112 demikian kemampuan manusia pula yang dapat merubah dan menciptakan kondisi
lingkungan yang kurang sesuai bagi perkembangan hama, dan ini merupakan harapan terlaksananya PHT dengan sukses.
2. Pengambilan Contoh Sampling
Perencnaan Pengambilan contoh sampling yang baik dan tidak berat sebelah merupakan syarat dalam melaksanakan pengendalian hama yang rasional dan
khususnya untuk PHT secara sempurna. Metode sampling bertujuan untuk mengetahui perkiraan jumlah hama dan tingkat kerusakannya, hal ini merupakan
keharusan mutlak guna dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan dalam pengendalian. Merupakan suatu keharusan untuk mengetahui tingkat populasi hama
dan ambang ekonominya sehingga keputusan yang dilaksanakan dalam PHT mempunyai arti yang memadai.
Pada umumnya program PHT menggunakan metode pengambilan contoh yang paling sederhana guna mendapatkan informasi yang diperlukan dalam rangka
menetapkan keputusan untuk dilaksanakannya pengendalian. Tipe-tipe pengambilan contoh yang dapat dilakukan, antara lain metode acak random, berturut-turut
sequential, berdasarkan luasan tertentu point dan memakai perangkap trap sampling. Penentuan populasi suatu hama dapat diketahui dengan menghitung
jumlah hama yang ada atau menghitung kerusakan yang ditimbulkannya dan selanjutnya dihubungkan dengan populasi dari hama tersebut.
Bilamana data yang diperoleh dari pengambilan contoh akan digunakan secara efektif maka data-data tersebut harus dicatat oleh pengamat dalam lembar
pengamatan. Lembar pengamatan harus dibuat sedemikian rupa sehinga dapat memberikan informasi yang diperlukan baik tentang hama maupun musuh alaminya,
identifikasi lapangan, tanggal pengambilan contoh, dan komentar yang ada hubungannya dengan pengumpulan data, juga data-data tentang tanaman atau bagian
tanaman yang terserang. Daftar catatan yang direncanakan dengan baik dan pengamatan secara teratur merupakan syarat utama dalam melaksanakan PHT.
3. Tingkat EkonomikAmbang Ekonomi Economic Threshold
Tingkat Ekonomik atau Ambang Ekonomik adalah tingkat populasi terendah hama yang dapat menyebabkan terjadinya kerugian secara ekonomi,
113 sehingga pengendalian perlu mulai dilaksanakan guna mencegah kerusakan
ekonomis lebih lanjut dari tanaman yang diusahakan. Ambang ekonomi juga dapat diartikan sebagai batas yang menunjukkan kepadatan suatu populasi hama tertentu
yang bisa menimbulkan kerugian bila dibiarkan terus, sehingga perlu segera dilakukan tindakan pengendalian. Ambang ekonomi dapat pula dinyatakan sebagai
persentase kerusakan tanaman oleh hama yang menunjukkan bahwa kerusakan tersebut pada persentase tertentu harus segera dilakukan pengendalian.
Pada tingkat populasi mencapai ambang ekonomik maka saatnya melakukan tindakan pengendalian, sebab jika tidak maka kemungkinan akan terjadi kerusakan
atau kerugian ekonomi karena populasi akan terus meningkat mencapai tingkat Aras Luka Ekonomik Economic Injury Level, yaitu keadaan tingkat populasi
hama benar-benar menimbulkan kerusakan atau kerugian secara ekonomik.
Gambar 26. Grafik Skematis Kedudukan Aras Luka Ekonomi dan Ambang Ekonomi.
Menurut konsep Ambang Ekonomi, pengendalian hama dengan Pestisida hanya dilakukan apabila perkembangan populasi hama telah menunjukkan
peningkatan sampai menyamai atau melebihi Ambang Ekonomi. Setelah aplikasi pestisida dilaksanakan, diharapkan populasi hama dapat kembali turun sampai di
bawah Ambang Ekonomi.
114
4. Biologi dan Ekologi Hama:
Hama menjadi pusat perhatian penting dalam program PHT, bilamana mempelajari hama secara mendalam akan didapat jawaban mengenai hama itu apa,
kapan dan di mana ditemukan, apa yang dilakukannya sifat dan perilakunya. Informasi di atas sangat panting untuk menentukan tindakan apa yang dipandang
paling tepat dalam setiap cara pengendalian hama dalam agroekosistem khusunya bilamana strategi itu berkaitan dengan PHT yang kompleks.
Setiap janis pengganggu atau hama mempunyai sifat-sifat biologi s
dan ekologi
s yang berbeda-beda, pengetahuan yang mendalam tentang biologi dan
ekologi hama dan musuh-musuh alami atau organisme-organisme berguna lainnya adalah sangat panting dalam menyusun strategi pengendalian, terutama dalam PHT.
Pengalaman menunjukkan adanya hubungan atau keterkaitan langsung antara jumlah informasi yang dapat dikumpulkan tentang keadaan hama yang sangat kompleks
dalam suatu agroekosistem dengan jumlah pilihan tindakan yang dapat dilakukan dalam PHT. Data aspek tentang tanaman inang, kehidupan dan siklus hidup menurut
musim, tempat persembunyian, bagian tanaman yang diserang, serangga-serangga berguna, pengaruh iklim dan tanah adalah sebagian dari informasi penting yang
digunakan dalam menentukan kebijaksanaan pengendalian hama yang baik dan tepat.
Telah disebutkan di atas bahwa dengan memanipulasi sedikit agroekosistem, sehingga menjadikan lingkungan itu kurang baik bagi hama atau lebih
menguntungkan bagi serangga berguna ataupun keduanya. Pelaksanaan PHT akan lebih meningkat bilamana lebih banyak terkumpul data biologi dan ekologi hama
maupun serangga berguna dengan lingkungannya secara menyeluruh.
Komponen Utama PHT
Komponen-komponen utama PHT atau Basic Component merupakan metode-metode pengendalian hama yang telah dikenal. Cara-cara pengendalian
hama secara tunggal yang telah diketahui kemudian dipadukan dalam program PHT, cara ini sebagian besar telah dilaksanakan dalam tahap pengendalian hama, dengan
memadukan beberapa cara-cara pengendalian komponen tunggal ini ke dalam suatu program PHT akan dapat memberikan tekanan yang lebih baik terhadap spesies
115 hama kunci dan dalam waktu yang bersamaan tidak lagi mengandalkan hanya
dengan cara tunggal tersebut.
Cara-cara pengendalian yang sekarang diketahui dan memberikan hasil yang efektif antara lain ialah pengendalian kultur teknik, pengendalian hayati,
pengendalian kimiawi, ketahanan atau resistensi tanaman inang, pengendalian fisik dan mekanis dan penanggulangan dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu
terdapat pula komponen-komponen potensial yang dapat dilaksanakan dalam sistem PHT, antara lain teknik jantan mandul Chemosterilant, penggunaan senyawa kimia
yang menghambat pertumbuhan hama Insect Growth Regulators, penggunaan Feromon Sex, penggunaan pestisida alami Biological Pesticide, dan sebagainya.
Dalam menerapkan metode-metode tersebut baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan atau kombinasi bersama-sama ataupun beraturan perlu mengetahui tentang
agroekosistem, serta biologi dan ekologi hama.
Usaha Penerapan Konsep PHT di Tingkat Petani
Pengendalian hama pada prinsipnya adalah menjadi tanggung jawab petani. Petani sendiri menginginkan agar tanamannya tidak mendapat gangguan hama, oleh
karena itu cara-cara pengendalian hama yang lebih baik perlu mereka miliki. Di Indonesia konsep PHT sudah diintroduksi sejak tahun 1979, meskipun
sebelum itu cara-cara pengendalian yang dipadukan sudah pula dilaksanakan dalam mengendalikan beberapa jenis hama. Usaha pemerintah dalam mengintroduksikan
penerapan teknologi PHT sampai pada tingkat petani telah dibentuk institusi-institusi khusus mengenai perlindungan tanaman beserta tenaga-tenaga pelaksananya yang
bekerja di bidang penelitian, pengaturan dan penyuluhan. Penyampaian informasi mengenai suatu teknologi dari para peneliti kepada
para penyuluh tidak banyak menemui kesulitan. Tetapi penyampaian informasi teknologi dari penyuluh kepada masyarakat tani merupakan suatu pekerjaan yang
tidak mudah. Di samping adanya perbedaan kondisi sosial ekonomi antara penyuluh dan petani yang dapat merupakan rintangan, juga terdapat faktor lain yang ada pada
diri petani yang dapat ikut mempengaruhi penerapan suatu teknologi. Faktor tersebut di antaranya sejauh mana keadaan dalam dirinya dapat menimbulkan
dorongan untuk berusaha memperoleh suatu teknologi baru karena adanya suatu
116 kebutuhan. Atau sejauh mana tingkat pengetahuannya dalam menunjang
penerimaan suatu teknologi baru dan sejauh mana kemampuan mereka untuk mengubah sikap. Penyampaian informasi kepada petani dapat dilakukan oleh para
penyuluh atau peneliti melalui sekolah lapangan yang sedang dikembangkan saat ini. Pola Pendekatan Sekolah Lapangan terdiri dari beberapa aspek di bawah ini:
1. Lahan adalah sarana belajar: Seluruh kegiatan belajar-mengajar dilakukan di lahan, bukan dikelas.
2. Cara belajar lewat pengalaman: Seluruh kegiatan oleh petani dimulai dengan penghayatan langsung dilapangan,
pengungkapan pengalaman, pengkajian hasil dan perumusan kesimpulan melalui pola latihan partisipatif, yang memungkinkan petani menemukan sendiri konsep
SPB SPO. 3. Pengkajian dan Pengambilan Keputusan:
Proses latihan diarahkan agar petani aktif menganalisis keadaan agro-ekosistem sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat, terutama berkaitan dengan
Pemupukan dan pengendalian OPT. 4. Latihan sepanjang musim:
SL dilaksanakan satu musim tanam guna menerapkan konsep SPB SPO secara utuh mulai persiapan sampai panen.
5. Terkait dengan Sistem Bimbingan dan Penyuluhan: Kegiatan SL mingguan sesuai pola penyuluhan.
6. Perencanaan dari bawah: Kegiatan dan kurikulum sesuai kebutuhan setempat.
7. Kurikulum yang rinci dan terpadu: Materi berdasar pada materi yang berprinsip SPB SPO yang telah teruji dan
konsisten.
117 Gambar 27. Contoh Kegiatan Sekolah Lapangan PHT
Keberhasilan penerapan konsep PHT kepada petani melalui sekolah lapangan di suatu wilayah tidak tergantung dari penyuluh atau pengamat yang memberikan
bimbingan mengenai pelaksanaan PHT serta petani sebagai penerima dan sekaligus pelaku PHT saja, tetapi juga tergantung dari tersedianya dana, peralatan, organisasi
yang memadai serta adanya peran partisipasi aktif dari semua pihak yang terkait dengan pengembangan pembangunan pertanian di suatu wilayah tersebut. Oleh
karena itu maka sejak awal mereka dituntut untuk mempelajari dan memahami konsep Pengendalian Hama Terpadu PHT.
Gambar 28. Sistem Pengendalian Hama Terpadu di Lahan Sawah
118
BAB VIII TEKNOLOGI BIOPESTISIDA