Latar Belakang Pendekatan Ilmiah pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit dalam Meningkatkan Keterampilan Elaborasi

3. Bagi Sekolah Menjadi informasi dan sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah dikatakan efektif meningkat- kan keterampilan siswa dalam mengelaborasi apabila secara statistik hasil tes siswa menunjukkan perbedaan n-Gain yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen Nuraeni dkk, 2010. 2. Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah yang di- gunakan, yaitu mengamati observing, menanya questioning, mencoba experimenting, menalar associating, dan membentuk jejaring networking Tim Penyusun, 2013. 3. Keterampilan berpikir elaborasi merupakan salah satu indikator kemampuan berpikir kreatif yang akan diteliti, meliputi kemampuan mengembangkan, memperkaya, atau memperinci secara detail dari suatu gagasan sehingga menjadi lebih menarik. Munandar, 2012. 4. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah larutan elektrolit dan nonelektrolit.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan lama itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahu- an, maka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide Slavin,1994. Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengeta- hui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, mela- inkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti ha- kikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu Suparno, 1997. Menurut Von Glasersfeld Sardiman, 2007, konstruktivisme adalah salah satu fil- safat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi bentukan kita sendiri. Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukan- lah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi, pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Menurut Nur Trianto, 2007, satu prinsip yang penting dalam psikologi pen- didikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang mem- bawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Menurut Von Glasersfeld Pannen dkk, 2001, agar siswa mampu mengkons- truksi pengetahuan, maka diperlukan: 1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membanding- kan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan- nya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengeta- huannya. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain selective conscience . Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben- tukan pengetahuannya. Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno 1997, antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar 4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa 6. Guru adalah fasilitator. Secara keseluruhan, maksud pembelajaran secara konstruktivisme adalah pem- belajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran yang menyedia- kan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan baru.

B. Pendekatan Ilmiah Scientific Approach

Pendekatan pembelajaran merupakan cara mengelola kegiatan belajar dan perila- ku siswa untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pendekatan ilmiah merupakan pendekatan yang pada dasar gaya berpikirnya mengadopsi dari metode ilmiah. Upaya penerapan pendekatan ilmiah dalam pro- ses pembelajaran bukan hal yang aneh dan mengada-ada tetapi memang itulah yang seharusnya terjadi dalam proses pembelajaran, karena sesungguhnya pem- belajaran itu sendiri adalah sebuah proses ilmiah keilmuan. Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini dalam melihat suatu fenomena Sudrajat, 2013. Pembelajaran merupakan proses ilmiah karena itu kurikulum 2013 mengamanat- kan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Pendekatan ilmiah scientific approach dalam pem- belajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mena- lar, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Menurut Tim Penyusun 2013a kriteria yang tercakup dalam pendekatan scientific meliputi : 1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelas- kan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang me- nyimpang dari alur berpikir logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplika- sikan materi pembelajaran. 4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. 6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungja- wabkan. 7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. Tim Penyusun 2013 memberikan konsepsi bahwa pendekatan ilmiah dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati observing, menanya questioning, mencoba experimenting, menalar associating, dan membentuk jejaring networking.