PENERAPAN MODEL EXCLUSIVE DENGAN METODE PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MITIGASI DI WILAYAH RAWAN BENCANA LONGSOR PADA SISWA KELAS III SDN 2 GUNUNG KEMALA TIMUR

(1)

RAWAN BENCANA LONGSOR PADA SISWA KELAS III SDN 2 GUNUNG KEMALA TIMUR

(Skripsi)

Oleh

SERLIA HENDRIYANI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MITIGASI DI WILAYAH RAWAN BENCANA LONGSOR PADA SISWA KELAS III

SDN 2 GUNUNG KEMALA TIMUR

Oleh

SERLIA HENDRIYANI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kompetensi mitigasi yang dimiliki siswa kelas III SDN 2 Gunung Kemala Timur yang berada pada wilayah rawan bencana longsor. Pembelajaran belum sepenuhnya mengintegrasikan dan mengaitkan materi dengan fenomena-fenomena lingkungan terdekat siswa khususnya bencana longsor. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi mitigasi siswa melalui penerapan model EXCLUSIVEdengan metode permainan.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan empat tahapan disetiap siklusnya, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus dengan satu kali pertemuan disetiap siklusnya. Pengumpulan data diperoleh melalui teknik non tes dan tes dengan menggunakan lembar observasi dan soal tes. Data dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan modelEXCLUSIVEdengan metode permainan dapat meningkatkan kompetensi mitigasi siswa. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan kompetensi pengetahuan yang mencapai 81,48% diakhir siklus III.Kompetensi sikap pada siklus I dan II memperoleh kategori “cukup atau mulai terlihat” dan meningkat menjadi kategori “baik atau mulai berkembang”. Selain itu, ketuntasan kompetensi sikap mencapai 77,78% diakhir siklus III. Kompetensi keterampilan pada siklus I memperoleh kategori “cukup kompeten” dan meningkat menjadi “kompeten” pada siklus II dan siklus III dengan ketuntasan mencapai 77,78% diakhir siklus III.

Kata kunci : model EXCLUSIVE, metode permainan, kompetensi mitigasi, bencana longsor.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Peneliti dilahirkan di Ganjar Agung, Kecamatan Metro Barat Kota Metro Provinsi Lampung pada tanggal 20 Maret 1992, sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan bapak Suratno dan ibu Tumirah.

Peneliti menjalani proses pendidikan formal pertama di TK PKK Budi Asih Margorejo dari tahun 1997 hingga tahun 1998. Selepas TK peneliti melanjutkan pendidikan di SD Negeri 2 Metro Selatan dan selesai pada tahun 2004. Kemudian peneliti melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 5 Metro dan selesai pada tahun 2007. Peneliti melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Metro dan selesai pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun yang sama melalui jalur tes Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) peneliti diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).


(8)

i

Dengan rasa syukur kepada Allah Swt dan kerendahan hati, karya sederhana ini kupersembahkan untuk:

Ayahanda Suratno dan Ibunda Tumirah Tercinta

Yang telah membesarkan, membimbing, mendidik, dan mencurahkan kasih sayangnya serta memotivasi ananda agar menjadi anak yang lebih baik dan

mendoakan untuk keberhasilan ananda.

Adikku Sherla Mahardika

Yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasi untuk keberhasilanku. Serta keluarga, sahabat dan orang-orang yang telah memberikan semangat

untuk dapat berbuat lebih baik dan dapat menyelesaikan studi.


(9)

Gagal coba lagi, jatuh bangkit lagi, karena kita tidak akan pernah tahu pada percobaan dan kebangkitan yang keberapa kita akan berhasil,

jika menyerah selesailah sudah (Serlia Hendriyani; 2014)


(10)

ii Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penerapan Model EXCLUSIVE dengan Metode Permainan untuk Meningkatkan Kompetensi Mitigasi di Wilayah Rawan Bencana Longsor pada Siswa Kelas III SDN 2 Gunung Kemala Timur sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, petunjuk serta bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung yang mengesahkan gelar sarjana pendidikan sehingga peneliti termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila yang telah memberikan pengesahan terhadap skripsi ini serta telah memberikan dukungan yang teramat besar terhadap perkembangan program studi PGSD. 3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

FKIP Unila yang telah menyetujui skripsi ini serta telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan kampus PGSD tercinta.


(11)

iii menyetujui judul-judul skripsi kami sehingga dapat diseminarkan.

5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua PGSD UPP Metro yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama proses penyusunan skripsi.

6. Ibu Dr. Hj. Sowiyah, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing, memberikan masukan, saran, motivasi dan nasihat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Bapak Drs. Mugiadi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu, membimbing, memberikan saran dan motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Karyawan S1 PGSD UPP Metro, yang telah membantu sampai skripsi ini selesai.

10. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Ketua Tim Penelitian Strategis Nasional tahun ke dua yang telah memberikan kepercayaan, bimbingan, nasihat dan motivasi yang luar biasa kepada peneliti.

11. Ibu Yulida K, S.Pd., selaku Kepala SD Negeri 2 Gunung Kemala Timur yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

12. Ibu Ratih Indarti, S.Pd., selaku guru kelas III SD Negeri 2 Gunung Kemala Timur yang telah bersedia menjadi teman sejawat yang membantu dalam penelitian dan memberikan hunian selama penelitian.


(12)

iv penelitian.

14. Sahabatku Saputri Agustina dan Desti Wulandari yang senantiasa memberikan motivasi dan saran kepada peneliti untuk selalu menjadi manusia yang lebih baik.

15. Sahabat-sahabatku tercinta (Sulihawati, Aqmarina Ferial, Khusnaini Azizah, Sinta Mahardiyanti, Maulinda Putri P, Umy Faridha, Siti Fatimah, Tri Wahyunitasari dan Indah Fitirani) yang senantiasa memberikan, dukungan, persaudaraan, nasihat, motivasi dan bantuan kepada peneliti, semoga tali persaudaraan dan silaturahmi ini akan tetap terjaga hingga nanti.

16. Teman-teman tim penelitian strategis nasional yang selalu memberikan saran, dukungan, dan motivasi kepada peneliti.

17. Teman-teman PGSD Kelas B angkatan 2010 terimakasih atas kebersamannya selama ini, serta terimakasih atas doa dan dukunganya.

18. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 PGSD angkatan 2010, terimakasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangan, akan tetapi peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih pada keilmuan pendidikan. Aamiin.

Metro, Juni 2014 Peneliti


(13)

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang……… 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah……… 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar ... 10

1. Pengertian belajar ... 10

2. Teori Belajar... 10

a. Teori Belajar Behaviorisme ... 11

b. Teori Belajar Kognitivisme ... 11

c. Teori Belajar Konstruktivisme ... 12

d. Teori Belajar Humanisme... 13

3. Pembelajaran di Kelas III Sekolah Dasar... 13

4. Hasil Belajar ... 16

B. Kinerja Guru Profesional ... 17

1. Pengertian Kinerja Guru... 17

2. Kompetensi Profesional Guru ... 18

a. Kompetensi Pedagogik ... 18

b. Kompetensi Kepribadian ... 19

c. Kompetensi Sosial ... 20

d. Kompetensi Profesional... 21

C. Model Pembelajaran... 21

1. Pengertian Model Pembelajaran... 21

2. Model PembelajaranEXCLUSIVE... 23

a. Hakikat ModelEXCLUSIVE... 23

b. Langkah-langkah Model PembelajaranEXCLUSIVE.... 25

c. Prinsip Interaksi ... 27

d. Sistem Sosial ... 28


(14)

2. Metode Permainan... 31

3. Langkah-langkah Metode Permainan... 32

4. Jenis-jenis Permainan... 33

5. Karakteristik Permainan dalam Pembelajaran ... 35

6. Fungsi Bermain ... 35

E. Kompetensi Mitigasi ... 36

1. Pengertian kompetensi ... 36

2. Kompetensi Mitigasi ... 37

a. Kompetensi Pengetahuan (kognitif) ... 37

b. Kompetensi Sikap (afektif)... 39

c. Kompetensi Keterampilan (psikomotor) ... 46

3. Jenis Kegiatan Mitigasi ... 48

F. Bencana Alam... 49

1. Pengertian Bencana Alam ... 49

2. Tanah Longsor... 50

a. Gejala Umum Tanah Longsor ... 51

b. Penyebab Terjadinya Tanah Longsor ... 52

c. Pencegahan terjadinya bencana longsor ... 53

G. Kerangka Pikir ... 53

H. Hipotesis Tindakan ... 55

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 56

B. Setting Penelitian... 58

C. Subjek Penelitian... 58

D. Teknik Pengumpulan Data... 58

E. Alat Pengumpul Data ... 59

F. Teknik Analisis Data ... 63

G. Prosedur Penelitian ... 69

H. Indikator Keberhasilan ... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil SDN 2 Gunung Kemala Timur ... 79

B. Prosedur Penelitian... 80

1. Deskripsi Awal ... 80

2. Refleksi Awal ... 82

3. Persiapan Pembelajaran... 83

C. Hasil Penelitian ... 83

1. Siklus I... 84

a. Perencanaan ... 84

b. Pelaksanaan ... 84

c. Hasil Observasi Siklus I... 89

d. Refleksi Siklus I ... 100

e. Saran dan Perbaikan untuk Siklus II... 103


(15)

c. Hasil Obsevasi Siklus II... 110

d. Refleksi Siklus II ... 121

e. Saran dan Perbaikan untuk Siklus III ... 123

3. Siklus III... 124

a. Perencanaan ... 124

b. Pelaksanaan ... 125

c. Hasil Obsevasi Siklus III ... 128

d. Refleksi Siklus III... 138

4. Rekapitulasi Kinerja Guru, Kompetensi Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan ... 139

a. Rekapitulasi Kinerja Guru ... 139

b. Rekapitulasi Kompetensi Pengetahuan (Kognitif) ... 141

c. Rekapitulasi Kompetensi Sikap (Afektif)... 143

d. Rekapitulasi Kompetensi Keterampilan (Psikomotor) ... 146

D. Pembahasan... 148

1. Kinerja Guru... 148

2. Kompetensi Mitigasi ... 149

a. Kompetensi Pengetahuan (Kognitif) ... 149

b. Kompetensi Sikap (Afektif) ... 152

c. Kompetensi Keterampilan (Psikomotor) ... 153

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 157

B. Saran... 158

DAFTAR PUSTAKA ... 160


(16)

Tabel Halaman

3.1 Indikator Kinerja Guru... 59

3.2 Indikator Sikap Sosial ... 62

3.3 Indikator Keterampilan Mitigasi... 62

3.4 Kategori tingkat keberhasilan kinerja guru... 63

3.5 Rubrik Penskoran Sikap Kerjasama... 64

3.6 Rubrik Penskoran Sikap Tanggung Jawab... 65

3.7 Kategori Nilai Sikap Sosial... 65

3.8 Rubrik Penskoran Kompetensi Keterampilan... 66

3.9 Kategori Nilai Keterampilan Mitigasi ... 67

3.10Kriteria Ketuntasan Belajar... 68

3.11Kriteria tingkat keberhasilan belajar siswa secara klasikal dalam (%)... 69

4.12Rincian Kegiatan PTK tiap siklus ... 83

4.13Kinerja Guru dalam Pembelajaran Siklus I... 89

4.14Kompetensi (Kognitif) Siswa Siklus I ... 92

4.15Kompetensi Sikap (Afektif) Siswa Siklus I ... 94

4.16Kompetensi Keterampilan (Psikomotor) Siswa Siklus II ... 97

4.17Kinerja Guru dalam Pembelajaran Siklus II ... 110

4.18Kompetensi Pengetahuan (Kognitif) Siswa Siklus II ... 113

4.19Kompetensi Sikap (Afektif) Siswa Siklus II... 115

4.20Hasil Belajar Keterampilan (Psikomotor) Siswa Siklus II... 119

4.21Kinerja Guru dalam Pembelajaran Siklus III ... 129

4.22Kompetensi Pengetahuan (Kognitif) Siswa Siklus III ... 131

4.23Kompetensi Sikap (Afektif) Siswa Siklus III... 133

4.24Kompetensi Keterampilan (Psikomotor) Siswa Siklus III ... 136

4.25Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru... 140

4.26Rekapitulasi Nilai Kompetensi Pengetahuan (kognitif)... 142

4.27Rekapitulasi Kompetensi Sikap (Afektif) ... 144


(17)

v

Lampiran Halaman

1. Surat-surat Penelitian

a. Keterangan dari Unila ... 164

b. Surat Penelitian pendahuluan dari Unila ... 165

c. Surat Izin Penelitian dari Unila ... 166

d. Surat Izin Penelitian dari SD ... 167

e. Surat Keterangan Penelitian dari SD... 168

f. Surat Pernyataan dari SD ... 169

2. Perangkat Pembelajaran a..Jaring-jaring Tema Siklus I ... 170

b. Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ... 172

c. Soal-soal Tes Formatif Siklus I ... 182

d. Jaring-jaring Tema Siklus II... 185

e. Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 186

f. Soal-soal tes Formatif Siklus II ... 195

g. Jaring-jaring Tema Siklus III ... 200

h. Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) Siklus III... 201

i. Soal-soal tes Formatif Siklus... 209

3. Hasil Penelitian a. Rekapitulasi Kinerja Guru... 213

b. Rekapitulasi Nilai Kognitif Siswa... 218

c. Hasil Observasi Sikap Persiklus... 220

d. Rekapitulasi Nilai Sikap Sosial Siswa ... 228

e. Hasil observasi Keterampilan Persiklus ... 229

f. Rekapitulasi Nilai Keterampilan Siswa... 233


(18)

Gambar Halaman

2.1 Prinsip interaksi model pembelajaranEXCLUSIVE... 27

2.2 Kerangka Berpikir ... 54

3.3 Spiral Penelitian Tindakan Kelas... 57

4.4 Grafik nilai kinerja guru siklus I, II, II ... 141

4.5 Grafik Persentase Ketuntasan Klasikal Kompetensi Pengetahuan (Kognitif) ... 143

4.6 Grafik Ketuntasan Kompetensi Sikap (afektif) Klasikal ... 145

4.7 Grafik Ketuntasan Kompetensi Keterampilan (Psikomotor) Klasikal ... 147

4.8 Keadaan SDN 2 Gunung Kemala Timur ... 234

4.9 Keadaan SDN 2 Gunung Kemala Timur ... 234

4.10 Kondisi bangunan yang terdekat dengan bukit... 234

4.11 Setiap kelompok mengamati gambar yang ditampilkan guru secara bergantian ... 235

4.12 Guru membagikan bahan diskusi dan LKS kepada kapten kelompok ... 235

4.13 Siswa berdiskusi dan bekerja kelompok... 236

4.14 Siswa melakukan permainan tupai mengungsi... 236

4.15 Siswa berdiskusi dan bekerja kelompok... 237

4.16 Siswa berdiskusi dan bekerja kelompok... 237

4.17 Siswa menyampaikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas ... 238

4.18 Siswa melakukan permainan bos berkata ... 238

4.19 Siswa melakukan permainan simulasi sederhana longsor ... 239

4.20 Siswa melakukan permainan simulasi sederhana longsor ... 239

4.21 Siswa melakukan permainan simulasi sederhana longsor ... 240


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan jalan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Terdapat berbagai cara untuk menempuh pendidikan, baik secara formal maupun informal. Namun pendidikan yang banyak ditempuh adalah pendidikan formal, yaitu pendidikan melalui sekolah dari tingkat dasar hingga tingkat atas.

Sekolah dasar merupakan tahap pertama bagi perkembangan tingkah laku belajar siswa. Siswa sekolah dasar adalah siswa usia antara 7 sampai 12 tahun. Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget dalam Rusman (2012: 251) anak pada usia 7 sampai 11 tahun berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang ini tingkah laku yang tampak yaitu anak mulai memandang dunia secara objektif, mulai berpikir secara operasional, dapat membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana dan mempergunakan hubungan sebab akibat.

Rusman (2012: 250) berpendapat bahwa tingkah laku belajar siswa sekolah dasar sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dalam dirinya dan lingkungan yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, penerapan pembelajaran sesuai dengan karakteristik perkembangan anak usia sekolah dasar perlu


(20)

diperhatikan. Hal ini sesuai dengan konsep pembelajaran tematik terpadu yang berbasis tema kegiatan dan lingkungan sekitar.

Seperti yang diketahui letak Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng dunia. Kondisi ini mengakibatkan Indonesia memiliki banyak tanah labil yang sangat rawan akan potensi terjadinya bencana alam. Tidak terkecuali dengan Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Wilayah ini memiliki kondisi topografi pesisir pantai dan perbukitan. Berdasarkan geospasial Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2011:http//geospasial.bnpb.go.id), peta daerah pesisir di Kabupaten Pesisir Barat rawan akan bencana tsunami. Hal ini karena wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Selain rawan akan potensi tsunami, daerah yang memiliki wilayah perbukitan ini juga rawan akan longsor. Salah satu daerah yang termasuk dalam wilayah perbukitan adalah Desa Gunung Kemala Timur, Kecamatan Way Krui. Topografi wilayah perbukitan yang memiliki kemiringan 20 sampai 40 derajat berpotensi untuk bergerak atau longsor terutama pada saat musim penghujan. Hal ini tentu akan sangat membahayakan warga yang tinggal disekitar wilayah rawan longsor tersebut.

Bencana alam yang datang tidak dapat dihindari dan diramalkan kapan terjadinya. Namun kerugian dan korban jiwa dapat diminimalisir jumlahnya apabila masyarakat memiliki pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya mitigasi bencana. Pendidikan mitigasi bencana longsor penting diberikan khususnya kepada anak-anak yang tinggal di daerah rawan bencana longsor. Pemahaman akan ancaman bencana longsor diharapkan mampu menumbuhkan dampak positif dalam memelihara lingkungan. Selain itu,


(21)

dengan memiliki karakter tanggap bencana diharapkan dapat mengurangi kerugian dan korban jiwa saat terjadinya bencana.

Saat ini pendidikan formal di sekolah terutama daerah rawan terjadi bencana, belum maksimal memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada siswa mengenai pengetahuan dan keterampilan mitigasi bencana. Pemahaman mitigasi bencana sangatlah penting bagi siswa mengingat tingginya jumlah korban jiwa anak-anak dan banyaknya anak yang mengalami stres serta trauma pasca bencana alam. Anak yang memahami tentang mitigasi bencana lebih percaya diri dan siap dalam menghadapi bencana tersebut. Sikap sosial pun perlu ditanamkan pada siswa sebagai pembentukan karakter positif dalam interaksi saat dan setelah terjadinya bencana alam.

Kompetensi mitigasi yang mencakup pengetahuan, sikap sosial dan keterampilan mitigasi dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran tematik di sekolah. Menurut Trianto (2010: 79) pembelajaran tematik terpadu pada dasarnya adalah pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Penerapan pembelajaran tematik akan membantu para siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang baru dan lebih kuat. Anak usia sekolah dasar belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir deduktif yakni dari hal umum kebagian demi bagian.

Pengembangan pembelajaran tematik yang terintegrasi pembelajaran karakter dan kompetensi mitigasi bencana longsor akan lebih cocok bila diimplementasikan di kelas III. Menurut Piaget dalam Somantri, (2007: 16)


(22)

siswa kelas III , sudah memiliki sistem kognitif yang terorganisasi dengan baik, memungkinkan mereka menghadapi lingkungannya secara lebih efektif. Lebih dari siswa kelas I dan II, siswa kelas III sudah mulai memiliki sistem pengetahuan yang mantap, bersifat luwes dan plastis juga bersifat konsisten dan bertahan lama dalam ingatan.

Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti, diketahui SDN 2 Gunung Kemala Timur yang berlokasi di Kecamatan Way Krui Kabupaten Pesisir Barat terletak di bawah tebing curam dan perbukitan. Wilayah sekolah ini memiliki kemiringan lebih dari 20 derajat. Bangunan sekolah ini pun harus mengikuti kontur perbukitan. Guru dan siswa mengungkapkan longsor pernah terjadi di tebing belakang sekolah yang mengakibatkan dua rumah rusak karena tertimbun.

Meskipun terletak pada wilayah rawan longsor, berdasarkan penelusuran dokumen perangkat pembelajaran pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 diketahui bahwa mitigasi bencana longsor belum diintegrasikan dalam pembelajaran. Ketika dipilih 10 siswa secara acak untuk ditanya hal yang berkaitan tentang longsor, 7 dari mereka belum bisa memberikan jawaban yang memadai bahkan pertanyaan tentang cara menyelamatkan diri dan evakuasi belum dapat dijawab. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterampilan mitigasi siswa dalam menghadapi bencana longsor masih rendah.

Sikap sosial dan keterampilan mitigasi di sekolah dapat dilihat dan diketahui dari berbagai perilaku sehari-hari yang tampak dalam aktivitas peserta didik. Berdasarkan observasi pada saat pembelajaran di kelas III SDN


(23)

2 Gunung Kemala Timur didapati saat pembelajaran kelompok di kelas, hanya 1 sampai 2 orang saja di dalam kelompok yang mengerjakan tugas sedangkan siswa lain cenderung pasif. Selain itu jika guru memberikan tugas, hanya beberapa orang saja yang menyelesaikan tugas tepat waktu, bahkan ada yang tidak menyelesaikan tugasnya. Berdasarkan fenomena ini maka dapat diindikasikan bahwa sikap sosial siswa tergolong masih belum terlihat. Sikap sosial ini adalah sikap kerjasama dan tanggung jawab.

Berdasarkan hasil observasi pembelajaran didapati bahwa guru masih melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centred) dan belum menggunakan pola pembelajaran yang variatif dan melibatkan siswa seutuhnya. Pada saat pembelajaran guru belum mengaitkan materi dengan lingkungan terdekat siswa. Guru mendominasi pembelajaran dengan metode ceramah. Diskusi kelompok yang dilakukan belum dapat membuat siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu guru masih belum maksimal dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau mengungkapkan pendapatnya. Pada saat pemberian tugas, guru belum memberikan tugas yang dapat mengukur tiga kompetensi, hanya tugas-tugas yang menekankan pada kompetensi kognitif saja yang diberikan. Sehingga siswa kurang antusias dalam pembelajaran.

Agar kesulitan belajar dapat diminimalisir, guru hendaknya menerapkan pola pembelajaran yang variatif, menyenangkan dan dapat melibatkan siswa seutuhnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah model pembelajaran dan metode yang digunakan. Selain itu penggunaan pola pembelajaran harus dapat menunjang pemahaman siswa secara baik. Pemahaman mengenai


(24)

bencana alam harus dapat bertahan lama di benak siswa karena pemanfaatan pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat digunakan sewaktu-waktu dan sepanjang hidup. Oleh karena itu dibutuhkan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang tepat digunakan adalah model pembelajaran EXCLUSIVE (Exploring, Clustering, Simulating, Valuing and Evaluating). Model pembelajaran ini sangat berguna dalam mengkaji informasi dari fakta atau fenomena yang ada di lingkungan sekitar dan terkait dengan pengalaman nyata siswa sehari-hari. Model pembelajaran

EXCLUSIVE sengaja dikembangkan bukan hanya untuk meningkatkan pemahaman akan pentingnya pengetahuan tentang bencana alam kebumian di sekitar lingkungan siswa, tetapi juga dirancang untuk membangun kesadaran mendalam tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana, Abdurrahman dkk. (2012: 218).

Pengemasan pembelajaran semenarik mungkin juga diperlukan agar siswa aktif dan mendapatkan pengalaman belajar yang berkesan. Salah satu metode yang cocok adalah metode permainan karena siswa sekolah dasar terutama kelas III adalah siswa dalam usia bermain. Menurut John Locke dalam Resmini & Dandan Juanda (2007: 246) bermain dapat membantu usaha mencapai tujuan pendidikan. Kesenangan anak-anak bermain dapat dipakai sebagai kesempatan untuk belajar hal-hal yang konkret sehingga daya cipta, imajinasi dan kreativitas anak dapat berkembang.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan perbaikan pembelajaran terhadap kompetensi mitigasi melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model EXCLUSIVE dengan Metode Permainan


(25)

untuk Meningkatkan Kompetensi Mitigasi di Wilayah Rawan Bencana Longsor pada Siswa Kelas III SDN 2 Gunung Kemala Timur”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran siswa terhadap potensi bencana alam di lingkungannya.

2. Mitigasi bencana masih kurang diintegrasikan dalam pembelajaran. Sehingga kompetensi mitigasi siswa yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam menghadapi bencana longsor masih rendah. 3. Sikap sosial kerjasama dan tanggung jawab sebagian besar siswa masih

tergolong rendah atau berada dalam kategori belum terlihat. 4. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).

5. Guru belum optimal dalam menerapkan pola pembelajaran yang variatif, menyenangkan dan melibatkan siswa seutuhnya.

6. Kegiatan pembelajaran siswa masih terfokus pada kompetensi pengetahuan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan model

EXCLUSIVE dengan metode permainan untuk meningkatkan kompetensi mitigasi di wilayah rawan bencana longsor pada siswa kelas III SD Negeri 2 Gunung Kemala Timur?.


(26)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kompetensi mitigasi melalui penerapan model

EXCLUSIVE dengan metode permainan di wilayah rawan bencana longsor pada siswa kelas III SDN 2 Gunung Kemala Timur.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan di kelas III SD Negeri 2 Gunung Kemala Timur sebagai berikut.

1. Siswa

Mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran karena pembelajaran yang dilakukan melibatkan siswa seutuhnya. Selain itu, pemahaman siswa terhadap mitigasi bencana longsor akan bertambah.

2. Guru

Menjadi refleksi untuk meningkatkan kualitas dan memperbaiki pembelajaran, serta menumbuhkan rasa tanggung jawab dan percaya diri. Peduli terhadap potensi lingkungan sekitar terutama potensi bencana alam sehingga dapat memberikan pengetahuan bagi siswa untuk mengurangi risiko korban anak-anak.

3. Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan refleksi untuk lebih sadar akan potensi lingkungan sekitar terutama potensi terjadinya bencana alam sehingga sekolah dapat memberikan edukasi kepada peserta didiknya agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mengurangi risiko korban anak-anak.


(27)

4. Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang penelitian tindakan kelas melalui penerapan modelEXCLUSIVEdengan metode permainan.

Selain itu penelitian ini juga bermanfaat sebagai sumber informasi tentang penerapan model EXCLUSIVE, metode permainan dan sejauh mana kompetensi mitigasi bencana longsor yang dimiliki oleh siswa sekolah dasar kelas III di SDN 2 Gunung Kemala Timur.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Setiap manusia mengalami proses belajar. Rusman (2012: 134) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekedar menghafal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. Menurut Hamalik (2008: 154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif bertahan lama akibat dari pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan.

2. Teori Belajar

Belajar merupakan usaha individu dalam memperoleh pengetahuan baru yang menghasilkan perubahan dalam diri setelah menempuh periode tertentu. Dalam perkembangannya terdapat empat teori belajar yang mempengaruhi pemikiran tentang proses pembelajaran dan pendidikan.


(29)

Teori belajar ini yaitu teori behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan humanisme.

a. Teori Belajar Behaviorisme

Belajar sangat dipengaruhi oleh tingkah laku. Menurut B.F Skinner dalam Lapono (2008: 1.12) pada prinsipnya teori belajar behaviorisme menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya. Sejalan pendapat di atas, menurut Sani (2013: 4) teori belajar behaviorisme menekankan pada terbentuknya perilaku sebagai hasil belajar yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar dalam teori behaviorisme menekankan pada usaha untuk mengubah tingkah laku sebagai hasil pengalaman yang hasilnya dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret.

b. Teori Belajar Kognitivisme

Kegiatan belajar melibatkan berbagai aspek perkembangan. Menurut Brunner dalam Lapono (2012: 1.23) teori belajar kognitivisme mengacu pada psikologi kognitif yaitu struktur kognitif, perbendaharaan pengetahuan pribadi individu yang mencakup ingatan jangka panjang (long-term memory). Sani (2013: 10) belajar menurut teori kognitivisme adalah perubahan persepsi dan pemahaman dalam bentuk struktur kognitif. Lebih lanjut Sani berpendapat bahwa proses


(30)

belajar dalam teori ini terjadi bila materi yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa teori belajar kognitivisme merupakan teori yang mengacu kepada psikologi kognitif atau perbendaharaan pengetahuan yang mencakup ingatan. Struktur mental individu tersebut berkembangan sesuai dengan tingkatan perkembangan kognitif seseorang.

c. Teori Belajar Konstruktivisme

Belajar berkaitan dengan internalisasi nilai-nilai pengetahuan ke dalam diri. Menurut Piaget dalam Lapono (2008: 1.25) konsep dasar teori konstruktivis yaitu pengetahuan baru dikonstruksi sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Sedangkan Sani (2013: 20) berpendapat bahwa dalam teori konstruktivisme pengetahuan ada dalam pikiran manusia dan merupakan interpretasi manusia terhadap pengalamannya. Peserta didik berinteraksi dengan materi pengetahuan dan mengintegrasikan info lama dengan baru dan kesadaran tentang apa yang dipelajari.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka dengan bekal pengetahuan sebelumnya.


(31)

d. Teori Belajar Humanisme

Peserta didik terdiri atas berbagai potensi psikologis, baik dalam domain kognitif maupun dalam domain afektif dan konatif (psikomotorik). Menurut Rogers dalam Lapono (2008: 1.34) teori belajar dalam teori humanisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang dalam upayanya memenuhi kebutuhan hidupnya. Sani (2013: 25) berpendapat bahwa dalam teori humanisme keberhasilan belajar terjadi jika peserta didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.

Jadi dapat disimpulkan bahwa teori belajar humanisme menitikberatkan bahwa belajar merupakan kebutuhan seseorang dengan memperhatikan perbedaan individu.

Berdasarkan pengertian berbagai teori belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa teori belajar merupakan konsep yang melandasi suatu pembelajaran. Teori belajar mengarah kepada sifat pembelajaran. Penelitian yang dilaksanakan ini lebih cenderung menggunakan teori belajar konstruktivisme, yaitu siswa membangun pengetahuannya sendiri secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.

3. Pembelajaran di Kelas III Sekolah Dasar

Pembelajaran tematik yang dilaksanakan di kelas III haruslah bersifat ilmiah dan relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Oleh karena itu sudah seharusnya esensi pendekatan ilmiah digunakan dalam


(32)

pembelajaran. Pendekatan dapat disebut ilmiah apabila metode pencarian harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena itu, Kemendikbud (2013:209) mengemukakan langkah-langkah pendekatan scientific (pendekatan ilmiah), yaitu: (a) mengamati, (2) menanya, (3) menalar, (4) mencoba, (5) jejaring pembelajaran.

Siswa sekolah dasar belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir deduktif dari hal umum ke bagian-bagian. Dengan demikian Pembelajaran di kelas III sekolah dasar dikemas ke dalam pembelajaran tematik. Keterpaduan konsep tidak dipilah melainkan dikaitkan menjadi pengalaman belajar yang bermakna.

Menurut Raka Joni (Trianto, 2009: 81) pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa secara individual maupun kelompok aktif mencari menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, otentik dan bermakna.

Sedangkan menurut Anitah (Trianto, 2009: 81) pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep yang menggunakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan konsep-konsep secara tekoneksi baik secara inter maupun antar mata pelajaran. Trianto (2009: 82) berpendapat bahwa pembelajaran terpadu/tematik adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain baik dalam satu bidang studi atau lebih dan dengan pengalaman belajar siswa, maka pembelajaran


(33)

menjadi lebih bermakna. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar (2011: 8) pembelajaran terpadu merupakan penjabaran dari konsep kurikulum terpadu yang berfokus pada ciri alamiah siswa sebagai pembelajar yang melibatkan berbagai aspek perkembangan dalam pembelajaran.

Menurut Depdiknas (Trianto, 2009: 91) pembelajaran tematik memiliki ciri khas, antara lain: (1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar, (2) mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain, dan (3) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya.

Proses pembelajaran yang dilakukan tentunya ingin mencapai suatu hasil belajar. Oleh karena itu, penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Penilaian yang digunakan harus mampu mengukur aspek perkembangan siswa yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan secara nyata saat proses pembelajaran. Berdasarkan hal ini, penilaian autentik tepat digunakan.

Menurut Nurgiyantoro (2011:23) penilaian autentik merupakan suatu tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan.

Menurut Kunandar (2013:36) bahwa penilaian autentik mengukur kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan


(34)

hasil yang dimiliki peserta didik dan dapat ditunjukkan pada dunia nyata. Sedangkan Komalasari (2011:148) berpendapat bahwa peneliaian autentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks “dunia nyata”, yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran di kelas III sekolah dasar menggunakan sebuah pendekatan ilmiah yang didalamnya diterapkan konsep pembelajaran tematik yang menghubungkan suatu pokok bahasan dengan pokok bahasan lain baik inter maupun antar mata pelajaran yang melibatkan berbagai aspek perkembangan sehingga menghasilkan pembelajaran yang bermakna yang diukur dengan penilaian yang sebenarnya atau autentik.

4. Hasil Belajar

Belajar identik dengan pencapaian hasil belajar. Menurut Surpijono (2011: 7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, pembelajaran yang dikategorikan oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara terpisah, melainkan komprehensif, sehingga hasil belajar meliputi berbagai aspek perkembangan.

Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Kunandar (2013:62) bahwa hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan


(35)

tertentu baik kognitif, afektif maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik dalam berbagai aspek (kognitif, afektif, psikomotor) dan kompetensi setelah adanya proses belajar. Ketiga aspek tersebut saling berkesinambungan, aspek kognitif merupakan dasar atau modal dalam pembentukan aspek afektif dan psikomotor.

B. Kinerja Guru Profesional

1. Pengertian Kinerja Guru

Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang berkualitas. Untuk dapat menjadi guru yang profesional, guru harus dapat mengaktualisasikan dirinya. Hal ini berguna untuk menunjang kinerjanya. Menurut Rusman (2012: 50) kinerja adalah performance atau unjuk kerja yang dapat diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. Sedangkan menurut August W. Smith (Rusman, 2012: 50) kinerja adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia. Lebih lanjut Rusman (2012: 50) mengemukakan bahwa kinerja merupakan suatu wujud perilaku seorang atau organisasi dengan orientasi prestasi. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan menilai hasil belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru profesional merupakan wujud perilaku guru dalam


(36)

mengemban tugas yang berkaitan dengan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja secara profesional.

2. Kompetensi Profesional Guru

Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan dan penerapan kompetensinya. Menurut E. Johnson (Sanjaya, 2012: 17) kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sebagai suatu profesi terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru.

Menurut Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi guru, terdapat empat standar kompetensi yang dikembangkan, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial dan (4) kompetensi profesional.

a. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru diantaranya adalah kompetensi pedagogik. Menurut Sanjaya (2012: 19) kompetensi pedagogis merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Sedangkan Rusman (2012: 54) berpendapat bahwa kompetensi pedagogis merupakan kemampuan guru dalam mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan guru juga harus mampu melakukan kegiatan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.


(37)

Menurut Rusman (2012: 54) terdapat kriteria kompetensi pedagogik yang dimiliki oleh guru, yaitu:

1) Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.

2) Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

3) Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.

4) Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.

5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.

6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

7) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

8) Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

9) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kompetensi pedagogis merupakan kemampuan guru dalam mengoptimalkan potensi peserta didik melalui pengelolaan dan proses pembelajaran di kelas.

b. Kompetensi Kepribadian

Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Menurut Sanjaya (2012: 18) kompetensi kepribadian yang dimiliki oleh guru berhubungan dengan pengembangan kepribadian. Hal ini berkaitan dengan peran guru sebagai model atau panutan yang harus digugu dan ditiru. Menurut Rusman (2012: 55) terdapat kriteria kompetensi kepribadian yang dimiliki guru, yaitu:


(38)

1) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.

2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.

3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa arif, dan berwibawa.

4) Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.

5) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan nahwa kompetensi kepribadian yang dimiliki oleh guru merupakan kompetensi pengembangan kepribadian yang berkaitan dengan kepribadian guru yang akan selalu ditiru oleh peserta didik.

c. Kompetensi Sosial

Guru di mata masyarakat merupakan panutan dan suri teladan yang patut dicontoh. Menurut Sanjaya (2012: 19) kompetensi sosial berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial. Rusman (2012: 56) berpendapat bahwa terdapat kriteria yang dimiliki guru dalam kompetensi sosial, yaitu: 1) Bertindak objektif serta tidak diskriminatif kerena pertimbangan

jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi.

2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.

3) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

Berdasakan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan lingkungan sosial.


(39)

d. Kompetensi Profesional

Menurut Rusman (2012: 56 kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses pembelajaran. Menurut Sanjaya (2012: 18) kompetensi profesional adalah kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan yang berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Rusman (2012: 58) berpendapat bahwa terdapat kriteria yang dimiliki guru dalam kompetensi profesional yaitu:

1) Menguasi materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

2) Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif. 3) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan

melakukan tindakan reflektif.

4) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

5) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi profesional adalah kemampuan yang dimiliki oleh guru dalam hal penyelesaian tugas-tugas keguruan, baik dalam proses pembelajaran maupun administrasi yang berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan.

C. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari peran seorang guru. Guru bertugas sebagai pengelola pembelajaran di kelas. Guru akan menggunakan berbagai cara agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini tidak terlepas dari model pembelajaran. Menurut Meyer dalam Trianto


(40)

(2010:73) model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mepresentasikan sesuatu hal, sesuai yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.

Sani (2013:89) mengungkapkan model pembelajaran adalah kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan Joyce dan Weil (Rusman, 2012:133) bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah konsep yang melukiskan rencana pembelajaran dari awal sampai akhir secara sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan digunakan sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.


(41)

2. Model PembelajaranEXCLUSIVE(Exploring, Clustering, Simulating, Valuing, Evaluating)

a. Hakikat Model PembelajaranEXCLUSIVE

Pemahaman mengenai bencana alam kebumian (literate) dan kesiapsiagaan (awareness) menghadapi bencana alam dapat diintegrasikan secara menyeluruh terhadap kurikulum tematik di kelas rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Rusman (2012:249) bahwa prinsip pembelajaran tematik adalah dengan mengembangkan tema-tema dari lingkungan terdekat siswa. Pembelajaran mengenai kesiapsiagaan bencana alam dapat dintegrasikan ke dalam tema-tema yang berbasis potensi lingkungan sekitar dimana siswa tinggal dan disampaikan melalui model pembelajaran. Nama model pembelajaran

EXCLUSIVE berasal dari akronim lima kata yaitu Exploring

(eksplorasi), Clustering (pengelompokkan), Simulating (simulasi),

Valuing(menghargai/menilai), danEvaluating(evaluasi).

Menurut Abdurrahman, dkk. (2012: 218) model pembelajaran EXCLUSIVE dikembangkan bukan hanya untuk meningkatkan pemahaman akan pentingnya pengetahuan tentang bencana alam kebumian di sekitar lingkungan siswa, tetapi juga dirancang untuk membangun kesadaran mendalam tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Pembelajaran yang dikembangkan dari kondisi Paham, Sadar dan Siaga (PS2), akan menghasilkan sintaks yang sama dengan model pembelajaranEXCLUSIVE, yaitu: Exploring, Clustering, Simulating, Valuing and Evaluating.

Model pembelajaran EXCLUSIVE ini menggunakan teori dan strategi metakognisi sebagai landasan teori pengembangannya. Hal ini karena model ini dirancang untuk membangun kesadaran mendalam tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.


(42)

Dikutip dari wikipedia (2013: http://id.wikipedia.org) metakognitif adalah kemampuan untuk mengontrol ranah atau aspek kognitif. Aspek kognitif atau pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat memengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya memengaruhi perilaku/ tindakan mereka terhadap sesuatu. Mengubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Suherman, dkk. dalam Lidinillah (2010: 4) metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya.

Menurut Abdurrahman, dkk. (2012: 218), pengetahuan dan keterampilan metakognisi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran jika siswa dibiasakan untuk menyelesaikan masalah (problem solving) yang terkait dengan kehidupan sehari-hari di lingkungannya. Proses problem solving dapat membuat kesadaran siswa ditumbuhkan dengan memberikan arahan agar siswa memahami apa yang sedang mereka pelajari, pikirkan dan lakukan.

Kemampuan metakognisi yang dimiliki memungkinkan siswa dapat mengembangkan pemahaman konsep karena dengan kemampuan mengkognisi siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan, mengaplikasikan konsep-konsep, dan memperdalam konsep-konsep


(43)

sehingga melahirkan jawaban ilmiah yang mempresentasikan pemahaman.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran EXCLUSIVE berguna dalam mengkaji informasi dari fakta atau fenomena yang ada di lingkungan sekitar dan terkait dengan pemahaman nyata siswa sehari-hari yang berdasar pada teori metakognisi.

b. Langkah-langkah Model PembelajaranEXCLUSIVE

Sebagai sebuah model yang mengorganisasikan pembelajaran, maka model pembelajaran EXCLUSIVE memiliki langkah-langkah atau tahapan yang digunakan dalam rangka menyampaikan informasi ke siswa. Abdurrahman, dkk. (2012: 219) mengemukakan langkah model pembelajaran ini sebagai berikut:

1) Fase 1:Exploring

Setelah apersepsi dan motivasi singkat mengenai tema yang akan dipelajari, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dimana masing-masing kelompok mempunyai tugas untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait dengan informasi rinci mengenai bencana yang dipelajari. Hal ini memungkinkan guru membagi kelompok berdasarkan informasi yang harus mereka gali. Setiap kelompok bekerjasama untuk memastikan bahwa setiap anggotanya telah menguasi informasi.

2) Fase 2:Clustering

Setelah masing-masing kelompok mendapatkan informasi yang cukup banyak dalam waktu yang sudah ditentukan, guru dan siswa mencari kesamaan-kesamaan informasi yang didapat pada langkah pertama untuk dibuat cluster-cluster

informasi. Kemudian, dari cluster informasi yang terbentuk, dibentuk lagi kelompok yang akan secara spesifik mendalami

cluster informasi yang bersangkutan. Setelah cluster information terbentuk, guru dan siswa berdiskusi untuk mengkonfirmasi clustered data sebelum dilakukan simulasi.


(44)

Misal,clustered data/informasi tersebut dirumuskan menjadi langkah-langkah nyata yang disimulasikan.

3) Fase 3 :Simulating

Pada tahap ini, siswa diajak untuk melakukan simulasi paham, sadar, dan siaga (PS2) terhadap kemungkinan bencana yang terjadi di daerahnya.

4) Fase 4 :Valuing

Pada tahap ini siswa diajak untuk menginternalisasi (internalized) nilai-nilai yang diperoleh melalui diskusi dan simulasi, sehingga tumbuh kemauan yang kuat untuk menerapkan dan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari.

5) Fase 5 :Evaluating

Tahap yang terakhir adalah mengevaluasi jalannya keseluruhan proses pembelajaran sehingga memperoleh sejumlah rumusan rekomendasi-rekomendasi perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya. Dalam tahap ini, apabila dari hasil evaluasi ternyata masih ada hal-hal yang perlu digali lebih dalam, tahap exploring dapat dilakukan kembali dan begitu seterusnya seperti sebuah siklus.

Lebih lanjut Abdurrahman, dkk. (2012:219) menjelaskan bahwa model pembelajaran EXCLUSIVE ini dapat dikembangkan untuk memacu siswa berperan aktif dalam setiap fase pembelajarannya. Model pembelajaran ini juga menuntut siswa untuk aktif dan terlibat saling bertukar pikiran, berkolaborasi, berkomunikasi, dan bersimulasi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan sehingga diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuannya.

Berdasarkan langkah-langkah EXCLUSIVE di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model ini terdiri dari exploring

(eksplorasi), clustering (pengelompokkan), simulating (simulasi), valuing (menilai/menghargai) dan evaluating (evaluasi) yang merupakan akronim dari namaEXCLUSIVEitu sendiri.


(45)

c. Prinsip Interaksi

Model pembelajaran EXCLUSIVE yang berbasis metakognisi, memposisikan guru sebagai fasilitator. Rusman (2012: 201) sebagai fasilitator guru berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Selain itu guru juga bertugas untuk menyediakan sumber-sumber belajar, mendorong siswa untuk belajar menyelesaikan masalah metakognitif, memberi motivasi, reward dan memberikan bantuan kepada siswa agar dapat belajar dan mengkontruksi pengetahuannya secara optimal.

Menurut Abdurrahman, dkk. (2012: 220) interaksi yang terjadi adalah interaksi timbal balik antara guru, siswa, dan bahan ajar (sumber belajar). Seperti skema gambar berikut ini.

Gambar 2.1. Prinsip interaksi model pembelajaranEXCLUSIVE

(Sumber: Hasil Penelitian Abdurrahman, 2012).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi yang diharapkan terjadi pada model ini adalah interaksi timbal balik antara guru, siswa dan bahan ajar dimana guru berperan sebagai fasilitator.

Guru

Siswa Bahan ajar


(46)

d. Sistem Sosial

Model ini dikembangkan berdasarkan folosofi kontruktivisme terutama kontruktivisme menurut Vigotsky. Konstruktivisme Vigotsky (Rusman, 2012: 202) menekankan pada interaksi sosial dan melakukan konstruksi pengetahuan dari lingkungan sosialnya. Interaksi ini dapat terjadi melalui pembentukan kelompok belajar. Sejalan dengan pendapat ahli di atas maka menurut Abdurrahman, dkk. (2012: 221) sistem sosial dalam model ini menekankan kontruksi pengetahuan (knowledge construction) yang dilakukan setiap individu peserta didik secara aktif atas tanggung jawabnya sendiri, namun kontruksi pengetahuan individu tersebut akan semakin kuat dan kokoh jika dilakukan secara berkolaboratif dalam kelompok massif yang mutual.

Menurut Abdurrahman, dkk. (2012: 221) kelompok belajar yang mutual adalah kelompok kooperatif yang menekankan pada upaya terjadinya diskusi yang dilandasi rasa keterbukaan, sehingga timbul rasa nyaman dan rasa persahabatan di dalam kelompok peserta didik dalam berkolaborasi untuk memecahkan masalah yang terkait dengan tema-tema sentral kehidupan siswa.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sistem sosial pada pembelajaran ini merujuk pada sistem sosial konstruktivisme Vigotsky yang menekankan pada konstruksi pengetahuan dengan lingkungan sosialnya yang didapatkan dari teman sebaya dan pembentukan kelompok belajar.


(47)

e. Sistem Pendukung

Menurut Abdurrahman, dkk. (2012: 221) sistem pendukung yang diperlukan sehingga model pembelajaran ini dapat diimplementasikan antara lain: kompetensi guru dalam pengembangan perangkat pembelajaran dan lingkungan belajar yang kondusif.

f. Dampak Instruksional dan Pengiring 1) Dampak Instruksional Pembelajaran

Pembelajaran dengan menggunakan model EXCLUSIVE akan memiliki dampak instruksional. Menurut Abdurrahman, dkk. (2012: 221) dampak instruksional yang diperoleh adalah siswa memiliki kemampuan dalam mengkonstruksi pengetahuan, kemampuan pemecahan masalah, dan penguasaan materi pembelajaran baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini sejalan dengan konsep konstrukvisme yang dikemukakan oleh Piaget dan Vigotsky (Rusman, 2012: 202) yaitu adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar dan penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan anggotanya yang beragam, maka membuat terjadinya perubahan konseptual.

2) Dampak Pengiring

Setelah pembelajaran dengan model ini dilaksanakan maka akan timbul dampak pengiring. Dengan kata kalian hal-hal yang akan dirasakan setelah pembelajaran. Abdurrahman, dkk. (2012: 221) mengungkapkan dampak pengiring yang diperoleh adalah nilai-nilai positif dalam membangkitkan kesadaran akan


(48)

pengetahuan yang relevan dan sikap kritis siswa dalam belajar. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa dampak instruksional pembelajaran menggunakan model

EXCLUSIVE adalah siswa memiliki kemampuan dalam

membangun pengetahuan, pemecahan masalah dan penguasaan materi dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor melalui penggunaan kelompok-kelompok belajar. Sedangkan dampak pengiring yang diperoleh adalah pengetahuan, kesadaran dan sikap kritis siswa dalam belajar.

D. Metode Permainan

1. Pengertian Metode

Sebuah pembelajaran tentunya tidak terpisahkan oleh peranan seorang guru dalam menyajikan materi kepada peserta didik. Penyajian pembelajaran mencakup banyak hal mulai dari pendekatan, model, metode, teknik dan lain-lain.

Menurut Rusman (2012: 132) metode adalah cara yang dapat digunakan guru untuk melaksanakan strategi pembelajaran. Sedangkan menurut Sani (2013: 90) metode adalah cara mengajar yang telah disusun berdasarkan prinsip dan sistem tertentu. Lebih lanjut Sani juga berpendapat metode merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Warsono dan Haryanto (2012: 174) pada metode pembelajaran langkah-langkah atau urutan kegiatannya tidak terstrukturkan secara ketat.


(49)

Menurut Sani (2013: 163) jenis metode yang umum digunakan diantaranya curah pendapat, studi kasus, diskusi, demonstrasi, ceramah, pembicara tamu, mentoring dan permainan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa metode adalah cara yang digunakan oleh guru untuk melaksanakan strategi pembelajaran dengan langkah-langkah dan urutan kegiatan tertentu. Jenis metode sangat bervariasi, dalam pemilihannya disesuaikan dengan tujuan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

2. Metode Permainan

Guru sebagai pengelola pembelajaran harus pandai dalam memilih dan menggunakan metode sesuai dengan perkembangan usia anak sekolah dasar yang masih dalam masa bermain, agar mereka tidak merasa jenuh dan bosan. Menurut Supendi dan Nurhidayat (2008: 12) pendidikan saat ini menjadikan permainan sebagai salah satu metode dalam kegiatan belajar maupun pelatihan. Sani (2013: 164) mengemukakan metode permainan adalah cara yang digunakan guru dalam membelajarkan peserta didik dimana mereka dilibatkan dalam permainan untuk simulasi suatu tugas atau topik tertentu. Sedangkan menurut Resmini dan Juanda (2007: 255) pada hakikatnya, permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan.

Suyatno (2005: 14) permainan yang dimanfaatkan dengan bijaksana dapat menambah variasi, semangat dan minat pada sebagian program


(50)

belajar. Lanjut Suyatno permainan bukanlah tujuan itu sendiri melainkan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Hetherington dan Parke dalam Patmonodewo (Resmini & Juanda, 2007: 245), bermain bagi anak berfungsi untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungannya dan mempelajari segala sesuatu serta memecahkan masalah yang dihadapinya. Permainan juga dapat meningkatkan perkembangan sosial anak.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa metode permainan merupakan cara guru mengorganisasikan pembelajaran dengan melibatkan siswa dalam permainan pada topik tertentu untuk memperoleh suatu keterampilan dengan cara yang menggembirakan. Permainan juga sebagai sarana yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bermain juga dapat mengembangkan aspek kognitif, dan perkembangan sosial.

3. Langkah-langkah Metode Permainan

Melakukan permainan dalam pembelajaran membutuhkan langkah-langkah kegiatan. Hal ini bertujuan untuk membuat pembelajaran tetap terorganisir dengan baik. Menurut Sani (2013: 164) langkah-langkah metode permainan adalah sebagai berikut.

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan metode yang akan dilaksanakan.

b. Guru memberikan aturan dalam bermain. c. Peserta didik memulai permainan.

d. Evaluasi dilakukan selama permainan dilakukan. e. Permainan diakhiri setelah sukses ataupun gagal.


(51)

Sedangkan menurut Supendi dan Nurhidayat (2008: 25) langkah-langkah yang dilakukan apabila pembelajaran menggunakan metode permainan adalah sebagai berikut.

a. Siapkan alat dan bahan.

Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam permainan. b. Menceritakan situasi

Permainan-permainan yang dilakukan di luar ruangan bersifat peniruan dari kondisi nyata. Untuk itu diperlukan pemberitahuan situasi setiap permainan.

c. Ciptakan kompetisi

Dalam permainan tertentu diperlukan adanya kompetisi atau persaingan. Dalam suasana seperti ini permainan akan lebih hidup, bersemangat dan kekompakan tim akan lebih terbangun.

d. Kelompokkan peserta

Ada beberapa jenis permainan yang dilakukan dengan cara berkelompok atau membentuk tim.

e. Sampaikan tujuan dan hikmah atau manfaat setelah permainan selesai dilakukan.

Setelah permainan selesai sebaiknya lakukan komunikasi dengan peserta tentang manfaat dan hikmah yang diperoleh dari permainan yang telah dilakukan. Lanjutkan dengan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh peserta.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode permainan memiliki langkah-langkah yaitu: (1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan metode yang akan dilaksanakan, (2) membagi kelompok atau tim, pembagian kelompok ini disesuaikan dengan aturan dan sifat permainan, (3) guru memberikan aturan dalam permainan, (4) memulai permainan, (5) menyampaikan hikmah atau manfaat dari permainan yang telah dilakukan dan (6) mengevaluasi permainan yang telah dilakukan.

4. Jenis-jenis Permainan

Melakukan permainan dalam pembelajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan dan karakteristik materi pembelajaran. Hal ini membuat


(52)

guru harus pandai memilih jenis permainan yang akan digunakan. Menurut Suyatno (2005: 13) permainan dalam pembelajaran dibagi menjadi 2, permainan yang pertama mengarah kepada pendidikan dengan tujuan tertentu, sedangkan permainan yang kedua adalah jenis permainan dalam proses belajar yang digunakan semata-mata sebagai permainan murni.

Sedangkan menurut Supendi dan Nurhidayat (2008: 21) permainan dibedakan menjadi permainan aktif dan permainan pasif. Permainan aktif adalah aktivitas bermain dimana pelaku benar-benar berperan secara aktif dengan melibatkan berbagai aspek dari pelaku untuk merespon. Sedangkan permainan pasif adalah pelaku hanya berperan sebagai penonton atau pendengar saja.

Menurut Resmini & Juanda (2007: 257) beberapa permainan yang bisa digunakan dalam pembelajaran diantaranya bisik berantai, bertanya menerka, dan perjalanan dengan denah. Sedangkan Supendi dan Nurhidayat (2008: 44) beberapa permainan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran diantaranya kapal tenggelam, pemimpin dan si buta, jaring kehidupan, membentuk lingkaran dan lain-lain. Menurut (staff.uny.ac.id:

2009) bentuk permainan dapat berupa simulasi permainan, aktivitas nyata, rangkaian pemecahan masalah, dan diskusi kelompok. Beberapa contoh dari permainan ini diantaranya tupai dan pemburu,grass in the wind, trust and fall, dan lain-lain.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis permainan dapat dibedakan dalam beberapa kategori. Berdasarkan


(53)

tujuannya permainan dibedakan menjadi permainan pendidikan dan permainan murni, sedangkan berdasarkan keterlibatan pelaku dapat dibedakan menjadi permainan aktif dan permainan pasif. Dari berbagai contoh permainan yang ada, dalam penelitian ini penulis akan menggunakan permainan kapal tenggelam, tupai dan pemburu serta simulasi bencana longsor.

5. Karakteristik Permainan dalam Pembelajaran

Perbedaan antara bermain dan bukan bermain terletak pada jenis kegiatan (apa) yang dilakukan, tetapi lebih pada (bagaimana) sikap individu melakukannya. Beberapa karakteristik kegiatan bermain menurut Resmini & Juanda (2007: 248) adalah sebagai berikut.

1. Bermain dilakukan karena kesukarelaan, bukan paksaan.

2. Bermain merupakan kegiatan untuk dinikmati. Itulah sebabnya bermain selalu menyenangkan, mengasyikkan, dan menggairahkan.

3. Tanpa iming-iming apa pun, kegiatan bermain itu sendiri sudah menyenangkan.

4. Dalam bermain, aktivitas lebih penting daripada tujuan. Tujuan bermain adalah aktivitas itu sendiri.

5. Bermain menuntut partisipasi aktif, secara fisik atau pun mental. 6. Bermain itu bebas, bahkan tidak harus selaras dengan kenyataan.

Individu bebas membuat aturan sendiri dan mengoperasikan fantasi.

7. Dalam bermain, individu bertingkah laku secara spontan, sesuai dengan yang diinginkan saat itu.

8. Makna dan kesenangan bermain sepenuhnya ditentukan si pelaku.

6. Fungsi Bermain

Melalui situasi bermain, anak diharapkan mendapatkan pemahaman mendalam terhadap objek-objek dan memiliki keterampilan khusus dalam mengamati dan memperoleh materi serta agar anak mendapat makna yang


(54)

disimbolkan oleh materi dan kegiatan-kegiatan tersebut. Resmini & Juanda (2007: 249) mengungkapkan fungsi bermain yaitu: (a) pengembangan kognitif, (b) pengembangan sosial, (c) pengembangan emosional, (d) pengembangan fisik, (e) pengembangan bahasa.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa bermain memiliki fungsi yang sangat beragam. Saat melakukan permainan guru dapat mengembangkan beberapa aspek yang berkenaan dengan kognitif, sosial, hingga ke fisik.

E. Kompetensi Mitigasi

1. Pengertian Kompetensi

Proses belajar diharapkan menghasilkan pencapaian suatu kompetensi. Menurut Dirjen Dikti (2010: 9) kompetensi diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar performa yang ditetapkan. Menurut Amin (2011: 1) kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi dan keadaan di dalam pekerjaannya. Sudjana (2009: 22) mengungkapkan bahwa dalam sistem pendidikan nasional, tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi kompetensi hasil belajar Benyamin Bloom yang secara garis besar terbagi menjadi tiga yaitu kompetensi hasil belajar kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan). Sejalan dengan pendapat tersebut Kunandar (2013: 62) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif dan psikomotor yang dicapai setelah mengikuti proses belajar.


(55)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang meliputi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam menghadapi situasi.

2. Kompetensi Mitigasi

Mengingat bencana alam merupakan hal yang dapat berdampak besar bagi kehidupan manusia yang cenderung merugikan maka perlu adanya mitigasi bencana. Menurut UU Penanggulangan Bencana No. 27 Tahun 2007, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sejalan dengan pengertian tersebut, Triatmadja (2010: 141) mengungkapkan bahwa mitigasi adalah upaya atau tindakan yang dilakukan untuk mengurangi efek dari suatu kejadian bencana. Mitigasi sebagaimana dimaksud dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.

Berdasarkan pengertian kompetensi dan mitigasi yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa kompetensi mitigasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam hal mengurangi risiko bencana alam, baik mencakup pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor).

a. Kompetensi Pengetahuan (Kognitif)

Hasil belajar tidak terlepas dari pemerolehan pengetahuan. Menurut Sudijono (2011: 49) kompetensi pengetahuan (kognitif)


(56)

adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Lebih lanjut Bloom dalam Sudijono (2011: 49) menyatakan bahwa segala upaya menyangkut aktivitas otak termasuk dalam ranah kognitif. Kunandar (2013: 159) menyatakan bahwa hasil belajar kognitif (pengetahuan) adalah hasil belajar yang menunjukkan pencapaian kompetensi peserta didik dalam aspek pengetahuan yang meliputi ingatan atau hafalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

Pengetahuan kesiapsiagaan bencana sangat penting dimiliki terutama oleh peserta didik. Daliyo, dkk. dalam Mulyadi, dkk. (2009: 36) mengemukakan pengetahuan penanganan bencana tingkat sekolah menjadi suatu kebutuhan yang mendasar dalam mengurangi risiko yang mungkin dihadapi jika terjadi bencana. Mulyadi, dkk. (2009: 40) menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan elemen yang penting dalam kesiapsiagaan berbasis sekolah. Lebih lanjut Mulyadi mengungkapkan parameter untuk mengukur pengetahuan kesiapsiagaan atau upaya mitigasi yaitu: pemahaman tentang bencana alam, pemahaman tentang kerentanan lingkungan, pemahaman tentang kerentanan bangunan fisik dan sikap serta kepedulian terhadap resiko bencana.

Menurut Kunandar (2013: 167) menilai kompetensi pengetahuan melalui: (1) tes tertulis dengan menggunakan butir soal, (2) tes lisan dengan bertanya langsung terhadap peserta didik menggunakan daftar pertanyaan, (3) penugasan atau proyek dengan lembar kerja tertentu yang harus dikerjakan oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu.


(57)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi pengetahuan merupakan hasil belajar yang menunjukkan pencapaian kompetensi peserta didik dalam aspek pengetahuan. Kompetensi pengetahuan dalam hal mtigasi bencana memiliki pengertian yaitu pengetahuan penanganan bencana tingkat sekolah dalam mengurangi risiko yang mungkin dihadapi jika terjadi bencana.

b. Kompetensi Sikap (Afektif) 1) Pengertian Sikap

Kehidupan merupakan hal yang kompleks dan plural. Oleh karenanya manusia akan memiliki karakteristik dan sikap yang berbeda-beda. Menurut Rahman (2013: 124) sikap didefinisikan sebagai kecendrungan untuk berperilaku terhadap suatu objek tertentu. Sejalan dengan pengertian tersebut Azwar (2013:5) mendefinisikan sikap semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Pendapat mengenai sikap juga dikemukakan oleh Trow dalam Djaali (2009: 114) bahwa sikap adalah suatu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis tindakan pada situasi yang tepat.

Sedangkan kompetensi sikap atau afektif menurut Arifin (2011: 22) adalah internalisasi sikap yang menunjuk kearah pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima, kemudian mengambil sikap dan menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Menurut Kunandar (2013: 100) hasil


(58)

belajar afektif adalah hasil belajar yang menunjukkan pencapaian kompetensi sikap dari peserta didik yang meliputi aspek menerima, merespon, menanggapi, menilai atau menghargai, mengelola dan berkarakter.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah reaksi seseorang terhadap suatu objek dalam situasi dengan cara-cara tertentu. Sikap mengacu pada perbuatan atau perilaku seseorang. Hasil belajar afektif adalah hasil belajar yang menunjukkan pencapaian kompetensi sikap dari peserta didik dan menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah laku.

2) Pengertian Sikap Sosial

Kegiatan individu tidak terlepas dari kehidupan sosialnya. Sikap sosial menurut Ahmadi (2007:149) didefinisikan sebagai kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Azwar (2013: 30) mengemukakan bahwa sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam pembentukkannya sikap memiliki komponen. Menurut Arifin (2011: 160) sikap terdiri dari tiga komponen yaitu: (1) kognisi, berkaitan dengan pengetahuan peserta didik tentang objek, (2) afeksi, berkaitan dengan perasaan peserta didik dengan objek, (3) konasi, berkaitan dengan kecendrungan berperilaku peserta didik terhadap objek.


(59)

Menurut Kunandar (2013: 100) kemampuan afektif atau sikap berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan pengendalian diri.

Jadi, sikap sosial merupakan kecenderungan individu untuk menentukan perbuatan terhadap objek sosial. Sikap sosial terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengobservasi pada sikap sosial tanggung jawab dan kerjasama peserta didik dalam pembelajaran.

(a) Sikap Kerjasama

Menurut Samani dan Haryanto (2012: 51) sikap kerjasama memiliki prinsip bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi dengan sesama, mau mengembangkan potensi diri dan saling berbagi agar mendapatkan hasil yang terbaik. Menurut Apriono (2011: 4) kerjasama adalah kumpulan/kelompok yang terdiri dari beberapa orang anggota yang saling membantu dan saling tergantung satu sama lain dalam melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Johnson dan Johnson dalam (Apriono, 2011: 4), karakteristik suatu kelompok kerjasama terlihat dari adanya


(60)

lima komponen yang melekat pada program kerjasama. Komponen tersebut, yakni, (1) adanya saling ketergantungan yang positif diantara individu-individu dalam kelompok tersebut untuk mencapai tujuan, (2) adanya interaksi tatap muka yang dapat meningkatkan sukses satu sama lain diantara anggota kelompok, (3) adanya akuntabilitas dan tanggung jawab personal individu, (4) adanya keterampilan komunikasi interpersonal dan kelompok kecil, dan (5) adanya keterampilan bekerja dalam kelompok.

Kemendikbud (2013: 3) mengemukakan indikator dari sikap kerjasama yaitu: (1) terlibat aktif dalam bekerja bakti membersihkan kelas atau sekolah, (2) kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan, (3) bersedia membantu orang lain tanpa mengharap imbalan, (4) aktif dalam kerja kelompok. Fathurrohman, dkk. (2013: 134) mengungkapkan bahwa sikap kerjasama dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya: (1) senang berteman dan tidak sombong, (2) biasa bergaul dan memperlakukan orang dengan baik, (3) selalu siap membantu, dan (4) suka bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kerjasama adalah kumpulan beberapa orang yang saling membantu dan tergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan indikator sikap kerjasama dari beberapa ahli maka, dalam penelitian ini


(61)

peneliti menggunakan beberapa indikator yang digunakan untuk melihat sikap kerjasama siswa dalam proses pembelajaran, yaitu: (1) aktif dalam kerja kelompok, (2) suka bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah, (3) adanya akuntabilitas dan tanggung jawab personal individu (kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan).

(b) Tanggung Jawab

Menurut Kemendikbud (2013: 3) tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Nurjaya (2011: Nurjaya.files.wordpress.com) sikap tanggung jawab dapat dilihat melalui beberapa indikator yaitu: (1) pelaksanaan tugas piket secara teratur, (2) peran serta aktif dalam kegiatan sekolah, (3) mengajukan usul pemecahan masalah, (4) meyelesaikan tugas sebagai kewajibannya sendiri. Selain itu Fathurrohman, dkk. (2013: 130) mengungkapkan indikator sikap tanggung jawab diantaranya: (1) biasa menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu, (2) menghindari sikap ingkar janji, (3) biasa mengerjakan tugas sampai selesai, (4) berani menanggung risiko. Kemendikbud (2013: 3) mengemukakan indikator dari tanggung jawab yaitu: (1) melaksanakan tugas individu dengan baik, (2) menerima resiko


(62)

dari tindakan yang dilakukan, (3) mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan, (4) melaksanakan apa yang pernah dikatakan tanpa disuruh/diminta.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap tanggung jawab adalah sikap untuk melakukan kewajiban sesuai dengan kesadaran. Berdasarkan indikator sikap tanggung jawab dari beberapa ahli maka, dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa indikator yang digunakan untuk melihat sikap tanggung jawab siswa dalam proses pembelajaran, yaitu: (1) melaksanakan tugas individu dengan baik, (2) biasa menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu, (3) meyelesaikan tugas sebagai kewajibannya sendiri.

3) Proses dan Fungsi Pembentukan Sikap

Sikap tidak begitu saja dimiliki oleh individu melainkan mengalami proses pembentukan. Menurut Rahman (2013:133) sikap terbentuk karena beberapa hal, yaitu:

a. Sikap terbentuk karena mengamati orang lain atau belajar sosial.

b. Sikap terbentuk karenareward-punishment

c. Sikap terbentuk karena proses asosiasi

d. Sikap terbentuk karena pengalaman langsung.

e. Sikap terbentuk melalui pengamatan terhadap perilaku sendiri. Menurut Ahmadi (2007: 165) fungsi sikap dapat dibagi menjadi empat, yaitu:


(1)

3. Sekolah

Diharapkan sekolah dapat memberikan edukasi kepada peserta didiknya agar memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan mitigasi yang cukup untuk mengurangi risiko korban anak-anak terlebih lagi apabila lokasi sekolah berada di wilayah rawan bencana longsor. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan yang kontekstual sesuai dengan lingkungan melalui pengintegrasian pengetahuan kebencanaan dalam pembelajaran di sekolah.

4. Peneliti Selanjutnya

Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya bahwa dalam penerapan metode permainan sebaiknya dibentuk kelompok permainan diluar pembelajaran, karena hal ini cukup menghabiskan waktu dalam pembelajaran. Selain itu dalam penerapan model EXCLUSIVE khususnya pada langkah simulating dapat diterapkan metode lain, tidak hanya dengan menggunakan metode permainan, dapat dilakukan dengan metode sosio drama, bermain peran dan lain-lain. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya sebagai referensi dan sumber informasi tentang penerapan modelEXCLUSIVE dan metode permainan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, AM. 2011.Tinjauan Pustaka Kompetensi.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23177/3/Chapter%20II.pdf. (diakses pada Minggu, 2 Februari 2014).

Andayani. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta: Universitas Terbuka.

Apriono, D. 2011.Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar Melalui Pembelajaran Kolaboratif (jurnal). Prospektus, Tahun IX Nomor 2. ejournal.unirow.ac.id/ojs/files/journals/2/articles/4/.../8.%20joko.pdf

(diakses pada Minggu, 2 Februari 2014)

Arikunto, Suharsimi. 2006.Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: Bumi Aksara. ________________.2007.Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: Bumi Aksara. ________________, dkk. 2011.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Bumi Aksara. A, Kukuh. 2007.Waspada Longsor. Jakarta: Karsa Media.

Abdurrahman, Wini Tarmini & Budi Kadaryanto. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Berorientasi Kemampuan Metakognitif untuk Membentuk Karakter Literate dan Awareness Bagi Siswa Sekolah Dasar di Wilayah Rawan Bencana. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains UNS-Solo.

Ahmadi, Abu. 2007.Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Arifin, Zaenal. 2011.Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Azwar, Saifuddin. 2013. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2011. Geospasial: Peta Zonasi Ancaman Bahaya Tsunami di Indonesia.

http://geospasial.bnpb.go.id/2011/02/23/peta-zonasi-ancaman-bahaya-tsunami-di-indonesia/. (diakses pada Minggu, 2 Februari 2014)


(3)

Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.Jakarta: PT. Bumi Aksara

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Refika Aditama.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan kurikulum 2013).Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lapono, Nabisi, dkk. 2008.Belajar dan Pembelajaran SD. Jakarta: Dirjen Dikti. Lidnillah, Dindin Abdul Muiz. 2010. Perkembangan Metakognitif dan

Pengaruhnya pada Kemampuan Belajar Anak (Skripsi). UPI. Bandung. http://file.upi.edu/Direktori/KD.../Perkembangan%20Metakognitif.pdf (diakses pada Kamis, 19 Juni 2014).

Mulyadi, Tasril, dkk.. 2009. Panduan Kesiapsiagaan Berbasis Sekolah. Jakarta: Jakarta Tsunami Information Centre (JTIC) UNESCO /IOC.

Mulyasa, H. E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurjaya. 2011.Indikator Karakter Bangsa.

http://nurjaya.files.wordpress.com/2011/11/indikator-perilaku-siswa-new.docx. (diakses pada Senin, 30 Desember 2013).

Paimin, dkk. 2009.Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Bogor: Tropenbos International Indonesia Programme.

Poerwanti, Endang, dkk.. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Dirjen Dikti.

Rahman, Agus Abdul. 2013.Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rakatsu. 2011.Penanggulangan Bencana.

http://id.scribd.com/doc/56675606/ETIKA-PENANGGULANGAN-BENCANA (diakses pada Senin, 30 Desember 2013).

Resmini, Novi & Dadan Juanda. 2007. Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Tinggi. Bandung: UPI Press.


(4)

Rusman. 2012.Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Samani, Muchlas & Haryanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sani, Ridwan Abdullah. 2013.Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sudijono, Anas. 2011.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Supendi, Pepen & Nurhidayat. 2008.Fun Game. Jakarta: Penebar Swadaya. Suyatno. 2005. Permainan Pendukung Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Tim Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. 2011. Model Pembelajaran Tematik Kelas III Sekolah Dasar.Jakarta: Kemendiknas.

Tim Penyusun. 2007. Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi guru. Jakarta: Kemdiknas.

Tim Penyusun. 2007. UU RI No. 24 Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta: Pemerintah RI

Tim Penyusun. 2013.Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.

Tim Penyusun.Jenis-jenis Metode Pembelajaran.

http://file.upi.edu/Direktori/.../JENIS_METODE_PEMBELAJARAN.pdf (diakses pada Sabtu, 1 Februari 2014).

Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Triatmadja, Radianta. 2010. Tsunami: kejadian, penjalaran, daya rusak dan mitigasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wikipedia. 2013.Metakognisi. http://id.wikipedia.org/wiki/Metakognisi. (diakses pada Minggu, 2 Februari 2014).


(5)

(6)

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JG/article/view/92/93

staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/..../OUTBOUND%202.pdf repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23177/3/Chapter%20II.pdf oleh AM Amin - 2011

www.dikti.go.id/files/atur/KKNI/Kompetensi-LO.pdf

http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana OLEHPUSAT DATA, INFORMASI DAN HUMAS 09 October 2012 http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=2568

eprints.uny.ac.id/9477/3/BAB%202%20-%2010604227280.pdf oleh Y Yuan Tri - 2012 -Artikel terkait

ejournal.unirow.ac.id/ojs/files/journals/2/articles/4/.../8.%20joko.pdf oleh D Apriono

THALIB, IYAM THALIB (2014) MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KERJASAMA ANAK MELALUI PERMAINAN BALOK DI PAUD TERATAI DESA BUNGGALO KECAMATAN TALAGA JAYA KABUPATEN GORONTALO. Other thesis, Universitas Negeri Gorontalo.http://eprints.ung.ac.id/6609/(jurnal diterbitkan)

Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi guru