Analisis Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit (CPO) pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

(1)

ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KAPASITAS PRODUKSI AGROINDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA REJOSARI DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG

SELATAN Oleh

Randy Kesuma 1, Fembriarti Erry Prasmatiwi 2, Rabiatul Adawiyah 2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Nilai tambah produk agroindustri pengolahan kelapa sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari, dan (2) Kapasitas produksi agroindustri pengolahan kelapa sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari. Penelitian ini dilaksanakan di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Data yang digunakan dalam penelitian hanya data sekunder, yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli 2014. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Metode analisis digunakan secara kuantitatif. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai tambah dan kapasitas produksi secara matematis dan statistik. Hasil

penelitian diperoleh (1) Nilai tambah rata-rata pada agroindustri pengolahan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari adalah sebesar Rp 553,90 dengan rasio nilai tambah sebesar 27,23 Persen dan margin keuntungan sebesar 40,01 Persen, data hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh pemberhentian produksi CPO pada sektor agroindustri, karena hasil nilai tambah PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari memberikan nilai positif (2) Kapasitas produksi pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari sebesar 563.940,66kilogram CPO

Kata kunci : agroindustri, CPO, kelapa sawit, kapasitas produksi, nilai tambah, TBS

1. Mahasiswa Agribisnis, Universitas Lampung 2. Dosen Agribisnis, Universitas Lampung


(2)

ABSTRACT

ADDED VALUE ANALYSIS AND PRODUCTION CAPACITY OF

AGROINDUSTRY PROCESSING PALM OIL AT PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII REJOSARI BUSSINESS UNIT REJOSARI NATAR DISTRICT SOUTH

LAMPUNG REGENCY By

Randy Kesuma 1, Fembriarti Erry Prasmatiwi 2, Rabiatul Adawiyah 2 The study aims to know: (1) Added value of agroindustry processing palm oil at PT

Perkebunan Nusantara VII Rejosari business unit, (2) Production capacity of PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari business unit. This research was conducted at PT Perkebunan

Nusantara VII Bussiness unit Rejosari Natar district, South Lampung Regency. The data used in this research were secondary data, that collected from PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari business unit and literature related to this research. Data were collected on July 2014. Location research was choosen intentionally ( purposive). Methods of analysis

conducted quantitative. Quantitative analysis method was used to calculating added value and Production of capacity mathemathically and statistically, The results showed asfollows, (1) Added value agroindustry processing palm oil at PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari bussiness unit was Rp 553.90 with 27.23 Percent added value ratio and 40.01 margin profit, that means no impact between discontinued CPO Production on Agroindustry sector, because result added value agroindustry processing palm oil PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari Bussiness unit have a positve value, (2) Production capacity of PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari bussiness unit was 563,940.66 kilogram CPO

Key words : added value, agroindustry, CPO, palm oil, production capacity, TBS

1. Student of Agribusiness, University of Lampung 2. Lecturer, Agribusiness, University of Lampung


(3)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KAPASITAS PRODUKSI

AGROINDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT (CPO)

PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII UNIT USAHA

REJOSARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG

SELATAN

Oleh

RANDY KESUMA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

Fortune Favors The Bold

Virgil, The Aeneid


(7)

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Tiada kata yang patut penulis ucapkan selain alhamdulillahi rabbil ‘aalamin, segala puji bagi Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, khususnya atas terselesainya penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi dengan judul “Analisis

Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit Pada PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Lampung Selatan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi sebagai berikut:

1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., sebagai Ketua Jurusan Agribisnis sekaligus sebagai Dosen Pembimbing pertama dan dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran serta membimbing penulis dengan penuh tanggung jawab dan kesabaran yang sangat luar biasa.

2. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing kedua atas semua bantuan, saran, dan kritik serta perhatian yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan saran dan arahan dalam penulisan skrispi.


(8)

5. Bapak Herlan, Uswanto dan ibu Uci yang sangat membantu penulis dalam memberikan informasi yang ada demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Ibu yang selalu memotivasi dan mendoakan penulis selama mengerjakan skripsi, dan selalu memberikan nasihat yang sangat luar biasa. Adek Reza yang selalu membantu memberikan kebahagiaan kepada penulis.

7. Sahabat dan teman-teman seperjuanganku; Danang, Adit Cionk, Made, Angga, Yasin, Putri, Fitri, Aras, Dini, Nuke, dan mba Tri serta teman-teman SOSEK’07 dan teman-teman yang lainnya .

8. Seluruh Dosen dan Karyawan (Mba Iin, Mba Aie, Mas Bukhari, Mas Kardi, Pak Margono dan Mas Boim) di Jurusan Agribisnis atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua bantuan dan kebaikan yang diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak. Akhirnya, penulis meminta maaf jika terdapat kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,


(9)

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan

unggulan di Provinsi Lampung, tahun 2010-2011... 4 2 Perkembangan produksi tanaman kelapa sawit pulau sumatera,

tahun 2008-2012... 5 3 Luas areal, produksi, dan produktivitas kelapa sawit PT

Perkebunan VII Provinsi Lampung tahun 2013... 7 4 Produksi minyak sawit (CPO), di PTPN VII tahun

2008-2012... 8 5 Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami... 35 6 Persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan

Nusantara VII... 42 7 Komposisi pekerja berdasarkan pendidikan... 51 8 Produksi CPO dan TBS agroindustri pengolahan kelapa sawit

Periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan

Nusantara VII Unit Usaha Rejosari... 61 9 Sumbangan input lain agroindustri pengolahan kelapa sawit

Periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan

Nusantara VII Unit Usaha Rejosari... 65 10 HOK agroindustri pengolahan kelapa sawit Periode Februari

2013-Februari 2014 PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha

Rejosari... 67 11 Harga CPO dan TBS periode Februari 2013-Februari 2014 PT


(11)

12 Perkembangan nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit periode Februari 2013-Februari 2014 PT Perkebunan

Nusantara VII unit usaha Rejosari... 72 13 Nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit rata-rata

per bulan pada PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha

rejosari... 74 14 Biaya variabel, biaya tetap dan total biaya agroindustri

pengolahan sawit di PTPN VII Unit Usaha Rejosari... 77 15 Perkembangan titik impas (BEP) dan nilai rata-rata per bulan

titik impas (BEP) agroindustri pengolahan kelapa sawitdi PTPN VII Unit Usaha Rejosari periode Februari

2013-Februari 2014... 78 16 Analisis titik impas rata-rata rata-rata per bulan kelapa sawitdi

PTPN VII uit usaha Rejosari periode Februari 2013-Februari

2014... 79 17 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Februari 2013... 85 18 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Maret 2013... 86 19 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan April 2013... 87 20 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Mei 2013... 88 21 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Juni 2013... 89 22 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Juli 2013... 90 23 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan Agustus 2013... 91 24 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit

bulan September 2013... 92 25 Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit


(12)

26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41

Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan November 2013... Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Desember 2013... Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Januari 2014... Analisis nilai tambah agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Februari 2014... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Februari 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Maret 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan April 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Mei 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Juni 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Juli 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Agustus 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan September 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Oktober 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan November 2013... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Desember 2014... Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Januari 2014... 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109


(13)

42 Analisis BEP agroindustri pengolahan kelapa sawit bulan Februari 2014...


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………. xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 9

C.Tujuan Penelitian ... 11

D.Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 12

A.Tinjauan Pustaka ... 12

1. Tinjauan Ekonomi Kelapa Sawit ... 12

2. Konsep Agroindustri ... 3. Agroindustri Kelapa Sawit ... 4. Teknis Pengolahan Kelapa Sawit ... 5. Konsep Nilai Tambah ... 6. Kapasitas Produksi... 7. Kajian Penelitian Terdahulu... 13 16 18 22 23 24 B.Kerangka Pemikiran ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 29

A.Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 29

B.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 32

C.Metode Penelitian dan Pengumpulan Data... 33

D. Analisis Data... 1. Analisis Nilai Tambah... 2. Analisis Kapasitas Produksi... 33 33 36 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN... 39

A.Sejarah Umum PT Perkebunan Nusantara VII ... 39 B.Keadaan Umum...

1. Sejarah Perkembangan PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari... 2. Lokasi dan Letak Geografis Unit Usaha Rejosari...

43 43 44


(15)

Usaha Rejosari... 46 F. Fasilitas Umum dan Sosial...

G.Tenaga Kerja Agroindustri di PPKS...

50 51

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 53 A.Keragaan Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit PT

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha

Rejosari... 53 1. Pengadaan Bahan Baku CPO... 53 2. Proses Produksi CPO... 55 3. Jumlah CPO dan TBS Pada PT Perkebunan Nusantara VII

Unit Usaha Rejosari... 60 4. Sumbangan Input Lain... 61 5. Tenaga Kerja (HOK)... 66 6. Harga TBS dan CPO PT Perkebunan Nusantara VII Unit

Usaha Rejosari... 68 B.Analisis Nilai Tambah Agroindustri Pengolahan Kelapa

Sawit... 69 1. Analisis Nilai Tambah CPO Agroindustri Pengolahan

Kelapa Sawit... 69 C.Kapasitas Produksi (Analisis Titik Impas) Agroindustri

Pengolahan Kelapa Sawit... 75 1. Analisis Titik Impas Produksi CPO... 75

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

81 81 83 84


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Pohon Industri Kelapa Sawit...……….... 18

2. Bagan Alir Analisis Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi

Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit pada PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari .…...………... 28

3. Kurva Break Even Point ……… 38

4. Bagan Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari ………... 46 5. Proses Produksi CPO PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari... 59 6. Kurva kapasitas produksi (BEP) CPO ………... 80


(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000), strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa

pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan.

Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk

mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008). Pembangunan pertanian bertujuan untuk mencapai pembangunan yang maju, berwawasan agribisnis, berbudaya industri dan berbasis pedesaan. Ciri-ciri


(18)

pertanian yang sesuai dengan hal tersebut ditandai dengan 5 kriteria yaitu, memiliki produktivitas, efisiensi, mutu yang tinggi, produk laku jual dan berkelanjutan (Rukmana, 2005).

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Menurut Austin (1981), agroindustri yaitu perusahaan yang

memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk agroindustri dapat berupa produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya.

Agroindustri merupakan bagian kompleks industri pertanian mulai dari produksi bahan pertanian primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen. Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan (interlasi) produksi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi produk pertanian.

Pembangunan pertanian memiliki tujuan yang berwawasan agribisnis yaitu meningkatkan kesejahteraan petani, menciptakan lapangan pekerjaan di sektor pertanian, dan meningkatkan hasil produksi pertanian, sehingga dapat mengurangi import hasil pertanian yang selama ini dilakukan serta dapat mendukung pembangunan sektor industri. Salah satu pembangunan sektor pertanian yang mengalami peningkatan ialah sub sektor perkebunan. Perkebunan menjadi perhatian pemerintah karena perkebunan merupakan


(19)

salah satu pilar perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak. Adapun upaya yang dilakukan pemerintah antara lain peremajaan,

rehabilitasi, dan perluasaan areal perkebunan atau ekstensifikasi di seluruh Indonesia.

Dengan pencanangan program tersebut, tersedia kesempatan bagi

pengembangan perkebunan secara umum di setiap daerah. Salah satu daerah tersebut ialah Provinsi Lampung. Pembangunan perkebunan di Provinsi Lampung diarahkan dengan memperluas areal tanaman perkebunan dan mendirikan industri pengolahan hasil perkebunan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan kualitas produk, membuka dan memperluas lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan serta meningkatkan devisa yang mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

Komoditas perkebunan yang menjadi unggulan Provinsi Lampung meliputi tujuh komoditas utama yaitu kopi ( kopi robusta dan kopi arabika) , lada, kakao, karet, kelapa sawit, kelapa dalam, dan tebu. Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan unggulan di Provinsi Lampung, tahun 2010-2011 disajikan pada Tabel 1.


(20)

Tabel 1. Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan unggulan di Provinsi Lampung, tahun 2010-2011

Komoditas Luas areal (ha) Produksi (ton)

2010 2011 r(%th) 2010 2011 r(% th)

Kopi Robusta 144.474 145.492 0,70 140.046 145.191 3,67

Kopi Arabika 202 184 -8,91 31 31 0

Lada 47.519 47.836 0,66 22.164 22.311 0,66

Kakao 25.978 27.429 5,55 25.690 26.046 1,38

Karet 53.071 64.509 21,55 56.009 57.938 3,44

Kelapa dalam 110.147 108.816 -1,20 111.112 104.833 -5,65

Kelapa sawit 10.059 9.951 -1,07 7.548 7.438 -2,36

Tebu 113.784 120.054 5,51 797.378 798.885 0,18

Jumlah 505.234 524.271 22,79 1.136.857 1.162.673 2,23 Keterangan : r = tingkat pertumbuhan

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2011

Tabel 1 menunjukkan pertumbuhan produksi tanaman kelapa sawit yang menurun dari tahun 2011 yaitu sebesar -2,36 persen. hal ini terjadi karena sistem manajemen yang kurang baik dan juga kurangnya inovasi dan efisiensi dalam proses pengolahan tanaman kelapa sawit. Fakta tersebut menunjukkan perlunya pengembangan sektor tanaman kelapa sawit yang lebih intensif mengingat potensialnya komoditas kelapa sawit saat ini untuk menunjang perekonomian nasional.

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di pulau Sumatera yang memiliki potensi produksi kelapa sawit yang cukup besar dengan penggunaan lahan total sebesar 153.160 ha. Provinsi Lampung mampu memproduksi 373.001 ton sawit pada tahun 2010. Perkembangan produksi kelapa sawit di pulau Sumatera dari tahun 2006-2010 disajikan dalam Tabel 2.


(21)

Tabel 2. Perkembangan produksi tanaman kelapa sawit pulau sumatera, tahun 2008-2012

Provinsi Produksi (ton)

Luas Lahan (2012)

2008 2009 2010 2011 2012 (ha)

Lampung 388.742 111.212 104.865 364.882 373.001 178.320

Sumatera Selatan 1.161.161 759.034 776.983 2.036.553 2.082.196 690.729

Bengkulu 373.815 373.815 450.278 602.735 615.624 224.651

Jambi 1.281.636 1.297.578 1.203.430 1.265.788 1.293.173 489.384

Kepulauan Riau 15.495 15.495 3.169 187 191 2.645

Riau 4.685.660 2.054.54 2.368.076 5.932.310 6.064.391 1.781.900

Sumatera Barat _ 326.580 349.317 833.476 852.042 344.352

Sumatera Utara 3.244.922 1.022.472 1.115.699 3.158.144 3.230.488 1.017.570 Sumber : Statistik Perkebunan 2006-2010, Direktorat jendral pertanian 2013

Pada Tabel 2, pertumbuhan produksi tanaman kelapa sawit di Provinsi Lampung menurun drastis pada tahun 2009 dan tahun 2010, kemudian meningkat lagi pada tahun 2011 dan 2012, penurunan & perkembangan produksi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor dalam pembangunan pertanian dan manajemen. Untuk mengetahui penyebab penurunan produksi tersebut, dibutuhkan audit produksi per tahun agar mendapatkan gambaran yang jelas tentang faktor-faktor penurunan produksi tersebut.

Pada Tabel 2 juga menjelaskan posisi provinsi Lampung dalam produksi tanaman kelapa sawit di Sumatera termasuk terendah setelah Provinsi Kepulauan Riau, hal ini dikarenakan Provinsi Lampung tidak

memprioritaskan pengembangan perkebunan komoditi kelapa sawit , iklim di Provinsi Lampung memungkinkan pengembangan komoditas perkebunan lainya seperti karet, kopi, kakao, tebu dan nanas sehingga total seluruh penggunaaan lahan perkebunan Provinsi Lampung dibagi ke pengusahaan komoditas perkebunan lainya. Dalam hal ini lahan pengusahaan produksi


(22)

perkebunan sawit di Provinsi Lampung masih cukup rendah yaitu hanya sebesar 178.320 ha pada tahun 2012.

Perkebunan kelapa sawit di Provinsi Lampung dikelola oleh beberapa perkebunan besar swasta, perkebunan rakyat dan perkebunan besar Negara. Salah satu perkebunan besar negara yang ada di Provinsi Lampung adalah PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang memiliki memiliki 26 unit usaha yang terletak pada 3 wilayah kerja yang meliputi provinsi Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu.

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan perusahaan agribisnis yang terus melakukan perubahan dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas hingga menjadi perusahaan yang tangguh dan berkarakter global. Pada wilayah kerja Provinsi Lampung, PT. Perkebunan Nusantara memiliki 10 unit usaha yang terbagi di beberapa kabupaten yang memproduksi berbagai jenis komoditi perkebunan, salah satunya adalah komoditi kelapa sawit. Ada 5 unit usaha yang mengelola hasil perkebunan kelapa sawit yaitu Unit Usaha Kedaton, Unit Usaha Bergen, Unit Usaha Rejosari, Unit Usaha Bekri dan Unit Usaha Padang Ratu. Pada Tabel 3 dapat dilihat data luas areal, produksi dan produktivitas unit usaha milik PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang memproduksi tanaman kelapa sawit.


(23)

Tabel 3. Luas areal, produksi, dan produktivitas kelapa sawit PT Perkebunan VII Provinsi Lampung tahun 2013

Lokasi

Komposisi Areal Produksi Produktivitas TBM TM Jumlah (Ton) (Ton/Ha)

(Ha) (Ha) (Ha) Lampung Selatan

PTPN VII UU Kedaton 0 588 588 2.180 3,707 PTPN VII UU Bergen 0 144 144 520 3,611 PTPN VII UU Rejosari 575 3.632 4.207 13.550 3,221 Lampung Tengah

PTPN VII UU Bekri 1.274 2.604 3.878 9.022 2,326 PTPN VII UU Padang

Ratu

3 2.559 2.562 8.938 3,489 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2013

Pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari merupakan unit usaha yang memiliki produktivitas kelapa sawit yang cukup tinggi, yaitu sebesar 3.221 ton/hektar. Jumlah tersebut menunjukkan banyaknya produksi tandan buah segar (TBS) dari kebun TM (Tanaman Menghasilkan) milik Unit Usaha Rejosari yang

merupakan bahan baku utama dalam memproduksi Crude Parm Oil (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) pada PPKS Unit Usaha Rejosari. Dari data ini juga dapat di lihat bahwa Unit Usaha Rejosari memiliki produksi kelapa sawit yang terbesar diantara unit usaha produksi kelapa sawit lainnya yaitu sebesar 13.550 ton , sehingga menjadikan unit usaha Rejosari merupakan penyumbang CPO terbesar PT Perkebunan Nusantara VII


(24)

Tanaman kelapa sawit diolah untuk menghasilkan minyak sawit atau CPO (Crude Palm Oil) yang merupakan hasil olahan TBS kelapa sawit yang memiliki nilai jual yang tinggi yang perkembanganya dapat di lihat dalam Tabel 4:

Tabel 4. Produksi minyak sawit (CPO), di PTPN VII tahun 2008-2012

Tahun Produksi Produksi CPO (ton)

Sendiri Pembelian

2008 102.960 64.320

2009 87.783 77.30

2010 92.524 95.65

2011 104.562 67.86

2012 8.953 105.240

Sumber : PT Perkebunan Nusantara VII tahun 2012

Produksi kelapa sawit (TBS) di tahun 2012 mengalami penurunan 92,3 persen dibandingkan dengan perolehan produksi pada tahun 2011, hal ini berakibat terhadap penurunan produksi minyak sawit (CPO) sebesar 90 persen di bandingkan dengan pencapaian produksi di tahun 2011. Penurunan ini dipicu oleh percepatan replanting atau penanaman ulang tanaman kelapa sawit seluas 835 ha untuk tahun tanam 1985 dan adanya areal yang dipusokan seluas 545 ha .

Namun semenjak bulan Februari 2014, PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha Rejosari memberhentikan produksi CPO yang dimilikinya, hal tersebut memberikan pertanyaan apakah replanting umum awal 2012 PT Perkebunan VII baru menghampiri unit usaha Rejosari, sehingga produksi TBS menurun dan menyebabkan kurang efisien dalam produksi CPO di PPKS Rejosari, atau PPKS Rejosari sudah tidak mampu beroperasi secara teknik dan apakah


(25)

pengolahan CPO tidak memberikan nilai tambah lagi. Apabila PPKS unit usaha Rejosari berhenti secara teknik, hal ini dapat diasumsikan bahwasanya PPKS sudah tidak dapat memberikan nilai tambah TBS lagi atau apabila PPKS dipaksakan beroperasi, maka akan menderita kerugian produksi karena output akan dibawah titik impas. Hal tersebut memicu penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian di PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha Rejosari untuk mengetahui penyebab pemberhentian produksi CPO tersebut dalam ruang lingkup metode ilmiah studi kasus dengan pendekatan produksi

B. Perumusan Masalah

PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari merupakan unit usaha yang mengolah bahan baku kelapa sawit berupa TBS (Tandan buah segar) menjadi CPO (crude palm oil) yang digunakan sebagai bahan baku industri. PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari mengambil bahan baku CPO dari perkebunan sendiri dan beberapa dari perkebunan rakyat berkemitraan yang ada di sekitar wilayah Lampung Selatan.

Teknologi yang kurang baik dalam proses pengolahan akan menghasilkan produk yang memiliki nilai ekonomis yang rendah. Peningkatan kualitas produk TBS dapat ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolahan kelapa sawit untuk meningkatkan efisiensi, dengan demikian produk CPO yang dihasilkan bisa lebih banyak secara kuantitas produksi dan

menghasilkan material sisa yang semakin sedikit sehingga dapat mengurangi limbah industri. Upaya peningkatan nilai tambah produk kelapa sawit berupa TBS menjadi sangat penting bagi Unit Usaha Rejosari, selain meningkatkan


(26)

nilai jual produk, peningkatan nilai tambah juga dapat menambah profit bagi agroindustri. Dengan adanya usaha pengolahan kelapa sawit yang dilakukan oleh Unit Usaha Rejosari, maka akan menambah nilai dari komoditi kelapa sawit tersebut khususnya dalam ekonomi. Untuk menghasilkan produk kelapa sawit yang memiliki nilai tambah dibutuhkan agroindustri kelapa sawit berupa pabrik pengolahan kelapa sawit atau PPKS. Nilai tambah yang baik dihasilkan oleh pabrik pengolahan yang efektif dan efisien yang mampu menghasilkan jumlah output di atas kapasitas produksi, sehingga dapat mengukur apakah agroindustri tersebut masih menghasilkan profit atau menderita kerugian.

PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari memberhentikan pabrik pengolahanya pada bulan Februari 2014. Dalam pendekatan produksi, pemberhentian suatu agroindustri diakarenakan agroindustri tersebut menderita kerugian yang salah satunya ditandai dengan angka nilai tambah yang negatif atau jumlah produksi di bawah titik impas sehingga agroindustri sudah tidak efisien dalam pengolahan dan tak layak lagi dikembangkan. Indeks suatu keuntungan\kerugian dapat diukur melalui pendekatan ilmiah berupa analisis nilai tambah dan analisis kapasitas produksi rata-rata per bulan dengan data produksi selama satu tahun sebelum PPKS agroindustri berhenti berproduksi. Dari kerangka permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bertujuan umtuk mengetahui besarnya nilai tambah dan kapasitas produksi yang dilakukan agroindustri pengolahan kelapa sawit pada PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari terhadap produk kelapa sawit berupa CPO


(27)

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

1) Berapa nilai tambah yang dihasilkan PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari, Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

2) Berapa kapasitas produksi (titik impas) agroindustri kelapa sawit PT. Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari, Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Mengetahui nilai tambah produk pengolahan kelapa sawit pada PT

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari.

2) Mengetahui kapasitas produksi pengolahan kelapa sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari .

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :

1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola Unit Usaha Rejosari dalam pengembangan usaha.

2) Sebagai bahan referensi bagi penelitian lain yang melakukan penelitian sejenis.

3) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh teknis sektor agroindustri dalam pemberhentian produksi PT Perkebunan VII Unit Usha Rejosari.


(28)

+

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Ekonomi Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman utama perkebunan di Indonesia, hal tersebut dikarenakan wilayah Indonesia berada di sekitar khatulistiwa sehingga memenuhi syarat untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit. kelapa sawit menyumbang devisa non migas negara yang cukup besar seiring dengan besarnya kuota eksport yang dihasilkan tanaman kelapa sawit di Indonesia. Saat ini, indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar didunia dengan dengan produksi sebesar19,44 juta ton dari Luas areal 7.322 juta ton yang tersebar di pulau sumatera, kalimantan, sulawesi, banten dan papua. sebagaian daerah perkebunan dan masih tersedia untuk perluasan areal sebesar 24 juta ha.

Tanaman kelapa sawit memiliki keuntungan biaya produksi terendah dibandingkan dengan komoditi penghasil minyak nabati lainya seperti Bunga matahari, kedele, Repressed, kelapa nyiur, kelapa tanah dan olive. Sehingga menjadikan kelapa sawit memiliki turunan FAME sebagai sumber bahan bakar nabati, oleochemichal\oleofood sepagai output


(29)

akhirnya yang dapat dikonsumsi langsung dengan masyarakat dan hampir seluruh produknya baik produk inti dan sampingan memiliki nilai tambah

2. Konsep Agroindustri

Menurut Soekartawi (2000), agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Studi agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian. Arti yang kedua adalah agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri.

Kemudian, pentingnya agroindustri sebagai suatu pendekatan

pembangunan pertanian dapat dilihat dari kontribusinya yaitu kegiatan agroindustri mampu meningkatkan pendapatan pelaku agroindustri, mampu menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mampu mendorong tumbuhnya industri yang lain.

Saragih (2001) menyatakan, agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri, sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa


(30)

komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan lain-lain beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan dan memperdagangkannya.

PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari dapat dilihat sebagai suatu industri yang merupakan suatu subsistem agribisnis yaitu kegiatan yang memproses dan mentransformasikan produk - produk mentah hasil pertanian menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang dapat langsung dikonsumsi atau digunakan dalam proses produksi. Adapun tiga kegiatan utama dalam agroindustri yang merupakan suatu sistem, yaitu (1) kegiatan pengadaan bahan baku, (2) kegiatan pengolahan, dan (3) kegiatan pemasaran. Bahan baku (input) yang diterima Unit Rejosari berasal dari petani berupa TBS (tandan buah segar) kemudian mengalami proses pengolahan yang cukup lama untuk menghasilkan CPO dengan mutu yang sangat baik. CPO tersebut dipasarkan melalui PT . Perkebunan Nusantara VII Pusat yang berlokasi di Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung.

Agribisnis sebagai suatu sistem terdiri dari subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem usahatani, subsistem agroindustri, serta subsistem pemasaran.

a. Subsistem pengadaan sarana produksi

Subsistem pengadaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyalur. Kegiatan ini mencakup perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumber daya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk. Faktor produksi yang


(31)

digunakan dalam agroindustri pengolahan sawit mencakup bahan baku (TBS), mesin, tenaga kerja, dan sebagainya.

b. Subsistem agroindustri atau pengolahan hasil

Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Subsistem pengolahan dalam agroindustri pengolahan sawit meliputi kegiatan pengolahan basah dan pengolahan kering.

c. Subsistem pemasaran

Subsistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usaha tani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri. Alur CPO adalah sebagai berikut:

Pengolahan (Unit Usaha Rejosari)→ Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara VII Kedaton Bandar Lampung → Ekspotir (LO di Jakarta). Agroindustri dibedakan menjadi dua, yaitu agroindustri hulu dan agroindustri hilir. Agroindustri hulu adalah industri yang menghasilkan sarana produksi, seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian. Sedangkan industri yang melakukan kegiatan pengolahan produk pertanian disebut agroindustri hilir.


(32)

Menurut Muelgini dalam Anggraini (2003), Berdasarkan lokasi kegiatannya, agroindustri dapat berlangsung di tiga tempat yaitu (1) dalam rumah tangga yang dilakukan oleh anggota rumah tangga petani penghasil bahan baku; (2) dalam bangunan yang menempel atau terpisah dari rumah tempat tinggal, akan tetapi masih dalam satu pekarangan dengan menggunakan bahan baku yang dibeli dari pasar, dan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, (3) dalam perusahaan kecil, sedang atau besar yang menggunakan buruh upahan dan modal yang lebih intensif dibandingkan denga industry rumah tangga. Skala usaha ketiga macam industri pengolahan ini dapat diukur dari volume bahan baku yang diolah per hari. Manajemen atas teknologi yang digunakan merentang dari tradisional sampai yang modern, sedangkan pasarnya merentang mulai dari pasar domestic sampai pasar luar negeri (ekspor). Akan tetapi, ketiga lokasi kegiatan agroindustri tersebut mempunyai karakteristik yang sama yaitu menggunakan tenaga kerja dan bahan baku yang berasal dari pedesaan dan berlokasi di pedesaan.

3. Agroindustri kelapa sawit

Produk dari perkebunan kelapa sawit pada tingkat perkebunan yaitu buah yang berbentu tandan buah segar (TBS). Tandan buah segar diolah menjadi bahan setengah jadi yang berbentuk minyak kelapa sawit ( MKS = Crude Palm Oil,CPO) dan inti kelapa sawit ( IKS = Palm Kernel, PK). Minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit dapat diolah menjadi


(33)

Industri hilir produk kelapa sawit terdiri dari industri hasil setengah jadi dan industri jadi. Industri hasil setengah jadi digolongkan menjadi 2, yaitu oleo-pangan dan oleo-kimia. Oleo pangan adalah penggunaan minyak sawit untuk produk pangan, contohnya minyak goreng dan lemak makan (margarine, vanaspati, dan shortening). Oleo-kimia adalah penggunaan minyak sawit untuk produk kimia (nonpangan), contohnya fatty acid, fatty alcohol, fatty amine, Methyl ester (biodiesel), Glyserol, Ethoxylate,

epoxylate, dan garam metalik.

Beberapa jenis makanan olahan kelapa sawit menjadi industri barang jadi antara lain: indutri makanan seperti kue, roti, biscuit, coklat, kembang gula, es krim, tepung susu nabati dan mie siap saji; industri kosmetik seperti sabun, cream lotion dan shampoo; industri farmasi seperti vitamin A dan E; industri pabrik logam seperti sabun metalik, pelumat dan

pelindung karat baja, dan bahan pengapung; industri karoseri; industri tinta cetak, lilin, dan crayon. Gambar pohon Agroindustri kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1 :


(34)

Gambar 1. Pohon industri kelapa sawit Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Lampung, 2009

4. Teknis Pengolahan Kelapa Sawit a. Stasiun Penerimaan TBS

1 (satu) unit timbangan, jembatan timbangan (weighbridge) buatan USA dengan kapasitas 30.000 kg menggunakan empat load cell, perlu disediakan dan dipasang di kantor. Loading Ramp (tempat penimbun) dengan 7 pintu dan digerakkan secara hydraulic buatan USA dengan kapasitas + 12,5 ton TBS per pintu dipasang di ujung bangunan. b. Stasiun Rebusan (Sterilizer)

Kelapa sawit

Daging buah

CPO

Pangan :

Minyak goreng, olein, Margarine, Lemak kue vanaspati, Cocoa butter subtitute, sabun, shampo, salad oil

Oleokimia : Stearin, sabun asam, lemak, detergen, pelumas, Plasticizer,

Biji inti sawit

PKO Tandan Kosong

Minyak goreng, salad oil

Pulp kertas, Partikel Board, Bahan kimia, Energi

Batang Pohon Bahan Konstruksi

Makanan Ternak dan Pupuk


(35)

2 (dua) unit sterilizer dengan ukuran diameter 2700 mm, dengan panjang + 22.000 mm yang memuat 7 (tujuh) lorry dalam sekali merebus. Lorry (fruit cages)mempunyai kapasitas 5 ton TBS dan jumlah lorry yang direkomendasikan sebanyak 35 (tiga puluh lima) unit dengan memakai “bronze bushing” dan Roller Bearing. Sterilizer akan dioperasikan secara otomatis. Dengan system otomatis bisa

melaksanakan perebusan “triple peak” yang kebanyakan dilaksanakan di pabrik-pabrik minyak kelapa sawit di Sumatera Utara.

c. Stasiun Penebah

1 (satu) unit Hoisting Crane buatan Germany/USA yang dioperasikan di atas lantai Marshalling Yard dengan ketinggian + 7 m. Fruit Cages hanya diangkat ± 50 cm diatas lantai jadi jauh lebih aman dari pada hoisting crane yang tingginya 14,5 m. 1 (satu) unit Bunch Conveyor dan 1 (satu) unit mesin penebah (Thresher) diperlukan dalam stasiun ini.

d. Stasiun Kempa

2 (dua) unit Kempa (Screw Press) dengan kapasitas 15 ton TBS/jam, buatan Malaysia atau bisa juga buatan lokal Medan yang akan digunakan. Berikut dengan 2 (dua) unit mesin pelumat (Digester) dengan kapasitas 3500 L.

e. Stasiun Pemurni

3 (tiga) unit mesin Sludge Centrifuge buatan Malaysia dan 2 (dua) unit mesin Purifier dan 1 (satu) unit mesin pengering Vacuum Dryer buatan Malaysia merupakan mesin-mesin yang di pasang, termasuk


(36)

perlengkapannya, seperti pompa vakum, pompa transfer dan lain-lain. Pemurnian dilaksanakan secara terus-menerus (continue) termasuk dalam system ini, dan di gunakan Integrated 5 in 1 Tank.

Dalam system ini 5 (lima) unit tangki dijadikan satu atau istilahnya “Five in One”, yaitu :

1. Continuous Settling Tank (C.S.T)

2. Sludge Oil Tank (S.O.T)

3. Hot Water Tank (H.W.T)

4. Pure Oil Tank (P.O.T)

5. Sludge Drain Tank (S.D.T)

f. Stasiun Kernel

Cracked mixture akan diproses dengan memakai proses kering yaitu “Dry Separation Coloumn”. Pada kolom pertama, yang dikerjakan yaitu kernel utuh dikirim langsung ke kernel silo dan pada kolom yang kedua yaitu kernel dan sebagian cangkang (shell) akan dikirim ke

hydrocyclone untuk pemisahan selanjutnya. Jadi di sini terjadi 3 kali pemisahan antara kernel dengan cangkang yaitu di kolom LTDS

pertama, kolom LTDS kedua kemudian di Hydrocyclone atau claybath. g. Water Supply

Yang termasuk dalam water supply adalah : 1. Raw Water Treatment Plant


(37)

Secara umum apabila karakteristik dari air sungai belum diketahui, ,maka pada Boiler Feed Water Treatment Plant, memakai “Demin Plant” saja dan bukan “Water Softener”.

Namun seandainya air sungai yang di gunakan kadar silicanya (SiO2) kurang dari < 8 ppm, maka di sarankan memakai “Water Softener”. h. Steam Boiler

1 (Satu) unit ketel (Steam Boiler) diperlukan untuk proses pabrik kelapa sawit. Ketel dengan kapasitas 20.000 kg/jam, merupakan ketel pipa air (Water Tube Boiler) dan uapnya merupakan “Superheated Steam” dan mempunyai temperatur 260°C dan tekanan 21 kg/cm².

Pada waktu mulai mengadakan “Pengeringan (Drying Out)” ketel waktu pertama kali bahan bakar (kayu) dan chemical supaya disediakan sendiri oleh pemilik PPKS. Pada umumnya Boiler yang digunakan memiliki lisensi dari Inggris.

i. Stasiun Pembangkit

1 (Satu) unit Turbin kapasitas 900 KW dan 2 (dua) unit diesel

generator set 350 KW (400 KVA) dan 200 KW merupakan design yang di berikan untuk start up/shut down boiler gensetnya buatan Inggris. Turbin memakai buatan USA. Namun selama pembangunan proyek Genset yang 200 KW yang dipakai dahulu untuk bekerja dan setelah proyek selesai akan dipakai untuk maintenance pabrik.


(38)

5. Konsep Nilai Tambah

Pengertian nilai tambah (added value) adalah penambahan nilai suatu komoditi karena komoditi tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut Hardjanto (1991), nilai tambah didefinisikan sebagai pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut dapat berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility). Faktor teknis meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi,

penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input penyerta. Faktor ini mempengaruhi harga jual produk, sedangkan faktor non teknis (faktor pasar) meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, informasi pasar, modal investasi teknologi, dan nilai (input) lainnya. Faktor non teknik ini dapat mempengaruhi faktor konversi (banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari satu satuan bahan baku) dan biaya produksi.

Analisis nilai tambah berfungsi sebagai salah satu indikator dalam

keberhasilan sektor agribisnis. Menurut Hardjanto (1991), kegunaan dari menganalisis nilai tambah adalah salah satunya untuk mengetahui

besarnya nilai tambah yang terjadi akibat perlakuan tertentu yang diberikan pada komoditas pertanian


(39)

6. Kapasitas Produksi

Menurut Handoko (1984), kapasitas adalah suatu tingkat keluaran atau output maksimum dari suatu sistem produksi dalam periode tertentu dan merupakan kuantitas keluaran tertinggi yang mungkin selama periode waktu itu. Suatu kapasitas perusahaan merupakan konsep dinamik yang dapat diubah dan dikelola.

Dalam rangka memproduksi atau menghasilkan suatu produk, baik barang maupun jasa, perusahaan dapat terlebih dahulu merencanakan besar kapasitas produksi yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang inginkan. Artinya dalam hal ini besar laba merupakan prioritas yang harus dicapai perusahaan, disamping hal-hal lainnya. Salah satu caranya adalah perusahaan harus mengetahui terlebih dahulu berapa titik impasnya, artinya perusahaan beroperasi pada jumlah produksi atau penjualan tertentu.

Analisis break even point (BEP) dapat digunakan untuk menentukan berapakah jumlah kapasitas produksi (dalam rupiah atau unit keluaran) yang harus dihasilkan oleh perusahaan dengan membandingkan hasil kapasitas produksi yang telah dikeluarkan perusahaan sebelumnya. Analisis ini merupakan peralatan yang berguna untuk menjelaskan hubungan antara biaya, pendapatan dan volume penjualan atau produksi. Tujuan analisis ini menunjukkan berapa besar laba perusahaan yang akan diperoleh atau rugi yang akan diderita pada berbagai tingkat volume yang berbeda-beda di atas dan di bawah titik BEP.


(40)

7. Kajian Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Irawan (2011) tentang Analisis nilai tambah dan strategi pengembangan Agroindustri karet remah pada PT Perkebunan VII Unit Usaha Pematang kiwah, menunjukkan bahwa Agroindustri PTPN VII Unit usaha PEWA memberikan nilai tambah yang positif yakni sebesar 48,39% dengan kapasitas produksi 50-60 ton karet SIR10 perhari.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2002) tentang Kajian

Produktivitas dan Nilai Tambah pengolahan sawit pada PT Perkebunan Nusantara XIII menunjukkan nilai tambah tandan buah segar (TBS) yang diolah adalah Rp 222,353 pada tahun 1999. Pada tahun 2000 terjadi penurunan sebesar 9,1 persen menjadi 202,127 per kilogram TBS yang diolah

Penelitian yang dilakukan oleh Kamsari (1999) tentang kajian Strategi Teknologi dalam Upaya Peningkatan Nilai Tambah Proses Pengolahan Kelapa Sawit pada PT. Tolan Tiga Indonesia menunjukkan bahwa nilai tambah produk CPO dan inti sawit pada tahun 1997 adalah Rp 23,494 kg dengan rasio 8,1145 dan pada tahun 1998 terjadi kenaikan 180,6425 /kg. Kenaikan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu nilai tukar rupiah yang sangat menguntungkan untuk industri kelapa sawit, dan efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan


(41)

B. Kerangka Pemikiran

Agribisnis kelapa sawit mempunyai prospek yang cerah, namun produktivitas kelapa sawit nasional saat ini masih relatif rendah meskipun menempati posisi nomor 2 di dunia setelah Malaysia. Agroindustri kelapa sawit berupa CPO & PKO merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan

kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Meningkatnya konsumsi CPO kelapa sawit dalam negeri ini diakibatkan oleh membaiknya sektor industri berbahan baku CPO kelapa sawit yang memiliki permintaan yang tinggi dipasar seperti minyak goreng, alat kebersihan, dan oli buat kendaraan bermotor. Sementara itu, di pasar internasional permintaan CPO sawit juga semakin baik.

Kelapa sawit juga menjadi salah satu komoditas unggulan Propinsi Lampung selain kopi, lada, kelapa, kakao, karet, dan tebu. Propinsi Lampung

merupakan salah satu sentra produsen sawit di Pulau Sumatera. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari merupakan

perusahaan milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang pengolahan sawit di Propinsi Lampung.

Nilai tambah sangat penting digunakan karena sebagai tolak ukur untuk mengetahui apakah dengan pengolahan komoditas kelapa sawit mampu memberikan penambahan nilai secara ekonomis sehingga mashih layak untuk dikembangkan


(42)

Untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang dihasilkan dalam pengolahan kelapa sawit dapat dilihat dari selisih nilai output dikurangi dengan total nilai input yang dikeluarkan. Apabila jumlah nilai input lebih besar dari jumlah nilai output, berarti unit usaha pengolahan sawit tersebut tidak memberikan nilai tambah. Sebaliknya, apabila jumlah nilai output lebih besar dari total nilai input yang dikeluarkan maka unit usaha pengolahan sawit memberikan nilai tambah.

CPO merupakan output Agroindustri kelapa sawit yang dihasilkan dari konversi TBS melalui pabrik pengolahan kelapa swit (PPKS). Setiap PPKS harus menentukan seberapa besar kapasitas produksi yang dihasilkan agar dapat menghasilkan laba mengingat besarnya biaya produksi dan tingginya bahan baku pengolahan CPO. Mengetahui kapasitas produksi suatu

agroindustri pengolahan sangat penting, karena sebagai tolak ukur industrialis untuk mengetahui apakah output yang dihasilkan diatas output titik impas yang dihasilkan oleh PPKS, apabila output yang dihasilkan dibawah kapasitas produksinya maka perusahaaan akan menderita kerugian

PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari merupakan perusahaan agribisnis yang berbasis agroindustri perkebunan sehingga PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari membagi area produksinya menjadi 2 area, yaitu area perkebunan (plantation area) dan area PPKS, masing-masing area ini saling berkolaborasi dalam memproduksi produk olahan kelapa sawit berupa CPO.

Bahan baku untuk mengolah CPO adalah TBS kelapa sawit yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit di dalam plantation area. Tanaman kelapa sawit


(43)

membutuhkan waktu 3 tahun perkembangan sejak waktu pembibitan sebelum dapat dipanen berupa TBS, periode 3 tahun tersebut dinamakan periode TBM (tanaman belum menghasilkan). setelah memasuki usia tanaman diatas 3 tahun, TBS dapat dipanen hingga usia tanaman mencapai 25 tahun, periode ini dinamakan periode TM (tanaman menghasilkan) kelapa sawit.

Tandan buah segar yang dihasilkan dalam plantation area selanjutnya diteruskan ke dalam agroindustri area sebagai input produksi dalam

pengolahan CPO. Selanjutnya bersama dengan sumbangan input produksi lainnya berupa bahan bakar minyak dan pelumas, air, bahan kimia dan listrik diolah di dalam PPKS (pabrik pengolahan kelapa sawit) dengan input tenaga kerja (HOK) sebagai penggerak produksi dalam PPKS menghasilkan output produksi berupa CPO.

Tandan buah segar dan CPO memiliki harga jual standar yang ditentukan oleh pasar. Harga jual CPO dan TBS ini bersama dengan sumbangan input lain, upah rata-rata tenaga kerja, input TBS dan output CPO digunakan sebagai variabel untuk menentukan nilai tambah produk kelapa sawit melalui analisis nilai tambah. Proses pengolahan CPO menghasilkan biaya produksi yang dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel yang digunakan sebagai variabel untuk menentukan kapasitas produksi melalui analisis BEP


(44)

Input Produksi

Harga Output (P) Biaya Produksi Harga Input Input Produksi Output Produksi (Q)

Gambar 2. Bagan alur analisis nilai tambah dan kapasitas produksi agroindustri pengolahan sawit pada PT Perkebunan Nusantara VII unit usaha Rejosari

Sumbangan Input Lain :

-Bahan bakar minyak dan pelumas -air

-bahan kimia -Listrik PPKS Area

PPKS

CPO

Analisis Nilai

PTPN VII ( Unit Usaha Rejosari )

Plantation

TBM

TM

TBS

-Biaya Variabel (VC) -Biaya Tetap (FC)

Analisis BEP Tenaga Kerja


(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

Unit Usaha Pengolahan kelapa sawit adalah suatu sistem yang terdiri dari pengadaan bahan baku bahan olah sawit berupa TBS (Tandan buah segar) dan pengolahanya menjadi CPO (Crude Palm Oil).

Bahan baku adalah bahan mentah berupa TBS sebelum dilakukan proses produksi yang akhirnya akan menghasikan produksi jadi (kg).

Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dikurangi nilai bahan baku dan nilai input lainnya selain tenaga kerja. Pengukurannya dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Produksi adalah suatu proses mentransformasikan berbagai faktor produksi untuk menghasilkan output berupa produk barang atau produk jasa tertentu.


(46)

Masukan (Input) adalah bahan yang digunakan dalam proses pengolahan Sawit. Masukan (Input) seperti Sawit dalam satuan kilogram (kg), modal dalam satuan rupiah (Rp) dan tenaga kerja dalam satuan HOK.

Keluaran (Output) adalah hasil dari proses produksi yaitu CPO, diukur dalam jumlah satuan kilogram (kg).

Proses pengolahan Sawit adalah usaha memproses bahan baku bahan olah sawit menjadi CPO yang dihasilkan setiap kali periode produksi yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Faktor konversi adalah banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari satu satuan bahan baku yang ditunjukkan dengan hasil dari perbandingan antara ouptut produk dengan input produk

Bahan pendukung adalah bahan produksi selain bahan baku yang digunakan dalam kegiatan proses produksi untuk membantu agar bahan baku dapat diproses lebih lanjut, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Jumlah bahan baku adalah banyaknya bahan olah kelapa sawit berupa TBS yang digunakan dalam satu kali produksi CPO, diukur dalam satuan kilogram (kg).

Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali produksi pengolahan sawit diukur dalam satuan HOK.

Koefisien tenaga kerja adalah perbandingan antara tenaga kerja dengan jumlah bahan baku produksi.


(47)

Upah rata – rata tenaga kerja adalah biaya upah yang dikeluarkan perusahaan untuk tenaga kerja per satu hari orang kerja (HOK), yang diukur dalam satuan Rp/HOK.

Umur ekonomis alat adalah jumlah tahun alat selama digunakan, terhitung sejak tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun.

Umur ekonomis bangunan adalah jumlah tahun bangunan selama digunakan, terhitung sejak tahun selesai dibangun dan siap pakai sampai bangunan tidak dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun.

Rasio nilai tambah adalah perbandingan antara nilai tambah dengan nilai produk diukur dalam satuan persen (%).

Harga bahan baku adalah jumlah nilai yang harus dikorbankan untuk per kilogram sawit, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Break even point (BEP) adalah suatu titik atau keadaan dimana agroindustri dalam kegiatan produksinya menghasilkan output tanaman agroindustri kelapa sawit berupa CPO yang dapat menutupi biaya-biaya produksi yang timbul, dihitung dengan jumlah total biaya dibagi dengan selisih harga kelapa sawit per kilogram dikurangi dengan biaya variabel per kilogram, diukur dalam satuan kilogram (Kg).

Unit keluaran adalah jumlah kapasitas produksi CPO yang dihasilkan dalam setiap proses produksi, diukur dalam satuan kilogram (Kg).


(48)

Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak bergantung pada besar kecilnya produksi dan dapat digunakan lebih dari satu kali produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan dengan besar kecilnya produksi dan habis dalam satu kali proses produksi, merupakan biaya yang dipergunakan untuk membeli faktor produksi, seperti bahan baku, upah tenaga kerja dan bahan tambahan yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Laba adalah penerimaan dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu kali periode produksi yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Natar. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan daerah ini merupakan unit usaha dari PT Perkebunan Nusantara VII di Propinsi Lampung yang mengolah CPO dalam jumlah yang paling besar dibandingkan dengan Unit Usaha lainya dan kemudahan akses penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian


(49)

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus pada PT

Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari. Menurut Nazir (1988), Studi kasus adalah penelitian tentang suatu subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Data yang

dikumpulkan hanya data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui pencatatan dari berbagai kepustakaan, instansi atau lembaga yang terkait dalam penelitian, laporan produksi, laporan manajemen dari Unit Usaha Rejosari serta laporan-laporan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang diambil dapat berupa daftar jumlah karyawan di dalam PPKS, data evaluasi biaya teknik dan pengolahan bulan Februari 2013-Februari 2014, data laporan bulanan teknik & teknologi bulan 2013-Februari 2014, Pembukuan Keuangan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Februari 2013-Februari 2014, Jurnal Penjualan lelang CPO KPBPTPN Februari 2013-Februari 2014

D. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis kuantitatif.

1. Analisis Nilai Tambah (Metode Kuantitatif)

Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan tujuan kedua. Untuk mengolah data yang didapatkan yaitu data sekunder


(50)

dapat digunakan alat bantu komputerisasi dimana untuk menjawab tujuan pertama adalah program Microsoft Excell

Pengertian nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberikan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses mengubah bentuk (form utility), memindahkan tempat (place utility), maupun menyimpan (time utility) (Hayami dkk 1987).

Kegiatan mengolah bahan olah TBS Sawit menjadi CPO mengakibatkan bertambah nilai komoditi tersebut. Untuk menjawab tujuan pertama mengenai besarnya nilai tambah dari TBS menjadi CPO pada unit usaha pengolahan sawit di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Natar dilakukan dengan menggunakan metode nilai tambah Hayami pada Tabel 5.


(51)

Tabel 5. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga 1 2 3 4 5 6 7 Output (Kg/Bulan) Bahan Baku (Kg/Bulan) Tenaga Kerja (HOK/Bulan) Faktor Konversi

Koefisien Tenaga Kerja Harga Output (Rp/Kg)

Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HOK)

A B C D = A/B

E = C/B F G Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg)

8 9 10 11 a b 12 a b 13 a b

Harga Bahan Baku (Rp/Kg) Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) Nilai Output

Nilai Tambah Rasio Nilai Tambah Imbalan Tenaga Kerja Bagian Tenaga Kerja Keuntungan

Tingkat Keuntungan

H I J = D x F K = J – I – H L% = (K/J) x 100%

M = E x G N% = (M/K) x 100%

O = K – M P% = (O/K) x 100% Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14 a b c Margin Keuntungan Tenaga Kerja Input Lain

Q = J – H R = O/Q x 100% S = M/Q x 100% T = I/Q x 100% Sumber : Hayami dkk. 1987

Keterangan :

A = Output/total produksi CPO yang dihasilkan oleh unit usaha

B = Input/bahan baku berupa TBS yang digunakan untuk memproduksi C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi CPO dihitung

dalam bentuk HOK (Hari Orang Kerja) dalam satu periode analisis F = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis

G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu periode produksi yang dihitung berdasarkan per HOK (Hari Orang Kerja)

H = Harga input bahan baku utama per kilogram (kg) pada saat periode analisis


(52)

I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku penolong, biaya penyusutan, dan biaya packaging

Kriteria nilai tambah adalah :

1. Jika NT > 0, berarti pengembangan agroindustri pengolahan sawit memberikan nilai tambah (positif).

2. Jika NT < 0, berarti pengembangan agroindustri pengolahan sawit tidak memberikan nilai tambah (negatif).

2. Analisis Kapasitas Produksi (Metode Kuantitatif)

Kapasitas produksi adalah suatu ukuran atau tingkat keluaran tertinggi yang menyangkut kemampuan dari suatu proses produksi.Untuk menjawab tujuan kedua mengenai kapasitas produksi dimana apakah jumlah kapasitas produksi (dalam rupiah atau unit keluaran yang dihasilkan) oleh perusahaan sama dengan kapasitas produksi yang telah dikeluarkan perusahaan sebelumnya sehingga memberikan kontribusi laba terhadap perusahaan dapat menggunakan analisis titik impas atau titik break even point (BEP).

Secara umum analisis titik impas dapat berguna sebagai dasar dalam merencanakan serta pengendalian kegiatan operasional perusahaan yang sedang berjalan dan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan yang harus dilakukan oleh para pengusaha. Titik impas merupakan titik dimana penghasilan total (unit keluaran yang dihasilkan) sama dengan biaya total dimana rumus :


(53)

P x Q = F + (V x Q)

Pada dasarnya jumlah unit keluaran yang harus dihasilkan (Q) merupakan perencanaan kapasitas produksi yang harus dicapai dan tidak diketahui. Untuk itu dirumuskan kembali dalam persamaan :

PQ = F + VQ F = (P – V) Q maka:

Q = Keterangan :

P = harga produk/kg

Q = jumlah unit keluaran yang harus dihasilkan (kg) F = biaya tetap total


(54)

Secara grafik, analisi BEP dapat digambarkan pada Gambar 4.

Biaya dan Penerimaan (Y)

Garis total

Penerimaan Laba

BEP

Garis total biaya

Rugi

Biaya variabel

Biaya tetap

Output (X) Gambar 3. Kurva Break Even Point

Kriteria BEP adalah ;

a. Jika BEP > Q (jumlah unit keluaran yang dihasilkan), maka agroindustri kelapa sawit memperoleh laba.

b. Jika BEP < Q (jumlah unit keluaran yang dihasilkan), maka agroindustri kelapa sawit menderita rugi.


(55)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Sejarah PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan salah satu BUMN hasil penataan kembali (Restrukturisasi / Konsolidasi) BUMN Sub Sektor

Perkebunan dan Pemerintah. PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) dibentuk berdasarkan peraturan pemerintah No. 12 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996, merupakan konsolidasi dari PT Perkebunan X (Persero), PT Perkebunan XXXI (Persero), serta ex Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero) Lahat dan ex Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero) di Bengkulu. (PTPN VII wikipedia Indonesia)

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan perusahaan BUMN milik pemerintah Indonesia, kepemilikan perusahaan ini dimiliki pemerintah Indonesia yang memiliki saham dominan diatas 50 % (Major Stakeholder) sehingga fungsi manajemen dan kebijakan perusahaan digerakkan oleh pemerintah melalui kementrian BUMN. sebelum dimiliki oleh pemerintah Indonesia, PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) sebelumnya merupakan perkebunan nasionalisasi dari Pemerintah Belanda, terutama PT Perkebunan X (Persero) dan PT Perkebunan XXXI (Persero). PT Perkebunan X (Persero)


(56)

semula adalah perusahaan perkebunan milik Belanda yang beroperasi di wilayah Sumatera Selatan dan Lampung. Melalui proses nasionalisasi,

perusahaan tersebut diambil-alih oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1957. Sementara itu PT Perkebunan XXXI (Persero) pada mulanya berawal dari kebijakan Pemerintah Indonesia pada waktu itu untuk mengembangkan industri gula di luar Pulau Jawa pada tahun 1978.

Perusahaan perkebunan ini pada awalnya merupakan proyek pengembangan PT Perkebunan XXI-XXII (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya. Pada tahun 1980, proyek pengembangan ini ditetapkan menjadi badan usaha sendiri dengan nama PT Perkebunan XXXI (Persero) yang berkantor pusat

di Palembang. Sementara itu Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero) yang berkantor pusat di Jakarta dan Proyek Pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero) yang berkantor pusat di Surabaya merupakan proyek Perkebunan Inti Rakyat yang telah beroperasi sejak tahun 1980-an, namun karena rentang kendali yang terlalu jauh mengakibatkan rendahnya efisiensi pengelolaan proyek serta kondisi topografi alam yang cukup berat mengakibatkan tingginya biaya eksploitasi proyek sehingga proyek tersebut berjalan kurang optimal sehingga diperlukanya penggabungan (merger) ketiga perusahaan pengembangan tersebut menjadi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero).

Akte pendirian PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) dibuat oleh Notaris Harun Kamil, SH. dengan Akte nomor.40 tanggal 11 Maret 1996, akte


(57)

pendirian tersebut sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan keputusan No.C2.8335 HT.01.01 tahun 1996 tanggal 8 Agustus 1996 dan telah diumumkan dalam tambahan Berita Negara RI No.80 tanggal 4 Oktober 1996 dan Akte Pernyataan Keputusan Pemegang Saham Perusahaan

Perseorangan (Persero) PT Perkebunan Nusantara VII dibuat oleh Notaris Sri Rahayu H.Prasetyo, SH dengan Akte No. 08 tanggal 11 Oktober 2002 dan disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI dengan keputusan No. C-20863 HT.01.04.TH.2002. Akte Pendirian PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang dibuat oleh Ny. Agustina Sulistiowati, SH nomor 4 tanggal 13 Januari 2004.

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) melakukan usaha dalam bidang perkebunan dengan beberapa komoditas andalan dan pokok yang

dibudidayakan. Komoditi yang sedang dibudidayakan oleh PT Perkebunan Nusantara VII sebanyak 4 komoditas, yaitu kelapa sawit, karet, tebu, dan teh. Wilayah kerja pengelolaan tersebar di Propinsi Lampung sebanyak 10 Unit Usaha, persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan Nusantara VII disajikan pada Tabel 6.


(58)

Tabel 6. Persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan Nusantara VII.

Distrik Unit Usaha Komoditi

Bengkulu Talopino Kelapa Sawit

Padang Pelawi Karet

Ketahun Karet

Bantuasin Betung Krawo Kelapa Sawit

Betung Kelapa Sawit

Bentayan Kelapa Sawit

Musilandas Karet

Tebenan Karet

Talang Sawit Kelapa Sawit

Cinta Manis Tebu

Muara Enim Sungai Lengi Inti Kelapa Sawit Sungai Lengi

Plasma Kelapa Sawit

Sungai Niru Kelapa Sawit

Beringin Karet

Baturaja Karet

Senabing Karet

Pagar Alam Teh

Way Sekampung Kedaton Kelapa Sawit dan Karet

Bergen Kelapa Sawit dan Karet

Way Berulu Karet

Rejosari Kelapa Sawit

Pematang Kiwah Karet

Way Lima Karet

Way Seputih Bekri Kelapa Sawit

Padangratu Kelapa Sawit Tulung Buyut Karet

Bungamayang Tebu

Sumber : PTPNVII.co.id, 2012

Tabel 6 menunjukkan bahwa persebaran distrik dan unit usaha pada PT Perkebunan Nusantara VII di Propinsi Lampung yaitu sebanyak 10 Unit Usaha (6 Unit Usaha di Distrik Sekampung dan 4 Unit Usaha di Distrik Seputih), Sumatera Selatan sebanyak 14 Unit Usaha (7 Unit Usaha di Distrik Muara Enim dan 7 Unit Usaha di Distrik Banyuasin), dan Bengkulu sebanyak


(59)

3 Unit Usaha dibawah wilayah Distrik Bengkulu. Komoditas yang paling banyak diusahakan di PT Perkebunan Nusantara VII adalah kelapa sawit dan karet.

B. Keadaan Umum

1. Sejarah Perkembangan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari

Unit Usaha Rejosari merupakan salah satu unit usaha PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) dan awal mulanya Unit Usaha Rejosari adalah perkebunan karet milik Belanda yang di Nasionalisasi pada tahun 1957. Setelah mendapat bantuan kredit dari World Bank tahun 1973, perusahaan dapat mengembangkan usaha dan melaksanakan konversi dengan beberapa jenis tanaman/komoditi, antara lain karet, kelapa, kakao, dan kelapa sawit. Tahun 2007 seluruh tanaman telah dikonversikan menjadi kelapa sawit.

Setelah dikuasai Indonesia, perusahaan ini awalnya bernama Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Sumatera Selatan. Pada tahun 1963 namanya berubah menjadi PPN Aneka Tanaman dengan direksi di Medan. Pada tahun 1968 nama perusahaan ini kembali berubah menjadi PNP X (Perusahaan Negara Perkebunan X). Pada tahun 1980 PNP X kembali mengalami perubahan nama yaitu PTP X (persero) dengan kantor direksi di Bandar Lampung dan merupakan BUMN. Akhirnya pada tahun 1994, setelah sempat mengalami beberapa kali perubahan nama, atas kebijakan pemerintah PTP X dan PTP XXI digabung menjadi PTPN VII.


(60)

2. Lokasi dan Letak Geografis Unit Rejosari

Unit Usaha Rejosari terletak di Desa Rejosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Jarak Unit Usaha Rejosari dari Ibukota Propinsi adalah 27 km, dari kota Kabupaten

Lampung Selatan 70 km, dari Pelabuhan Panjang 35 km, dan dari Kantor Direksi 22 km. Topografi wilayah perkebunan pada umumnya datar dan bergelombang. Jenis tanah perkebunan kelapa sawit Rejosari adalah Podsolik Merah Kuning dengan tekstur tanah liat-liat berpasir. Curah hujan rata-rata pertahun yaitu 1500 – 2100 mm dengan hari hujan pertahun sekitar 77 – 122 hari, sedangkan bulan kering 3 - 4 bulan/tahun.

C. Tata Letak Perusahaan

Unit Usaha Rejosari terdiri dari lima bangunan utama sebagai penunjang dalam kegiatan pengolahan kelapa sawit. Bangunan utama tersebut antara lain kantor sentral, laboratorium, bengkel, pabrik pengolahan CPO, dan gudang. Selain lima bangunan utama tersebut terdapat juga sarana dan prasarana lainnya seperti jembatan timbang, loading ramp, fat-pit, kolam pengolahan limbah, gudang abu (incinerator), stasiun pengolahan air (water treatment), tangki timbun (storage tank), mushola, kantin, dan pos satpam.

Bagian depan bangunan adalah kantor pusat (sentral) yang letaknya

berdekatan dengan jalan dan pintu masuk. Kantor pusat merupakan tempat bagi para staf dan karyawan PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari yang terbagi menjadi beberapa ruangan diantaranya ruangan Sinder


(61)

Kepala Tanaman, Sinder Kepala T U K, dan lain-lain. Pada bagian belakang kantor pusat terdapat gudang untuk menyimpan berbagai material yang

berhubungan dengan proses pengolahan kelapa sawit. Pada bagian kiri gudang terdapat bengkel yang digunakan untuk memperbaiki peralatan yang rusak selama proses produksi. Di bagian kiri bengkel terdapat ruang kerja Sinder Kepala Teknik dan Teknologi.

D. Struktur Organisasi Umum

PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari secara struktural berada di bawah pimpinan seorang administratur (ADM). administratur dibantu oleh Sinder Kepala antara lain :

1. Bidang Teknik dan Teknologi dikepalai oleh Sinder Kepala Teknik dan Teknologi (Sinka T & T), yang membawahi 4 orang sinder yaitu sinder pengolahan I, sinder pengolahan II, sinder teknik instalasi listrik/air dan sinder traksi.

2. Bidang Pembukuan dan Administrasi dikepalai oleh Sinder Kepala Tata Usaha Dan Keuangan (Sinka T U K), yang membawahi sinder umum dan sinder tata usaha dan keuangan.

3. Bidang Tanaman dikepalai oleh Sinder Kepala Tanaman (Sinka Tanaman), yang bertugas mengelola perkebunan. Sinka Tanaman ini membawahi 5 orang sinder afdeling.

4. Bidang Kemitraan dikepalai oleh Sinder Kepala Kemitraan yang membawahi seorang sinder kemitraan.


(62)

Struktur organisasi Unit Usaha Rejosari adalah vertical artinya garis komando dari atas ke bawah. sedangkan garis pertanggungjawaban dari bawah ke atas.

Gambar 4. Bagan Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari

E. Manajer pengolahan CPO di PPKS PT Perkebunan VII unit usaha Rejosasri

Penelitian dilaksanakan di areal agroindustri PT Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari yang dipimpin oleh seorang ADM sebagai kepala agroindsutri yang dalam hal ini sekaligus pengusaha agroindustri. Sinder Teknik, Sinder Pengolahan dan Kepala Laboratorium merupakan pimpinan atau manajer

Pekerja Pekerja Pekerja

Mandor Krani Mandor Mandor &

Krani S i n d e r S i n d e r S i n d e r

ADM

Sinka T & T Sinka T U K Sinka Tanaman Sinka Kemitraan


(63)

yang memilik tanggung jawab langsung terhadap ADM dalam mengolah TBS menjadi CPO.

Untuk area pengolahan CPO, terdapat pimpinan yang mengatur manajemen pengolahan CPO dari input TBS hingga output CPO, dalam agroindustri independen pimpinan berupa Administratur (ADM) merupakan pengusaha dan manajer umum utama yang bertanggung jawab keseluruhan keragaan

agroindustri, sedangkan Sinder Teknik, Sinder Pengolahan dan Laboratorium merupakan manajer yang bertanggung jawab terhadap proses konversi TBS menjadi CPO dan melaporkan proses kepada ADM .

1. Administratur (ADM)

Tugas pokok ADM adalah melaksanakan kebijaksanaan Direksi di unit pelaksana perusahaan (kebun) meliputi bidang tanaman, teknik,

administrasi, pengolahan, keuangan, kesehatan, dan umum. ADM menyampaikan masukan, pendapat, saran kepada direksi baik diminta maupun tidak mengenai upaya peningkatan, perbaikan atau

penyempurnaan pengelolaan perusahaan. Secara terperinci uraian tugas ADM adalah :

a. Memimpin dan mengelola unit pelaksana perusahaan sesuai dengan kebijakan Direksi.

b. Megelola dan menjaga asset perusahaan secara efektif dan efesien serta bertanggung jawab atas mutu hasil kerja bidang tanaman, teknik, administrasi, pengolahan, keuangan, dan umum.


(64)

c. Mengkoordinir penyusunan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP), Rencana Operasional (RO), dan Surat Permintaan Modal Kerja (SPMK) serta mengawasi pelaksanaannya.

d. Memperhatikan dan mengusahakan kasejahteraan karyawan beserta keluarganya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

e. Selalu memelihara hubungan yang harmonis dengan instansi pemerintah dan lembaga lainnya guna kepentingan perusahaan dan masyarakat lainnya.

f. Memberikan motivasi pada karyawan dalam ruang lingkupnya agar tercipta prestasi kerja yang optimal sehingga mendapatkan produktifitas yang tinggi.

2. Sinder Kepala Teknik dan Teknologi (Sinka T & T)

Sinder Kepala Teknik dan Teknologi mempunyai tugas pokok membantu ADM dalam melaksanakan kegiatan tata usaha, keuangan dan umum. Secara terperinci tugas Sinder Kepala Teknik dan Teknologi adalah:

a. membantu ADM mengkoordinir bidang teknik dan pengolahan serta bertanggung jawab dalam penyusunan RKAP, RO, SPMK dibidang teknik dan pengolahan

b. membantu ADM dalam pengawasan dan pelaksanaan teknis teknik dan pengolahan

c. mengevaluasi hasil kerja bidang teknik dan pengolahan dan rencana tindak lanjut hasil evaluasi serta membuat laporan kerja pada ADM.


(65)

3. Sinder Pengolahan

Sinder pengolahan mempunyai tugas pokok memimpin segala kegiatan bidang pengolahan dan bertanggung jawab kepada sinder kepala teknik dan ADM. Adapun tugas sinder pengolahan secara terperinci adalah:

a. Melaksanakan dan mengawasi jalannya instalasi pabrik untuk mencapai mutu dengan biaya yang sesuai

b. Mengatasi kerusakan kecil dari alat-alat instalasi dengan segera untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dan terhentinya pengolahan c. Melaksanakan dan mengawasi secara teratur operasi pengadaan air guna

memperoleh mutu air sesuai dengan standar.

5. Kepala Laboratorium

Kepala laboratorium mempunyai tugas pokok dalam mengawasi mutu CPO dan inti sawit yang dihasilkan serta mengawasi penanganan dan pengolahan limbah. Secara terperinci tugas kepala laboratorium adalah sebagai berikut : a. Melaksanakan dan mengawasi analisis CPO dan inti sawit yang

diproduksi.

b. Melaksanakan pengawasan terhadap mutu CPO dan inti sawit.

c. Mencari jalan keluar apabila terjadi penyimpangan atau penurunan mutu CPO dan inti sawit yang diproduksi.

d. Memberikan laporan pertanggungjawaban kepada ADM tentang mutu CPO dan inti sawit yang dihasilkan setiap hari.

e. Mengawasi penanganan dan pengolahan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair dan memberikan kepada ADM.


(66)

F. Fasilitas Umum dan Sosial

Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam mendukung kegiatan dan aktivitas pekerja. Keadaan sarana dan prasarana yang dimiliki sangat berpengaruh terhadap kelancaran

pelaksanaan kegiatan pekerja, selain itu keadaan sarana dan prasarana juga dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Pematang Kiwah.

1. Fasilitas Kesehatan

Perusahaan menyediakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dengan sarana dan prasarana yang memadai dan ditangani oleh Dokter (mantri) dan Paramedis serta perawatan di rumah sakit yang ditunjuk bagi yang memerlukan apabila Puskesmas Rejosari sudah tidak mampu

menangani, dan proses perawatan dijamin oleh asuransi BPJS.

2. Fasilitas Olah Raga

Perusahaan menyediakan sarana dan prasarana antara lain lapangan sepak bola dan bola volley.

3. Fasilitias Perumahan

Perusahaan menyediakan perumahan. Bagi pekerja yang tidak menempati rumah dinas karena keterbatasan rumah, maka pekerja diberi bantuan sewa rumah di Desa Rejosari.


(67)

4. Fasilitas Ibadah

Perusahaan menyediakan masjid di Desa Rejosari sebagai sarana ibadah bagi pekerja beserta keluarganya dan penduduk sekitar di Desa Rejosari

G. Tenaga Kerja Agroindustri di PPKS

Tenaga kerja yang digunakan dalam agroindustri pengolahan kelapa sawit unit usaha Rejosari adalah tenaga kerja tetap upahan. Pendidikan pekerja di unit usaha Rejosari mulai dari pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Strata 1 (S1), mayoritas pekerja PPKS pada umumnya sebagian berasal dari desa Rejosari. Komposisi pekerja PPKS berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi pekerja berdasarkan pendidikan

Pendidikan Jumlah

S3 -

S2 -

S1 -

D3 -

D1-D2 -

SLTA 30

SLTP 27

SD 19

Total 76

Sumber : Estate Profil Unit Usaha Rejosari, 2014.

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja yang bekerja di PPKS Usaha Rejosari adalah berpendidikan SLTA. Tenaga pekerja yang sebagian besar melakukan pekerjaan sebagai buruh upahan. Sedikit sekali tenaga pekerja yang memiliki latar belakang pendidikan S1 di Unit Usaha Rejosari,


(68)

karena pendidikan S1 bekerja pada tahap pimpinan seperti Sinder dan Asisten Perkebunan. Tenaga kerja PPKS memiliki upah sebesar Rp 1.620.000


(69)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Nilai tambah pada agroindustri pengolahan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari adalah sebesar Rp. 553,90 dengan rasio nilai tambah sebesar 27,23 persen dan margin keuntungan sebesar 40,01 persen, artinya setiap satu kilogram TBS apabila mengalami proses pengolahan agroindustri menjadi CPO, maka akan diperoleh penambahan nilai produk TBS secara ekonomi sebesar Rp 553,90 per kilogram, rasio nilai tambah terhadap nilai produk adalah 27,23 persen, artinya untuk setiap Rp.100,00 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 27,23.

2. Kapasitas produksi pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari sebesar 563.940,66kilogram CPO.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian adalah :

1. Pihak agroindustri pengolahan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari hendaknya dapat mengembangkan produksi agroindustrinya


(70)

dengan meningkatkan kinerja karyawan, memaksimalkan penggunaan mesin pengolahan kelapa sawit dan selektif dalam pembelian bahan baku kelapa sawit dari petani untuk menjaga kualitas dari produk CPO yang dihasilkan.

2. Pihak penanaman kelapa sawit baik mitra maupun kebun Rejosari hendaknya mengurangi ALB sawit, karena tingginya tingkat ALB CPO yang di produksi di PPKS akan menurunkan kualitas produk CPO. 3. PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari hendaknya memperluas sumber

plasma TBS yang dihasilkan di luar perkebunan sendiri seperti perkebunan rakyat agar input produksi perkebunan rakyat akan menutupi kekurangan input produksi apabila input TBS perkebunan sendiri mengalami defisit TBS, sehingga penggunaan kapasitas produksi di PPKS akan lebih efisien yang ditandai dengan bertambanya output produksi jauh di atas titik output BEP


(1)

4. Fasilitas Ibadah

Perusahaan menyediakan masjid di Desa Rejosari sebagai sarana ibadah bagi pekerja beserta keluarganya dan penduduk sekitar di Desa Rejosari

G. Tenaga Kerja Agroindustri di PPKS

Tenaga kerja yang digunakan dalam agroindustri pengolahan kelapa sawit unit usaha Rejosari adalah tenaga kerja tetap upahan. Pendidikan pekerja di unit usaha Rejosari mulai dari pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Strata 1 (S1), mayoritas pekerja PPKS pada umumnya sebagian berasal dari desa Rejosari. Komposisi pekerja PPKS berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi pekerja berdasarkan pendidikan

Pendidikan Jumlah

S3 -

S2 -

S1 -

D3 -

D1-D2 -

SLTA 30

SLTP 27

SD 19

Total 76

Sumber : Estate Profil Unit Usaha Rejosari, 2014.

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja yang bekerja di PPKS Usaha Rejosari adalah berpendidikan SLTA. Tenaga pekerja yang sebagian besar melakukan pekerjaan sebagai buruh upahan. Sedikit sekali tenaga pekerja yang memiliki latar belakang pendidikan S1 di Unit Usaha Rejosari,


(2)

52

karena pendidikan S1 bekerja pada tahap pimpinan seperti Sinder dan Asisten Perkebunan. Tenaga kerja PPKS memiliki upah sebesar Rp 1.620.000


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Nilai tambah pada agroindustri pengolahan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari adalah sebesar Rp. 553,90 dengan rasio nilai tambah sebesar 27,23 persen dan margin keuntungan sebesar 40,01 persen, artinya setiap satu kilogram TBS apabila mengalami proses pengolahan agroindustri menjadi CPO, maka akan diperoleh penambahan nilai produk TBS secara ekonomi sebesar Rp 553,90 per kilogram, rasio nilai tambah terhadap nilai produk adalah 27,23 persen, artinya untuk setiap Rp.100,00 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 27,23.

2. Kapasitas produksi pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari sebesar 563.940,66 kilogram CPO.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian adalah :

1. Pihak agroindustri pengolahan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VII Rejosari hendaknya dapat mengembangkan produksi agroindustrinya


(4)

82

dengan meningkatkan kinerja karyawan, memaksimalkan penggunaan mesin pengolahan kelapa sawit dan selektif dalam pembelian bahan baku kelapa sawit dari petani untuk menjaga kualitas dari produk CPO yang dihasilkan.

2. Pihak penanaman kelapa sawit baik mitra maupun kebun Rejosari hendaknya mengurangi ALB sawit, karena tingginya tingkat ALB CPO yang di produksi di PPKS akan menurunkan kualitas produk CPO. 3. PT Perkebunan VII unit usaha Rejosari hendaknya memperluas sumber

plasma TBS yang dihasilkan di luar perkebunan sendiri seperti perkebunan rakyat agar input produksi perkebunan rakyat akan menutupi kekurangan input produksi apabila input TBS perkebunan sendiri mengalami defisit TBS, sehingga penggunaan kapasitas produksi di PPKS akan lebih efisien yang ditandai dengan bertambanya output produksi jauh di atas titik output BEP


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Austin, J.E. 1981. Agroindustrial Project Analysis. The John Hopkins University Press. London.

Badan Pusat Statistik. 2009. Lampung Dalam Angka. Bandar Lampung.

Hardjanto, W. 1991. Sistem Komoditi Dalam Agribisnis. Sebuah Konsep Pengantar Diskusi : LP3UK IPB. Bogor.

Handoko, T. H. 1984. Dasar – dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Hardjanto, W. 1991. Sistem Komoditi Dalam Agribisnis. Sebuah Konsep Pengantar Diskusi : LP3UK IPB. Bogor. 156 hlm.

Hayami, Y., Toshihiko, M., dan M. Asdjidin. 1987. Agriculture marketing and Processing In Upland Java : A Perspektif From A Sunda Vilage The CGPRT Centog. Bogor. Iqbal, M. Dan T. Sudaryanto. 2008. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social

Responsibility) dalam Prespektif Kebijakan Pembangunan Pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian, 6 (2): 155-173.

Kamsari, A. 1999. Kajian Kajian Strategi dan Teknologi Dalam Upaya Peningkatan Nilai Tambah Kelapa Sawit Pada PT. Tolan Tiga Indonesia. Skripsi Sarjana. Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Kusuma, I. 2011. Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Agroindustri Karet Remah di PT Perkebunan VII Unit Usaha Pematang Kiwah. Skripsi Sarjana. Agribisnis. Universitas Lampung.

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

PT Perkebunan Nusantara Unit Usaha Rejosari. 2011. Estate Profil Unit Usaha Rejosari. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero). Bandar Lampung.

PT Perkebunan Nusantara Unit Usaha Rejosari. 2011. EstateProfil Unit Usaha Rejosari. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero). Bandar Lampung.


(6)

Saragih, B. 2001. Suara Dari Bogor : Membangun Sistem Agribisnis. Penerbit Sucofindo. Jakarta.

Setiawan, A. 2002. Kajian Produktivitas dan Nilai Tambah Pengolahan Sawit pada PT Perkebunan Nusantara XIII. Skripsi Sarjana. Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. Jakarta : PT. Raja Rajawali Grafindo Persada. Jakarta.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 2008. Panduan Lengkap Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Y., Toshihiko, M., dan M. Asdjidin. 1987. Agriculture marketing and Processing In Upland


Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Air pada CPO dengan Metode Gravimetri di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina

22 299 47

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. ) DI BLOK 423 AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 9 66

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. ) DI BLOK 423 AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 13 60

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR PERUSAHAAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO) UNIT USAHA REJOSARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

1 7 85

OPTIMASI PRODUKSI CRUDE PALM OIL (CPO) DAN INTI SAWIT (KERNEL) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARAVII (PERSERO) UNIT USAHA REJOSARI NATAR LAMPUNG SELATAN

4 17 99

EVALUASI KANDUNGAN MINERAL DAUN KELAPA SAWIT di PTPN VII UNIT USAHA REJOSARI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 2 2

Audit energi pada produksi crude palm oil (Cpo) Di Ptp. Nusantara Vii (Persero) Unit Usaha Rejosari - Lampung Selatan

0 8 138

Karakteristik aliran permukaan pada perkebuanan kelapa sawit dengan perlakuan teras gulud dan rorak Di Unit Usaha Rejosari PT. Perkebunan Nusantara VII, Lampung

0 18 81

Strategi Pengembangan Usaha Minyak Kelapa Sawit (CPO) Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV

0 17 190

Penetapan Kadar Air Pada Minyak Kelapa Sawit (CPO) Hasil Produksi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

0 8 52