Penafsiran Kata Israf Menurut Hamka dan Ibn Kathir
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
dan kebersihan makanan dan minuman, jangan berlebih-lebihan, sehingga memperturutkan selera saja. Sebab makan minum yang berlebih-lebihan bisa pula
mendatangkan penyakit. Berlebih-lebihan, bisa pula merusak kepada rumah tangga dan perekonomian diri sendiri. Di ujung ayat di atas ditegaskan:
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang berlebihan.
17
Allah tidak suka kepada orang yang berbelanja keluar lebih besar dari pada penghasilan yang masuk. Keborosan membawa celaka bagi diri dan celaka bagi
rumah tangga. Hal ini dijelaskan lagi oleh Hadith yang di rawikan oleh Abd bin Humaid,
dan al-N asa’i dan Ibn Majah, dan Ibnu Mardawaihi dan al-Baihaqi dalam
Syu’abul Iman, diterima dari jalan „Amr bin Syu’aib, dia menerima dari ayahnya, ayahnya meneri dari neneknya:
ْلاَواْو قدَصَتَواْو بَرْشاَواْو ك َر ْ َآ ب ح َه إَف فَرَس َََو َ ْي خَ رْيَغ ْ فاْو سَ
دْ َع َ َع تَمْع ن رَثَأ هاور
ي لا
Makanlah kamu, dan minumlah dan bersedekahlah dan berpakaianlah, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Karena tuhan Allah
amat suka melihat bekas nikmat-Nya pada hamba-Nya.
17
Hamka,
Tafsir al-Azhar,
Juzu ’ VII, Jakarta: PT. Panji Mas, , hlm. 213-214
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Ibnu Abbas menjelaskan: “Makanlah apa yang engkau suka, minumlah apa yang engkau suka, tetapi janganlah memakai yang dua, yaitu sombong dan boros.”
Ikrimah menjelaskan lagi: “Janganlah berlebih-lebihan ialah pada memakai pakaian dan makanan dan minuman.”
Ibnu Munabbih berkata: “Boros ialah bila orang berpakaian atau makan atau minum barang-barang yang diluar kesanggupannya.”
Berlebih-lebihan atau boros ialah melampaui batas yang patut. makanlah samapai kenyang, kalau sudah mulai kenyang berhentilah, jangan diteruskan juga
karena selera masih di buka. Minumlah sampai lepas haus, kalau haus sudah lepas, jangan juga diteruskan minum, nanti badan menjadi lelah, sebagai tentara Thalut
dilarang minum sebelum menyebrang menuju Palestina, kecuali seteguk air. yang minuman lebih dari seteguk air lemahlah badannya hingga tidak kuat berjuang
lagi. Ukuran dalam hal ini adalah kesadaran Iman kita sendiri. Orang kaya-raya
yang mempunyai berpuluh persalinan pakaian, tentu tidak pantas pergi ke Masjid dengan pakaian lusuh, Orang miskin yang pakaiannya hanya dua salin saja, tentu
kepahayahan kalau dia hendak menyediakan lagi pakaian lain yang segagah pakaian orang kaya. makanan dalam rumahpun mempunyai tingkat-tingkat pula.
Iman menjadi alat penimbangan yang halus dalam urusan kesederhanaan dan keborosan ini.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2. Penafsiran Ibn Kathir
Dalam lafadz} Israf yang berkaitan dengan term berinfaq terdapat dalam
surah al-Furqan ayat 67 dan pada kebutuhan sehari-hari yang primer seperti saat makan, minum atau berpakaian terdapat dalam surah al-
A’raf ayat 31 sebagai berikut:
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
ََََ
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu di
tengah-tengah antara yang demikian.” QS. al-Furqan: 67.
18
Dalam Tafsir al-Jalalain: menyebutkan bahwa sifat „Ibadurrahman adalah ketika mereka berinfak pada keluarga mereka tidak berlebihan dan tidak pelit.
Mereka membelanjakan harta mereka di tengah-tengah keadaan berlebihan dan meremahkan. Intinya infak mereka bersifat pertengahan.
19
Ibnu Kathir menjelaskan bahwa sifat „Ibadurrahman adalah mereka tidak mubadhir boros kala membelanjakan harta mereka, yaitu membelanjakannya di
luar hajat kebutuhan. Mereka tidak bersifat lalai sampai mengurangi dari kewajiban sehingga tidak mencukupi. Intinya mereka membelanjakan harta
mereka dengan sifat adil dan penuh kebaikan. Sikap yang paling baik adalah sifat pertengahan, tidak terlalu boros dan tidak bersifat kikir.
20
18
Depertemen Agama RI,
QS. al-Furqan: 67,
hlm. 511
19
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyut}i,
Tafsir al-Jalalain
, cetakan pertama, terj, Bandung: Sinar Algesindo, 2001, hlm. 173
20
Ibn Kathir,
Tafsir al-Qur’an al-‘Az}im
, Cet. I Jakarta: Muassasah Qurthubah, 1421 H, hlm. 91
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Yakni mereka tidak menghambur-hamburkan hartanya dalam berinfak lebih dari pada yang diperlukan, tidak pula kikir terhadap keluarganya yang berakibat
mengurangi hak keluarga dan kebutuhan keluarga tidak tercukupi. Tetapi mereka membelanjakan hartanya dengan pembelanjaan yang seimbang dan selektif serta
pertengahan. Sebaik-baik perkara ialah yang dilaksanakan secara pertengahan, yakni tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.
21
Hal ini senada dengan firman Allah Swt.
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela
dan menyesal. Q S. al-Isra ’: 29.
22
Al-Hafiz} Abu bakar al-Bazar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad Ibn Yahya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Ibn Hakim, dari
Muslim Ibn Habib, dari Bilal al-Absi, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda:
دْصَ ْلا َ َسْحَأاَ َو َ غْلا ف دْصَ ْلا َ َسسْحَأاَ َةاَ عْلا ف دْصَ ْلا َ َسْحَأاَ َو رْ َفْلا ف
Betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan berkecukupan, dan betapa baiknya sikap ekonomis keadaan fakir, dan betapa baiknya sikap
ekonomis pertengahan dalam hal Ibadah. Kemudian al-Bazar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui Hadith ini melainkan hanya
melalui Hadith Huzaifah r.a.
21
Ibn Kathir,
Tafsir al-Qur’an al-‘Azim
, cet, Pertama, Terj Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004, hlm. 68
22
Depertemen Agama RI,
Q S. al-Isra’: 29
, hlm. 388
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Al-Hasan al-Basri mengatakan bahwa membelanjakan harta di jalan Allah tidak ada batas berlebih-lebihan, Iyas Ibnu
Mu’awiyah mengatakan bahwa hal yang melampaui perintah Allah adalah perbuatan berlebih-lebihan. Selain dia
mengatakan bahwa berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta itu bila digunakan untuk berbuat durhaka kepada Allah Swt.
23
Para salaf mengatakan perkataan semisal di atas.
24
Iyas bin Mu’awiyah
berkata.
ا واج
ب ر أ
ه و ف
فرس
Melampaui dari yang Allah perintahkan sudah disebut berlebihan. Ulama selain beliau mengatakan.
ه يصع ف ف لا فرسلا
Sikap berlebihan dalam membelanjakan harta adalah menafkahkan harta dalam maksiat kepada Allah.
Perbuatan berlebihan Israf dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya,
Israf dapat terjadi pada kebutuhan sehari-hari yang premer seperti saat makan, minum atau berpakaian, seperti firman Allah:
َ
َ
َ
َ
َ
23
Ibn Kathir, hlm. 68-70
24
Syaikh „Abdurrahman bin Nas}ir al- Sa’di,
Taisir al-Karim al-Rahman
Bairut: Muassasah Ar Risalah, 1423 H. hlm. 148
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Makan dan minumlah kalian, dan janganlah berlebih-lebihan. al- A’raf:
31. Imam Bukhari mengetakan, Ibn Abbas berkata bahwa makna yang dimaksud
ialah makan sesukamu dan berpakaianlah sesukamu selagi engkau hindari dua pekerti, yaitu berlebihleihan dan sombong.
25
Abdur Rahman Ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firmannya:
َ
َ
Dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Q S. al- A’raf:31
Yakni janganlah kalian memakan yang diharamkan, karena memakan yang diharamkan merupakan perbuatan berlebih-lebihan. seperti dalam surah al-
Maidah: 87
َ
َ
َ
َ
ََ
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Q S. al-Maidah: 87.
Yakni yang melampaui batasan Allah dalam masalah halal atau haram, yang berlebih-lebihan terhadap apa yang dihalalkan-Nya, yaitu dengan menghalalkan
yang diharamkan-Nya atau mengharamkan yang dihalakan-Nya. Tetapi Allah menyukai sikap yang menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan mengharamkan
25
Ibn Kathir,
Tafsir al-Qur’an al-A’zim
, terj, juz, 8 Bandung: Sinar baru, 2002, hlm. 289
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
apa yang diharamkan-Nya, karena yang demikian itulah sifat pertengahan yang diperintahkan oleh-Nya.
26