Penjelasan Pemahaman Iman GPIB

50 4. Bahwa Roh Kudus yang adalah Roh keberanian akan menolong orang percaya untuk lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia 15 . Seperti yang telah disaksikan oleh para Rasul ; oleh karena itu Gereja terpanggil memperdengarkan suara kenabian terhadap masalah negara, bangsa, dan masyarakat. 5. Bahwa berdasarkan tuntunan Roh Kudus, warga jemaat yang adalah sekaligus warga negara wajib menaati undang-undang dan penjabarannya yang telah menjadi ketetapan bersama 16 , namun ia wajib memberi saran-saran perbaikan secara kritis dan konstruktif lewat saluran saluran pengawasan demi keadilan dan kesejahteraan bangsa 17 . 6. Bahwa berdasarkan tuntunan Roh Kudus, warga jemaat yang adalah sekaligus warga negara perlu membina rasa kebersamaan sebagai satu bangsa yaitu Indonesia, membangun saling pengertian dan toleransi dalam rangka menghayati kerukunan nasional, dan menggalang kemajuan bersama 18 bagi rakyat Indonesia. 7. Bahwa berdasarkan tuntunan Roh Kudus, warga jemaat yang adalah sekaligus warga negara, di dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, perlu membangun rasa persatuan dan kesatuan yang tidak merusak kebhinekaan dan kesetaraan 19 yang telah menjadi bagian dari masyarakat warga civil society, di mana hak – hak asasi manusia dijunjung tinggi.

B. Penjelasan

Bahwa Allah sebagai sumber kuasa memberikan kuasaNya kepada pemerintah sebagai hamba Allah untuk mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi semua ciptaan. Pada hakekatnya Allah tidak menghendaki adanya pemerintah. Allah yang memerintah dan Allah juga yang berkuasa atas umatnya. Adanya pemerintah karena kehendak umat Israel.Waktu mereka berkata: Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami, perkataan itu mengesalkan Samuel, maka berdoalah Samuel kepada Tuhan. Tuhan berfirman kepada Samuel: Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, 15 Kisah 4:19; 5:29. 16 Kej 47:23-26; Bil 35:22-29; Mat 22:17-21. 17 Mik 3:8;6:8;9-12; Amsl 5:21; Yun 3. 18 Kis 4:32-35; Gal 5:13-15; Flp 2:1-4. 19 Gal 3:28. 51 tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka. I Samuel. 8:6,7. Hal inilah yang dikatakan Pdt.O.E.Ch.Wuwungan 20 pada saat menjelaskan tentang latarbelakang pemikiran sehingga timbul rumusan bahwa Allah, sebagai Sumber Kuasa, memberikan kuasa kepada pemerintah bangsa-bangsa guna mendatangkan keadilan dan kesejahteraan, memelihara ketertiban serta mencegah dan meniadakan kekacauan dan kejahatan . Jadi kuasa yang ada pada pemerintah dalam suatu negara adalah semata-mata pemberian Allah yang harus dipertanggung-jawabkan. Pemerintah dan negara ada karena kehendak dan rencana Allah. Demikian pula gereja baca: orang Kristen ada di bumi Indonesia ini karena kehendak dan rencana Allah. GPIB sebagai gereja yang ada di Indonesia hadir untuk menyampaikan berita keselamatan bagi semua ciptaan. Dengan demikian maka baik pemerintah atau negara dan juga gereja semuanya berada dalam kedudukan yang sama sebagai hamba Allah. Ide tentang hamba Allah ini lahir dari pergumulan panjang GPIB setelah ia memutuskan untuk mandiri pada tahun 1948. Ada dua persoalan yang terjadi pada saat itu. Pertama, persoalan untuk melayani tiga gereja saudara GMIM,GPM, GMIT dan kedua, melayani umat Kristen di luar tiga gereja saudara tersebut. Selain itu pula GPIB menghadapi persoalan bangsa yang baru merdeka 1945 dengan berbagai tantangan persatuan dan keutuhan bangsa. Apabila Gereja GPIB dan PemerintahNegara tetap memahami jati dirinya sebagai hamba Allah maka mau dan tidak mau mereka harus melakukan tugasnya dengan baik yakni menegakan keadilan, kebenaran dan kemakmuran bagi masyarakat. Ketika ditanyakan pemerintah yang bagaimana yang dikehendaki Allah, Pdt.Kaihatu menjelaskan: 20 Wawancara dengan Pdt.O.E.Ch. Wuwungan, Ketua Sinode GPIB Periode 1990-1995 Tanggal 30 Januari 2014 di Bogor. 52 Alkitab memberikan gambaran bahwa Negara adalah alat yang dibentuk dan dipelihara oleh Tuhan untuk melindungi dunia terhadap kekalutan. Negara telah menerima kuasa dan tanggung jawab dari Tuhan untuk mencapai tujuan itu. Empat kutipan Alkitab menjelaskan hal ini. Kutipan pertama adalah Kejadian 9 : 5 –6.Ini adalah tuntutan pembalasan terhadap orang yang menumpahkan darah. Dengan sendirinya pelaksana dari keinginan Tuhan Allah untuk menuntut pembalasan ini adalah manusia sendiri. Dan ini hanya mungkin terjadi kalau ada struktur dalam masyarakat dalam bentuk pengaturan dan pemerintahan. Kutipan kedua adalah Mazmur 72:1. Di sini Allah mengaruniakan wibawa dan kekuasaan kepada raja. Kutipan ketiga adalah Yohanes 19 : 11. Yesus sendiri memastikan bahwa kuasa tidak akan ada pada tangan Pilatus kalau tidak diberikan dari atas. Kutipan keempat adalah Roma.13:1 –2.Paulus memastikan bahwa Pemerintah ditetapkan Allah dan karena itu harus dipatuhi. Makanya Calvin memastikan bahwa penguasa dan Negara harus menyadari bahwa sumber kekuasaannya adalah dari Allah. Dan karena itu pemerintahan sipil harus memikirkan rakyat sesuai dengan kehendak Tuhan. 21 Catatan Calvin ini penting, karena kuasa yang diberikan Tuhan bisa disalah gunakan, dan dijadikan tujuan.Yang terjadi sebagai akibatnya adalah hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Faham bahwa kekuasaan itu berasal dari Tuhan secara ringkas mengingatkan penguasa untuk rendah hati, mengingatkan masyarakat untuk mengkritisi secara positip dan konstruktif sebagai bentuk dukungan. Dengan demikian terbangun kesatuan dan persatuan yang memelihara kebhinekaan dan kesetaraan. Dalam keadaan seperti inilah hak hak asasi manusia dijunjung tinggi. Dan ini hanya akan mungkin terjadi dalam penyertaan Roh Kudus. 22 Persoalannya sekarang adalah bagaimana peranan dan fungsi gereja itu bisa berjalan tanpa ada benturan kepentingan dengan PemerintahNegara. Pdt.S.Th Kaihatu memberikan penjelasan bahwa: Antara Gereja dan PemerintahNegara punya tugas dan tanggung jawab masing- masing. Pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan gereja atau sebaliknya, gereja juga tidak boleh ikut campur urusan PemerintahNegara. Masing-masing berada pada wilayah kekuasaannya sendiri-sendiri. Tetapi, ketika berbicara tentang keadilan dan kebenaran serta peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, Gereja dan Pemerintah harus dapat mewujudkannya. Pokoknya semua yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dan hak asasi manusia serta lingkungan hidup gereja dan pemerintah terlibat bersama-sama sebagai hamba Allah untuk melayani masyarakat. 23 21 Pandangan Calvin tentang hal ini bisa dilihat dalam Mc Neill.J.T. : Calvin: Institutes of the Christian Religion Vol. XX. London, SCM Press 1960. 22 Wawancara dengan S.Th.Kaihatu, M.Th. Ketua Sinode GPIB 2005-2010 tanggal 23 Januari 2014 di Jakarta. 23 Ibid. 53 Oleh karena itu topik kedua yang diangkat dalam rumusan Negara dan Bangsa adalah “ berilah kepada kaisar apa yang kaisar punya dan kepada Allah apa yang Allah punya ”. Tinggal bagaimana peranan dan fungsi masing-masing lembaga dijalankan. Menurut Pdt.Kaihatu kita harus memahami konteks kita di Indonesia yang berbeda dengan konteks Tuhan Yesus dan Paulus. Konteks Yesus berhadapan dengan Kaisar sebagai penguasa pada jaman itu dimana bangsa Yahudi sangat tertekan sedangkan Paulus yang berkebangsaan Romawi melihat Pemerintah sebagai alat dan hamba Allah di dunia. Bagaimana wajah Indonesia, itulah wajah tantangan GPIB. 24 Dalam kenyataan hubungan antara Gereja dan Masyarakat masih diwarnai oleh beban sejarah kolonial. Beban sejarah ini masih tetap dieksploitasi oleh pihak muslim khususnya. Pihak muslim yang mayoritas masih sangat labil secara politis. Karena itu, kita masih harus bertanya kedepan, apakah negeri ini akan menjadi negeri nasionalis sungguh sungguh. Kemungkinan lain adalah negeri ini akan menjadi negeri Islam type Malaysia, type Turki, atau type Afganistan zaman Taliban. Dalam Islam sendiri ada banyak aliran. Ada yang keras, ada yang moderat, ada yang moderat. Pihak Islam moderat masih sangat banyak dan perkembangan theologia dikalangan Islam juga maju pesat. Namun ada persepsi yang tidak bisa dihindari bahwa negara negara barat berlaku tidak adil dalam ekonomi global, dengan hasil banyak penderitaan di negara negara berkembang, termasuk Indonesia. 24 Baca juga dokumen Pokok-Pokok Kebijakan Umum Panggilan Dan Pengutusan Gereja PKUPPG, Jakarta 2010 Bab-II: Tantangan Pelayanan yang dihadapi GPIB: GPIB hadir sebagai gereja mandiri ditengah situasi revolusi, dimana bangsa Indonesia berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Semangat merdeka yang khas abad XX pasti ikut mempengaruhi kehadiran dan pelayanannya. Bisa dimengerti bahwa dalam perjalanannya, GPIB ikut serta secara langsung mengalami pasang surut yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu GPIB dituntut senantiasa menyadari tantangan-tantangan yang dihadapinya. Tantangan itu bisa muncul sebagai tantanganh eksternal dan internal. Tentu saja kedua jenis tantangan ini berhubungan satu dengan yang lain. Bahkan sering terjadi tantangan eksternal dengan sendirinya juga menjadi tantangan internal Gereja, karena gereja memang harus ada dalam dunia sekalipun bukan dari dunia. Gereja harus mengembangkan diri agar mampu menjawab seluruh tantangan itu. 54 Belum lagi persepsi bahwa negara negara Barat itu adalah negeri negeri Kristen membuat persepsi masyarakat Islam terhadap Gereja masih tetap miring. Bukan hal yang rahasia lagi, bahwa perilaku negara negara barat yang besar dan kaya melahirkan reaksi di Indonesia berupa tekanan terhadap gereja. GPIB hadir dalam suatu masyarakat yang yang memiliki begitu banyak sumber daya alam, akan tetapi masyarakatnya miskin secara akut. Kemiskinan ini sangat didorong oleh kenyataan korupsi di negeri ini secara keseluruhan. Ada analisis yang mengatakan bahwa korupsi ini banyak ditentukan oleh budaya setempat. Hal ini harus dipertimbangkan secara serius, mengingat begitu banyak negeri di Asia yang jauh lebih muda usianya, telah berkembang, sementara negeri ini makin terpuruk. Sinyalemen bahwa korupsi dipicu oleh pengusaha non-pri harus berhadapan dengan kenyataan bahwa di negeri negeri di Asia dimana non-pri nya banyak justru sudah jauh lebih maju. Analisis lain meletakkan kesalahan pada penjajah dan sikap mental yang ditinggalkannya. Nyatanya bahkan ketika penjajah berganti rupa menjadi donator pun, kesulitan makin terasa. Makin terasa kebenaran saran Weber yang mengatakan bahwa Injil harus mentrasformasi budaya. Penolakan terhadap kehadiran gereja di Indonesia, khususnya wilayah pelayanan GPIB mungkin harus dimengerti dari sini. GPIB hadir dalam suatu situasi dimana masyarakatnya sedang „diserbu‟ oleh budaya global. Kehadiran budaya global ini ditentukan oleh tekhnologi informasi. M aka semacam „culture shock‟ tidak bisa dihindarkan, sementara orang tetap berdalih bahwa „kita beda‟, baik dengan alasan budaya, maupun mayoritas agama. Patut dipertanyakan apakah dalih ini bukan sekedar alasan untuk „tidak mau berubah‟. 55 Kalau ini yang terjadi, maka akan muncul berbagai tindak kekerasan, sebagai reaksi balik atas „serbuan‟ budaya global itu. Ini akan merupakan merupakan sikap kalap karena kalah. Karena serbuan budaya global ini sangat kena mengena dengan masyarakat Barat, maka lagi lagi kehadiran Gereja akan jadi pertanyaan. Dalam budaya global, orang harus menerima kenyataan pluralitas. Dalam kenyataan seperti ini orang harus menerima perbedaan sebagai hal yang wajar, tanpa menjadikan perbedaan itu alasan untuk memusuhi. Perobahan paradigma dalam sikap mental dan budaya secara keseluruhan dibutuhkan untuk menghadapi semuanya ini. Mestinya kalau pergeseran paradigma ini berjalan baik, maka perbedaan kemudian malahan akan dilihat sebagai kekayaan. Ini yang mulai muncul dan sedang disosialisasikan, termasuk dalam bidang theologia. Tanpa pretensi bahwa analisis ini sudah lengkap, mau dilihat satu hal lagi yang merupakan tantangan bagi pelayanan Gereja, yakni kekerasan . Menghadapi kekerasan yang terjadi kita jadi berpikir, apakah ini akumulasi dari berbagai frustrasi, ataukah ini merupakan wajah masyarakat yang sesungguhnya. Periode kekerasan yang sudah begitu panjang, menggoda kita untuk berpikir demikian. Ini ditambah lagi oleh kenyataan bahwa kekerasan kadang-kadang dengan model yang sama- terjadi di berbagai bagian dunia. Ada analisis yang mengatakan bahwa dibelakang kekerasan ada protes terhadap ketidak-adilan. Namun kalau kekerasan terlanjur disistimatisir dan dijadikan metode, maka yang muncul adalah terorisme. Yang jadi persoala n adalah „penghakiman‟ yang 56 dilakukan oleh pihak yang menteror, yang ternyata menelan banyak sekali korban yang tidak bersalah, dan tidak tahu apa apa. 25 Ketika ditanya bagaimana peranan warga gereja dalam hal politik dalam konteks Negara Indonesia Pdt.C.Wairata 26 memberikan penjelasan bahwa peranan politik itu ada pada potensi dan profesi masing-masing warga jemaat. Biar warga jemaat secara pribadi yang terlibat, gereja dalam hal ini hanya dapat membina warganya untuk tetap mengandalkan Kuasa Roh Kudus sehingga mereka dapat berkarya bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Baik di bidang eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Banyak warga GPIB yang menjadi anggota DPR di tingkat pusat maupun daerah, bahkan sebagai hakim, jaksa, TNI dan Polri. Mereka berkarya dengan tidak mengatasnamakan lembaga gereja GPIB tetapi sebagai anak Tuhan yang dipercayakan NeragaPemerintah. Bersamaan dengan pendapat Pdt.Wairata, Pdt.Kaihatu 27 memberikan penjelasan bahwa partisipasi politik warga gereja seperti peran dan fungsi garam. Ia tidak perlu nampak dan menonjol tetapi bekerja secara diam-diam untuk untuk memberikan manfaat bagi lingkungan masyarakat, bangsa dan negara. Gereja tidak perlu mendirikan partai politik atau berdemo dijalanan menentang korupsi dan tindakan diskriminasi yang bertentangan dengan hukum. Peranan gereja dalam hal ini membina warganya agar ia menjadi warga negara yang baik dengan mentaati undang- undang dan hukum yangt berlaku. Pertanyaan selanjutnya bagai mana dengan pemerintah yang otoriter dan korup tidak memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Menurut Pdt.Wairata, gereja harus dapat menunjukan suara kenabian 25 S.Th.Kaihatu, Pemahaman Iman Payung Teologi untuk mengejawantahkan Gereja Misioner Materi Bina Penatua dan Diaken, Periode 2010-2015. 26 Wawancara dengan Pdt.C.Wairata, Sekretaris Umum Majelis Sinode Periode 2000-2005 Tanggal 29 Januari 2014 di Jakarta. 27 Wawancara dengan Pdt.Kaihatu,Tanggal 25 Januari 2014 di Jakarta. 57 mengoreksi pemerintah yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Seperti gambaran dalam Wahyu. 28 Gereja harus memakai pendekatan secara positif, kritis, kreatif, dan realistis, dengan berdasarkan kepada Firman Tuhan dan tuntunan Roh Kudus. Menurut Pdt.C.Wairata berdasarkan pemikiran itulah maka lahir konsep jemaat misioner yang di gumuli oleh Pdt.D.R.Maitimoe. Dan inilah yang merupakan ciri khas dari GPIB sebagai jemaat Misioner. 29 Semua potensi dan keberadaan jemaat dikelolah dan diberdayakan untuk terwujudnya “Damai Sejahtera” bagi semua ciptaan. Oleh karena itu Pemahaman Iman sekarang ini agak berbeda dengan yang sebelumnya, karena pemahaman iman yang dibuat sekarang lebih menekankan kepada peranan Roh Kudus dalam kehidupan gereja di tengah bangsa dan negara. Dalam poin 4 sampai dengan 7, semua rumusan memberikan tekanan spada peran dan kuasa Roh Kudus. Ketika ditanyakan mengapa peran Roh Kudus dalam keempat poin ini sangat menonjol. Pdt.C.Wairata mengatakan bahwa kuasa Roh Kudus 28 Wawancara dengan Pdt.Wairata. 29 Potensi Pembangunan Jemaat Misioner sesuai dengan PKUPPG-GPIB: Potensi Internal:1.Persekutuan kebersamaan warga gereja pada seluruh wilayah pelayanan yang meliputi 25 propinsi di Indonesia. 2.Memiliki jalinan dan hubungan keesaan dengan gereja-gereja di Indonesia PGI dan seluruh dunia CCA,WCC,WCRC. 3.Harta milik pemberian Allah yang diterima sebagai warisan maupun yang diadakan, menjadi aset dalam mendukung panggilan dan pengutusan GPIB. 4.Memiliki sejumlah perangkat gereja: Pemahaman Iman, Tata Gereja, PKUPPG, Akta Gereja Tata Ibadah, serta ketetapan gereja lainnya. 5.Unit-unit Misioner kerja dan pelayanan terpadu, seperti unit kerja Penerbitan GPIB, Departemen-departemen, Yayasan-yayasan, Pusat pembinaan Warga Gereja dan Crisis Center. 6.Sistem pemerintahan gereja yang ditata berdasarkan asas Presbiterial Sinodal. 7.Pengalaman sejarah yang panjang berawal dari “de Indesche Kerk” serta tradisi gereja asal dari warganya yang beranega ragam yang merupakan suatu persekutuan dalam lingkungan Gereja Protestan di Indonesia GPI. Peluang Eksternal: 1.Warga gereja sebagai warga bangsa telah ikut berjuang merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan RI, oleh karena itu memiliki hak hidup dan perlingdungan yang sama sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 selaku konstitusi Negara. 2.GPIB sebagai organisasi adalah badan hukum yang sah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, sehingga berhak mendapatkan perlindungan dari Negara. 3.Perluasan kota yang diikuti dengan berbagai pembangunan termasuk pembangunan perumahan menyebabkan terjadinya penyebaran jemaat ke pemukiman baru, sehingga perlu antisipasi pembangunan gedung gereja dan pelanan baru. 4.Kemajuan sisitem informasi dan teknologi dapat mempermudah pola kerja, sistem komunikasi dan transportasi serta pengendalian jemaat. 5.Duduknya warga jemaat dalam lembaga-lembaga negara Eksekutif, Legislatif,Yudikatif dan LSM-LSM,Ormas, Orpol. Potensi ini perlu dibina sehingga diharapkan membawa suara kenabian ditempatnya bertugas. 58 yang memampukan gereja untuk tetap bertahan dalam situasi dan kondisi apapun. Gereja tetap hadir untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Sorga. Salah seorang penulis Pemahman Iman Hubungan Gereja dan Negara Pdt.Ari Ihalauw 30 mengatakan bahwa rumusan dalam aline ke- dua “berikan kepada kaisar apa yang kaisar punya dan kepada Allah apa yang Allah punya” janganlah dipahami sebagai suatu pemisahan antara gereja dan negara, tetapi dari rumusan ini ide yang mau diangkat adalah menempatkan negara dan gereja pada posisi yang sama sebagai hamba Allah. Dengan demikian masing-masing gereja dan negara punya tugas dan tanggungjawab yaitu melaksanakan kehendak Allah. Negara tidak bisa menginterfensi segala urusan dan tugas gereja atau sebaliknya gerejapun demikian. Tetapi keduanya harus mempunyai tugas yang sama yaitu menciptakan “Damai Sejahtera” bagi semua ciptaan. Ketika ditanyakan bagaimana peran gereja orang kristen Pdt.Ihalauw mengatakan ikutilah contoh dan teladan Tuhan Yesus. Sifat karakter dan pola pikir. Ajaran Yesus bukan hanya mengasihi sesama orang kristen tetapi seluruh umat manusia. Bahkan seluruh ciptaannNyaalam semesta. Orang kristen juga harus menyadari kehadirannya di bumi Indonesia. Ia memiliki dua kewargaan negara. Warga negara kerajaan surga dan warga negara Indonesia sebagai satu bangsa yang Tuhan hadirkan untuk gereja berkarya. Ketika ditanyakan bagaimana menghadirkan kerajaan sorga di Indonesia yang pemerintahannya tidak seiman. Pdt Ihalauw mengatakan, yang kita lakukan bukan kehendak pemerintah tapi kehendak Tuhan. Siapapun pemerintahnya agama apa dia dari partai mana, tidaklah menjadi soal. Gereja harus berkarya bagi bangsa ini. Persoalannya 30 Wawancara dengan Pdt.Ari Ihalau, Penulis Pemahaman Iman, Pada tanggal 30 Januarai 2014 di Bogor. 59 sering pemerintah yang berkuasa itu menunggangi agama untuk maksud dan tujuan tertentu. Inilah yang terjadi sekarang ini. Kalau demikian gereja harus berani menyuarakan suara kenabiannya. Bukan mengatasnamakan lembaga tetapi warga jemaat dengan potensi dan karunianya.

2.2. Materi Katekisasi