2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metode Hidroakustik
Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium. Metode hidroakustik yang digunakan untuk meneliti dasar
perairan mampu melakukan pengukuran terhadap kuat atau lemahnya pantulan dasar perairan dari berbagai tipe partikel. Tipe partikel penyusun dasar perairan
memberikan besar pantulan yang berbeda-beda baik itu partikel penyusun lumpur maupun batu-batuan. Pada saat gelombang hidroakustik mengenai permukaan
dasar perairan, sebagian energi akan menembus dasar perairan dan sebagian kembali ke transduser. Dasar perairan yang keras memiliki pantulan yang lebih
besar dari dasar perairan yang halus dan seterusnya Pujiyati, 2008. Menurut Siwabessy 2001 bahwa ada sinyal noise yang berasal dari pulsa
akustik, karena dalam prosesnya terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu kemiringan dasar laut, penyerapan akustik air laut, penetrasi
sinyal akustik pada dasar laut yang menyebabkan pembauran pada pulsa utama, parameter akustik dari instrumen, dan arah pemantulan pada interface air laut-
dasar laut akibat dari kekasaran air laut. Noise atau sinyal yang tidak diinginkan dalam sistem hidroakustik dapat
terjadi karena angin, pecahan ombak, turbulensi, suara dan pergerakan binatang di bawah air, suara mesin kapal, dan aliran air di badan kapal Allo, 2008.
2.2. Sedimen Dasar Laut
Sedimen meliputi tanah dan pasir, bersifat tersuspensi, yang masuk ke badan air akibat erosi atau banjir pada dasarnya tidaklah bersifat toksik. Sedimen
di dalam air berupa bahan-bahan tersuspensi. Keberadaan sedimen pada badan air mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang selanjutnya menghambat
penetrasi cahaya dan transfer oksigen dari atmosfer ke perairan, juga menghambat daya lihat visibilitas organisme akuatik. Kekeruhan yang tinggi dapat
mengakibatkan terganggunya kerja organ pernafasan seperti insang pada organisme akuatik yang mengakibatkan asphyxiation pada ikan. Sedimen juga
dapat menyebabkan hilangnya tempat memijah spawning sites yang sesuai bagi ikan. Sedimen dapat menutupi substrat sehingga organisme yang membutuhkan
substrat sebagai tempat hidupnya seperti perifiton dan sebagai tempat berlindung shelter seperti beberapa jenis avertebrata air menjadi terganggu
kelangsungan hidupnya Effendi, 2000. Sedimen-sedimen laut mewakili kandungan utama material yang terdapat di
dalam air laut. Chester 1990 membedakan sedimen laut menjadi dua, yaitu nearshore sediments dan deep-sea sediments. Nearshore sediments memiliki
kandungan kimia, fisika, dan biologi yang sangat bervarisai dibandingkan dengan kandungan pada deep-sea sediments. Hal tersebut dikarenakan keberadaanya
yang sangat dipengaruhi oleh masukan-masukan yang berasal dari daratan. Pengaruh lingkungan yang terkandung pada nearshore sediments berasal dari
estuari, teluk, lagun, delta, dan daerah pasang surut. Deep-sea sediments terkandung di dalam air pada kedalaman 500 meter. Sifat deep-sea sediments
yang jauh dari daratan, sangat reaktif antara partikel yang terdapat di dalamnya
dengan komponen terlarut yang terdapat di kolom perairan, dan adanya biomassa khusus yang menjadikan lingkungan di laut dalam menjadi unik di planet,
sehingga deep-sea sediments menutupi lebih dari 50 permukaan bumi, yang sangat berbeda karakteristik dengan sedimen yang ditemukan di daerah dekat
dengan daratan. Karakteristik yang sangat membedakan pada sedimen laut dalam dengan sedimen yang terdapat di daerah nearshore adalah ukuran partikel dan
tingkat akumulasi pada komponen-komponen yang dimiliki yang berasal dari daratan.
Garrison 2006 membagi sedimen berdasarkan asal mereka yaitu : 1
Sedimen Terriganeous Jenis sedimen ini berasal dari erosi yang berasal dari benua atau pulau, letusan
gunung berapi dan segumpalan debu. Sedimen ini lebih dikenal dengan batuan yang berasal dari gunung berapi seperti granit yang bersumber dari tanah liat dan
batuan kwarsa yang menjadi dua komposisi penyusun sedimen terrigenous. 2
Sedimen Lithogenous Sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di darat. Ini diakibatkan
karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim, seperti adanya pemanasan dan pendinginan terhadap batu-batuan yang terjadi secara terus-menerus. Partikel-
partikel ini diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-sungai. Begitu sedimen mencapai lautan, partikel-partikel yang berukuran besar cenderung untuk lebih
tenggelam dan menetap dari yang berukuran kecil. Kecepatan tenggelamnya partikel-partikel ini telah dihitung, dimana jenis partikel pasir hanya
membutuhkan waktu kira-kira 1,8 hari untuk tenggelam dan menetap di atas lapisan dasar laut yang mempunyai kedalaman 4000 meter, sedangkan jenis
partikel lumpur yang berukuran lebih kecil membutuhkan waktu kira-kira 185 hari dan jenis partikel tanah liat membutuhkan waktu kira-kira 51 tahun pada
kedalaman kolom air yang sama. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jikalau pasir akan segera diendapkan begitu sampai di laut dan cenderung untuk
mengumpul di daerah pantai Hutabarat dan Stewart, 2000. 3
Sedimen Biogenous Sedimen ini berasal dari sisa-sisa rangka dari organisme hidup. Jenis sedimen
ini digolongkan ke dalam dua tipe utama yaitu calcareous dan siliceous ooze. Material calcareous dan siliceous pada waktu itu di extrak dari laut dengan
aktivitas normal dari tanaman dan hewan untuk membangun rangka dan cangkang. Kebanyakan organisme yang menghasilkan sedimen biogenous
mengapung bebas di perairan seperti plankton. Sedimen biogenous paling berlimpah dimana cukup nutrien yang mendorong produktivitas biologi yang
tinggi, selalu terjadi pada dekat wilayah continental margin dan area upwelling. Thurman dan Alan 2004 disebutkan bahwa dua campuran kimiawi yang
paling umum terdapat dalam sedimen biogenous adalah calcium carbonat CaCO
3
, dimana tersusun dari mineral calcite dan silica SiO
2
. Seringkali silica secara kimiawi dikombinasikan dengan air untuk menghasilkan SiO
2
.nH
2
O 4
Sedimen Hydrogenous Sedimen hydrogenous terdiri dari mineral yang mempercepat proses presipitasi
dari laut. Jenis partikel ini dibentuk sebagai hasil reaksi kimia dalam air laut. Reaksi kimia yang terjadi disini bersifat sangat lambat, dimana untuk membentuk
sebuah nodule yang besar diperlukan waktu selama berjuta tahun-tahun dan proses ini kemudian akan terhenti sama sekali jika nodule telah terkubur di dalam
sedimen. Di pusat perputaran, jauh dari benua, partikel sedimen terakumulasi sangat lambat.
5 Sedimen Cosmogenous
Sedimen ini bersumber dari wilayah extraterrestrial dan yang paling sedikit kelimpahannya. Sedimen cosmogenous terdiri dari dua jenis utama : microscopis
spherules, dan peninggalan meteor makroskopik. Diperkirakan 30.000 ton per tahun debu masuk ke samudera dan kebanyakan diperoleh dari meteor yang
terbakar habis atmosfer. Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan gelombang.
Disamping itu juga oleh kelandaian slope pantai. Menurut Nybakken 1992 substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur,
lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yang lemah, subtrat cenderung berlumpur. Daerah ini biasa
terdapat di daerah muara sungai, teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian yang rendah. Pada daerah pesisir yang mempunyai arus dan gelombang yang kuat
disertai dengan pantai yang curam, maka substrat cenderung berpasir sampai berbatu.
Substrat lumpur, merupakan ciri dari estuaria dan rawa asin. Perbedaan utama dengan wilayah pesisir dengan substrat berpasir adalah pantai berlumpur
tidak dapat berkembang dengan hadirnya gerakan gelombang. Oleh karena itu, daerah pesisir dengan pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang
benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut terbuka. Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup banyak makanan
yang potensial bagi bentos pantai ini.
Nybakken 1992 menyatakan bahwa keberadaan lumpur di dasar perairan sangat dipengaruhi oleh banyaknya partikel tersuspensi yang dibawa oleh air
tawar dan air laut serta faktor-faktor yang mempengaruhi penggumpalan, pengendapan bahan tersuspensi tersebut, seperti arus dari laut. Odum 1971
menyatakan bahwa kecepatan arus secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan. Nybakken 1992 menyatakan bahwa perairan yang arusnya kuat
akan banyak ditemukan substrat berpasir. Adapun substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, tidak dihuni
oleh kehidupan makroskopik, selain itu kebanyakan bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat. Produksi primer pantai berpasir rendah, meskipun
kadang-kadang dijumpai populasi diatom yang hidup di pasir intertidal. Hampir seluruh materi organik diimpor baik dalam bentuk materi organik terlarut DOM
atau partikel POM. Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus
menggerakkan partikel substrat. Kelompok organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro berukuran 1-10 cm
yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme meiofauna mikro berukuran 0,1 – 1 mm yang hidup di antara butiran pasir dalam ruang interaksi
Ardi, 2002. Daerah pesisir dengan substrat berbatu merupakan daerah yang paling padat
makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Komunitas biota di daerah pantai berbatu jauh lebih
kompleks dari daerah lain karena bervariasinya relung niche ekologis yang disediakan oleh genangan air, celah-celah dan permukaan batu serta hubungan
yang bervariasi terhadap cahaya, gerakan air, perubahan suhu dan faktor lainnya Ardi, 2002.
Substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Tipe substrat dasar perairan pesisir
ditentukan oleh arus, gelombang, dan juga kelandaian slope pantai. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yang lemah, substrat cenderung
berlumpur. Daerah ini biasa terdapat di daerah muara sungai, teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian yang rendah. Sedangkan pada daerah pesisir yang
mempunyai arus dan gelombang yang kuat disertai dengan pantai yang curam, maka substrat cenderung berpasir sampai berbatu. Daerah pesisir dengan pantai
berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut terbuka. Pantai berlumpur cenderung untuk
mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup banyak makanan yang potensial bagi bentos pantai ini. Substrat berpasir umumnya miskin akan organisme,
kebanyakan bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat. Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat bagi organisme,
karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan partikel substrat Ardi, 2002.
Sedimen dapat digolongkan seperti menjadi empat jenis, yaitu batu stone, pasir sand, lumpur silt, dan lempung clay. Setiap jenis sedimen tersebut
digolongkan kembali berdasarkan ukuran besar butir partikel. Berdasarkan ukuranbesar butir partikel, maka sedimen dapat digolongkan seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran besar butir untuk sedimen menurut skala Wentworth Wibisono, 2005
Nama Partikel
Ukuran mm Batu stone
Bongkah Boulder 256
Krakal Coble 64-256
Kerikil Peble 4-64
Butiran Granule 2-4
Pasir sand Pasir sangat kasar v.coarse
sand 1-2
Pasir kasar coarse sand ½-1
Pasir sedang medium sand ¼-½
Pasir halus fine sand ⅛
-¼ Pasir sangat halus very fine
sand -
Lumpur silt Lumpur kasar coarse silt
- Lumpur sedang medium silt
- Lumpur halus fine silt
- Lumpur sangat halus v. fine
silt -
Lempung clay Lempung kasar coarse clay -
Lempung sedang menium clay -
Lempung halus fine clay -
Lempung sangat halus v. fine clay
-
2.3. Acoustic Backscattering Volume Strength SV