Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Untuk Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.Sp. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

(1)

PENGGUNAAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) UNTUK MENGENDALIKAN Fusarium oxysporum f.sp. cubense DAN NEMATODA

Radopholus similis PADA TANAMAN PISANG BARANGAN

(Musa paradisiaca) DI RUMAH KACA

SKRIPSI

Oleh:

RINI AMBARWULAN 080302038

HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGGUNAAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) UNTUK MENGENDALIKAN Fusarium oxysporum f.sp. cubense DAN NEMATODA

Radopholus similis PADA TANAMAN PISANG BARANGAN

(Musa paradisiaca) DI RUMAH KACA

SKRIPSI

OLEH :

RINI AMBARWULAN 080302038

HAMA PENYAKIT TUMBUHAN

Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Penelitian di Departemen Agroekoteknologi Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr. Lisnawita, SP. MSi.) (Ir. Lahmuddin Lubis, MP.) NIP.

19691005 199403 2 001 NIP. 19541121 198103 1 002

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013 ABSTRACT


(3)

Rini Ambarwulan. 2013. The use of Mycorrhizal Arbuscula Fungi (MAF) to Control the Fusarium oxysporum f.sp. cubense and Radopholus similis at Barangan Banana (Musa paradisiaca) in Glasshouse, under supervised by Lisnawita and Lahmuddin Lubis. This research was to study the effectivity use of MAF in controling

Fusarium wilt and R. similis at Barangan Banana. This research was carried out in glasshouse of Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara, Medan since May until December 2012. The method of this research was Randomized Complete Design Non Factorial with nine treatment and three replication, namely control, inoculation of MAF, inoculation of R. similis, inoculation F. oxysporum f.sp cubense, inoculation of mycorrhizal, R. similis & Foc, inoculation of Foc one week later MAF and R. similis, inoculation of R. similis one week later CMA dan Foc, inoculation of MAF one week later Foc one week later R. similis, inoculation of MAF one week later R. similis one week later Foc.

The result showed that fastest incubation period in the treatment inoculation of

Foc are 11 days and the lowest in the treatment inoculation of MAF at once week are 20 days. The highest disease severity (35.56%) in the treatment Foc and the lowest (8.89%) in the treatment inoculation of MAF, one week later R. similis one week later Foc. The highest population of nematodes (2641) in the treatment inoculation of R. similis and the lowest (164) in the tretament inoculation of MAF one week later Foc one week later R. similis. The highest percentage infection of MAF (100%) in the treatment inoculation of MAF and the lowest (93.33%) in the treatment inoculation of Foc next week mycorrhizal and R. similis.

Keywords: Mycorrhizal Arbuscula Fungi, Fusarium oxysporum f.sp. cubense,

Radopholus similis, banana

ABSTRAK

Rini Ambarwulan. 2013. Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) untuk Mengendalikan Fusarium oxysporum f.sp. cubense dan Nematoda Radopholus similis pada Tanaman Pisang Barangan (Musa paradisiaca) di Rumah Kaca, di bawah bimbingan Lisnawita dan Lahmuddin Lubis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan CMA dalam mengendalikan layu fusarium dan


(4)

2012. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial, dengan sembilan perlakuan dan tiga ulangan yaitu kontrol, inokulasi CMA, inokulasi

R. similis, inokulasi F. oxysporum f.sp cubense (Foc), inokulasi CMA, R. similis, & Foc

bersamaan, inokulasi Foc satu minggu kemudian diinokulasikan CMA dan R. similis; inokulasi R. similis satu minggu kemudian CMA dan Foc, inokulasi CMA satu minggu kemudian Foc satu minggu kemudian R. similis, inokulasi CMA satu minggu kemudian

R. similis satu minggu kemudian Foc.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode inkubasi tercepat terdapat pada perlakuan inokulasi Foc yaitu 11 hari dan terlama pada perlakuan inokulasi CMA pada minggu pertama yaitu pada 20 hari. Keparahan penyakit tertinggi (35,56%) pada perlakuan inokulasi Foc dan terendah (8,89%) pada perlakuan inokulasi CMA 1 minggu kemudian

R. similis 1 minggu kemudian Foc. Populasi akhir R. similis tertinggi (2641) pada perlakuan inokulasi R. similis dan terendah (164) pada perlakuan inokulasi CMA 1 minggu kemudian Foc 1 minggu kemudian R. similis.Persentase infeksi CMA tertinggi (100%) pada perlakuan inokulasi CMA dan terendah (93,33%) pada perlakuan inokulasi

Foc 1 minggu kemudian CMA dan R. similis.

Kata Kunci: Cendawan Mikoriza Arbuskula, Fusarium oxysporum f.sp cubense,

Radopholus similis, pisang

RIWAYAT HIDUP

Rini Ambarwulan, lahir tanggal 24 Maret 1990 di Pematangsiantar, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Ramli dan ibu Sukasni.

Pendidikan formal yang telah ditempuh adalah:

- SD Negeri 091250 di Pematangsiantar Lulus Tahun 2002

- MTs Swasta Khoirotul Islamiyah di Pematangsiantar Lulus Tahun 2005 - SMA Negeri 3 di Pematangsiantar Lulus Tahun 2008

- Tahun 2008 Lulus Seleksi Masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN di Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian


(5)

Pendidikan informal:

- Tahun 2008-2012 sebagai anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Pelindung Tanaman), Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2008-2012 sebagai anggota dan pengurus KOMUS (Komunikasi Muslim) Hama dan Penyakit Tumbuhan , Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2010 mengikuti Seminar Pertanian dengan tema “Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional” yang dilaksanakan oleh Syngenta Group. - Tahun 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat

Penelitian Kelapa Sawit Unit Marihat Pematangsiantar.

- Tahun 2012 mengikuti seminar Nasional dan Rapat Tahunan BKS-PTN Wilayah Barat bidang ilmu pertanian dengan tema “Pertanian Presisi Menuju Pertanian Berkelanjutan.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Nematologi dan Virologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

- Tahun 2012 melaksanakan penelitian di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang berjudul ”Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) untuk Mengendalikan Fusarium oxysporum f.sp. cubense dan Nematoda Radopholus similis pada Tanaman Pisang Barangan (Musa acuminata Colla) di Rumah Kaca” merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Dr. Lisnawita, SP. MSi selaku ketua Ir. Lahmuddin Lubis, MP. selaku anggota, yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2013 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 3

Hipotesis penelitian ... 4

Kegunaan penulisan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Fusarium oxysporum f.sp. cubense.. ... 5

Biologi ... 5

Gejala serangan ... 6

Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ... 8

Radopholus similis Cobb. ... 8

Klasifikasi ... 8

Morfologi ... 8

Biologi dan siklus hidup ... 9

Gejala serangan ... 11

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) ... 12

Manfaat CMA ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian ... 15

Bahan dan alat ... 15

Metode penelitian ... 15

Pelaksanaan penelitian ... 17

Isolasi CMA ... 17

Perbanyakan CMA ... 18

Isolasi R. similis ... 18

Perbanyakan R. similis ... 18

Isolasi F. oxysporum f.sp. cubense ... 19

Perbanyakan F. oxysporum f.sp. cubense ... 19

Penyediaan tanaman ... 19

Aplikasi perlakuan ... 20


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Periode inkubasi F. oxysporum f.sp. cubense (hari) ... 24

Kejadian penyakit F. oxysporum f.sp. cubense (%) ... 26

Keparahan penyakit F. oxysporum f.sp. cubense (%) ... 28

Berat basah akar (g) ... 30

Populasi akhir R. similis ... 32

Populasi spora CMA ... 34

Persentase infeksi CMA (%) ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No. Uraian Halaman

1. Periode inkubasi F. oxysporum f.sp cubense (hsi) ... 24

2. Kejadian penyakit F. oxysporum f.sp cubense (%) ... 26

3. Keparahan penyakit F. oxysporum f.sp cubense (%) ... 28

4. Pengaruh pemberian CMA terhadap berat basah akar (g) ... 30

5. Pengaruh pemberian CMA terhadap populasi akhir R. similis ... 32

6. Pengaruh waktu aplikasi terhadap populasi spora CMA ... 34

7. Pengaruh waktu aplikasi cma terhadap persentase infeksi CMA (%) ... 36


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Uraian Halaman 1. Koloni F. oxysporum f.sp cubense: a. mikrokonidia,

b. Makrokonidia ... 6 2. Gejala serangan layu Fusarium pisang: a. gejala luar,

b. irisan batang melintang, c. Irisan batang membujur ... 7 3. Gejala serangan R. similis pada tanaman pisang:

a. Gejala luar, b. Gejala pada akar ... 10 4. Spora CMA: a. Spora CMA dengan germ tube,

b. Spora CMA yang dipecah ... 13 5. Gambar mikroskopis CMA dalam jaringan akar dengan

spora (s) dan hifa internal (h) ... 14 6. Tanaman pisang: a. Tanaman yang diinokulasikan F. oxysporum f.sp

cubense tanpa CMA; b. Tanaman yang diinokulasikan CMA ... 25

7. Spora CMA: a. Spora CMA yang utuh, b. Spora CMA

yang dipecahkan ... 35 8. CMA pada jaringan akar; (s) spora CMA ... 37 9. Jaringan akar pada perlakuan: a. M0R0F0, b. M0R0F1, c. M0R1F0,


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Uraian Halaman

1. Bagan Penelitian ... 46

2. Data kejadian penyakit (%)F. oxysporum f.sp cubense ... 47

3. Data keparahan penyakit F. oxysporum f.sp cubense (%) ... 55

4. Data berat basah akar (g) ... 63

5. Data populasi akhir R. similis ... 71

6. Data jumlah spora CMA ... 79

7. Data persentase infeksi CMA (%) ... 87

8. Cara Menghitung Persentase CMA Pada Akar ... 95


(12)

Rini Ambarwulan. 2013. The use of Mycorrhizal Arbuscula Fungi (MAF) to Control the Fusarium oxysporum f.sp. cubense and Radopholus similis at Barangan Banana (Musa paradisiaca) in Glasshouse, under supervised by Lisnawita and Lahmuddin Lubis. This research was to study the effectivity use of MAF in controling

Fusarium wilt and R. similis at Barangan Banana. This research was carried out in glasshouse of Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara, Medan since May until December 2012. The method of this research was Randomized Complete Design Non Factorial with nine treatment and three replication, namely control, inoculation of MAF, inoculation of R. similis, inoculation F. oxysporum f.sp cubense, inoculation of mycorrhizal, R. similis & Foc, inoculation of Foc one week later MAF and R. similis, inoculation of R. similis one week later CMA dan Foc, inoculation of MAF one week later Foc one week later R. similis, inoculation of MAF one week later R. similis one week later Foc.

The result showed that fastest incubation period in the treatment inoculation of

Foc are 11 days and the lowest in the treatment inoculation of MAF at once week are 20 days. The highest disease severity (35.56%) in the treatment Foc and the lowest (8.89%) in the treatment inoculation of MAF, one week later R. similis one week later Foc. The highest population of nematodes (2641) in the treatment inoculation of R. similis and the lowest (164) in the tretament inoculation of MAF one week later Foc one week later R. similis. The highest percentage infection of MAF (100%) in the treatment inoculation of MAF and the lowest (93.33%) in the treatment inoculation of Foc next week mycorrhizal and R. similis.

Keywords: Mycorrhizal Arbuscula Fungi, Fusarium oxysporum f.sp. cubense,

Radopholus similis, banana

ABSTRAK

Rini Ambarwulan. 2013. Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) untuk Mengendalikan Fusarium oxysporum f.sp. cubense dan Nematoda Radopholus similis pada Tanaman Pisang Barangan (Musa paradisiaca) di Rumah Kaca, di bawah bimbingan Lisnawita dan Lahmuddin Lubis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan CMA dalam mengendalikan layu fusarium dan


(13)

2012. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial, dengan sembilan perlakuan dan tiga ulangan yaitu kontrol, inokulasi CMA, inokulasi

R. similis, inokulasi F. oxysporum f.sp cubense (Foc), inokulasi CMA, R. similis, & Foc

bersamaan, inokulasi Foc satu minggu kemudian diinokulasikan CMA dan R. similis; inokulasi R. similis satu minggu kemudian CMA dan Foc, inokulasi CMA satu minggu kemudian Foc satu minggu kemudian R. similis, inokulasi CMA satu minggu kemudian

R. similis satu minggu kemudian Foc.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode inkubasi tercepat terdapat pada perlakuan inokulasi Foc yaitu 11 hari dan terlama pada perlakuan inokulasi CMA pada minggu pertama yaitu pada 20 hari. Keparahan penyakit tertinggi (35,56%) pada perlakuan inokulasi Foc dan terendah (8,89%) pada perlakuan inokulasi CMA 1 minggu kemudian

R. similis 1 minggu kemudian Foc. Populasi akhir R. similis tertinggi (2641) pada perlakuan inokulasi R. similis dan terendah (164) pada perlakuan inokulasi CMA 1 minggu kemudian Foc 1 minggu kemudian R. similis.Persentase infeksi CMA tertinggi (100%) pada perlakuan inokulasi CMA dan terendah (93,33%) pada perlakuan inokulasi

Foc 1 minggu kemudian CMA dan R. similis.

Kata Kunci: Cendawan Mikoriza Arbuskula, Fusarium oxysporum f.sp cubense,

Radopholus similis, pisang

RIWAYAT HIDUP

Rini Ambarwulan, lahir tanggal 24 Maret 1990 di Pematangsiantar, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Ramli dan ibu Sukasni.

Pendidikan formal yang telah ditempuh adalah:

- SD Negeri 091250 di Pematangsiantar Lulus Tahun 2002

- MTs Swasta Khoirotul Islamiyah di Pematangsiantar Lulus Tahun 2005 - SMA Negeri 3 di Pematangsiantar Lulus Tahun 2008

- Tahun 2008 Lulus Seleksi Masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN di Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas


(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pisang Barangan (Musa paradisiaca) merupakan salah satu varietas pisang yang telah dibudidayakan di Indonesia. Tanaman pisang Barangan termasuk tanaman yang tidak sulit dibudidayakan, walaupun demikian ia tetap membutuhkan perawatan untuk pertumbuhannya agar mendapatkan hasil yang optimal (Djaenuddin et al. 2012).

Pengembangan pisang Barangan di Indonesia mengalami hambatan yaitu adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit penting dan utama pada tanaman pisang (Barangan) di Indonesia adalah penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f.sp cubense (Foc). Penyakit ini dapat menurunkan produktivitas pisang Barangan, bahkan pada serangan yang berat dapat mematikan (Djaenuddin et al. 2012).

Layu fusarium pada pisang yang sering juga disebut penyakit panama, dianggap sebagai penyakit yang paling penting diseluruh dunia. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Amerika Tropika menjelang berakhirnya abad ke-19 tetapi kerugian karena layu fusarium baru terasa pada tahun 1910an, pada waktu pisang jenis Gros Michael (pisang Ambon) diperkebunkan secara besar-besaran di sana. Di Amerika Tengah dan Selatan dalam jangka waktu 50 tahun lebih dari 50.000 ha kebun pisang telah binasa dan terpaksa ditinggalkan (Semangun, 1996).

Di sekitar perakaran tanaman pisang yang terinfeksi layu fusarium sering ditemukan nematoda parasit. Salah satunya adalah Radopholus similis.

Radopholus similis merupakan spesies nematoda utama pada tanaman pisang


(15)

dibeberapa sentra produksi pisang. Serangan nematoda ini berpotensi sebagai salah satu faktor pembatas produksi pisang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nematoda ini telah menyebar ke beberapa sentra produksi pisang di Sumatera Barat dengan rerata prevalensi 51,71% (Jumjunidang, 2009).

Keberadaan R. similis dan F. oxysporum f.sp. cubense secara bersama-sama pada sistem perakaran tanaman pisang menyebabkan tingkat keparahan dan kejadian penyakit lebih berat dibandingkan jika masing-masing patogen menyerang secara tunggal. Kombinasi keduanya berpotensi menyebabkan hubungan yang sinergisme dengan respon linier terhadap tingkat keparahan dan kejadian penyakit layu pada tanaman pisang (Lisnawita, 1998).

Pengendalian patogen di dalam tanah secara kimia terbukti tidak efektif, oleh karena itu perlu dicari cara lain agar perkembangan patogen dapat ditekan dan mudah dilakukan petani, antara lain dengan pemupukan kalium, penanaman varietas toleran, dan pengendalian hayati. Pengendalian hayati patogen tular tanah merupakan pendekatan alternatif yang perlu dikembangkan, sebab relatif murah dan mudah dilakukan, serta bersifat ramah lingkungan (Saragih dan Silalahi, 2006).

Salah satu agens pengendalian hayati adalah CMA. Pemanfaatan CMA bertujuan untuk meningkatkan daya tumbuh dan survival tanaman, baik dalam serapan hara maupun dari serangan penyakit. Beberapa hasil penelitian menggunakan CMA Glomus fasciculatum menampakan kecenderungan tanaman pisang toleran terhadap serangan penyakit layu Fusarium (Nasir et al. 2004). Menurut hasil penelitian Jumjunidang (2009) CMA mampu menekan perkembangan atau faktor reproduksi nematoda parasit akar R. similis pada tanaman pisang dan dapat mengurangi kerusakan tanaman yang ditimbulkan.


(16)

CMA merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dengan perakaran tanaman tingkat tinggi. CMA menguntungkan tanaman dalam banyak hal seperti suplai nutrien mineral inorganik, meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan, memberikan perlindungan terhadap patogen primer yang menyerang akar tanaman, memperbaiki kondisi-kondisi tanah yang buruk, mengatasi logam-logam berat yang berlebihan dengan immobilisasi logam dalam hifa jamur dan melindungi beberapa tanaman halofitik terhadap kehilangan hasil pada tanah yang salin (Dell, 2006).

Di lapangan sering ditemukan CMA yang berasosiasi dengan perakaran tanaman pisang. CMA juga dapat melindungi tanaman dari serangan patogen tular tanah, termasuk nematoda parasit sehingga tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dibanding dengan tanaman tanpa CMA pada tanah yang teinfeksi nematoda (Jumjunidang, 2009).

Berdasarkan uraian di atas dan masih terbatasnya informasi tentang penggunaan CMA dalam mengendalikan layu fusarium dan R. similis pada tanaman pisang maka perlu dilakukan penelitian ini.

Tujuan penelitian

Untuk mengetahui efektivitas penggunaan CMA dalam mengendalikan layu fusarium dan R. similis pada tanaman pisang Barangan.

Hipotesis penelitian

CMA mampu mengendalikan F. oxysporum f.sp. cubense dan


(17)

Kegunaan penulisan

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Fusarium oxysporum f.sp. cubense

Jamur Fusarium oxysporum Schlecht f.sp. cubense (Foc) (E. F. Smith) Snyder dan Hansen ialah organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang sangat berbahaya dan berpengaruh pada industri pisang dunia. Di Indonesia, penyakit tersebut dilaporkan telah menyebar hampir di seluruh daerah penanaman pisang (Jumjunidang et al. 2009).

Biologi

Menurut Alexopoulus and Mims (1979) jamur Fusarium diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Fungi Divisio : Eumycota

Sub divisio : Deuteromycotina Class : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Family : Tuberculariaceae Genus : Fusarium

Species : F. oxysporum f.sp. cubense (E.F. Smith) Snyder, Hansen

Di dalam kultur, koloni berwarna putih hingga berwarna krem atau ungu terang. Mikrokonidia berukuran 5-12 x 2,2-3,5 µm, biasanya tidak bersekat, hialin, lonjong, atau agak memanjang (Gambar 1a). Makrokonidia berukuran 27-60 x 3-5 µm, berdinding tipis, berbentuk sabit dengan tangkai kecil pada kedua ujungnya. Biasanya mempunyai 3-5 sekat, terbentuk di tengah hifa atau pada


(19)

makrokonidium (Gambar 1b). Klamidiosfor dibentuk tunggal atau berpasangan (Ploetz, 1996 dalam Lisnawita, 1998).

Gambar 1 : Koloni F. oxysporum f.sp cubense: a. mikrokonidia, b. Makrokonidia Sumber: Fourie et al (2011)

F. oxysporum f.sp. cubense memiliki karakter biologis yang sangat

spesifik dan beragam. Hal ini dapat dilihat dari sifat ras dan strainnya yang bervariasi, tingkat virulensi antara ras yang berbeda, serta kemampuan patogen bertahan dalam tanah tanpa inang utama (tanaman pisang) hingga 40 tahun (Ploetz, 1990 dalam Jumjunidang et al. 2011).

Gejala serangan

Perkembangan gejala dimulai dengan terjadinya perubahan warna yaitu menguningnya bagian pinggir daun bawah. Perubahan warna dimulai dari pinggir dan menyebar keseluruh permukaan daun kemudian menjadi coklat kekuningan (Frohlich and Rodewaid, 1970; Fauzi, 2010). Gejala yang paling khas adalah gejala dalam. Jika pangkal batang dibelah membujur, terlihat garis-garis coklat atau hitam menuju ke semua arah. Dari batang (bonggol) ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun dan tangkai. Perubahan warna pada berkas pembuluh paling jelas tampak pada batang. Berkas pembuluh akar biasanya tidak berubah warna, namun sering sekali akar tanaman sakit berwarna hitam dan membusuk (Semangun, 1996).


(20)

Gejala penyakit layu fusarium ditemukan pada pisang Susu (Rajasere). Tanaman yang terserang menjadi layu dan mati. Seluruh tanaman dalam satu rumpun mati, termasuk anakan yang ada. Informasi dari petani di Desa Labuan Pandan – Lombok Timur bahwa serangan penyakit ini terjadi sejak tahun 2007. Infeksi penyakit layu fusarium terjadi bila patogen melakukan penetrasi pada akar tanaman pisang. Jamur kemudian menyerang xilem sehingga menyebabkan penutupan pembuluh. Gejala internal diawali dengan penguningan jaringan pembuluh di akar dan bonggol yang selanjutnya berubah warna menjadi merah atau coklat pada pembuluh vaskular pada pseudostem dan kadang-kadang pada tangkai tandan. Pada saat tanaman mati, jamur akan tumbuh menyebar dari xilem ke jaringan sekitarnya, membentuk klamidospore (spora istirahat) yang mampu bertahan dalam perakaran tanaman inang alternatif sampai 30 tahun (Gambar 2). Kerusakan terutama terjadi pada kelompok pisang Cavendish (Ambon Hijau), Rajasere (pisang Susu), dan Ambon Kuning (Hermanto et al. 2010).

a

b

c

Gambar 2 : Gejala serangan layu Fusarium pisang: a. gejala luar, b. irisan batang melintang, c. irisan batang membujur Sumber: Hermanto et al. 2010

Terbentuknya diameter zone penghambatan yang lebih besar pada ekstrak akar daripada ekstrak batang menunjukkan bahwa stress yang dialami tanaman pisang uji lebih besar terjadi pada daerah perakaran dibandingkan pada bagian batang. Infeksi oleh F. oxysporum f.sp. cubense lewat akar merupakan penyebab


(21)

yang terakumulasi pada daerah akar untuk menghambat invasi jamur patogen pada sistem perakarannya. Senyawa antimikrobia yang dibentuk tanaman sebagai reaksi terhadap aksi patogen di dalam jaringan tanaman dapat berupa fitoaleksin atau senyawa antimikrobia lainnya (Widono et al. 2003).

Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit

Penyakit layu Fusarium lebih merugikan pada tanah aluvial yang asam. Pada umumnya di tanah geluh yang bertekstur ringan atau tanah geluh berpasir penyakit dapat meluas dengan lebih cepat. Jenis jenis pisang mempunyai ketahanan yang berbeda. Di Amerika tengah penyakit menjadi sangat cepat merusak setelah jenis Gros Michael yang sangat rentan dibudidayakan secara besar-besaran tetapi berkurang setelah diganti dengan jenis Cavendish yang tahan. Di Taiwan jenis Cavendish sangat rentan terhadap ras 4. Di Jawa Timur penyakit lebih benyak terdapat pada jenis Ambon, Raja dan Agung (Semangun, 1996).

Radopholus similis Cobb. Klasifikasi

Menurut Agrios (1997) nematoda Radopholus similis termasuk ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina, super famili Tylenchoidea, famili Pratylenchidae, dan genus Radopholus.

Morfologi

Radopholus similis memiliki sifat sexual dimorphism pada bagian anterior

tubuhnya sehingga R. similis jantan dan R. similis betina mudah dibedakan. Nematoda betina panjang tubuhnya 0,51-0,88 mm, bagian ujung kepala lebih rendah, membulat, lurus atau sedikit berlekuk dengan garis kontur tubuh.

Esofagusnya tumbuh sempurna, kepala mengalami sklerotisasi dan stilet (Gowen dan Queneherve, 1990). Bagian belakang esofagus terletak tumpang


(22)

tindih dengan usus pada bagian dorsal. Gonad anterior dan gonad posterior bertemu di sekitar vulva (Dropkin, 1992). Vulva terletak di bagian pertengahan panjang tubuh sekitar 55-65% dan memiliki ekor yang memanjang berbentuk kerucut dengan panjang sekitar 60 µm (Siddiqi, 1986).

Sedangkan kepala nematoda R. similis jantan lebih tinggi, membulat, menyerupai knop dan lebih melekuk. Kerangka kepala mengalami sedikit sklerotisasi, stilet dan esofagusnya tidak berkembang sempurna dan tidak bersifat parasit (Siddiqi, 1986). Panjang tubuhnya 0,5-0,7 mm. Mempunyai testis tunggal dan bursa meluas sampai dua per tiga ekor (Dropkin, 1992).

Biologi dan siklus hidup

Radopholus similis

Radopholus similis merupakan parasit migratori, endoparasit polifag yang

berada di dalam akar dan umbi pada umumnya di jaringan korteks. Nematoda ini berbentuk benang di seluruh hidupnya. Nematoda ini merupakan patogen yang agresif. Seperti nematoda peluka akar lainnya, nematoda pelubang akar ini aktivitas makannya mengakibatkan luka nekrotik pada jaringan akar inangnya. Seluruh stadia hidupnya merupakan parasit dan bereproduksi secara seksual. Telur diletakkan di dalam jaringan akar dan perkembangan embrionik berlangsung beberapa hari. Seluruh siklus hidup diselesaikan dalam 3 minggu pada kondisi optimal dengan suhu 24–27

atau nematoda pelubang akar diketahui sebagai endoparasit migratori pada berbagai jenis tanaman. Nematoda ini merusak atau makan bagian korteks akar sehingga terjadi lubang-lubang pada akar tersebut. Semua stadia dapat dijumpai pada di dalam akar dan tanah. Jantan bersifat

nonparasit, sedangkan stadia lainnya bersifat parasit pada tanaman (Mustika, 2003).

0


(23)

Lama waktu yang dibutuhkan R. similis dalam memasuki akar adalah 24-72 jam, bahkan kadangkala hingga 5-6 hari. Penetrasi meninggalkan bekas berupa lubang berdiameter sedikit lebih besar daripada diameter tubuh R. similis.

Setelah memasuki akar, R. similis merusak dinding sel-sel parenkim kortikal, memakan isinya dan terus bergerak sepanjang akar sehingga terjadi rongga dalam akar. Di dalam rongga tersebut R. similis betina mencapai kematangan seksual, lalu mulai bereproduksi dan jika R. similis hidup lebih dari 3 minggu dalam bagian yang sama dalam akar, maka rongga-rongga yang telah terbentuk akan tergabung membentuk suatu lorong yang di dalamnya dapat berisi nematoda dalam jumlah besar (Du Charme, 1959 dalam Budiawan, 2001).

Kelangsungan hidup R. similis dalam akar tergantung pada keefektifan penghancuran akan dan perpindahan infeksi pada akar, sedang perpindahan dan peletakan telur ditentukan oleh faktor makanan, yaitu nematoda betina bergerak atau berpindah mencari jaringan sehat. Di dalam jaringan yang terinfeksi nematoda meletakkan rata-rata 4-5 telur tiap hari selama dua minggu. Daur hidup dari telur ke generasi berikutnya membutuhkan waktu 20-25 hari di dalam jaringan akar dan bonggol dan pada suhu 24-32 0C, telur menetas 8-10 hari dan stadium juvenil menjaddi dewasa dalam 10-13 hari. reproduksi yang optimum terjadi pada suhu 30 0C, dan reproduksi tidak dapat terjadi pada suhu di bawah 16-17 0C dan di atas 33 0C (Loos, 1962 dalam Jumjunidang, 2001).

Gejala serangan

Radopholus similis disebut nematoda penggugus sehubungan dengan

prilakunya di dalam akar. Di akar masuk kedalam parenkim korteks tempat nematoda bergerak aktif dan merusak sel-sel sambil makan. Rongga makin berkembang dan membesar, tetapi tidak memotong endodermis. Timbul luka


(24)

berwarna coklat merah pada seluruh korteks. Pangkal akar tanaman pisang rusak dan tanaman mudah roboh, terutama apabila sedang berbuah (Gambar 3a) (Dropkin, 1992).

Gejala awal akar tanaman pisang yang terserang R. similis yaitu berupa bintik-bintik cokelat kemerah-merahan pada bagian luar akar sampai jaringan korteks, memanjang sejajar dengan silinder pusat (stele) (Gambar 3b). Pergerakan aktif nematoda pada jaringan akar menyebabkan terbentuknya rongga-rongga. Gejala ini akan bergabung dan berubah menjadi bercak cokelat kemerah-merahan, pada seranga berat luka akan melingkari seeluruh permukaan akar. Kondisi ini menyebabkan kemampuan akar dalam menyerap air dan hara menjadi terganggu. Hasil akhir akibat serangan nematoda dapat dilihat dengan terjadinya klorosis daun, pemanjangan siklus vegetatif serta berkurangnya ukuran dan berat tandan (Gowen & Queneherve, 1990).

a b

Gambar 3 : Gejala serangan R. similis pada tanaman pisang: a. Gejala luar, b. Gejala pada akar

Sumber: Hasna, 2011

Setelah masuk ke dalam akar, R. similis menempati ruang interseluler parenkim korteks, nematoda memakan sitoplasma dari sel-sel terdekat, sehingga menimbulkan rongga-rongga di dalam jaringan tersebut. Gejala yang terlihat ialah berupa bercak nekrotik berwarna hitam kemerahan. R. similis tidak pernah dijumpai menyerang silinder pusat (stele), karena nematoda tidak dapat


(25)

menembus endodermis yang telah berkembang dengan bagian daging yang telah mengeras (Jumjunidang et al. 2009).

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Istilah CMA diambil dari bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur (mykes = miko) dan akar (rhiza). Istilah ini diusulkan pertama kali oleh Frank pada tahun 1885 untuk menjelaskan bentuk simbiosa mutualisme antara jamur dan akar tanaman tingkat tinggi. Jamur memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tanaman untuk kelangsungan hidupnya, sebaliknya

menyalurkan air dan hara tanah khususnya N dan P untuk tanaman (Kartika, 2002).

Mikoriza (Gambar 4) merupakan sekutu simbiosis diantara akar tumbuhan dengan hifa jamur. Hifa mikoriza memperbaiki pengambilan nutrien untuk tumbuhan, melindungi akar tumbuhan daripada patogen dan meghasilkan hormon pertumbuhan tumbuhan. Sebagai imbalan, jamur memperoleh karbohidrat dari tumbuhan (Mader, 1995).

a b

Gambar 4 : Spora CMA: a. Spora CMA dengan germ tube, b. Spora CMA yang dipecah


(26)

Manfaat CMA

Peranan langsung CMA adalah membantu akar dalam meningkatkan penyerapan air karena hifa cendawan masih mampu menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah mengalami kesulitan mengabsorbsi air. Hal ini dikarenakan hifa utama cendawan CMA di luar akar membentuk percabangan hifa yang lebih kecil dan halus dari rambut akar dengan diameter kira-kira 2 μm (Sasli, 2004). CMA juga dapat melindungi tanaman dari serangan patogen tular tanah, termasuk nematoda parasit. Semua isolat CMA yang diaplikasikan berpengaruh nyata dalam menekan perkembangan dan menghambat serangan nematoda R. similis pada pisang Ambon Hijau (Jumjunidang, 2009).

Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) melakukan penetrasi ke akar dan membentuk struktur arbuskula dan atau vesikula (Gambar 5). Melalui arbuskula inilah terjadi perpindahan unsur hara ke sel tumbuhan (Setya et al. 1995). Keberadaan fungi CMA di alam bersifat kosmopolitan, artinya fungi CMA hampir pasti ada dalam kondisi tanah apapun, seperti di hutan pantai yang berpasir fungi CMA masih dapat tumbuh.

h

s

Gambar 5 : Gambar mikroskopis CMA dalam jaringan akar dengan spora (s) dan hifa internal (h)


(27)

Peningkatan ketahanan tanaman terhadap patogen juga dipengaruhi oleh adanya beberapa jamur CMA yang dapat menghasilkan antibiotik, misalnya fenol, quinine dan berbagai phytoalexine. Tanaman yang terinfeksi jamur CMA dapat memproduksi bahan astiri yang bersifat fungistatik jauh lebih banyak dibanding dengan yang tidak terinfeksi CMA. Juga mengandung asam amino 3-10 kali lebih banyak dibanding tanaman yang tidak terinfeksi CMA. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan ketahanan melalui eksudat akar yang terinfeksi jamur CMA. Perubahan eksudat akar sangat mempengaruhi mikroorganisme dalam rizosfer dan bentuk perubahannya dapat mengakibatkan peningkatan ketahanan tanaman, sehingga dapat menguntungkan tanaman karena tanaman dapat terhindar serangan patogen tanah (Soenartiningsih dan Talancea, 1997).


(28)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian ± 25 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei 2012 sampai Desember 2012.

Bahan dan alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : cendawan CMA arbuskula indigenus, F. oxysporum f.sp. cubense isolat 7 (koleksi Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara), media beras steril, bibit pisang Barangan, R. similis, media PDA, wortel steril, tanah steril, natrium hipoklorit, KOH 10%, HCl 10%, Trypan Blue, asam laktat, gliserol 50%, akuades, HgCl 0.01%, streptomicin sulfat 0.1%, pasir pantai dan lain-lain.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pot plastik, jarum ose, cawan petri, pisau, alat tulis, mikroskop stereo, mikroskop compound, gelas ukur, pipet tetes, plastik tahan panas, erlenmeyer, timbangan, botol selai, alat-alat untuk modifikasi corong Baermann, pinset, cup aqua, autoklaf, jarum pancing nematoda dan saringan bertingkat.

Metode penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 9 perlakuan sebagai berikut:


(29)

M1R0F0 : CMA M0R1F0 : R. similis

M0R0F1 : F. oxysporum f.sp. cubense

M1R1F1 : Inokulasi CMA, F. oxysporum f.sp. cubense dan R. similis

diinokulasi secara bersamaan

M2R1F2 : Inokulasi R. similis, 1 minggu kemudian diinokulasi dengan

F. oxysporum f.sp. cubense dan CMA

M2R2F1 : Inokulasi F. oxysporum f.sp. cubense, 1 minggu kemudian diinokulasi dengan R. similis dan CMA

M1R3F2 : Inokulasi CMA, 1 minggu kemudian diinokulasi dengan

F. oxysporum f.sp. cubense dan 1 minggu kemudian diinokulasi

dengan R. similis

M1R2F3 : Inokulasi CMA, 1 minggu kemudian diinokulasi dengan

R. similis dan 1 minggu kemudian diinokulasi dengan

F. oxysporum f.sp. cubense

Jumlah perlakuan (t) : 9

Jumlah ulangan (r) : 3

Untuk menentukan banyaknya ulangan ditentukan dengan rumus: (t-1) (r-1) ≥ 15

(9-1) (r-1) ≥ 15 8r - 8 ≥ 15 8r ≥ 23

r ≥ 2,86 3

Jumlah tanaman setiap perlakuan : 4 tanaman


(30)

Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + αi+ εij

Dimana:

Yij : data pengamatan yang disebabkan pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke j

µ : rerataan umum

αi : efek dari perlakuan ke-i pada ulangan kr-j εij : efek error dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Pelaksanaan penelitian

Isolasi CMA

CMA diisolasi dari tanah di sekitar perakaran pisang Barangan yang sehat di lapang. Isolasi spora dari contoh tanah dilakukan dengan metode tuang saring Pacioni (1992), yaitu dengan mencampurkan mikofer sampel sebanyak 10 gr dengan 1000 ml air dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 710 µm, 425 µm, 106 µm dan 53 µm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas disemprot dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos. Kemudian saringan paling atas dilepas dan saringan kedua kembali disemprot dengan air kran. Setelah saringan kedua dilepas sejumlah mikofer sisa yang tertinggal pada saringan 106 µm dan 53 µm yang digunakan. Hasil saringan diberi air sedikit dan airnya dituang ke cawan petri dengan hati-hati sehingga partikel-partikel tanah tidak tebawa. Selanjutnya dilakukan penghitungan di bawah mikroskop stereo terhadap spora yang diperoleh.


(31)

Media perbanyakan CMA yang digunakan adalah pasir pantai. Pasir dicuci sampai tidak tercampur dengan bahan-bahan lain. Setelah dicuci, pasir dikeringanginkan. Media perbanyakan dimasukkan ke dalam pot-pot plastik, media perbanyakan siap untuk digunakan. Benih jagung ditanam dengan membuat lubang tanam kira-kira 2-3 cm pada media perbanyakan. Setelah itu dimasukkan stater CMA, yaitu media tanam berupa pasir pantai yang sudah mengandung CMA sebanyak 0,5-1 g pada tiap lubang tanam ditaburkan sekitar 10 spora CMA. Jagung dipelihara selama masa vegetatif dengan memberikan pupuk Hyponex merah (N 25%; P 5%; K 20%; unsur lain B, Fe, Zn, Ca, Co, Cu, Mg, Mn, Mo dan S) 1 gr/l satu minggu sekali. Penyiraman tanaman hanya dilakukan saat tanah mengering/ butuh air.

Isolasi R. similis

lnokulum R. similis yang diisolasi dari sampel akar tanaman pisang Barangan yang bergejala di lapang. Akar dipotong keci-kecil dan ekstrasi nematoda menggunakan modifikasi corong Baermann (Southey, 1985) selama 2 x 24 jam.

Perbanyakan R. similis

Perbanyakan inokulum R. similis diperbanyak dengan metode Huettel (1985) menggunakan media wortel steril. Wortel segar dibersihkan kulitnya dengan air mengalir dan disikat sampai bersih dengan menggunakan NaOCl 5,25%. Setelah itu wortel dibilas dengan air mengalir. Wortel dipotong-potong sepanjang ± 5 cm. Wortel direndam dalam NaOCl 1,5% selama 15 menit. Kemudian wortel dibilas dengan air steril sebanyak dua kali. Wortel dikeringanginkan di atas tisu dan dimasukkan dalam botol steril.


(32)

Radopholus similis dikumpulkan dari hasil ekstraksi akar pisang. Sepuluh populasi R. similis yang terdiri dari juvenil, jantan dan betina dikumpulkan pada

counter disc dengan menggunakan pipet tetes. Selanjutya nematoda disterilisasi

dengan HgCl2

Isolasi F. oxysporum f.sp. cubense

0,01% selama 1-2 detik, kemudian ditetesi dengan streptomisin sulfat 0,1% sebanyak 1-2 tetes. Selanjutnya nematoda yang telah disterilkan diambil dengan pipet steril dan ditempatkan pada potongan wortel. Biakan diinkubasikan selama lebih kurang 1,5 bulan pada temperatur ruang.

Fusarium oxysporum f.sp. cubense isolat 7 (Foc 7) diperoleh dari koleksi

Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Perbanyakan F. oxysporum f.sp. cubense

F. oxysporum f.sp. cubense yang berasal dari spora tunggal diperbanyak

pada media beras dengan cara beras dicuci sampai bersih dan direndam selama 24 jam. Kemudian beras dimasukkan ke dalam plastik tahan panas lalu disterilkan dengan autoklaf. Media beras didinginkan dan diinokulasi jamur Foc ke dalam media tanam yang ditanamkan pada media. Biakan digunakan sebagai sumber inokulum.

Penyediaan tanaman

Tanaman yang digunakan adalah kultivar pisang Barangan hasil kultur jaringan berumur 2 bulan setelah aklimatisasi. Bibit ditanam serentak di dalam pot plastik berdiameter 30 cm yang berisi 5 kg media steril (tanah dan pasir 1 : 1). Ditempatkan di rumah kaca sesuai dengan perlakuan.

Aplikasi perlakuan 1. Aplikasi CMA


(33)

CMA diaplikasikan pada tanaman pisang berumur ± 2 bulan hasil kultur jaringan. CMA yang diaplikasikan adalah sebanyak 40 gr/ pot.

2. Aplikasi F. oxysporum f.sp. cubense

Aplikasi F. oxysporum f.sp. cubense yang telah dipebanyak pada media beras dengan menginfestasikan 10 g biakan Foc (106

3. Aplikasi R. similis

) di sekeliling batang

tanaman dengan jarak sekitar 5 cm dari batang tanaman dan kedalaman 7 cm (Maimunah, 1999).

Radopholus similis dari biakan persediaan (stock culture) pada media

wortel diekstraksi sesuai dengan keperluan. Biakan diekstraksi dengan metode pengabutan (Southey, 1985). Nematoda yang diperoleh dimasukkan dalam akuades steril dan digunakan sebagai inokulum. Cara inokulasi yang dilakukan adalah seperti yang dilakukan oleh Venkitesan dan Setty (1977), yaitu dengan menuangkan suspensi R. similis di sekeliling batang tanaman pisang. Untuk 300 populasi R. similis (jantan, betina, juvenil) diaplikasikan selama 3 hari berturut-turut.

Aplikasi dilakukan sesuai dengan perakuan. Parameter pengamatan

1. Periode inkubasi layu Fusarium

Data yang diamati adalah waktu munculnya gejala pada masing-masing perlakuan. Pengamatan dilakukan sejak saat inokulasi sampai munculnya gejala pertama layu Fusarium pada tanaman uji.

2. Persentase kejadian penyakit layu Fusarium

Persentase kejadian penyakit diamati pada 15, 30, 45, dan 60 hsi dengan mengamati jumlah akar yang terserang penyakit F. oxysporum f.sp


(34)

cubense. Persentase kejadian penyakit dapat dihitung dengan menggunakan metode Abbot (1925) dengan rumus sebagai berikut:

% Kejadian Penyakit = ∑ tanaman terserang pada tiap perlakuan

∑ tanaman yang diamati x 100%

3. Keparahan penyakit F. oxysporum f.sp cubense

Keparahan penyakit diamati pada 15, 30, 45, dan 60 hsi dengan mengamati diskolorisasi yang terdapat pada bonggol tanaman pisang secara internal dengan menggunakan metode Townsend dan Hueberger (1948), dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

I = Tingkat keparahan penyakit (%) ni

v

= Jumlah berkas pembuluh yang terserang pada setiap kategori i

Z = Nilai numerik kategori serangan tertinggi = Nilai numerik masing-masing kategori serangan

N = Jumlah berkas pembuluh yang diamati

Nilai skala diskolorisasi setiap kategori serangan yang digunakan adalah (INIBAP, 1994), sebagai berikut:

0 : tidak ada diskolorisasi pada berkas pembuluh 1 : ada sedikit diskolorisasi

2 : diskolorisasi sampai 1/3 berkas pembuluh 3 : diskolorisasi 1/3 – 2/3

4 : diskolorisasi > 2/3


(35)

4. Berat basah akar

Dilakukan pada 15, 30, 45 dan 60 hsi dengan cara memotong akar tanaman pisang lalu ditimbang.

5. Populasi akhir R. similis

Populasi R. similis dihitung pada 15, 30, 45 dan 60 hsi. Populasi R. similis

dapat dihitung dengan cara mengeekstraksi akar, bonggol dan tanah 10 gr

yang dilakukan dengan metode modifikasi corong Baermann (Southney, 1985). Total populasi akhir R. similis adalah jumlah populasi

nematoda pada akar, bonggol, dan tanah. Laju pertambahan populasi nematoda dihitung dengan membandingkan antara total populasi akhir dengan populasi awal (Pf/Pi) (Pinochet, 1992).

6. Jumlah spora cendawan mikoriza arbuskula (CMA)

Spora CMA dihitung pada 15, 30, 45 dan 60 hsi. Spora CMA dapat dihitung dengan mengekstraksi tanah menggunakan saringan bertingkat. Hasil ekstraksi dikumpulkan dalam suspensi. Diambil 1 ml suspensi dan dihitung jumlah spora dengan mikroskop stereo. Diulang sebanyak 3 kali dan diambil rata-ratanya. Setelah itu hasil rata-rata dikonversikan dengan volume suspensi.

7. Persentase infeksi CMA pada akar

Pengamatan persentase infeksi CMA pada akar (Lampiran 8) dilakukan pada 15, 30, 45 dan 60 hsi.


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Periode Inkubasi F. oxysporum f.sp cubense (hari)

Hasil pengamatan periode inkubasi F. oxysporum f.sp cubense

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Periode inkubasi F. oxysporum f.sp cubense (hsi)

Perlakuan Periode inkubasi (hari)

M0R0F0 -

M1R0F0 -

M0R1F0 -

M0R0F1 11

M1R1F1 15

M2R1F2 16

M2R2F1 16

M1R3F2 20

M1R2F3 20

Keterangan: - gejala tidak muncul

Dari Tabel 1 terlihat periode inkubasi tercepat adalah pada perlakuan M0R0F1 (hanya diinokulasikan F. oxysporum f.sp cubense), yaitu pada 11 hsi. Sedangkan periode inkubasi terlama adalah pada perlakuan yang diaplikasikan mikoriza pada minggu pertama yaitu pada 20 hsi. Dari hasil pengamatan memperlihatkan gejala serangan F. oxysporum f.sp cubense pada tanaman pisang yaitu terlihat pada daun-daun bawah yang menguning (Gambar 6a), kemudian menjadi cokelat dan mengering. Warna kekuningan akan dimulai dari tepi daun dan berkembang ke arah tulang daun. Apabila bonggol tanaman pisang dibelah, maka akan terlihat diskolorisasi yang berwarna cokelat. Sedangkan pada perlakuan yang diberi CMA tanaman lebih lama terserang patogen, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih sehat (Gambar 6b).


(37)

a b

Gambar 6: Tanaman pisang: a.. Tanaman yang diinokulasikan F. oxysporum f.sp cubense tanpa CMA; b. Tanaman yang diinokulasikan CMA.

Dari Tabel 1 juga dapat dilihat pada perlakuan yang hanya diinokulasikan

F. oxysporum f.sp cubense lebih cepat terserang dibanding dengan perlakuan

CMA. Hal ini disebabkan CMA dapat melindungi tanaman serta dapat menghambat pertumbuhan F. oxysporum f.sp cubense. Pfleger dan Linderman (2000) dalam Suharti et al. (2008) menyatakan bahwa salah satu mikroorganisme yang dapat berperan sebagai agensia pengendali hayati yang potensial untuk dikembangkan adalah CMA. Imas et al. (1989) dalam Nildayanti (2011) mengemukakan bahwa CMA dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi patogen akar dengan mekanisme sebagai berikut: (1) adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen, (2) CMA menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen, (3) akar tanaman yang sudah diinfeksi fungi CMA, tidak dapat diinfeksi oleh fungi patogen yang menunjukkan adanya kompetisi.


(38)

2. Kejadian penyakit F. oxysporum f.sp cubense (%)

Data kejadian penyakit F. oxysporum f.sp cubense berdasarkan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Kejadian penyakit (%) F. oxysporum f.sp cubense

Perlakuan Tingkat kejadian penyakit (%)

15 hsi 30 hsi 45 hsi 60 hsi

M0R0F0 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)d M1R0F0 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)d M0R1F0 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)d M0R0F1 33,33(5,82)a 55,56(7,40)a 55,56(7,40)a 88,89(9,42)a M1R1F1 0,00(0,71)c 33,33(5,82)a 33,33(5,82)a 55,56(7,40)b M2R1F2 11,11(2,41)b 12,22(2,83)b 22,22(4,11)b 66,67(8,20)a M2R2F1 22,22(4,11)b 22,22(4,11)b 22,22(4,11)b 55,56(7,40)b M1R3F2 0,00(0,71)c 11,11(2,41)b 11,11(2,41)b 33,33(5,82)b M1R2F3 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 11,11(2,41)b 22,22(4,11)c

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi ��+ 0,5).

Data analisa sidik ragam (Tabel 2) dapat dilihat pada 15 hsi sudah ditemukan gejala layu Fusarium pada perlakuan M0R0F1 (hanya diinokulasikan

F. oxysporum f.sp cubense), M2R1F2 (inokulasi R. similis pada minggu pertama

dan 1 minggu kemudian diinokulasikan CMA dan F. oxysporum f.sp cubense) dan M2R2F1 (inokulasi F. oxysporum f.sp cubense pada minggu pertama dan 1 minggu kemudian diinokulasikan CMA dan R. similis) masing-masing sebesar 33,33%, 11,11% dan 22,22%. Sedangkan perlakuan M1R3F2 (inokulasi CMA pada minggu pertama, 1 minggu kemudian diinokulasikan F. oxysporum f.sp

cubense dan 1 minggu kemudian diaplikasikan R. similis) gejala baru terlihat pada

30 hsi dan M1R2F3 (inokulasi CMA pada minggu pertama, 1 minggu kemudian diinokulasikan R. similis dan 1 minggu kemudian diaplikasikan F. oxysporum f.sp

cubense) gejala terlihat pada 45 hsi. Pengamatan pada 60 hsi pada semua

perlakuan yang diinokulasikan F. oxysporum f.sp cubense sudah terlihat gejala layu fusarium. Pada perlakuan M0R0F1 persentase kejadian penyakit pada 15 hsi


(39)

sebesar 33,33%, kemudian meningkat menjadi 55,56% pada 30 hsi dan 45 hsi, sedangkan pada 60 hsi kejadian penyakit meningkat menjadi 88,89%. Hal ini terjadi karena M0R0F1 tidak diberikan CMA sebagai agens pengendali hayati yang dapat melindungi tanaman dari serangan patogen F. oxysporum f.sp cubense. Suswati (2005) menyatakan bahwa pemanfaatan fungi CMA arbuskular (FMA) indigenus dari rizosfir pisang merupakan solusi potensial untuk mengendalikan patogen tular tanah dan mampu meningkatkan ketahanan pisang terhadap berbagai jenis patogen.

Dari Tabel 2 dapat dilihat pada perlakuan yang diberi CMA masih terdapat tanaman pisang yang menunjukkan gejala layu, walaupun persentase kejadian penyakit lebih rendah dibanding tanaman yang tidak diberi mikoriza. Persentase kejadian penyakit pada perlakuan pemberian F. oxysporum f.sp. cubense saja sebesar 88,89%, pada perlakuan pemberian F. oxysporum f.sp. cubense, R. similis

dan CMA secara bersamaan sebesar 55,56%, pada perlakuan F. oxysporum f.sp.

cubense pada minggu pertama 55,56%, pada perlakuan R. similis pada minggu

pertama 66,67%, pada perlakuan CMA pada minggu pertama 33,33%. Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa mikoriza yang diberikan pada minggu pertama mempunyai persentase kejadian penyakit yang rendah.

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa waktu inokulasi CMA mempengaruhi lamanya kejadian penyakit. Keberhasilan introduksi CMA dalam penekanan penyakit akan ditentukan berbagai faktor diantaranya oleh jenis CMA, tingkat kolonisasi CMA, urutan introduksi, fase pertumbuhan tanaman dan jenis tanaman inang. Pada perlakuan M2R1F2 dan M2R2F1 kejadian penyakit sudah muncul pada 15 hsi, dimana CMA diaplikasikan pada minggu ke dua. Sedangakan CMA yang diaplikasikan pada minggu pertama yaitu pada perlakuan M1R3F2 dan


(40)

M1R2F2 baru muncul pada 30 hsi dan 45 hsi. Menurut Dell (2006) hal ini terjadi karena CMA mampu memberikan perlindungan terhadap patogen primer seperti

F. oxysporum f.sp. cubense dan R. similis yang menyerang akar tanaman. Abbot

dan Robson (1984) menyatakan bahwa CMA menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya yang menyebabkan terciptanya lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan patogen. Sharda dan Rodrigues (2009) mengemukakan bahwa tanaman yang bermikoriza, mengandung isoflavonoid lebih tinggi sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen karena senyawa tersebut dapat menghambat pertumbuhan patogen tanah.

3. Keparahan penyakit F. oxysporum f.sp cubense (%)

Data analisa sidik ragam keparahan penyakit F. oxysporum f.sp cubense

dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Keparahan penyakit (%) F. oxysporum f.sp cubense

Perlakuan Tingkat keparahan penyakit (%)

15 hsi 30 hsi 45 hsi 60 hsi

M0R0F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c M1R0F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c M0R1F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c M0R0F1 8,89(2,71) 17,78(4,22)a 26,67(5,21)a 35,56(5,92)a M1R1F1 0,00(0,71) 13,33(3,72)a 13,33(3,72)a 13,33(3,72)b M2R1F2 8,89(2,71) 13,33(3,72)a 13,33(3,72)b 13,33(3,72)b M2R2F1 4,44(1,71) 8,89(2,71)b 8,89(2,71)b 8,89(2,71)b M1R3F2 4,44(1,71) 4,44(1,71)b 8,89(2,71)b 8,89(2,71)b M1R2F3 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 8,89(2,71)b 8,89(2,71)b Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi ��+ 0,5).

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa keparahan penyakit sudah terlihat 15 hsi yaitu pada perlakuan M0R0F1 (hanya diinokulasikan F. oxysporum f.sp

cubense) sebesar 8,89%, M2R2F1 (inokulasi F. oxysporum f.sp cubense pada

minggu pertama dan 1 minggu kemudian diinokulasikan CMA dan R. similis) sebesar 4,44%, M2R1F2 (inokulasi R. similis pada minggu pertamadan 1 minggu


(41)

kemudian diinokulasikan CMA dan F. oxysporum f.sp cubense) sebesar 8,89% dan pada M1R3F2 (inokulasi CMA pada minggu pertama, 1 minggu kemudian diinokulasikan F. oxysporum f.sp cubense dan 1 minggu kemudian diaplikasikan

R. similis) sebesar 4,44%. Sedangkan pada perlakuan M1R1F1 (inokulasi CMA,

R. simillis dan F. oxysporum f.sp cubense) baru terlihat pada 30 hsi sebesar

13,33%, dan pada perlakuan M1R2F3 (inokulasi CMA pada minggu pertama, 1 minggu kemudian diinokulasikan R. similis dan 1 minggu kemudian diaplikasikan

F. oxysporum f.sp cubense) baru terlihat pada 45 hsi sebesar 8,89%.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat keparahan penyakit

F. oxysporum fsp. cubense tertinggi adalah pada perlakuan M0R0F1. Hal ini

disebabkan karena pada perlakuan tersebut hanya diinokulasikan F. oxysporum

fsp. cubense tanpa disertakan CMA sebagai agens pengendali hayati yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen. Kondisi ini menyebabkan tingkat keparahan penyakit menjadi lebih besar dibanding dengan perlakuan yang menggunakan CMA yang mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen. Menurut Soenartiningsih dan Talancea (1997) CMA dapat menghasilkan antibiotik, misalnya fenol, quinine dan berbagai phytoalexine yang berperan dalam penghambatan perkembangan patogen tanaman.

Pada Tabel 3 terlihat pemberian mikoriza dapat menekan keparahan penyakit, yaitu persentase keparahan penyakit tidak lagi meningkat sampai akhir penelitian. Misalnya pada M1F1R1 dan M2R1F2 persentase keparahan penyakit tetap 13,33% sampai 60 hsi. Pada M2R2F1, M1R3F2 dan M1R2F3 persentase keparahan penyakit tetap 8,89% sampai 60 hsi. Hal ini menunjukkan bahwa CMA mampu menekan perkembangan penyakit F. oxysporum fsp. cubense. Kobayashi dan Branch (1991) dalam Suharti et al. (2011) menyatakan bahwa mekanisme


(42)

CMA dalam mengendalikan berbagai jenis patogen dapat terjadi secara langsung berupa kompetisi dan antibiosis dan secara tidak langsung melalui induksi ketahanan. Menurut (Pfleger & Linderman, 2000 dalam Suharti et al. 2011), mekanisme secara langsung disebabkan pertumbuhan propagul infektif dari CMA yang dapat menghalangi patogen pada akar tanaman. Mekanisme tidak langsung adalah melalui respon fisiologis dan biokimia dengan terjadinya perubahan aktivitas enzim dan peningkatan senyawa kimia yang menghambat perkembangan patogen.

4. Berat basah akar (g)

Data berat basah akar berdasarkan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Pengaruh pemberian CMA terhadap berat basah akar (g)

Perlakuan Berat basah akar (g)

15 hsi 30 hsi 45 hsi 60 hsi

M0R0F0 13,58(3,67) 16,51(4,12) 17,76(4,23) 25,45(5,09)a M1R0F0 22,54(4,75) 12,30(3,54) 12,99(3,59) 26,60(5,20)a M0R1F0 8,47(2,80) 10,58(3,30) 12,91(3,57) 15,89(3,97)b M0R0F1 6,70(2,64) 10,98(3,27) 5,92(2,51) 16,94(4,17)b M1R1F1 13,09(3,45) 7,98(2,80) 8,20(2,90) 17,92(4,19)b M2R1F2 10,97(3,19) 11,52(3,31) 17,90(4,11) 18,15(4,28)a M2R2F1 8,11(2,92) 11,40(3,42) 13,26(3,61) 19,48(4,47)a M1R3F2 9,94(3,22) 15,72(3,93) 6,38(2,59) 21,52(4,69)a M1R2F3 13,78(3,62) 13,82(3,74) 13,18(3,66) 26,45(5,18)a Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi ��+ 0,5).

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pemberian CMA dapat meningkatkan berat basah akar pada tanaman pisang barangan. Berat basah akar yang diberikan

CMA berbeda nyata dengan berat basah akar yang hanya diinokulasikan

F. oxysporum fsp. cubense (M0R0F1) dan R. similis (M0R1F0) masing-masing

sebesar 16,94 g dan 15,89 g dibanding dengan M1R0F0 dan M1R2F3 masing-masing sebesar 26,60 g dan 26,45 g. Marschner (1999) dalam Hastuti et al. (2007)


(43)

menyatakan bahwa CMA mampu meningkatkan penyerapan P, Zn, Cu, NH4, K,

Ca yang selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman melalui proses metabolisme yang memungkinkan peningkatan biomassa bibit dan tanaman. Akar yang bermikoriza mempunyai kandungan auksin yang lebih tinggi yang memungkinkan peningkatan pertumbuhan akar.

Selanjutnya terjadinya penambahan berat basah akar menurut Harran dan Ansori (1993) karena secara tidak langsung CMA dapat meningkatkan pembentukan dan penyebaran akar tanaman melalui hifa eksternal yang mengakibatkan meningkatnya serapan unsur hara oleh tanaman. Selain itu, apabila CMA menginfeksi jaringan akar tanaman maka CMA akan ada selama tanaman tersebut hidup. Kerusakan akar akibat luka pada jaringan akar adalah akibat proses infeksi dan parasitasi nematoda yang mengakibatkan berat basah akar menjadi berkurang. Semakin tinggi populasi nematoda dalam akar menyebabkan nekrosis akar juga semakin banyak. Blake (1961) dalam Jumjunidang et al. (2009) menyatakan bahwa nematoda tidak akan keluar dari akar selama nematoda tersebut masih dapar menyerang dan makan pada bagian akar yang masih sehat. 5. Populasi akhir R. similis

Data populasi akhir R. similis berdasarkan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini:


(44)

Tabel 5. Pengaruh pemberian CMA terhadap populasi akhir R. similis pada 60 hsi

Perlakuan Jumlah Populasi Akhir Nematoda Pf/Pi (Akar, Bonggol, Tanah)

M0R0F0 0,00e 0,00e

M1R0F0 0,00e 0,00e

M0R1F0 2641,00a 8,80a

M0R0F1 0,00e 0,00e

M1R1F1 681,00b 2,27b

M2R1F2 759,00b 2,53b

M2R2F1 512,00c 1,71c

M1R3F2 164,00d 0,55d

M1R2F3 181,00d 0,60d

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi ��+ 0,5). Pf/Pi = laju pertambahan populasi nematoda, dimana Pf adalah populasi akhir dan Pi adalah populasi awal.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa populasi akhir R. similis pada setiap pengamatan menunjukkan bahwa pemberian CMA berpengaruh nyata dibanding perlakuan yang tidak diberi CMA. Populasi akhir R. similis tertinggi adalah pada perlakuan M0R1F0 (hanya diinokulasikan R. similis) sebesar 2641 dan jumlah populasi akhir R. similis terendah adalah pada perlakuan M1R3F2 (inokulasi CMA, 1 minggu kemudian diinokulasi dengan F. oxysporum f.sp. cubense dan 1 minggu kemudian diinokulasi dengan R. similis) sebesar 164. Hal ini menunjukkan bahwa CMA yang diaplikasikan mampu menekan faktor reproduksi nematoda dengan tingkat penekanan yang bervariasi, sehingga mempengaruhi jumlah populasi akhir nematoda. Menurut Linderman (1994) dalam Jumjunidang (2009) yang menyatakan bahwa terjadinya penekanan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti peningkatan status nutrisi tanaman, perubahan mikroba pada rizosfir, kompetisi nutrisi dan tempat penetrasi serta perubahan anatomi dan biokimia dalam akar akibat infeksi CMA. Kondisi ini membuat lingkungan yang tidak cocok untuk kehidupan nematoda seperti perubahan biokimia sel akar. Menurut Elsen et al. (2001) dalam Jumjunidang (2009), perubahan biokimia


(45)

akibat infeksi CMA adalah meningkatnya enzim kitinase, peroksidae, asam amino, dan senyawa fitoaleksin/fenol, serta terjadinya lignifikasi pada sel endodermis akar. Fenol diketahui sebagai senyawa aktif yang memegang peranan penting terhadap penekanan mikroba, termasuk nematoda yang menyerang jaringan tanaman (Forgain dan Gowen, 1996 ; Jumjunidang, 2009). Senyawa fenol dapat membuat suatu lingkungan yang toksik untuk perkembangbiakan nematoda yang dibuktikan dengan menurunnya jumlah telur dan individu yang terbentuk di dalam akar pada tanaman yang mengandung senyawa fenol lebih tinggi (Valette et al. 1998; Jumjunidang, 2009).

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perbedaan waktu pemberian CMA mempengaruhi faktor reproduksi R. similis. Faktor reproduksi pada M1R1F1 M2R1F2 dan M2R2F1 masing-masing adalah 2,27, 2,53 dan 1,71 berbeda nyata dengan perlakuan M1R3F2 dan M1R2F3 yaitu masing-masing 0,55 dan 0,60. Dari hasil ini terlihat bila inokulasi R. similis pada minggu pertama, nematoda telah menginfeksi tanaman. Dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa CMA yang diaplikasikan pada minggu kedua masih mampu berpenetrasi ke dalam jaringan akar dan dapat menekan faktor reproduksi nematoda R. similis yang terdapat pada perlakuan M2R1F2 sebesar 2,27. Selain waktu menginokulasikan, perbedaan kemampuan masing-masing CMA juga mempengaruhi perkembangan nematoda. Hal ini dapat dikarenakan isolat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan isolat campuran dikarenakan dalam penelitian tidak dilakukan identifikasi genus CMA. Hal ini memungkinkan terdapatnya perbedaan spesies dari CMA dan jumlah spora yang terkandung di dalam isolat. Setiap jenis CMA mempunyai tingkat kolonisasi yang berbeda pada akar tanaman inang, yang selanjutnya memberikan pengaruh yang berbeda pula dalam menciptakan kondisi yang tidak


(46)

sesuai untuk perkembangan R. similis, seperti produksi senyawa fenol, lignifikasi dinding sel, serta kondisi lain yang bersifat menghambat (Khalil et al. 1999; Jumjunidang, 2009).

6. Populasi spora CMA

Data populasi spora CMA berdasarkan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini:

Tabel 6. Pengaruh waktu aplikasi terhadap populasi spora CMA

Perlakuan Populasi CMA

15 hsi 30 hsi 45 hsi 60 hsi

M0R0F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)d 0,00(0,71)c M1R0F0 642,00(24,98) 1094,67(33,03)b 2879,67(53,66)a 4644,00(68,12)b M0R1F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)d 0,00(0,71)c M0R0F1 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)d 0,00(0,71)c M1R1F1 353,33(18,73) 1165,00(34,07)b 2630,00(51,25)a 5113,33(71,47)a M2R1F2 496,33(22,11) 1018,00(31,86)b 2105,33(45,88)c 4727,67(68,74)b M2R2F1 620,00(24,88) 966,33(31,39)b 2109,00(45,88)c 4855,00(69,68)a M1R3F2 706,00(26,50) 802,67(28,12)b 2067,00(45,36)c 4477,33(66,90)b M1R2F3 720,67(26,71) 4658,67(58,99)a 2539,33(50,39)b 5420,67(72,86)a Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi ��+ 0,5).

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa spora CMA sudah terbentuk pada 15 hsi. Suswati (2004) menyatakan bahwa spora terbentuk pada ujung hifa

eksternal yang berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya. Irawati (2004) menyebutkan bahwa Vesicular-arbuscular

mycorrhiza (VAM), yaitu CMA yang dalam asosiasinya dengan perakaran

tanaman dengan membentuk vesikel dan arbuskula. Jamur yang tergolong dalam CMA dengan tipe ini biasanya berasal dari kelompok Zygomycetes, yaitu


(47)

Gambar 7: Spora CMA

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah spora CMA berbeda setiap perlakuan dan peningkatan jumlah spora berbeda pada setiap pengamatan. Jumlah spora terendah adalah pada perlakuan M1R1F1 (inokulasi CMA, R. simillis dan

F. oxysporum f.sp cubense) sebesar 353,33 pada 15 hsi dan jumlah spora CMA

tertinggi pada perlakuan M1R2F3 (inokulasi CMA, 1 minggu kemudian diinokulasi dengan R. similis dan 1 minggu kemudian diinokulasi dengan

F. oxysporum f.sp. cubense) sebesar 5420,67 pada 60 hsi. Menurut Suswati (2004)

hal ini terjadi karena walaupun semua isolat memiliki kemampuan kolonisasi tinggi, tetapi tidak semua isolat tersebut juga memiliki kemampuan sporulasi yang tinggi. Pada waktu pengamatan bahwa pada umumnya CMA yang ditemukan adalah genus Glomus (Gambar 7). Suswati (2004) menyatakan bahwa spora

Glomus sp berwarna kuning, kuning kecoklatan, coklat, coklat tua dan coklat


(48)

7. Persentase infeksi CMA (%)

Data persentase infeksi CMA berdasarkan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Pengaruh waktu aplikasi CMA terhadap persentase infeksi CMA (%)

Perlakuan Persentase infeksi CMA (%)

15 hsi 30 hsi 45 hsi 60 hsi

M0R0F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)b 0,00(0,71)c M1R0F0 86,67(9,28) 100,00(10,02)a 100,00(10,02)a 100,00(10,02)a M0R1F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)b 0,00(0,71)c M0R0F1 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)b 0,00(0,71)c M1R1F1 60,00(7,70) 100,00(10,02)a 100,00(10,02)a 100,00(10,02)a M2R1F2 33,33(5,75) 80,00(8,93)b 100,00(10,02)a 100,00(10,02)a M2R2F1 40,00(6,36) 80,00(8,93)b 93,33(9,67)a 93,33(9,67)b M1R3F2 53,33(7,31) 80,00(8,93)b 93,33(9,67)a 100,00(10,02)a M1R2F3 46,67(6,84) 100,00(10,02)a 100,00(10,02)a 100,00(10,02)a Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi ��+ 0,5).

Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pada semua perlakuan ada peningkatan persentase infeksi akar pisang pada setiap pengamatan. Semua perlakuan yang diberi mikoriza terlihat persentase infeksi mencapai 100% pada 60 hsi kecuali pada M2R2F1 yang hanya mencapai 93,33%. Persentase infeksi CMA pada jaringan akar semakin bertambah seiring dengan pertambahan umur tanaman. Isolat CMA memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengkolonisasi akar tanaman pisang. Hal ini sesuai dengan kriteria persentase kolonisasi akar Setiadi

et al. (1992): skala 1 : 0-5 % (sangat rendah), skala 2 : 6-26 % (rendah), skala

3: 26-50 % ( sedang), skala 4 : 51-75 % ( tinggi), skala 5 : 76-100 % (sangat tinggi).

Dari kriteria tersebut maka persentase infeksi mikoriza pada penelitian ini dikategorikan sangat tinggi. Artinya mikoriza mampu menginfeksi akar tanaman dengan maksimum dan bersimbiosis dengan akar tanaman untuk melindungi tanaman dari patogen (Gambar 8). Hasil penelitian Declerck et al. (1995) dalam


(49)

Suswati (2005) menunjukkan bahwa tanaman pisang asal kultur jaringan mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap CMA. Menurut Syarif (2001) dalam Novi (2011) infeksi CMA pada akar tanaman dapat mencapai maksimum jika CMA diinokulasikan sampai batas dosis tertentu. Pemberian dosis CMA yang terlalu tinggi mungkin dapat menurunkan tingkat infeksinya karena terjadi persaingan interspesifik dalam memperoleh energi dari tanaman inang.

s s

a b

Gambar 8: Spora (s) CMA pada jaringan akar: a. perbesaran 40X, b. perbesaran 400X

Dari hasil pengamatan histopatologi dapat dilihat perbedaan gejala pada jaringan akar pada setiap perlakuan. Hasil pengamatan histopatologi dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini:


(50)

a

b

c

d

e

f

h

Gambar 9: Jaringan akar pada perlakuan: a. M0R0F0, b. M0R0F1, c. M0R1F0, d. M1R0F0, e. M1R1F1, f. M1R3F2, g. M2R2F1

Dari gambar di atas dapat kita ketahui perbedaan histopatologi dari setiap perlakuan. Pada perlakuan M0R0F0 dan M1R0F0 jaringan tanaman masih bersih tanpa ada bercak-bercak. Tetapi pada perlakuan M0R0F1; M0R1F0; M1R1F1; M1R3F2; M2R2F1 terdapat bercak-bercak pada jaringan akar. Anwarudin et al.

(2005) menyatakan bahwa cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan salah satu cendawan simbiotik obligat yang telah diketahui mempunyai pengaruh yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Aryantha (2002) menyatakan bahwa CMA berpotensial untuk dikembangkan sebagai aspek penyubur tanah yang berpengaruh baik untuk perkembangan akar.


(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Masa inkubasi tercepat pada perlakuan inokulasi Foc yaitu 11 hsi dan terlama pada perlakuan inokulasi CMApada minggu pertama yaitu 20 hsi.

2. Kejadian penyakit tertinggi (88,89%) pada perlakuan inokulasi Foc dan

terendah (11,11%) pada perlakuan inokulasi CMA (minggu ke 1)

R. similis ( minggu ke 2) Foc (minggu ke 3). Sedangkan keparahan penyakit

tertinggi (35,56%) pada perlakuan inokulasi Foc dan terendah (8,89%) pada perlakuan inokulasi CMA (minggu ke 1) Foc ( minggu ke 2) R. similis

(minggu ke 3).

3. Berat basah akar tertinggi pada perlakuan inokulasi CMA yaitu 26,60 g dan terendah pada perlakuan inokulasi Foc yaitu 6,70 g.

4. Populasi R. similis tertinggi pada perlakuan inokulasi R. similis yaitu 2641 dan terendah pada perlakuan inokulasi CMA (minggu ke 1) Foc (minggu ke

2) R. similis (minggu ke 3) yaitu 164.

5. Jumlah spora CMA tertinggi terdapat pada perlakuan inokulasi CMA 1 minggu kemudian R. similis 1 minggu kemudian Foc yaitu 5421 spora dan terendah pada perlakuan inokulasi R. similis (minggu ke 1) CMA (minggu ke 2) Foc (minggu ke 3) yaitu 620.

6. Persentase infeksi CMA tertinggi terdapat pada perlakuan inokulasi CMA yaitu 100% dan terendah pada perlakuan inokulasi R. similis (minggu ke 1) CMA dan Foc (minggu ke 1) yaitu 33,33%.


(52)

Saran

1. Sebaiknya CMA diaplikasikan ke media tanam sebelum penanaman dilakukan.

2. Media tanam yang diaplikasikan CMA dapat digunakan sebagai sumber inokulum CMA.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abbot, L.K. dan Robson, A.D., 1984. The Effect of Mycorrhizae on Plant Growth. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida.

Agrios, GN., 1997. Plant Pathology. Academic Press, Inc. London.

Alexopoulus, C. J., & Mims, C. W. 1979. Introductory Mycology. Eds 3th. John Wiley&Sons.Inc. New York. 632p.

Anwaruddin, S., Januzzi,J.L., Jr.Baggish. 2005. Ischemia-modified albumin improves the usefulness of standard cardiac biomarkers for the diagnosis of myocardial ischemia in the emergency department setting. Am J Clin Pathol;123:140–145.

Aryantha, I.N.P. 2002. Membangun Sistem Pertanian Berkelanjutan. KPP Ilmu Hayati LPPM-ITB, Dept. Biologi - FMIPA-ITB. Bandung.

Bonfante dan Fasolo, P., 1984 dalam Tanjung, A.F., 2009. Anatomy and Morphology of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizae: Powell CL & BAgyaraj DJ. (Eds). Vesicular-Arbuscular Mycorrhizae. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. Hal. 6-33.

Bridge, J. 1988. Plant Parasitic Nematode Problems in Pacific Island. J. Nematol.

2. 173-183.

Brundrett, M.C., N. Melville, and L. Peterson. 1994. Practical Methods in Mycorrhiza Research. Mycologue Publications. Ontario, Canada. 161p. Budiawan, A., 2001. Ketahanan beberapa Kultivar Talas Terhadap Nematoda

Perongga Akar Radopholus similis Cobb (Thorne). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Corryanti, J. Soedarsono, B. Radjagukguk, S.M. Widyastuti., 2007. Perkembangan CMA Arbuskula dan Pertumbuhan Bibit Jati (Tectona

grandis Linn F.) yang Diinokulasi Spora Fungi CMA Arbuskula Asal

Tanah Hutan Tanaman Jati. J. Pemuliaan Tan. Hutan. 1(2).

Dell, B., 2006. Role of Mycorrhizal Fungi in Ecosystems. Vol.1(1). School of Biological Sciences and Biotechnology. Murdock University. Perth. Western Australia 6150.

Djaenuddin, N., Zaenab M., Untung S., 2012. Reaksi Pisang Barangan (Musa

acuminata Colla) Terenduksi Filtrat Fusarium oxysporum f.sp. cubense

Terhadap Penyakit Layu Fusarium. Suara Perlindungan Tanaman. 2(2). Dropkin, V.H., 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Edisi Kedua. Gadjah


(54)

Fourie, G., E.T. Steenkamp, R.C. Ploetz, T.R. Gordon, A. Viljoen. 2011. Current Status of The Taxonomic Position of Fusarium oxysporum formae specialis

cubense Within the Fusarium oxysporum Complex. South Africa.

Gandjar, I. dan Wellyzar S., 2006. Mikologi, Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Gowen, S.R. dan Queneherve, P., 1990. Nematode Parasites of Banana, Plantains and abaca. UK: CAB International.

Hasna, Q. 2011. Macam-macam Hama Tanaman Pisang. Diakses dari http://planthospital.blogspot.com.

Harran, S., Ansori, N. 1993. Bioteknologi Pertanian 2. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hartoyo, B., M. Gulamahdi, L.K. Darusman, S.A. Aziz, I. Mansur, 2011. Keanekaragaman Fungi CMA Arbuskula (FMA) Pada Rizosfer Tanaman Pegangan (Cantella asiatica L.) Urban). J. Littri. 17(1). 32-40.

Hasibuan, M.A.F., 2010. Sinergi Antara Nematoda Radopholus similis Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense Terhadap Laju Serangan Layu Fusarium Pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp.) Di Lapangan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Hastuti, P.B., M. Astuti, A. Kurniadhi. 2007. Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Kobis dan Inokulasi Jamur Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao. Fakultas Pertanian Intisiper. Yogyakarta.

Huettel, R.N. 1985. Carrot Disc Culture, pp. 152-153. In Zuckerman, B.M., W.F. Mai & M.B. Harrison. Plant Nematology; Laboratory Manual. The University Of Massachusetts Agricultural Experiment Station. Amherst, Massachusetts.

INIBAB, 1994. IMTP Phase II Technical Guidelines for Fusarium Wilt Sites. Internasional Network for Improvement of Banana and Plantain.

INVAM. 2009. International Culture Collection of (Vesicular) Arbuscular Mycorrhizal Fungi. http ://invam. caf. wvu. Edu/Myco - info/Taxonomy/classification.htm. [15.04.2009].

Irawati, A.F.C. 2004. Spesies CMA Rhizoctonia. BPTP Kep. Bangka Belitung. Jumjunidang., 2001. Ketahanan Beberapa Plasma Nutfah Pisang Terhadap

Nematoda Parasit Akar Radopholus similis Cobb. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

__________., 2009. Efikasi Isolat Cendawan CMA Arbuskula Indigenous Pisang terhadap Nematoda Radopholus similis pada Pisang Ambon Hijau. J. Hort.


(55)

__________, Y. Andinata, E. Sulyanti., 2009. Pengaruh Populasi Awal Nematoda

Radopholus similis dalam Memicu Serangan Fusarium oxysporum f.sp.

cubense ras 4 Pada Pisang Ambon Hijau. Agrivita. 31(1).

__________, C. Hermanto, Riska, 2011. Virulensi Isolan Fusarium oxysporum

f.sp. cubense VCG 01212/16 pada Pisang Barangan dari Varietas Pisang dan Lokasi yang Berbeda. J. Hort. 21(2): 145-151.

Kartika, E. 2002. Isolasi, Karakteristik dan Pengujian Keefektivan Cendawan CMA Arbuskular Terhadap Bibit Kelapa Sawit Pada Tanah Gambut Bekas Hutan. J. Agronomi. 10(2): 63-70.

Kartika, A., CMA. Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Banyumas. Banyumas.

Linderman, R. G. 1994. Role of VAM Fungi in Biocontrol. In: Jumjunidang., 2009. Efikasi Isolat Cendawan CMA Arbuskula Indigenous Pisang terhadap Nematoda Radopholus similis pada Pisang Ambon Hijau. J. Hort.

19(2) : 186-191.

Lisnawita., 1998. Analisis Potensi Sinergisme Radopholus similis Cobb. Dan

Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cubense (E.F. Smith) Snyd. & Hans.

Dala Perkembangan Layu Fusarium Pada Pisang. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mader, S., 1995. Evolusi, Keanekaragaman dan Lingkungan 5. Diterjemahkan oleh Babby Sri Poernomo. Kucica. Yogyakarta.

Maimunah. 1999. Evaluasi Resistensi Lima Kultivar Pisang (Musa spp.) Terhadap Tiga Macam Isolat dan Diferensiasi Isolat Fusarium oxysporum f.sp.

cubense Sebagai Penyebab Penyakit Layu. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Mayer, M. Raina, Ian, L.P, Charles, P.G. 2000. Environmental Microbiology. Academic Press. California. USA.

Mustika, I., 2003. Penyakit-penyakit Utama Tanaman yang Disebabkan Oleh Nematoda. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Makalah pada ”Pelatihan Identifikasi dan Pengelolaan Nematoda Parasit Utama Tumbuhan”. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu (PKPHT)-HPT, Institut Pertanian Bogor, 26-29 Agustus 2009. 34 h.

Nasir, N., Prisdiminggo, M. Nazam. 2004. Teknologi Pengadaan Bibit Pisang Sehat Secara Cepat, Sederhana dan BerCMA Untuk Lahan Marginal. Diakses dari ntb.litbang.deptan.go.id. pada tanggal 8 Mei 2012.

Nildayanti. 2011. Peran Bakteri Kitinolitik Dan Fungsi Mikoriza Arbuskular Dalam Pengendalian Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.


(56)

Novi, 2011. Inokulasi Fungi CMA Arbuskula pada Beberapa Taraf Dosis dan Variasi Waktu Pemberian Fosfat Terhadap Bibit Pisang Kultivar Jantan. STKIP PGRI SUMBAR. Padang.

Pacioni G. 1992. Wet sieving and decanting techniques for the extraction of spores of VA mycorrhizal fungi. pp 317-322.

Pinochet, J. 1992. Breeding bananas for resistance against lesion forming

nematodes.p. 157-169. In F.J. Gommer and P.W.Th. Maas. Nematology

from Molecule to Ecosystem. European Society of Nematologists Inc., Invergrowie, Dundee, Scotland.

Pfleger, L.F. & Linderman, R.G. 2000. Mycorrhizae and Plant Health. APS Press. The American Phytopathological Society.St Paul. Minnosota.

Ploetz, R.C., A.K.Kepler, J.Daniells, S.C.Nelson, 2007. Banana and Plantain an Overview With Emphasis on Pacific Island Cultivars. Species Profiles for Pacific Island Agroforestry (www.traditionaltree.org).

Prihatman, K. 2000. Pisang (Musa spp.). BAPPENAS. Diakses dari April 2012.

Saragih, Y.S. dan F.H. Silalahi. 2006. Isolasi dan Identifikasi Spesies Fusarium Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Markisa Asam. J. Hort. 16(4):336-344. Medan.

Sasli, I., 2004. Peranan CMA Vesikula Arbuskula (MVA) dalam Meningkatkan Resistensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Satuhu, S. dan Supriyadi, A., 2000. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Semangun, H., 1996. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Setiadi. 1992. Peranan Spesifik Mikroorganisme Untuk Memacu Pertumbuhan Tanaman. Makalah ini Disampaikan Dalam Kursus Singkat Pemanfaatan Limbah Lignoselulotik Untuk Media Semai Tanaman Kehutanan. IPB. Bogor.

Setya, A.P., Agustin, W.G., Kartini, K., 1995. Cendawan CMA pada Bambu di Kebun Raya Bogor. Jurnal Hayati. 2(2). 85-86.

Sharda KW, Rodrigues BF. 2009. Applications of arbuscular mycorrhizal fungi in agroecosystems. Trop Subtrop Agroecos 10: 337-354.

Siddiqi, M.R., 1986. Tylenchida: Parasites of Plant and Insects. Commonwealth Institute of Parasitology.


(57)

Siddiqah, M., 2002. Biodiversitas dan Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Morfologi Berbagai Plasma Nutfah Pisang. Skripsi. IPB. Bogor. Soenartiningsih dan H. Talancea, 1997. Potensi Penggunaan Jamur CMA

Vesikula Arbuskula (MVA) Sebagai Pengendali Patogen Tanah pada Tanaman Jagung dalam Prosiding Kongres XVI dan Seminar Nasional. Vol.1. Perhimpunan Fotopathologi Indonesia. Palembang. Hlm. 371-373. Southey, J.F. 1985. Laboratory Methods for Work with Plant and Soil Nematode.

Ministry of Agriculture, Fisheries and Food, London.

Sudarnadi H, 1996. Tumbuhan Monokotil. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suharti, N., T. Habazar, N. Nasir, Dachryanus, Jamsari. 2011. Inokulasi Fungi CMA Arbuskula (FMA) Indigenus pada Bibit Jahe untuk Pengendalian Penyakit Layu Ralstonia solanacearum ras 4.J. Natur Indo.14(1).

Suswati. 2005. Respon Fisiologis Tanaman Pisang Dengan Introduksi Fungi CMA Arbuskular indigenus terhadap Penyakit Darah Bakteri (Ralstonia

solanacearum Phylotipe IV). Universitas Andalas. Padang.

Tanjung, A.F., 2009. Pengaruh Konsentrasi NaCl Terhadap Perkecambahan Spora Fungi CMA Arbuskula. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Venkitesan, T.S & K.G.H.Setty. 1977. Pathogenecity of Radopholus similis to black pepper (Piper nigrum L.). Ind. J. nematode 7:17-26.

Wattimena, 1992. Bioteknologi Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Pusat Antar Spesies. IPB. Bogor.

Widono, S., C. Sumardiono, Bambang H., 2003. Pengimbasan Ketahanan Pisang Terhadap Penyakit Layu Fusarium dengan Burkholderia cepacia. Agrosains. 55(2).


(1)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0.05 0.01

Perlakuan 8 897.23 112.15 1366.04 ** 2.51 3.71

Galat 18 1.48 0.08

Total 26 898.71

FK 874.79

KK 0.04 %

Ket : tn = tidak nyata * = nyata ** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 0.14 0.31 0.29 0.27 9.23 9.23 9.57 9.57 9.57 9.56

I 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR 0.05 2.97 3.11 3.21 3.27 3.32 3.36 3.38 3.40 3.42 LSR 0.05 0.40 0.42 0.43 0.44 0.45 0.45 0.46 0.46 0.46 Perlakuan M0R0F1 M0R1F0 M0R0F0 M1R3F2 M2R2F1 M1R2F3 M2R1F2 M1R1F1 M1R0F0 Rataan 0.71 0.71 0.71 9.67 9.67 10.02 10.02 10.02 10.02

a

b


(2)

Data Persentase Infeksi CMA (%) 60 hsi

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0R0F0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M1R0F0 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00

M0R1F0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M0R0F1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

M1R1F1 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 M2R1F2 100.00 100.00 100.00 280.00 100.00 M2R2F1 80.00 100.00 100.00 300.00 93.33 M1R3F2 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00 M1R2F3 100.00 100.00 100.00 300.00 100.00

Total 580 600 600 1780

Rataan 64.44 66.67 66.67 65.93

Transformasi data Arc Sin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

M0R0F0 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

M1R0F0 10.02 10.02 10.02 30.07 10.02

M0R1F0 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

M0R0F1 0.71 0.71 0.71 2.12 0.71

M1R1F1 10.02 10.02 10.02 30.07 10.02

M2R1F2 10.02 10.02 10.02 30.07 10.02

M2R2F1 8.97 10.02 10.02 29.02 9.67

M1R3F2 10.02 10.02 10.02 30.07 10.02

M1R2F3 10.02 10.02 10.02 30.07 10.02

Total 61.22 62.27 62.27 185.76


(3)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT F

hitung 0.05 0.01

Perlakuan 8 514.72 64.34 1567.35 ** 2.51 3.71

Galat 18 0.74 0.04

Total 26 515.46

FK 1278.04

KK 0.03 %

Ket : tn = tidak nyata * = nyata ** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 0.10 0.42 0.41 0.40 9.36 9.71 9.70 9.70 9.70 9.70

I 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SSR 0.05 2.97 3.11 3.21 3.27 3.32 3.36 3.38 3.40 3.42 LSR 0.05 0.28 0.30 0.31 0.31 0.32 0.32 0.32 0.32 0.33 Perlakuan M0R0F1 M0R1F0 M0R0F0 M2RF21 M1R2F3 M1R3F2 M2R1F2 M1R1F1 M1R0F0 Rataan 0.71 0.71 0.71 9.67 10.02 10.02 10.02 10.02 10.02

a

b


(4)

Lampiran 8: Cara Menghitung Persentase CMA Pada Akar

1. Akar diambil secara acak sebanyak 2 g pada masing-masing perlakuan. 2. Cuci akar dengan air mengalir.

3. Potong 1-2 cm.

4. Masukkan akar ke tabung reaksi.

5. Tambahkan air dan tambahakan beberapa tetes KOH 10 %. 6. Panaskan selama ±10 menit pada T = 80-900

7. Cuci dengan air mengalir dengan 10% HCl. C.

8. Diberi pewarna Trypan Blue 0,5%.

9. Panaskan selama ±5 menit pada T = 80-900

10.Tempatkan pada objek glass dan ditambahkan beberapa tetes asam laktat. C.

11.Diamati di bawah mikroskop untuk setiap bidang pandang. 12.Dihitung dengan menggunakan rumus:

% Infeksi CMA =

∑ Tanaman yang terinfeksi CMA

∑ tanaman yang diamati

x 100%


(5)

Lampiran 9. Gambar Penelitian

Gambar perbanyakan CMA Gambar aplikasi R. Similis


(6)

M2R2F1 M1R2F3 M1R3F2


Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Asal Nias Utara Melalui Kultur Jaringan Dengan Pemberian 2,4-D Dan Kinetin

6 75 58

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Adaptabilitas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pada Berbagai Jenis Media Aklimatisasi Dan Tingkat Salinitas

0 25 84

Sinergi Antara Nematoda Radopholus similis Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense Terhadap Laju Serangan Layu Fusarium Pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp ) Di Lapangan

3 31 95

Analisis Sinergisme Radopholus similis Cobb, dan Fusarium oxysporum Schlecht t sp cubense Snyd. & Hans Dalam Perkembangan Layu Fusarium Pada Pisang

0 4 62

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 0 15

Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Untuk Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.Sp. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 0 5

Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Untuk Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.Sp. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 0 10

Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Untuk Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.Sp. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 0 11