Lahirnya Perjanjian Asuransi Melalui Tel

(1)

PENDAHULUAN

Dalam menjalani kehidupan, manusia selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti. Jika peristiwa tidak pasti terjadi dan menguntungkan merupakan suatu keberuntungan yang tentu diharapkan. Namun keadaan tersebut tidak selalu demikian. Adakalanya peristiwa tidak pasti merupakan suatu peristiwa yang merugikan baik bagi dirinya, keluarga maupun harta kekayaannya. Kemungkinan menderita kerugian yang dimaksud adalah risiko.

Besar atau kecilnya risiko yang timbul, menyebabkan kekhawatiran bagi masyarakat akan kesiapan menghadapi kerugian-kerugian yang diakibatkannya. Upaya untuk menanggulangi risiko yang mungkin akan terjadi, setiap

Lahirnya Perjanjian Asuransi Melalui Telemarketing Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 86.K/Pdt/2012

The Birth of Insurance Contract Through Telemarketing Based on Supreme Court Decision on the Republic of Indonesia Number 86.K/Pdt/2012

Muhammad Rizal Rachman, Herowati Poesoko, I Wayan Yasa Hukum Perdata Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Jember (UNEJ)

Jln. Kalimantan 37, Jember 68121 e-mail :

ayahbundacita@gmail.com

Abstrak

Keberadaan lembaga asuransi saat ini tidak terlepas dari risiko yang mengancam jiwa seseorang ataupun harta bendanya. Perkembangan teknologi menuntut pemasaran/penawaran asuransi yang berjalan cepat dan praktis dengan menggunakan media komunikasi telepon (telemarketing). Kesepakatan atas penerimaan tersebut dapat tercapai cukup dalam bentuk perilaku atau ditindaklanjuti dengan penandatanganan dokumen perjanjian asuransi. Salah satu persoalan hukum yang terjadi yaitu timbulnya kesalahpahaman/kekeliruan antara yang ditawarkan perusahaan asuransi secara telemarketing dengan pemahaman calon pemegang polis/tertanggung. Meskipun telah ada gugatan hingga kasasi mengenai pembatalan lahirnya perjanjian asuransi secara telemarketing yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian tersebut tidaklah dapat dibatalkan sepihak. Bahwasanya perjanjian asuransi mulai mengikat setelah adanya kesepakatan para pihak dengan kekuatan pembuktian secara bertahap mengingat perjanjian asuransi sebatas bukti permulaan saja dan kemudian diejawantahkan ke dalam polis asuransi. Oleh karena itu, dalil-dalil dan bukti-bukti untuk membatalkan perjanjian asuransi yang telah disepakati tidak dapat dibenarkan dan tidak berdasarkan hukum, sehingga permohonan kasasi harus ditolak.

Kata Kunci : Kesepakatan, Perjanjian Asuransi,Telemarketing

Abstract

The emergence of insurance agencies is inseparable from a threating of personal safety and property. The development of technology supports the agency to create fast and practical marketing way by using telephone that is called telemarketing. The agreement of making the insurance service between the insurance agency and the policy holder could be reached by signing the document of the insurance contract. One of the legal issues that occur are misunderstanding between the offered insurance of the insurance agency by using telemarketing and the understanding of the policy holder/insured. Although there has been the birth of the lawsuit until cassation in telemarketing insurance contract that has been implemented in accordance with the provisions of the legislation in force, the agreement can not be canceled unilaterally. That the insurance contract becomes binding after the agreement of the parties with the strength of evidence is gradually given the limited evidence of the insurance contract the beginning and then embodied into an insurance policy. Therefore, the arguments and evidence to cancel the insurance contract that has been agreed can not be justified and are not based on the law,so cassation must be rejected.


(2)

individu tentu mempunyai pilihan masing-masing. Pada umumnya tidak dikelola sendiri akan tetapi dialihkan ke pihak lain, dalam hal ini dialihkan kepada lembaga asuransi.1

Berbagai macam produk asuransi telah berkembang, tidak terlepas dari kebutuhan atau kepentingan yang tumbuh dan juga semakin dirasakan oleh masyarakat atas akibat dari peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. Senada dengan itu, berbagai macam usaha perasuransian untuk memasarkan produk asuransi telah bertransformasi seiring dinamika masyarakat dan bisnis asuransi yang bergerak cepat. Pada awalnya, pemasaran produk asuransi hanya dilakukan secara konvensional secara tatap muka, namun kini telah mengalami perkembangan dengan teknologi secara cepat. Salah satunya dengan bekerja-sama dengan dunia perbankan yang dewasa ini dikenal bancassurance.2 Bancassurance merupakan sistem penjualan produk asuransi melalui saluran distribusi bank. Berdasarkan SEBI Nomor 12/35/DPNP, mengklasifikasikan 3 (tiga) model bisnis aktivitas kerja sama : Referensi; Kerja Sama Distribusi; Integrasi Produk.

Dalam model integrasi produk, aktivitas kerja sama pemasaran ini dilakukan oleh bank dengan cara menawarkan atau menjual bundled product (surat permohonan penutupan asuransi) kepada nasabah melalui tatap muka dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing) termasuk melalui surat, media elektronik, danwebsitebank.3 Dengan demikian, peran bank tidak hanya memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah.

Terdapat sebuah kasus antara Syamsul Bahri melawan PT. Bank Mandiri Persero Tbk cabang Medan (selanjutnya disebut Bank Mandiri) dan PT. AXA Mandiri Financial Services Medan (selanjutnya disebut AXA Mandiri). Perkara ini bermula ketika Syamsul Bahri yang merupakan nasabah Bank Mandiri ditelpon secara berulang kali oleh seseorang yang mengaku sebagai petugastelemarketingdari AXA Mandiri. Petugas tersebut menawarkan suatu produk investasi yang menarik dan lebih menguntungkan kepada Syamsul Bahri. Produk investasi tersebut adalah Mandiri Investasi Sejahtera Proposal dengan cara mengalihkan sebagian uang dalam deposito miliknya agar dalam tempo 7 (tujuh) bulan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 70.000.000,00. Syamsul Bahri kemudian menyetujui pengalihan sebagian uang tersebut kepada AXA Mandiri.

Syamsul Bahri kemudian diberi sebuah form perjanjian baku oleh petugas AXA Mandiri. Petugas tersebut menyatakan bahwa perjanjian tersebut bersifat investasi dan seketika Syamsul Bahri menandatangani form tersebut tanpa diberi salinan atau turunan perjanjian baku. Selang beberapa hari kemudian petugas AXA Mandiri menyerahkan polis dan setelah dilihat ternyata polis tersebut polis asuransi, bukan polis investasi.

Merasa dirugikan dan tidak menginginkan polis asuransi, maka Syamsul Bahri melalui Kuasa Hukumnya, mengajukan gugatan perdata terhadap Bank Mandiri dan AXA Mandiri dengan tuntutan (petitum) bahwa AXA Mandiri telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), menyatakan perjanjian tersebut batal, meminta AXA Mandiri mengembalikan uang perjanjian sebesar Rp. 74.301.923,00 (tujuh puluh empat juta tiga ratus satu ribu sembilan ratus dua puluh tiga rupiah) dan membayar uang paksa (dwangsoom) sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap hari apabila lalai melaksanakan isi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pengadilan Negeri Medan mengeluarkan putusan No. 191/Pdt.G/2009/PN.MDN. yang amarnya menyatakan bahwa Dalam Eksepsi : Menolak Eksepsi Para Tergugat dan Dalam Pokok Perkara : Menolak Gugatan dari Penggugat. Atas putusan Pengadilan Negeri Medan tersebut, Penggugat melakukan permohonan banding, tetapi putusan atas perkara tersebut dikuatkan kembali oleh Pengadilan Tinggi Medan dengan putusan No. 279/Pdt/2010/PT.MDN. Kemudian setelah diberitahukan dan karena hasil banding kurang memuaskan, maka mengajukan kasasi.

Mahkamah Agung RI melalui putusan Nomor. 86.K/Pdt/2012, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Tinggi Medan dengan amar putusan yang menolak permohonan kasasi. Melalui ratio decidendi, permohonan ditolak karenajudex factitidak salah menerapkan hukum dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Bahwa perjanjian yang dibuat antara Penggugat dan Tergugat II sah dan merupakan undang-undang bagi yang membuatnya. Oleh karena itu, permohonan kasasi harus ditolak.

Berdasarkan uraian latar belakang dan fakta tersebut di atas, maka penulis tertarik mengkaji dan menganalisis dalam suatu karya tulis ilmiah berbentuk skripsi yang berjudul : “LAHIRNYA PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86.K/Pdt/2012.”

Rumusan Masalah 1

Sentosa Sembiring, 2014,Hukum Asuransi, Bandung: Nuansa Aulia, hal. 14. 2

Ibid., hal. 175. 3


(3)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam pembuatan skripsi ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah lahirnya perjanjian asuransi melaluitelemarketingmendasarkan kepada teori kesepakatan?

2. Apakah perjanjian asuransi melaluitelemarketingmempunyai kekuatan pembuktian?

3. Apa yang menjadi ratio decidendi putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 86.K/Pdt./2012 tentang lahirnya perjanjian asuransi melaluitelemarketing?

Tujuan Penulisan Tujuan Umum

Tujuan secara umum yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk memenuhi dan melengkapi tugas sebagai persyaratan pokok yang bersifat akademis guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas hukum Universitas Jember.

2. Untuk penulis sumbangkan pada almamater tercinta dalam menambah perbendaharaan tulisan atau karya ilmiah dan wawasannya.

3. Untuk memberikan sumbangan pikiran bagi ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang ilmu hukum yang diperoleh dari perkuliahan yang bersifat teoritis dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengkaji dan menganalisis teori kesepakatan yang menjadi dasar lahirnya perjanjian asuransi melalui telemarketing.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis kekuatan pembuktian lahirnya perjanjian asuransi melaluitelemarketing. 3. Untuk mengkaji dan menganalisis ratio decidendi putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

86.K/Pdt./2012 tentang lahirnya asuransi melaluitelemarketing. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian hukum merupakan faktor yang sangat penting diperlukan dalam penulisan atau penyusunan karya tulis yang bersifat ilmiah agar pengkajian dan penganalisisan terhadap objek studi dapat dilakukan dengan benar dan optimal, yang digunakan untuk menggali, mengolah dan merumuskan bahan-bahan hukum yang diperoleh sehingga mendapat kesimpulan sesuai dengan kebenaran ilmiah untuk menjawab isu hukum yang dihadapi. Menggunakan suatu metode dalam melakukan suatu penelitian merupakan ciri khas (sui generis) dari ilmu pengetahuan untuk mendapatkan suatu kebenaran hukum. Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Metode penelitian yang tepat diharapkan dapat memberikan alur pemikiran secara sistematis dalam penulisannya.

Tipe Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.4 Tipe penelitian dalam penulisan skripsi ini secara yuridis normatif (legal research). Tipe penelitian yuridis normatif (legal research) yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma yang ada dalam hukum positif. Tipe penelitian yuridis normatif (legal research) dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti peraturan perundang-undangan serta literatur-literatur yang berisi konsep-konsep teoritis yang dikaitkan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam skripsi ini.

Pendekatan Masalah

Penelitian hukum memiliki beberapa pendekatan yang dapat digunakan peneliti dalam mengupas isu hukum antara lain meliputi pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach),dan pendekatan kasus (case approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.5 pendekatan konseptual (conceptual approach)yaitu beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.6 dan pendekatan kasus (case approach)menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

4

Peter Mahmud Marzuki, 2011,Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 60. 5

Ibid., hal. 133. 6


(4)

Sumber Bahan Hukum Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan undang-undang dan putusan-putusan hakim (yuriprudensi).7 Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam penelitian skripsi ini antara lain :

1. Burgerlijk Wetboek(BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terjemahan R. Subekti dan Tjitrosudibio;

2. Wetboek van Koophandel(WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; 4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian;

5. Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Nomor : KEP-104/BL/2006 tentangUnit Link;

6. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 12/35/DPNP, perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance);

7. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi;

8. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 86.K/Pdt./2012 tanggal 27 Juni 2012.

Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.8 Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Besar harapan penulis dapat mendukung, membantu, melengkapi, serta membahas masalah yang timbul dalam skripsi ini.

Bahan Hukum Tersier (Non Hukum)

Disamping sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, peneliti hukum juga dapat menggunakan bahan-bahan non hukum apabila dipandang perlu. Bahan-bahan non hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan, atau laporan-laporan penelitian non hukum dan jurnal-jurnal non hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian yang sedang dikaji.9

Analisis Bahan Hukum

Analisis hukum merupakan suatu metode untuk mengamati secara detail yang digunakan untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang dibahas oleh peneliti dalam penelitian hukumnya agar menemukan hasil yang tepat dan benar untuk menjawas permasalahan yang ada. Peter Mahmud Marzuki menyebutkan langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian hukum, adalah sebagai berikut :10

1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan;

2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan bahan-bahan non hukum yang sekiranya dipandang memiliki relevansi terhadap isu hukum;

3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan; 4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum; dan

5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.

Dengan demikian, dapat dicapai tujuan yang diinginkan dalam penulisan skripsi, yaitu untuk menjawab isu hukum yang akan dibahas. Pada akhirnya penulis dapat memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan dapat diterapkan.

PEMBAHASAN

7

Ibid., hal. 141. 8

Ibid., hal. 98. 9

Ibid., hal. 143. 10


(5)

1. Terjadinya Kesepakatan dalam Perjanjian Asuransi secara Telemarketing

Secara umum terbentuknya perjanjian diharuskan memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 1320 BW. Setidaknya-tidaknya harus ada dua orang yang saling berhadapan dan mempunyai kehendak yang saling mengisi. Suatu kehendak harus terlebih dahulu dinyatakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain secara timbal balik.11 Perjumpaan kehendak antar para pihak tersebut menimbulkan kesepakatan (toestemming). Begitupun dalam perjanjian asuransi, harus ada penanggung dan tertanggung yang mempunyai kehendak sama untuk saling bersepakat agar dapat menutup perjanjian asuransi.

1.1 Teori tentang Kesepakatan Perjanjian Asuransi secara Telemarketing

Kesepakatan memegang peranan penting proses terbentuknya perjanjian.12 Terjadinya kesepakatan apabila terdapat kesesuaian antara penawaran (aanbod/offerte) dan penerimaan (aanvaarding/ acceptance) yang dilakukan para pihak. Penawaran sebagai usul untuk menutup perjanjian pada pihak lawan janjinya. Penerimaan adalah pernyataan pihak kedua yang menerima penawaran tersebut melahirkan perjanjian.

Pelaku usaha umumnya memasarkan barang atau jasa melalui berbagai jalan seperti: iklan, majalah, dan sebagainya. Perkembangan teknologi telah menyediakan peluang baru untuk melakukan pemasaran pada sektor lembaga jasa keuangan, yaitu bancassurance. Bancassurance merupakan sistem penjualan produk asuransi melalui saluran distribusi bank melalui kantor-kantor cabang bank. Sebagaimana diatur Pasal 45 ayat (1) POJK No. 23/POJK.05/2015 menyatakan bahwa “Perusahaan hanya dapat memasarakan Produk Asuransi melalui saluran pemasaran baik: secara langsung; agen asuransi; bancassurance; dan/ ataubadan usaha selain bank.”

Seringkali perusahaan asuransi proaktif mencari calon tertanggung dengan menggunakandatabasenasabah yang dimiliki oleh pihak bank. Penawaran disampaikan dan dikirim melalui bentuk serta cara tertentu. Kini, penawaran produk asuransi yang dilakukanbancanssurancetelah memanfaatkan kemajuan komunikasi secaratelemarketing.

Mengenai hal tersebut, penawaran asuransi yang dilakukan oleh petugas atau financial advisor perusahaan asuransi terlebih bagi PAYDI atau produk unit link diatur berdasarkan Poin 5 Lampiran Surat Keputusan Ketua BAPEPAM-LK Nomor Kep-104/Bl/2006.

Dalam praktik telah berkembang teori-teori kesepakatan tentang lahirnya perjanjian, yaitu :13 1. Teori Kehendak (wilstheorie)

2. Teori Pengiriman (verzendtheorie) 3. Teori Penerimaan (ontvangstheorie) 4. Teori Mengetahui (vernemingstheorie) 5. Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)

Lahirnya kesepakatan perjanjian asuransi PAYDI/unit link, Abdulkadir Muhammad menyatakan tidak ada ketentuan di dalam UU Perasuransian, yang ada hanyalah “persetujuan kehendak” para pihak.14 perjanjian asurans lahir didasarkan teori penerimaan yang dikemukakan oleh Opzoomer. Menurut teori penerimaan, saat terjadinya perjanjian bergantung kondisi konkrit yang dibuktikan oleh perbuatan nyata (menerima) atau dokumen perbuatan hukum (bukti menerima). Sekalipun telah terjadi penawaran secara langsung dengan tatap muka atau melalui telemarketingyang menentukan adalah perbuatan nyata penerima (akseptor). Melalui perbuatan nyata atau dokumen perbuatan hukum, baru dapat diketahui saat terjadinya perjanjian, yaitu : di tempat, pada hari dan tanggal perbuatan nyata (penerimaan) itu dilakukan atau dokumen perbuatan hukum ditandatangani/diparaf oleh pihak-pihak.15

Berdasarkan teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran itu sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung. Sungguh-sungguh diterima artinya bahwa penawaran sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung walaupun isi tulisan itu belum dibacanya. Sungguh-sungguh diterima itu dibuktikan oleh tindakan nyata dari tertanggung, dengan menandatangani suatu pernyataan yang disodorkan oleh penanggung yang disebut nota persetujuan (cover note). Berdasarkan nota persetujuan kemudian dibuat akta perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut polis.

1.2 Perkembangan Asuransi melaluiUnit Link(Perpaduan Asuransi dan Investasi)

11

Herlien Budiono, 2010, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 74.

12

http://www.jurnalhukum.com/teori-teori-yang-digunakan-untuk-menentukan-terjadinya-kesepakatan/ diakses pada tanggal 20 April 2016 pukul 13.20 WIB.

13

Mariam Darus Badrulzaman, 2015, Hukum Perikatan Dalam KUH Perdata, Buku Ketiga Yurisprudensi, Doktrin, Serta Penjelasan, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 109-110.

14

Abdulkadir Muhammad, 2011,Hukum Asuransi Indonesia,Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 56. 15


(6)

Keberadaan lembaga asuransi saat ini dalam kehidupan masyarakat merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengalihkan risiko yang tidak diharapkan. Pengalihan risiko diadakan agar masyarakat mendapatkan manfaat perlindungan dari lembaga asuransi. Risiko dapat timbul dalam berbagai sendi masyarakat. Tanpa terkecuali risiko terhadap jiwa seseorang. Jenis asuransi tersebut secara khusus diatur dalam Pasal 302 WvK..

Dalam asuransi jiwa yang dipertanggungkan adalah adanya kematian (death). Kematian tersebut mengakibatkan hilangnya pendapatan seseorang atau suatu keluarga tertentu. Risiko yang mungkin timbul pada asuransi jiwa terutama terletak pada unsur waktu (time) karena sulit mengetahui kapan seseorang meninggal dunia.

Seiring perkembangan zaman, perusahaan-perusahaan asuransi melakukan inovasi dengan menawarkan produk yang bukan hanya perlindungan terhadap jiwa, tetapi dana investasi yang ditanamkan. Produk tersebut dewasa ini disebut denganunit linkyaitu produk yang merupakan perpaduan antara produk perbankan, asuransi, atau pasal modal yang diintegrasikan dengan investasi ke dalam satu produk sekaligus.

Produk unit linkini pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk asuransi konvensional. Perbedaan keduanya terletak manfaat ganda (proteksi dan investasi) yang didapatkan pemegang polis asuransi unit link. Selain itu, pemegang polis asuransi murni membayar premi setiap jangka waktu tertentu. Pembayaran premiunit link terbagi menjadi dua porsi, yaitu sebagian premi yang dibayarkan akan dialokasikan untuk membayar proteksi asuransi jiwa dan sebagian lagi untuk diinvestasikan melalui rekening yang terpisah. Elemen investasinya disebar dengan diversifikasi portofolio investasi, semacam reksa danamutual fund.16

Pada unit link, perusahaan asuransi memberikan kebebasan kepada pemegang polis (tertanggung) untuk memilih jenis investasi yang memungkinkan optimalisasi tingkat pengembalian investasinya. Jenis investasi dana yang dikelola (managed fund), dimana manajer investasi (perusahaan asuransi) menempatkan investasinya pada berbagai jenis (mix) instrumen investasi dan pemegang polis memberikan kepercayaannya kepada manajer investasi guna memperoleh hasil investasi yang optimal.

Polis asuransi unit link diperkenalkan sebagai salah satu cara berinvestasi yang efektif dimana nilai investasi langsung dikaitkan dengan kinerja investasi. Cara mengaitkan nilai investasi dengan polis asuransi umumnya dengan memberikan nilai unit, dimana total dana unit tersebut dikelola perusahaan asuransi jiwa. Cara lainnya dengan mengaitkan unit dengan reksa dana. Kinerja investasi padaunit linksangat bergantung jenis investasi reksa dana yang digunakan. Nilai unit secara langsung mewakili nilai aset dari dana tersebut dan akan berfluktuasi mengikuti kinerja investasi tersebut.17Apabila instrumen investasi tersebut berkembang denan baik, maka secara mutatis mutandishasil investasiunit linkakan meningkat dan begitu pun sebaliknya. Produk ini mempunyai tingkat pengembalian investasi yang tinggi, tetapi mempunyai risiko yang tinggi pula (high profit, high risk). Oleh sebab itu, pemegang polislah akhirnya yang menanggung sendiri risiko-risiko yang akan timbul bagi investasi yang telah dipilihnya tersebut.

UU Perasuransian secara eksplisit tidak menyebut dan mengatur tentang jenis unit link, sehingga UU Perasuransi tidak secara tegas memberikan payung hukum yang jelas mengenaiunit link.Unit linkdapat dikategorikan sebagai salah satu dari jenis asuransi varia. Yang dimaksud dengan asuransi varia adalah satu jenis perjanjian asuransi yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pokok asuransi yang diatur dalam WvK maupun UU Perasuransian. Sifat dan karakteristiknya berbeda, maka asuransiunit linkbukan tergolong sebagai jenis asuransi jiwa murni maupun asuransi umum (kerugian) murni melainkankan tergolong dalam asuransi varia.

Jadi,unit linkadalah perkembangan dari jenis asuransi jiwa dipadu dengan investasi yang dalam praktik dikenal di dunia lembaga keuangan. Artinya, dalamunit linkdapat dikatakan sebagai asuransi jiwa yang diinvestasikan, karena asuransi tersebut dikaitkan langsung dengan pengelolaan dana investasi. Bentuk perjanjian asuransi unit link pun berbeda karena terdapat tambahan syarat terkait pengelolaan dana investasi, seperti adanya surat kuasa, surat pernyataan dan lain-lain. Unit link memberikan manfaat ganda bagi pemegang polisnya, baik manfaat proteksi dan manfaat investasi. Posisi pemegang polis asuransiunit linkjuga memiliki peran ganda, yaitu sebagai tertanggung atas asuransi jiwa yang ditutup dan investor atas investasi yang ditanamkannya.

16

Ketut Sendra, 2011,Konsep dan Penerapan Asuransi Jiwa Unit Link (Proteksi Sekaligus Berinvestasi), Jakarta: Mandar Maju, hal. 42.

17 Ibid.


(7)

2. Kekuatan Mengikat Perjanjian Asuransi secara Telemarketing

Seseorang sebelum mengadakan asuransi dengan perusahaan asuransi perlu dibuat aturan main (rule of game) yang dibingkai dalam suatu kontrak atau perjanjian.18 Perjanjian merupakan instrumen yang sangat penting sebagai bentuk upaya untuk melindungi hak dan kewajiban para pihak, sehingga perikatan atau perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik.

Pada umumnya kontrak justru berawal dari perbedaan kepentingan yang coba dipertemukan melalui kontrak. Melalui kontrak perbedaan kepentingan tersebut dapat diakomodasi dan selanjutnya dituangkan dengan perangkat hukum sehingga mengikat bagi para pihak.19 Seseorang menutup asuransi memiliki kepentingan agar mendapatkan perlindungan atau penggantian dalam hal ada kerugian atau kerusakan yang menimpa harta bendanya, kehilangan jiwa dan raga. Sementara perusahaan asuransi sebagai pihak yang menerima pengalihan risiko untuk membayar ganti kerugian bilamana risiko pada suatu saat sungguh-sungguh terjadi, berkepentingan untuk mendapatkan kontra prestasi berupa pembayaran premi. Dengan adanya perbedaan kepentingan baik bagi tertanggung maupun penanggung demi menjamin keadilan dan kepastian hukum, maka ditutuplah perjanjian asuransi. Setelah perjanjian asuransi ditutup, seketika itu lahir perjanjian asuransi.

Berbicara mengenai asuransi, sudah barang tentu beranjak dalam WvK. Satu hal yang perlu menjadi perhatian adalah pengertian asuransi secara limitatif ditemukan dalam Pasal 1744 BW. Dalam pandangan pasal tersebut, asuransi termasuk jenis perjanjian untung-untungan (kans overeenkomst), bahkan sering diidentikkan perjudian dan pertaruhan.

Objek asuransi disini yaitu peristiwa yang akan ada secara hukum dapat dinyatakan. Kemudian mengenai jumlah dan pokok-pokok pertanggungan yang dijamin telah ditentukan atau dihitung sebelum perjanjian asuransi ditutup. Oleh karena itu, dalam menutup asuransi harus dibingkai dalam perjanjian. Hanya yang dimaksud perjanjian tidak dijelaskan dalam WvK sesuai dengan kalimat terakhir Pasal 1774 BW. Untuk itu, perlu merujuk Buku III BW.

Secara umum, hal ihwal perjanjian telah diatur Buku III BW. Sistem yang dianut Buku III BW itu lazim dinamakan sistem “terbuka”, yang merupakan sebaliknya dari Buku II BW perihal hukum kebendaan yang sistem “tertutup”.20 Makna dari sistem terbuka tersebut yaitu bahwa setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak, tanpa kecuali bentuk isi dalam perjanjian asuransi. Kebebasan berkontrak berintikan keleluasaan dalam menentukan bentuk, jenis maupun isi perjanjian asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum, peraturan perundang-undangan dan kesusilaan/ kepatutan.

Beranjak dari kesepakatan yang telah lahir, seketika itu berdasarkan asas pacta sunt servanda lahirlah perjanjian asuransi. Dalam perspektif BW daya mengikat perjanjian dapat dicermati dalam rumusan Pasal 1338 ayat (1) BW menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya menunjukkan bahwa undang mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang-undang.21Disinilah kekuatan mengikatnya suatu perjanjian berdasarkan asaspacta sunt servanda.

Kata-kata “secara sah” berarti memenuhi semua syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian. Sedangkan kata-kata “berlaku sebagai undang-undang” disini berarti mengikat para pihak yang menutup perjanjian, seperti undang-undang juga mengikat orang terhadap siapa undang-undang berlaku.. Berdasarkan Pasal 1340 ayat (2) BW maka dapat dikatakan perjanjian itu hanya meletakkan kewajiban-kewajiban pada para pihak sendiri saja (penanggung dan tertanggung) tanpa timbulnya kewajiban dari pihak ketiga.

Memang pada prinsipnya perjanjian itu harus dipenuhi para pihak, apabila tidak dipenuhi maka disini telah timbul wanprestasi dan melekat hak untuk mengajukan gugatan, baik pemenuhan, ganti rugi maupun pembubaran perjanjian. Kekuatan mengikat perjanjian pada prinsipnya mempunyai daya kerja (strekking) sebatas para pihak yang membuat perjanjian. Mengikatnya suatu perjanjian asuransi itu karena adanya persesuaian kehendak (konsensualisme) yang dimulai dari penawaran (aanbod) dan kemudian sampai pada penerimaan (aanvaarding). Mengingat consensus itu telah diwujudkan di dalam suatupactum, sehingga kemudian dipan-dang mempunyai kekuatan mengikat.

Jadi, sejak munculnya kesepakatan para pihak berdasarkan teori penerimaan (ontvangsttheorie) maka lahirlah perjanjian asuransi, selain pula harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian asuransi lainnya. Serta menimbulkan

18

Menurut Moch. Isnaeni, “istilah kontrak dan perjanjian adalah identik, tanpa perlu dibedakan dan dapat dipergunakan secara bersamaan”. Moch. Isnaeni, 2003,Kontrak sebagai Bingkai Kegiatan Bisnis, Surabaya: Workshop Teknik Perancangan dan Review Kontrak-Kontrak Bisnis, hal. 5.

19

Agus Yudha Hernoko, 2008,Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta: LaksBang Mediatama, hal. 2.

20

R. Subekti, 2001,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, hal. 128. 21


(8)

akibat perjanjian asuransi : perjanjian asuransi bersifat mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak (pacta sunt servanda); dan perjanjian asuransi tidak dapat dibatalkan secara sepihak, selain daripada kesepakatan kedua belah pihak. Kekuatan mengikat perjanjian asuransi secara telemarketingharus dibuktikan melalui alat bukti dalam Pasal 1866 BW. Untuk mengetahui kekuatan alat bukti perjanjian asuransi secara telemarketing dijabarkan dibawah ini.

Pembuktian telah terjadi kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, undang-undang mengharuskan pembuktian dengan alat bukti tertulis berupa akta yang disebut polis. Sebelum polis belum dibuat, pembuktian dilaku-kan dengan catatan, nota, surat perhitungan, telegram, dan sebagainya. Surat-surat ini disebut permulaan bukti tertulis (the beginning of writing evidence). Apabila permulaan bukti tertulis ini sudah ada, barulah dapat digunakan alat bukti biasa yang diatur dalam hukum acara perdata,22diperjelas Pasal 258 ayat (1) WvK.

Dalam konteks perjanjian asuransi agar dapat dikatakan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, apabila dibuktikan dengan terbitnya polis oleh penanggung. Perjanjian asuransi hanya sebatas bukti permulaan saja, sehingga perjanjian asuransi dan polis apakah harus dibuat dalam bentuk akta atau tidak. Akta secara garis besar menurut Pasal 1867 BW terbagi dalam 2 macam, yaitu : akta otentik dan akta dibawah tangan.

Untuk membuktikan perjanjian asuransi dan kemudian polis termasuk sebagai suatu akta otentik atau akta di bawah tangan dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dapat dilihat dalam 3 macam kekuatan, baik secara langsung maupuntelemarketingyaitu: kekuatan pembuktian lahir, formil dan materiil.

2.1 Kekuatan Pembuktian Lahiriah Perjanjian Asuransi secara Telemarketing

Dalam praktik di bidang perasuransian yang dimaksud dengan bukti permulaan itu adalah Surat Permohonan Asuransi (SPA) yang berisi formulir-formulir permohonan baku yang sebelumnya disediakan oleh penanggung. Dalam formulir tersebut, selain berisi tentang data pribadi dari tertanggung dan mengenai objek perjanjian asuransi, selain itu juga ada beberapa pertanyaan yang harus diisi (dijawab) oleh tertanggung. Formulir yang diisi tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan “Polis”. Oleh karena itu, dalam pengisian formulir harus dilakukan secara lengkap dan benar.

Sungguhpun jika perjanjian asuransi yang lahir melalui telemarketing, hal tersebut telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara umum, perkembangan jaman membawa manusia ke dalam peradaban yang maju dan canggih menuntut agar semua dapat berjalan secara cepat dan praktis. Itulah yang saat ini berkembang, dalam konteks perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung terbentuk dari percakapan melalui telepon saja. 2.2 Kekuatan Pembuktian Formil Perjanjian Asuransi secara Telemarketing

Mengenai hal tersebut berlaku pembatasan-pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bolehlah kesepakatan dalam hal perjanjian asuransi lahir melalui telemarketing, namun juga harus diikuti oleh pertemuan langsung (tatap muka) terlebih bagi unit link juga dibarengi dengan menandatangani formulir permohonan (SPA/E-SPA) sebagaimana dimaksud Pasal 47 POJK No. 23/POJK.05/2015. Upaya tersebut dilakukan sebagai perlindungan dan bukti apabila salah satu pihak menyangkal atau tidak mengakui terjadinya perjanjian asuransi yang menimbulkan sengketa. Dilihat dari aspek formil, maka yang menjadi penilaian adalah kebenaran dan kepastian mengenai hari, tanggal, bulan, tahun, waktu para pihak mengadakan perjanjian asuransi dan keterangan yang sesung-guhnya berkaitan dengan diadakannya perjanjian asuransi. Aspek formal menekankan pada sesuatu kejadian atau keterangan yang termuat dalam polis betul-betul telah terjadi atau kebenaran segala hal yang tersebut dalam polis. Perjanjian asuransi adalah akta di bawah tangan dalam bentuk kontrak baku, apabila para pihak mengakui tanda tangan yang telah dibubuhkannya, maka sudah dapat dipastikan bahwa perjanjian asuransi sampai pada terbitnya polis tersebut mempunyai kekuatan pembuktian formil sehingga dilakukan secara bertahap. Jadi, akta sedemikian adalah mempunyai kekuatan pembuktian sempurna untuk kepentingan tertanggung atau orang-orang yang memperoleh hak dari dia dan hanya terhadap penanggung dan begitupun sebaliknya.

2.3 Kekuatan Pembuktian Materiil Perjanjian Asuransi secara Telemarketing

Dilihat secara aspek materiil, polis merupakan suatu pengejawantahan perjanjian asuransi, baik yang dilahirkan secara langsung maupun melalui telemarketing. Selain itu, polis agar dinyatakan sah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menentukan syarat-syarat yang wajib dipenuhi dalam polis berdasarkan Pasal 304 WvK menyebut syarat yang harus dicantumkan umumnya dalam Polis Asuransi Jiwa.

Selain daripada itu, khusus bagi polis asuransi unit link menurut Lampiran Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Nomor Kep-104/Bl/2006 pada poin 7 disebutkan khusus mengenai Polis Asuransiunit link.

22


(9)

Pembuktian perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 258 WvK yang dibedakan 2 tahapan :23

a. Jangka waktu yang terletak di antara diadakannya perjanjian itu dengan dibuatnya polis atau fase sebelum polis dibuat; dan

b. Jangka waktu setelah diadakannya polis.

Pertama, mengenai cara bagaimana harus dibuktikan perjanjian asuransi itu, diatur di dalam Pasal 258 ayat (1) dan ayat (2) WvK. Tentunya di dalam keadaan sebelum polis itu dibuat, pembuktian mungkin sekali sangat dibutuhkan apabila misalnyaevenement, yaitu peristiwa yang tidak tentu sudah terjadi.

Kedua, tentang pembuktian yang perlu dalam periode setelah penyerahan polis. Dalam periode tahap ini alat bukti yang sangat terpenting ialah tulisan atau surat dan permulaan pembuktian dengan surat. Baik mengenai diadakannya perjanjian asuransi maupun tentang janji-janji khusus hanya dapat dibuktikan dengan alat bukti surat. Maksud yang utama dalam alat bukti surat tentunya polis, namun dibolehkan menggunakan alat-alat bukti lainnya.

Pokok utama dalam penutupan asuransi antara penanggung dan tertanggung terletak pada lahirnya kesepakatan para pihak. Kesepakatan yang terbentuk baik langsung maupun melaluitelemarketingtersebut akan dituangkan dalam perjanjian asuransi. Pembuktian penutupan asuransi dilakukan secara bertahap, sebelum dan sesudah polis terbit dan diserahkan. Sehingga kekuatan pembuktian materiil pula bertahap. Mengingat materi muatan dalam perjanjian asuransi hanya pada pokok-pokok intinya saja, maka dikatakan bukti permulaan saja.

3. Ratio Decidendi Putusan Mahkamah Agung RI No. 86.K/Pdt/2012 yang menolak Permohonan Kasasi Pemohon

Pada dasarnya,ratio decidendi merupakan suatu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada putusannya. Secara konseptual pengertian Ratio Decidendi adalah “the principle or rule of law on which a

court’s decision is founded” (prinsip atau aturan hukum dimana pengadilan menemukan keputusannya).24 3.1 PertimbanganJudex Factietentang Perjanjian Asuransi yang lahir secara Telemarketing

Salah satu formulasi putusan pengadilan yang harus dan wajib ada ialah pertimbangan hukum. Suatu pertimbangan hukum dapatlah dikatakan sebagai jiwa dan intisari putusan yang berisi analisis, argumentasi , pendapat atau penarikan kesimpulan hukum dari majelis hakim.

Dalam pertimbangan hukum, hakim selalu berpijak pada gugatan yang tuntutannya terbaca dalam petitum permohonan. Menurut Pasal 1865 BW, para pihak diberi kesempatan membuktikan dalil-dalilinya (actori incumbit probatio). Setelah proses pembuktian selesai, hakim dalam pertim-bangan hukum berpijak pada ketentuan pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan, kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin hukum.

Pertimbangan hakim harus memuat pertim-bangan hukum (legal reasoning) akurat dan tepat sebagai acuan putusannya. Sebagai perwujudan hakim dalam putusan harus menggali fakta-fakta sosial di masyarakat (social fact) kemudian menjadikannya sebagai fakta hukum (legal fact).

Pengadilan yang memeriksa apabila belum mengetahui sepenuhnya apa yang terjadi dan terdapat berbagai kesalahan-kesalahan diluar pokok perkara sebelum pemeriksaan dilakukan, tergugat diberikan hak untuk mengajukan suatu eksepsi atau tangkisan atas gugatan yang ditujukan kepadanya. Biasanya eksepsi diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat sehingga memudahkan hakim untuk memeriksa keduanya.

Eksepsi yang diajukan oleh Para Tergugat ada 2 (dua). Pada Tergugat I in casu lebih tepat dikategorikan sebagai eksepsi van beraad karena gugatan Penggugat Prematur (belum saatnya diajukan). Dan pada Tergugat II dikategorikan eksepsi peremtoir karena gugatan Penggugat kabur/tidak jelas (obscuur libel). Oleh karena itu, Tergugat I meminta kepada majelis hakim agar gugatan Penggugat tidak diterima. Mengacu pada alasan-alasan Para Tergugat dan berdasarkan pertimbangan hukum, majelis hakim telah memutuskan yang pada pokoknya menyatakan bahwa “menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka majelis berpendapat eksepsi dari Tergugat I dan Tergugat II harus ditolak.”

Pada saat persidangan, Penggugat mengakui telah menandatangani sebuah formulir yang disodorkan oleh Tergugat II yang pada hakikatnya adalah suatu persetujuan perjanjian asuransi unit link (dan dibenarkan dalam pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Medan) Yang ternyata menurut Penggugat hal tersebut sangat bertolak belakang dengan apa yang ditawarkan melalui telepon. Oleh karena itu, baik Tergugat I dan Tergugat II mengajukan jawaban atas dalil-dalil yang diajukan oleh Penggugat dibarengi eksepsi.

Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara melalui proses peradilan, tidak hanya berfungsi memimpin jalannya persidangan, akan tetapi hakim juga berfungsi bahkan berkewajiban mencari dan menemukan hukum materiil

23

Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 2000,Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 62. 24


(10)

yang akan diterapkan untuk memutuskan perkara. Adapun hakim dalam memutuskan perkara yang diputuskan adalah setiap petitum atau tuntutan yang berisi permintaan kepada Pengadilan untuk dinyatakan dan ditetapkan sebagai hak Penggugat atau hukuman kepada Tergugat.

Sebagaimana dalam perkara ini, setelah proses pembuktian dan kesimpulan selesai majelis hakim akan mengakhiri sengketa kedua pihak dalam bentuk putusan.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan dalam pertimbangannya mengacu pada Pasal 1338 BW bahwa setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku secara sah dan sebagai undang-undang. Dan dengan demikian gugatan Penggugat sangat layak apabila ditolak oleh majelis hakim.

Apabila pihak-pihak yang berperkara merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri dan karena ada pihak tidak menerima putusan tersebut, maka seseorang pihak tersebut dapat mengajukan permohonan banding. Konsekuensi yuridisnya diajukan permohonan banding oleh salah satu pihak yang berperkara, maka putusan Pengadilan Negeri masih belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan putusan tersebut belum dapat dilaksanakan.

Setelah melakukan pemeriksaan dinyatakan selesai dan ditutup, majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan telah menjatuhkan sebuah putusan yang pada intinya menyatakan bahwa menolak permohonan banding, dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan terdahulu. Hal itu didasarkan pertimbangan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 86.K/Pdt./2012:

Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan Pengadilan Negeri Medan tersebut telah dikuatkan Pengadilan Tinggi Medan dengan putusan No. 279/Pdt/2010/PT.MDN.

Oleh karenanya, perjanjian asuransi antara para pihak tersebut merupakan perjanjian yang sah menurut hukum. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penipuan dan lainnya dapat dikatakan tidak terbukti dalam pemeriksaan banding. Sehingga Penggugat menempuh upaya hukum lain yaitu upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung.

3.2 Alasan-alasan dari Pemohon Kasasi mengajukan Memori Kasasi

Alasan-alasan yang diajukan Pemohon Kasasi dalam memori kasasi pada pokoknya :

1. Bahwajudex factiedalam mengadili perkara a quohanya bertitik tolak Pasal 1338 BW. Seharusnya judex factie membuat penilai-an hubungan hukum dalam perjanjian yang ditandatangani adalah kesepakatan kabur dan dibuat secara tipu muslihat.

2. Bahwa perjanjian yang ditandatangani Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi II adalah perjanjian yang menye-satkan. Perjanjian tersebut mempunyai makna yang bervariasi: variasi pertama Perjanjian Investasi, kedua Perjanjian Asuransi dan yang ketiga Perjanjian Jual Beli Saham, maka perjanjian tersebut menyesatkan nasabah (Pemohon Kasasi).

3. Bahwa judex factie keliru membuat pertimbangan hukum menilai isi perjanjian tersebut menimbulkan kerancuan hukum. Perjanjian tersebut hanya kemauan sepihak Termohon Kasasi II memperdaya Pemohon Kasasi tanpa mempertimbang-kan Pemohon Kasasi. Dengan demikian perjanjian harus dibatalkan melanggar Pasal 1256 B W ;

4. Bahwajudex factie dalam pertimbangan hukumnya menilai Perjanjian dengan Pasal 1338 BW adalah keliru. Perjanjian tersebut tidak dilaksanakan dengan itikad baik dan melanggar unsur kesusilaan.

5. Bahwa judex factie salah menerapkan hukum yang mempedomani Pasal 1338 BW. Padahal perbuatan dari Termohon Kasasi II merupakan perbuatan melawan hukum karena Perjanjian tersebut yang isinya bervariasi dan spekulatif melanggar unsur kesusilaan, karena hanya menerap-kan kemauan sepihak. Tentu mempunyai muatan tipu muslihat.

6. Bahwa judex factie keliru dan silap menerapkan Pasal 1338 BW karena perjanjian tersebut sudah sangat jelas bertentangan hukum. karena Termohon Kasasi II mengakui Perjanjian tersebut mempunyai resiko tinggi sehingga harus benar - benar mempunyai jaminan atau perjanjian tersebut tidak dapat dibuat dengan cara untung - untungan harus di-uraikan jelas dan nyata. Dengan demikian, perjanjian tersebut sangat jelas merupakan perjanjian yang melanggar Pasal 1328 BW, maka menurut hukum putusan judex factiewajar untuk dibatalkan.

Berdasarkan alasan-alasan dalam memori kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi, majelis kasasi Mahkamah Agung RI telah memberikan putusan Nomor 86.K/Pdt/2012 yang berpendapat bahwa permohonan kasasi Pemohon Kasasi harus ditolak. Penolakan permohonan kasasi, dikarenakan putusanjudex factie sesuai dan tidak bertentangan hukum serta undang-undang.


(11)

Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan Pemohon Kasasi, Mahkamah Agung terhadap judex factie menyatakan telah benar dalam penerapan hukumnya sesuai dengan hukum perjanjian dan hukum pembuktian. Mahkamah Agung sebagai peradilanjudex jurisberpendapat

Menimbang, bahwa perjanjian antara Penggugat dan Tergugat II berupa Mandiri Investasi Sejahtera adalah sah dan undang-undang bagi yang membuatnya yaitu Penggugat dan Tergugat II.

Pertama, bahwa terbukti Pemohon Kasasi telah menandatangani Surat Perjanjian Asuransi Jiwa (SPAJ (bukti T I-6 atau T II-2) beserta proposalnya (bukti T I-4 atau T II-1) dimana Pemohon Kasasi sebagai pemegang polis dan Cut Liska Meiyanne sebagai tertanggung. Hal tersebut merupakan bukti kesepakatan yang kuat untuk diadakannya perjanjian asuransiunit link.

Perjanjian asuransi merupakan salah satu bentuk perjanjian obligatoir yang sepenuhnya tunduk pada asas-asas hukum perjanjian. Yang terutama pacta sunt servanda, mutlak sifatnya dalam perjanjian asuransi, sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1320 BW dan Pasal 251 WvK. Berdasarkanpacta sunt servanda, perjanjian asuransi yang telah disepakati para pihak, merupakan ketentuan undang-undang yang mengikat kepada mereka yang membuatnya. Konsekuensi yang timbul dari asas pasal tersebut adalah para pihak harus menaati dan melaksana-kannya dengan baik. Kepercayaan Pemohon Kasasi tanpa sebelumnya membaca dan meneliti isi daripada perjanjian asuransi yang disodorkan Termohon Kasasi II, yang tidak sesuai dengan penjelasan yang disampaikan melalui telemarketing membawanya pada perbuatan atau tindakan nyata menerima dengan menandatangani perjanjian baku berbentuk SPAJ (bukti T I-6 atau T II-2) dan Proposalnya (bukti T I-4 atau T II-1) sebagai penerimaan Pemohon Kasasi tentang kesepakatan lahirnya perjanjian asuransi unit link atau PAYDI, sehingga ditindaklanjuti oleh Termohon Kasasi II untuk menerbitkan Polis (bukti P-2 atau T I-9) dan Ketentuan Umum Polis Asuransi Jiwa dan Investasi (bukti T I-10 atau T II-4).

Lahirnya kesepakatan dalam kasus diatas, didasarkan teori penerimaan (ontvangstheorie) yang berkembang dalam praktik, bahwa kesepakatan terjadi pada saat penawaran diterima pihak kepada siapa penawaran disampaikan. Bukti penerimaan Pemohon Kasasi menandatangani SPAJ dan Proposal sampai diterbitkannya polis, semakin menguatkan hakim kepada kebenaran formil bahwa telah terjadi kesepakatan yang bebas, baik penanggung maupun tertanggung. Oleh karenanya, hal-hal yang tidak relevan dengan pembuktian sudah barang tentu tidak perlu dipertimbangkan dan harus dikesampingkan. Menurut Sutan Remy Sjahdeini yang menegaskan bahwa “pada perkembangannya, telah lahir asas yang disebut dengan duty to read yaitu duty sebenarnya tidak mengandung pengertian bahwa suatu pihak mempu-nyai kewajiban untuk membaca perjanjian tersebut, tetapi mempunyai pengertian bahwa pihak tersebut akan terikat kepada perjanjian itu sekalipun untuk bagian tersebut atau bahkan seluruh perjanjian tersebut ternyata yang bersangkutan tidak membacanya.”25

Hal tersebut menentukan suatu pihak yang menandatangani instrumen, memanifestasikan persetujuannya terhadap instrumen itu dan tidak diperkenankan untuk kemudian mengemukakan keberatannya bahwa tidak pernah membaca instrumen itu atau tidak memahami isi instrumen tersebut. Kecuali apabila terdapat suatu alasan penandatanganan perjanjian asuransi, khususnyaunit linkatau PAYDI yang diakibatkan olehfraud(kecurangan) atau misrepresentation.

Kedua, akibat yang paling penting dalam perjanjian asuransi dikaitkan asaspacta sunt servanda, salah satu pihak tidak dapat menarik, mencabut atau membatalkan perjanjian secara sepihak. Oleh karenanya, pembatalan atau penarikan perjanjian hanya dapat dilakukan atas persetujuan dan kesepakatan bulat kedua pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (2) BW. Pembatalan perjanjian asuransi secara sepihak, Menurut Agus Yudha Hernoko, perlu dibedakan antara pembatalan dan pemutusan kontrak.26 Pembatalan kontrak pada dasarnya adalah suatu keadaan yang membawa akibat suatu hubungan kontraktual itu dianggap tidak ada. Pembatalan mengarah pada fase pembentukan kontrak. Pemutusan kontrak mengakui keabsahan kontrak serta mengikat para pihak, namun dalam pelaksanaan bermasalah sehingga kontrak diputus (fase pelaksanaan kontrak).

Pemohon Kasasi mendalilkan perjanjian yang telah ditandatangani, mengandung muatan penipuan dan melanggar asas kepatutan dan moralitas. Tiada kesepakatan bermakna, jika kesepakatan terjadi akibat kekeliruan (kekhilafan, dwaling), diberikan dibawah ancaman (dwang), atau diperoleh akibat penipuan (bedrog). Hal tersebut ditepis Termohon Kasasi II dengan menyatakan Pemohon Kasasi telah diberitahukan mengenai adanya ketentuanCooling Off Period(Hak Bebas Lihat), dimana Pemohon Kasasi diberi kesempatan mempelajari dan memastikan bahwa isi polis telah sesuai dengan keinginan Pemohon Kasasi sebagai Pemegang Polis selama 14 hari. Fakta membuktikan Pemohon

25

Sutan Remy Sjahdeini, 2009,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hal. 89-90.

26


(12)

Kasasi telah menerima polis, membaca dan memahami atau tidak membatalkan polis. Tiada penipuan atau pelanggaran asas kepatutan atau moralitas.

Berdasarkan uraian pembahasan di atas sangat tepat jika Mahkamah Agung menolak semua dalil-dalil Pemohon Kasasi dalam memori kasasi. Putusan judex facti dalam perkara tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dalam bidang perasuransian khususnya berkaitan lahirnya suatu perjanjian asuransi unit link atau PAYDI melalui penawaran secaratelemarketing.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan kajian dan analisis dalam pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Terjadinya Kesepakatan dalam Perjanjian Asuransi yang lahir melaluiTelemarketing:

a. Lahirnya perjanjian asuransi ditentukan melalui kesepakatan yang terdiri dari penawaran dan penerimaan. Berdasarkan teori penerimaan (ontvangstheorie), perjanjian asuransi lahir dibuktikan dengan perbuatan nyata atau dokumen perbuatan hukum.

b. Perusahaan asuransi telah melakukan inovasi melaluiunit link(PAYDI) yaitu perpaduan antara asuransi jiwa dan investasi dengan pengembalian dana investasi didasarkan pada klaim dan/atau berakhirnya perjanjian asuransi.

2) Kekuatan mengikat Perjanjian Asuransi secaraTelemarketing:

a. Kesepakatan lahir melalui persesuaian kehendak para pihak dan menimbulkan akibat bahwa perjanjian asuransi mempa-nyai kekuatan mengikat (asaspacta sunt servanda), berlaku sah sebagai undang-undang dan tidak dapat dibatalkan sepihak.

b. Kekuatan mengikat perjanjian asuransi secara telemarketingdijumpai dari kekua-tan alat bukti. Kesepakatan perjanjian asuransi secaratelemarketingberdasarkan teori penerimaan yang merupakan perjanji-an konsensual yang berlaku hanya bukti permulaan dan diejawantahkan ke polis.

c. Perjanjian asuransi secara telemarketing berlaku kekuatan pembuktian formil bertahap, cukup melalui telemarketing dan/atau dibarengi penandatanganan. Sepanjang telah ditandatangani dan diakui kebenaran isinya, maka perjanjian asuransi memiliki kekuatan pembuktian formil. perjanjian asuransi memuat pokok-pokok dalam asuransi, sehingga pembuktiannya terbagi dua: sebelum dan sesudah polis terbit. Pembuktian lengkap ditemukan setelah polis terbit dengan kekuatan pembuktian sempurna. Polis yaitu akta sepihak, untuk kepentingan tertanggung.

3) Ratio DecidendiPutusan Mahkamah Agung RI Nomor 86.K/Pdt/2012 yang menolak permohonan Kasasi :

a. Pertimbangan Judex Facti tentang kesepakatan dalam perjanjian asuransi secara telemarketing berpedoman pada Pengadilan Negeri dalam putusan Nomor 191/Pdt.G/2009/PN.MDN yang menolak eksepsi Para Tergugat. Sedangkan dalam pokok perkara memberikan pertimbangan berdasarkan pembuktian pada apa yang ditandatangani Penggugat sebagai wujud kesepakatan dalam bentuk produk Mandiri Investasi Sejahtera. Serta dikuatkan pula oleh majelis hakim banding dalam putusan Nomor 279/Pdt/2010/PT.MDN.

b. PertimbanganJudex JurisMahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 86.K/Pdt/2012 menyatakan: - Judex Factietidak salah menerapkan hukum;

- Penilaian terhadap hasil pembuktian tidak dapat dipertimbangkan dalam tingkat kasasi, sebab tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum;

-Maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi harus ditolak. Saran

Saran yang dapat disumbangkan terhadap isu hukum adalah sebagai berikut:

1) Bagi para pihak yang telah membuat perjanjian asuransi hendaknya harus berdasarkan Pasal 1320 BW dan mentaati Pasal 1338 ayat (1) BW demi terwujudnya kepastian hukum.

2) Bank dalam hal aktivitas bancassurance hendaknya menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential principle) terhadap produkunit linkyang ditawarkan pada nasabah dengan memberikan penjelasan yang jelas, lengkap tidak menyesatkan agar tidak terjadi kekeli-ruan dalam penutupan perjanjian asuransi.

3) Bagi calon pemegang polis atau tertanggung sebelum menutup asuransi hendaknya perlu membaca, meneliti, dan memastikan terlebih dahulu secara cermat syarat dan ketentuan yang termuat dalam perjanjian asuransi apakah telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya agar tidak terjadi pembatalan atau pemutusan perjanjian asuransi di kemudian hari. Sekalipun penawaran dilakukan praktis melaluitelemarketingatau lebih lanjut dapat meminta bantuan kepada konsultan asuransi yang bersertifikat.


(13)

4) Bagi Pemerintah dan OJK selaku regulator dan pengawas lembaga jasa keuangan hendaknya segera membuat peraturan pelaksanaan yang tegas dan jelas mengenaiunit link(PAYDI) sesuai amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan OJK No. 23/POJK.05/2015, khususnya terkait prosedur lahirnya perjanjian asuransi melalui telemarketingyang memberikan perlindungan seimbang bagi calon pemegang polis/tertanggung dan penanggung serta aturan tentang pengelolaan dana yang bertalian dengan premi untuk asuransi jiwa dan dana investasi.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, kedua orang tua penulis teruntuk ayah (Achmad Hasan), ibu (Siti Mariam), kakak (Muhammad Fariz Mawardi, S.E., M.M.) dan adik (Faiqnadianis Ivada), keluarga besar, serta para sahabat-sahabat penulis yang telah mendukung, mendoakan, dan memberikan motivasi kepada penulis. dan tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen-dosen Fakultas Hukum Universitas Jember antara lain : Dosen Pembimbing Utama, Prof. Dr. Herowati Poesoko, S.H., M.H.; Bapak I Wayan Yasa, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Anggota; dan Ibu Iswi Hariyani, S.H., M.H., selaku Ketua Penguji Skripsi, serta Ibu Edi Wahjuni, S.H.,M.Hum., selaku Sekretaris Panitia Penguji skripsi, yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat, dan inspirasi kepada penulis sehingga artikel ilmiah ini dapat terselesaikan dengan penuh rasa kebanggaan.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Abdulkadir Muhammad, 2000,Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti ____________________, 2011,Hukum Asuransi Indonesia,Bandung: Citra Aditya Bakti

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Jakarta: Kencana Premadamedia Group

Agus Yudha Hernoko, 2008, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta: LaksBang Mediatama

Badiryah Harun, 2009,Tata Cara Menghadapi Gugatan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia

Bryan A. Garner, 2004,Black’s Law Dictionary, Eight Edition, St. Paul Miwn: West, a Thomson Business Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 2000,Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1983,Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya,Yogyakarta: Liberty Freddy Pieloor, 2009,Jangan Beli Unit Link, Bila Anda Tidak Paham Benar, Jakarta: Elex Media Komputerindo G.H.S. Lumban Tobing, 1996,Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga

Harun M. Husein, 1992,Kasasi sebagai Upaya Hukum, Jakarta: Sinar Grafika

Herlien Budiono, 2010,Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya Bakti

______________, 2015, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berdasarkan Asas-Asas Wigati Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti

J. Satrio, 1995,Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Bandung: Citra Aditya Bakti

Ketut Sendra, 2007, Bancassurance = Bank + Asuransi, Kemitraan Strategis Perbankan dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: PPM

___________, 2011, Konsep dan Penerapan Asuransi Jiwa Unit Link (Proteksi Sekaligus Berinvestasi), Jakarta: Mandar Maju

Lilik Mulyadi, 1999,Hukum Acara Perdata, Djambatan: Jakarta

Mariam Darus Badrulzaman, 2015, Hukum Perikatan Dalam KUH Perdata, Buku Ketiga Yurisprudensi, Doktrin, Serta Penjelasan, Bandung: Citra Aditya Bakti


(14)

Moch. Isnaeni, 2013,Perkembangan Hukum Perdata di Indonesia, Yogyakarta: LaksBang Grafika

Mohammad Saleh dan Lilik Mulyadi, 2012, Bunga Rampai Hukum Acara Perdata Indonesia, Perspektif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, Bandung: Alumni

Peter Mahmud Marzuki, 2014,Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group R. Subekti, 1989,Hukum Acara Perdata, Bandung: Binacipta

_________, 2001,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa Sentosa Sembiring, 2014,Hukum Asuransi, Bandung: Nuansa Aulia

Sutan Remy Sjahdeini, 2009, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Burgerlijk Wetboek (BW) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), terjemahan dari R. Subekti dan Tjitrosudibio

Wetboek van Koophandel(WvK) yang diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (SK Ketua BAPEPAM-LK) Nomor KEP-104/BL/2006 tentang ProdukUnit Link.

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 12/35/DPNP perihal: Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance)

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi

KARYA ILMIAH :

Kevin Angkouw, Fungsi Mahkamah Agung Sebagai Pengawas Internal Tugas Hakim Dalam Proses Peradilan, (JurnalLex Administratum,Volume II/No.2/Apr-Jun/2014)

Moch. Isnaeni, 2003,Kontrak sebagai Bingkai Kegiatan Bisnis, Surabaya: dalam Workshop Teknik Perancangan dan Review Kontrak-Kontrak Bisnis

INTERNET :

http://www.jurnalhukum.com/teori-teori-yang-digunakan-untuk-menentukan-terjadinya-kesepakatan/ diakses pada tanggal 20 April 2016 pukul 13.20 WIB.


(1)

Pembuktian perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 258 WvK yang dibedakan 2 tahapan :23

a. Jangka waktu yang terletak di antara diadakannya perjanjian itu dengan dibuatnya polis atau fase sebelum polis dibuat; dan

b. Jangka waktu setelah diadakannya polis.

Pertama, mengenai cara bagaimana harus dibuktikan perjanjian asuransi itu, diatur di dalam Pasal 258 ayat (1) dan ayat (2) WvK. Tentunya di dalam keadaan sebelum polis itu dibuat, pembuktian mungkin sekali sangat dibutuhkan apabila misalnyaevenement, yaitu peristiwa yang tidak tentu sudah terjadi.

Kedua, tentang pembuktian yang perlu dalam periode setelah penyerahan polis. Dalam periode tahap ini alat bukti yang sangat terpenting ialah tulisan atau surat dan permulaan pembuktian dengan surat. Baik mengenai diadakannya perjanjian asuransi maupun tentang janji-janji khusus hanya dapat dibuktikan dengan alat bukti surat. Maksud yang utama dalam alat bukti surat tentunya polis, namun dibolehkan menggunakan alat-alat bukti lainnya.

Pokok utama dalam penutupan asuransi antara penanggung dan tertanggung terletak pada lahirnya kesepakatan para pihak. Kesepakatan yang terbentuk baik langsung maupun melaluitelemarketingtersebut akan dituangkan dalam perjanjian asuransi. Pembuktian penutupan asuransi dilakukan secara bertahap, sebelum dan sesudah polis terbit dan diserahkan. Sehingga kekuatan pembuktian materiil pula bertahap. Mengingat materi muatan dalam perjanjian asuransi hanya pada pokok-pokok intinya saja, maka dikatakan bukti permulaan saja.

3. Ratio Decidendi Putusan Mahkamah Agung RI No. 86.K/Pdt/2012 yang menolak Permohonan Kasasi Pemohon

Pada dasarnya,ratio decidendi merupakan suatu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada putusannya. Secara konseptual pengertian Ratio Decidendi adalah “the principle or rule of law on which a court’s decision is founded” (prinsip atau aturan hukum dimana pengadilan menemukan keputusannya).24

3.1 PertimbanganJudex Factietentang Perjanjian Asuransi yang lahir secara Telemarketing

Salah satu formulasi putusan pengadilan yang harus dan wajib ada ialah pertimbangan hukum. Suatu pertimbangan hukum dapatlah dikatakan sebagai jiwa dan intisari putusan yang berisi analisis, argumentasi , pendapat atau penarikan kesimpulan hukum dari majelis hakim.

Dalam pertimbangan hukum, hakim selalu berpijak pada gugatan yang tuntutannya terbaca dalam petitum permohonan. Menurut Pasal 1865 BW, para pihak diberi kesempatan membuktikan dalil-dalilinya (actori incumbit probatio). Setelah proses pembuktian selesai, hakim dalam pertim-bangan hukum berpijak pada ketentuan pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan, kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin hukum.

Pertimbangan hakim harus memuat pertim-bangan hukum (legal reasoning) akurat dan tepat sebagai acuan putusannya. Sebagai perwujudan hakim dalam putusan harus menggali fakta-fakta sosial di masyarakat (social fact) kemudian menjadikannya sebagai fakta hukum (legal fact).

Pengadilan yang memeriksa apabila belum mengetahui sepenuhnya apa yang terjadi dan terdapat berbagai kesalahan-kesalahan diluar pokok perkara sebelum pemeriksaan dilakukan, tergugat diberikan hak untuk mengajukan suatu eksepsi atau tangkisan atas gugatan yang ditujukan kepadanya. Biasanya eksepsi diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat sehingga memudahkan hakim untuk memeriksa keduanya.

Eksepsi yang diajukan oleh Para Tergugat ada 2 (dua). Pada Tergugat I in casu lebih tepat dikategorikan sebagai eksepsi van beraad karena gugatan Penggugat Prematur (belum saatnya diajukan). Dan pada Tergugat II dikategorikan eksepsi peremtoir karena gugatan Penggugat kabur/tidak jelas (obscuur libel). Oleh karena itu, Tergugat I meminta kepada majelis hakim agar gugatan Penggugat tidak diterima. Mengacu pada alasan-alasan Para Tergugat dan berdasarkan pertimbangan hukum, majelis hakim telah memutuskan yang pada pokoknya menyatakan bahwa “menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka majelis berpendapat eksepsi dari Tergugat I dan Tergugat II harus ditolak.”

Pada saat persidangan, Penggugat mengakui telah menandatangani sebuah formulir yang disodorkan oleh Tergugat II yang pada hakikatnya adalah suatu persetujuan perjanjian asuransi unit link (dan dibenarkan dalam pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Medan) Yang ternyata menurut Penggugat hal tersebut sangat bertolak belakang dengan apa yang ditawarkan melalui telepon. Oleh karena itu, baik Tergugat I dan Tergugat II mengajukan jawaban atas dalil-dalil yang diajukan oleh Penggugat dibarengi eksepsi.

Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara melalui proses peradilan, tidak hanya berfungsi memimpin jalannya persidangan, akan tetapi hakim juga berfungsi bahkan berkewajiban mencari dan menemukan hukum materiil

23

Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 2000,Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 62.

24


(2)

yang akan diterapkan untuk memutuskan perkara. Adapun hakim dalam memutuskan perkara yang diputuskan adalah setiap petitum atau tuntutan yang berisi permintaan kepada Pengadilan untuk dinyatakan dan ditetapkan sebagai hak Penggugat atau hukuman kepada Tergugat.

Sebagaimana dalam perkara ini, setelah proses pembuktian dan kesimpulan selesai majelis hakim akan mengakhiri sengketa kedua pihak dalam bentuk putusan.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan dalam pertimbangannya mengacu pada Pasal 1338 BW bahwa setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku secara sah dan sebagai undang-undang. Dan dengan demikian gugatan Penggugat sangat layak apabila ditolak oleh majelis hakim.

Apabila pihak-pihak yang berperkara merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri dan karena ada pihak tidak menerima putusan tersebut, maka seseorang pihak tersebut dapat mengajukan permohonan banding. Konsekuensi yuridisnya diajukan permohonan banding oleh salah satu pihak yang berperkara, maka putusan Pengadilan Negeri masih belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan putusan tersebut belum dapat dilaksanakan.

Setelah melakukan pemeriksaan dinyatakan selesai dan ditutup, majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan telah menjatuhkan sebuah putusan yang pada intinya menyatakan bahwa menolak permohonan banding, dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan terdahulu. Hal itu didasarkan pertimbangan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 86.K/Pdt./2012:

Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan Pengadilan Negeri Medan tersebut telah dikuatkan Pengadilan Tinggi Medan dengan putusan No. 279/Pdt/2010/PT.MDN.

Oleh karenanya, perjanjian asuransi antara para pihak tersebut merupakan perjanjian yang sah menurut hukum. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penipuan dan lainnya dapat dikatakan tidak terbukti dalam pemeriksaan banding. Sehingga Penggugat menempuh upaya hukum lain yaitu upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung.

3.2 Alasan-alasan dari Pemohon Kasasi mengajukan Memori Kasasi

Alasan-alasan yang diajukan Pemohon Kasasi dalam memori kasasi pada pokoknya :

1. Bahwajudex factiedalam mengadili perkara a quohanya bertitik tolak Pasal 1338 BW. Seharusnya judex factie membuat penilai-an hubungan hukum dalam perjanjian yang ditandatangani adalah kesepakatan kabur dan dibuat secara tipu muslihat.

2. Bahwa perjanjian yang ditandatangani Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi II adalah perjanjian yang menye-satkan. Perjanjian tersebut mempunyai makna yang bervariasi: variasi pertama Perjanjian Investasi, kedua Perjanjian Asuransi dan yang ketiga Perjanjian Jual Beli Saham, maka perjanjian tersebut menyesatkan nasabah (Pemohon Kasasi).

3. Bahwa judex factie keliru membuat pertimbangan hukum menilai isi perjanjian tersebut menimbulkan kerancuan hukum. Perjanjian tersebut hanya kemauan sepihak Termohon Kasasi II memperdaya Pemohon Kasasi tanpa mempertimbang-kan Pemohon Kasasi. Dengan demikian perjanjian harus dibatalkan melanggar Pasal 1256 B W ;

4. Bahwajudex factie dalam pertimbangan hukumnya menilai Perjanjian dengan Pasal 1338 BW adalah keliru. Perjanjian tersebut tidak dilaksanakan dengan itikad baik dan melanggar unsur kesusilaan.

5. Bahwa judex factie salah menerapkan hukum yang mempedomani Pasal 1338 BW. Padahal perbuatan dari Termohon Kasasi II merupakan perbuatan melawan hukum karena Perjanjian tersebut yang isinya bervariasi dan spekulatif melanggar unsur kesusilaan, karena hanya menerap-kan kemauan sepihak. Tentu mempunyai muatan tipu muslihat.

6. Bahwa judex factie keliru dan silap menerapkan Pasal 1338 BW karena perjanjian tersebut sudah sangat jelas bertentangan hukum. karena Termohon Kasasi II mengakui Perjanjian tersebut mempunyai resiko tinggi sehingga harus benar - benar mempunyai jaminan atau perjanjian tersebut tidak dapat dibuat dengan cara untung - untungan harus di-uraikan jelas dan nyata. Dengan demikian, perjanjian tersebut sangat jelas merupakan perjanjian yang melanggar Pasal 1328 BW, maka menurut hukum putusan judex factiewajar untuk dibatalkan.

Berdasarkan alasan-alasan dalam memori kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi, majelis kasasi Mahkamah Agung RI telah memberikan putusan Nomor 86.K/Pdt/2012 yang berpendapat bahwa permohonan kasasi Pemohon Kasasi harus ditolak. Penolakan permohonan kasasi, dikarenakan putusanjudex factie sesuai dan tidak bertentangan hukum serta undang-undang.


(3)

Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan Pemohon Kasasi, Mahkamah Agung terhadap judex factie menyatakan telah benar dalam penerapan hukumnya sesuai dengan hukum perjanjian dan hukum pembuktian. Mahkamah Agung sebagai peradilanjudex jurisberpendapat

Menimbang, bahwa perjanjian antara Penggugat dan Tergugat II berupa Mandiri Investasi Sejahtera adalah sah dan undang-undang bagi yang membuatnya yaitu Penggugat dan Tergugat II.

Pertama, bahwa terbukti Pemohon Kasasi telah menandatangani Surat Perjanjian Asuransi Jiwa (SPAJ (bukti T I-6 atau T II-2) beserta proposalnya (bukti T I-4 atau T II-1) dimana Pemohon Kasasi sebagai pemegang polis dan Cut Liska Meiyanne sebagai tertanggung. Hal tersebut merupakan bukti kesepakatan yang kuat untuk diadakannya perjanjian asuransiunit link.

Perjanjian asuransi merupakan salah satu bentuk perjanjian obligatoir yang sepenuhnya tunduk pada asas-asas hukum perjanjian. Yang terutama pacta sunt servanda, mutlak sifatnya dalam perjanjian asuransi, sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1320 BW dan Pasal 251 WvK. Berdasarkanpacta sunt servanda, perjanjian asuransi yang telah disepakati para pihak, merupakan ketentuan undang-undang yang mengikat kepada mereka yang membuatnya. Konsekuensi yang timbul dari asas pasal tersebut adalah para pihak harus menaati dan melaksana-kannya dengan baik. Kepercayaan Pemohon Kasasi tanpa sebelumnya membaca dan meneliti isi daripada perjanjian asuransi yang disodorkan Termohon Kasasi II, yang tidak sesuai dengan penjelasan yang disampaikan melalui telemarketing membawanya pada perbuatan atau tindakan nyata menerima dengan menandatangani perjanjian baku berbentuk SPAJ (bukti T I-6 atau T II-2) dan Proposalnya (bukti T I-4 atau T II-1) sebagai penerimaan Pemohon Kasasi tentang kesepakatan lahirnya perjanjian asuransi unit link atau PAYDI, sehingga ditindaklanjuti oleh Termohon Kasasi II untuk menerbitkan Polis (bukti P-2 atau T I-9) dan Ketentuan Umum Polis Asuransi Jiwa dan Investasi (bukti T I-10 atau T II-4).

Lahirnya kesepakatan dalam kasus diatas, didasarkan teori penerimaan (ontvangstheorie) yang berkembang dalam praktik, bahwa kesepakatan terjadi pada saat penawaran diterima pihak kepada siapa penawaran disampaikan. Bukti penerimaan Pemohon Kasasi menandatangani SPAJ dan Proposal sampai diterbitkannya polis, semakin menguatkan hakim kepada kebenaran formil bahwa telah terjadi kesepakatan yang bebas, baik penanggung maupun tertanggung. Oleh karenanya, hal-hal yang tidak relevan dengan pembuktian sudah barang tentu tidak perlu dipertimbangkan dan harus dikesampingkan. Menurut Sutan Remy Sjahdeini yang menegaskan bahwa “pada perkembangannya, telah lahir asas yang disebut dengan duty to read yaitu duty sebenarnya tidak mengandung pengertian bahwa suatu pihak mempu-nyai kewajiban untuk membaca perjanjian tersebut, tetapi mempunyai pengertian bahwa pihak tersebut akan terikat kepada perjanjian itu sekalipun untuk bagian tersebut atau bahkan seluruh perjanjian tersebut ternyata yang bersangkutan tidak membacanya.”25

Hal tersebut menentukan suatu pihak yang menandatangani instrumen, memanifestasikan persetujuannya terhadap instrumen itu dan tidak diperkenankan untuk kemudian mengemukakan keberatannya bahwa tidak pernah membaca instrumen itu atau tidak memahami isi instrumen tersebut. Kecuali apabila terdapat suatu alasan penandatanganan perjanjian asuransi, khususnyaunit linkatau PAYDI yang diakibatkan olehfraud(kecurangan) atau misrepresentation.

Kedua, akibat yang paling penting dalam perjanjian asuransi dikaitkan asaspacta sunt servanda, salah satu pihak tidak dapat menarik, mencabut atau membatalkan perjanjian secara sepihak. Oleh karenanya, pembatalan atau penarikan perjanjian hanya dapat dilakukan atas persetujuan dan kesepakatan bulat kedua pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (2) BW. Pembatalan perjanjian asuransi secara sepihak, Menurut Agus Yudha Hernoko, perlu dibedakan antara pembatalan dan pemutusan kontrak.26 Pembatalan kontrak pada dasarnya adalah suatu keadaan yang membawa akibat suatu hubungan kontraktual itu dianggap tidak ada. Pembatalan mengarah pada fase pembentukan kontrak. Pemutusan kontrak mengakui keabsahan kontrak serta mengikat para pihak, namun dalam pelaksanaan bermasalah sehingga kontrak diputus (fase pelaksanaan kontrak).

Pemohon Kasasi mendalilkan perjanjian yang telah ditandatangani, mengandung muatan penipuan dan melanggar asas kepatutan dan moralitas. Tiada kesepakatan bermakna, jika kesepakatan terjadi akibat kekeliruan (kekhilafan, dwaling), diberikan dibawah ancaman (dwang), atau diperoleh akibat penipuan (bedrog). Hal tersebut ditepis Termohon Kasasi II dengan menyatakan Pemohon Kasasi telah diberitahukan mengenai adanya ketentuanCooling Off Period(Hak Bebas Lihat), dimana Pemohon Kasasi diberi kesempatan mempelajari dan memastikan bahwa isi polis telah sesuai dengan keinginan Pemohon Kasasi sebagai Pemegang Polis selama 14 hari. Fakta membuktikan Pemohon

25

Sutan Remy Sjahdeini, 2009,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hal. 89-90.

26


(4)

Kasasi telah menerima polis, membaca dan memahami atau tidak membatalkan polis. Tiada penipuan atau pelanggaran asas kepatutan atau moralitas.

Berdasarkan uraian pembahasan di atas sangat tepat jika Mahkamah Agung menolak semua dalil-dalil Pemohon Kasasi dalam memori kasasi. Putusan judex facti dalam perkara tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dalam bidang perasuransian khususnya berkaitan lahirnya suatu perjanjian asuransi unit link atau PAYDI melalui penawaran secaratelemarketing.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan kajian dan analisis dalam pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Terjadinya Kesepakatan dalam Perjanjian Asuransi yang lahir melaluiTelemarketing:

a. Lahirnya perjanjian asuransi ditentukan melalui kesepakatan yang terdiri dari penawaran dan penerimaan. Berdasarkan teori penerimaan (ontvangstheorie), perjanjian asuransi lahir dibuktikan dengan perbuatan nyata atau dokumen perbuatan hukum.

b. Perusahaan asuransi telah melakukan inovasi melaluiunit link(PAYDI) yaitu perpaduan antara asuransi jiwa dan investasi dengan pengembalian dana investasi didasarkan pada klaim dan/atau berakhirnya perjanjian asuransi.

2) Kekuatan mengikat Perjanjian Asuransi secaraTelemarketing:

a. Kesepakatan lahir melalui persesuaian kehendak para pihak dan menimbulkan akibat bahwa perjanjian asuransi mempa-nyai kekuatan mengikat (asaspacta sunt servanda), berlaku sah sebagai undang-undang dan tidak dapat dibatalkan sepihak.

b. Kekuatan mengikat perjanjian asuransi secara telemarketingdijumpai dari kekua-tan alat bukti. Kesepakatan perjanjian asuransi secaratelemarketingberdasarkan teori penerimaan yang merupakan perjanji-an konsensual yang berlaku hanya bukti permulaan dan diejawantahkan ke polis.

c. Perjanjian asuransi secara telemarketing berlaku kekuatan pembuktian formil bertahap, cukup melalui telemarketing dan/atau dibarengi penandatanganan. Sepanjang telah ditandatangani dan diakui kebenaran isinya, maka perjanjian asuransi memiliki kekuatan pembuktian formil. perjanjian asuransi memuat pokok-pokok dalam asuransi, sehingga pembuktiannya terbagi dua: sebelum dan sesudah polis terbit. Pembuktian lengkap ditemukan setelah polis terbit dengan kekuatan pembuktian sempurna. Polis yaitu akta sepihak, untuk kepentingan tertanggung.

3) Ratio DecidendiPutusan Mahkamah Agung RI Nomor 86.K/Pdt/2012 yang menolak permohonan Kasasi :

a. Pertimbangan Judex Facti tentang kesepakatan dalam perjanjian asuransi secara telemarketing berpedoman pada Pengadilan Negeri dalam putusan Nomor 191/Pdt.G/2009/PN.MDN yang menolak eksepsi Para Tergugat. Sedangkan dalam pokok perkara memberikan pertimbangan berdasarkan pembuktian pada apa yang ditandatangani Penggugat sebagai wujud kesepakatan dalam bentuk produk Mandiri Investasi Sejahtera. Serta dikuatkan pula oleh majelis hakim banding dalam putusan Nomor 279/Pdt/2010/PT.MDN.

b. PertimbanganJudex JurisMahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 86.K/Pdt/2012 menyatakan: - Judex Factietidak salah menerapkan hukum;

- Penilaian terhadap hasil pembuktian tidak dapat dipertimbangkan dalam tingkat kasasi, sebab tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum;

-Maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi harus ditolak. Saran

Saran yang dapat disumbangkan terhadap isu hukum adalah sebagai berikut:

1) Bagi para pihak yang telah membuat perjanjian asuransi hendaknya harus berdasarkan Pasal 1320 BW dan mentaati Pasal 1338 ayat (1) BW demi terwujudnya kepastian hukum.

2) Bank dalam hal aktivitas bancassurance hendaknya menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential principle) terhadap produkunit linkyang ditawarkan pada nasabah dengan memberikan penjelasan yang jelas, lengkap tidak menyesatkan agar tidak terjadi kekeli-ruan dalam penutupan perjanjian asuransi.

3) Bagi calon pemegang polis atau tertanggung sebelum menutup asuransi hendaknya perlu membaca, meneliti, dan memastikan terlebih dahulu secara cermat syarat dan ketentuan yang termuat dalam perjanjian asuransi apakah telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya agar tidak terjadi pembatalan atau pemutusan perjanjian asuransi di kemudian hari. Sekalipun penawaran dilakukan praktis melaluitelemarketingatau lebih lanjut dapat meminta bantuan kepada konsultan asuransi yang bersertifikat.


(5)

4) Bagi Pemerintah dan OJK selaku regulator dan pengawas lembaga jasa keuangan hendaknya segera membuat peraturan pelaksanaan yang tegas dan jelas mengenaiunit link(PAYDI) sesuai amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan OJK No. 23/POJK.05/2015, khususnya terkait prosedur lahirnya perjanjian asuransi melalui telemarketingyang memberikan perlindungan seimbang bagi calon pemegang polis/tertanggung dan penanggung serta aturan tentang pengelolaan dana yang bertalian dengan premi untuk asuransi jiwa dan dana investasi.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, kedua orang tua penulis teruntuk ayah (Achmad Hasan), ibu (Siti Mariam), kakak (Muhammad Fariz Mawardi, S.E., M.M.) dan adik (Faiqnadianis Ivada), keluarga besar, serta para sahabat-sahabat penulis yang telah mendukung, mendoakan, dan memberikan motivasi kepada penulis. dan tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen-dosen Fakultas Hukum Universitas Jember antara lain : Dosen Pembimbing Utama, Prof. Dr. Herowati Poesoko, S.H., M.H.; Bapak I Wayan Yasa, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Anggota; dan Ibu Iswi Hariyani, S.H., M.H., selaku Ketua Penguji Skripsi, serta Ibu Edi Wahjuni, S.H.,M.Hum., selaku Sekretaris Panitia Penguji skripsi, yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat, dan inspirasi kepada penulis sehingga artikel ilmiah ini dapat terselesaikan dengan penuh rasa kebanggaan.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Abdulkadir Muhammad, 2000,Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti ____________________, 2011,Hukum Asuransi Indonesia,Bandung: Citra Aditya Bakti

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Jakarta: Kencana Premadamedia Group

Agus Yudha Hernoko, 2008, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta: LaksBang Mediatama

Badiryah Harun, 2009,Tata Cara Menghadapi Gugatan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia

Bryan A. Garner, 2004,Black’s Law Dictionary, Eight Edition, St. Paul Miwn: West, a Thomson Business Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 2000,Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1983,Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya,Yogyakarta: Liberty Freddy Pieloor, 2009,Jangan Beli Unit Link, Bila Anda Tidak Paham Benar, Jakarta: Elex Media Komputerindo G.H.S. Lumban Tobing, 1996,Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga

Harun M. Husein, 1992,Kasasi sebagai Upaya Hukum, Jakarta: Sinar Grafika

Herlien Budiono, 2010,Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya Bakti

______________, 2015, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berdasarkan Asas-Asas Wigati Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti

J. Satrio, 1995,Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Bandung: Citra Aditya Bakti

Ketut Sendra, 2007, Bancassurance = Bank + Asuransi, Kemitraan Strategis Perbankan dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: PPM

___________, 2011, Konsep dan Penerapan Asuransi Jiwa Unit Link (Proteksi Sekaligus Berinvestasi), Jakarta: Mandar Maju

Lilik Mulyadi, 1999,Hukum Acara Perdata, Djambatan: Jakarta

Mariam Darus Badrulzaman, 2015, Hukum Perikatan Dalam KUH Perdata, Buku Ketiga Yurisprudensi, Doktrin, Serta Penjelasan, Bandung: Citra Aditya Bakti


(6)

Moch. Isnaeni, 2013,Perkembangan Hukum Perdata di Indonesia, Yogyakarta: LaksBang Grafika

Mohammad Saleh dan Lilik Mulyadi, 2012, Bunga Rampai Hukum Acara Perdata Indonesia, Perspektif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, Bandung: Alumni

Peter Mahmud Marzuki, 2014,Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group R. Subekti, 1989,Hukum Acara Perdata, Bandung: Binacipta

_________, 2001,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa Sentosa Sembiring, 2014,Hukum Asuransi, Bandung: Nuansa Aulia

Sutan Remy Sjahdeini, 2009, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Burgerlijk Wetboek (BW) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), terjemahan dari R. Subekti dan Tjitrosudibio

Wetboek van Koophandel(WvK) yang diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (SK Ketua BAPEPAM-LK) Nomor KEP-104/BL/2006 tentang ProdukUnit Link.

Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 12/35/DPNP perihal: Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance)

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi

KARYA ILMIAH :

Kevin Angkouw, Fungsi Mahkamah Agung Sebagai Pengawas Internal Tugas Hakim Dalam Proses Peradilan, (JurnalLex Administratum,Volume II/No.2/Apr-Jun/2014)

Moch. Isnaeni, 2003,Kontrak sebagai Bingkai Kegiatan Bisnis, Surabaya: dalam Workshop Teknik Perancangan dan Review Kontrak-Kontrak Bisnis

INTERNET :

http://www.jurnalhukum.com/teori-teori-yang-digunakan-untuk-menentukan-terjadinya-kesepakatan/ diakses pada tanggal 20 April 2016 pukul 13.20 WIB.