60 hari ini saja tanpa bisa merencanakan apa yang diperlukan esok hari. Mereka
beranggapan bahwa apa yang mereka peroleh hari ini harus dihabiskan hari itu juga.Dari cara mereka membelanjakan hasil mengemis, diperoleh gambaran bahwa
mereka hanya memikirkan kebutuhan hari ini saja. “Wekdal sak niki, umpamanipun kulo pikantuk yotro wolong ewu
nggih kulo telaske sedanten.”waktu sekarang umpamanya saya mendapatkan uang delapan ribu ya saya habiskan semua.
15
Pengalaman mereka mendapatkan uang dengan mudah, membuat mereka
tidak punya rencana masa depan. Penduduk Dusun Karang Rejek bagaikan pasrah terhadap segala perubahan maupun kemandekan.
“Yang saya dapatkan sekarang, ya saya makan sekarang, untuk esok ada rezeki sendiri”.
16
Penduduk Dusun Karang Rejek lebih bersikap nrimo dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
H. Pola Kerja
Meskipun sikap malas merupakan salah satu latar belakang yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis, namun tidak berarti semua pengemis di
Dusun Karang Rejek memiliki sikap tersebut. Seorang pengemis yang sudah memiliki jam terbang yang lama, biasanya cenderung mempunyai pola kerja yang
sudah cukup baik dengan rutinitas yang tinggi dalam melakukan kegiatan mengemis. Pengemis di Dusun Karang Rejek tersebut dalam menjalani rutinitas
kesehariannya tanpa aturan yang mengikat mereka dalam bentuk wajib dan harus.
15
Wawancara dengan Marto Rejo, tanggal 16 Juli 2004.
16
Wawancara dengan Tukimol, tanggal 15 Mei 2004.
61 Mereka bisa menentukan sendiri dengan apa yang akan diperbuatnya, dengan kata
lain mereka bebas dalam kehidupannya, seperti halnya yang diucapkan oleh Samsuri. “Enakan mengemis begini, mbak. Pekerjaan ringan, dapat uang,
nggak ada yang ngatur-ngatur, dan enggak perlu ketrampilan khusus.”
17
Penuturan yang hampir sama juga diungkapkan oleh Mardi 50 th. “Saya tidak perlu seharian untuk mengemis, mbak. Kalau memang
sudah dapat uang yang cukup dari mengemis, saya dapat pulang dan bersantai-santai di rumah.”
18
Di dalam menjalankan rutinitasnya sebagai pengemis. Penduduk Dusun Karang Rejek biasanya berkelompok, menyelusuri jalan, ke luar masuk kampung
untuk meminta sedekah. Di dalam melakukan kegiatan mengemis tersebut mereka juga tidak selalu
harus berangkat pagi dan pulang sore hari. Apabila mereka merasa sudah cukup banyak uang yang mereka hasilkan, mereka akan langsung pulang walaupun hari
masih siang. Pendapatan yang mereka peroleh tergantung malas tidaknya mereka dalam menyelusuri kampung dan meminta sedekah dari satu pintu ke pintu yang lain.
I. Hambatan-hambatan Pengemis
Razia yang sering dilakukan oleh Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan hambatan utama para pengemis. Hari raya yang dianggap mampu
menjadi tambang emas bagi para pengemis ternyata menutup kemungkinan untuk mengais rejeki. Pada hari raya, seperti Natal, Tahun Baru dan Idul Fitri, Dinas Sosial
Daerah Istimewa Yogyakarta sering melakukan razia serta operasi kebersihan kota. Keadaan itu membuat kegelisahan para pengemis untuk mencari uang. Di jalan-jalan
17
Wawancara dengan Samsuri, tanggal 18 April 2003.
18
Wawancara dengan Mardi, tanggal 18 April 2003.
62 perkampungan mereka sering diusir petugas siskamling, karena dianggap mengotori
kampung-kampung. Masih ada satu hambatan bagi para pengemis yang dianggap vital, yaitu
berasal dari alam. Jika cuaca bersahabat, mereka dapat melakukan kegiatan bekerja dengan baik dan lancar. Tetapi jika cuaca buruk yaitu hujan deras disertai angin
kencang, mereka kesulitan melakukan aktivitas.
J. Hubungan Dengan Masyarakat