PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI BENCANA DAN SIKAP SOSIAL PADA SISWA KELAS IIIA SDN 1 PASAR KRUI KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI BENCANA

DAN SIKAP SOSIAL PADA SISWA KELAS IIIA SDN 1 PASAR KRUI KABUPATEN PESISIR BARAT

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(Skripsi)

Oleh SYAIFUL FAJRI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI BENCANA

DAN SIKAP SOSIAL PADA SISWA KELAS IIIA SDN 1 PASAR KRUI KABUPATEN PESISIR BARAT

TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Oleh

SYAIFUL FAJRI

Latar belakang masalah penelitian ini adalah rendahnya keterampilan mitigasi bencana dan sikap sosial siswa. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mitigasi bencana dan sikap sosial siswa melalui model pembelajaran EXCLUSIVE.

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 3 siklus yang setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Data dikumpulkan melalui teknik nontes dan tes. Data kualitatif diperoleh melalui kegiatan observasi menggunakan lembar observasi untuk mengukur kinerja guru, keterampilan mitigasi bencana, dan sikap sosial siswa, sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui kegiatan latihan dan penugasan untuk mengukur keterampilan mitigasi siswa sebagai data pendukung hasil observasi keterampilan mitigasi.

Hasil penelitian membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran EXCLUSIVE dapat meningkatkan keterampilan mitigasi dan sikap sosial siswa. Nilai rata-rata klasikal keterampilan mitigasi pada siklus I mencapai 60,71 dengan kategori cukup, siklus II nilai rata-rata klasikal keterampilan mitigasi mencapai 70,86 dengan kategori baik, sehingga meningkat sebesar 10,15, dan pada siklus III nilai rata-rata klasikal keterampilan mitigasi mencapai 77,27 dengan kategori baik, sehingga meningkat sebesar 6,41. Nilai rata-rata klasikal sikap sosial pada siklus I mencapai 58,59 dengan kategori cukup, siklus II nilai rata-rata klasikal sikap sosial mencapai 63,55 dengan kategori cukup, sehingga meningkat sebesar 5,52, dan pada siklus III nilai rata-rata klasikal keterampilan mitigasi mencapai 73,70 dengan kategori baik, sehingga meningkat sebesar 10,15.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Metro, 30 Maret 1990, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Peneliti memiliki keluarga yang sangat mencintainya, yaitu adik satu-satunya yang paling cantik Lailatul Mukarromah, orang tua yang sangat tulus membesarkannya, yaitu bapak Drs. Hi. Saifudin dan ibu Sutinah, S.Pd.I.

Pendidikan peneliti dimulai dari TK Al Quran Metro, SD Negeri 2 Bumiharjo dan selesai pada tahun 2002. Kemudian peneliti melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 2 Metro dan selesai pada tahun 2005. Peneliti melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Metro dan selesai pada tahun 2008. Selanjutnya pada tahun 2010 peneliti melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).


(8)

(9)

MOTO

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik

bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah.” (Q.S. Hud: 88)

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada jasadmu, dan tidak pula kepada bentukmu, akan tetapi Dia melihat kepada

hatimu, “ seraya beliau menunjuk ke dadanya dengan telunjuknya.

(H.R. Muslim no. 2564)

“Orang yang paling bahagia adalah orang yang tidak merasa selalu membutuhkan semua hal yang terbaik, mereka hanya

berfikir bagaimana menciptakan semua hal menjadi yang terbaik untuk kehidupan mereka”


(10)

i

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim

Dengan mengucap rasa syukur Ananda kepada Allah Swt. shalawat serta salam ke hadirat Nabi Muhammad Saw.

Ananda persembahkan Skripsi ini teruntuk

Ayahanda tercinta Alm. Hi. Saifudin dan

Ibunda tercinta Sutinah, S.Pd.I.

Yang telah dengan ikhlas membesarkan Ananda dengan sabar dan penuh pengorbanan yang tiada mungkin dapat Ananda balas dengan balasan sebesar apa pun yang Anada

bisa berikan

Adikku Lailatul Mukarromah

Yang telah memberikan motivasi serta dukungan ketika Kakaknya menulis skripsi semoga selalu menjadi anak yang

berbakti kepada orang tua, beriman, bertaqwa, dan berprestasi

Serta keluarga, kerabat, dan teman-teman yang telah ikut berpartisipasi, membantu, dan memberi dorongan positif

guna terselesaikannya Skripsi ini. Almamaterku tercinta PGSD UPP Metro


(11)

ii SANWACANA

Puji syukur peneliti haturkan kehadirat Allah Swt. atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penerapan Model EXCLUSIVE Untuk Meningkatkan Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana Dan Sikap Sosial Di Wilayah Rawan Bencana Tsunami Siswa Kelas III A SD Negeri 1 Pasar Krui sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan sekripsi ini masih banyak kekurangan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak, oleh sebabitupeneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung, yang telah memberikan dukungan terhadap perkembangan FKIP. 2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila yang telah

memberikan pengesahan terhadap skripsi ini serta telah memberikandukungan yang teramat besar terhadap perkembangan program studi PGSD.

3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Unila yang telah menyetujui skripsi iniserta telahmemberikan sumbangsih untuk kemajuan kampus PGSD tercinta.


(12)

iii 4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD dan sekaligus Pembahas yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan kampus PGSD dan telah sabar memberikan bimbingan, masukan, saran, nasihat, dan motivasi serta bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua PGSD UPP Metro yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama proses penyusunan skripsi.

6. Bapak Drs. Siswantoro, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah ikhlas membantu, membimbing, dan memberikan saran serta motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Ibu Dra. Hj. Yulina, H., M.Pd.I. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan pembimbing 2 yang telah ikhlas membantu, membimbing, dan memberikan saran serta motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 8. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Karyawan S1 PGSD UPP Metro, yang telah

membantu sampai skripsi ini selesai.

9. Bapak Azwir, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SD Negeri 1 Pasar Krui yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

10. Ibu Eva Noprita, S.Pd. selaku guru kelas IIIA SD Negeri 1 Pasar Krui yang telah bersedia menjadi teman sejawat dan membantu dalam melaksanakan penelitian.

11. Siswa-siswi Kelas IIIA SD Negeri 1 Pasar Krui yang telah berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

12. Kedua orang tua, adik, nenek, dan keluarga besar yang telah memberikan doa, motivasi, serta bantuan dalam menyelesaikan studi ini.


(13)

iv 13. Keluarga besar Bapak Warwari, kepala Kampung Pagar Dewa Suka Mulya yang telah dengan sangat terbuka menerima serta membantu saya ketika menjalankan tugas KKN-KT.

14. Teman-teman KKN-KT (Ega, Nio, Dayat, Septi, Leni, Zulia, Maulinda, Nyoman, dan Meri), banyak kenangan indah yang telah kita lewati bersama di tempat KKN-KT.

15. Teman-teman penelitian (Faridha, Hardi, Khusnaini, Serlia , dan Sisworo). 16. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 PGSD angkatan 2010, terimakasih

atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini belum memenuhi kesempurnaan, akan tetapi peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat pada keilmuan pendidikan. Amin

Metro, 24 Juli 2014 Peneliti


(14)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Rumusan Masalah ... 7

D.Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

II. KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Model Pembelajaran ... 10

1. Pengetian Model Pembelajaran ... 10

2. Model Pembelajaran EXCLUSIVE ... 12

2.1. Hakikat Pembelajaran EXCLUSIVE ... 12

2.2. Langkah-langkah Pembelajaran EXCLUSIVE ... 15

2.3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran EXCLUSIVE . 17

B. Bencana Alam ... 18

1. Pengertian Bencana Alam... 18

2. Gempa Bumi Tektonik ... 19

C.Keterampilan... 20

D.Mitigasi Bencana Alam Gempa Bumi ... 21

1. Pengertian Mitigasi Bencana Alam ... 21

2. Tujuan Mitigasi Bencana ... 22

3. Langkah-langkah Mitigasi Bencana Gempa Bumi ... 23

E. Sikap Sosial ... 26

1. Pengertian Sikap Sosial ... . 26

2. Pembentukan Sikap ... 28


(15)

vi

1. Belajar ... 29

2. Pembelajaran... 31

G. Kurikulum 2013 ... 32

1. Pendekatan Ilmiah ... 33

2. Tematik Terpadu (Scientific Approach) ... 35

3. Penilaian Autentik (Authentic Assessment) ... 37

H. Hipotesis Tindakan ... 39

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Setting Penelitian ... 41

1. Subjek Penelitian ... 41

2. Lokasi Penelitian ... 42

3. Waktu Penelitian ... 42

C. Teknik Pengumpulan Data ... 42

D. Alat Pengumpulan Data ... 43

E. Teknik Analisis Data ... 43

F. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ... 47

G. Indikator Keberhasilan ... 52

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Profil SD Negeri 1 Pasar Krui ... 53

B. Prosedur Penelitian ... 54

1. Deskripsi Awal ... 54

2. Refleksi Awal ... 55

3. Persiapan Pembelajaran ... 55

C. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian... 56

1. Siklus I ... 56

a. Perencanaan Siklus I ... 56

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 57

c. Hasil Observasi pada Siklus I ... 62

d. Refleksi Siklus I ... 70

e. Saran Perbaikan/Tindakan Kelas untuk Siklus II ... 72

2. Siklus II ... 73

a. Perencanaan Siklus II... 73

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 73

c. Hasil Observasi pada Siklus II ... 78

d. Refleksi Siklus II ... 85

e. Saran Perbaikan/Tindakan Kelas untuk Siklus III ... 87

3. Siklus III ... 88

a. Perencanaan Siklus III ... 88

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus III ... 89

c. Hasil Observasi pada Siklus III ... 93

d. Refleksi Siklus III ... 101

D. Pembahasan ... 103

1. Kinerja Guru ... 103

2. Keterampilan Mitigasi Bencana ... 105


(16)

vii

4. Hasil Belajar Kognitif ... 109

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

A. Kesimpulan ... 111

B. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 114


(17)

viii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria Hasil Observasi Sikap Sosial ... 44

2. Kriteria Hasil Keterampilan Mitigasi ... 45

3. Kriteria Tingkat Keberhasilan Kinerja Guru... 46

4. Hasil Penilaian Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1 dan 2 ... 63

5. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1 dan 2 .. 65

6. Hasil Observasi Keterampilan Mitigasi Bencana Siklus I Pertemuan 1 dan 2 ... 66

7. Nilai Keterampilan Mitigasi Bencana Siswa Siklus I ... 67

8. Hasil Observasi Sikap Sosial Siklus I Pertemuan 1 dan 2 ... 68

9. Nilai Sikap Sosial Siswa Siklus I ... 69

10. Hasil Belajar Kognitif Siklus I ... 70

11. Hasil Penilaian Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1 dan 2 ... 78

12. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1 dan 2 . 80

13. Hasil Observasi Keterampilan Mitigasi Bencana Siklus II Pertemuan 1 dan 2 ... 81

14. Nilai Keterampilan Mitigasi Bencana Siswa Siklus II ... 82

15. Hasil Observasi Sikap Sosial Siklus II Pertemuan 1 dan 2 ... 83

16. Rekapitulasi Nilai Sikap Sosial Siswa Siklus II ... 84

17. Hasil Belajar Kognitif Siklus II... 85

18. Hasil Penilaian Kinerja Guru Siklus III Pertemuan 1 dan 2 ... 94

19. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kinerja Guru Siklus III Pertemuan 1 dan 2 95

20. Hasil Observasi Keterampilan Mitigasi Bencana Siklus III Pertemuan 1 dan 2 ... 97

21. Nilai Keterampilan Mitigasi Bencana Siswa Siklus III ... 98

22. Hasil Observasi Sikap Sosial Siklus III Pertemuan 1 dan 2 ... 99

23. Nilai Sikap Sosial Siswa Siklus III ... 100

24. Hasil Belajar Kognitif Siklus III ... 101

25. Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru pada Siklus I, II, dan III ... 104

26. Rekapitulasi Nilai Keterampilan Mitigasi Bencana Siswa Siklus I, II, dan III ... 105

27. Rekapitulasi Nilai Sikap Sosial Siswa Siklus I, II, dan III... 107


(18)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Strategi PS2 dalam Rasional Model Pembelajaran ... 13

2. Siklus Model Pembelajaran EXCLUSIVE ... 16

3. Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik ... 20

4. Peta Evakuasi ... 25

5. Tiga Ranah dalam Pendekatan Scientific ... 34

6. Langkah-langkah Pembelajaran dalam Pendekatan Scientific ... 35

7. Siklus Penelitian Tindakan Kelas... 41

8. Grafik Nilai Rata-rata Kinerja Guru Siklus I, II, III ... 104

9. Grafik Nilai Rata-rata Klasikal Keterampilan Mitigasi Bencana Siklus I, II, III ... 105

10. Grafik Nilai Rata-rata Klasikal Sikap Sosial Siswa Siklus I, II, III ... 107


(19)

x DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Administrasi Penelitian ... 118

a. Surat Penelitian Pendahuluan dari Unila ... 119

b. Surat Keterangan dari Unila... 120

c. Surat Izin Penelitian dari Unila ... 121

d. Surat Izin Penelitian dari Sekolah ... 122

e. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah... 123

f. Surat Pernyataan dari Sekolah ... 124

2. Perangkat Pembelajaran ... 125

a. Pemetaan ... 126

b. Silabus ... 130

c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 135

d. Lembar Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG) ... 179

e. Lembar Evaluasi Pembelajaran ... ... 225

f. Lembar Observasi Penilaian Keterampilan Mitigas Siswa ... 234

g. Lembar Observasi Penilaian Sikap Sosial Siswa ... 242


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan modal utama untuk siswa agar dapat mengembangkan dirinya menjadi insan yang berpengetahuan, bersikap, dan berketerampilan sesuai dengan apa yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Seperti yang jelas tercermin dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal I ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sehingga dengan terlaksananya suatu pendidikan yang bermutu dan berkualitas, diharapkan lahirlah suatu insan yang benar-benar mampu untuk dapat hidup dengan baik dan layak, yang nantinya akan berdampak pada kemajuan suatu bangsa dan negara.

Mutu dan kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh proses dan hasil suatu pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Hal ini sangat erat kaitannya dengan penerapan kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran dalam rangka mencapai suatu tujuan pendidikan. Undang-undang


(21)

2

Nomor 20 Tahun 2003 Pasal I Ayat 19 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Perkembangan terakhir Kurikulum di Indonesia, telah lahir kurikulum baru yang disebut Kurikulum 2013. Permendikbud No. 67 tahun 2013, menyatakan bahwa Kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum).

Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis ilmiah (scientific), penerapan penilaian autentik, serta pembelajaran yang dilakukan berdasarkan proses pembelajaran tematik terpadu. Ketiga hal ini dimaksudkan agar terciptanya pembelajaran yang lebih bermakna serta menciptakan siswa yang berkompeten. Karena kurikulum ini, merupakan kurikulum yang dirancang agar dapat memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.

Berdasarkan hal tersebut, dalam penerapan kurikulum 2013, diharapkan, siswa mampu untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan yang dibutuhkan dalam kehidupan bermsayarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum sebagai salah satu substansi utama dalam pengembangan pendidikan, perlu didesentralisasikan, terutama dalam hal kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi daerah. Dengan demikian,


(22)

3

sekolah memiliki kewenangan untuk merancang dan menentukan hal-hal yang akan diajarkan sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungan.

Sesuai dengan kebutuhan tersebut, perlu diterapkan pembelajaran bermakna yang dapat mengantarkan siswa dalam memperoleh pengalaman belajar yang paling sesuai dengan kebutuhan dirinya dan lingkungan. Pembelajaran Tematik Terpadu adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena siswa akan diberikan pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan konsep yang lain yang sudah mereka pahami.

Tema-tema yang digunakan dalam tematik terpadu dipilih berdasarkan kesesuaiannya dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan siswa. Sehingga dapat lebih bermakna dan berkesan di benak siswa.

Berdasarkan letak geografisnya, lokasi Indonesia berada di antara pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu, lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Kondisi seperti ini mengakibatkan lokasi Indonesia sangat rawan terhadap bencana alam, seperti gempa bumi, longsor, dan tsunami.

Gempa bumi tektonik merupakan salah satu bencana yang tidak mungkin dicegah dan dikendalikan berdasarkan sumbernya, namun ada hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kerugian terhadap bencana ini, yaitu dengan usaha Pengurangan Resiko Bencana (PRB). Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan upaya tindakan mitigasi bencana oleh masyarakat di daerah rawan bencana gempa.


(23)

4

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 angka 9 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Oleh karena itu, dengan dimilikinya keterampilan mitigasi oleh suatu masyarakat, maka akan dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu bencana.

Keterampilan memahami dan mengembangkan potensi lingkungan tempat tinggal sangat perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran pada siswa. Dengan pemahaman yang tepat mengenai kondisi alam dan potensi lokal, maka proses pembelajaran akan dapat berlangsung secara optimal sehingga menghasilkan perserta didik seutuhnya dan tercapainya tujuan pendidikan.

Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Pasar Krui, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat merupakan salah satu sekolah yang terletak di salah satu daerah rawan bencana gempa bumi tektonik, yaitu dekat dengan pertemuan antara 2 lempeng tektonik (Indo-Australia dan Eurasia). Seperti yang disebutkan oleh BMKG (2011: 1) telah terjadi gempa berkekuatan 6,2 skala Richter (SR) dengan pusat 140 kilometer Barat Daya Krui Lampung. Kekuatan gempa yang telah terjadi ini sangat membahayakan jiwa serta memiliki potensi merusak yang cukup tinggi.

Berdasarakan hasil observasi dan wawancara dengan guru dan siswa kelas IIIA SD Negeri 1 Pasar Krui mengenai mitigasi bencana dan sikap sosial siswa, didapatkan beberapa informasi yaitu: (1) keterampilan mitigasi bencana


(24)

5

yang dimiliki siswa masih rendah dan (2) sikap sosial yang dimiliki siswa masih rendah.

Keadaan tersebut disebabakan oleh beberapa faktor antara lain: (1) cara pengajaran guru yang masih menggunakan model dan metode konvensional, seperti guru lebih mendominasi penggunaan metode ceramah dan penugasan dalam proses pembelajaran, sehingga tidak memungkinkan siswa untuk mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna, (2) belum digunakannya model pembelajaran yang dapat menumbuhkan keterampilan mitigasi bencana dan sikap sosial siswa, sehingga siswa belum terlatih untuk berketerampilan dan bersikap sesuai dengan kondisi bencana di daerahnya, dan (3) rendahnya pengetahuan siswa tentang mitigasi bencana dan bencana itu sendiri, sehingga sebagian besar siswa tidak tahu harus melakukan apa ketika terjadi bencana alam disekitarnya.

Pembelajaran akan lebih bermakna bila guru menyampaikan materi menggunakan metode, model, ataupun media dalam pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung. Hal tersebut sangatlah penting agar perhatian siswa terfokus kepada materi yang diberikan oleh guru. Salah satu cara agar pembelajaran lebih bermakna, yaitu dengan guru menerapkan model pembelajaran.

Model pembelajaran dinilai memiliki andil yang besar dalam usaha peningkatan kualitas pembelajaran. Salah satu upaya peningkatan kualitas pembelajaran tersebut, dapat dilakukan dengan mengurangi atau bahkan


(25)

6

menghilangkan dominasi sistem penyampaian pembelajaran yang kurang menjembatani siswa untuk terlatih dalam mitigasi bencana dan sikap sosial, yaitu guru dapat menggunakan model EXCLUSIVE.

Model pembelajaran EXCLUSIVE (Exploring, Clustering, Simulating, Valuing, and Evaluating) merupakan model pembelajaran tematik yang

dikembangkan berbasis konstruktivisme yang berorientasi pada 3 pilar karakter awarness dan literacy siswa terhadap bencana alam, yaitu paham, sadar, dan siaga (PS2) (Abdurrahman, 2012: 217). Model pembelajaran EXCLUSIVE dalam pengembangannya dimulai dengan menentukan topik tertentu sebagai tema sentral, setelah tema ditetapkan, selanjutnya tema tersebut dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub-sub tema dari bidang studi lain yang terkait. Tema yang diambil berasal dari konsep dan pokok bahasan yang ada di sekitar lingkungan siswa, oleh karena itu tema akan sesuai dengan kebutuhan siswa, yang bergerak dari lingkungan terdekat siswa menuju ke lingkungan terjauh siswa. Sehingga model pembelajaran EXCLUSIVE diharapkan mampu meningkatkan keterampilan mitigasi bencana dan sikap sosial siswa.

Sejalan dengan uraian yang telah dijelaskan di atas, peneliti tertarik dan tergugah untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran EXCLUSIVE untuk Meningkatkan Keterampilan Mitigasi Bencana dan Sikap Sosial pada Siswa Kelas IIIA SDN 1 Pasar Krui”.


(26)

7

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rendahnya keterampilan mitigasi bencana siswa.

2. Rendahnya sikap sosial siswa terhadap ancaman bencana.

3. Belum diterapkannya model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan mitigasi dan sikap sosial siswa terhadap bencana.

4. Rendahnya kepahaman, kesadaran, dan kesiapsiagaan siswa terhadap bencana.

5. Belum dilatihnya keterampilan serta sikap sosial dalam pembelajaran dalam menghadapi bencana alam.

6. Pembelajaran yang berlangsung masih cenderung berpusat pada guru. 7. Kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran.

8. Kurangnya variasi metode yang digunakan dalam pembelajaran. 9. Belum maksimalnya penerapan pendekatan scientific.

10. Kurangnya pembiasaan pembelajaran dengan metode kooperatif.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana meningkatkan keterampilan mitigasi bencana dan sikap sosial siswa melalui model pembelajaran EXCLUSIVE pada pembelajaran dengan subtema Bencana Alam di Sekitarku pada kelas IIIA SDN 1 Pasar Krui tahun pelajaran 2013/2014?


(27)

8

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Meningkatkan keterampilan mitigasi bencana siswa melalui model pembelajaran EXCLUSIVE pada subtema Bencana Alam di Sekitarku kelas IIIA SDN 1 Pasar Krui tahun pelajaran 2013/2014.

2. Meningkatkan sikap sosial siswa melalui model pembelajaran EXCLUSIVE pada subtema Bencana Alam di Sekitarku kelas IIIA SDN 1 Pasar Krui tahun pelajaran 2013/2014.

E. Manfaat Penelitian

Adapaun manfaat dari penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan di kelas IIIA SDN 1 Pasar Krui sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

a. Dapat meningkatkan keterampilan mitigasi bencana siswa melalui model pembelajaran EXCLUSIVE pada subtema Bencana Alam di Sekitarku kelas IIIA SDN 1 Pasar Krui tahun pelajaran 2013/2014.

b. Dapat meningkatkan sikap sosial siswa melalui model pembelajaran EXCLUSIVE pada subtema Bencana Alam di Sekitarku kelas IIIA SDN 1

Pasar Krui tahun pelajaran 2013/2014. 2. Bagi Guru

a. Memperkaya wawasan dalam pengajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.


(28)

9

b. Memperbaiki kinerja guru sehingga dapat meningkatkan kreatifitas guru dalam proses pembelajaran selanjutnya.

3. Bagi Sekolah

Memberikan masukan dalam mengambil kebijakan sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya dalam peningkatan sikap mitigasi dan sikap sosial siswa, agar tujuan pemblajaran dapat tercapai dengan baik dan optimal.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, pengalaman, serta wawawasan tentang penelitian tindakan kelas, sehingga nantinya ketika menjadi seorang guru sudah mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dengan professional.


(29)

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Dalam setiap kegiatan pengajaran, seorang pengajar haruslah memiliki tujuan pembelajaran tertentu, jika tidak, kegiatan tersebut akan berjalan begitu saja tanpa ada manfaat yang akan didapatkan. Oleh sebab itu dalam setiap kegiatan pembelajaran haruslah memiliki tujuan yang dapat diterima dengan sejelas-jelasnya oleh para siswanya. Untuk mengetahui suatu hal dalam diri seseorang, terjadi suatu proses yang disebut sebagai proses belajar melalui model-model mengajar yang sesuai dengan kebutuhan proses belajar. Model dan proses pembelajaran akan menjabarkan makna-makna dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh pengajar dalam pembelajaran. Dalam suatu pengajaran, pengajar haruslah dapat menentukan sikap dan menentukan alasan-alasan dalam pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru (Komalasari, 2010: 57).

Pembelajaran yang tidak menyenangkan dan penjelasan yang tidak benar akan membuat murid mudah melupakan pelajaran yang diterimanya. Rooijakers (dalam Sagala, 2012: 15) menjelaskan pula bahwa keberhasilan seorang pengajar akan terjamin, jika pengajar itu dapat mengajak para muridnya mengerti semua masalah melalui semua tahap proses belajar,


(30)

11

karena dengan cara tersebut, siswa akan memahami hal yang diajarkan. Hal senada disampaikan oleh Prastowo (2013: 73) model pembelajaran adalah acuan pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu secara sistematis. Oleh karena itu, dalam setiap proses pembelajaran, pengajar haruslah dapat menggunakan model-model mengajar yang dapat menjamin pembelajaran berhasil sesuai dengan yang telah direncanakan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Model dirancang untuk mewakili realitas sesungguhnya, walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia sebenarnya. Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelompok maupun tutorial (Suprijono, 2011: 46).

Sejalan dengan pendapat di atas, Trianto (2010: 51) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sementara itu Sagala (2012: 176), mengemukakan bahwa model mengajar merupakan suatu kerangka konseptual yang berisi prosedur sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang befungsi sebagai pedoman bagi guru dalam proes belajar mengajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual berisi prosedur sistematik yang digunakan guru atau pendidik dalam


(31)

12

pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Model pembelajaran digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran. 2. Model Pembelajaran EXCLUSIVE

2.1. Hakikat Pembelajaran EXCLUSIVE

Meningkatnya kesadaran terhadap ancaman dan dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam timbul dari pemahaman terhadap suatu kondisi mengenai bencana alam itu sendiri. Aspek penting yang harus diperhatikan adalah mitigasi terhadap bencana alam tersebut. Mitigasi bencana alam kebumian sangat penting untuk diketahui dan dipelajari sejak dini. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui pendidikan formal pada jenjang pendidikan di kelas rendah Sekolah Dasar.

Beberapa hal penting dalam upaya mitigasi bencana adalah pemahaman tentang bencana alam kebumian (literate) dan kesiapsiagaan (awareness) menghadapi bencana alam. Karena dengan pemahaman yang baik tentang karakteristik bencana alam dan siap siaga maka diharapkan dapat mengurangi resiko negatif yang ditimbulkan oleh suatu bencana. Kedua hal ini dapat diajarkan kepada siswa dengan mengintegrasikannya dalam pembelajaran dengan tema tertentu pada Kurikulum 2013. Tema-tema yang dipilih adalah tema yang dekat dengan lingkungan siswa, termasuk potensi lokal berupa bencana alam.

Suatu pembelajaran tidak akan terlepas dari peran model pembelajaran. Sejalan dengan apa yang telah dijelaskan Joyce & Weil (dalam Abdurrahman, 2012: 216) yang mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai


(32)

13

pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu serta berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Sehingga model pembelajaran memegang peranan yang sangat penting untuk berlangsungnya pembelajaran yang bermakna dan sesuai dengan tujuan.

Terkait dengan hal tersebut, Abdurrahman (2012: 218) memaparkan bahwa model pembelajaran EXCLUSIVE dikembangkan bukan hanya untuk meningkatkan pemahaman akan pentingnya pengetahuan tentang bencana alam kebumian di sekitar lingkungan siswa, tetapi juga dirancang untuk membangun kesadaran mendalam tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Pembelajaran yang dikembangkan dari kondisi Paham, Sadar dan Siaga (PS2), akan menghasilkan sintaks yang sama dengan model pembelajaran EXCLUSIVE, yaitu: Exploring, Clustering, Simulating, Valuing and Evaluating.

Gambar 1. Strategi PS2 dalam rasionalisasi model pembelajaran Sumber: Abdurahman (2012: 218)

Siaga

Sadar Paham


(33)

14

Model pembelajaran EXCLUSIVE sangat tepat digunakan dalam mengkaji informasi dari fakta atau fenomena yang ada di lingkungan sekitar dan terkait dengan pemahaman nyata siswa sehari-hari. Model pembelajaran ini pula dikembangkan bukan hanya untuk meningkatkan pemahaman akan pentingnya pengetahuan tentang bencana alam kebumian disekitar lingkungan siswa, tetapi juga dirancang untuk membangun kesadaran mendalam tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Sehingga dihasilkan sikap siswa yang berkarakter siap untuk menghadapi bencana. Senada dengan yang telah diungkapkan Istiani (2014: 1) melalui model pembelajaran EXCLUSIVE siswa dituntut untuk melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan skill multirepresentasi, sehingga akan memperlihatkan perilaku berkarakter pada diri siswa.

Proses tersebut dapat dilakukan dengan merumuskan kesamaan konsep yang berasal dari pengalaman dan kondisi yang sama sebelum akhirnya mereka mengkonfirmasi secara bersama konsep yang mereka dapatkan dan kemudian disimulasikan berdasarkan informasi yang didapat pada tahap sebelumnya. Sehingga diperoleh keterpaduan yang baik antara pengalaman dan konsep yang didapatkan.

Berdasarkan hal tersebut maka teori dan strategi metakognisi dijadikan landasan teori pengembangannya. Hal ini karena model ini dirancang untuk membangun kesadaran mendalam tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

Flavel dalam Martin (dalam Abdurrahman, 2012: 218) adalah ahli yang pertama kali mengenalkan konsep dan istilah metakognisi dalam pembelajaran yang didefinisikan sebagai pengetahuan kesadaran dan kendali atas proses kognisi.


(34)

15

Sedangakan Simon dalam Desoetem, dkk (dalam Abdurrahman, 2012: 218) mengungkapkan bahwa metakognisi terbagi atas dua komponen, yaitu: pengetahuan dan keterampilan metakognisi. Pengetahuan metakognisi didefinisikan sebagai pengetahuan dan pemahaman pada proses. Sedangkan keterampilan metakognisi didefinisikan sebagai pengendalian pada proses berpikir. Terdapat tiga komponen pengetahuan metakognisi yaitu: deklarasi, prosedural, dan kondisional dan empat komponen keterampilan metakognisi yaitu memprediksi, merencanakan, memonitor dan mengevaluasi.

Menurut Abdurrahman (2012: 218), pengetahuan dan keterampilan metakognisi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran jika siswa dibiasakan untuk menyelesaikan masalah (problem solving) yang terkait dengan kehidupan sehari-hari di lingkungannya. Proses problem solving dapat membuat kesadaran siswa ditumbuhkan dengan memberikan arahan agar siswa memahami apa yang sedang mereka pelajari, pikirkan, dan lakukan.

Kemampuan metakognisi yang dimiliki memungkinkan siswa dapat mengembangkan pemahaman konsep karena dengan kemampuan mengkognisi siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan, mengaplikasikan konsep-konsep, dan memperdalam konsep-konsep sehingga melahirkan jawaban argumentasi ilmiah yang mempresentasikan pemahaman.

2.2. Langkah-langkah Pembelajaran EXCLUSIVE

Sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran dikembangkan berdasarkan rasional kebutuhan di wilayah rawan bencana dan teori metakognisi, maka Abdurrahman (2012: 219) mengemukakan sintaks model pembelajaran ini sebagai berikut:

a. Fase 1: Exploring

Setelah apersepsi dan motivasi singkat mengenai tema yang akan dipelajari, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dimana


(35)

16

masing-masing kelompok mempunyai tugas untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait dengan informasi rinci mengenai bencana yang dipelajari.

b. Fase 2: Clustering

Setelah masing-masing kelompok mendapatkan informasi yang cukup banyak dalam waktu yang sudah ditentukan, guru dan siswa mencari kesamaan-kesamaan informasi yang didapat pada langkah pertama untuk dibuat cluster-cluster informasi. Kemudian, dari cluster informasi yang terbentuk, dibentuk lagi kelompok yang akan secara spesifik mendalami cluster informasi yang bersangkutan. Setelah cluster information terbentuk, guru dan siswa berdiskusi untuk mengkonfirmasi clustered data sebelum dilakukan simulasi. Missal, clustered data/informasi tersebut dirumuskan menjadi langkah-langkah nyata yang disimulasikan.

c. Fase 3 : Simulating

Pada tahap ini, siswa diajak untuk melakukan simulasi paham, sadar, dan siaga (PS2) terhadap kemungkinan bencana yang terjadi di daerahnya.

d. Fase 4 : Valuing

Pada tahap ini siswa diajak untuk menginternalisasi

(internalized) nilai-nilai yang diperoleh melalui diskusi dan simulasi, sehingga tumbuh kemauan yang kuat untuk menerapkan dan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari.

e. Fase 5 : Evaluating

Tahap yang terakhir adalah mengevaluasi jalannya keseluruhan proses pembelajaran sehingga memperoleh sejumlah rumusan rekomendasi-rekomendasi perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya. Dalam tahap ini, juga ternyata dari hasil evaluasi masih ada hal-hal yang perlu digali lebih dalam, tahap exsploring dapat dilakukan kembali dan begitu seterusnya seperti sebuah siklus.

Gambar 2. Siklus model pembelajaran EXCLUSIVE Sumber: Abdurahman (2012: 220)

PS2 Exploring Simulating Clustering Evaluating Valuing


(36)

17

Model pembelajaran EXCLUSIVE ini dapat dikembangkan untuk memacu siswa berperan aktif dalam setiap fase pembelajarannya. Siswa diharapkan mampu untuk mengajukan pendapatya. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif dan terlibat saling tukar pikiran, berkolaborasi, berkomunikasi, dan bersimulasi sama-sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan sehingga diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuannya.

2.3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran EXCLUSIVE Model pembelajaran EXCLUSIVE memiliki keunggulan dan kekurangan, Santi (2012: 96) menjelaskan kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan model pembelajaran EXCLUSIVE, yaitu:

a. Kelebihan

1. Siswa mampu mengembangkan pemahaman dan pengetahuan.

2. Siswa bebas untuk berbagi ide-ide secara lisan kepada teman-teman mereka di diskusi kelompok.

3. Siswa mampu bertukar informasi melalui diskusi kelompok. 4. Siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar.

5. Siswa bebas untuk mengekspresikan ide-ide mereka sebagai hasil dari diskusi kelompok.

6. Siswa mampu mengembangkan kreativitas mereka dalam simulasi hasil diskusi.

7. Siswa menikmati dan aktif terlibat dalam proses pembelajaran.

8. Siswa terdorong untuk mengimplementasikan nilai-nilai yang sudah mereka dapatkan dan membiasakannya di kehidupan sehari-hari.

9. Siswa mampu mengevaluasi proses belajar yang telah mereka lakukan.

10. Siswa bebas untuk memberikan rekomendasi untuk pembelajaran yang lebih baik.

b. Kekurangan

1. Guru perlu persiapan khusus dalam menguasai topik-topik tertentu yang akan dibahas dan juga dalam memberikan dan penanganan pertanyaan.


(37)

18

memperhatikan setiap kelompok yang dapat mempengaruhi kondusifitas kelas.

3. Kegiatan diskusi tidak akan berjalan dengan baik jika seluruh siswa di satu kelompok terdiri dari siswa yang kurang pintar. 4. Menghabiskan lebih banyak waktu agar seluruh kelompok

dapat melakukan simulasi (memakan waktu).

5. Tidak semua langkah mengandung nilai-nilai yang siswa dapat ambil maknanya.

6. Dibutuhkan pemikiran kritis untuk mengevaluasi seluruh proses pengetahuan.

Dengan memahami kekurangan dan kelebihan model pembelajaran EXCLUSIVE, maka dapat disusun rencana pembelajaran yang lebih baik, sehingga pembelajaran akan berjalan lebih efektif.

B. Bencana Alam

1. Pengertian Bencana Alam

Bencana adalah kejadian yang sangat merugikan manusia. Berbagai bencana, kerap terjadi di Indonesia, seperti gempa bumi, tsunami, dan banjir.

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2007: 8) menyatakan banhwa bencana alam dapat terjadi tiba-tiba maupun


(38)

19

melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Sehingga terjadinya suatu bencana itu bisa saja dapat terprediksi maupun tidak terprediksi. Selain itu, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 2 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana alam sebagai bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Berdasarkan penejelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bencana alam merupakan peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan manusia yang disebabkan oleh faktor alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang terjadi secara tiba-tiba maupaun secara perlahan.

2. Gempa Bumi Tektonik

Salah satu bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia, khususnya di daerah penelitian ini adalah gempa bumi. Bencana alam ini termasuk ke dalam kategori bencana alam yang terjadi secara tiba-tiba. BNPB (2007: 53) mendefinisikan gempa bumi sebagai berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunung api, atau runtuhan batuan.

Selanjutnya, Prasetya (2006: 34) menjelaskan bahwa gemba bumi tektonik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pergeseran lempeng-lempeng tektonik yang ada di lapisan kerak bumi. Jadi, ketika terjadi pergeseran kerak bumi maka akan dihasilkan gaya tektonik yang kemudian mendorong permukaan, akibatnya bagian yang lemah akan patah.


(39)

20

Gambar 3. Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik Sumber: BNPB (2007: 3)

Sementara itu, BNPB (2007: 8) menjelaskan bahwa beberapa jenis gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, di mana akan terjadi, dan besarnya kekuatannya. Meskipun demikian, kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa gempa bumi tektonik adalah pergeseran lempengan bumi yang terjadi secara tiba-tiba akibat tumbukan lempeng bumi sehingga mengakibatkan suatu gelombang seismik yang tidak dapat diperkirakan secara akurat kapan, di mana akan terjadi, dan besarnya kekuatannya, serta selalu memberikan dampak kejutan dan kerugian.

C. Keterampilan

Salah satu ranah yang harus diperhatikan dalam suatu pembelajaran adalah ranah yang mengacu kepada keterampilan. Keterampilan menyatakan bisa atau tidaknya seseorang dalam melakukan tugas, seperti yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1505), keterampilan


(40)

21

didefinisikan sebagai kecakapan untuk menyelesaiakan tugas. Selanjutnya, keterampilan mengacu kepada ranah psikomotor dan sebagai imbas telah tercapainya ranah kognitif dalam suatu pembelajaran. Seperti yang dijelaskan Kunandar (2013: 249) psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan (skill) sebagai hasil dari tercapainya kompetensi pengetahuan. Dengan demikian, keterampilan tidak dapat dipisahkan dengan kompetensi inti (KI) 3, yakni pengetahuan. Karena itu ketercapaian suatu pengetahuan menjadi prasyarat agar dapat terlaksananya suatu keterampilan dengan baik.

Sementara itu, Poerwanti (2009: 22) menyatakan bahwa kognitif adalah ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan intelektual, sedangkan psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan motorik. Dengan demikian, keterampilan tidak hanya mengacu pada ranah psikomotor namun mengacu pula pada ranah kognitif.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah suatu kecakapan dalam menyelesaikan tugas, mengacu pada tugas yang berhubungan dengan keintelektualan ataupun psikomotor sebagai imbas dari telah tercapainya suatu kompetensi pengetahuan yang mendasari keterampilan tersebut.

D. Mitigasi Bencana Alam Gempa Bumi 1. Pengertian Mitigasi Bencana Alam

Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang sangat urgen dan penting dalam usaha pengurangan resiko bencana. Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun


(41)

22

2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana menjelaskan mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko yang terkait dengan bahaya-bahaya karena ulah manusia dan bahaya alam yang sudah diketahui, dan proses perencanan untuk respon yang efektif (Coburn, dkk, 1994: 9).

Sementara itu, BNPB (2007: 15) menerangkan bahwa uapaya mengenal karakteristik bencana yang sering terjadi di Indonesia merupakan suatu upaya mitigasi karena dengan pengenalan karakteristik tersebut, dapat dipahami perilaku dari ancaman sehingga dapat diambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mengatasinya atau paling tidak mengurangi kemungkinan dampak yang ditimbulkan. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mitigasi bencana adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi atau paling tidak mengurangi risiko bencana yang dilakukan baik melalui pembangunan fisik, penyadaran, peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana serta pengenalan karakteristik bencana yang sering terjadi.

2. Tujuan Mitigasi Bencana

Secara khusus, tujuan dari mitigasi bencana telah disebutkan oleh BNPB (2007: 12), yaitu: 1) untuk mengidentifikasi daerah-daerah rawan bencana, 2) mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan, dan 3) melakukan kegiatan-kegiatan mitigasi yang bersifat struktural (seperti


(42)

23

membangun konstruksi) maupun non-struktural seperti penataan ruang, building code dan sebagainya.

3. Langkah-langkah Mitigasi Bencana Gempa Bumi

“Kenalilah musuhmu, bahaya-bahaya, dan pengaruhnya” adalah suatu kalimat yang dapat mewakili bagaimana mitigasi bencana itu akan dilaksanakan, karena dengan mengenali karakteristik bencana yang akan terjadi, akan didapatkan langkah-langkah terbaik untuk melakukan mitigasi bencana ini. Hal senada diungkapan pula oleh Coburn, dkk (1994: 14) bahwa bagian paling kritis dari pelaksanan mitigasi adalah pemahaman penuh akan sifat bencana. Karena setiap wilayah memiliki sifat bencana yang berbeda, sehingga membuat mekanisme mitigasi yang berbeda pula.

Pemahaman bahaya-bahaya mencakup memahami tentang: (1) bagaimana bahaya-bahaya itu muncul, (2) kemungkinan terjadi dan besarnya, (3) mekanisme fisik kerusakan, (4) elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap pengaruh-pengaruhnya, dan (5) konsekuensi-konsekuensi kerusakan.

Strategi-strategi mitigasi yang sesuai dengan bencana gempa bumi dapat dilakukan dengan melakukan perekayasaan bangunan yang tahan akan kekutan-kekuatan getaran yang ditimbulkan oleh gempa, selain itu hal lain yang sangat penting adalah peningkatan pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan pada saat terjadi suatu gempa bumi.

Dalam BNPB (2007: 57) secara rinci dijelaskan langkah-langkah mitigasi dan pengurangan bencana gempa bumi, yaitu:

- Bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa. - Perkuatan bangunan dengan mengikuti standar kualitas bangunan. - Pembangunan fasilitas umum denggan standar kualitas yang tinggi. - Perkuatan bangunan bangunan vital yang telah ada.

- Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana.


(43)

24

- Asuransi.

- Zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan. - Pendidikan kepada masyarakat tentang gempabumi.

- Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempa bumi.

- Masyarakat waspada terhadap risiko gempa bumi.

- Masyarakat mengetahui apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa bumi.

- Masyarakat mengetahui tentang pengamanan dalam

penyimpanan barang barang yang berbahaya bila terjadi gempabumi. - Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan

dan kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi.

- Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama. - Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan

peralatan perlindungan masyarakat lainnya.

- Rencana kontingensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapi gempa bumi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mitigasi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu mitigasi yang berhubungan dengan pengelolaan keadaan fisik dan mitigasi yang berhubungan dengan keadaan nonfisik. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang mitigasi bencana merupakan salah satu aspek mitigasi non fisik.

Secara spesifik, langkah-langkah mitigasi pada bencana gempa bumi non fisik adalah berupa: 1) peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap resiko gempa bumi, 2) pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa bumi, dan 3) pengetahuan tentang pengamanan dalam penyimpanan barang-barang yang berbahaya dan berharga.

Peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap resiko gempa dapat berupa pembuatan peta evakuasi (jalur penyelematan). Hal ini bisa menjadi hal yang sangat membantu nantinya ketika terjadi bencana. Seperti yang dijelaskan Ayuni, dkk (2006: 12) rencanakan jalur penyelematan dari rumahmu, perhatikan letak pintu yang mudah dilewati, setiap anggota keluarga harus tahu, paling tidak 2 jalan keluar rumah.


(44)

25

Gambar 4. Peta Evakuasi Sumber: Ayuni (2006: 12)

Pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa bumi terbagi menjadi beberapa ketentuan, dengan melihat posisi orang tersebut ketika terjadi gempa bumi. Prasetya (2006: 78) menyebutkan ada 7 posisi berbeda ketika terjadi gempa, yaitu: 1) di dalam rumah, 2) di luar rumah, 3) di mall, bioskop, dan lantai dasar mall, 4) di lift, 5) di dalam kereta api, 6) di dalam mobil, dan 7) di gunung atau pantai.

Pengetahuan tentang pengamanan dalam penyimpanan barang-barang yang berbahaya dan berharga dapat diartikan dengan melakukan pemosisian serta peletakan barang yang memungkinkan akan dapat menimpa diri dan membahayakan tubuh berjauhan dari posisi pintu. Serta pengamanan barang berharga seperti surat-surat penting, P3K, obatan-obatan, dan lain sebagainya ke dalam tas siaga.


(45)

26

E. Sikap Sosial

1. Pengertian Sikap Sosial

Sikap (attitude) adalah suatau cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Zimbardo dan Ebbesen (dalam Ahmadi, 2007: 150) menyatakan bahwa sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau objek yang berisi komponen-komponen cognitive, affective, dan behavior. Tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek, yaitu:

1. Aspek kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu, dapat diwujudkan dari kepahaman seseorang terhadap sesuatu.

2. Aspek afektif berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-ojek tertentu.

3. Aspek konatif: berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuat sesuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.

Sikap juga merupakan suatu kecendrungan seseorang untuk berperilaku kepada suatu objek atau sasaran, seperti apa yang diungkapan Rahman (2013: 214) bahwa sikap adalah kecendrungan untuk berperilaku terhadap suatu objek tertentu. Sehingga dalam bersikap, seseorang tidak dalam keadaan sendiri, pastilah ada suatu sasaran atau objek yang diberikan perilakuan.


(46)

27

Pelaku dalam bersikap dapat dilakukan oleh individu maupun kelompok. Sikap yang dilakukan oleh suatu kelompok disebut pula dengan sikap sosial, hal ini senada dengan pendapat Sarwono (2000: 94) yang menyatakan bahwa sikap sosial adalah sikap yang ada pada suatu kelompok orang yang ditunjukkan kepada suatu objek yang menjadi perhatian seluruh orang-orang tersebut. Hal senada disampaikan pula oleh Ahmadi (2007: 152) sikap sosial dinyatakan tidak oleh seorang saja, tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya. Sehingga sikap sosial ini menyentuh kepada objek yang bersifat sosial, kelompok, atau orang banyak.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap sosial adalah suatu kecendrungan reaksi atau perbuatan yang dilakukan secara sadar oleh suatu individu atau kelompok kepada suatu kelompok atau objek yang bersifat sosial.

Pada penulisan ini, peneliti memfokuskan pada sikap gotong royong dan tanggung jawab, karena kedua sikap tersebut relevan dan dapat diintegrasikan dengan baik dengan Proses Belajar Mengajar (PBM) yang akan dilaksanakan. Adapun penjelasan dari dua sikap tersebut adalah sebagai berikut:

a. Gotong Royong

Gotong royong adalah bekerja bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong secara ikhlas (Kemendikbud, 2013: 221). Penerapan sikap gotong royong dilakukan secara terintegrasi dengan proses PBM melalui pembiasaan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh siswa dalam keseharian melalui dampak pengiring (nurturant effect) dari


(47)

28

pembelajaran. Indikator-indikator sikap gotong royong yang diterapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Terlibat aktif dalam bekerja bakti membersihkan lingkungan yang kotor setelah terjadi gempa.

2. Kesediaan menolong orang lain sesuai kemampuan.

3. Bersedia menolong orang lain yang terkena bencana tanpa mengharapkan imbalan.

4. Aktif dalam kerja secara berkelompok dalam usaha evakuasi bencana. Adaptasi dari Kemendikbud (2013: 221).

b. Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa (Kemendikbud, 2013: 221). Penerapan sikap tanggung jawab ini, dilakukan berdasarkan kesadaran individu dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas. Indikator-indikator sikap gotong royong yang diterapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Melaksanakan sesuatu sesuai dengan tugasnya.

2. Bersama-sama menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan guru secara baik dan menunjukkan kerja sama yang baik.

3. Berkontribusi mengutarakan fikiran, pendapat, gagasan, dan kerja nyata sehingga tercipta penyelesaian kerja yang efektif.

4. Mengerahkan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dengan semaksimal mungkin.

5. Menyelesaikan tugas tidak melebihi waktu yang ditentukan. (Kemendikbud, 2013: 221).

2. Pembentukan Sikap

Sikap merupakan sesuatu hal yang timbul akibat interaksi dan proses belajar suatu individu terhadap situasi dan lingkungannya. Situasi dan lingkungan yang baik akan membentuk sikap individu yang baik, dan situasi dan lingkungan yang buruk akan membentuk pribadi yang buruk. Individu


(48)

29

ketika dilahirkan dapat diibaratkan sebuah kertas putih bersih yang kosong, tergantung tinta warna apa dan tulisan apa yang akan dituliskan di kertas tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Komalasari (2010: 156) yang mengatakan bahwa sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Perkembangan sikap individu selanjutnya sangat dipengaruhi oleh 5 proses belajar, seperti yang disebutkan oleh Rahman (2013: 132), yaitu:

1. Sikap terbentuk karena mengamati orang lain (learning by observing others).

2. Sikap terbentuk karena reward-punishment (learning through reward: instrumental conditioning).

3. Sikap terbentuk karena proses asosiasi (learning through association: classical condotioning).

4. Sikap terbentuk karena pengalaman langsung (learning by direct experience).

5. Sikap terbentuk melalui pengamatan terhadap perilaku sendiri (learning by observing on our own behaviour).

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap tidak muncul begitu saja, namun memerlukan proses pembentukan sikap yang berasal dari proses belajar individu terhadap lingkungan. Baik dan buruk sikap yang akan dimiliki individu pula sangat tergantung dengan kualitas lingkungan.

F. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar

Belajar merupakan suatu hal yang sangat penting untuk semua orang. Belajar sangat berkaitan dengan adanya suatu perubahan dalam diri siswa dalam kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seperti yang diungkapkan Budiningsih (2005: 20) belajar adalah perubahan tingkah


(49)

30

laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Stimulis dapat berupa apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, atau cara kerja tertentu. Sedangkan respons berupa tanggapan atau reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Selain itu, perubahan yang terjadi tersebut diharapkan adalah perubahan yang menetap dan meliputi 3 aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor, seperti yang diutarakan oleh Hernawan, dkk. (2007: 2) belajar adalah proses perubahan prilaku, dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan prilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sementara itu, Zahorik (dalam Komalasari, 2010: 16) menyatakan bahwa terdapat lima elemen belajar konstruktivistik yaitu pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, pemerolehan pengetahuan baru, pemahaman pengetahuan, mempraktikan pengetahuan dan pengalaman, dan melakukan refleksi.

Sejalan dengan teori konstruktivisme yang menerangkan bahwa belajar lebih menekankan kepada proses dan hasil untuk pembentukan pengetahuan. Pembentukan itu harus dilakukan oleh orang yang belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari (Budiningsih, 2005: 58). Belajar merupakan proses membangun dan membentuk makna, pengetahuan, konsep dan gagasan melalui pengalaman. Belajar sebagai


(50)

31

suatu proses mengacu kepada suatu tujuan (goal oriented). Siswa harus menemukan dan mentranformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Untuk itu, tugas guru dalam pembelajaran adalah menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku seseorang berdasarkan hasil pengalaman dan latihan yang telah dilakukannya untuk mencapai suatu tujuan dan hasil tertentu.

2. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan sebuah prosedur yang dilakukan seseorang agar proses belajar dapat berlangsung. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (dalam Hernawan, dkk., 2007: 3) yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru.

Sementara itu, menurut Komalasari (2010: 3) pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek


(51)

32

didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar oleh seseorang kepada orang lain yang dilakukan berdasarkan petunjuk instruksional tertentu untuk membantu orang tersebut untuk mempelajari kemampuan dan nilai yang baru.

G. Kurikulum 2013

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013 mengimplementasikan kurikulum baru sebagai penyempurna kurikulum sebelumnya (KTSP) yang diberi nama kurikulum 2013. Kunandar (2013:25) menyatakan bahwa, berdasarkan Kurikulum 2013, kompetensi yang harus dicapai pada tiap akhir jenjang kelas dinamakan kompetensi inti. Kompetensi inti memiliki fungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) organisasi vertikal dan horizontal kompetensi dasar. Pengembangan


(52)

33

(standar-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) (Kunandar, 2013:33).

Beberapa hal ditetapkan dalam pendidikan berdasarkan standar sebagai kualitas minimal warga negara yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Sedangkan dalam kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya yang diarahkan pada pencapaian kompetensi yang telah dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang diarahkan dalam pengembangan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kurikulum 2013 merupakan kurikulum penyempurna kurikulum sebelumnya yang dikembangkan berdasarkan pada teori “pendidikan berdasarkan standar” (standar-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum), yang diarahkan dalam pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

1. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)

Pendekatan scientific atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan pendekatan yang diterapkan dalam kurikulum 2013. Pendekatan ilmiah (scientific approach) diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah (Atsnan dan Yuliana, 2013: 1). Selain itu, Sagala (2012: 69) mengatakan bahwa pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang menggunakan


(53)

fakta-34

fakta dan informasi sebagai dasar melakukan tindakan-tindakan dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Sementara itu, Kemendikbud (2013: 2). menjelaskan bahwa proses pembelajaran scientific merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Proses pembelajaran pada pendekatan scientific menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Gambar 5. Tiga Ranah dalam Pendekatan Scientific

Sumber: Kemendikbud (2013: 4)

Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa”. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan


(54)

35

Pendekatan scientific dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring.

Gambar 6. Langkah-langkah Pembelajaran dalam Pendekatan Scientific

Sumber: Kemendikbud (2013: 7)

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan scientific merupakan pendekatan yang berangkat dari proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, yang meliputi proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring, dan menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

2. Tematik Terpadu

Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada sekolah Dasar (SD) dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu. Menurut Kemendikbud (2013: 132) tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai matapelajaran ke dalam berbagai tema.

Sementara itu, Hernawan, dkk (2007: 128) mengatakan bahwa bentuk keterkaitan atau keterpaduan ini dapat diartikan sebagai pemberdayaan materi pelajaran satu pada waktu mengajikan materi pelajaran lain yang diikat oleh satu tema. Pemahaman konsep dalam


(55)

36

pembelajaran tematik akan selalu kuat karena adanya sinergi pemahaman antar konsep yang dikemas dalam satu tema.

Selanjutnya, dalam penerapan pembelajaran tematik terpadu ini, bertolak dari suatu tema yang dipilih oleh siswa dan guru yang memperhatikan tingkat keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Menurut Poerwadarminta (dalam Hernawan, 2007: 128), tema adalah pokok fikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Sehingga, dengan adanya tema, akan memberikan beberapa keuntungan, antara lain: 1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu; 2) siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama; 3) Pemahaman terhadap materi pelajaran akan lebih mudah dan terkesan; 4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalmaan pribadi siswa; 5) siswa lebih mendapatkan manfaat dan makna belajar; 6) siswa lebih bergairah dalam belajar; 7) guru dapat menghemat waktu.

Pendekatan yang digunakan untuk mengintergrasikan kompetensi dasar dari berbagai matapelajaran yaitu, intra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, dan trans-disipliner. Integrasi intra-disipliner dilakukan dengan cara mengintegrasikan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi satu kesatuan yang utuh di setiap mata pelajaran. Integrasi inter-disipliner dilakukan dengan menggabungkan kompetensi-kompetensi dasar beberapa mata pelajaran agar terkait satu dengan yang lainnya, sehingga dapat saling memperkuat, menghindari terjadinya tumpang tindih, dan menjaga keselarasan pembelajaran.Integrasi


(56)

multi-37

disipliner dilakukan tanpa menggabungkan kompetensi dasar tiap matapelajaran sehingga tiap matapelajaran masih memiliki kompetensi dasarnya sendiri. Integrasi trans-disipliner dilakukan dengan mengaitkan berbagai matapelajaran yang ada dengan permasalahan-permasalahan yang dijumpai di sekitarnya sehingga pembelajaran menjadi kontekstual.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tematik terpadu adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang mengintergrasikan berbagai kompetensi dasar dalam beberapa mata pelajaran menggunaka tema yang dekat dengan kehidupan siswa dan lingkungannya sebagai pokok gagasan yang menjebatani proses pembelajaran sehingga didapatkan proses dan hasil pembelajaran yang lebih bermakna.

Pada penelitian ini, peneliti mencoba memilih subtema Bencana Alam di Sekitarku, karena subtema tersebut dekat dengan keadaan kehidupan siswa dan potensi lingkungannya dan dapat diintegrasikan dengan baik dengan Proses Belajar Mengajar (PBM) yang akan dilaksanakan. Dalam pembelajarannya peneliti membagi subtema tersebut menjadi 6 pembelajaran yang terdiri dari 3 siklus.

3. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

Penilaian autentik memiliki hubungan yang kuat terhadap pendekatan ilimiah (scientific approach), seperti yang dijelaskan dalam Permendikbud No. 66 tahun 2013. Sementara itu, Nurgiyantoro (2011: 22) mengatakan bahwa Penilaian merupakan proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang siswa dapat mencapai tujuan pendidikan.


(57)

38

Sedangkan Poerwanti, dkk (2009: 9) Penilaian adalah penerpaan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau keterampilan kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Ditambahkan oleh Prastowo (2013: 401) dalam pembelajaran tematik, penilaian pembelajaran adalah usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, serta menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan maupun perkembangan yang telah dicapai, baik berkaitan dengan proses maupun hasil pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian tidak hanya menekankan pada hasil, namun proses dan hasil dari suatu pembelajaran.

Selanjutnya, Kunandar (2013: 35) mengatakan bahwa penilaian autentik adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Kompetensi Inti (KI) dan kompetensi Dasar (KD). Penilaian autentik (authentic assesment) menekankan kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian autentik adalah proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan keberhasilan tujuan pendidikan yang penerapannya lebih mengedepankan kepada penilian yang menunjukkan kinerja secara bermakna yang merupakan penerapan dari pengetahuan dan keterampilan yang terkait dalam aktivitas pembelajaran.


(58)

39

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Apabila dalam pembelajaran menerapkan model pembelajaran EXCLUSIVE bersubtemakan Bencana Alam di Sekitarku sesuai dengan langkah-langkah yang tepat, maka keterampilan mitigasi bencana dan sikap iswa kelas IIIA SDN 01 Pasar Krui akan meningkat”.


(59)

(60)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas, atau lazim dikenal dengan classroom action research (Arikunto 2006: 16).

Prosedur yang digunakan berbentuk siklus (cycle). Dalam setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi (reflect).

1. Perencanaan (planning) adalah merencanakan program tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

2. Tindakan (acting) adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti sebagai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

3. Pengamatan (observing) adalah pengamatan terhadap siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

4. Refleksi (reflection) adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap proses belajar selanjutnya. Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(61)

41

Gambar 7. Siklus Penelitian Tindakan Kelas Sumber: Modifikasi dari Arikunto (2006: 16)

B. Setting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipatif antara peneliti dengan guru. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IIIA SDN 01 Pasar Krui Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan jumlah 32 siswa yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan.

Perencanaan 1 Refleksi 1

SIKLUS I Pelaksanaan 1

Observasi 1 Perencanaan II

Refleksi II SIKLUS II Pelaksanaan II

Observasi II

Perencanaan III

SIKLUS III

Refleksi III Pelaksanaan III

Observasi III


(62)

42

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IIIA SDN 01 Pasar Krui, yang berlokasi di Pasar Krui, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 selama kurang lebih lima bulan. Kegiatan penelitian dimulai dari perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian (bulan Januari-Mei 2014).

C. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan data yang telah diperoleh berdasarkan instrumen penelitian, yaitu dengan teknik tes dan non tes.

1. Teknik nontes digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif, dalam teknik ini data diambil dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana sikap sosial siswa (gotong royong dan tanggung jawab), keterampilan mitigasi bencana, dan kinerja guru terhadap pembelajaran tematik terpadu dengan menggunakan model EXCLUSIVE.

2. Teknik tes menurut Arikunto (2007: 139) adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu. Teknik tes ini akan menghasilkan data yang bersifat kuantitatif berupa nilai-nilai siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa.


(63)

43

D. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu berupa lembar observasi dan tes tertulis.

1. Lembar observasi, digunakan untuk mengamati aktivitas kinerja guru sikap sosial, dan keterampilan mitigasi bencana siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Hal ini dilaksanakan oleh pengamat.

2. Soal tes yang digunakan adalah tes unjuk kerja untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam mitigasi bencana dan sikap sosial pada mata pelajaran bertemakan Bencana Alam di Sekitarku.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara mengumpulkan data untuk mengetahui kinerja guru dan aktivitas belajar siswa. Sedangkan analisis kuantitatif untuk mendapatkan gambaran tentang hasil belajar kognitif siswa dalam mitigasi bencana dan sikap sosial siswa kelas IIIA SDN 01 Pasar Krui.

1. Analisis Kualitatif

Digunakan untuk menganalisis sikap sosial siswa, aktivitas belajar siswa, serta menganalisis kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.

a. Analisis sikap sosial siswa diperoleh dengan rumus: NA =


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan terhadap siswa kelas IIIA dengan tema Menjaga Kelestarian Lingkungan dan subtema Bencana Alam di Sekitarku pada Sekolah Dasar Negeri 1 Pasar Krui dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran tematik dengan tema Menjaga Kelestarian Lingkungan dan subtema Bencana Alam di Sekitarku yang menerapkan model pembelajaran EXCLUSIVE dapat meningkatkan keterampilan mitigasi siswa. Pada siklus I nilai rata-rata klasikal keterampilan mitigasi mencapai 60,71 dengan kategori cukup, siklus II nilai rata-rata klasikal keterampilan mitigasi mencapai 70,86 dengan kategori baik, sehingga meningkat sebesar 10,15, dan pada siklus III nilai rata-rata klasikal keterampilan mitigasi mencapai 77,27 dengan kategori baik, sehingga meningkat sebesar 6,41. Hal ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan keterampilan mitigasi dari tiap siklusnya, sehingga nilai rata-rata klasikal keterampilan mitigasi bencana siswa tmencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan.

2. Pembelajaran tematik dengan tema Menjaga Kelestarian Lingkungan dan subtema Bencana Alam di Sekitarku yang menerapkan model pembelajaran EXCLUSIVE dapat meningkatkan sikap sosial siswa. Pada siklus I nilai


(2)

rata-rata klasikal sikap sosial mencapai 58,59 dengan kategori cukup, siklus II nilai rata-rata klasikal sikap sosial mencapai 63,55 dengan kategori cukup, sehingga meningkat sebesar 5,52, dan pada siklus III nilai rata-rata klasikal keterampilan mitigasi mencapai 73,70 dengan kategori baik, sehingga meningkat sebesar 10,15. Hal ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan sikap sosial dari tiap siklusnya, sehingga pada siklus III nilai rata-rata klasikal sikap sosial siswa mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan.

B. Saran

1. Kepada Siswa

Siswa diharapkan dapat mengaplikasikan sikap sosial dan keterampilan mitigasi yang telah dicapai pada pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari sehingga nantinya akan lebih bermanfaat.

2. Kepada Guru

Guru diharapkan dapat mengaplikasikan model pembelajaran EXCLUSIVE ini disamping model pembelajaran lain secara bertahap, terus-menerus, dan konsisten dalam pembelajaran, bukan hanya saja pada saat penelitian ini dilakukan, agar keterampilan mitigasi dan sikap sosial siswa tetap berkembang.

3. Kepada Sekolah

Kepala sekolah diharapkan dapat menyusun anggaran yang dialokasikan untuk mengadakan dan menambah sarana dan prasarana yang mendukung model pembelajaran EXCLUSIVE.


(3)

113

4. Kepada Peneliti

Peneliti diharapkan dapat mempertimbangkan model EXCLUSIVE sebagai model yang diaplikasikan dalam penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan sebagai peningkatan atau perbaikan pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan pemahaman, kesadaran, dan kesiagaan siswa terhadap bencana.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Berbasis Pendidikan Karakter untuk Menumbuhkan Disaster Literacy dan Disaster Awareness Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Rawan Bencana. FKIP. Bandar Lampung.

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Aqib, Zainal dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, & TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta. ____________________. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Jakarta.

Asmani, Jamal Ma’mur. 2012. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter

di Sekolah. DIVA Press. Yogyakarta.

___________________. 2012. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. DIVA Press. Yogyakarta.

Atsnan, M.F., Rahmita Yuliana Gazali. 2013. Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). UNY. Yogyakarta.

Ayuni, dkk. 2006. Buku Mewarnai untuk Anak-anak Gempa dan Tsunami. SAMIN. Yogyakarta.

BMKG.2011. Gempa 6,2 Guncang Krui Lampung Barat. http:// www.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan/11/08/23/lqco26-gempa-2-guncang-krui-lampung-barat. Diakses pada hari Senin, 13/01/2014 @14.00 WIB.

BNPB. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Bakornas PB BNPB. Jakarta.


(5)

115

Coburn, A.W., dkk. 1994. Mitigasi Bencana .Cambridge Architectural Research Limited. United Kingdom.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Hernawan, Herry, dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar. UPI

Press. Bandung.

Istiani, Novelly. 2014. Pengaruh Skill Multirepresentasi terhadap Perilaku Berkarakter pada Model Pembelajaran EXCLUSIVE. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Kemendikbud. 2013. KD dan struktur Kurikulum SD/MI. Kemendikbud. Jakarta. ____________.2013. Panduan Teknis Penilaian di Sekolah Dasar Kurikulum

2013. Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2013. Penilitian Autentik. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik. UGM Press. Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kurikulum SD.

Poerwanti, Endang. 2009. Asesmen Pembelajaran SD. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Prasetya, Tiar. 2006. Gempa Bumi Ciri dan Cara Menanggulanginya. Gitanagari. Yogyakarta.

Prastowo, Andi. 2013.Pengembangan Bahan Ajar Tematik. DIVA Press. Yogyakarta.

Rahman, Agus Abdul. 2013. Psikologi Sosial. Raja Grafindo. Jakarta.

Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. ALFABETA. Bandung. Santi, Siti Amalia. 2012. Implementing EXCLUSIVE Learning Model in

Improving Students Speaking Skill at the First Grade of SMA Negeri 9 Bandar Lampung. FKIP Unila. Bandar Lampung.


(6)

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2000. Pengantar Umum Psikologi. Bulan Bintang. Jakarta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. ALFABETA. Bandung. Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional. Jakarta.

Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. P.T. Prestasi Pusta Karya. Jakarta.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN PENDEKATAN SCIENTIFIC BERMUATAN KARAKTER SIAP SIAGA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI DAN SIKAP SOSIAL DI WILAYAH RAWAN BENCANA ALAM TSUNAMI PADA SISWA KELAS IIIA SDN 5 PESISIR TENGAH KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 75

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU SISWA KELAS IV B SDN 1 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 6 79

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV A SDN 1 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 75

PENERAPAN MODEL EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN KESIAPSIAGAAN BENCANA DAN SIKAP SOSIAL DI WILAYAH RAWAN BENCANA TSUNAMI SISWA KELAS III A SD NEGERI 5 PESISIR TENGAH

0 15 81

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI BENCANA DAN SIKAP SOSIAL PADA SISWA KELAS IIIA SDN 1 PASAR KRUI KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 6 76

PENERAPAN MODEL EXCLUSIVE DENGAN METODE PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MITIGASI DI WILAYAH RAWAN BENCANA LONGSOR PADA SISWA KELAS III SDN 2 GUNUNG KEMALA TIMUR

0 9 104

PENERAPAN MODEL EXCLUSIVE DENGAN METODE PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MITIGASI DI WILAYAH RAWAN BENCANA LONGSOR PADA SISWA KELAS III SDN 2 GUNUNG KEMALA TIMUR

0 6 181

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI BENCANA DAN SIKAP SOSIAL PADA SISWA KELAS IIIA SDN 1 PASAR KRUI KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 78

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXCLUSIVE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MITIGASI BENCANA DAN SIKAP SOSIAL PADA SISWA KELAS IIIA SDN 1 PASAR KRUI KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 7 218

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV C SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 7 72