Film Polimer Karakterisasi dan Uji Sifat Mekanik Film Lateks Karet Alam 1. Kekuatan Tarik

Setiap jenis pengisi memberikan sifat tertentu kepada karet sebagai akibat dari permukaan kimianya yang spesifik. Akibat kehadiran gugus xilanol pada permukaannya, maka partikel pengisi kaolin adalah lebih polar berkutub dibandingkan carbon black, sehingga interaksinya dengan karet hidrokarbon akan menjadi lebih lemah. Sebaliknya partikel-partikel kaolin cenderung untuk berinteraksi sesamanya, dan membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar aggregate. Selama interaksi kaolin dengan molekul karet adalah lebih lemah dari interaksi kaolin dengan kaolin, maka yang terjadi adalah pembentukan agregat kaolin yang besar agglomerate, penyebaran dispersi partikel kaolin di dalam phasa karet yang tidak merata, dan ini berakibat kepada efek penguatan reinforcing effect dari kaolin menjadi rendah Surya, 2006.

2.4. Film Polimer

Metode pembuatan polimer dapat dipisahkan menjadi : yang menghasilkan film, serat ataupun objek yang dicetak besar. Film memiliki rantai polimer yang umumnya berporos tunggal dan lurus searah ketika ditekan. Film terlihat kuat pada arah horizontal tetapi terlihat lemah ketika berdiri tegak lurus Allcock,2003. Ketebalan film tergantung pada aplikasi dan pembuatannya. Pada sebagian besar aplikasinya, untuk film plastik biasanya dibawah 125 µmKroschwitz, 1990. Dalam industri lateks karet alam yang menggunakan metode pencelupan, ketebalannya adalah 0,05 mm untuk kondom dan 0,2 – 0,8 mm untuk sarung tangan Harahap et al, 2007. 2.5. Karakterisasi dan Uji Sifat Mekanik Film Lateks Karet Alam 2.5.1. Kekuatan Tarik Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya tergantung pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan dalam pengaturan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian penting pada spesifikasi senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri. Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas ikat silang yang lebih tinggi. Hepburn, 1979 Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum F maks yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampangnya pada keadaan semula. σ = Ao Fmaks …………………………persamaaan 1 Keterangan : σ = kekuatan tarik bahan Kgmm 2 Fmaks = tegangan maksimum Kg A = luas penampang mula-mula mm 2 Wirjosentono,1993

2.5.2. Scanning Electron Microscopy SEM

SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi TEM dalam hal bahwa suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron- elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memdulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å. Aplikasi- aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau perekatan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat Stevens,2001. Desain dan pengendalian morfologi penting untuk kegunaan material tersebut. Ada banyak tipe geometri dan morfologi pengisi sebanyak tipe pengisi itu sendiri. Beberapa pengisi sepeti mika dan bubuk metalik berbentuk lempengan tipis. Beberapa seperti wollastonite cenderung berbentuk jarum dan pengisi lain ada yang berbentuk hampir menyerupai bola Kroschwitz, 1990.

2.5.3. Swelling Index

Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah karena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap. Mula-mula molekul pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu massa menggembung dan tersolvasi yang disebut gel. Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah bercerai-berai dan molekul-molekulnya terdispersi ke dalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut. Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak menggelembung mengembang swelling dengan hadirnya pelarut Steven, 2001. Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling merupakan pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi Allcock, 2003. BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat - alat