BAHAN DAN METODE
Penelitian terdiri atas 4 tahap meliputi pengujian fisik, kimia dan mikrobiologis terhadap bungkil inti sawit BIS. Uji biologis dilakukan dengan
menggunakan metoda eksperimental terhadap ayam pedaging yang diberi ransum yang mengandung BIS dan BIS fermentasi BISF.
Penelitian Tahap I : Uji Keragaman Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi BIS
Tujuan penelitian Tahap I ini adalah untuk mempelajari beberapa sifat fisik dan kandungan nutrisi BIS. Hal ini penting dilakukan mengingat beragamnya
proses produksi BIS yang akan berpengaruh terhadap kualitas BIS. Penelitian dilakukan selama 4 minggu bertempat di Laboratorium Industri
Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan.
A. Bungkil Inti Sawit
BIS yang digunakan berasal dari beberapa tempat proses produksi yaitu dari pabrik produksi BIS di Lampung, Langkat Sumatera Utara dan Banten.
Sampel diambil dari beberapa bagian tumpukan BIS yang terdiri dari bagian atas, bawah, tengah, samping kiri dan kanan secara menyilang, kemudian
dikumpulkan dan dilakukan pencampuran secara homogen komposit. Kualitas BIS yang terpilih pada Tahap I digunakan untuk tahap penelitian berikutnya.
B. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan sifat fisik BIS meliputi gelas ukur, pengaduk mika, corong plastik, kertas manila, mistar segitiga siku-siku,
alumunium foil, botol semprot, stopwatch, statif, Tyler sieve Rettsch 5657 Haan;
Type Vibro, W. Germany. Peralatan yang digunakan dalam analisis kandungan nutrisi adalah :
oven, soxhlet, penangas air, seperangkat alat bom kalorimeter, seperangkat alat analisa protein, evaporator, tanur listrik, timbangan analitik.
C. Rancangan Percobaan
Rancangan penelitian yang digunakan pada uji keragaman sifat fisik BIS adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan 3 perlakuan sumber produksi
BIS dan 5 ulangan. Perlakuan meliputi : A1 = BIS yang berasal dari sumber produksi di Lampung
A2 = BIS yang berasal dari sumber produksi di Langkat Sumut A3 = BIS yang berasal dari sumber produksi di Banten
33
Model matematis rancangan penelitian adalah :
Y
ij
= μ + α
i
+
ε
ij
Keterangan : Y
ij
= nilai pengamatan yang mendapat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = pengaruh rata-rata
α
i
= pengaruh aditif dari perlakuan sumber produksi BIS ke-i 1, 2, 3 ε
ij
= galat percobaan dari perlakuan sumber produksi BIS ke-i, ulangan ke-j i = banyaknya perlakuan sumber produksi BIS 1, 2, 3
j = banyaknya ulangan 1, 2, 3, 4, 5
D. Peubah yang Diukur
1. Berat Jenis Spesific Grafitation. Diukur dengan menggunakan prinsip
Hukum Archimides, yaitu suatu benda di dalam fluida, baik sebagian ataupun
seluruhnya akan memperoleh gaya Archimides sebesar fluida yang
dipindahkan ke atasnya Kling Woehlbier 1983. Bahan dimasukan kedalam galas ukur 100 ml dengan menggunakan sendok teh secara
perlahan sampai volume 30 ml. Gelas ukur yang sudah berisi bahan ditimbang. Aquades sebanyak 50 ml dimasukan kedalam gelas ukur . Untuk
menghilangkan udara antar partikel maka dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk mika. Sisa bahan yang menempel pada pengaduk
dimasukan dengan menyemprotkan aquades dan ditambahkan kedalam volume awal. Pembacaan volume akhir dilakukan setelah konstan.
Perubahan volume aquades merupakan volume bahan sesungguhnya. Bobot bahan pakan g
BJ = ________________________ Perubahan volume aquades ml
2. Kerapatan Tumpukan Bulk Density. Bahan dicurahkan kedalam gelas ukur
dengan menggunakan corong dan sendok teh sampai volume 100 ml. Gelas ukur yang telah berisi bahan ditimbang. Pada setiap pemasukan bahan harus
sama baik cara maupun ketinggian pencurahan. Selama pencurahan harus dihindari guncangan bahan. Adapun perhitungan kerapatan tumpukan adalah
dengan cara membagi berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya Chung Lee 1985. Satuan kerapatan tumpukan adalah gramml.
34
3. Kerapatan Pemadatan Tumpukan Compacted Bulk Density. Pengukurannya
hampir sama dengan pengukuran kerapatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah dilakukan pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan
gelas ukur dengan tangan selama 10 menit Ruttloff 1981. Satuan kerapatan pemadatan tumpukan adalah gramml.
4. Sudut Tumpukan Angle of Repose. Bahan dijatuhkan pada ketinggian 15 cm
melalui corong pada bidang datar. Kertas manila berwarna putih digunakan sebagai alas bidang datar lantai. Ketinggian tumpukan bahan harus selalu
berada di bawah corong. Untuk mengurangi pengaruh tekanan dan kecepatan laju aliran bahan, pengukuran bahan dilakukan dengan volume
tertentu 100 ml dan dicurahkan perlahan-lahan pada dinding corong dengan bantuan sendok teh pada posisi corong tetap sehingga diusahakan jatuhnya
bahan selalu konstan. Sudut tumpukan tg α bahan ditentukan dengan
pengukuran diameter dasar d dan tinggi t tumpukan Ruttloff 1981. Besarnya sudut tumpukan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
t 2t tg
α = = 0.5 d d
5. Tingkat Kehalusan Modulus of Fineness diukur berdasarkan Metoda Ruttloff
1981. Bahan sebanyak 300 gram dimasukan kedalam alat yang terdiri dari susunan saringan yang memiliki lubang sesuai dengan ukuran mesh.
Besarnya sampel yang lolos pada setiap mesh didapat dari perhitungan : Berat sampel pada
mesh tertentu g sampel = _________________________________________ x 100
Total bahan g Setelah diketahui persentase sampel pada setiap
mesh, dihitung nilai konversi dengan cara :
Nilai Konversi = sampel x no perjanjian Nomor perjanjian adalah besarnya nomor yang diberikan pada setiap
saringan berurutan dari 1 hingga 7 dari mesh terkecil hingga mesh terbesar.
35
Jumlah total nilai konversi dibagi seratus merupakan besarnya modulus of
fineness MF. MF = Total Nilai Konversi 100
Nilai MF menentukan katagori besar ukuran partikel bahan, dengan ketentuan yaitu :
1. Nilai MF 4.1 - 7.0 termasuk katagori kasar coarse
2. Nilai MF 2.9 – 4.1 termasukl kategori sedang medium
3. Nilai MF 0 - 2.9 termasuk kategori halus fine
Dari nilai MF ini dapat dihitung rataan diameter bahan yaitu : Rataan diameter inch = 0.00041 x 2
MF
Rataan diameter cm = rataan diameter inch x 2,54 6. Daya Ambang
Floating Rate. Sepuluh gram partikel bahan dijatuhkan pada ketinggian 3 meter dari dasar lantai, kemudian diukur lamanya waktu detik
yang dibutuhkan sampai mencapai lantai dengan menggunakan stopwatch.
Lantai tempat jatuhnya bahan diberi alas dengan alumunium foil untuk memudahkan pengamatan saat bahan jatuh. Diupayakan pengaruh udara
diperkecil yaitu dengan menutup setiap lubang yang memungkinkan angin masuk ventilasi, jendela, pintu. Daya ambang dihitung dengan cara
membagi jarak jatuh meter dengan lamanya waktu yang dibutuhkan detik Ruttloff 1981. Satuan daya ambang adalah mdetik.
7. Kandungan Bahan Kering. Bahan ditempatkan dalam cawan porselen kemudian dimasukan dalam oven pada suhu 105
o
C selama 24 jam. Kandungan bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100 dengan
persentase kandungan air Van Soest Robertson 1968 8. Kandungan Protein Kasar. Diukur dengan menggunakan metoda Kjeldahl.
AOAC 1984. Analisis ini menggunakan asam sulfat dengan suatu katalisator dan pemanasan. Zat organik dari sampel dioksidasi oleh asam
sulfat dan nitrogen diubah kedalam ammonium sulfat. Kelebihan asam sulfat dinetralisis dengan NaOH sampai larutan menjadi basa. Dari ammonium
sulfat lalu didestilasi dalam medium asam untuk mendapatkan nitrogen secara kuantitatif. Protein rata-rata mengandung 16 Nitrogen, maka 100 :
36
16 = 6.25 harus dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar Protein kasar = N x 6.25
9. Kandungan Serat Kasar. Bahan dilarutkan dengan larutan H
2
SO
4
1.25 setara 0.255 N mendidih selama 30 menit dan larutan NaOH 1.25 setara
0.313 N mendidih selama 30 menit. Bagian yang tidak larut dinyatakan sebagai serat kasar Metoda Van Soest Robertson 1968.
10.Kandungan Energi bruto. Satu gram bahan dibakar dalam bom kalorimeter
yang sudah diisi gas O
2
dengan tekanan mencapai 25–30 atm. Pada saat pembakaran bom kalorimeter terendam dalam air yang bobotnya 1 kg. Panas
pembakaran akan menaikan suhu air. Panas kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu 1 kg air sebanyak 1
o
C adalah 1 kilokalori.
E. Analisis Statistik