Strategi Pengembangan Usaha Minyak Kelapa Sawit (CPO) Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Prahastuti (2000) ditinjau dari aspek perekonomian makro Indonesia, CPO memegang peranan yang cukup strategis. Hal ini didasarkan beberapa alasan, pertama CPO merupakan bahan baku utama minyak goreng yang merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat setiap hari sehingga pasokan yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Kedua CPO merupakan salah satu komoditi pertanian andalan ekspor yang dapat menghasilkan devisa negara serta sebagai sumber perolehan pajak. Ketiga meningkatnya kebutuhan akan minyak CPO untuk industri dalam negeri maupun ekspor memacu pertumbuhan sub sektor kelapa sawit sebagai penyedia lapangan kerja maupun sumber pendapatan petani.

Konsumsi dalam negeri CPO cukup besar mengingat industri yang menggunakan CPO sebagai bahan baku juga berkembang. Umumnya ada tiga industri yang menggunakan CPO sebagai bahan baku yaitu industri minyak goreng, margarin dan oleo-kimia (sabun). Dalam Iyung Pahan (2006) jumlah industri pengolahan minyak sawit (CPO) pada tahun 2004 memiliki kapasitas produksi 9,74 ton. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Industri minyak goreng, kapasitas produksi 8,62 juta ton. b. Industri margarin, kapasitas produksi 0,45 juta ton.

c. Industri oleo kimia (sabun), kapasitas produksi 0,68 juta ton.

Tingginya permintaan akan minyak kelapa sawit tercermin dari semakin meningkatnya konsumsi CPO dunia dapat dilihat pada Tabel 1. Perbandingan produksi dan konsumsi CPO dunia yang setiap tahunnya meningkat. Produksi CPO pertumbuhannya dari tahun 2001 sampai 2008 mencapai 6,75 persen dan pertumbuhan konsumsi pada rentang tahun yang sama mencapai 6,93 persen. Hal ini menunjukan pertumbuhan produksi dan konsumsi hampir sama, namun pertumbuhan konsumsi lebih tinggi dibandingkan produksi. Kebutuhan konsumen dunia untuk CPO cukup besar, hanya saja masih di imbangi dengan kenaikan produksi CPO.


(2)

2 Tabel 1. Produksi dan Konsumsi CPO Dunia (ribu ton)

Tahun Produksi Konsumsi

2001 23.940 23.790

2002 25.220 25.090

2003 28.080 28.310

2004 30.890 29.990

2005 33.500 33.030

2006 37.163 36.192

2007 38.673 37.892

2008 42.904 42.500

Pertumbuhan

(persen) 6,75 6,93

Sumber : Departemen Perdagangan, 2008

Menurut Oil World volume dan nilai ekspor crude palm oil (CPO) cenderung mengalami kenaikan setiap tahun dapat dilihat pada Tabel 2. Kondisi ini mendakan bahwa adanya peluang yang besar untuk mengembangkan CPO.Indonesia merupakan Negara pengespor CPO terbesar kedua setelah Malaysia. Malaysia sebagai pengekspor utama CPO yakni pada tahun 2007 sebesar 12.575.000 ton dan disusul oleh Indonesia pada tahun yang sama sebesar 820.000 ton, Thailand dan singapura diurutan berikutnya yakni 339.000 ton dan 237.000 ton pada tahun 2007 dan hongkong sebesar 127.000 ton pada tahun yang sama.

Tabel 2. Negara Pengespor Utama CPO (ribu ton)

Tahun Malaysia Indonesia Thailand Hongkong Singapura

2005 10.886 6.490 324 318 220

2006 12.266 7.310 327 185 250

2007 12.575 8.820 339 127 237

Laju

(persen/tahun) 13,70 28,33 -117,36 -116 6,51 Sumber : Oil world, 2008 (diolah)

Tingginya permintaan dunia akan minyak sawit juga terlihat dari semakin meningkatnya impor CPO dunia dapat dilihat dari Tabel 3. Pasar dunia semakin terbuka bagi pengembangan kelapa sawit mendorong peningkatan investasi usaha dibidang kelapa sawit dan produk olahannya.Peningkan impor minyak kelapa sawit cenderung terjadi di negara-negara yang banyak jumlah penduduknya dan negara-negara yang kurang kondusif dari segi geografis untuk mengusahakan


(3)

3 kelapa sawit seperti India, Uni eropa dan China.Impor CPO dunia yang masuk ke negara-negara yang tinggi permintaannya ditujukan pada Tabel 3.

Tabel 3. Impor CPO Dunia dari Tahun 2002-2006 (ribu ton)

Negara Tahun Laju

(persen/tahun) 2002 2003 2004 2005 2006

India 3.461 4.067 3.451 3.315 2.926 -5,08

Uni eropa 3.370 3.593 3.945 4.470 4.741 8,14

China 2.660 3.851 3.851 4.320 5.500 5,23

Pakistan 1.300 1.468 1.432 1.646 1.630 5,23

Mesir 611 678 702 774 593 -1,97

Malaysia 371 473 713 555 602 8,64

Bangladesh 436 481 644 931 811 12,67

Lainnya 7.168 7.681 9.214 10.145 11.622 11,30 Total 19.377 21.794 23.952 26.156 28.425 9,12 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008

Dengan semakin meningkatnya produksi CPO dalam negeri, maka laju ekspor CPO Indonesia ke berbagai negara pun semakin meningkat dapat dilihat pada Tabel 4. Ekspor sendiri merupakan sisa produksi ketika produksi yang ada telah memenuhi kebutuhan dalam negeri. Produksi CPO Indonesia dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan. Semakin tinggi ekspor CPO Indonesia, maka kontibusi CPO terhadap total devisa akan semakin meningkat. Saat ini Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia, melebihi Malaysia. Pada tahun 2006, luas lahan sawit Indonesia mencapai 6,1 juta hektar dengan total produksi CPO sekitar 16 juta ton sementara Malaysia menghasilkan 15,8 juta ton. Pada tahun 2007 di Indonesia dilakukan peningkatan luas lahan menjadi 6,78 juta hektar dengan produksi CPO mencapai 17,37 juta ton, pada tahun yang sama ekspor CPO mencapai 5,13 juta ton atau sebesar 30,54 persen dari total produksi, sementara sisanya sekitar 11,37 juta ton atau 69,46 persen diolah di dalam negeri.

Tabel 4. Produksi, Konsumsi, dan Ekspor CPO Indonesia Tahun 2003-2007 (juta ton)

Sektor Periode Laju

(persen/tahun) 2003 2004 2005 2006 2007

Produksi 10,44 10,83 11,86 17,35 17,37 11,01 Konsumsi 7,54 7,84 8,05 8,55 11,37 9,27

Ekspor 2,89 2,96 3,81 8,6 5,01 2,20


(4)

4 Produksi CPO dipengaruhi oleh harga CPO domestik dan luas areal kelapa sawit. Dimana, areal penanaman kelapa sawit Indonesia terkonsentrasi di lima propinsi yakni Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh. Areal penanaman besar terdapat di Propinsi Sumatera Utara (dengan sentra produksi di Labuhan Batu, Langkat, dan Simalungun) dan Riau. Pada 1997, dari luas areal tanam 2,5 juta hektar, kedua propinsi ini memberikan kontribusi sebesar 44persen, yakni Sumatera Utara 23,24 persen (584.746 hektar) dan Riau 20,76 persen (522.434 hektar). Sementara Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh masing-masing memberikan kontribusi sebesar 7 persen hingga 9,8 persen, dan propinsi lainnya 1persen hingga 5 persen.

Dilihat dari status kepemilikannya, perkebunan kelapa sawit Indonesia terdiri dari Perkebunan Negara, Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat. Perkebunan rakyat terkonsentrasi pada 4 propinsi yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. Perkebunan milik Negara (PTP) terkonsentrasi di Sumatera Utara .dan perkebunan swasta terkonsentrasi di Riau, Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Selatan. Indonesia merupakan negara yang potensial untuk mengembangkan kelapa sawit karena memiliki lahan yang tersedia luas dan mendukung untuk diusahakan. Rata-rata laju pertumbuhan luasan areal penanaman kelapa sawit Indonesia sejak tahun 2006 sampai 2010 (2010 masih berupa angka sementara) untuk kategori Perkebunan Rakyat (PR) adalah 4,56 persen atau bertambah seluas 528.057 hektar, untuk Perkebunan Besar Nasional (PBN) mengalami penurunan 2,11 persen atau menurun seluas 49.943 hektar, sedangkan untuk Perkebunan Besar Swasta (PBS) adalah sebesar 6,02 persen atau bertambah seluas 963.403 hektar.

Tabel 5. Luas Areal Kelapa Sawit Menurut Pengusahaannya Tahun 2006-2010 (Ha)

Tahun PR PBN PBS TOTAL

2006 2.549.572 687.428 3.357.914 6.594.914 2007 2.752.172 606.248 3.408.416 6.766.836 2008 2.881.898 602.963 3.878.986 7.363.847 2009 3.061.413 630.615 4.181.368 7.873.294 2010* 3.077.629 637.485 4.321.317 8.430.027

Laju

(persen/tahun) 4,56 -2,11 6,02 5,93

Sumber ; Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Keterangan :*) Angka Sementara


(5)

5 Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit Indonesia bervariasi menurut jenis pemilikan. Menurut Departemen Pertanian, pada umumnya tingkat produktivitas perkebunan rakyat paling rendah dibandingkan perkebunan Negara dan swasta. Diperkirakan produktivitas perkebunan rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton CPO per ha dan 0,33 ton minyak inti sawit (PKO) per ha. Ini disebabkan kurangnya perawatan perkebunan tersebut. Sementara itu perkebunan Negara memiliki produktivitas tertinggi yakni rata-rata menghasilkan 4,82 ton CPO per ha dan 0,91 ton PKO per ha. Sedangkan perkebunan swasta rata-rata menghasilkan 3,48 ton CPO per ha dan 0,57 ton PKO per ha.

Produksi Kelapa Sawit pada Subsektor Perkebunan PDB dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan besarnya secara nominal minyak sawit dan biji sawit dalam subsektor perkebunan Indonesia, dimana tingkat pertumbuhan untuk minyak sawit pada tahun 2003 adalah sebesar 30,04 persen, tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 1,53 persen, dan tahun 2005 naik menjadi 70,99 persen. Biji sawit pada tahun 2003 sebesar 29,54 persen, 2004 naik sebesar 1,75 persen, dan tahun 2005 menjadi 63,91 persen. Dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan produksi kurang stabil disebabkan oleh faktor musim dan faktor-faktor yang terkait pada sisi penawaran.

Tabel 6. Produksi Nominal dan Pertumbuhan Tanaman Perkebunan di Indonesia Tahun 2002-2005 (000)

Rincian

Nominal Pertumbuhan

2002 2003 2004 2005* 2003 2004 2005 Tanaman

Perkebunan

1. Karet Kering 330,7 337,1 341,3 405 1,94 1,25 18,69 2. Minyak

Sawit 4.224,6 5.493,6 5.409,8 9.250 30,04 (1,53) 70,99 3. Biji Sawit 963,9 1.249 1.270,4 2.082,3 29,54 1,75 63,91 4. Coklat 58,5 56,9 57,1 56,2 (2,74) 0,35 (1,58) 5. Kopi 26,1 24,0 28,9 32,1 8,05 20,42 11,07 6. Teh 131,4 131,6 134,4 130,1 0,15 2,13 (3,20) 7. Kulit Kina 0,6 0,8 0,6 0,5 33,33 (25,00) (16,67) 8. Gula Tebu 20.776 1.974,4 2.161,8 2.154,4 (4,97) 9,49 (0,34) 9. Tembakau 42 4,7 2,4 5,2 11,90 (48,94) 116,67 Sumber: PT Perkebunan Nusantara IV


(6)

6 Minyak kelapa sawit ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003):

1. Tersusun atas asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh.

2. Mengandung beta karoten atau pro vitamin A yang sangat diperlukan dalam proses metabolisme dalam tubuh manusia dan sebagai antioksidan, dan pro vitamin E selain berperan dalam metabolisme dan untuk kesehatan.

3. Mengandung kolesterol rendah, antara 12-19 ppm (rata-rata 16 ppm).

Berdasarkan pada keunggulan-keunggulan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa minyak kelapa sawit berguna bagi kesehatan tubuh manusia. Selain itu, minyak kelapa sawit juga mengandung berbagai jenis zat makanan yang diperlukan oleh tubuh manusia. Jenis-jenis zat makanan yang terkandung di dalam minyak kelapa sawit dan juga minyak nabati lainnya berdasarkan analisis gizi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan bahwa perbandingan kandungan zat makanan dalam minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kacang tanah, dan minyak wijen. Kandungan kalori yang dimiliki minyak kelapa sawit sama besarnya dengan kandungan kalori yang dimiliki oleh minyak kacang tanah dan minyak wijen, yaitu sebesar 900 kalori, akan tetapi diantara keempat jenis minyak nabati tersebut, minyak kelapa sawit merupakan satu-satunya minyak yang memiliki kandungan Vitamin A, yaitu sebesar 60.000 mg.

Tabel 7. Kandungan Gizi Minyak Kelapa Sawit, Kelapa, Kacang Tanah Zat Makanan

Minyak

Kelapa Sawit Minyak Kelapa

Minyak Kacang Tanah

Minyak Wijen

Kalori (kal) 900 886 900 900

Air (g) 0 0 0 0

Protein (g) 0 1 0 0

Lemak (g) 100 98 100 100

Karbohidrat (g) 0 0 0 0

Mineral (g) 0 1 0 0

Kalsium (mg) 0 3 0 0

Fosfor (mg) 0 0 0 0

Besi (mg) 0 0 0 0

Vitamin A (mg) 60.000 0 0 0

Vitamin B1

(mg) 0 0 0 0

Vitamin C (mg) 0 0 0 0

Keterangan: kal=Kalori, g=Gram, mg=Miligram

Sumber:Direktorat Gizi Departemen Kesehatan dalam Mangoensoekarjo&Semangun (2003)


(7)

7 Melihat banyaknya keunggulan dan juga kegunaan dari minyak kelapa sawit, maka tidak salah jika produksinya dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang cukup berarti. Saat ini terdapat enam pemain terbesar CPO yang menguasai lebih dari 50 persen areal perkebunan kelapa sawit yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang terdiri dari Sembilan PTPN, termasuk PT Perkebunan Nusantara IV, Sinar Mas, Raja Garuda Mas, Astra Agro Lestari, Minamas Plantation (Kelompok Guthrie Berhad asal Malaysia) dan Indofood Tbk.Sekitar 60persen dari produk CPO Indonesia diekspor ke luar negeri, sementara sisanya diserap untuk konsumsi di dalam negeri. Untuk penggunaan lokal, industri minyak goreng merupakan penyerap CPO dominan, mencapai 29,6 persen dari total produksi, sedang sisanya dikonsumsi oleh industri Oleokimia, sabun dan Margarine atau Shortening.

Saat ini terdapat sekitar 215 pabrik CPO di Indonesia (lebih sedikit dibanding Malaysia yang memiliki 374 pabrik). Kapasitas pabrik CPO terbesar terdapat di Sumatera – terdiri dari 199 perusahaan) yang mencapai 85 persen dari kapasitas CPO nasional.Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2009, Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi terluas kedua yang memiliki areal perkebunan kelapa sawit setelah Provinsi Riau yakni 1.048.692 hektar. Salah satu PBN yang terdapat di Sumatera Utara adalah PT Perkebunan Nusantara IV (Persero). PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) memiliki luas lahan kelapa sawit sebesar 50,56 persen dari total keseluruhan areal kelapa sawit milik PTPN di daerah Sumatera Utara yakni 144.509 Ha dari 285.808,98 hektar. Unit usaha Adolina merupakan salah satu unit usaha milik PT Perkebunan Nusantara IV. Kebun kelapa sawit Adolina memiliki luas areal penanaman kelapa sawit 8.815,69 hektar yang terdapat di enam wilayah kecamatan, yaitu Perbaungan, Bangun Purba, Pantai Cermin, Galang, STM Hilir dan Gajahan serta dua Kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.


(8)

8 Unit usaha Adolina merupakan pintu gerbang PT Perkebunan Nusantara IV, yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai tepatnya dipinggiran jalan raya Medan-Pematang Siantar. Letak pabrik kelapa sawit unit usaha adolina berada tidak jauh dari daerah perkebunannya dan infrastruktur yang baik menjadi salah satu keunggulan unit usaha ini, sehingga mempermudah tranportasi pengangkutan TBS maupun CPO ke pabrik kelapa sawit.

Sesuai dengan perkembangannya saat ini dunia sedang mengalami globalisasi ekonomi, demikian juga dengan Indonesia yang secara cepat membuka cakrawala baru bagi manajemen perusahaan di Indonesia termasuk Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV, yang semula hanya tertuju ke lingkungan domestik saat ini tujuannya dikembangkan atau diperluas ke lingkungan global. Teknologi informasi dan globalisasi yang berkembang pesat sekarang merupakan perubahan eksternal yang mengubah bisnis dan masyarakat pada saat ini.

Setiap organisasi bisnis dihadapkan kepada dua jenis lingkungan yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Makin besar suatu perusahaan atau organisasi, makin kompleks pula bentuk, jenis dan sifat interaksi yang terjadi dalam menghadapi kedua jenis lingkungan tersebut (Siagian, 2001). Perubahan lingkungan eksternal akan memberikan peluang dan sekaligus tantangan yang baru bagi perusahaan. Pemanfaatan peluang yang muncul dan pengurangan pengaruh ancaman yang datang dari lingkungan eksternal tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan dalam upaya pemanfaatan kekuatan, pengurangan kelemahan, serta dengan melalui perbaikan-perbaikan lingkungan internalnya. Kemampuan perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut David (2002), organisasi yang efektif adalah organisasi yang secara efektif mengelola perubahan dan secara terus menerus membenahi birokrasi, strategi, sistem, produk dan budaya organisasi untuk dapat bertahan dari goncangan serta dapat mengatasi kekuatan dengan mematikan persaingan. Kebutuhan untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan menuntut adanya proses manajemen strategis. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa organisasi harus secara terus-menerus memantau kondisi internal dan eksternal serta


(9)

9 kecenderungannya, sehingga perubahan dapat secara berkala dilakukan berdasarkan kebutuhan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi Unit Usaha Adolina pada saat ini, memformulasikan berbagai alternatif strategi pengembangan bisnis yang dapat diterapkan oleh perusahaan sesuai dengan faktor eksternal dan internal, dan memilih alternatif strategi pengembangan usaha yang terbaik untuk perusahaan.

1.2. Perumusan Masalah

Lingkungan yang selalu berubah menuntut kesiapan manajemen perusahaan untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungan yang dihadapi. Perkembangan permintaan minyak nabati baik dalam negeri maupun luar negeri yang semakin meningkat, memberikan peluang yang besar bagi pengembangan usaha CPO yang berbahan baku kelapa sawit. Dengan peningkatan konsumsi minyak nabati maka pertumbuhan produksi CPO pun juga harus ditingkatkan terutama oleh Indonesia yang saat ini menjadi Negara penghasil CPO terbesar kedua di dunia. Tujuan dari peningkatan produksi ini adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi minyak nabati baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV sebagai perusahaan penghasil CPO sebaiknya mengembangkan strategi terbaik yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan dan sesuai dengan perkembangan usaha untuk memenuhi permintaan pasar dan kelangsungan hidup usaha.

Sebagai perusahaan produsen CPO PT Perkebunan Nusantara IV harus menghadapi persaingan yang ketat baik di dalam pasar kelapa sawit domestik maupun Internasional baik dari sisi luas lahan dan kualitas produk yang dihasilkan. Persaingan ini menuntut perusahaan untuk melakukan efisiensi dalam rangka memenangkan persaingan untuk merebut pasar, persaingan inovasi dan teknologi. Di dalam pasar domestik Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV harus bersaing dengan perusahaan swasta dan BUMN dengan luas lahan yang dimiliki antara lain PT PP London Sumatera (40.534 hektar), PT Salim (161.973 hektar), PT Astra Agro Lestari (189.970 hektar), PT Sinar Mas (282.000


(10)

10 hektar), PT Perkebunan Nusantara III (105.067,57 hektar), PT Perkebunan Nusantara I (46.377 hektar), PT Perkebunan Nusantara VII (31.874 hektar), PT Perkebunan Nusantara XIII (35.546,68 hektar). Hal ini sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi berupa Tandan Buah Segar (TBS) yang dihasilkan. Terbatasnya luas areal perkebunan kelapa sawit yang dimiliki berpengaruh kepada ketidaksesuaian antara produksi di kebun dengan kapasitas pabrik pengolahan TBS menjadi minyak kelapa sawit dan juga produk turunannya.

Pabrik kelapa sawit (PKS) Adolina memiliki kapasitas PKS yang terpasang 30 ton TBS/jam, dengan dengan rata-rata 22 jam kerja per hari dan 25 hari kerja perbulan. Kapasitas tersebut merupakan batasan kemampuan pabrik untuk melakukan kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO. Artinya PKS mampu mengolah 16.500 ton TBS per bulan atau sekitar 198.000 ton TBS per tahun. Dengan kapasistas produksi pabrik kelapa sawit tersebut, sementara produksi unit usaha perkebunan Adolina yang hanya mampu menghasilkan 133.920 ton TBS maka capaian produksi CPO hanya 32.364 ton. Capaian produksi dan rendemen CPO Unit Usaha Adolina pada tahun 2006 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dalam rangka pencapaian efisiensi usaha pengolahan Adolina selama ini telah melakukan kegiatan pengadaan bahan baku melalui pembelian. Pengadaan bahan baku produksi secara optimal dapat melindungi perusahaan dari ketidakpastian akibat kondisi dinamis dari permintaan dan penawaran pasar. Perusahaan perlu melakukan optimalisasi pengadaan tandan buah segar (TBS) sebagai bahan baku industri pengolahan CPO untuk mencapai keuntungan perusahaan yang maksimal.

Permasalahan lain yang dihadapi perusahaan ini ialah dari sisi biaya. Dimana, ada 4 (empat) biaya yang termasuk didalam beban pokok produksi yaitu Biaya Langsung, Biaya Tidak Langsung,Biaya Penyusutan dan Biaya Pengiriman. Untuk biaya usaha yang terdiri dari Biaya Penjualan,Biaya Umum,dan Administrasi dipengaruhi oleh Volume Penjualan. Harga Jual Rata-rata Ekspor dan Harga Jual Rata-rata Lokal serta Penjualan Ekspor dari Minyak Sawit dan Penjualan Lokal dari Minyak Sawit menentukan Volume Penjualan. Dengan adanya biaya-biaya ini maka penentuan harga menjadi lebih sulit, dimana


(11)

11 biasanya harga CPO mengikuti harga pasar dan disesuaikan dengan biaya-biaya pokok produksi. Ini merupakan dilema bagi Unit Usaha Adolina dimana jika harga yang dibuat terlalu besar dari harga pasar maka pelanggan akan lari ke producen CPO lagi, sebaliknya jika harga CPO yang ditetapkan terlalu kecil maka perusahaan bisa merugi. Keempat biaya ini menyebabkan rendahnya profit yang dihasilkan oleh perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah sistem pengembangan usaha CPO Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV?

2. Apa saja lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam rangka pengembangan usaha CPO yang dijalankan?

3. Bagaimana alternatif strategi pengembangan usaha yang tepat untuk Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan maka tujuan utama penelitian adalah merumuskan strategi pengembangan usaha minyak kelapa sawit (CPO) di Unit Usaha Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV. Secara rinci tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis faktor eksternal dan internal yang ada di Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV.

2. Memformulasikan strategi pengembangan usaha yang dapat diterapkan sesuai dengan potensi dan juga faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi Unit Usaha Adolina PT PerkebunanNusantara IV.

3. Merekomendasikan alternatif strategi yang paling sesuai bagi Unit Usaha Adolina untuk mengembangkan usahanya.


(12)

12 1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang didapat diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihakantara lain:

1. Melatih kemampuan analisis dan menambah pengetahuan serta wawasan penulis mengenai manajemen strategi suatu perusahaan yang bergerak di sektor usaha perkebunan.

2. Sebagai tambahan masukan dan pertimbangan bagi pihak perusahaan untuk mengembangkan usahanya.

3. Sebagai dasar acuan dan informasi bagi penelitian lebih lanjut.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terfokus pada tahap kondisi internal dan eksternal perusahaan. Penelitian dilaksanakan sampai pada tahap rekomendasi strategi pengembangan usaha yang dapat dilakukan oleh perusahaan, sedangkan implementasinya diserahkan kepada pihak manajemen Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV.


(13)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada 1967 Indonesia hanya memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas 105.808 hektar, pada 1997 telah membengkak menjadi 2,5 juta hektar. Pertumbuhan yang pesat terjadi pada kurun waktu 1990-1997, dimana terjadi penambahan luas areal tanam rata-rata 200.000 hektar setiap tahunnya, yang sebagian besar terjadi pada perkebunan swasta. Sejalan dengan peningkatan luas areal, produksi CPO Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Produsen CPO terbesar adalah Sumatera Utara yang memberikan kontribusi lebih dari 4,5 juta ton CPO atau sekitar 50 persen dari total produksi CPO nasional.

Sekitar 60 persen dari produk CPO Indonesia diekspor ke luar negeri, sementara sisanya diserap untuk konsumsi di dalam negeri. Untuk penggunaan lokal, industri minyak goreng merupakan penyerap CPO dominan, mencapai 29,6 persen dari total produksi, sedang sisanya dikonsumsi oleh industri oleokimia, sabun dan margarine atau shortening, saat ini terdapat sekitar 215 pabrik CPO di Indonesia.

Menurut National Distribution Network, saat ini terdapat sekitar 80 perusahaan penyulingan minyak goreng sawit di Indonesia yang tersebar di 11 propinsi di Sumatera, Jawa dan Kalimantan dengan total kapasitas produksi 7,79 juta ton per tahun. Sebesar 62 persen diantaranya (4,8 juta ton) dikuasai oleh 7 Grup produsen yakni Hasil Karsa, Musirr Mas, Sinar Mas, Karya Prajona Nelayan, Raja Garuda Mas, dan Sungai Budi.

Dimasa mendatang, konsumsi CPO di dalam negeri diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dan mencapai 5,6 juta ton. Penggunaan terbesar pada industri minyak goreng (51 persen), diikuti industri margarine dan shortening (37 persen), Oleochemical (8 persen), industri sabun mandi (3 persen) dan industri sabun cuci (1 persen).


(14)

14 2.2. Perkembangan Ekspor dan Impor CPO Indonesia

Menurut Departemen Perdagangan volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia cenderung meningkat sejak 1999. Ekspor minyak sawit Indonesia ditujukan ke 123 negara. Volume ekspor terbesar ke India dengan kontribusi 28 persen (1,8 juta ton), diikuti Belanda 17 persen (1,1 juta ton), Cina 8 persen (483 ribu ton), dan Malaysia serta Singapura masing-masing sebesar 6 persen. Kelima negara ini secara bersama-sama menyerap sekitar 65 persen dari total ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.

Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan harga CPO di pasar internasional sangat berfluktuasi. Pada 1999 misalnya, harga CPO melonjak hingga US$ 700 per ton, namun kembali merosot tajam pada 2001 menjadi US$ 276 per ton. Sementara pada 2004, harga CPO cenderung meningkat dengan harga yang cukup menggairahkan, berkisar pada US$ 400 hingga US$ 550 per ton. Ini disebabkan menurunnya produksi minyak kedelai, tingginya tingkat permintaan dari Cina dan India, serta produksi minyak sawit Malaysia yang cenderung flat. Pada 2010, volume ekspor CPO Indonesia mencapai 4,5 juta ton, sedangkan ekspor turunan lainnya mencapai 5,6 juta ton sehingga proyeksi kebutuhan CPO untuk ekspor pada tahun 2010 adalah 10,1 juta ton. Untuk impor Indonesia tidak terlalu besar, impor CPO dilakukan jika terjadi kekurangan hasil produksi dalam negeri untuk dijual atau diekspor ke Negara lain.

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai formulasi strategi bisnis suatu perusahaan telah dilakukan oleh banyak peneliti di perusahaan yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa strategi bisnis merupakan hal kristis dalam sebuah perusahaan, sehingga sangat penting untuk diteliti. Beberapa kajian penelitian tersebut akan diuraikan pada penjelasan di bawah ini.

Menurut Prahastuti (2000) Sub sector perkebunan khususnya kelapa sawit mempunyai peranan yang strategis yaitu sebagai bahan baku industri minyak goring, sumber devisa Negara, penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan petani. Dengan menggunakan data deret waktu dari tahun 1982 hinggga 1998 dianalisis dengan model regresi Linier berganda. Data harga bulanan dari januari


(15)

15 1992 hingga juli 1998 digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara pasar CPO dan minyak goring sawit di Indonesia. Dimana luas areal penanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh harga CPO domestic, harga pupuk, harga ekspor CPO, dan tingkat suku bunga. Untuk produksi CPO dipengaruhi oleh harga CPO domestic dan luas areal kelapa sawit. Ekspor CPO sendiri dipengaruhi oleh harga CPO domestic, produksi CPO dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Konsumsi CPO oleh industri minyak goreng dipengaruhi oleh ekspor CPO, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga CPO domestik, dan penawaran CPO domestik. Keterkaitan antara harga CPO domestik dengan harga minyak goreng sawit di tingkat perdagangan besar maupun ecerannya menunjukkan keterkaitan yang erat antara kedua pasar. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga CPO domestik mempengaruhi pembentukan harga minyak goreng sawit di Indonesia.

Leliana (1998) dan Arif Budiman (2007) sama-sama menggunakan analisisi SWOT. Leliana dalam penelitiannya dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan ekspor non migas terutama sektor pertanian khususnya subsektor pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasikan faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan, mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan kekuatan dan peluang untuk mengatasi kelemahan dan ancaman dan menganalisis strategi yang dapat diterapkan dalam rangka pengembangan perusahaan. Arif Budiman dilatarbelakangi oleh adanya masuknya madu impor yang memiliki kualitas lebih baik dan beredarnya madu palsu yang disebabkan oleh produksi madu Indonesia belum mampu memenuhi permintaan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasikan strategi usaha yang sudah dilaksanakan perusahaan, mengidentifikasikan faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan yang menjadi peluang dan ancaman, maupun kekuatan dan kelemahan bagi perusahaan, merekomendasikan alternatif strategi yang paling sesuai bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya.

Alat analisis yang digunakan kedua peneliti ini didasarkan pada pendekatan secara terstruktur, dengan menggunakan analisis IFE dan EFE serta analisis SWOT. Berdasarkan alat-alat analisis tersebut, Leliana menyimpulkan posisi dan kondisi bahwa perusahaan mampu memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada guna mengatasi kelemahan dan ancaman yang ada. Strategi


(16)

16 yang dapat dilakukan antara lain perusahaan berusaha meningkatkan kemampuan menghasilkan benih bermutu tinggi untuk tetap mempertahankan pelanggan dan menarik pelanggan baru, peningkatan volume pengadaan dan penyaluran untuk melayani permintaan yang meningkat melalui peningkatan target produksi, menjalankan prinsip pemasaran secara optimal dan adanya peningkatan pelayanan purna jual, serta melayani pasar utama dengan lebih intensif sebagai upaya peningkatan volume penjualan.

Berdasarkan alat-alat analisis tersebut, Arif Budiman menyimpulkan posisi dan kondisi bahwa respon perusahaan terhadap lingkungan eksternal tergolong sedang. Strategi yang dapat dilakukan antara lain perusahaan harus mulai melakukan riset pengembangan produk untuk menghasilkan produk turunan madu, memperbanyak jumlah pengecer dan kedai, melakukan survei lapang untuk mencari sumber lahan baru penghasil pakan lebah, melakukan pengujian produk secara berkala di laboratorium bekerjasama dengan perguruan tinggi maupun lembaga pemerintah, mulai melakukan promosi secara rutin, melakukan koneksi jaringan ke internet, dan melakukan penganggaran secara efektif dan mulai mencoba untuk melakukan pengajuan kredit kepada bank.

Penelitian Yasmin Chairunisa Muchtar tentang prospek pengolahan kelapa sawit di propinsi sumatera utara menyimpulkan bahwa ketersediaan bahan baku (TBS) belum optimal untuk memenuhi kebutuhan dan kapasitas pabrik sehingga hal ini berdampak pada hari kerja, industri pengolahan kelapa sawit yang diteliti memiliki beragam jenis, alur dan jaringan produk yang dihasilkan dari bahan baku (TBS) yaitu CPO dan Kernel yang merupakan hasil utama, cangkang, tandan kosong serta sludge merupakan hasil sampingan, proses pengolahan pada industr pengolahan kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap nilai tambah produk, rendemen, pendapatan usaha, tingkat keuntungan pengolahan dan kesempatan kerja, dan yang terakhir dalam proses pengolahan kelapa sawit ditemukan adanya masalah yaitu belum optimalnya ketersediaan bahan baku (TBS) di daerah penelitian sehingga berdampak pada prospek pengolahan kelapa sawit.

Penelitian Pasaribu (2002) tentang Strategi Pengembangan Bisnis Minyak Kelapa Sawit (CPO), studi kasus di PT Socfindo, Sumatera Utara menyimpulkan bahwa PT Socfindo berada pada sel II dimana kekuatan dari perusahaan ini adalah


(17)

17 produk CPO yang dihasilkan berkualitas tinggi, kelemahannya dalah luas areal perkebunan yang dimiliki tergolong kecil. Peluang utama perusahan adalah produk turunan kelapa sawit menghasilkan nilai tambah yang tinggi, dan ancaman utamanya adalah adanya pencurian buah sawit. Strategi yang dapat dikembangkan oleh perusahaan adalah strategi intensif berupa penetrasi pasar, pengembangan pasar dan produk. Berdasarkan hasil analisa QSPM strategi terbaik yang dapat dijalankan perusahaan adalah strategi ketiga yaitu memperluas areal perkebunan kelapa sawit dan memberikan nilai tambah kepada produk hilir kelapa sawit. Tabel 8 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Nama Judul Metode Hasil

Pasaribu (2002) Strategi Pengembangan Bisnis Minyak Kelapa Sawit (CPO), studi kasus di PT Socfindo, Sumatera Utara

Analisis SWOT, matriks EFE, IFE dan QSPM

Berdasarkan hasil analisa QSPM strategi terbaik yang dapat dijalankan perusahaan adalah strategi ketiga yaitu memperluas areal perkebunan kelapa sawit dan memberikan nilai tambah kepada produk hilir kelapa sawit. Kurniawan

(2004)

Strategi

Pengembangan Bisnis Kelapa Sawit Studi Kasus pada PTPN VIII, Propinsi Banten

Analisis SWOT, matriks EFE, IFE dan QSPM

Berdasarkan analisa SWOT strategi terbaik yang dilakukan

perusahaan ialah dengan melakukukan


(18)

18

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis

Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing. Manajemen strategis merupakan perpaduan manajemen pemasaran, keuangan, produksi dan operasi, iinformasi, penelitian dan pengembangan dalam mencapai keberhasilan (David, 2002). Tujuan manajemen strategik adalah memanfaatkan dan menciptakan peluang-peluang baru untuk masa depan, meliputi aktivitas membuat perumusan sasaran-sasaran organisasi, strategi-strategi, dan pengembangan rencana-rencana, tindakan, dan kebijakan untuk mencapai sasaran.

Manajemen strategi terdiri atas sembilan tugas penting :

1. Merumuskan misi perusahaan, meliputi rumusan umum tentang maksud keberadaan (Purpose), filosofi (Philosophy), dan tujuan (Goal).

2. Mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan kondisi internal dan kapabilitasnya.

3. Menilai lingkungan ekstern perusahaan, meliputi baik pesaing maupun faktor-faktor internal umum.

4. Menganalisis opsi perusahaan dengan mencocokkan sumber dayanya dengan lingkungan ekstern.

5. Mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki dengan mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasrkan misi perusahaan.

6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum (Grand Strategic) yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki.

7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan strategi umum yang dipilih.

8. Mengimplementasikan pilihan strategi dengan cara mengalokasikan sumber daya angggaran yang menekankan pada kesesuaian antara tugas, sumber daya manusia, strukturteknologi, dan imbalan.


(19)

19 3.2.Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis Eksternal digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi sumber peluang dan ancaman bagi PT Perkebunan Nusantara IV, yang meliputi faktor akonomi, sosial, politik, kebijakan pemerintah dan teknologi. Analisis eksternal dibagi dua kelompok yaitu :

3.2.1. Analisis Lingkungan Makro

Lingkungan makro yang dikaji terdiri dari faktor-faktor ekonomi, sosial, politik dan teknologi. Lingkungan makro menimbulkan kesempatan-kesempatan, ancaman dan batasan-batasan bagi perusahaan. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana lingkungan makro mempengaruhi perusahaan dalam menjalankan kegiatannnya. Sifat yang mendukung maupun sifat yang menghambat dari lingkungan makro disajikan dalam pertimbangan apakah sifat-sifat tesebut sejalan atau bertentangan dengan kebijakan-kebijakan perusahaan (Rangkuti, 2001).

Faktor politik sangat mempengaruhi kondisi usaha kelapa sawit di Indonesia. Misalnya Peraturan Daerah (PERDA) tentang Pajak Produksi Hasil Tanaman Perkebunan yang jumlahnya bervariasi sesuai dengan ketentuan masing-masing pemerintah daerah. Penetapan jumlah pajak produksi hasil perkebunan kelapa sawit dapat merangsang pengembangan bisnis kelapa sawit atau sebaliknya menghambat pengembangan bisnis kelapa sawit di Indonesia, sehingga pemerintah daerah harus hati-hati dalam menentukan besar kecilnya pajak produksi hasil tanaman perkebunan.

Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat suatu perusahaan beroperasi (Pearce dan Robinson, 1997). Kondisi perekonomian sangat mempengaruhi iklim berbisnis dari suatu perusahaan/perkebunan kelapa sawit. Inflasi, produktivitas, tenaga kerja, dampak dari kenaikan dan penurunan suku bunga, adanya investasi, fluktuasi harga dari kelapa sawit serta siklus bisnis menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam menganalisis alternatif straategi yang dapat digunakan dalam rangka pengembangan bisnis kelapa sawit.

Bisnis kelapa sawit adalah jenis usaha yang membutuhkan modal yang sangat besar, sehingga banyak perusahaan kelapa sawit meminjam modal dari lembaga-lembaga keuangan. Dalam hal ini tingkat suku bunga pinjaman dan


(20)

20 tingkat inflasi adalah faktor yang paling mempengaruhi keputusan pengusaha kelapa sawit ketika akan meminjam modal pada lembaga keuangan tertentu.

Faktor sosial sangatlah penting untuk disadari oleh para pengambil keputusan strategis. Pihak perkebunan harus mengenal dan memahami kondisi masyarakat di sekitarnya. Pengelola perkebunan harus menghormati nilai-nilai dan norma-norma yang dianut masyarakat, karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi lingkungan eksternal perusahaan.

Faktor teknologi dewasa ini berkembang demikian pesatnya dibarengi dengan semakin majunya ilmu pengetahuan. Berbagai perangkat keras maupun lunak yang mendukung kegiatan usaha kini semakin beranekaragam. Adaptasi teknologi yang tepat guna, dan membuka kemungkinan terciptanya produk baru, maupun penyempurnaan terhadap proses produksi dan produk yang sudah ada. 3.2.2. Analisis Lingkungan Industri

Industri dapat didefenisikan sebagai kelompok perusahaan yang menghasilkan produk yang dapat saling menggantikan. Dalam llingkungan industri terdapat lima kekuatan yang mempengaruhi persaingan dalam industri. Lima kekutan tersebut adalah masuknya pendatang baru, ancaman produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pemasok serta persaingan diantara perusahaan yang ada. Dalam penyusunan strategi korporat, kita perlu mengetahui terlebih dahulu keunggulan bersaing yang dimiliki atau yang akan diciptakan, dan menempatkannya pada masing-masing unit bisnis. Pelanggan, pemasok, produk pengganti serta pendatang baru potensial semuanya merupakan pesaing bagi perusahaan-perusahaan dalam industri (Porter, 1995).

Analisis makro dan analisis industri menggunakan analisis SWOT yang meliputi :Analisis makro meliputi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi industri seperti aspek politik dan kebijakan pemerintah, ekonomi, sosial budaya dan teknologi.Analisis industri menggunakan konsep Five-Forces dari Porter yaitu persaingan dalam industri, pendatang baru, produk subsitusi, daya tawar pembeli dan pemasok.


(21)

21 3.3. Analisis Internal Perusahaan

Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada di dalam perusahaan, yang mencakup struktur, kultur, dan sumberdaya perusahaan. Lingkungan internal memperlihatkan daftar kekuatan dan kelemahan yang berada di dalam kontrol perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997).

David (2002) membagi bidang fungsional bisnis menjadi beberapa variabel dalam analisis lingkungan internal antara lain :

1. Manajemen

Manajemen merupakan suatu tingkatan sistem pengaturan organisasi yang mencakup sistem produksi, pemasaran, pengelolaan sumberdaya manusia, dan keuangan. Fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas dasar yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, penunjukan staf dan pengendalian.

2. Pemasaran

Pemasaran dapat diuraikan sebagai proses menetapkan, menciptakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan produk. Terdapat tujuh fungsi dasar pemasaran, yaitu (1) Analisis pelanggan, (2) Menjual produk, (3) Merencanakan produk dan jasa,(4) Menetapkan harga, (5) Distribusi, (6) Riset pemasaran, dan (7) Analisis peluang.

3. Keuangan

Kondisi keuangan sering dianggap ukuran tunggal terbaik dari posisi bersaing perusahaan dan daya tarik bagi investor. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain: Kemampuan perusahaan memupuk modal jangka pendek dan jangka panjang, rasio-rasio keuangan, biaya masuk industri dan hambatan masuk.

4. Produksi dan Operasi

Fungsi produksi terdiri atas aktivitas yang mengubah masukan menjadi barang dan jasa. Manajemeen produksi dan operasi menangani masukan, pengubahan dan keluaran yang bervariasi antar industri dan pasar.

5. Penelitian dan Pengembangan

Dalam menjalankan strategi pengembangan produk suatu perusahaan harus mempunyai orientasi penelitian dan pengembangan yang kuat.


(22)

22 6. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia merupakan modaal utama bagi suatu perusahaan. Strategi yang terbaik sekalipun menjadi tidak berarti apabila mausia yang dipekerjakannya tidak memiliki keterampilan memadai untuk melakkukan tugas-tugas tersebut. Kualitas kesesuaian SDM ini berpengaruh terhadap kinerja, kepuasan karyawan, dan perputaran tenaga kerja.

7. Sistem Informasi Manajemen

Sistem informasi manajemen bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara meningkatkan kualitas keputusan manajerial. Ssistem informasi manajemen yang efektif berusaha mengumpulkan, memberi kode, menyimpan, mensintesa, dan menyajikan informasi database, sehingga dapat melaksanakan kegiatan operasional dan menyusun strategi yang tepat.

3.4. Perumusan Strategi 3.4.1. Matriks IFE dan EFE

Perumusan strategi yang dilakukan oleh perusahaan dapat menggunakan matriks faktor-faktor internal (IFE) dan eksternal (EFE) perusahaan. Matriks IFE merupakan alat perumusan strategi dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan fungsional perusahaan. Matriks ini menjadi landasan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang tersebut.

Matriks EFE merupakan alat yang memungkinkan perencana strategi dalam mengevaluasi informasi ekonomi, sosial budaya, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan. Matriks ini membantu dalam mengorganisir faktor-faktor strategis eksternal ke dalam kategori-kategori yang diterima secara umum (David, 2002).

3.4.2. Matriks SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities) serta dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Asumsi dasar dari analisis tersebut adalah bahwa kinerja perusahaan dalam suatu industri ditentukan


(23)

23 oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. (Rangkuti dalam Kusumawardhanie, 2003).

Analisis yang membandingkan antara faktor internal dan eksternal ini logika dasar penyusunan strateginya adalah bagaimana perusahaan memaksimalkan kekuatan yang dimilikinya untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada, dan pada saat yang bersamaan meminimalkan kelemahan dan ancaman yang dihadapi. Matriks ini menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T.

Analisis SWOT mempertimbangkan kombinasi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang akan menghasilkan peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dikombinasikan dengan faktor internal yang akan menghasilkan kekuatan (Srenghts) dan kelemahan (Weakness) sehingga akan memunculkan suatu rumusan strategi bagi perusahaan. Faktor eksternal dan internal dapat diperoleh dari analisis situasi yang terjadi di sekitar perusahaan. 3.4.3. Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning)

Matriks perencanaan Strategis Kuantitatif atau Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan-tindakan alternatif yang layak. Teknik ini secara sasaran menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik.

Menurur David (2002) QSPM merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengevaluasi pilihan alternatif strategi secara objektif, berdasarkan perpaduan faktor sukses eksternal dan internal perusahaan. Sifat positif dari QSPM adalah bahwa set strategi yang dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan. Tidak ada batasan untuk jumlah strategi yang dapat dievaluasi atau diperiksa sekaligus. Sisi positif lainnnya adalah alat ini mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait kedalam proses keputusan. Mengembangkan QSPM membuat faktor-faktor kunci lebih kecil kemungkinannya terabaikan atau diberi bobot secara tidak sesuai.

3.5. Kerangka Pemikiran Operasional

Proses perumusan alternatif strategi pengembangan usaha di Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV dilakukan melalui serangkaian analisis


(24)

24 yang diawali dengan analisis deskriptif dalam mengidentifikasi visi, misi dan tujuan perusahaan. Identifikasi ini diperlukan untuk mengetahui sasaran yang ingin dicapai perusahaan sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan. Setelah mengetahui visi, misi dan tujuan perusahaan, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan ekksternal perusahaan, yang tujuan akhirnya dapat membantu dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih strategi.

Analisis internal dilakukan untuk mengetahui kinerja perusahaan yang mendukung strategi pengembangan bisnis. Analisis internal dilakukan dalam bidang maajemen, pemasaran, keuangan, produksi-operasi, sumber daya manusia, dan litbang. Sedangkan dari analisis eksternal dilakukan dengan menggunakan alat analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya-Demografi, Teknologi) dan alat analisis kompetisis “Model Lima Kekuatan Porter”.

Dari hasil identifikasi tersebut, kemudian akan dimasukkan ke dalam kerangka kerja perumusan strategi yang terdiri dari tiga tahap, antara lain:

1. Tahap pemasukan (Input Stage) yaitu tahap meringkas informasi atau input dasar yang diperlukan dalam merumuskan strategi. Pada tahap ini dihasilkan matriks EFE dan matriks IFE. Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi beragam faktor eksternal-internal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Tahap pencocokan (Matching Stage) yaitu tahap memfokuskan dan menghasilkan alternatif strategi yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Pada tahap ini diihasilkan matriks IE yang merupakan hasil analisis lingkungan internal-eksternal yang memberikan gambaran mengenai posisi perusahaan, serta strategi yang harus dilaksanakan dalam mempertahankan posisinya. Kemudian, matriks SWOT memberikan serangkaian kombinasi strategi yang dapat dilakukan perusahaan berdasarkan identifikasi terhadap peluang-ancaman dan kelemahan-kekuatan.

3. Tahap pemilihan strategi (Decision Stage) yaitu tahap pemilihan strategi berdasarkan sejumlah alternatif strategi yang telah ditetapkan. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah metode PHA untuk mengetahui prioritas strategi yang paling sesuai dengan kondisi perusahaan.


(25)

25 Dalam penentuan alternatif strategi biasanya menggunakan alat bantu analisis yaitu QSPM. Hasil yang diperoleh akan menghasilkan strategi mannajemen yang diprioritaskan. Gambar kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.


(26)

26 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Tahap Pencocokan Matriks SWOT

Alternatif Strategi

Tahap Keputusan Matriks QSPM

Strategi PT Perkebunan Nusantara IV

Kenali visi misi sasaran strategi perusahaan yang ada

Tahap Input

Kenali dan masukkan Kenali dan masukkan Peluang dan ancaman Kekuatan dan kelemahan Matriks EFE Matriks IFE


(27)

27

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT Perkebunan Nusantara IV yang terletak di Kelurahan Batang Terap Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara, terletak kira-kira 38 km dari Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara). Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan perusahaan ini berbasis agribisnis milik negara dan merupakan perusahaan yang besar, ketersediaan datadan kesediaan pihak perusahaan untuk dijadikan tempat penelitian. Pengumpulan data dilaksanakan pada kira-kira pertengahan Juni 2011-Juli 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sifat data yang diperoleh, jenis data yang digunakan adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data-data non angka (non numeric) berupa keterangan-keterangan mengenai perkembangan usaha minyak kelapa sawit (CPO), kondisi usaha, peralatan yang digunakan, teknis pelaksanaan kegiatan usaha, dan sebagainya yang berhubungan dengan penelitian. Data kuantitatif berupa data angka atau numerik seperti pendapatan usaha, jumlah produksi per periode, jumlah bahan baku, harga jual dan harga input, dan semua keterangan berupa angka.

Berdasarkan sumber pengolahan data yang digunakan dalam penulisan penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian, melalui pengamatan langsung untuk mengetahui kondisi fisik usaha, proses penanganan produksi, wawancara langsung dengan pihak manajemen usaha, pengisian kuisioner yang dijawab oleh pihak manajemen sebagai pengambil keputusan di Kebun Adolina PT Perkebunan Nusantara IV dan juga melibatkan salah satu perusahaan konsumen yaitu PT X.

Data sekunder adalah jenis data yang sudah diterbitkan. Beberapa data sekunder yang dapat dipergunakan untuk membantu dalam penulisan skripsi berupa data produksi CPO di Indonesia, jumlah ekspor CPO di Indonesia, permintaan dan perkembangan pasar serta prospek CPO yang diperoleh dari data


(28)

28 literatur yang terdapat di perusahaan, Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan, Internet.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penggunaan data yang mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Observasi, yang dilakukan untuk melibatkan dan mengamati objek secara langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Observasi dilakukan secara langsung pada lokasi produksi CPO yaitu Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT Perkebunan Nusantara IV.

2. Wawancara, yang dilakukan untuk memperoleh keterangan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, agara data yang digunakan merupakan kondisi yang sebenarnya. Wawancara dilakukan pada pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan yang menjadi pengambil keputusan pada perusahaan.

3. Kuesioner, yang dilakukan dengan pemberian lembar penilaian berupa kuisioner kepada responden mengenai identifikasi faktor internal dan eksternal, penentuan rating faktor internal dan eksternal serta penyusunan strategi terpilih melalui QSPM.

4. Studi pustaka dengan mengumpulkan data melalui membaca mempelajari dan mengutip pendapat dari berbagai sumber buku, laporan penelitian terdahulu, diktat, literatur, artikel dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini. 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan pendekatan konsep manajemen strategi. Alat analisis yang digunakan antara lain:

4.4.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka dengan tujuan untuk mendefinisikan visi,misi dan tujuan perusahaan, strategi yang telah dijalankan, serta data-data yang berkaitan


(29)

29 dengan kegiatan pemasaran, pencapaian target penjualan, keuangan, personalia, serta produksi dan operasi.

4.4.2. Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation)

Alat yang digunakan untuk melakukan analisis eksternal adalah matriks EFE (External Factor Evaluation). Pembuatan matriks EFE dilakukan dengan lima langkah. Langkah-langkah dalam mengembangkan matriks EFE adalah sebagai berikut:

1. Daftarkan semua faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi, termasuk peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap perusahaan dan industrinya. Usahakan spesifik mungkin dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan (jika ada).

2. Berikan pembobotan untuk setiap faktor yang menunjukkan kepentingan relatif setiap faktor. Pembobotan berkisar antara 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar berhasil dalam industri tersebut, bobot ini didasarkan pada industri. Jumlah seluruh bobot yang diberikan harus sama dengan satu. Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor strategis eksternal tersebut kepada pihak manajemen perusahaan dengan menggunakan metode perbandingan pasangan. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu eksternal. Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel pada baris (sebelah kiri/ ke bawah) dibandingkan dengan variabel kolom (sebelah atas/ ke kanan) dan harus konsisten. Setiap variabel menggunakan skala 0, 1, dan 2 untuk menentukan bobot. Skala yang digunakan adalah :

- A pada variabel baris/sebelah kiri kurang penting daripada B pada variabel kolom/bagian atas, maka pada kotak pertemuan antara A (kiri) dan B (atas) nilai = 0

- A pada variabel baris/sebelah kiri sama penting dengan C, pada variabel bagian atas, maka pada kotak pertemuan antara A (kiri) dan C (atas) nilainya = 1


(30)

30 - A pada variabel baris/sebelah kiri lebih penting daripada D pada variabel bagian atas, maka pada kotak pertemuan antara A (kiri) dan C (atas) nilainya = 2

3. Tentukan rating setiap faktor untuk menunjukkan keefektifan strategi perusahaan dalam merespon faktor-faktor tersebut. Untuk EFE, ratingnya adalah berikan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor sukses kritis untuk menunjukkan seberapa efektif faktor-faktor tersebut berpengaruh bagi perusahaan, menjawab faktor ini dengan catatan 4 = peluang utama, 3 = peluang, 2 = ancaman, 1 = ancaman utama. Peringkat didasarkan pada efektifitas strategi perushaan ataupun pada keadaan perusahaan.

4. Setiap rating digandakan dengan masing-masing bobot untuk setiap variabelnya.

5. Skor yang telah diperoleh dijumlahkan sehingga diperoleh total skor organisasi.

6. Total skor berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan nilai 1,0 – 2,0 menunjukkan perusahaan berada dalam kondisi yang rendah atau lemah, nilai 2,0 – 3,0 menunjukkan perusahaan berada pada kondisi rata-rata atau sedang, nilai 3,0 – 4,0 menunjukan perusahaan berada pada kondisi tinggi atau kuat. Total skor 4,0 menunjukan organisasi merespon peluang maupun ancaman yang dihadapinya dengan sangat baik. Sedangkan jika total skor 1,0 menunjukkan organisasi tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada.

Berikut dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 9 Matriks EFE

Faktor Kunci Eksternal Bobot Rating Bobot x Rating Peluang

-

-

Ancaman -

-

Total


(31)

31 Melalui Tabel 9 akan diperoleh hasil kali bobot dan rating dari masing-masing faktor-faktor kunci eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman.

4.4.3. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)

Menurut David (2002) alat perumusan strategi ini meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha, dan matriks ini juga memberikan dasar untuk mengenali dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang ini. Penilaian intuitif diperlukan dalam mengembangkan Matriks IFE, jadi penampilan dari pendekatan ilmiah tidak harus diinterpretasikan berarti ini merupakan teknik yang amat ampuh. Pemahaman mendalam mengenai faktor-faktor yang dimasukkan lebih penting ketimbang angkanya sendiri. Langkah-langkah dalam mengembangkan matriks IFE adalah sebagai berikut:

1. Daftarkan semua faktor-faktor internal yang diidentifikasi, termasuk kekuatan dan kelemahan yang berpengaruh terhadap perusahaan dan industrinya. Usahakan spesifik mungkin dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan (jika ada).

2. Berikan pembobotan untuk setiap faktor yang menunjukkan kepentingan relatif setiap faktor. Pembobotan berkisar antara 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar berhasil dalam industri tersebut, bobot ini didasarkan pada industri. Jumlah seluruh bobot yang diberikan harus sama dengan satu. Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor strategis internal tersebut kepada pihak manajemen perusahaan dengan menggunakan metode perbandingan pasangan. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal. Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel pada baris (sebelah kiri/ ke bawah) dibandingkan dengan variabel kolom (sebelah atas/ ke kanan) dan harus konsisten. Setiap variabel menggunakan skala 0, 1, dan 2 untuk menentukan bobot. Skala yang digunakan adalah :

- A pada variabel baris/sebelah kiri kurang penting daripada B pada variabel kolom/bagian atas, maka pada kotak pertemuan antara A (kiri) dan B (atas) nilai = 0


(32)

32 - A pada variabel baris/sebelah kiri sama penting dengan C, pada variabel bagian atas, maka pada kotak pertemuan antara A (kiri) dan C (atas) nilainya = 1

- A pada variabel baris/sebelah kiri lebih penting daripada D pada variabel bagian atas, maka pada kotak pertemuan antara A (kiri) dan C (atas) nilainya = 2

3. Tentukan rating setiap faktor untuk menunjukkan keefektifan strategi perusahaan dalam merespon faktor-faktor tersebut. Untuk IFE, ratingnya adalah berikan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor sukses kritis untuk menunjukkan seberapa efektif faktor-faktor tersebut berpengaruh bagi perusahaan, menjawab faktor ini dengan catatan 4 = peluang utama, 3 = peluang, 2 = ancaman, 1 = ancaman utama. Peringkat didasarkan pada efektifitas strategi perusahaan ataupun pada keadaan perusahaan.

4. Setiap rating digandakan dengan masing-masing bobot untuk setiap variabelnya.

5. Skor yang telah diperoleh dijumlahkan sehingga diperoleh total skor organisasi.

6. Total skor berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan nilai 1,0 – 2,0 menunjukkan perusahaan berada dalam kondisi yang rendah atau lemah, nilai 2,0 – 3,0 menunjukkan perusahaan berada pada kondisi rata-rata atau sedang, nilai 3,0 – 4,0 menunjukan perusahaan berada pada kondisi tinggi .

Berikut pada Tabel 10 dapat dilihat contoh bentuk Matriks IFE. Tabel 10. Matriks IFE

Faktor Kunci Internal Bobot Rating Bobot x Rating Kekuatan

-

-

Kelemahan -

-

Total

Sumber: David, 2002 (diolah)

Melalui Tabel 10 dapat dilihat hasil kali antara bobot dan rating dari faktor-faktor kunci internal perusahaan.


(33)

33 Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Penilaian Bobot Strategi Internal/Eksternal

Faktor-faktor Eksternal/Internal A B C D E Total

1. A Xi

2. B 3. C 4. D 5. E 6. … Total

Sumber: David, 2002 (diolah)

Bobot setiap faktor diperoleh dengan cara membagi nilai setiap faktor terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor. Adapun bobot yang diperoleh akan berada pada kisaran 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (terpenting) pada setiap faktor. Faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh terbesar pada prestasi diberi bobot tertinggi. Jumlah dari semua bobot harus sama dengan 1,0.

4.4.4. Analisis Matriks SWOT

Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting yang membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi. Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST, dan Strategi WT. Matriks SWOT dan memerlukan penilaian yang baik, dan tidak ada satu pun kecocokan terbaik (David, 2002). Kombinasi dari Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang), dan Threat (ancaman) dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Matriks SWOT

Kekuatan – S Kelemahan - W

Peluang – O

Daftar 5-10 faktor kekuatan

Strategi S-O

Memanfaatkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya Strategi W-O Memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan Ancaman T

Daftar 5-10 faktor kekuatan

Strategi S-T

Memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi W-T

Meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman Sumber: David, 2002

=

n

i

Xi

1


(34)

34 4.4.5. Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)

Selain membuat peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas, hanya ada satu teknik analisis dalam literatur yang dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak. Teknik ini adalah Matriks Quantitative Strategic Planning (QSPM) atau Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif yang merupakan Tahap 3 dari kerangka kerja analitik merumuskan strategi. QSPM adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan pada factor-faktor kritis untuk sukses eksternal dan internal yang dikenali sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan strategi yang lain, QSPM memerlukan penilain intuitif yang baik. (David, 2002). Bentuk format QSPM dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Matriks Quantitative Strategic Planning (QSPM) Faktor sukses

kritis Bobot

Alternatif Strategi

Strategi I Strategi II Strategi III

AS WAS AS WAS AS WAS

Peluang -

Ancaman -

Kekuatan -

Kelemahan

-

Total

Keterangan: AS= Attractiveness Score (Skor kemenarikan relatif) WAS= WeightedAttractiveness (Pembobotan ketertarikan) Sumber: David, 2002 (diolah)


(35)

35

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Unit Usaha Adolina didirikan oleh Pemerintah Belanda sejak tahun 1926 dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau dirubah menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama “NV Serdang Cultuur Maatschappy (SCM)”. Sejak tahun 1973 budidaya karet diganti menjadi kakao, sedangkan kelapa sawit tetap dipertahankan. Pada tahun 1942 diambil alih oleh Pemerintah Jepang dari Pemerintah Belanda. Pada tahun 1946 diambil kembali oleh pemerintah Belanda dengan nama tetap NV SCM. Maka pada tahun 1958 perusahaan ini diambil ahli oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama perusahaan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN), tahun 1960 PPN diganti nama menjadi PPB baru Sumut V.

Pada tahun 1963 PPN Baru Sumut V dipisah menjadi dua kesatuan yaitu: 1. PPN Karet III Kebun Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Tanjung Morawa 2. PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu. Pada tahun 1968 PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, lalu pada tahun 1978 PNP VI dirubah menjadi bentuk Persero dengan nama PT. Perkebunan VI (Persero).

Tahun 1994 PTP VI,PTP VII dan PTP VIII digabung dan dipimpin oleh Direktur Utama PTP VII. Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII dan PTP VIII diberi nama PTP Nusantara IV (Persero). Unit Usaha Adolina merupakan salah satu Unit Usaha dari PTP Nusantara IV (Persero) dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996, tentang penggabungan kebun-kebun yang berada di wilayah Sumatera Utara dari PT. Perkebunan VI, PT Perkebunan VII, dan PT Perkebunan VIII, menjadi Perusahaan Perseroan PT Perkebunan Nusantara IV (Lembaran Negara Tahun 1996 No.5) sesuai dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH No.37 tertanggal 11 Maret 1996 dan Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. C2-20652


(36)

36 HT.01.04TH.2002, tanggal 23 Oktober 2002. kemudian sesuai dengan Surat Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo, SH diadakan perubahan akte pendirian perusahaan (vide: Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 7 November 2008 Nomor 90).

Komoditas yang dikelola PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) terbagi dalam tiga budidaya yaitu Kelapa Sawit, Kakao, dan Teh. Namun sejak awal tahun 2006 hanya budidaya Kelapa Sawit dan Teh. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) mengelola 35 unit usaha dan 3 proyek pengembangan yang berlokasi di 10 daerah Tingkat II yaitu Simalungun, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Labuhan Batu, Langkat, Toba-Samosir, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal dan Kota Medan. Dan Unit Usaha Adolina merupakan Unit Usaha yang terbesar dan memegang peranan penting dalam pengembangan usaha PT Perkebunan Nusantara IV bila dibandingkan dengan Unit Usaha yang lain, dimana komoditas utama yang ingin dikembangkan perusahaan ini ialah CPO yang proses produksinya kebanyakan dilakukan di Unit Usaha Adolina.

Untuk pelayanan kesehatan bagi karyawan dan masyarakat sekitar perusahaan, PT Perkebunan Nusantara IV (persero) memiliki 3 Unit Rumah Sakit yaitu RS Laras, RS Balimbingan dan RS Pabatu. Di samping itu PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) juga memiliki anak perusahaan PT Pamina Adolina yang merupakan industri hilir pengolahan CPO dengan kapasitas 500 ton CPO/hari. PT Pamina Adolina bergerak di bidang usaha pengolahan minyak kelapa sawit dan menghasilkan produk-produk seperti : RBD Olein, Crude Stearin, Fatty Acid dan Margarine serta Biodesel, selain itu juga menerima jasa olah dari pihak ketiga.

PT.Sarana Agro Nusantara juga merupakan anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan komposisi permodalan perusahaan

sebesar 55persen. PT Sarana Agro Nusantara bergerak dalam bidang usaha jasa penyimpanan atau pengapalan Liquid Cargo dan Dry Cargo beserta jasa pengurusan dokumen atau pengambilan contoh. PT Perkebunan Nusantara IV (persero) juga memiliki penyertaan pada perusahaan afiliasi yaitu PT.Padasa Enam Utama sebanyak 15 persen kepemilikan dan Indoham Hamburg sebanyak 18 persen.


(37)

37 PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) dalam mendukung kegiatan rancang bangun dan pemeliharaan pabrik, mengelola 1 Unit Workshop Pabrik Mesin Tenera (PMT) di Dolok Ilir.Sebagai perusahaan perkebunan, PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) dalam sepuluh tahun terakhir memainkan peranan yang penting. Aset PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) terus berkembang sehingga mencapai Rp 5,87 triliun pada Desember 2009. Dengan jumlah karyawan pelaksana sebanyak : 29.374 orang, dan karyawan pimpinan sebanyak : 613 orang.

Arah Pengembangan Perusahaan adalah untuk menjadi perusahaan perkebunan terbaik, arah pengembangan perusahaan ke depan adalah membangun daya saing agar mampu bersaing di pasar nasional/global dan meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan nilai tambah perusahaan dilakukan melalui pembukaan areal lahan baru yang berlokasi di dalam/luar Sumatera untuk tanaman komoditi sawit, sedangkan untuk komoditi teh dilakukan peningkatan produktivitas dan intensifikasi dengan mereplanting secara bertahap mengganti tanaman teh jenis lama (seedling) dengan jenis klonal terbaru yang sesuai. PT Perkebunan Nusantara IV juga membangun kebun benih unggul kelapa sawit sebagai sumber bibit ungggul yang akan dipakai sendiri dan sebagian akan dijual.

Program pemanfaatan limbah PKS berupa tandan kosong, dengan menggunakan enzim dijadikan pupuk organik sebagai substitusi pupuk kimia dan sebagai bahan bakar untuk power plant menghasilkan listrik untuk mensuplai kebutuhan operasional pabrik lain/PPIS atau dijual kepada PT PLN. sedangkan limbah cair PKS dimanfaatkan untuk menghasilkan gas methane sebagai bahan bakar genset untuk menghasilkan listrik melalui CDM proyek. Pengembangan industri hilir sawit, diarahkan mengembangkan industri biodiesel berbahan baku CPO, crude stearin dan PFAD (Multy Feed Stock) bekerjasama dengan PTPN III, PTPN V dan PT Pertamina serta membangun pabrik oleochemical berbahan baku CPO/PKO dan pabrik bioethanol berbahan baku tandan kosong. Melakukan sinergi bersama PT Perkebunan Nusantara V bekerjasama dengan PT Pupuk Kaltim untuk memproduksi pupuk Compound (NPK).Peningkatan kinerja karyawan dan penempatan yang sesuai, dilakukan dengan berdasarkan kompetensi, melalui penerapan Key Performance Indicator (KPI) dan sistem


(38)

38 CBHRM (Competence Based Human Resource Management). PT Perkebunan Nusantara IV juga memiliki budaya perusahaan yang sudah dianut sejak lama yaitu memberi, membimbing dan mendorong perilaku seluruh karyawan perusahaan agar dalam melaksanakan tugas selalu:

a. Berpikir positif untuk dapat menangkap setiap peluang. b. Proaktif dalam menghasilkan inovasi dan prestasi. c. Kerjasama tim untuk membangun kekuatan.

d. Menempatkan kepentingan perusahaan sebagai pertimbangan utama bagi setiap keputusan yang diambil oleh setiap jajaran perusahaan.

e. Menempatkan peningkatan kesejahteraan karyawan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pencapaian sasaran perusahaan.

Corporate Value adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu perusahaan yang mengakar dan menjadi patokan yang dipegang oleh seluruh pekerja untuk menjalankan aktivitasnya serta internalisasi diri. PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) memiliki Corporate Value yang terdiri dari 5 (lima) nilai, yaitu:

P : Profitability (mengutamakan profit)

R : Responsibility (bertanggung jawab terhadap stakeholder) I : Integrity (integritas)

M : Market ahead (selalu yang terdepan) A : Accountability (terpercaya)

5.2. Visi dan Misi Perusahaan

Visi merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh perusahaan di masa depan. Visi merupakan cita-cita dari pendiri perusahaan yang mewakili seluruh anggota perusahaan. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya setiap anggota dalam perusahaan sangat dipengaruhi oleh visi persero. Adapun visi dari PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) “Menjadi Pusat keunggulan pengelolaan perusahaan agroindustri kelapa sawit dengan tata kelola perusahaan yang baik serta berwawasan lingkungan”.

Misi adalah tujuan atau alasan mengapa organisasi hidup. Pernyataan misi yang disusun dengan baik mendefenisikan tujuan mendasar dan unik yang membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lain dan mengidentifikasikan jangkauan operasi perusahaan dalam produk yang ditawarkan dan pasar yang


(39)

39 dilayani. Misi mengembangkan harapan pada karyawan dan mengkomunikasikan pandangan umum untuk kelompok pemegang saham utama dalam lingkungan kerja perusahaan. Misi memberitahukan siapa kita dan apa yang kita lakukan. (David, 2002). Dengan bahasa sederhana Misi didefenisikan sebagai suatu tujuan unik yang membedakannya dengan perusahaan-perusahaan lain yang sejenis dan mengidentifikasikan cakupan operasinya. Atau dengan kata lain misi merupakan penjabaran dari visi perusahaan. Misi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) adalah:

1. Menjamin keberlanjutan usaha yang kompetitif

2. Meningkatkan daya saing produk secara berkesinambungan drngan sistem, cara dan lingkungan kerja yang mendorong munculnya kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi

3. Meningkatkan laba secara berkesinambungan

4. Mengelola usaha secara profesional untuk meningkatkan nilai perusahaan yang mempedomani etika bisnis dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) 5. Meningkatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan

6. Melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah pusat/daerah.

Untuk mencapai sasaran yang jelas dalam koridor visi dan misi tersebut, diperlukan suatu Corporate Plan atau perencanaan stategis jangka panjang yang akan menjadi acuan/pedoman manajemen dalam menjalankan keputusan strategis. Penyusunan rencana jangka panjang adalah bagian dari upaya yang konsisten dalam pelaksanaan dan pencapaian Good Corporate Governance(GCG).

5.3. Maksud dan Tujuan Perusahaan

Tujuan adalah hasil akhir aktivitas perencanaan. Tujuan merumuskan apa yang akan diselesaikan dan kapan akan diselesaikan, dan sebaiknya diukur jika memungkinkan. Pencapaian tujuan perusahaan merupakan hasil dari penyelesaian misi. (David, 2002). Maksud dan Tujuan Perusahaan menurut Anggaran Dasar perusahaan, antara lain:

a. Turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di


(40)

40 sub sektor pertanian dalam arti seluas-luasnya dengan tujuan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

b. Melaksanakan kegiatan usaha antara lain:Mengusahakan budidaya tanaman, meliputi pembukaan dan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta melakukan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan budidaya tanaman tersebut.Produksi, meliputi pemungutan hasil tanaman, pengolahan hasil tanaman sendiri maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.Perdagangan, meliputi penyelenggaraan kegiatan pemasaran berbagai macam hasil produksi serta melakukan kegiatan perdagangan barang lainnya yang berhubungan dengan kegiatan usaha perusahaan.Pengembangan usaha di bidang perkebunan, agro usaha dan agro bisnis.

c. Mendirikan/menjalankan perusahaan dan usaha lainnya yang mempunyai hubungan dengan usaha bidang pertanian, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan badan-badan lainnya, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5.4.Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) memberikan gambaran tugas dan wewenang dari setiap personil yang terkait. Struktur organisasi harus disusun sesuai dengan urutan dan kebutuhannya. Pimpinan sebagai manusia secara umum memiliki kemampuan terbatas, karena itu seorang pemimpin tidak dapat melaksanakan tugas secara sendiri tanpa dukungan dari bawahannya, dengan ini sangat dibutuhkan pembagian tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan perusahaan. Organisasi di PTPerkebunan Nusantara IV terdiri dari Kantor Pusat, Kantor Perwakilan Jakarta, GUU I s.d. GUU VI dan PMT Dolok Ilir.

Sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar Perseroan, Perseroan diurus oleh Direksi dibawah Pengawasan Komisaris. Anggota Direksi diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan Anggota Komisaris diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. Tugas dan wewenang Direksi dan Komisaris diatur dalam Pasal 11 dan 16 dari Anggaran Dasar Perseroan.Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara


(41)

41 BUMN Selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara IV Nomor : KEP-184/MBU/2008, tanggal: 24 September 2008, Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota Dewan Komisaris PTPerkebunan Nusantara IV. Komisaris terdiri atas satu orang yang memegang jabatan sebagai Komisaris Utama dan membawahi lima Komisaris lainnya. Di Kantor Pusat ada beberapa Direksi terdiri atas satu orang Direktur Utama dan membawahi beberapa direktur lainnya seperti Direktur Produksi, Direktur keuangan, Direktur perencanaan dan pengembangan usaha dan Direktur SDM atau Umum, Sembilan Kepala Bagian, Kepala Urusan, Asisten Kepala Urusan Karpel.Surat Keputusan Direksi Nomor : 04.11/Kpts/80/XII/2007 tanggal : 27 Desember 2007, untuk pembagian Direktorat di Kantor Pusat, masing-masing dikepalai oleh Kepala Bagian, ditetapkan sebagai berikut :

a. Direktur Utama, membawahi: bidang tugas Sekretaris Perusahaan dan Satuan Pengawas Intern (SPI).

b. Direktur Produksi, membawahi: Tanaman, Pengolahan, dan Teknik. c. Direktur Keuangan, membawahi : Keuangan, Akuntansi, dan Pemasaran. d. Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha, membawahi : Perencanaan,

Pengembangan Usaha, Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

e. Direktur SDM/Umum, membawahi : Sumber Daya Manusia, Umum, Hukum dan Pertanahan, Pengadaan.

Daftar nama-nama yang menjabat Anggota Dewan Komisaris PT Perkebunan Nusantara IV dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pembentukan Grup Unit Usaha (GUU) yang membawahi beberapa unit usaha dan pendelegasian/pelimpahan sebagian wewenang/tugas Direksi kepada Manajer GUU, akan memperkecil rentang kendali guna meningkatkan aktivitas pengambilan keputusan serta fungsi pengawasan dan pengendalian. Untuk Grup Unit Usaha (GUU) ada Manajer Grup Unit Usaha yang membawahi Manajer Unit/Kebun/Pabrik Kelapa Sawit (PKS), Manajer asisten Kepala (MASKEP), para asisten, Kerani dan Karpel.Jumlah Karyawan Unit Usaha Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengelompokan unit usaha dibagi kedalam 5 (lima) Grup Unit Usaha (GUU) yang masing-masing dikepalai Manajer GUU dan ditambah Unit Usaha Perbengkelan, sebagai berikut:


(1)

83 Tabel 4. Penilaian Bobot faktor Strategis Eksternal Perusahaan

Faktor A B C D E F G H I J K L M

A. Pelanggan yang loyal

B. PIR membantu PT Perkebunan Nusantara IV dalam

meningkatkan produksi

C. Produk CPO msh lebih baik dari pada substitusi

D. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat di

bidang pengembangan mesin dan komputerisasi

E.Meningkatnya populasi dunia sehingga berkembang

bisnis pengolahan CPO

F.Nilai mata uang rupiah naik

G. Kemudahan untuk masuk ke dalam bisnis CPO

H. Pengaruh pesaing dalam perkembangan usaha

I. Persaingan dalam mendapatkan TBS

J. Peraturan Pemerintah berupa penerapan pajak dan

kenaikan harga BBM

K. Kampanye Anti Minyak Sawit

L. Tingkat Keamanan dalam Negeri belum stabil

M. Konsumen dilindungi dari mekanisme harga pasar


(2)

84 PENENTUAN RATING FAKTOR-FAKTOR INTERNAL

Petunjuk Umum :

1. Dalam Pengisian kuisioner ini, responden diharapkan melakukan secara langsung (tidak menunda) untuk menghindari terjadinya inkonsistensi jawaban.

2. Penentuan nilai peringkat (rating) terhadap faktor-faktor internal, baik faktor kekuatan dan kelemahan harus konsisten dengan tabel sebelumnya (Tabel 1). Tujuan :

Penentuan peringkat (rating) dimaksudkan untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi lingkungannnya. Variabel faktor internal terdiri dari faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang mungkin dapat diatasi dalam upaya perusahaan mampu bersaing.

Petunjuk Pengisian :

1. Tentukan nilai peringkat atau rating didasarkan pada seberapa besar faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan perusahaan dalam meraih peluang yang ada berikut, dengan cara membarikan tanda (√) pada pilihan Bapak/Ibu.

2. Penentuan nilai rating didasarkan pada keterangan berikut:

Nilai 4, jika faktor tersebut merupakan kekuatan utama/mayor bagi perusahaan.

Nilai 3, jika faktor tersebut merupakan kekuatan kecil/minor bagi perusahaan. Nilai 2, jika faktor tersebut merupakan kelemahan kecil/mayor bagi perusahaan.

Nilai 1, jika faktor tersebut merupakan kelemahan besar/mayor bagi perusahaan.

Menurut bapak/Ibu bagaimana kemampuan Unit Usaha Adolina dalam faktor-faktor berikut ini:

No. Faktor-faktor Strategis Internal 4 3 2 1

1 Perusahaan memiliki visi,misi, sasaran dan tujuan perusahaan 2

Perusahaan memiliki Job Description dan Job Spesification yang

jelas

3 Moral karyawan yang rendah

4 Tingkat keluar masuk dan absensi karyawan perusahaan tinggi 5 Saluran distribusi dapat diandalkan dan efektif

6 Perusahaan melakukan riset pasar

7

Perusahaan mempunyai strategi promosi, periklanan, dan publisitas

efektif

8 Lokasi, fasilitas, sumber daya dan pasar strategis 9 Pencatatan keuangan dan neraca keuangan yang sudah baik 10 Kualifikasi personel Litbang tidak memadai 11 Sumber daya Litbang belum dialokasikan dengan efektif 12 Mutu Produk yang diproduksi baik dan fasilitasnya memadai 13

Fasilitas sistem informasi manajemen yang tersedia (internet,

telepon, faksimili)


(3)

85 PENENTUAN RATING FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL

Petunjuk Umum :

1. Dalam Pengisian kuisioner ini, responden diharapkan melakukan secara langsung (tidak menunda) untuk menghindari terjadinya inkonsistensi jawaban.

2. Penentuan nilai peringkat (rating) terhadap faktor-faktor eksternal, baik faktor peluang dan ancaman harus konsisten dengan tabel sebelumnya (Tabel 2). Tujuan :

Penentuan peringkat (rating) dimaksudkan untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi lingkungannnya. Variabel faktor eksternal terdiri dari faktor peluang yang dapat dimanfaatkan dan faktor ancaman yang mungkin dapat diatasi dalam upaya perusahaan mampu bersaing.

Petunjuk Pengisian :

1. Tentukan nilai peringkat atau rating didasarkan pada seberapa besar respon perusahaan dalam menghindari ancaman atau memanfaatkan peluang dalam industri dengan cara memberikan tanda (√) pada pilihan Bapak/Ibu.

2. Penentuan nilai rating didasarkan pada keterangan berikut:

Nilai 4, jika perusahaan superior dalam menghadapi ancaman atau memanfaatkan peluang.

Nilai 3, jika perusahaan diatas rata-rata dalam menghadapi ancaman atau memanfaatkan peluang.

Nilai 2, jika perusahaan rata-rata dalam menghadapi ancaman atau memanfaatkan peluang.

Nilai 1, jika faktor perusahaan dibawah rata-rata dalam menghadapi ancaman atau memanfaatkan peluang

Menurut bapak/Ibu bagaimana kemampuan Unit Usaha Adolina dalam faktor-faktor berikut ini:

No. Faktor-faktor Strategis Eksternal 4 3 2 1

1 Pelanggan yang loyal

2

PIR membantu PT Perkebunan Nusantara IV dalam meningkatkan

produksi

3 Produk CPO msh lebih baik dari pada substitusi 4

Perkembangan teknologi yang semakin meningkat di bidang

pengembangan mesin dan komputerisasi

5

Meningkatnya populasi dunia sehingga berkembang bisnis

pengolahan CPO

6 Nilai mata uang rupiah naik

7 Kemudahan untuk masuk ke dalam bisnis CPO 8 Pengaruh pesaing dalam perkembangan usaha

9 Persaingan dalam mendapatkan TBS

10

Peraturan Pemerintah berupa penerapan pajak dan kenaikan harga

BBM

11 Kampanye Anti Minyak Sawit

12 Tingkat Keamanan dalam Negeri belum stabil 13 M. Konsumen dilindungi dari mekanisme harga pasar


(4)

86 Lampiran 8. Identifikasi Faktor-faktor Eksternal Unit Usaha Adolina PT

Perkebunan Nusantara IV

No. Faktor-faktor Strategis Eksternal Keterangan

1 Pelanggan yang loyal Peluang

2

PIR membantu PT Perkebunan Nusantara IV dalam

meningkatkan produksi Peluang

3 Produk CPO msh lebih baik dari pada substitusi Peluang 4

Perkembangan teknologi yang semakin meningkat di bidang

pengembangan mesin dan komputerisasi Peluang 5

Meningkatnya populasi dunia sehingga berkembang bisnis

pengolahan CPO Peluang

6 Nilai mata uang rupiah naik Ancaman

7 Kemudahan untuk masuk ke dalam bisnis CPO Ancaman 8 Pengaruh pesaing dalam perkembangan usaha Ancaman

9 Persaingan dalam mendapatkan TBS Ancaman

10

Peraturan Pemerintah berupa penerapan pajak dan kenaikan

harga BBM Ancaman

11 Kampanye Anti Minyak Sawit Ancaman

12 Tingkat Keamanan dalam Negeri belum stabil Ancaman 13 M. Konsumen dilindungi dari mekanisme harga pasar Ancaman


(5)

iii RINGKASAN

JUNITA HUTABARAT.Strategi Pengembangan Usaha Minyak Kelapa Sawit (CPO) Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV. Dibawah bimbingan HARIANTO.

Unit Usaha Adolina didirikan oleh Pemerintah Belanda sejak tahun 1926 dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming (NV CMO)” yang bergerak dalam budidaya tembakau. Pada tahun 1938 budidaya tembakau dirubah menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama “NV Serdang Cultuur Maatschappy (SCM)”. Komoditas yang dikelola PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) terbagi dalam tiga budidaya yaitu Kelapa Sawit, Kakao, dan Teh.Namun sejak awal tahun 2006 hanya budidaya Kelapa Sawit dan Teh. PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) mengelola 35 unit usaha dan 3 proyek pengembangan yang berlokasi di 10 daerah Tingkat II yaitu Simalungun, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Labuhan Batu, Langkat, Toba-Samosir, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal dan Kota Medan. Dan Unit Usaha Adolina merupakan Unit Usaha yang terbesar dan memegang peranan penting dalam pengembangan usaha PT Perkebunan Nusantara IV bila dibandingkan dengan Unit Usaha yang lain, dimana komoditas utama yang ingin dikembangkan perusahaan ini ialah CPO yang proses produksinya kebanyakan dilakukan di Unit Usaha Adolina.

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah 1).Komoditas unggulan perusahaan ini adalah CPO dimana sebagai perusahaan produsen CPO PT Perkebunan Nusantara IV harus menghadapi persaingan yang ketat baik di dalam pasar kelapa sawit domestik maupun Internasional baik dari sisi luas lahan dan kualitas produk yang dihasilkan dimana dalam hal produksi CPO dilakukan oleh Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1). Menganalisis faktor eksternal dan internal yang ada di Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV, 2). Memformulasikan strategi pengembangan usaha yang dapat diterapkan sesuai dengan potensi dan juga factor internal dan eksternal yang mempengaruhi Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV, 3). Merekomendasikan alternatif strategi yang paling sesuai bagi Unit Usaha Adolina untuk mengembangkan usahanya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian, melalui pengamatan langsung untuk mengetahui kondisi fisik usaha, proses penanganan produksi, wawancara langsung dengan pihak manajemen usaha, pengisian kuisioner yang dijawab oleh pihak manajemen sebagai pengambil keputusan di Kebun Adolina PT Perkebunan Nusantara IV dan juga melibatkan salah satu perusahaan konsumen yaitu PT X. Data sekunder adalah jenis data yang sudah diterbitkan. Beberapa data sekunder yang dapat dipergunakan untuk membantu dalam penulisan skripsi berupa data produksi CPO di Indonesia, jumlah ekspor CPO di Indonesia, permintaan dan perkembangan pasar serta prospek CPO yang diperoleh dari data literatur yang terdapat di perusahaan, Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan, Internet.


(6)

iv Perumusan strategi yang dilakukan oleh perusahaan dapat menggunakan matriks faktor-faktor internal (IFE) dan eksternal (EFE) perusahaan. Matriks IFE merupakan alat perumusan strategi dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan fungsional perusahaan. Matriks ini menjadi landasan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang tersebut.Hasil evaluasi matriks EFE, pada faktor peluang terlihat bahwa Perkembangan teknologi yang semakin meningkat di bidang pengembangan mesin dan komputerisasi yang sangat direspon baik oleh perusahaan memperoleh peringkat pertama dengan skor bobot 0,224.Dan faktor peluang kedua ialah PIR membantu PT Perkebunan Nusantara IV dalam meningkatkan produksi dengan skor bobot 0,162.Hasil identifikasi faktor eksternal berupa ancaman bagi perusahaan yaitu Peraturan Pemerintah berupa penerapan pajak dan kenaikan harga BBM yang memperoleh skor 0,24. Dimana kenaikan tersebut berdampak pada meningkatnya biaya operasional perusahaan yang mengakibatkan menurunnya keuntungan usaha. Hasil dari keseluruhan perhitungan faktor strategis eksternal menghasilkan skor sebesar 2.072 yang mengindikasikan bahwa Unit usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV cukup merespon peluang dan ancaman yang ada di dalam industrinya. Strategi perusahaan yang efektif mampu menarik keuntungan dari peluang yang ada dan meminimalkan pengaruh negatif potensial dari ancaman eksternal.

Berdasarkan matriks IFE pada Tabel 17 diperoleh Total skor sebesar 2,982. Nilai ini mengindikasikan bahwa Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV berada pada posisi diatas rata-rata yang berarti perusahaan memiliki posisi internal yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kekuatan yang besar dan mampu mengatasi setiap kelemahan usahanya. Bobot faktor fasilitas sistem informasi manajemen yang tersedia memperoleh peringkat pertama dengan rata-rata 0,404.Dan kekuatan utama perusahaan lainnya adalah perusahaan telah mimiliki visi, misi, sasaran dan tujuan perusahaan dengan nilai rata-rata 0.320. Dua kekuatan inilah yang menjadi andalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Sedangkan faktor kelemahan utama perusahaan yang memiliki skor tertinggi adalah Kualifikasi personel Litbang memadai blm dapat diwujudkan dan efektif dan masalah moral karyawan.

Tahapan pencocokan merupakan tahap kedua dalam proses perumusan strategi, berfungsi untuk memadukan kekuatan dan kelemahan yang terdapat pada perusahaan dengan peluang dan ancaman terhadap perusahaan dari lingkungan eksternal. Alat analisis yang digunakan adalah Matriks SWOT. Tujuan dari Matriks SWOT ialah untuk menghasilkan alternatif strategi yang dapat dijalankan oleh perusahaan dengan cara memindahkan hasil analisisi dari Matriks IFE dan EFE ke dalam Matriks SWOT. Empat tipe strategi yang disarankan yaitu strategi

SO (Strengths-Opportunities), strategi WO (Weakness-Opportunities), strategi ST

(Strengths-Threaths), dan strategi WT (Weakness-Threaths).Hasil dari pengolahan

QSPM diperoleh tiga prioritas strategi yang dapatditerapkan oleh Unit Usaha Adolina PT Perkebunan Nusantara IV yaitu Menekan biaya operasional, Mempertahankan konsep manajemen yang sudah tersusun, Meningkatkan pangsa pasar untuk meningkatkan penjualan dengan melakukan promosi secara ekstensif.