Sensorineural. Pada tuli sensorineural, ambang batas hantaran tulang dan udara masing-masing 10-25dB. Dan kelainannya terdapat pada nervus VIII atau di pusat pendengaran karena telinga luar dan dalam tidak mengurangi gelombang suara yang masuk. Bersifat permanen. (Kutz,2012); dan (c). Tuli campuran, merupakan kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. (Antonelli,2002).

2.3.2. Etiologi Gangguan Pendengaran

Etiologi gangguan pendengaran diklasifikasikan menjadi: (a). Tuli Konduktif. Beberapa penyebab tuli konduktif adalah abnormalitas telinga luar atau tengah, adanya cairan di telinga tengah dan akumulasi cerumen di external auditory canal; (b). Tuli Sensorineural. Biasanya bersifat herediter dan disebabkan oleh kelainan sel rambut yang berada di telinga dalam yang berfungsi untuk mengubah getaran suara menjadi implus yang akan dihantarkan ke otak. (Parmet, 2007); dan (c). Tuli Campuran, yang merupakan suatu penyakit, misalnya: radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli sensorineural) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif). (Antonelli,2002)


(26)

Gangguan pendengaran dapat dibagi atas beberapa tingkatan sebagai berikut: (a). Normal (0-25 dB); (b). Mild (26-40 dB) dapat menyebabkan susah berkonsentrasi dan meningkatkan usaha untuk mendengar. Pasien akan sulit untuk suara dengan frekuensi rendah. Anak-anak akan menjadi lelah setelah mendengar dalam jangka waktu lama; (c). Moderate (41-55 dB) dapat mempengaruhi perkembangan berbahasa, pola pikir dan bicara, interaksi dengan sesama dan harga diri. Pasien dengan tingkat gangguan pendengaran ini sulit dalam memahami dan mendengar percakapan; (d). Moderate-Severe (56-70 dB) dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan menurunnya tingkat intelegensi dalam berbicara. Pasien dengan tingkat gangguan pendengaran ini tidak dapat mendengarkan sebagian besar tingkat percakapan; (e). Severe (71-90 dB) dapat mempengaruhi kualitas suara; dan (f). Profound (>90 dB), pasien dengan tingkat gangguan pendengaran ini menjadi semakin sulit untuk berbicara dan berbahasa (Kutz, 2012).

2.3.4. Diagnosa Gangguan Pendengaran

Untuk memeriksa pendengaran hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, cerumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural. Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif (Soepardi, 2007).

Pemeriksaan secara kualitatif dengan menggunakan garpu tala. Ada tiga jenis tes yang dilakukan: (a). Tes Rinne, adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa; (b). Tes Weber, adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan telinga kanan; dan (c). Tes Schwabach, yaitu membandingkan


(27)

hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal (Soepardi, 2007).

Pemeriksaan secara kuantitatif dengan menggunakan audiometri nada murni. Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui apakah terjadi gangguan pendengaran atau tidak dengan menentukan ambang batas sensitivitas pendengaran pada berbagai frekuensi yang mampu didengar. Selama pengujian, pasien akan mendengar nada murni yang diberikan melalui headphone atau earphone. Biasanya ambang batas dimulai dari yang terendah 250Hz sampai yang tertinggi 8000Hz. Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi sampai ambang dengar, titik dimana suara terkecil yang dapat didengar akan diketahui. Dalam rentang ini, ambang batas ditentukan dalam oktaf interval (250Hz, 500Hz dan 1000Hz) apabila dibawah 1000Hz sedangkan diatas 1000Hz dalam mid-oktaf interval (1500Hz, 2000Hz, 3000Hz, 4000Hz, 6000Hz dan 8000Hz). Misalnya, untuk penderita dengan ambang batas pendengaran pada 1000Hz adalah 45dB. Ini berarti ketika sinyal sinusoidal mencapai 1000Hz dan disampaikan ke penderita, intensitas dari ambang batas akan berubah secara sistematis, maka intensitas suara yang didengar sebesar 50% saat intensitas dengan level 45dB lebih tinggi dari pendengaran normal. (Stach, 1998).

Ada dua tipe tes audiometri nada murni yang dipresentasikan yaitu melalui hantaran udara dengan menggunakan earphone dan hantaran tulang melalui sebuah alat penggetar. Apabila melalui hantaran udara dapat memeriksa seluruh sistem auditorius. Ada dua tipe transduser yang digunakan dalam uji hantaran udara yaitu supra-aural earphone dan insert earphone. Supra-aural earphone diletakkan diluar telinga, tipe ini sudah lama dijadikan standar selama beberapa tahun karena penderita mudah untuk menggunakannya dan mempermudah kalibrasi (proses untuk memastikan bahwa output yang dihasilkan alat sudah standar). Sedangkan insert earphone adalah tipe paling baru yang terdiri dari loudspeaker yang diletakkan didalam sebuah kotak kecil yang akan mengirimkan sinyal akustik melalui sebuah saluran pipa ke bagian earphone yang dimasukkan


(28)

ke liang telinga (cuff). Jika pasien dengan fungsi telinga luar dan tengah yang normal, maka uji hantaran udara ini akan memberitahu sensitivitas pendengaran. Sedangkan jika didapati kelainan fungsi telinga luar dan tengah maka uji ini akan memberitahu tentang kerusakan sensorineural karena kelainan telinga dalam dan kerusakan konduktif karena kelainan telinga luar dan dalam. Yang melalui hantaran tulang, secara teori, ambang batasnya merefleksikan fungsi dari cochlea, tanpa melihat kondisi telinga luar atau tengah. Jika pasien dengan fungsi telinga tengah normal dan kemudian mengalami gangguan maka hantaran tulangnya tidak akan berubah, sementara pendengaran melalui hantaran udara akan terpengaruh (Stach, 1998).

Hasilnya ditunjukkan dalam desibel (dB) dan dimasukkan ke bentuk audiogram. Audiogram nada murni yang lengkap terdiri dari 4 plots yang berbeda yaitu hantaran udara dan tulang masing-masing untuk telinga kanan dan kiri. Juga mempunyai simbol untuk hantaran udara (O) dan hantaran tulang ( ). Kombinasi audiometri hantaran tulang dan udara akan membagi gangguan pendengaran menjadi konduktif, sensorineural dan campuran. (Stach, 1998).

Pada audiometri tutur dites seberapa banyak kemampuan mengerti percakapan pada intensitas yang berbeda. Tes terdiri dari sejumlah kata tertentu yang diberikan melalui headphone atau pengeras suara free field. Kata-kata tersebut harus diulangi oleh orang yang dites. Setelah selesai, presentase berapa kata yang dapat diulang dengan benar dapat diketahui. (Kutz, 2012).

Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan dengan otoskop untuk melihat membran timpani. Langkah-langkah pemeriksaan dengan otoskop sebagai berikut: (1). Tarik daun telinga ke arah belakang dan atas pada orang dewasa dengan tangan non dominan untuk meluruskan saluran telinga. Pertahankan tindakan ini sampai otoskop dilepas dari saluran telinga. Cara ini akan membuat saluran telinga menjadi lurus; (2). Peganglah otoskop pada tangan dominan anda, posisikan otoskop terbalik dan punggung tangan anda menahan pelipis dan pipi


(29)

pasen. Posisi ini membantu mencegah insersi terlalu kuat dari alat, serta membantu menstabilkan tangan anda bila kepala pasien sewaktu-waktu bergerak; (3). Masukkan spekulum dengan perlahan, cegah jangan sampai mengenai dinding medial yang sensitif terhadap nyeri. Amati saluran telinga luar dari kemerahan, pembengkakan, keluarnya cairan, benda asing serta lesi; (4). Inspeksi gendang telinga, catatlah warnanya, kontour, serta integritas dari gendang telinga. Rasional secara normal gendang telinga nampak licin berkilauan, transculent, pearl-gray.Warna yang lain menunjukkan adanya infeksi, atau akumulasi dari cairan serosa dibelakang gendang telinga. Perforasi gendang telinga terlihat seperti area oval gelap atau lubang yang lebih besar pada gendang telinga; dan (5), Amati Umbo, bagian yang memegang tulang maleus, serta cahaya kerucut (Meeker, Rhoads, 2008).

2.4 Kemampuan Mendengar

Menurut Burhan (1971),mendengar adalah suatu proses menangkap, memahami, dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya. Dalam konsep tersebut terdapat tiga tahapan proses mendengarkan,yaitu (1). tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya; (2).tahap memahami dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya;dan (3).tahap mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.

Tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya merupakan tahapan awal. Tahap ini sangat penting untuk menentukan keberhasilan mendengarkan. Pada tahap ini dibutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi, agar hasil dengaran sesuai dengan apa yang disampaikan oleh orang lain kepadanya. Selanjutnya, hasil dengaran tersebut harus dipahami, lalu diterjemahkan dengan kata-kata sendiri dengan tujuan agar mudah diingat. Oleh karena itu, tahapan


(30)

berikutnya adalah mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya. (Burhan,1971).

2.5. Hubungan Antara Penyumbatan Cerumen Dengan Kemampuan Mendengar

Dalam proses belajar, telinga juga memegang peranan penting selain mata. Gangguan pendengaran yang paling sering adalah ketulian atau kurang pendengaran, merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menerima beberapa frekuensi suara yang normalnya dapat didengar oleh manusia normal. Salah satu penyebab gangguan pendengaran adalah penyumbatan cerumen (impacted cerumen). Secara umum kurang pendengaran ditujukan pada orang yang relatif tidak peka terhadap suara pada frekuensi normal. Anak dengan kurang pendengaran dibandingkan dengan anak normal menunjukkan kesulitan untuk mempelajari kosakata, tatabahasa, kata perintah, ungkapan dan aspek lainnya dari komunikasi verbal. (National Information Center for Children and Youth with Disabilities, 2004).

Peranan kemampuan mendengarkan yang efektif dalam pendidikan pun sangat penting. Dalam proses belajar mengajar mata pelajaran apapun akan terjadi komunikasi antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa. Selama proses komunikasi berlangsung baik siswa maupun guru akan menggunakan kemampuan mendengarkan dengan sebaik-baiknya, siswa yang tidan memiliki kemampuan mendengarkan yang efektif akan salah memahami atau menafsirkan informasi tersebut. Akibatnya siswa akan memperoleh dan memiliki pengetahuan yang salah. (Burham,1971).


(31)

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep penelitian 3.2. Defenisi Operasional

3.2.1. Penyumbatan Cerumen (Impacted Cerumen)

Penyumbatan cerumen (impacted cerumen) adalah keadaan dimana cerumen yang mengumpul membentuk massa yang padat yang melekat pada dinding kanal auditorius eksternal.

a. Cara pengukuran adalah menggunakan metode observasi. b. Alat ukur yang digunakan adalah otoskop.

c. Skala pengukuran menggunakan variabel kategorik. Hasil Pengukuran :

- Menutupi membran timpani: impacted cerumen.

- Tidak menutupi membran timpani: bukan impacted cerumen

3.2.2. Kemampuan Mendengar


(32)

Kemampuan mendengar adalah suatu proses menangkap, memahami dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.

a. Cara pengukuran menggunakan metode observasi.

b. Alat pengukuran yang digunakan adalah audiometri Triveni tipe TAM-25. c. Skala pengukuran menggunakan variabel kategori.

Hasil Pengukuran :

Hearing loss (dB)

Normal 0 s/d 25

Mild 26 s/d 40

Moderate 41 s/d 55

Moderate-Severe 56 s/d 70

Severe 71 s/d 90

Profound > 90

3.3. Hipotesis

Dengan mempertimbangkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

− Terdapat hubungan antara penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar.


(33)

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional. 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Yayasan Washliyani, Jalan Pancing 1, Kecamatan Medan Labuhan; Sekolah Dasar Negeri 064005, Jalan Rawe VII, Kecamatan Medan Labuhan; Sekolah Dasar Yayasan St. Yoseph I, Jalan Pemuda No. 1A, Kecamatan Medan Maimun; Sekolah Dasar Negeri 060902, Jalan Mangkubumi No. 6, Kecamatan Medan Maimun. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi tersebut karena dianggap mewakili sekolah dasar yang berada di kota Medan dan dipinggir kota Medan.

Pengumpulan data penelitian dilakukan selama bulan Oktober setiap hari sekolah mulai pukul 08.00-13.00 WIB, atau dengan kesepakatan oleh pihak sekolah.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi adalah siswa kelas 4, 5 dan 6 Sekolah Dasar Yayasan Washliyani, Sekolah Dasar Negeri 064005, Sekolah Dasar Yayasan St. Yoseph I dan Sekolah Dasar Negeri 060902.


(34)

Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Teknik pemilihan sampel adalah teknik probability sampling dengan cara cluster sampling. Pada cluster sampling, semua subyek dipilih berdasarkan gugus / kelas dimana diasumsikan didalam setiap kelas/gugus sudah terdapat semua sifat/variasi yang akan diteliti, selanjutnya kelas yang akan diacak dan unit sampel yang akan diambil dari kelas yang sudah ditarik (Wahyuni, 2008).

Adapun jumlah sampel yang diperlukan dihitung dengan cara estimasi proporsi berdasarkan rumus di bawah ini (Wahyuni, 2008):

Dimana:

− N = jumlah sampel minimum

− Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku menurut tabel Z pada α

tertentu

− P = harga proporsi di populasi

− d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga untuk uji hipotesis dua arah diperoleh nilai Z1-α/2 sebesar 1,96.

Nilai P yang digunakan ialah 0,5 dengan kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir 0,1. Berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

Dengan demikian besar sampel minimal yang diperlukan adalah 96,04 orang, dibulatkan menjadi 97 orang.


(35)

4.4. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam peneltian ini adalah: Kriteria Inklusi

• Siswa kelas 4,5 dan 6 yang bersekolah di SD Washliyani, SDN 064005, SD St. Yoseph I dan SD 060902.

• Anak usia 9 – 12 tahun.

Kriteria Eksklusi

• Siswa yang menolak atau tidak bersedia untuk menjadi sampel penelitian.

4.5. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masing-masing sampel penelitian, meliputi ada atau tidaknya impacted cerumen dan kemampuan mendengar. Pengumpulan dilakukan dengan pemeriksaan liang telinga menggunakan otoskop dan pemeriksaan audiometri nada murni yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian.

4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara akan ditabulasi untuk kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS).

Data kemudian dianalisis melalui perhitungan statistik untuk melakukan uji hipotesis dengan metode Chi Square. Metode statistik ini dipilih karena baik variabel bebas (penyumbatan cerumen) maupun variabel terikat (kemampuan mendengar) merupakan data berskala ordinal atau kategorik (Sastroasmoro & Ismael, 2008).


(36)

Pada awal nya, uji hipotesis pada penelitian ini direncanakan menggunakan metode Chi Square karena variabel bebas dan terikat merupakan data kategorik, tetapi setelah dilakukan uji Chi Square oleh peneliti, ditemukan bahwa 2 cells dengan nilai expected count dibawah 5 (33.3%), padahal syarat menggunakan Chi Square adalah nilai expected count tidak boleh lebih dari 20%. Uji hipotesis juga tidak dapat menggunakan Fisher’s Exact test karena tes tersebut hanya dapat digunakan untuk tabel berukuran 2 x 2. Oleh karena itu, uji hipotesis kemudian dilakukan peneliti menggunakan metode Kolmogorov Smirnov karena data tersebut merupakan data kategorik tidak berpasangan 2 x k (Dahlan,2009).


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat sekolah dasar yaitu Sekolah Dasar Yayasan Washliyani, Jalan Pancing 1, Kecamatan Medan Labuhan; Sekolah Dasar Negeri 064005, Jalan Rawe VII, Kecamatan Medan Labuhan; Sekolah Dasar Yayasan St. Yoseph I, Jalan Pemuda No. 1A, Kecamatan Medan Maimun; Sekolah Dasar Negeri 060902, Jalan Mangkubumi No. 6, Kecamatan Medan Maimun.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subjek penelitian

Responden yang ikut serta dalam penelitian ini berjumlah 137 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi. Mayoritas subjek penelitian berjenis kelamin perempuan sebanyak 80 orang (58.4%) sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 57 orang (41.6%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Subjek Penelitian Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentasi (%)

Laki-laki 57 41,6

Perempuan 80 58,4

Jumlah 137 100,0

Dari 137 anak tersebut, sebagian besar bersekolah di SD Washliyani sebanyak 48 orang (35.0%), sedangkan yang bersekolah di SDN 064005 sebanyak 44 orang (32.1%), SD St.Yoseph sebanyak 20 orang (14.6%) dan SDN 060902 sebanyak 25 orang (18.2%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sekolah Dasar Subjek Penelitian Sekolah Dasar Jumlah (orang) Persentasi (%)


(38)

SD Washliyani 48 35,0

SDN 064005 44 32,1

SD St.Yoseph 1 20 14,6

SDN 060902 25 18,2

Jumlah 137 100,0

Angka kejadian tertinggi terdapatnya cerumen pada telinga subjek penelitian yang bertempat tinggal di kecamatan Medan Labuhan sebanyak 32 orang (65.3%) sedangkan yang bertempat tinggal di kecamatan Medan Maimun sebanyak 17 orang (34.7%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.3

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Terdapatnya Cerumen Terhadap Faktor Tempat Tinggal

Tempat Tinggal Jumlah (orang) Persentasi (%)

Medan Labuhan 32 65.3

Medan Maimun 17 34.7

Jumlah 49 100.0

Angka kejadian tertinggi terdapatnya cerumen pada telinga subjek penelitian yang bersekolah di sekolah dasar negeri sebanyak 29 orang (59.2%) sedangkan yang bersekolah di sekolah dasar swasta sebanyak 20 orang (40.8%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Terdapatnya Cerumen Terhadap Faktor Sekolah

Sekolah Dasar Jumlah (orang) Persentasi (%)

Negeri 29 59.2

Swasta 20 40.8

Jumlah 49 100.0

Dari penelitian ini, terdapat 88 orang (64.2%) yang tidak terdapat cerumen pada telinganya. Sedangkan yang terdapat cerumen pada telinganya sebanyak 49


(39)

orang (36.8%). Dari 137 orang anak, didapati 32 orang (23.4%) dengan cerumen pada salah satu telinga dan 17 orang (12.4%) dengan cerumen pada kedua telinganya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Lokasi Terdapatnya Cerumen Lokasi Jumlah (orang) Persentasi (%)

Unilateral 32 23,4

Bilateral 17 12,4

Tidak ada 88 64,2

Jumlah 137 100,0

Dari penelitian ini,didapati 32 orang yang terdapat cerumen pada salah satu telinganya (unilateral), yang menderita gangguan pendengaran mild sebanyak 14 orang (43.8%) dan yang menderita gangguan pendengaran moderate sebanyak 1 orang (3.1%). Sedangkan yang terdapat cerumen pada kedua telinganya (bilateral) sebanyak 17 orang, yang menderita gangguan pendengaran mild sebanyak 4 orang (23.5%) dan yang menderita gangguan pendengaran moderate sebanyak 3 orang (17.6%). Hal ini dapat dilihat dari tabel 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Lokasi Terdapatnya Cerumen Terhadap Gangguan Pendengaran

Lokasi Cerumen

Gangguan Pendengaran (org)

Total (org)

Persentasi (%) Normal Mild Moderate

Unilateral 17 14 1 32 23,4

Bilateral 10 4 3 17 12,4

Tidak ada 77 10 1 88 64,2

Jumlah 104 28 5 137 100,0


(40)

Pengujian hipotesis untuk melihat ada tidaknya hubungan antara penyumbatan cerumen dengan gangguan statistik dilakukan dengan program statistik. Pada penelitian ini sampel dianalisis dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov test.

Hubungan antara penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Hubungan Penyumbatan Cerumen dengan Kemampuan Mendengar pada Siswa SD

Cerumen

Audiogram

Jumlah (orang)

P value Normal

Tipe Konduktif Mild Moderate

Ada 27 18 4 49

0,003

Tidak 77 10 1 88

Jumlah 104 28 5 137

Diperoleh sebanyak 49 orang (35.8%) yang terdapatnya cerumen pada telinganya. Dari 49 orang tsb, terdapat 22 orang (16%) yang mengalami gangguan pendengaran . Nilai p pada uji Kolmogorov-Smirnov Test pada penelitian ini nilai p sebesar 0.003 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang dikemukakan sebelumnya dapat diterima karena nilai p lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar.

5.2. Pembahasan


(41)

Pada penelitian ini didapati 49 orang (35.8%) yang terdapat penyumbatan cerumen. Hal ini juga didapati pada penelitian di kota Semarang yang dilakukan BKIM kota Semarang tahun 2007 yang menunjukkan angka yang cukup besar pada penderita yang mengalami penyumbatan cerumen pada anak usia sekolah dasar. Sekitar 29.55% anak SD kelas 1 di kota Semarang ditemukan adanya penyumbatan cerumen, jadi diperkirakan dari total 25.741 anak SD kelas 1 di kota Semarang, 7.526 anak mengalami penyumbatan cerumen. (Widodo,2007). Hal ini menunjukkan bahwa penyumbatan cerumen merupakan kejadian yang cukup sering terjadi di masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Guest JF dkk (2004) di Inggris, menyebutkan bahwa berbagai faktor berkaitan dalam terjadinya pemyumbatan cerumen, faktor internal seperti kelainan bentuk anatomis liang telinga, cerumen yang berlebihan, kelainan sistemik, aktivitas bakteri dan jamur dalam liang telinga berperan dalam terjadinya penyumbatan cerumen. Faktor eksternal seperti cara membersihkan liang telinga, kelembaban udara yang tinggi, serta lingkungan yang berdebu juga berperan dalam terjadinya penyumbatan cerumen. Selain itu,pada penelitian ini juga didapati faktor lain yang mempengaruhi penyumbatan cerumen yaitu tingkat pengetahuan dan tingkat sosio-ekonomi. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian dimana anak yang mengalami penyumbatan cerumen sebanyak 32 orang (65.3%), bertempat tinggal di Medan Labuhan yang termasuk pinggiran kota Medan.

5.2.2 Kemampuan Mendengar

Menurut Burhan (1971),mendengar adalah suatu proses menangkap, memahami, dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya. Dalam konsep tersebut terdapat tiga tahapan proses mendengarkan,yaitu (1). tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain


(42)

kepadanya; (2).tahap memahami dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya;dan (3).tahap mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.

Pada penelitian ini didapati salah satu faktor yang mempengaruhi proses pendengaran seseorang yaitu kebersihan telinga. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian yang mendapatkan sebanyak 88 orang (64.2%) yang tidak mengalami penyumbatan cerumen dan gangguan pendengaran.

5.2.3 Hubungan Antara Penyumbatan Cerumen dengan Kemampuan Mendengar

Pada hasil penelitian ini, peneliti mendapatkan bahwa jumlah keseluruhan anak yang mengalami penyumbatan cerumen adalah 49 orang (35.8%) dan yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 22 orang (16%) dari anak yang terdapat cerumen pada telinganya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ruben (2007),bahwa gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan gangguan pendengaran tipe konduktif dimana terdapat hambatan hantaran gelombang suara karena kelainan atau penyakit pada telinga luar dan tengah, dalam hal ini berupa penyumbatan cerumen yang akan menghambat hantaran gelombang suara yang kemudian akan mempengaruhi kemampuan mendengar seseorang.

Peneliti mendapatkan bahwa sebanyak 49 orang (35.8%) dengan penyumbatan cerumen pada telinganya yang mengalami gangguan pendengaran tipe mild sebanyak 18 orang (36.7%). Hal ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Raman Rajaopalan dkk. di Indiana, menyebutkan bahwa penyumbatan cerumen menyebabkan gangguan pendengaran tipe mild, dengan perbaikan tingkat pendengaran sekitar 15-25 dB pada seseorang yang telah dibersihkan liang telinganya dari cerumen.(Rajagopalan,2006)


(43)

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2000, 1507 orang dewasa di Inggris menunjukkan bahwa sekitar 2,1% dari subjek penelitian tsb,mengalami gangguan pendengaran. (Karlsmose, et al, 2001). Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan bahwa ditemukan 22 orang (16%) yang mengalami gangguan pendengaran.

BAB 6


(44)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan sekolah, subjek penelitian yang mengalami penyumbatan cerumen terbanyak adalah yang bersekolah di sekolah dasar negeri sebanyak 29 orang (59.2%)

2. Angka kejadian tertinggi terdapatnya cerumen pada telinga subjek penelitian yang bertempat tinggal di kecamatan Medan Labuhan sebanyak 32 orang (65.3%).

3. Jumlah keseluruhan subjek penelitian yang mengalami penyumbatan cerumen adalah 49 orang (35.8%) dan yang disertai gangguan pendengaran sebanyak 22 orang (16%) .

4. Terdapat hubungan antara penyumbatan cerumen dengan kemampuan mendengar (p<0,05, p=0,003).

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlunya tindakan dini seperti skrining agar insidensi penyumbatan cerumen dapat menurun sehingga tidak menurunkan kualitas pendengaran. 2. Perlunya dilakukan edukasi pada masyarakat yang mengalami

penyumbatan cerumen agar lebih paham tentang pentingnya kebersihan telinga.

3. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut yang dilakukan dibeberapa tempat yang berbeda.


(45)

Antonelli, P.J., 2002. An Overview of Hearing Loss. Available from 17 March 2012]

Bannon, M., 2004. Impacted Cerumen: Composition, Production, Epidemiology

and Management. Available from

2012]

Brian J. G.B., Michael H., Peter K., 2001. Atlas of Clinical Otolaryngology. St.Louis:MosbyYaer Book

Burhan, Y., 1971. Problema Bahasa dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung:Ganeca.

Dahlan, M.S., 2005. Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:Arkans.

Dinces, E.A., 2012. Cerumen. Available from

Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Hambuako, I., 2010. Telinga Sehat Pendengaran Baik. Available from

Gage, N.L & Berliner, D.C., 1992. Educational Psychology. Boston:Houghton Mifflin.

Guest, J.F., Greener, M.J, Robinson, A.C, & Smith, A.F., 2004. Impacted Cerumen : Composition, Production, Epidemiology and Management.


(46)

Available from [Accessed 30 November 2012]

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Telinga Sehat Pendengaran Baik. Available from 2012]

Kutz, J.W., 2012. Audiology Pure-Tone Testing. Available from

[Accessed 5 May 2012]

Karlmose B, Lauritzen T, Engberg M,et al. 2001. A randomized Controlled Trial af Screening for Adult Hearing Loss During Preventive Health Checks. Boston:Houghton Mifflin.

McCarter, D.F., Courtney, A.U & Pollart, S.M., 2007. Cerumen Impaction.

Available fro

30 April 2012]

Muchtar,Z., Haryuna,T.S.H., Effendy, E., Rambe, A.Y.M., Betty & Zahara, D., 2011. Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran. Medan: USU Press.

Netter, F. H. et Machado, C. A., 2003. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System LLC.

Pray, W. S. & Pray, Joshua J., 2005. Earwax : Should It Be Removed? .Available

from


(47)

Rajagopalan,R., 2006. Role of Impacted Cerumen in Hearing Loss. ENT Journal Available from

Rhoads, J. & Meeker, B.J., 2008. David’s guide to clinical nursing skills. Philadelpia : FA Davis Company.

Roeser, R.J. & Roland, P., 1992. What Audologists Must Know About Cerumen

and Cerumen Management. Available from

Ruben,JR., 2007. Hearing Loss and Deafness. Available from

[Accessed 30

November 2012]

Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis ed 3. Jakarta: Sagung Seto

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J. & Restuti, R.D., 2010. Gangguan

Pendengaran dan Kelainan Telinga dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi VI. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Soetjipto, D., 2007. Pedoman Umum Organisasi Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian. Available from

.[Accessed 21

March 2012]

Soetjipto, D., 2008. Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran

dan Ketulian . Available from

[Accessed 21 March 2012]


(48)

Tortora, G.J. & Derrickson, B.H., 2009. Principles of Anatomy and Physiology 12th ed. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Wahyuni, A.S., 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication

Widodo,P., Muyassaroh. & Yuslam Samihardja. 2007. Peran BKIM dalam Skrining Pendengaran Anak Sekolah.Workshop.

Wyk, F.C., 2012. Cerumen Impaction Removal. Available from April 2012]

LAMPIRAN 1


(49)

Nama : Cassandra Etania

Tempat/ tanggal lahir : Binjai, Sumut, Indonesia / 10 Juli 1991 Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Buddha

Alamat : Jalan Danau Singkarak No. 2 DD, Medan Sumatera Utara, Indonesia.

Nomor Telepon : 085762100308 Orang Tua : - Ayah : Deli

- Ibu : Dewy

Riwayat Pendidikan : TK Swasta St. Yoseph I (1995 – 1997) SD Swasta St. Yoseph I (1997 – 2003) SMP Swasta Santo Thomas 1 (2003 – 2006) SMA Swasta Santo Thomas 1 (2006 – 2009) Universitas Sumatera Utara (2009 – sekarang) Riwayat Organisasi : Anggota Keluarga Mahasiswa Buddhis

LAMPIRAN 2


(50)

Salam sejahtera,

Saya, Cassandra Etania, mahasiswa semester VII dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Penyumbatan Cerumen dengan Kemampuan Mendengar pada Siswa-Siswi di Beberapa Sekolah Dasar yang Berada di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012”.

Cerumen ataupun yang lebih dikenal dengan taik telinga merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pendengaran. Apabila penyumbatan taik telinga ini berlangsung lama maka akan menganggu aktivitas sehari-hari karena menurunnya kemampuan pendengaran. Penelitian saya ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyumbatan cerumen (taik telinga) dengan prestasi belajar.

Untuk mendapatkan data penelitian ini, saya memohon kesediaan Bapak dan Ibu untuk mengijinkan untuk melakukan pemeriksaan telinga anak Bapak dan Ibu yang akan didampingi oleh dokter spesialis THT (Telinga, Hidung dan Tenggorokan). Apabila didapati penyumbatan cerumen (taik telinga) maka akan dilakukan pengeluaran cerumen (taik telinga) yang merupakan salah satu misi Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala dan Leher Indonesia (PERHATI-KL) untuk mencegah gangguan pendengaran dan ketulian. Data-data yang didapatkan hanya akan digunakan dalam penelitian ini dan tidak akan disebar untuk tujuan lain

Tidak ada biaya apapun yang akan dikenakan kepada Bapak dan Ibu pada penelitian ini. Partisipasi penelitian ini bersifat bebas dan tanpa ada paksaan dan Anda berhak untuk menolak berpartisipasi tanpa dikenakan sanksi apapun.

Demikianlah penjelasan ini saya sampaikan. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Anda mengisi lembar persetujuan


(51)

setelah penjelasan (PSP) yang telah saya persiapkan. Atas partisipasi dan kesediaan Anda, saya ucapkan terima kasih.

Medan, ________________ 2012 Peneliti

(CASSANDRA ETANIA)


(52)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

(INFORMED CONSENT)

__________________________________________________________________ Saya yang bertanda tangan di bawah ini,______________________,orangtua dari:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Kelas :

Nama Sekolah :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian “Hubungan Penyumbatan Cerumen dengan Kemampuan Mendengar pada Siswa-Siswi di Beberapa Sekolah Dasar yang Berada di Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012”, maka dengan ini saya mengatakan bahwa saya memahami penjelasan secara lengkap dan secara sukarela dan tanpa paksaan bersedia ikut serta dalam penelitian tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, ……… 2012 Orangtua

(……….) LAMPIRAN 4


(53)

Nam a

Jenis Kelamin

Kela

s Sekolah

Cerumen Ambang Dengar Kana

n Kiri Kanan Kiri A perempuan 4 SDN 060902 Tidak Ada normal mild B perempuan 6 SDN 060902 Ada Ada

moderat

e mild

C perempuan 5 SDN 060902 Tidak Ada normal

moderat e D perempuan 5 SDN 060902 Ada Ada mild mild E perempuan 5 SDN 060902 Ada

Tida

k mild mild F laki-laki 4 SDN 060902 Ada

Tida

k mild mild G perempuan 4 SDN 060902 Tidak

Tida

k normal mild H perempuan 4 SDN 060902 Ada Ada mild

moderat e I laki-laki 4 SDN 060902 Tidak

Tida

k mild normal J perempuan 4 SDN 060902 Tidak

Tida

k normal normal K perempuan 5 SDN 060902 Ada

Tida

k mild normal L perempuan 5 SDN 060902 Tidak

Tida k moderat e moderat e M laki-laki 5 SDN 060902 Tidak

Tida

k mild mild N laki-laki 5 SDN 060902 Ada

Tida

k mild normal O laki-laki 5 SDN 060902 Tidak Ada normal normal P laki-laki 6 SDN 060902 Tidak

Tida

k normal normal Q laki-laki 6 SDN 060902 Tidak

Tida

k normal normal R perempuan 6 SDN 060902 Tidak

Tida

k mild mild S perempuan 4 SDN 060902 Tidak

Tida

k normal normal T perempuan 4 SDN 060902 Ada

Tida

k mild normal U perempuan 4 SDN 060902 Tidak

Tida

k normal normal V perempuan 4 SDN 060902 Ada

Tida

k mild normal W perempuan 5 SDN 060902 Tidak Tida normal normal


(54)

k X perempuan 6 SDN 060902 Tidak

Tida

k mild normal Y perempuan 6 SDN 060902 Tidak

Tida

k normal normal Z laki-laki 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal AA perempuan 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal BA perempuan 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal CA laki-laki 5

SD

St.Yoseph Ada

Tida

k normal normal DA laki-laki 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal EA laki-laki 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal FA laki-laki 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal GA laki-laki 5

SD

St.Yoseph Ada Ada normal normal HA perempuan 5

SD

St.Yoseph Ada Ada normal normal IA perempuan 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k mild mild JA perempuan 5

SD

St.Yoseph Ada

Tida

k normal normal KA laki-laki 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal LA laki-laki 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal MA perempuan 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal NA perempuan 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal OA perempuan 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal PA perempuan 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal QA perempuan 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal RA perempuan 5

SD

St.Yoseph Tidak Tida

k normal normal SA perempuan 4

SD


(55)

TA perempuan 4

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal UA perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal VA perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Ada normal normal WA perempuan 6

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal XA perempuan 6

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal YA laki-laki 6

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal ZA laki-laki 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k mild mild AB perempuan 4

SD

Washliyani Ada

Tida

k normal normal BB laki-laki 5

SD

Washliyani Ada

Tida

k normal normal CB perempuan 6

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal DB laki-laki 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal EB perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal FB laki-laki 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal GB laki-laki 5

SD

Washliyani Ada Ada normal normal HB perempuan 5

SD

Washliyani Ada Ada normal normal IB laki-laki 6

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal JB laki-laki 6

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal KB laki-laki 4

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal LB perempuan 4

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal MB laki-laki 4

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal NB laki-laki 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal OB laki-laki 6

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal mild PB perempuan 4 SD Ada Tida normal normal


(56)

Washliyani k QB perempuan 4

SD

Washliyani Ada

Tida

k normal normal RB laki-laki 6

SD

Washliyani Ada

Tida

k normal normal SB perempuan 4

SD

Washliyani Tidak Ada normal normal TB laki-laki 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal UB laki-laki 4

SD

Washliyani Ada

Tida

k mild normal VB perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal WB perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal XB perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal YB perempuan 5

SD

Washliyani Ada Ada

moderat

e normal ZB perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal AC perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal BC laki-laki 6

SD

Washliyani Tidak Ada normal mild CC perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal DC perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal EC laki-laki 4

SD

Washliyani Tidak Ada normal mild FC laki-laki 4

SD

Washliyani Ada Ada mild normal GC perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal HC laki-laki 6

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal IC perempuan 4

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal JC laki-laki 4

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal KC laki-laki 4

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal mild LC laki-laki 4

SD

Washliyani Ada

Tida


(57)

MC laki-laki 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal NC laki-laki 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal OC perempuan 5

SD

Washliyani Tidak Tida

k normal normal PC laki-laki 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal QC perempuan 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal RC laki-laki 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal SC laki-laki 6 SDN 064005 Ada Ada mild mild TC laki-laki 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal UC perempuan 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal VC laki-laki 5 SDN 064005 Ada

Tida

k mild normal WC laki-laki 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal XC laki-laki 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal YC perempuan 5 SDN 064005 Tidak Ada normal

moderat e ZC perempuan 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal AD perempuan 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal BD perempuan 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal CD perempuan 4 SDN 064005 Ada Ada mild mild DD perempuan 6 SDN 064005 Ada

Tida

k mild normal ED perempuan 6 SDN 064005 Tidak Ada normal mild FD perempuan 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal GD perempuan 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal HD laki-laki 6 SDN 064005 Ada

Tida

k normal normal ID perempuan 5 SDN 064005 Ada Ada normal normal JD laki-laki 5 SDN 064005 Tidak Ada normal normal KD laki-laki 4 SDN 064005 Tidak

Tida


(58)

LD laki-laki 4 SDN 064005 Tidak Tida

k normal normal MD perempuan 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal ND laki-laki 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal OD perempuan 6 SDN 064005 Tidak Ada normal normal

PD perempuan 6 SDN 064005 Ada

Tida

k normal normal QD perempuan 6 SDN 064005 Ada Ada normal normal RD laki-laki 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal SD perempuan 5 SDN 064005 Tidak Ada normal normal TD perempuan 5 SDN 064005 Tidak

Tida

k mild mild UD perempuan 5 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal VD perempuan 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal WD laki-laki 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal XD laki-laki 5 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal YD laki-laki 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal ZD laki-laki 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal AE perempuan 6 SDN 064005 Ada Ada normal normal BE perempuan 5 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal CE Perempuan 4 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal DE Perempuan 5 SDN 064005 Ada

Tida

k normal normal EE laki-laki 6 SDN 064005 Tidak

Tida

k normal normal FE Perempuan 5 SDN 064005 Ada Ada normal normal GE Perempuan 5 SDN 064005 Ada Ada normal normal Frequencies

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(59)

Valid laki-laki 57 41.6 41.6 41.6

perempuan 80 58.4 58.4 100.0

Total 137 100.0 100.0

sekolah dasar

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SDN 060902 25 18.2 18.2 18.2

SD St.Yoseph 20 14.6 14.6 32.8

SD

Washliyani

48 35.0 35.0 67.9

SDN 064005 44 32.1 32.1 100.0

Total 137 100.0 100.0

Telinga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid unilateral 32 23.4 23.4 23.4

bilateral 17 12.4 12.4 35.8

normal 88 64.2 64.2 100.0

Total 137 100.0 100.0

Crosstabulation

cerumen * tempat tinggal Crosstabulation tempat tinggal

Total Medan

Labuhan

Medan maimun

cerumen ada Count 32 17 49

% within cerumen 65.3% 34.7% 100.0% % within tempat

tinggal


(60)

tidak Count 60 28 88 % within cerumen 68.2% 31.8% 100.0% % within tempat

tinggal

65.2% 62.2% 64.2%

Total Count 92 45 137

% within cerumen 67.2% 32.8% 100.0% % within tempat

tinggal

100.0% 100.0% 100.0%

cerumen * sekolah Crosstabulation sekolah

Total negeri swasta

cerumen ada Count 29 20 49

% within cerumen

59.2% 40.8% 100.0% % within sekolah 42.0% 29.4% 35.8%

tidak Count 40 48 88

% within cerumen

45.5% 54.5% 100.0% % within sekolah 58.0% 70.6% 64.2%

Total Count 69 68 137

% within cerumen

50.4% 49.6% 100.0% % within sekolah 100.0% 100.0% 100.0%


(61)

lokasicerumen * Pendengaran Crosstabulation Pendengaran

Total normal mild moderate

lokasicerumen unilateral Count 17 14 1 32

% within lokasicerumen

53.1% 43.8% 3.1% 100.0% % within Pendengaran 16.3% 50.0% 20.0% 23.4%

bilateral Count 10 4 3 17

% within lokasicerumen

58.8% 23.5% 17.6% 100.0% % within Pendengaran 9.6% 14.3% 60.0% 12.4%

tidak ada Count 77 10 1 88

% within lokasicerumen

87.5% 11.4% 1.1% 100.0% % within Pendengaran 74.0% 35.7% 20.0% 64.2%

Total Count 104 28 5 137

% within lokasicerumen

75.9% 20.4% 3.6% 100.0% % within Pendengaran 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 18.523a 2 .000

Likelihood Ratio 18.051 2 .000

Linear-by-Linear Association 17.761 1 .000

N of Valid Cases 137

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.79.


(62)

Kolmogorov – Smirnov Test

Test Statisticsa

Pendengaran Most Extreme

Differences

Absolute .324

Positive .324

Negative .000

Kolmogorov-Smirnov Z 1.818

Asymp. Sig. (2-tailed) .003


(63)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Penampang Telinga 5


(64)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Kelas Subjek Penelitian 25 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sekolah Dasar Subjek Penelitian 26

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Terdapatnya Cerumen Terhadap Faktor Tempat Tinggal

26 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Terdapatnya Cerumen

Terhadap Faktor Sekolah

26 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Lokasi Terdapatnya Cerumen 27 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Lokasi Terdapatnya Cerumen Terhadap

Gangguan Pendengaran

27 Tabel 5.7. Hubungan Penyumbatan Cerumen dengan Kemampuan

Mendengar pada Siswa SD


(65)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup 37

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian 38

Lampiran 3 Surat Perseutujuan Setelah Penjelasan 40

Lampiran 4 Hasil Output SPSS 41


(1)

tidak Count 60 28 88 % within cerumen 68.2% 31.8% 100.0% % within tempat

tinggal

65.2% 62.2% 64.2%

Total Count 92 45 137

% within cerumen 67.2% 32.8% 100.0% % within tempat

tinggal

100.0% 100.0% 100.0%

cerumen * sekolah Crosstabulation sekolah

Total negeri swasta

cerumen ada Count 29 20 49

% within cerumen

59.2% 40.8% 100.0% % within sekolah 42.0% 29.4% 35.8%

tidak Count 40 48 88

% within cerumen

45.5% 54.5% 100.0% % within sekolah 58.0% 70.6% 64.2%

Total Count 69 68 137

% within cerumen

50.4% 49.6% 100.0% % within sekolah 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

Total normal mild moderate

lokasicerumen unilateral Count 17 14 1 32

% within lokasicerumen

53.1% 43.8% 3.1% 100.0% % within Pendengaran 16.3% 50.0% 20.0% 23.4%

bilateral Count 10 4 3 17

% within lokasicerumen

58.8% 23.5% 17.6% 100.0% % within Pendengaran 9.6% 14.3% 60.0% 12.4%

tidak ada Count 77 10 1 88

% within lokasicerumen

87.5% 11.4% 1.1% 100.0% % within Pendengaran 74.0% 35.7% 20.0% 64.2%

Total Count 104 28 5 137

% within lokasicerumen

75.9% 20.4% 3.6% 100.0% % within Pendengaran 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 18.523a 2 .000

Likelihood Ratio 18.051 2 .000

Linear-by-Linear Association 17.761 1 .000

N of Valid Cases 137

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.79.


(3)

Kolmogorov – Smirnov Test

Test Statisticsa

Pendengaran Most Extreme

Differences

Absolute .324

Positive .324

Negative .000

Kolmogorov-Smirnov Z 1.818

Asymp. Sig. (2-tailed) .003


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Penampang Telinga 5


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Kelas Subjek Penelitian 25 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sekolah Dasar Subjek Penelitian 26

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Terdapatnya Cerumen Terhadap Faktor Tempat Tinggal

26 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Terdapatnya Cerumen

Terhadap Faktor Sekolah

26 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Lokasi Terdapatnya Cerumen 27 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Lokasi Terdapatnya Cerumen Terhadap

Gangguan Pendengaran

27

Tabel 5.7. Hubungan Penyumbatan Cerumen dengan Kemampuan Mendengar pada Siswa SD


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup 37

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian 38

Lampiran 3 Surat Perseutujuan Setelah Penjelasan 40

Lampiran 4 Hasil Output SPSS 41