PENERAPAN MODEL EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN KESIAPSIAGAAN BENCANA DAN SIKAP SOSIAL DI WILAYAH RAWAN BENCANA TSUNAMI SISWA KELAS III A SD NEGERI 5 PESISIR TENGAH

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN KESIAPSIAGAAN BENCANA DAN SIKAP

SOSIAL DI WILAYAH RAWAN BENCANA TSUNAMI SISWA KELAS III A SD NEGERI 5

PESISIR TENGAH Oleh

SISWORO SANJAYA

Penelitian ini dilatarbelakangi olehrendahnya pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial siswa melalui model Exclusive.

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pengumpulan data diperoleh melalui teknik nontes dan tes dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui kinerja guru dan sikap sosial siswa serta soal tes untuk mengetahui pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa. Data dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Exclusivedapat meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial siswa. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan klasikal pengetahuan kesiapsiagaan bencanapada siklus I mencapai 50%, meningkat 14,28% menjadi64,28%pada siklus II, meningkat 21,43% menjadi 85,71%pada siklus III.Persentase ketuntasan sikap sosial secara klasikalpada akhir siklus I mencapai 42,86%,meningkat menjadi 67,86%pada akhir siklus II, kemudian meningkat pada akhir siklus III menjadi 78,57%.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penelitibernama Sisworo Sanjaya lahir di Desa Braja Indah, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur tanggal 4 Februari 1993, sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Supranyoto dan Ibu Endriyati.

Pendidikan peneliti dimulai dari SD Negeri 1 Braja Indah lulus tahun 2004. Kemudian peneliti melanjutkan ke Sekolah MenengahPertama di SMP Negeri 1 Way Jeparalulus tahun 2007. Peneliti melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Way Jeparalulus tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2010peneliti melanjutkan ke Universitas Lampung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).


(7)

MOTO

Jangan Ragu untuk Menjadi Besar Walau Hanya dengan Hal-hal yang Kecil


(8)

i PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirohim

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai rasa syukur kepada Allah dan terima kasih serta bangga kepada :

Ayahanda Supranyoto, Ibunda Endriyati, dan

Nenek RubinahTercinta

Yang telah membesarkan, membimbing, mendidik, dan mencurahkan kasih sayangnya serta memotivasi agar menjadi anak yang lebih baik

dan mendoakan untuk keberhasilan ananda.

AdikkuKinanti Mulian Dari dan Arini Nadia Iza

Yang telah memberikan doa, dukungan, bimbingan, nasihat, dan motivasi untuk keberhasilanku.

Serta keluarga dan orang-orang yang memberiku semangat untuk dapat berbuat lebih baik dan dapat menyelesaikan studi


(9)

ii SANWACANA

Puji syukur penelitiucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Exclusive untuk Meningkatkan Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana dan Sikap Sosial di Wilayah Rawan Bencana Tsunami Siswa Kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah”sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung, yang telah memberikan dukungan terhadap perkembangan FKIP. 2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila yang telah

memberikan pengesahan terhadap skripsi ini serta telah memberikan dukungan yang teramat besar terhadap perkembangan program studi PGSD. 3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

FKIP Unila yang telah menyetujui skripsi iniserta telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan kampus PGSD tercinta.

4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD dan Pembimbing 1 yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan kampus


(10)

iii dengan baik.

5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua PGSD UPP Metro yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama proses penyusunan skripsi.

6. Bapak Drs. Hi. A. Sudirman, S.Pd. M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing 2 yang telah membantu, membimbing, dan memberikan saran serta motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Ibu Drs. Sulistiasih, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

8. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Karyawan S1 PGSD UPP Metro, yang telah membantu sampai skripsi ini selesai.

9. Bapak Fatoni, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SD Negeri 5 Pesisir Tengah yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

10. Ibu Syumayati, A.Ma.Pd., selaku guru kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah yang telah bersedia menjadi teman sejawat dan membantu dalam melaksanakan penelitian.

11. Siswa-siswi Kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah yang telah berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

12. Kedua orang tua, adik, nenek dan keluarga besar yang telah memberikan doa, motivasi, serta bantuan dalam menyelesaikan studi ini.


(11)

iv bantuan, dukungan, nasihat, motivasi dan doanya selama ini.

14. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 PGSD angkatan 2010 kelas B (Aji, Bagus, Neni, Fahmi, Fauzi, Akmal, Dita, Candria, Cahya, Rizka, Suli, Sinta, Indah, Yuyun, Via, Umi, Maulinda, Aqmarina, Reni, Lita, Saras, Risti, Julia, Nyoman, Ratna, Putu, Mega, Rimba, Hardiana, dan Surani), dan kelas A terimakasih atas kebersamaannya selama ini, serta terimakasih atas doa dan dukungannya.

15. Seseorang yang tidak dapat disebutkan namanya, terima kasih atas nasihat, dukungan, saran, dan doa, serta sudah menjadi motivasi tersendiri bagi peneliti untuk dapat menyelesaikan studi.

Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini belum memenuhi kesempurnaan, akan tetapi peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih pada keilmuan pendidikan. Amin

Metro, 20 Juni 2014 Peneliti


(12)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Pembatasan Masalah ... 7

D.Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB IIKAJIAN PUSTAKA ... 10

A.Model Pembelajaran Exclusive ... ... 10

1. Model Pembelajaran ... 10

2. Model Pembelajaran Exclusive ... 11

3. Sintaks Model Pembelajaran Exclusive ... 13

4. Prinsip Model Pembelajaran Exclusive ... 15

5. Sistem Sosial Model Pembelajaran Exclusive ... 16

B.Bencana Alam Tsunami ... 17

1. Bencana Alam ... 17

2. Bencana Alam Tsunami ... 18

C.Belajar dan Hasil Belajar ... 20

1. Belajar ... ... 20

2. Hasil Belajar ... 22

a.Pengertian Hasil Belajar ... 22

b.Hasil Belajar di Daerah Rawan Bencana ... 23

1)Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana ... 23

2)Sikap Sosial ... 28

3)Keterampilan ... 32

D.Kurikulum 2013 ... 34

1. Pembelajaran Tematik Terpadu ... 34

2. Pendekatan Scientific ... 36

3. Penilaian Autentik ... 37

E. Kinerja Guru ... 38


(13)

vi

A.Jenis Penelitian ... 41

B.Setting Penelitian ... 42

C.Subjek Penelitian ... 43

D.Teknik Pengumpulan Data ... 43

E. Alat Pengumpulan Data ... 43

F. Teknik Analisis Data ... 44

G.Urutan Penelitian Tindakan Kelas ... 48

H.Indikator Keberhasilan ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

A.Gambaran Lokasi Penelitian ... 60

B.Prosedur Penelitian ... 61

1. Deskripsi Awal ... 61

2. Refleksi Awal ... 62

3. Persiapan pembelajaran ... 63

C.Hasil Penelitian ... 63

1. Siklus I ... 64

a. Perencanaan ... 64

b. Pelaksanaan ... 65

c. Hasil Siklus I ... 70

d. Refleksi Siklus I ... 75

e. Saran dan Perbaikan Siklus II ... 76

2. Siklus II ... 78

a. Perencanaan ... 78

b. Pelaksanaan ... 79

c. Hasil Siklus II ... 84

d. Refleksi Siklus II ... 88

e. Saran dan Perbaikan Siklus III ... 89

3. Siklus III ... 90

a. Perencanaan ... 90

b. Pelaksanaan ... 91

c. Hasil Siklus III ... 96

d. Refleksi Siklus III ... 101

D.Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 102

1. Kinerja Guru ... 102

2. Sikap Sosial ... 104

3. KeterampilanSiswa ... 106

4. Pengetahuan Kesiap Siagaan Bencana ... 107

E. Pembahasan ... 110

1.Kinerja Guru ... 110

2. Sikap Sosial ... 110

3. Keterampilan Siswa ... 111


(14)

vii DAFTAR PUSTAKA ... 116 LAMPIRAN ... 119


(15)

viii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Indikator sikap KI 2 kurikulum 2013 ... 31

a. Kriteria ketuntasan sikap sosial ... 45

b. Kriteria kinerja guru ... 46

c. Kriterian ketuntasan psikomotor ... 46

d. Kriteria ketuntasan pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa ... 47

4.1 Keadaan guru dan karyawan SD N 5 Pesisir Tengah ... 61

4.2 Rincian kegiatan PTK tiap siklus ... 64

4.3 Kinerja guru pada siklus I pertemaun 1 dan 2 ... 70

4.4 Sikap sosial siswa siklus I pertemuan 1 dan 2 ... 71

4.5 Keterampilan siswa siklus I pertemuan 1 dan 2 ... 73

4.6 Nilai pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa siklus I ... 74

4.7 Kinerja guru pada siklus II pertemaun 1 dan 2 ... 84

4.8 Sikap sosial siswa siklus II pertemuan 1 dan 2... 85

4.9 Keterampilan siswa siklus II pertemuan 1 dan 2 ... 86

4.10 Nilai pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa siklus II ... 87

4.11 Kinerja guru pada siklus III pertemaun 1 dan 2 ... 97

4.12 Sikap sosial siswa siklus III pertemuan 1 dan 2 ... 98

4.13 Keterampilan siswa siklus III pertemuan 1 dan 2 ... 99

4.14 Nilai pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa siklus III... 100

4.15 Rekapitulasinilai kinerja guru ... 103

4.16 Rekapitulasipresentase ketuntasan sikap sosialsiswa ... 104

4.17 Rekapitulasipresentase ketuntasan keterampilan siswa ... 106

4.18 Persentase ketuntasan pengetahuan kesiapsiagaanbencana siswa ... 108


(16)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Strategi P2S dalam Rasiaonal Model Pembelajaran Exclusive ... 12

2.2 Siklus Model Pembelajaran Exclusive ... 14

2.3 Prinsip Interaksi Model Pembelajaran Exclusive ... 16

1.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 42

4.1 Peningkatan Kinerja Guru ... 103

4.2Peningkatan Sikap Sosial Siswa ... 104

4.3 Peningkatan Keterampilan Siswa ... 106

4.4 Peningkatan Presentase Ketuntasan Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana Siswa Secara Klasikal ... 108


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki individu, membentuk kepribadian individu yang cakap dan kreatif, serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (ayat 1) yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sejalan dengan penjelasan di atas Garis Besar Haluan Negara (GBHN) (dalam Ihsan, 2005: 5) menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan potensi dan keterampilan peserta didik sebagai bekal bagi dirinya dalam menjalani hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


(18)

Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi untuk kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaannya. Oleh karena itu, untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia yang berkualitas, maka pelaksanaan pendidikan harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku yaitu kurikulum 2013.

Menurut Mulyasa (2013: 65) pengembangan kurikulum difokuskan kepada pembentukan kompetensi dan karakter para peserta didik, berupa paduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara kontekstual. Lebih lanjut, Mulyasa (2013: 99) menyatakan implementasi kurikulum 2013 yang dilakukan dengan pembelajaran tematik integratif yang merupakan pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan berbagai kegiatan sesuai dengan rencana yang diprogramkan. Sejalan dengan hal tersebut, tema dan subtema yang dikembangkan hendaknya sesuai dengan lingkungan sekitar siswa seperti potensi bencana alam di lingkungan mereka sehingga pemerolehan pengetahuan, sikap sosial, maupun keterampilan akan jauh lebih bermakna. Selain itu, dengan pembelajaran tentang bencana alam diharapkan dapat mengarahkan siswa agar memiliki pengetahuan dan kesiapsiagaan mengenai potensi alam seperti bencana alam di lingkungan siswa, salah satunya potensi bencana alam tsunami.

Indonesia sebagai negara kepulauan secara geografis berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, mengakibatkan Indonesia


(19)

sebagai wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana alam. Banyak bencana alam yang telah terjadi di Indonesia salah satunya adalah bencana tsunami. Sebagai mana yang dijelaskan Novikasari (2007: 2), kata tsunami berasal dari bahasa Jepang tsu yang berarti pelabuhan dan nami yang berarti ombak besar. Tsunami adalah sebuah gelombang air laut yang terjadi setelah sebuah gempa bumi, gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut.

United States Geological Survey (USGS) (dalam Abdurahman, 2012: 4), pada tahun 2004 lalu bencana tsunami meluluh-lantakkan tanah rencong dan sekitarnya. Tidak kurang dari 130.000 korban hilang dan meninggal dunia. Bandingkan dengan Negara Jepang, sebagaimana yang diungkapkan USGS (dalam Abdurahman, 2012) tersebut, pada tanggal 11 Maret 2011 gempa bumi dan tsunami dengan kekuatan 8,9 SR sedikit lebih besar dari yang terjadi di Aceh, namun jumlah korban hilang dan meninggal tercatat hanya sekitar 28.000 jiwa. Banyaknya jumlah korban bencana yang menimpa bangsa kita dibandingkan dengan Jepang, seakan menunjukkan bahwa kita sebagai bangsa yang besar ini belum memiliki kesadaran kolektif yang membudaya dan tanggap terhadap segala ancaman bencana. Untuk itu perlu adanya pendidikan tanggap bencana yang diimplementasikan ke dalam pembelajaran tematik dalam upaya penanaman pengetahuan kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana dan pengembangan sikap sosial peserta didik.

Pengetahuan kesiapsiagaan bencana sangatlah penting bagi siswa mengingat tingginya jumlah korban jiwa anak-anak saat terjadi bencana alam. Hal tersebut sesuai dengan Barry (2008: 20), yang menyatakan pengetahuan


(20)

siaga bencana adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan pemahaman tindakan-tindakan berhubungan dengan pencegahan, mitigasi, kesiapan, tanggap darurat dan pemulihan, melalui pengamatan dan analisis yang sistematik. Selanjutnya Novikasari (2007: iii) mengemukakan bahwa gempa bumi, letusan gunung merapi, dan tsunami memang tidak dapat dikendalikan, tetapi dapat diminimalisir dengan mengetahui gejala dan cara mengantisipasi. Oleh karena itu pengetahuan siaga bencana sangatlah penting bagi peserta didik, selain itu pengembangan sikap sosial juga diperlukan sebagai pembentuk karakter dan bekal peserta didik dalam kesiapsiagaan bencana.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru serta siswa kelas III SD Negeri 5 Pesisir Tengah pada tanggal 11 sampai 15 November 2013, ditemukan bahwa pertama, letak SD Negeri 5 Pesisir Tengah yang berada tepat di pinggir pantai, sehingga sangat rentan terhadap resiko bencana alam tsunami. Kedua kurangnya pengetahuan kesiapsiagaan bencana yang dimiliki siswa. Hal tersebut dibuktikan saat dilakukan wawancara dengan siswa kelas III, diketahui bahwa pengetahuan kesiapsiagaan bencana kelas III A lebih rendah dibandingkan kelas III B. Banyak siswa mengetahui tentang bencana alam tsunami namun kurang mengetahui ciri-ciri dan usaha penyelamatan dari bencana tersebut. Ketiga, belum adanya tema yang berkenaan dengan bencana alam, sehingga pengetahuan siaga bencana masih diajarkan secara umum belum spesifik sesuai dengan potensi bencana yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Keempat, guru belum maksimal dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan berbagai model pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi membosankan bagi siswa. Hal tersebut


(21)

mengakibatkan kurang berkembangnya sikap sosial yang dimiliki para siswa, dikarenakan pembelajaran berpusat pada guru sehingga kesempatan sikap sosial siswa untuk berkembang menjadi terbatas. Kelima, kurang terlihatnya sikap sosial yang dimiliki siswa kususnya kelas III A, dibuktikan pada saat mengobservasi proses pembelajaran yang berlangsung sikap disiplin dan tanggung jawab siswa masih kurang. Hal tersebut diperkuat melalui wawancara dengan guru kelas mengenai sikap sosial siswa

Berdasarkan beberapa uraian masalah di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran tematik yang berkaitan dengan bencana alam pada siswa kelas III terutama kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah belum berlangsung seperti apa yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diadakannya perbaikan dalam proses pembelajaran agar pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial siswa dapat dicapai secara maksimal. Menurut Winataputra (2008: 1.40) kegiatan pembelajaran seharusnya mengacu pada penggunaan model, pendekatan, strategi, dan media dalam rangka membangun proses belajar dengan membahas materi dan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Selain itu, penggunaan model pembelajaran memungkinkan siswa lebih aktif sehingga tercapai hasil belajar yang optimal.

Salah satu alternatif yang dimungkinkan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran serta meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial di wilayah rawan bencana tsunami pada siswa SD adalah dengan menggunakan model Exploring, Clustering, Simulating, Valuing, dan


(22)

model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran, termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Selanjutnya Soekamto, dkk. (dalam Trianto, 2010: 5) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas pembelajaran.

Model pembelajaran yang dipandang lebih tepat untuk diterapkan di SD Negeri 5 Pesisir Tengah pada tema yang berkaitan dengan bencana alam dan dimungkinkan mampu mengatasi persoalan di atas ialah model Exclusive. Model Exclusive diyakini mampu mengatasi permasalahan di atas, karena Model Exclusive dapat menumbuhkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial agar tercapai hasil belajar yang maksimal.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model

Exclusive untuk meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial di wilayah rawan bencana tsunami pada siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.


(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalahs, maka identifikasi masalah yang ada ialah sebagai berikut.

1. Letak SD Negeri 5 Pesisir Tengah yang rentan terhadap dampak bencana alam tsunami.

2. Rendahnya pengetahuan siswa tentang potensi bencana alam di sekitar mereka.

3. Rendahnya pengetahuan kesiapsiagaan bencana alam yang dimiliki siswa. 4. Belum diterapkannya pembelajaran yang mengacu pada lingkungan

terdekat siswa.

5. Guru belum maksimal dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan berbagai model pembelajaran, salah satunya model

Exclusive.

6. Pembelajaran masih berpusat pada guru.

7. Kurang berkembangnya sikap sosial yang dimiliki siswa.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut.

1. Rendahnya pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.

2. Kurang terlihatnya sikap sosial yaitu sikap disiplin dan sikap tanggung jawab siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.


(24)

3. Belum maksimalnya pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan berbagai model pembelajaran, salah satunya model Exclusive.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana melalui penerapan model Exclusive siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah? 2. Bagaimanakah meningkatkan sikap sosial melalui penerapan model

Exclusive siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitan adalah untuk:

1. Meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana melalui penerapan model Exclusive siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.

2. Meningkatkan sikap sosial siswa melalui penerapan model Exclusive kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.

F. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Siswa

Dapat meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial di wilayah rawan bencana siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.


(25)

2. Guru

Dapat menambah profesionalitas serta wawasan guru dalam menggunakan model pembelajaran Exclusive untuk meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial pada tema yang berkaitan dengan bencana alam kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah. 3. Sekolah

Dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam rangka meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial tema yang berkaitan dengan bencana alam kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah.

4. Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan penguasaan dalam menggunakan model pembelajaran pada pembelajaran Tematik Terpadu kurikulum 2013, sehingga akan tercipta guru yang profesional guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Exclusive 1. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan cara penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Soekamto, dkk. (dalam Trianto, 2010: 74), mengemukakan model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan dan pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Sejalan dengan pendapat di atas, Joyce (dalam Trianto, 2010: 74), menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Lebih lanjut menurut Arends (dalam Abdurrahman, 2012: 216), model pembelajaran mempunyai 4 (empat) ciri, yaitu:

1) Rasional teoritik; pandangan dan landasan berpikir bagai mana hakikat peserta didik dapat belajar dengan baik.


(27)

3) Sintaks; bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru. 4) Bagaimana lingkungan belajar yang mendukung.

Berdasarkan kerangka model pembelajaran Arends, maka Sudiarta (dalam Abdurrahman, 2012: 1), menguraikan lebih rinci mengenai model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik, antara lain sebagai berikut.

1) Rasional teoretik; landasan berpikir bagaimana hakikat peserta didik dapat belajar dengan baik.

2) Sintaks, bagaimana pola urutan perilaku siswa-guru.

3) Prinsip interaksi; bagaimana guru memposisikan diri terhadap siswa, maupun sumber-sumber belajar.

4) Sistem sosial; bagaimana cara pandang antar komponen dalam komunitas belajar.

5) Dampak pembelajaran bagaimana hasil dan dampak pembelajaran yang diharapkan baik dampak instruksional (instructional effect) maupun dampak pengiring (nurturant effect).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan perencanaan atau pola yang dapat kita jadikan acuan atau pedoman dalam mendesain pembelajaran dan perangkat pembelajaran untuk membantu menciptakan pemahaman atau pengalaman belajar yang bertahan lama pada benak siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan salah satunya adalah model Exclusive.

2. Model Pembelajaran Exclusive

Banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa, salah satu model yang telah dikembangkan yaitu model pembelajaran Exclusive. Abdurrahman


(28)

(2012: 217), mengemukakan model pembelajaran Exclusive merupakan pengembangan dari model pembelajaran tematik yang berbasis kontruktivisme yang berorientasi pada 3 (tiga) pilar awareness dan literacy

siswa terhadap bencana alam yaitu dari paham, sadar, dan siaga (PS2) yang mempunyai sintaks utamanya meliputi Exploring, Clustering, Simulating, Valuing, dan Evaluating. Untuk lebih jelasnya seperti gambar berikut ini.

Gambar 2.1 Strategi PS2 dalam rasionalisasi Model Pembelajaran (Abdurrahman, 2012: 218)

Abdurrahman (2012: 218), juga mengemukakan model pembelajaran

Exclusive dikembangkan dari pembelajaran tematik yang pengembangannya dimulai dengan menentukan topik tertentu sebagai tema atau topik sentral, setelah tema ditetapkan selanjutnya tema tersebut dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub-sub tema dari bidang studi lain yang terkait. Lebih lanjut Abdurrahman (2012: 218), menyatakan model pembelajaran Exclusive berguna dalam mengkaji informasi dari fakta atau fenomena yang ada di lingkungan sekitar dan terkait dengan pengalaman nyata siswa sehari-hari. Di samping itu, hal ini juga paling efektif untuk merumuskan kesamaan konsep yang berangkat dari pengalaman dan kondisi yang sama sebelum akhirnya mereka akan

Paham

Sadar


(29)

mengkonfirmasi secara bersama konsep yang mereka dapatkan dan kemudian disimulasikan berdasarkan informasi yang didapat pada tahap sebelumnya.

Berdasarkan pengertian di atas, model pembelajaran Exclusive

dikembangkan bukan hanya untuk meningkatkan pemahaman akan pentingnya pengetahuan tentang bencana alam kebumian di sekitar lingkungan siswa, tetapi juga dirancang untuk membangun kesadaran mendalam tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

2. Sintaks Model Pembelajaran Exclusive

Model Exclusive merupakan model pembelajaran yang sintaks pembelajarannya dikembangkan berdasarkan kebutuhan siswa. Hal tersebut sejalan dengan Abdurrahman (2012: 19), mengemukakan sintaks model pembelajaran Exclusive dikembangkan berdasarkan rasional kebutuhan siswa di wilayah rawan bencana sebagai berikut.

Fase 1: Exploring

Setelah apersepsi dan memotivasi singkat mengenai tema yang akan dipelajari, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok di mana masing-masing kelompok mempunyai tugas untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait dengan informasi rinci mengenai bencana yang dipelajari. Dalam hal ini memungkinkan guru membagi kelompok berdasarkan informasi yang harus mereka gali. Setiap kelompok bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap anggotanya telah menguasai informasi.

Fase 2 : Clustering

Setelah masing-masing kelompok mendapatkan informasi yang cukup banyak dalam waktu yang sudah ditentukan, guru dan siswa mencari kesamaan-kesamaan informasi yang didapat pada langkah pertama untuk dibuat cluster-cluster informasi. Kemudian, dari

cluster informasi yang terbentuk, dibentuk lagi kelompok yang akan secara spesifik mendalami cluster informasi yang bersangkutan. Setelah cluster information terbentuk, guru dan siswa berdiskusi untuk mengkonfirmasi clustered data sebelum dilakukan simulasi.


(30)

Misal, clustered data/informasi tersebut dirumuskan menjadi langkah-langkah nyata yang disimulasikan.

Fase 3 : Simulating

Pada tahap ini, siswa diajak untuk melakukan simulasi paham, sadar, dan siaga (P2S) terhadap kemungkinan bencana yang terjadi di daerahnya.

Fase 4 : Valuing

Pada tahap ini siswa diajak untuk menginternalisasi (internalized) nilai-nilai yang diperoleh melalui diskusi dan simulasi, sehingga tumbuh kemauan yang kuat untuk menerapkan dan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Fase 5 : Evaluating

Tahap yang terakhir adalah mengevaluasi jalannya keseluruhan proses pembelajaran sehingga memperoleh sejumlah rumusan rekomendasi-rekomendasi perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya. Dalam tahap ini, juga ternyata dari hasil evaluasi masih ada hal-hal yang perlu digali lebih dalam, kemudian tahap eksploring

dapat dilakukan kembali dan begitu seterusnya seperti sebuah siklus.

Gambar 2.2 Siklus model pembelajaran Exclusive

(Abdurrahman, 2012: 220)

Lebih lanjut Abdurrahman (2012: 220), menyatakan model pembelajaran Exclusive ini dapat dikembangkan untuk memacu siswa berperan aktif dalam setiap fase pembelajarannya. Siswa diharapkan mampu untuk mengajukan pendapatya. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif dan terlibat saling tukar pikiran, berkolaborasi, berkomunikasi, dan bersimulasi sama-sama untuk mencapai tujuan

P2S Eksploring

Simulating Clustering Evaluating


(31)

pembelajaran yang diinginkan sehingga diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuannya.

Berdasarkan pengertian di atas model Exclusive dapat dikembangkan untuk memacu siswa berperan aktif dalam setiap fase pembelajarannya, di mana fase pembelajarannya terdiri dari Exploring, Clustering, Simulating,

Valuing, dan Evaluating.

3. Prinsip Interaksi Model Pembelajaran Exclusive

Model pembelajaran Exclusive merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal tersebut sesuai dengan Abdurrahman (2012: 220), mengemukakan model pembelajaran Exclusive berbasis metakognitif dikembangkan untuk pendekatan yang bersifat low structure artinya pembelajaran berpusat pada siswa, dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator, dan moderator. Selanjutnya Simon (dalam Abdurrahman, 2012: 218), juga mengemukakan bahwa metakognisi terdiri atas dua komponen, yaitu: pengetahuan dan keterampilan metakognisi.

Lebih lanjut Abdurrahman (2012: 220), mengemukakan dalam model pembelajaran Exclusive yang berbasis metakognisi, guru memposisikan diri sebagai fasilitator yang menyediakan sumber-sumber belajar, mendorong siswa untuk belajar menyelesaikan masalah metakognitif, memberi motivasi, reward dan memberikan bantuan kepada siswa agar dapat belajar dan mengontruksi hasil belajarnya secara optimal.


(32)

Gambar 2.3 Prinsip interaksi model pembelajaran Exclusive

(Abdurrahman, 2012: 220)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, prinsip interaksi model

Exclusive dalam pembelajarannya berpusat pada siswa, dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator, dan moderator.

4. Sistem Sosial Model Pembelajaran Exclusive

Sistem sosial yang dikembangkan model pembelajaran Exclusive

pada dasarnya sama dengan sistem sosial model pembelajaran kooperatif yang telah lama kita kenal. Vigotsky (dalam Abdurrahman: 2012: 221), mengemukakan sistem sosial ini menekankan kontruksi pengetahuan (knowledge construction) yang dilakukan setiap individu peserta didik secara aktif atas tanggung jawabnya sendiri, namun kontruksi pengetahuan individu tersebut akan semakin kuat dan kokoh jika dilakukan secara berkolaboratif dalam kelompok masif yang mutual.

Lebih lanjut Abdurrahman (2012: 221), menyatakan kelompok belajar yang mutual adalah kelompok kooperatif yang menekankan pada upaya terjadinya diskusi yang dilandasi rasa keterbukaan, sehingga timbul rasa nyaman dan rasa persahabatan di dalam kelompok peserta didik dalam berkolaborasi untuk memecahkan masalah yang terkait dengan tema-tema sentral kehidupan siswa. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, sistem

Siswa Bahan ajar


(33)

sosial model Exclusive menekankan kepada konstruksi pengetahuan setiap individu yang dilakukan secara berkolaboratif dalam kelompok.

B. Bencana Alam Tsunami 1. Bencana Alam

Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam, karena secara geografis Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama di dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Australia, dan lempeng Pasifik. Kondisi pertemuan lempeng tersebut menyebabkan Indonesia berpotensi terhadap bencana alam gempa bumi dan tsunami. Hal itu sejalan dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2007 (dalam Ikatan Penerbit Indonesia/IKAPI, 2011: 2), tentang penanggulangan bencana, pasal 1 ayat 2, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Lebih lanjut menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 (dalam IKAPI, 2011: 2), tentang penanggulangan bencana, bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa bencana alam merupakan peristiwa yang tidak bisa dihindarkan namun harus tetap dihadapi.


(34)

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 (dalam IKAPI, 2011: 1), tentang penanggulangan bencana menjelaskan bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam maupun faktor manusia. Hal ini yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

Sejalan dengan pendapat di atas, Abdurrahman (2012: 3), mengemukakan program pengurangan resiko bencana sebagaimana dimandatkan oleh Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana harus terintegrasi ke dalam program pembangunan, termasuk dalam sektor pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu alternatif yang sangat penting dalam mengurangi resiko bencana alam.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan program penanggulangan bencana terintegrasi ke dalam program pembangunan, termaksuk dalam sektor pendidikan.

2. Bencana Alam Tsunami

Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh macam-macam gangguan di dasar samudra. Sebagaimana yang dijelaskan Novikasari (2007: 2), tsunami merupakan istilah dari bahasa


(35)

J g g k k , ”tsu” ” l h

nami” ”g lom g” Selanjutnya Novikasari, (2007: 2) mengemukakan tsunami bukanlah sebuah gelombang tunggal maupun gelombang pasang melainkan rangkaian gelombang yang disebut kereta gelombang. Rangkaian gelombang tersebut bisa datang berurutan dengan jeda antara lima menit hingga satu jam.

Sejalan dengan pendapat di atas Ratnasari (2007: 10) mengemukakan tsunami adalah gelombang laut akibat pergerakan atau pergeseran di dasar laut. Terjadinya tsunami dapat dipicu oleh berbagai macam gangguan berskala besar yang dialami oleh air laut misalnya gempa bumi, letusan gunung berapi, longsor, maupun jatuhnya meteor ke bumi. Lebih lanjut Novikasari (2007: 14), mengemukakan tsunami memiliki beberapa jenis berdasarkan waktu terjadinya setelah gempa sebagai berikut.

1. Tsunami jarak dekat (lokal), terjadi 0-30 menit setelah gempa. 2. Tsunami jarak menengah, terjadi 30 menit – 2 jam setelah gempa. 3. Tsunami jarak jauh, terjadi lebih dari 2 jam setelah gempa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tsunami ialah rangkaian gelombang laut yang sangat besar disebabkan oleh berbagai macam gangguan berskala besar yang dialami oleh air laut misalnya gempa bumi, letusan gunung berapi, longsor, maupun jatuhnya meteor ke bumi dan bersifat menghancurkan.


(36)

C. Belajar dan Hasil Belajar 1. Belajar

Belajar merupakan proses pemerolehan berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berlangsung sepanjang hayat. Banyak teori tentang belajar yang telah dikembangkan oleh para ahli, di antaranya yaitu teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme.

Salah satu teori belajar yang banyak digunakan pada saat ini adalah teori belajar konstruktivisme. Hal ini dikarenakan pelaksanaan pendidikan saat ini, banyak bermuara pada penerapan berbagai strategi pembelajaran yang berorientasi pembelajaran berpusat pada siswa. Seperti yang dikemukakan Budianingsih (2005: 58), bahwa belajar menurut pandangan konstruktivistik merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh pembelajar yang harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang harus dipelajari.

Haryanto (dalam staff.uny.ac.id), juga mengungkapkan lebih lanjut pandangan konstruktivistik dilandasi oleh teori Piaget tentang skema, asimilasi, akomodasi, dan equilibration, konsep Zone of Proximal Development (ZPD) dari Vygotsky, teori Bruner tentang discovery learning, teori Ausubel tentang belajar bermakna, dan interaksionisme semiotik.


(37)

Salah satu tokoh aliran konstruktivisme ialah Vygotsky dengan konsep ZPD, Menurut Vygotsky (dalam Komalasari, 2012: 22), jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial budaya dan sejarahnya. Menurutnya, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran sosial tempat orang-orang membentuk lingkungan sosialnya dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan. Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme yang dilandasi oleh Vygotsky adalah model Exclusive.

Bell-Gredler (dalam Fatmawati, 2011: 8), menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Ketiga hal tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Winkel (dalam Fatmawati, 2011: 8), mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu. Dengan belajar setiap individu akan mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dari sebelumnya, sehingga berkembang juga sikap dan keterampilan yang dimilikinya.


(38)

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Nashar (dalam Fatmawati, 2011: 11), hasil belajar adalah kemampuan nyata yang didapat langsung dan diukur dengan tes tertentu yang dapat dihitung hasilnya.

Sedangkan hasil belajar menurut pemikiran Kunandar (dalam Selamat, 2013: 14), adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kualitatif maupun kuantitatif. Selanjutnya Menurut Bloom, dkk. (Sudijono, 2011: 20) hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain yaitu afektif, kognitif, dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar, dan dari hal yang konkret sampai dengan hal yang abstrak. Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan pembelajaran dengan diiringi pengevaluasian yang meliputi ranak kognitif, afektif, dan psikomotor guna mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam belajar.


(39)

b. Hasil Belajar di Daerah Rawan Bencana

Belajar menurut pendapat para ahli beraliran kontruktivisme (dalam Sudijono, 2011: 39) menekankan pada belajar autentik, bukan artifisial. Belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata. Belajar bukan sekadar mempelajari teks-teks (tekstual), yang terpenting adalah bagaimana menghubungkan teks itu dengan kondisi nyata atau konstekstual.

Hasil belajar yang diperoleh siswa diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang bermakna mengenai lingkungan sekitar meraka, sehingga tercipta sebuah sikap dan prilaku dalam menghadapi lingkungan tersebut salah satunya adalah potensi bencana alam di sekitar mereka. Hasil belajar di daerah rawan bencana yang diharapkan antara lain.

1) Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana a) Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian yang saling berhubungan.seperti yang diungkapkan Ensiklopedia Bahasa Indonesia (dalam Rasyidin, 2006: 123), bahwa setiap pengetahuan manusia itu merupakan hasil dari berkontaknya dua macam besaran, yaitu: a) benda atau yang diperiksa, diselidiki, dan akhirnya diketahui (objek); b) manusia yang melakukan sebagai pemeriksaan dan penyelidikan dan akhirnya mengetahui (mengenal) benda atau hal tadi (subjek).


(40)

Lebih lanjut Taufik (dalam repository.usu.ac.id), mengemukakan pengetahuan merupakan pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya) Sejalan dengan pendapat tersebut Rasyidin (2006: 127) mengemukakan pengetahuan merupakan konstruk informasi yang mampu diterima dalam arti dimengerti oleh setiap subjek tentang objek yang menjadi perhatiannya. Proses pembentukan pengetahuan dapat terjadi hanya dengan melibatkan minat atau pehatian dan kepentingan subjek yang menghadapinya.

Max Scheler (dalam Rasyidin, 2006: 124), juga mengungkapkan bahwa pengetahuan dapat dirumuskan sebagai partisipasi oleh suatu realita dalam suatu realita yang lain, tetapi tanpa modifikasi-modifikasi dalam kualitas yang lain itu, sebaliknya objek yang mengetahui, dipengaruhi.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ialah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar melalui persentuhan objek dengan indra dan pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan sebuah objek tertentu.

b) Kesiapsiagaan Bencana

Kesiapsiagaan bencana adalah tindakan untuk mengurangi tingkat resiko bencana yang meliputi upaya pencegahan, meminimalisir dampak bencana. UU Nomor 24


(41)

Tahun 2007 Pasal 1 Angka 7 (dalam IKAPI, 2011: 3) tentang penanggulangan bencana menjelaskan, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Sejalan dengan pendapat tersebut Sopaheluwakan, dkk. (2006: 6), mengemukakan kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadinya suatu bencana. Sedangkan kesiapsiagaan menurut Carter (dalam repository.usu.ac.id), kesiapsiagaan bencana adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke dalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personal.

Sopaheluwakan, dkk. (2006: 13), lebih lanjut mengungkapkan 5 faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami, yaitu: (1) pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana; (2) kebijakan dan panduan; (3) rencana untuk


(42)

keadaan darurat bencana; (4) sistem peringatan bencana; dan (5) kemampuan untuk memobilisasi sumber daya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, kesiapsiagaan bencana adalah segala upaya yang dilakukan dalam mengurangi dampak dari bencana alam. Ada lima faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam yaitu pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana, kebijakan dan panduan, rencana untuk keadaan darurat bencana, sistem peringatan bencana, dan kemampuan untuk memobilisasi sumber daya.

c) Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana

Pengetahuan kesiapsiagaan bencana sangat penting dimiliki terutama peserta didik mengingat jumlah korban anak-anak dalam bencana alam cukup tinggi. Sebagaimana yang dikemukakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (dalam Mulyadi, dkk., 2009: 36), menunjukkan komunitas sekolah termasuk dalam kelompok masyarakat rentan yang tingkat kesiapsiagaan masih minim. Sejalan dengan pendapat tersebut Daliyo, dkk. (dalam Mulyadi, dkk., 2009: 36), mengemukakan pengetahuan penanganan bencana pada tingkat sekolah menjadi suatu kebutuhan yang mendasar dalam mengurangi risiko yang mungkin dihadapi jika terjadi bencana.


(43)

Sekolah sebagai media pengantar ilmu pengetahuan diharapkan mampu menyerap dan mengaplikasikan pengetahuan kesiapsiagaan menghadapi bencana.

Mulyadi, dkk. (2009: 37), mengungkapkan distribusi ilmu pengetahuan dan praktik kesiapsiagaan bencana dapat dilakukan dengan metode yang sangat sederhana dan peran guru dalam hal mengemas informasi kesiapsiagaan bencana menjadi penting untuk terus dikembangkan. Dengan dimilikinya pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang baik, maka diharapkan komunitas sekolah menjadi lebih siap dalam menghadapi segala resiko yang ditimbulkan oleh bencana.

Mulyadi, dkk. (2009: 40) mengungkapkan pengetahuan dan sikap merupakan elemen yang penting dalam kesiapsiagaan berbasis sekolah. Pengetahuan yang baik menjadi landasan membangun kesiapsiagaan. Pada bagian ini masyarakat sekolah mulai melengkapi pengetahuan mereka mengenai proses alam dan sejarah bencana, kerentanan wilayah pesisir, serta praktik pertolongan pertama.

Sejalan pendapat di atas Sopaheluwakan, dkk. (2006: 15), mengungkapkan untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan pada parameter pengetahuan dan sikap terdiri dari empat variabel, yaitu: (1) pemahaman tentang bencana alam; (2) pemahaman tentang kerentanan lingkungan; (3) pemahaman


(44)

tentang kerentanan bangunan fisik dan fasilitas-fasilitas penting untuk keadaan darurat bencana; dan (4) sikap dan kepedulian terhadap resiko bencana

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pengetahuan kesiapsiagaan bencana menjadi hal yang sangat penting mengingat rentannya pengetahuan kesiapsiagaan bencana yang dimiliki komunitas sekolah, termaksuk peserta didik. Untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan pada parameter pengetahuan dan sikap terdiri dari empat variabel, yaitu pemahaman tentang bencana alam, pemahaman tentang kerentanan lingkungan, pemahaman tentang kerentanan bangunan fisik dan fasilitas-fasilitas penting untuk keadaan darurat bencana, dan sikap serta kepedulian terhadap resiko bencana.

2) Sikap Sosial a) Sikap

Sikap merupakan cerminan dari pribadi seseorang dalam interaksinyanya dengan lingkungan sekitar. Sebagaimana yang dikemukakan Herbert Spencer (dalam Ahmadi, 2007: 148), istilah sikap yang dalam bahasa Inggris disebut attitude

merupakan kata untuk menunjuk suatu status mental seseorang. Sejalan dengan pendapat tersebut Ahmadi (2007: 148), mengemukakan sikap ialah suatu hal yang menentukan


(45)

sifat, hakikat, baik perbuatan sekarang maupun masa yang akan datang.

Satnoff (dalam Sarwono, 2005: 162), mengemukakan sikap sebagai kesediaan untuk berinteraksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap objek-objek tertentu. Selanjutnya Agus (2002: 18), mengemukakan sikap adalah kecenderungan individu untuk berinteraksi terhadap objek, mendekati atau menjauhi.

Ahmadi (2007: 156), mengemukakan sikap timbul karena ada stimulus, terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan. Selanjutnya Ahmadi (2007: 148), juga mengekukakan sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya: ekonomi, politik, agama, pendidikan, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan sikap merupakan cerminan pribadi seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan baik secara positif ataupun negatif, di mana sikap timbul akibat adanya pengaruh oleh rangsangan lingkungan di sekitar individu.


(46)

b) Sikap Sosial

Sikap sosial merupakan cerminan tingkah laku seorang individu terhadap lingkungannya. Sebagaimana yang dikemukakan Ahmadi (2007: 149), sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Lebih lanjut Ahmadi (2007: 152), mengemukakan sikap sosial dinyatakan tidak oleh seseorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya.

Kusumo (dalam lib.atmajaya.ac.id), juga mengungkapkan sikap sosial anak adalah kemampuan anak untuk dapat bekerja sama, dapat berempati, dapat berinteraksi, dan dapat meniru perilaku positif serta menghindari rasa

ol k, m gh “ go ”, m gh go m

jenis kelamin, dan menghindari agresivitas dengan semua orang yang ditemuinya, baik yang sebaya, maupun orang yang lebih dewasa.

Kemendikbud (2013: 221), mengungkapkan lebih lanjut kompetensi sikap sosial mengacu pada KI-2 antara lain: menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong-royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Indikator sikap KI-2 sebagai berikut.


(47)

Tabel 2.1 Indikator sikap KI 2 Kurikulum 2013 Sikap Sosial Indikator

1. Jujur  Tidak menyontek dalam mengerjakan ujian/ulangan

 Tidak menjadi plagiat

(mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber) dalam mengerjakan setiap tugas.

2. Disiplin  Datang tepat waktu

 Patuh pada tata tertib atau aturan bersama/ sekolah

 Mengerjakan/mengumpulkan tugas sesuai waktu yang ditentukan

 Tertib dalam menerapkan aturan penulisan untuk karya ilmiah 3. Tanggung

jawab

 Melaksanakan tugas individu dengan baik

 Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan

 Tidak menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat

 Mengembalikan barang yang dipinjam

 Meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan

4. Toleransi

 Tidak mengganggu teman yang berbeda pendapat

 Menghormati teman yang berbeda suku, agama, ras, budaya, dan gender 5. Gotong -

royong

 Terlibat aktif dalam bekerja bakti membersihkan kelas atau sekolah

 Kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan

6. Santun atau sopan

 Menghormati orang yang lebih tua.

 Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur.

7. Percaya diri  Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu.

 Mampu membuat keputusan dengan cepat

Sumber: Kemendikbud (2013: 221)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan sikap sosial adalah kecenderungan atau perilaku yang ditunjukkan individu terhadap lingkungan sekitarnya.


(48)

3) Keterampilan

Ranah ketrampilan/psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (dalam Sudijono, 2011: 57) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak individual. Aspek keterampilan dapat dinilai dengan cara berikut ini.

a) Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Misalnya tugas memainkan alat musik, menggunakan mikroskop, menyanyi, bermain peran, menari.

Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk mengamati kinerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.


(49)

b) Penilaian Proyek

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek bersentuhan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain.

Hasil kerja akhir proyek dapat berupa laporan tertulis, rekaman video, atau gabungan keduanya, dan lain-lain. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.

c) Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.

Penilaian keterampilan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah adalah penilaian kinerja. Penilaian kinerja


(50)

digunakan untuk melihat unjuk kerja siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran.

D. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 difokuskan kepada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa panduan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara konstektual. Selain itu, kurikulum 2013 bertujuan untuk mengembangkan kompetensi dan karakter peserta didik sebagai bekal untuk menghadapi tantangan dan perubahan zaman. Untuk mencapai tujuan tersebut, dirancanglah sebuah pembelajaran tematik terpadu yang menerapkan pendekatan scientific dengan menggunakan penilaian autentik.

1. Pembelajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang menggunakan prinsip terpadu dengan menggunakan tema pemersatu dalam memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus pada satu kali tatap muka sehingga memberikan pengalaman peserta yang bermakna. Hal itu sejalan dengan pendapat Triyanto (2010: 83) pembelajaran tematik menawarkan model-model pembelajaran yang menjadikan aktivitas pembelajaran itu relevan dan penuh makna bagi siswa, baik aktivitas formal maupun informal.

Lebih lanjut Triyanto (2010: 78) mengemukakan pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan


(51)

tema-tema tertentu. Dalam pembelajarannya tema tersebut ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Lebih lanjut Kemendikbud (2013: 197), mengungkapkan lebih spesifik bahwa pembelajaran Tematik Terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Peserta didik dalam memahami berbagai konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya.

Kemendikbud (2013: 198), juga mengungkapkan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu berawal dari tema yang telah dipilih/dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional pembelajaran tematik ini tampak lebih menekankan pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar, dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang menggunakan tema pemersatu dalam memadukan beberapa mata pelajaran sehingga menjadikan aktivitas pembelajaran itu relevan dan penuh makna bagi siswa, baik aktivitas formal maupun informal.


(52)

2. Pendekatan Scientific

Pembelajaran merupakan proses ilmiah, karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan scientific dalam pembelajaran. Pendekatan scientific diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan Kemendikbud (2013: 210), upaya penerapan pendekatan scientific/ilmiah dalam proses pembelajaran ini sering disebut-sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut. Selanjutnya Kemendikbud (2013: 210), mengemukakan pendekatan scientific disebut juga sebagai pendekatan ilmiah, proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan

scientific dalam pembelajaran.

Kemendikbud (2013: 212) juga mengungkapkan pendekatan

scientific merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Kemendikbud tersebut yang memberikan konsepsi bahwa pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran di dalamnya mencakup komponen mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Komponen-komponen tersebut seyogianya dapat dimunculkan dalam setiap praktik pembelajaran, tetapi bukanlah sebuah siklus pembelajaran.


(53)

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, pendekatan scientific merupakan suatu pendekatan yang diamanatkan dalam kurukulum 2013. Pendekatan scientific mempunyai komponen antara lain: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.

3. Penilaian Autentik

Penilaian hasil belajar pada Kurikulum 2013 menekankan pada penilaian proses baik pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian inilah yang disebut penilaian autentik. Sebagaimana dinyatakan oleh Kemendikbud (2013: 246), penilaian autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kemendikbud (2013: 248), juga mengungkapkan secara konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan asesmen autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.

Pendapat serupa juga dikemukakan Mueller (dalam Nurgiantoro, 2011: 23), penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan atau keterampilan. Sejalan dengan pendapat di atas Stiggins (dalam


(54)

Nurgiantoro, 2011: 23), mengemukakan penilaian autentik merupakan penilaian kinerja (performansi) yang meminta pembelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya.

Nurgiantoro (2011: 23), lebih lanjut mengemukakan penilaian autentik merupakan penilaian terhadap tugas-tugas yang menyerupai kegiatan membaca dan menulis sebagaimana halnya di dunia nyata dan di sekolah. Tujuan penilaian itu adalah untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata di mana keterampilan-keterampilan tersebut digunakan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian autentik merupakan suatu bentuk penilaian yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang meliputi ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Selain itu merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan, yang terdiri dari berbagai jenis penilaian antara lain penilaian kenerja, observasi sistematik, pertanyaan terbuka, portofolio, penilaian pribadi dan jurnal.

E. Kinerja Guru

Kinerja guru dalam pembelajaran sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar yang akan diperoleh oleh siswa. Menurut Rusman (2012: 50) kinerja guru adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan sebagai prestasi kerja atau hasil unjuk kerja sebagai perwujudan perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi pestasi. Rusman (2012:


(55)

75) juga menyatakan bahwa jika dipandang dari segi siswa, maka tugas guru adalah harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktik-praktik komunikasi.

Berkaitan dengan kinerga guru, Susanto (2013: 29) berpendapat bahwa kinerja guru dapat diartikan sebagai prestasi, hasil, atau kemampuan yang dicapai atau diperlihatkan oleh guru dalam melaksanakan tugas pendidikan dalam pembelajaran. Adapun yang dimaksud dengan kinerja mengajar guru adalah seperangkat perilaku nyata yang ditunjukkan guru sesuai dengan tugasnya sebagi pendidik.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (dalam Rusman, 2012: 54-58) standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh ke dalam empat kompetensi yaitu kompetensi Pedagogik, kompetensi Kepribadian, kompetensi Sosial, dan kompetensi Profesional.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, kineja guru adalah kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Kinerja tersebut di antaranya adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil belajar yang berkenaan dengan kompetensi profesinal guru.

F. Kerangka Pikir

Banyak faktor yang menentukan keberhasilan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Faktor-faktor tersebut, saling mempengaruhi dan memiliki kontribusi besar dalam mengoptimalkan tujuan belajar yang diharapkan. Dalam penerapan Model Exclusive dengan pendekatan saintifik


(56)

pada pembelajaran tematik, maka pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial siswa akan meningkat.

Secara sederhana, kerangka pikir dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka, dapat dirumuskan hipotesis tindakan

g k : “A l l m m l j tematik di wilayah rawan bencana alam tsunami dengan menerapkan model Exclusive pada subtema bencana alam di sekitarku sesuai dengan langkah-langkah yang tepat, maka pengetahuan kesiapsiagaan bencana dan sikap sosial siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah m gk ”

1. Siswa masih pasif dalam pembelajaran. 2. Pengetahuan kesiapsiagaan bencana

dan sikap sosial siswa rendah.

Model Pembelajaran Exclusive dengan pendekatan saintifik yaitu Eksplorasi, pembagian informasi dan kelompok, simulasi berdasarkan pengetahuan yang didapat, menginternalisasikan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari, dan evaluasi.

1. Pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa meningkat sehingga siswa yang tuntas

m ≥75 j ml h w .

2. Sikap sosial yang dimiliki siswa meningkat sehingga siswa yang memperoleh kategori

k m m l “B k”m ≥75

jumlah siswa. Input

Output Proses


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Wardani, dkk. (2007: 1.3), mengemukakan penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Selanjutnya, Arikunto (2006: 58) mengemukakan penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran.

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, di mana siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan Wardani, dkk. (2007: 2.4), setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok yaitu perencanaan (planing), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflection), dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai. Berikut ini merupakan gambar alur siklus penelitian tindakan kelas (Wardani, dkk., 2007: 2.4).


(58)

Gambar 3.1 Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas Wardani, dkk. (2007: 2.4)

B. Setting Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 5 Pesisir Tengah. Terletak di Kelurahan Pasar Krui, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Dimulai dari bulan Februari sampai bulan Juni 2014.

Siklus Selanjutnya Perencanaan I

SIKLUS I

Pengamatan I

Pelaksanaan I Refleksi I

Perencanaan II

SIKLUS II

Pengamatan II

Pelaksanaan II Refleksi II


(59)

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa dan guru kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah dengan jumlah 28 siswa, terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan nontes (observasi).

1. Teknik nontes (observasi)

Teknik nontes (observasi) digunakan untuk mengetahui kinerja guru, sikap sosial siswa, dan keterampilan siswa selama pembelajaran tematik terpadu melalui penerapan model Exclusive.

2. Teknik tes

Teknik tes digunakan untuk mendapatkan data yang bersifat kuantitatif (angka). Melalui tes ini diketahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik dengan subtema bencana alam berupa pengetahuan kesiapsiagaan bencana melalui penerapan model Exclusive.

E. Alat Pengumpulan Data

Menurut Arikunto S. (2007: 101), instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen sebagai berikut: 1. Lembar observasi kinerja guru, instrumen ini digunakan untuk


(60)

2. Lembar observasi sikap sosial siswa, instrumen ini digunakan untuk mengetahui aktivitas sikap sosial siswa selama pembelajaran.

3. Lembar observasi keterampilan siswa, instrumen ini digunakan untuk mengetahui aktivitas keterampilan siswa selama pembelajaran dan digunakan sebagai data penunjang penelitian.

4. Tes hasil belajar, instrumen ini digunakan untuk mengungkapkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran serta mengetahui ketercapaian indikator pembelajaran dengan menggunakan model

Exclusive.

F. Teknik Analisis Data 1. Data Kualitatif

Analisis data kualitatif dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui perkembangan kinerja guru, sikap sosial siswa dan keterampilan siswa selama pembelajaran.

a. Kinerja Guru

Nilai kinerja guru diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

NP= Nilai pemerolehan

R = Skor yang diperoleh guru SM= Skor maksimum

100= Bilangan tetap (Purwanto, 2008: 102)

%

100

×

SM

R


(61)

Tabel 3.1 Kriteria kinerja guru.

No Rentang nilai Kategori

1 N > 80 Sangat baik

2 60 < N ≤ Baik 3 40 < N ≤ Cukup baik 4 20 < N ≤ Kurang baik 5 N ≤ Sangat kurang Sumber: Poerwanti (2008: 7.8)

b. Sikap Sosial

1) Aktivitas sikap sosial tiap individu diperoleh dengan rumus:

Keterangan: NA = Nilai akhir

SP = Skor pemerolehan SM = Skor maksimum 100 = Bilangan tetap (Kunandar, 2013: 126)

Tabel 3.2 Kriteria ketuntasan sikap sosial.

Konversi nilai akhir Predikat (pengetahuan dan keterampilan)

Sikap Skala 100 Skala 4

86 – 100 4 A SB

81 – 85 3.66 A- 76 – 80 3.33 B+

B 71 – 75 3.00 B

66 – 70 2.66 B- 61 – 65 2.33 C+

C

56 – 60 2 C

51 – 55 1.66 C- 46 – 50 1.33 D+

K

0 -45 1 D

Sumber: Kemendikbud (2013: 8) 100

×

SM SP NA


(62)

2) Nilai persentase sikap sosial siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:

(Aqib, 2009: 41)

c. Keterampilan Siswa

Aktivitas keterampilan tiap individu diperoleh dengan rumus:

Keterangan: NA = Nilai akhir

SP = Skor pemerolehan SM = Skor maksimum 100 = Bilangan tetap (Kunandar, 2013: 126)

Tabel 3.3 Kategori Hasil Belajar keterampilan.

Nilai Angka Kategori

81-100 Sangat Terampil 66-80 Terampil 51-65 Cukup Terampil 0-50 Kurang Terampil

(Adaptasi dari Kemendikbud 2013: 131)

Persentase keterampilan siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:

(Aqib, 2009: 41) 100 ×

SM SP NA


(63)

=

2. Data Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan berbagai dinamika kemajuan kualitas belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru. Nilai siswa akan dibandingkan dengan nilai awal kemudian dihitung selisihnya, selisihnya itu yang menjadi kemajuan atau kemunduran belajar

a. Menghitung ketuntasan pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa secara individual

Keterangan:

S = Nilai siswa (nilai yang dicari)

R = Jumlah skor/item yang dijawab benar N = Skor maksimum dari tes

(Purwanto, 2008: 112)

Tabel 3.4 Kriteria ketuntasan pengetahuan kesiapsiagan bencana siswa. Konversi nilai akhir Predikat (pengetahuan

dan keterampilan)

Sikap Skala 100 Skala 4

86 – 100 4 A SB

81 – 85 3.66 A- 76 – 80 3.33 B+

B 71 – 75 3.00 B

66 – 70 2.66 B- 61 – 65 2.33 C+

C

56 – 60 2 C

51 – 55 1.66 C- 46 – 50 1.33 D+

K

0 -45 1 D


(64)

� = ∑�

� = ℎ � % b. Menghitung nilai rata-rata pengetahuan kesiapsiagan bencana seluruh

siswa.

Keterangan:

= Nilai rata-rata yang dicari

∑X = Jumlah nilai

n = Jumlah jumlah siswa Sumber: Muncarno (2009:15)

c. Ketuntasan klasikal pengetahuan kesiapsiagaan bencana

Keterangan:

Ketuntasan individual : jika w m k ≥

Ketuntasan klasikal : j k ≥ 75 l h w m ketuntasan individual ≥

(Purwanto, 2008: 102)

G. Urutan Penelitian Tindakan Kelas

Urutan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di Kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah adalah sebagai berikut.

1. Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahap ini, peneliti membuat perencanaan penelitian yang matang untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan. Peneliti mempersiapkan proses pembelajaran dengan penerapan model

Exclusive. Langkah-langkah perencanaannya adalah sebagai berikut. 1) Menganalisis KI, KD, dan materi pelajaran yang akan disampaikan


(65)

2) Menyusun rencana pembelajaran secara kolaboratif antara peneliti dengan guru sesuai dengan KD yang akan diajarkan.

3) Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran.

4) Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS) dan media yang sesuai dengan materi dan model pembelajaran yang akan digunakan. 5) Menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari lembar

observasi untuk mengamati akivitas siswa dan kinerja guru.

6) Menyusun alat evaluasi hasil belajar siswa dan pedoman penyekoran.

b. Pelaksanaan

Pada tahap ini merupakan implementasi atau penerapan dari perencanaan yang telah disusun, yaitu sebagai berikut.

Kegiatan Awal

1) Guru memberikan salam dan mengajak siswa berdoa. 2) Guru mengondisikan siswa agar siap belajar.

3) Guru memeriksa kehadiran siswa. 4) Guru mengajak siswa bernyanyi.

5) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut dan ruang lingkup materi yang akan dipelajari, yaitu tentang bencana alam tsunami.

Kegiatan Inti


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas melalui penerapan model Exclusive pada siswa kelas III A SD Negeri 5 Pesisir Tengah dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan model Exclusive dapat mengoptimalkan kinerja guru untuk meningkatkan hasil belajar pada setiap siklusnya. Peningkatan kinerja guru tersebut diiringi juga dengan peningkatan sikap sosial, keterampilan, dan pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa pada setiap siklusnya.

2. Penerapan model Exclusive dengan langkah-langkah yang tepat pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan sikap sosial siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase ketuntasan sikap sosial siswa secara klasikal pada setiap siklusnya.

3. Penerapan model Exclusive dengan langkah-langkah yang tepat pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan keterampilan siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase keterampilan siswa secara klasikal pada setiap siklusnya.

4. Penerapan model Exclusive dengan langkah-langkah yang tepat pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan pengetahuan kesiapsiagaan


(2)

bencana siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase ketuntasan pengetahuan kesiapsiagaan bencana siswa secara klasikal pada setiap siklusnya.

B. Saran

1. Kepada Siswa

Diharapkan agar siswa dapat meningkatkan intensitas dan kualitas belajar dengan menerapkan model Exclusive serta selalu aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempermudah memahami berbagai materi pembelajaran. Selain itu siswa juga harus lebih mengembangkan sikap sosial mereka sehingga dapat berinteraksi dengan kondisi pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.

2. Kepada Guru

Diharapkan guru dapat lebih kreatif dalam menginovasi pembelajaran serta dapat memahami dan mencoba terlebih dahulu dalam mengunakan model Exclusive maupun model pembelajaran yang lain sebelum menerapkan model tersebut dalam pembelajaran. Berani berinovasi untuk menerapkan model serta media pembelajaran yang kreatif, menarik, dan menyenangkan sehingga menghasilkan pembelajaran yang berkualitas. Selain itu diharapkan guru dapat mengajarkan dan memotivasi siswa untuk memahami tema-tema yang diajarkan sehingga hasil belajar yang diperoleh dapat berguna dalam pembelajaran maupun kehidupan sehari-hari.


(3)

3. Kepada Sekolah

Diharapkan agar sekolah dapat memberikan sarana dan prasarana guna untuk mengembangkan model Exclusive sebagai inovasi dalam pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru-guru pada semua mata pelajaran sehingga dapat mengkatkan kualitas pembelajaran.

4. Kepada Peneliti Berikutnya

Diharapkan model Exclusive dapat menjadi model yang disarankan dalam penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk mengoptimalkan proses dan hasil belajar.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, dkk. 2012. Laporan Kemajuan Kegiatan Penelitian Strategi Nasional Tahun Anggaran 2012/ Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Berorientasi Pendidikan Karakter Untuk Menumbuhkan Disaster Literacy dan Disaster Awareness Bagi Siswa di SekolahDasar di Wilayah Rawan Bencana. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Agus, Nawar. 2002. Psikologi Pelayanan. Alfabeta. Bandung. Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta.

Andayani. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB,dan TK. Yamara Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. PT Bumi Aksara. Jakarta.

____________. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. PT Bumi Aksara. Jakarta. Azwar. 2012. BAB II Kajian Teori,sikap.

. Diakses tanggal 28 januari 2014, pukul 06:35 WIB.

Barry. 2008. Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana. Konsorsium Pendidikan Bencana Indonesia. Jakarta.

Budianingsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Carter. pengertian kesiap siagaan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/33105/3/Chapter%20II.pdf. Diaksies tanggal 21 Januari 2014, pukul 06:24 WIB.


(5)

Fatmawati, Nia. 2011. Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas IA SD Negeri 12 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2010/2011. Bandar Lampung: Unila.

Haryanto.Teori yang melandasi pembelajran konstruktivistik.staff.uny.ac.id/sites/ default/files/teori%20/konstruktivistik.Pdf.diakses tanggal 28 januari 2014, pukul 06:03 WIB.

Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-Dasar Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

IKAPI. 2011.Undang-Undang Penanggulangan Bencana Edisi 2011. Fokus Media. Bandung.

Komalasari, Kokom. 2012. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik kurikulum 2013. Rajawali Pers. Jakarta. Kusumo, Lorensia Irwanti. Sikap Sosial Anak dan Tiga Pola Asuh Orangtua.

https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=154767. Diakses tanggal 28 januari 2014, pukul 06:30 WIB.

Mulyadi, Tasril, dkk. 2009. Panduan Kesiapsiagaan Berbasis Sekolah. Panduan Kesiapsiagaan Berbasis Sekolah.Jakarta Tsunami Information Centre (JTIC) UNESCO/ IOC: jakarta.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013.P.T. Remaja Rosdakarya. Jakarta.

Muncarno. 2009. Bahan Ajar Statistik Pendidikan. FKIP PGSD. Bandar Lampung.

Novikasari. 2007. Tindakan Menghadapi Tsunami. Karsa Media. Jakarta.

Nurgiantoro, Burhan. 2011.Penilaian otentik dalam pembelajaran bahasa. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosada Karya. Bandung.

Rasyidin, Waini, dkk. 2006. Filsafat Pendidikan. UPI PRESS. Bandung.

Ratnasari, Juwita. 2007. Mengenal Gempa Bumi dan Tsunami. Logika Galileo: Jakarta.


(6)

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran.Rajawali Press: Jakarta.

Sarwono, SarlitoWirawan. 2005. Pengantar Umum Psikologi.Bulan Bintang. Jakarta.

Selamat, Tedi. 2013. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair and Share dengan Media Grafis untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas V SD Negeri 2 Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Sesiria, Rofiana. 2005. Upaya Meningka tkan Aktivitas dan Hasil Belajar

Metematika Melalui Metode Pemecahan Masalah. Skripsi. Universitas Lampug. Bandar Lampung.

Sisdiknas. 2009. UU SISDIKNAS (UU RI No.20 Th.2003). Sinar Grafika. Jakarta. Sopaheluwakan, Jan, dkk. 2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam

Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami. LIPI - UNESCO / ISDR. Jakarta.

Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajawali Pers. Jakarta. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran. Kencana. Jakrta.

Taufik. Pengertian Pengetahuan. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/

20219/4/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 28 januari 2014, pukul 06:05 WIB.

Tim Penyusun. 2013. Konsep Pendekatan Scientific. Kemedikbud. Jakarta. ________. 2013. Konsep Penilaian Autentik. Kemedikbud. Jakarta.

________. 2013. Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Untuk SD/MI Kelas I. Kemendikbud: Jakarta.

Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik.P.T. Prestasi Pusta Karya: Jakarta.

Wardani, IGAK, dkk. 2007. penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.

Winataputra, Udin S, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC BERMUATAN KARAKTER SIAP SIAGA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI DAN SIKAP SOSIAL DI WILAYAH RAWAN BENCANA ALAM TSUNAMI PADA SISWA KELAS IIIA SDN 5 PESISIR TENGAH KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 75

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI BENCANA DAN SIKAP SOSIAL PADA SISWA KELAS IIIA SDN 1 PASAR KRUI KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 6 76

PENERAPAN MODEL EXCLUSIVE DENGAN METODE PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MITIGASI DI WILAYAH RAWAN BENCANA LONGSOR PADA SISWA KELAS III SDN 2 GUNUNG KEMALA TIMUR

0 9 104

PENERAPAN MODEL EXCLUSIVE DENGAN METODE PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MITIGASI DI WILAYAH RAWAN BENCANA LONGSOR PADA SISWA KELAS III SDN 2 GUNUNG KEMALA TIMUR

0 6 181

PENINGKATAN PENGETAHUAN BENCANA DAN SIKAP SOSIAL MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK MODEL EXCLUSIVE DI WILAYAH RAWAN BENCANA LONGSOR PADA SISWA KELAS III SD NEGERI 2 GUNUNG KEMALA TIMUR

0 15 206

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI BENCANA DAN SIKAP SOSIAL PADA SISWA KELAS IIIA SDN 1 PASAR KRUI KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 78

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI BENCANA DAN SIKAP SOSIAL PADA SISWA KELAS IIIA SDN 1 PASAR KRUI KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 7 218

Rawan Bencana Tsunami

0 2 1

penanggulangan bencana tsunami agar dampak tsunami dapat diminimalisir.

0 0 18

MANAJEMEN RUTE EVAKUASI BENCANA TSUNAMI

0 0 6