ANALISIS POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI DESA KIBANG PACING KECAMATAN MENGGALA TIMUR KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI LAMPUNG

(1)

ANALISIS POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI DESA KIBANG PACING KECAMATAN MENGGALA TIMUR KABUPATEN TULANG BAWANG PROVINSI LAMPUNG INDONESIA

Oleh

Novia Ariyantina, Sugeng P. Harianto dan Bainah Sari Dewi.

ABSTRAK

Hutan rawa di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang merupakan habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dialih fungsikan menjadi perkebunan sawit yang mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pakan dan tempat berlindung bagi monyet ekor panjang, pentingnya informasi populasi dan ketersediaan pakan monyet ekor panjang menyebabkan penelitian ini perlu dilakukan. Tujuan penelitian untuk mengetahui populasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2014 dengan luas lokasi penelitian 3 ha. Metode yang digunakan adalah direct observation dan metode wawancara menggunakan

quisioner kepada 86 responden secara random. Hasil penelitian (Direct Observation) jumlah monyet ekor panjang yang ditemukan pada lokasi pertama sebanyak 13 ekor dengan kepadatan populasi 6 ekor/ha dan pada lokasi kedua 3 ekor dengan kepadatan 3 ekor/ha. Hasil wawancara dilakukan kepada 86 responden terdiri dari pedagang (6%), petani (49%), buruh (13%), nelayan (16%) dan ibu rumah tangga (16%), yang pernah melihat monyet ekor panjang, 84% dan 16% tidak pernah melihat. Populasi monyet ekor panjang mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir hal tersebut diungkapkan oleh 93% responden. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan populasi monyet ekor panjang, adalah ketersediaan habitat (78%), ketersediaan pakan (12%) dan aktivitas manusia (10%) .

Kata kunci : monyet ekor panjang, hutan rawa, direct observation, wawancara, tulang bawang.


(2)

ANALISIST POPULATION OF THE LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis) IN KIBANG PACING VILLAGE OF EAST

MENGGALA SUB-DISTRICT TULANG BAWANG DISTRICT LAMPUNGPROVINCE INDONESIA

By

Novia Ariyantina, Sugeng P. Harianto and Bainah Sari Dewi. ABSTRACT

Swamp forest in kibang pacing village of East Menggala sub-district Tulang Bawang district is the habitat of long-tailed macaque (Macaca fascicularis) habitats was converted become palm plantations which resulted in reduced availability of feed and shelter for long-tailed macaque. The importance information of population and availability of feed the long-tailed macaque were the causes this research needs to be done. The purpose of research was to determine a population and the factors that affect the population of long-tailed macaque in kibang pacing village of East Menggala sub-district Tulang Bawang district. This research was conducted in April 2014 with an area of 3 ha research locations. The method was using the direct observation and interview method with quisioner to 86 respondents of random sampling. Based on the research (Direct Observation) the number of long-tailed macaque found in the first location 13 a tail with density of populations 6 tail / ha and at second location 3 tail with a density 3 tail / ha. Results of the interviews done to 86 responden consists of traders (6%), farmers (49%), labourers (13%), fishing (16 percent) and homemakers (16%), has seen long-tailed macaque 84% and 16% have never seen. Long-tailed Macaque population has decreased in the last five years it was revealed by 93% of the respondents. The factors that affect population decline long-tailed macaque is the availability of suitable habitat (78%), the availability of feed (12%) and human activities (10%).

Keywords: long-tailed macaque, swamp forest, direct observation, interview, Tulang Bawang


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis (Novia Ariyantina) dilahirkan di Lampung Barat pada tanggal 11 November 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Yasir Sidik Arifin dan Ibu Rohmani Manap.

Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1998 di Sekolah Dasar Negri Way Ngison dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negri 01 Liwa pada tahun 2004 hingga tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negri 01 Liwa dan menyelesaikannya pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktek Umum selama ± 1 bulan di KPH Unit III Jawa Barat dan Bantenpada bulan Juni hingga Agustus 2013. Selanjutnya, pada bulan Januari hingga Maret tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Banjarejo Kecamatan Banyu Mas Kabupaten Pringsewu.


(7)

Untuk menambah pemahaman keilmuan, selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Inventarisasi Hutan, Pemanenan Hasil Hutan dan Pengelolaan Hutan Rakyat. Selain menjalani perkuliahan sebagai peningkatan hardskill penulis juga aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan sebagai wadah pembelajaran dan peningkatan kapasistas softskill. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai anggota muda Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan (Himasylva) dan tahun 2011 hingga 2014 terdaftar menjadi anggota utama


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa bahagia dan kerendahan hati, Ku persembahkan

karya kecil ini untuk tiga Super Hero ku Ayahanda (Yasir), Ibunda

(Rohmani) dan Wo ku (Rini Septiana) tercinta yang selalu

memberikan doa dan ksih sayangnya sampai saat ini.

Adik ku tersayang Robet Aldani yang menjadi alasan ku untuk selalu

bersemangat dan pantang menyerah, Kakak Ulin yang selalu

menyemangati dan menemani ku dan terimaksih untuk semua sahabat

yang selalu mendoakan dan menyemangati ku.

Teman se-angkatan 2010 (Sylvaten), Rekan di Himasylva,

abang/mbak dan adik tingkat terima kasih atas bantuan dan

motivasinya selama ini serta kebersamaan yang tak kan dilupakan


(9)

SANWACANA

Asslamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat teriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Alhamdulillah, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul Analisis Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung"

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan kemurahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. Rektor Universitas Lampung sekaligus sebagai pembimbing pertama yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.

2. Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P. Sekertaris Jurus Kehutanan Fakultas Pertanian sekaligus sebagai pembimbing kedua yang telah


(10)

memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung sekaligus selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang telah diberikan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kehutanan yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan dari awal hingga akhir perkuliahan.

6. Tim yang membantu saat penelitian (Ardy, Angga, Roy, Bagus, Frans, Wawan, Dina, Ema dan Anggun).

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 31 Oktober 2014


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Pemikiran ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Klasifikasi ... 9

B. Morfologi ... 9

C. Reproduksi ... 10

D. Perilaku Harian ... 11

E. Aktivitas Makan ... 12

F. Aktivitas Bergerak ... 13

G. Kelompok Sosial ... 14

H. Habitat ... 14


(12)

J. Daerah Jelajah ... 15

K. Pemanfaatan ... 16

L. Status Lindung ... 17

M. Lahan Basah ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

B. Alat dan Objek Penelitian ... 23

C. Batasan Penelitian ... 23

D. Jenis Data ... 23

E. Metode Pengumpulan Data ... 25

F. Analisis Data ... 26

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28

A. Kabupaten Tulang Bawang ... 28

1. Geografis ... 28

2. Topografi ... 29

3. Suhu dan Iklim ... 30

B. Kecamatan Menggala Timur ... 30

1. Sejarah Kecamatan Menggala Timur ... 30

2. Geografis ... 31

3. Kependudukan ... 32

C. Desa Kibang Pacing ... 32

1. Sejarah Kibang Pacing ... 32


(13)

3. Suhu dan Iklim ... 34

4. Kependudukan... 34

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Hasil Penelitian ... 35

1. Populasi ... 35

2. Faktor yang mempengaruhi populasi ... 36

B. Pembahasan ... 36

1. Populasi ... 36

2. Faktor yang mepengaruhi populasi ... 48

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN A. Tabel-tabel ... 64

B. Quisioner ... 70


(14)

i

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Daftar nama dan luas kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang ... 29 2. Daftar nama dan luas kampung/ keluran di Kecamatan

Menggala Timur ... 31 3. Daftar nama kepala desa yang pernah menjabat di Desa Kibang

Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten

Tulang Bawang ... 33 4. Daftar nama perangkat desa di Desa Kibang Pacing Kecamatan

Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang ... 33 5. Daftar nama dusun dan kepala dusun di Desa Kibang Pacing

Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang ... 33 6. Kepadatan populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing

Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang ... 35 7. Dampak yang dirasakan masyarakat atas keberadaan monyet ekor

panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur

Kabupaten Tulang Bawang ... 35 8. Jenis tumbuhan penyusun habitat monyet ekor panjang di Desa

Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten

Tulang Bawang ... 36 9. Perbandingan hasil penelitian oleh beberapa peneliti populasi

monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten

Tulang Bawang ... 41


(15)

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir kerangka Penelitian ... 8

2. Peta lokasi penelitian... 22

3. Diagram jumlah monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing

Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang ... 39 4. Diagram persentase matapencaharian masyarakat di Desa Kibang

Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang ... 42 5. Diagram persentase responden yang pernah melihat monyet ekor

panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur

Kabupaten Tulang Bawang ... 43 6. Diagram persentase jumlah populasi monyet ekor panjang yang

pernah dilihat langsung oleh responden di Desa Kibang Pacing

Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang ... 45 7. Diagram persentase populasi monyet ekor panjang dalam lima tahun

Terakhir di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur

Kabupaten Tulang Bawang ... 46 8. Diagram persentase dampak yang dirasakan masyarakat atas

keberadaan monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan

Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang ... 53


(16)

1

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau, sungai dan berbagai ekosistem pesisir seperti hutan bakau dan padang lamun serta lahan basah buatan seperti sawah, tambak dan bendungan. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia (Nirarita, Wibowo, dan Padmawinata, 1996).

Hutan Rawa merupakan salah satu lahan basah yang tumbuh dan berkembang pada tempat yang selalu tergenang air tawar atau secara musiman hutan tersebut tergenang air tawar. Secara periodik daerah-daerah yang terletak di dekat aliran sungai bila musim hujan selalu tergenang akan terbentuk hutan rawa (Monita, 2012).

Hutan rawa air tawar merupakan hutan yang terbentuk karena adanya genangan air yang kaya mineral dengan pH 6 atau lebih dan permukaan air berfluktuasi sehingga pengeringan permukaan tanah terjadi secara berkala. Rawa air tawar umunya terdapat di aluvial tepi sungai dan aluvium yang mengendap di danau (Whitten, Soeriaatmadja dan Afiff, 1995).


(17)

2

Way Tulang Bawang merupakan salah satu sungai besar di Lampung. Sungai Way Tulang Bawang yang berada di Kabupaten Tulang Bawang memiliki kelimpahan rawa di sepanjang aliran sungainya yang luasnya mencapai 86.000 ha. Salah satu hutan rawa tersebut terletak di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang (Jasa, 2006).

Hutan rawa di Desa Kibang Pacing yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang sebagian besar luasannya telah menjadi lahan pertanian masyarakat yang didominasi oleh tanaman sawit. Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan yang banyak dikembangkan di Indonesia. Populasi tanaman ini telah meningkat dengan pesat, menjadi sekitar 7.8 juta ha pada tahun 2009, dan akan terus berkembang. Perluasan pembangunan sawit dapat berakibat merugikan terhadap lingkungan dan pada akhirnya akan mengkonversi kawasan hutan. Salah satu kawasan hutan dengan tingkat kandungan karbon yang tinggi adalah lahan gambut (Wibowo, 2012).

Hutan rawa yang dialih fungsikan menjadi lahan pertanian merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Alih fungsi lahan menyebabkan perubahan pada tutupan lahan yang semula terdapat multi strata sekarang menjadi hamparan lahan pertanian yang luas. Hutan rawa yang semula didominasi oleh tanaman gelam merupakan habitat bagi satwa liar seperti primata, reptil dan berbagai jenis burung air (WALHI, 2006).

Primata yang terdapat di hutan rawa tersebut adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Monyet ekor panjang merupakan salah satu jenis primata


(18)

3

endemik yang dapat ditemukan di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi dan pulau-pulau kecil lainnya (Napier dan Napier, 1985). Monyet ekor panjang merupakan salah satu satwa penghuni hutan yang memiliki arti penting dalam kehidupan di alam. Keberadaan monyet ekor panjang tidak hanya sebagai penghias alam, namun penting artinya dalam regenerasi hutan tropik (Supriatna dan Wahyono, 2000).

Monyet ekor panjang di habitatnya dapat menjalankan fungsi ekologis, yakni, sebagai penyebar biji tanaman buah yang penting bagi konservasi jenis tumbuhan di habitatnya. Selain itu monyet ekor panjang juga sebagai pengendali populasi serangga yang merugikan, dengan cara memangsanya (Seponada, 2010).

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan kesatuan dan berfungsi sebagai tempat hidup, penyediaan makanan air, pelindung serta berkembang biak satwa liar (Alikodra, 1990), dengan berkurangnya habitat bagi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing menyebabkan monyet ekor panjang mengalami kesulitan mendapatkan makanan dan berlindung dari serangan predator ataupun manusia yang akan menangkapnya.

Berkurangnya ketersediaan pakan dan tempat berlindung sangat mempengaruhi jumlah populasi monyet ekor panjang karena pakan merupakan hal yang sangat penting bagi makhluk hidup, khususnya monyet ekor panjang agar bisa terus bertahan hidup. Untuk mempertahankan keberlangsungan kegiatan dan mempertahankan kehidupannya maka monyet ekor panjang sangat membutuhkan


(19)

4

cover atau pelindung (Alikodra, 2002; Sinaga, Pranoto, Surono, dan Nadila, 2010).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui populasi monyet ekor panjang dan faktor yang mempengaruhi populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

B.Rumusan Masalah

Bagaimana populasi dan faktor – faktor yang mempengaruhi populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui populasi berupa jumlah individu monyet ekor panjang dan faktor-faktor yang mempengaruhi populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah:

1. Memberikan informasi populasi monyet ekor panjang dan faktor yang mempengaruhi populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.


(20)

5

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah bagi pelestarian dan perlindungan monyet ekor panjang untuk dinas instansi terkait dan untuk dasar penelitian lanjutan.

E.Kerangka Penelitian

Habitat bagi satwa liar merupan tempat untuk melakukan aktivitas kehidupan, mencari makan, beristirahat, berkembang biak, berlindung dari iklim mapun predator dan aktivitas lainnya. Keluarnya primata dari dalam kawasan hutan secara tidak langsung di pengarui oleh aktivitas manusia seperti eksploitasi hutan demi kepentingan ekonomi dan ilegal loging yang menyebabkan hilangnya sumber pakan yang biasanya tersedia oleh alam (Nainggolan dan Dewi, 2011).

Hutan rawa Desa Kibang Pacing merupakan habitat bagi primata, reptil dan berbagai jenis burung air seperti kuntul, cangak merah, mandar besar, belibis dan pecuk padi. Seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya kebutuhan manusia hutan rawa dialih fungsikan menjadi kawasan budidaya berupa lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit.

Salah satu primata yang terdapat di hutan rawa Desa Kibang Pacing adalah monyet ekor panjang. Adanya alih fungsi lahan dari hutan rawa yang didominasi oleh tumbuhan gelam menjadi lahan pertanian menyebabkan habitat monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing semakin sedikit. Hal ini sangat mempengaruhi keberadaan monyet ekor panjang, karena dengan berkurangnya habitat maka ketersediaan pakan juga berkurang. Bagi makhluk hidup termasuk juga monyet


(21)

6

ekor panjang pakan merupakan hal terpenting dalam upaya untuk terus bertahan hidup.

Selain perubahan habitat, penangkapan monyet ekor panjang yang dilakukan oleh manusia dengan tujuan untuk dipelihara ataupun dijual merupakan penyebab lain yang mempengaruhi jumlah populasi monyet ekor panjang di alam. Monyet ekor panjang merupakan satwa yang tidak dilindungi namun tidak menutup kemungkianan monyet ekor panjang akan terancam punah dan sulit ditemukan di alam karena adanya fragmentasi habitat dan penangkapan monyet ekor panjang secara besar-besaran dengan tujuan untuk diperdagangkan.

Keterbatasan data mengenai populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur menyulitkan upaya pelestarian terhadap monyet ekor panjang, untuk mendukung upaya tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh data mengenai monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing. Penelitian yang akan dilakukan adalah megenai jumlah individu dan faktor pendukung keberadaan monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur kabupaten Tulang Bawang.

Penelitian mengenai jumlah individu monyet ekor panjang dilakukan dengan obsevasi langsung (direct observation) menggunakan titik terkonsentrasi terkonsentrasi (Concentration Count) (Bismark, 2009), yaitu pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada satu titik yang diduga memiliki intensitas penjumpaan terhadap satwa tinggi. Penelitian dilakukan menggunakan metode terkonsentrasi untuk memperoleh data jumlah individu yang dijumpai selama


(22)

7

penelitian dan metode wawancara kepada masyarakat untuk mendukung data yang diperoleh di lapangan.

Kedua motode tersebut juga digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing. Setelah dilakukan penelitian maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui kepadatan populasi monyet ekor panjang di lokasi penelitian kemudian dideskripsikan untuk memberikan informasi lebih jelas brdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi dalam upaya pelestarian dan perlindungan monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang


(23)

8

Gambar 1. Diagram alir kerangka penelitian analisis populasi monyet ekor Panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

Habitat

Hutan Rawa

Kawasan Budi Daya

Perkebunan Pertanian Fragmentasi habitat

Monyet Ekor Panjang

Keterbatasan Data

Penelitian

Observasi Studi Pustaka

Literatur populasi monyet ekor panjang dan faktor pendukung

nya Terkonsetrasi

Populasi Monyet Ekor Panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan

Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang

Wawancara


(24)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Klasifikasi Monyet Ekor Panjang

Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi monyet ekor panjang adalah sebagai berikut:

Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Primata Sub ordo : Anthropoidae Family : Cerchopithecidae Genus : Macaca

Spesies : Macaca fascicularis

Nama lokal : Monyet ekor panjang, kera, kethek. Nama inggris : Long-tailed macaque

Crab eating macaque

B.Morfologi

Monyet ekor panjang tergolong monyet kecil yang berwarna coklat dengan bagian perut lebih muda dan disertai rambut keputih-putihan yang jelas pada bagian muka. Dalam perkembangannya rambut yang tumbuh pada muka tersebut berbeda-beda antara individu satu dengan individu lainnya.


(25)

10

Perbedaan warna ini dapat menjadi indikator yang dapat membantu mengenali individu berdasarkan jenis kelamin dan kelas umurnya (Chivers, 1980).

Bayi monyet yang baru lahir memiliki rambut yang berwarna hitam dengan muka dan telinga berwarna merah. Dalam waktu seminggu, warna rambut pada kulit muka akan memudar dan berubah menjadi abu-abu kemerahan. Setelah kira-kira berumur enam minggu, warna rambut yang hitam pada saat lahir berubah menjadi coklat. Setelah dewasa, rambut kulit berwarna coklat kekuningan, abu-abu dan coklat hitam, tetapi bagian bawah perut dan kaki sebelah dalam selalu lebih cerah, rambut diatas kepalanya tumbuh kejur (semacam kuncir) kebelakang, kadang-kadang membentuk jambul. Rambut pipi menjurai ke muka, dibawah mata selalu terdapat kulit yang tidak berambut dan berbentuk segitiga, kulit pada pantat juga tidak berambut (Carter, 1978).

Primata ini dinamakan monyet ekor panjang karena memilki ekor yang panjang, berkisar antara 80% hingga 110% dari total panjang kepala dan tubuh. Bobot tubuh jantan badan 5,4 kg hingga 10,9 kg. Betina mempunyai bobot tubuh 4,3 kg hingga 10,6 kg (Sajuthi, 1983). Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa monyet ekor panjang memiliki panjang tubuh berkisar antara 385 mm hingga 668mm. Bobot tubuh jantan dewasa berkisar antara 3,5 kg hingga 8,0 kg, sedangkanbobot tubuh rata-rata betina 3 kg.

C.Reproduksi

Kematangan seksual pada monyet ekor panjang jantan adalah 4.2 tahun dan betina 4.3 tahun. Siklus menstruasi berkisar selama 28 hari dan lama birahi 11 hari.


(26)

11

Selang waktu pembiakan (breeding interval) terjadi antara 24-28 bulan, masa kehamilan berkisar antara 160-186 hari dengan rata-rata 167 hari. Jumlah anak yang dapat dilahirkan satu ekor dan jarang sekali 2 ekor dengan berat bayi yang dilahirkan berkisar anatara 230-470 gram. Anak monyet ekor panjang disapih pada umur 5-6 bulan. Masa mengasuh anak berlangsung selama 14-18 bulan. Perkawinan dapat terjadi sewaktu-waktu dan ovulasi berlangsung spontan dengan rata-rata hari ke 12 sampai ke-13 pada siklus birahi (Napier dan Napier, 1967).

D.Perilaku Harian

Primata mempunyai perilaku lengkap yang digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Perilaku komunikasi ini berkembang karena primata adalah hewan sosial (Rowe, 1996). Monyet ekor panjang aktif secara teratur dari fajar sampai petang (Diurnal) (Payne, Francis, Philips dan Kartikasari, 2000). Aktivitas monyet lebih banyak dilakukan di atas permukaan tanah (semi terrestrial) dibandingkan di atas pohon. Monyet ekor panjang tidur di atas pohon secara berpindah-pindah untuk menghindar dari pemangsa (Napier dan Napier, 1967).

Riset di Pulau Condong, Desa Rangai, Kecamatan Ketibung, Kabupaten Lampung Selatan, aktivitas individu jantan dewasa meliputi makan 14,33%, istirahat 36,04%, berpindah tempat 46,80% dan aktivitas berkutu-kutuan serta kawin 2,84%; untuk betina dewasa meliputi aktivitas makan 21,80%, istirahat 31,58%, berpindah tempat 42,78%, dan aktivitas berkutu-kutuan serta kawin 3,84%; sedangkan individu muda terdiri dari aktivitas makan 17,11%, istirahat 34,75%,


(27)

12

berpindah tempat 43,22%, dan berkutu-kutuan serta kawin 4,93% (Febriyanti, 2010).

Monyet ekor panjang bersifat sosial dan hidup dalam kelompok yang terdiri atas banyak jantan dan banyak betina (multi male-multi female). Dalam satu kelompok monyet ekor panjang terdiri atas 20-50 individu (Farida, 2008). Jumlah individu setiap kelompok ditentukan oleh predator, pertahanan terhadap sumber makanan, dan efisiensi dalam aktivitas mencari makan.

E.Aktivitas Makan

Aktivitas makan merupakan aktivitas mencari makan dan memegang makanan. Urutan pada aktivitas makan, dimulai dengan mencium pakan terlebih dahulu, kemudian digigit dengan mulut atau mengambil pakan yang telah digigit dengan satu atau kedua tangannya, penciuman merupakan detector utama dalam mencari pakan oleh seekor hewan. Saat memilih pakan, seekor hewan dengan nalurinya akan memilih bahan pakan yang tinggi nilai gizinya, tidak membahayakan kesehatannya, juga memiliki bau dan cita rasa yang sesuai dengan seleranya (Sutardi, 1980).

Primata mempunyai tingkah laku makan yang khas, yaitu dapat menggenggam makanan yang akan dimakan dan perkembangan sekum yang baik sehingga meningkatkan kemampuan sistem digesti dalam mencerna makanan. Primata memiliki naluri terhadap makanan yang perlu dimakan, dan hal ini mempengaruhi tingkah laku makan mereka (Karyawati, 2012).


(28)

13

Monyet ekor panjang di lingkungan alaminya bersifat frugivora dengan makanan utamanya berupa buah. Kriteria buah yang dipilih oleh monyet biasanya dilihat berdasarkan warna, bau, berat buah, dan kandungan nutrisi. Selain buah, jenis makanan yang biasa dikonsumsi monyet ekor panjang adalah daun, umbi, bunga biji, dan serangga.

Perubahan musim mempengaruhi tingkah laku makan primata. Pada musim buah hewan primata lebih banyak memakan buah-buahan. Bila musim tak berbuah tiba, primata memakan bagian tumbuhan lainnya seperti daun muda, bunga dan biji-bijian untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Monyet ekor panjang yang hidup di Pangandaran banyak memakan bambu di saat tidak musim buah (Perwitasari, 2007).

Ekornya yang panjang hingga melebihi panjang tubuhnya, dimanfaatkan monyet ekor panjang sebagai alat keseimbangan serta mendukung aktivitas pada saat mencari makan di cabang pohon yang kecil (Crockett dan Wilson, 1980).

F. Aktivitas Bergerak

Faktor yang membatasi pergerakan satwa liar yaitu makanan dan pemangsa, khusus bagi satwa liar ektotermal, temperatur sangat membatasi pergerakannya dibandingkan faktor-faktor lainnya. Pergerakan primata dalam wilayah jelajahnya sangat ditentukan oleh sumber daya makanan dan pohon-pohon yang dipergunakan sebagai tempat bersuara atau bernyanyi (Whiten, 1982).


(29)

14

G.Kelompok Sosial

Richard (1985) mendefinisikan bahwa kelompok sosial adalah suatu kumpulan satwa yang berinteraksi secara teratur antar individu kenal satu dengan lainnya, hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk berdekatan dengan anggota kelompok lainnya dari pada dengan yang bukan anggotanya dan selalu akan menyerang dengan individu yang bukan anggotanya.

Pembentukan dan besarnya kelompok monyet ekor panjang bervariasi menurut tipe dan habitatnya. Pada hutan primer kelompok satwa ini sekitar 10 ekor, di hutan bakau sekitar 15 ekor dan di hutan yang telah dikelola oleh manusia terdapat lebih dari 40 ekor. Selain itu, monyet ekor panjang dengan kelompok

multimale mempunyai jumlah individu dalam kelompok terdiri dari 14% jantan dewasa, 33,3 – 35,2% betina dewasa, 50,5% bayi dan anakan (Bismark, 1984).

H. Habitat

Habitat merupakan suatu lingkungan tertentu dengan kondisi tertentu dimana suatu spesies atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme hidup di dalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme disebut daya dukung habitat (Irwanto, 2006).

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan kesatuan dan berfungsi sebagai tempat hidup, penyediaan makanan air, pelindung serta berkembangbiak satwa liar (Alikodra,1990).


(30)

15

Habitat suatu organisme pada umunya mengandung faktor ekologi yang sesuai dengan persyaratan hidup organisme yang menghuninya, persyaratan hidup tersebut merupakan kisaran faktar-faktor ekologi yang ada dalam habitat dan diperlukan oleh setiap organisme untuk mempertahankan hidupnya (Soemarwoto, 1983; Indriyanto, 2005).

Secara umum untuk mendukung kehidupan satwa liar diperlukan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan, air, udara bersih, tempat berlindung, berkembang biak, maupun tempat mengasuh anak-anaknya. Kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar disebut habitat (Rianto, 2006).

I. Penyebaran

Di Indonesia, primata ini ditemukan di Sumatera, kepulauan Lingga dan Riau, Bangka, Belitung, Kalimantan dan pulau sekitar nya, Kepulauan Tambelan, Kepulauan Natuna, Nias, Jawa, Bali, Mantasari, Bawean, Maratua, Lombok, Sumba, Sumbawa dan Flores. Monyet ekor panjang juga ditemukan di luar Indonesia, yaitu di Myanmar, Indo-cina, Filipina, dan Semenanjung Malaya (Supriatna dan Wahyono, 2000).

J. Daerah Jelajah

Suatu wilayah akan dikunjungi satwa liar secara tetap apabila dapat menyediakan makanan, minuman, serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung atau bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin. Wilayah ini disebut daerah jelajah


(31)

16

(home range), sedangkan daerah teritori adalah suatu tempat beberapa spesies mempunyai tempat yang khas dan selalu dipertahankan dengan aktif, misalnya tempat tidur (primata), tempat istirahat (binatang pengerat), tempat bersarang (burung) (Alikodra, 1990).

Perbedaan arti antara daerah jelajah dan teritori ialah daerah jelajah adalah daerah tempat tinggal suatu binatang yang tidak dipertahankan oleh binatang tersebut terhadap masuknya binatang lain yang sama spesiesnya ke dalam daerahnya. Apabila daerah tempat tinggal sudah mulai dijaga dan dipertahankan terhadap masuknya spesies yang sama maka derah tempat tinggal tersebut menjadi daerah teritori-nya (Suratmo, 1979).

K.Pemanfaatan Monyet Ekor Panjang

Satwa primata adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini disebabkan karena secara anatomis dan

fisiologis satwa primata memiliki kemiripan dengan manusia dibandingkan dengan hewan model lainnya (Sajuthi, Lelana, Iskandriati dan Joeniman, 1993).

Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyebutkan jenis satwa primata yang sangat sering digunakan dalam penelitian adalah monyet asia, terutama Monyet rhesus (Macaca mulata) dan monyet ekor panjang. Bennett, Abee dan Henrickson, (1995) menyatakan bahwa nilai ilmiah satwa primata untuk penelitian biomedis diperoleh dari persamaan ciri anatomi dan fisiologis karena kedekatan hubungan filogenetik dan perbedaan evolusi yang pendek.


(32)

17

Monyet ekor panjang merupakan salah satu satwa penghuni hutan yang memiliki arti penting dalam kehidupan di alam. Keberadaan monyet ekor panjang tidak hanya sebagai penghias alam, namun penting artinya dalam regenerasi hutan tropik (Supriatna dan Wahyono, 2000). Monyet ekor panjang di habitatnya dapat menjalankan fungsi ekologisnya, yakni, sebagai penyemai biji tanaman buah yang penting bagi konservasi jenis tumbuhan di habitatnya. Selain itu monyet ekor panjang juga sebagai pengendali populasi serangga yang merugikan, dengan cara memangsanya (Seponada, 2010).

L.Status Perlindungan

Menurut PP No. 7 Tahun 1999 monyet ekor panjang merupakan jenis satwa yang tidak dilindungi karena populasinya sangat tinggi, namun tidak menutup kemungkinan di beberapa daerah keberadaan satwa ini sudah mulai menghilang. Hal ini disebabkan oleh degradasi habitat yang luar biasa. Konversi hutan menjadi lahan pertanian, pertambangan, dan illegal logging menjadi faktor terdesaknya keberadaan primata di alam termasuk monyet ekor panjang. Status monyet ekor panjang menurut CITES (Convention of International Trade Endangered Spesies flora and Fauna) merupakan satwa apendik II yang artinya Satwa tersebut boleh diperdagangkan dengan ukuran kuota tertentu (Soehartono dan Mardiastuti, 2003).

M. Lahan Basah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti


(33)

18

hutan rawa, danau, sungai dan berbagai ekosistem pesisir seperti hutan bakau dan padang lamun serta lahan basah buatan seperti sawah, tambak dan bendungan. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia (Nirarita, Wibowo, dan Padmawinata, 1996).

Lahan basah adalah daerah peralihan antara sistem perairan dan sistem daratan. Tumbuhan yang hidup umumya adalah hidrofita, substratnya berupa tanah hidric

yang tidak dikeringkan serta berupa bahan bukan tanah dan jenuh atau tertutup dengan air dangkal pada suatu waktu selama musim pertumbuhan setiap tahun (Rahmad, 2010).

Nirarita dkk (1996) dan Judih (2006) mengelompokkan lahan basah berdasarkan letaknya menjadi lahan basah pesisir dan lahan basah daratan. Lahan basah daratan meliputi daerah yang jenuh atau tergenang oleh air yang pada umumnya bersifat tawar (dapat pula asin tergantung pada faktor-faktor edafik dan sejarah geomorfologinya) baik secara permanen maupun musiman, terletak di darat atau dikelilingi oleh daratan, dan tidak terkena pengaruh air laut. Tipe lahan basah yang termasuk kelompok ini antara lain: danau, telaga, sungai, air terjun, rawa air tawar, danau-danau musiman, kolam dan rawa yang asin di daratan.

Rawa merupakan istilah yang bermakna luas yaitu sebutan untuk semua daerah yang tergenang air baik secara musiman maupun permanen dan ditumbuhi vegetasi. Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya, rawa dapat dibedakan menjadi berbagai tipe tergantung dari komunitas tumbuhan yang mendominasinya (Departemen Kehutanan, 1989).


(34)

19

Hutan Rawa adalah hutan yang tumbuh dan berkembang pada tempat yang selalu tergenang air tawar atau secara musiman hutan tersebut tergenang air tawar. Secara periodik daerah-daerah yang terletak di dekat aliran sungai bila musim hujan selalu tergenang akan terbentuk hutan rawa (Monita, 2012).

Yayasan Ekosistem Lestari (2008), Indonesia memiliki lahan rawa berdasarkan keberadaan dan kondisi airnya, dibedakan menjadi rawa pasang surut dan diperkirakan luas keduanya mencapai 39,4 juta hektar. Rawa pasang surut meliputi rawa-rawa pesisir yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Rawa non-pasang surut, meliputi rawa-rawa pedalaman (terletak di daratan atau dikelilingi daratan), yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga umumnya berair tawar. Berdasarkan tipe tanahnya, rawa dapat dibedakan menjadi rawa gambut dan rawa non-gambut. Selanjutnya, dapat dibedakan lagi berdasarkan fisiognomi vegetasinya menjadi rawa berhutan dan rawa tak berhutan atau lebih detil berdasarkan vegetasi yang dominan, misalnya rawa bakau, rawa nipah, dan rawa rumput.

Yulianti (2013) mengelompokkan hutan rawa menjadi 3 jenis yaitu:

a. Hutan rawa gambut, terdapat di perairan yang sangat rendah kandungan zat haranya untuk kehidupan binatang dan tumbuhan. Keadaan ini memungkinkan tanah gambut mudah terbentuk dengan lapisan mencapai 20 meter dan diameternya sampai beberapa kilometer. Hutan rawa gambut terbentuk di daerah pesisir sebagai lahan basah pesisir dan lahan basah daratan di belakang hutan bakau. Hutan ini terletak di Sumatera bagian timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan rawa danau di serang, Banten.


(35)

20

b. Hutan rawa air tawar, merupakan tipe lahan basah yang ditemukan pada tanah aluvial dataran rendah. Biasanya terletak di antara dua sungai dan jauh masuk ke pedalaman atau pada dataran luas dekat pantai serta berada di antara hutan rawa gambut dan hutan dataran rendah. Hutan ini terletak di Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara, di Papua tumbuhannya adalah sagu, di Kalimantan dan Sumatera tumbuhannya adalah jelutung yang getahnya dapat diolah untuk cat dan permen karet serta di Sulawesi tumbuhannya adalah tanaman pedu dan beberapa jenis palem.

c. Rawa tanpa hutan, merupakan bagian dari ekosistem rawa hutan, namun hanya ditumbuhi tumbuhan kecil seperti semak dan rumput liar.

Hutan rawa terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Ekosistem rawa air tawar ini ditumbuhi oleh beragam jenis vegetasi, hal ini disebabkan karena terdapatnya beragam jenis tanah pada berbagai ekosistem rawa air tawar. Beberapa daerah pada rawa-rawa tersebut ditumbuhi rumput, ada pula yang hanya ditumbuhi jenis pandan atau palem yang menonjol, malah ada pula yang menyerupai hutan-hutan dataran rendah, dengan akar tunjang atau akar napas maupun seperti penopang pohon.

Hutan rawa termasuk kategori vegetasi yang selalu hijau, diantaranya adalah berupa pohon-pohon dengan tinggi mencapai 40 meter dan mempunyai beberapa lapisan tajuk, oleh karena hutan rawa ini mempunyai beberapa lapisan tajuk (beberapa stratum), maka bentuknya hampir menyerupai ekosistem hutan hujan tropis.


(36)

21

Spesies-spesies pohon yang banyak terdapat dalam ekosistem hutan rawa antara lain Eucalyptus degulpta, Palaquium leiocarpum, Shorea uliginosa, Campnosperma macrophylla, Gareinia spp., Eugenia spp., Canarium spp.,

Koompassia spp., Calophyllum spp., Xylopia spp. Umumnya spesies-spesies tumbuhan yang ada di dalam ekosistem hutan rawa cenderung berkelompok membentuk komunitas tumbuhan yang miskin spesies. Dengan kata lain, penyebaran spesies tumbuhan yang ada di ekosistem hutan rawa itu tidak merata (Yulianti, 2013).

Hutan rawa mempunyai produktivitas perikanan yang tinggi bila dibandingkan daerah non hutan rawa sehingga merupakan merupakan daerah pemijahan dan asuhan ikan. Fauna ikan yang hidup di hutan rawa pada umumnya merupakan jenis-jenis yang tahan terhadap perubahan kualitas air. Ikan yang hidup di perairan hutan rawa ketika musim kemarau tiba adalah spesies yang tahan terhadap kondisi perairan yang berubah-ubah (Nurdawati dan Prasetya, 2007).


(37)

22

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang Lampung (Gambar 2).

Gambar 2. Peta titik lokasi penelitian populasi monyet ekor panjang di Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang Provinsi


(38)

23

B. Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kamera Digital , Binokular, Jam Tangan Digital, Alat Tulis, Tally Sheet, Quisioner Dan Komputer. Sedangkan objek penelitian adalah Monyet ekor panjang yang berada di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

C. Batasan Penelitiian

Batasan penelitian ini meliputi:

1. Pengamatan ini dilakukan selama 9 hari (Observasi langsung di lokasi penelitan dan wawancara kepada masyarakat Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang).

2. Data yang dicatat adalah populasi monyet ekor panjang berupa jumlah individu yang ditemukan di lokasi pengamatan.

3. Masyarakat yang dijadikan unit sampel penelitian adalah masyarakat Desa Kibang Pacing dengan jumlah 86 responden.

4. Apabila cuaca hujan penelitian tidak dilakukan, dan digantikan pada hari lain dengan waktu pengamatan yang sama dan kondisi cuaca cerah.

D. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari observasi langsung di lapangan berupa data mengenai populasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi populasi monyet ekor panjang di lokasi penelitian meliputi beberapa parameter yang dicatat yaitu


(39)

24

jumlah individu, waktu, keadaan cuaca dan vegetasi penyusun habitat monyet ekor panjang. Selain observasi langsung di lapangan, dilakukan juga wawancara menggunakan quisioner kepada masyarakat Desa Kibang Pacing untuk mendukung data yang diperoleh di lapangan.

Masyarakat yang dijadikan sampel adalah masyarakat yang berada di Desa Kibang Pacing, jumlah kepala keluarga di Desa Kibang Pacing adalah 578, sehingga menurut Arikunto (2011) jika populasi lebih dari 100 maka perlu dilakukan penarikan sampel. Besarnya sampel yang diambil adalah 10% dari jumlah populasi. Rumus penentuan sampel menurut Arikunto (2011):

Keterangan:

n : Jumlah responden

N : Jumlah total kepala keluarga e : Presisi 10%

dengan rumus tersebut responden yang diperoleh adalah: n= 578/{578(0,1)2+1}

n=86 Responden

2. Data Sekunder

Data skunder meliputi data penunjang yang terkait dengan penelitian ini berupa kondisi umum lokasi penelitian, peta lokasi dan gambaran umum mengenai monyet ekor panjang yang diperoleh dari berbagai sumber.


(40)

25

E.Metode Pengumpulan Data

1. Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dilakukan untuk menetukan lokasi penelitian dan mengetahui keadaan habitat yang memiliki peluang tinggi ditemukan nya monyet ekor panjang.

2. Observasi Langsung (Direct Observation).

Sebelum dilakukan pengamatan terlebih dahulu dilakukan habituasi selama 3 hari dengan tujuan untuk membiasakan monyet ekor panjang terhadap keberadaan pengamat sehingga memudahkan pengamat melakukan pengambilan data. Pengambilan data populasi monyet ekor panjang menggunakan metode terkonsentrasi (Concentration Count) (Bismark, 2009), yaitu pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada satu titik yang diduga memiliki intensitas penjumpaan terhadap satwa tinggi.

Pengamatan dilakukan selama 6 hari di 2 lokasi penelitian yaitu habitat yang berada didekat lahan pertanian masyarakat dan habitat yang berada jauh dari lahan pertanian masyarakat, pemilihan lokasi ini berdasarkan intensitas penjumpaan satwa pada survei pendahuluan dan informasi dari masyarakat. Pengamatan dilakukan pada pagi hari mulai pukul 06.00-09.00 WIB dan pada sore hari pukul 16.00-18.00 WIB.


(41)

26

3. Wawancara

Selain menggunakan metode observasi langsung, dilakukan wawancara menggunakan quisioner kepada 86 responden di Desa Kibang Pacing mengenai keberadaan monyet ekor panjang untuk mendukung data yang diperoleh di lapangan.

F. Analisi Data

1. Analisis Kualitatif a. Observasi Langsung

Data populasi yang diperoleh berupa jumlah individu ditabulasikan selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui kepadatan populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. kepadatan populasi monyet ekor panjang dihitung menggunakan rumus (Soegianto, 1994).

Kepadatan populasi =

b. Wawancara

Data populasi yang diperoleh dari hasil wawancara menggunakan quisioner disajikan dalam bentuk tabulasi yang selanjutnya dipersentasekan dengan cara menghitung jumlah responden dengan jawaban yang sama dibagi dengan jumlah total responden dikalikan 100%.


(42)

27

2. Analisis Deskriptif

Data populasi dan faktor-faktor pendukung keberadaan monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing ditabulasikan yang selanjutnya dijelaskan secara deskriptif sehingga diperoleh informasi dan gambaran mengenai populasi dan faktor-faktor pendukung keberadaan monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.


(43)

28

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kabupaten Tulang Bawang 1. Geografis

Secara geografis Kabupaten Tulang Bawang terletak pada 105”9’-105”55’ Bujur Timur dan 4”08’-04”41’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Tulang Bawang seluruhnya adalah 346.632 Ha yang terbagi kedalam 15 kecamatan (Tabel 1)

merupakan daerah agraris yang ditunjukan dengan mata pencaharian pokok masyarakatnya di sektor pertanian. Tulang Bawang memiliki potensi yang tinggi untuk pengembangan di sektor pertanian hal ini didukung oleh keberadaan sungai-sungai yang mengalir dari barat ke timur berpotensi untuk pengembangan sistem irigasi (Badan Pusat Statistik, 2013).

Kabupaten Tulang Bawang memiliki batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah utara dengan Kabupaten Mesuji

2. Sebelah selatan dengan Kabupaten Lampung Tengah 3. Sebelah timur dengan Laut Jawa


(44)

29

Tabel 1. Kecamatan yang ada di Kabupaten Tulang Bawang

No Nama Kecamatan Luas Wilayah (ha)

1 Banjar Agung 9.772

2 Banjar Margo 11.152,75

3 Gedung Aji 11.539,59

4 Penawar Aji 10.950

5 Meraksa Aji 9.550,50

6 Menggala 26.037

7 Penawartama 21.057,20

8 Rawajitu Selatan 13.888,47

9 Gedung Meneng 66.265,45

10 Rawajitu Timur 18.396, 99

11 Rawa Pitu 11.995

12 Gedung Aji Baru 9.617,59

13 Dente Teladas 67.848,32

14 Banjar Baru 9.863,35

15 Menggala Timur 34,448,5

Sumber: Riyadi, 2012.

2. Topografi

Secara topografi Kabupaten Tulang Bawang dibagi kedalam 4 unit topografi yaitu: 1. Daerah dataran merupakan daerah terluas yang dimanfaatkan untuk pertanian dan

cadangan pengembangan transmigrasi.

2. Daerah rawa terdapat di sepanjang pantai timur, yang merupakan daerah rawa pasang surut.

3. Daerah river basin, terdapat river basin yang utama yaitu river basin Tulang Bawang dan river basin sungai-sungai lainnya dengan luas 10150 km2 dan panjang 753 km yang dimanfaatkan untuk pengembangan tambak udang.


(45)

30

4. Daerah alluvial, meliputi pantai sebelah timur yang merupakan bagian hilir dari sungai-sungai besar yaitu Tulang Bawang dan Mesuji yang dimanfaatkan sebagai pelabuhan (Badan Pusat Statistik, 2013).

3. Suhu dan Iklim

Kabupaten Tulang Bawang memiliki iklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau berganti sepanjang tahun yaitu pada bulan Februari curah hujan mencapai 405,00 mm (curah hujan tertinggi) dan curah hujan terendah pada bulan September yaitu 23,00 mm. Temperatur pada malam hari 27-29 0C menjelang pagi temperatur berkisar 21-230C (Badan Pusat Statistik, 2013).

B.Kecamatan Menggala Timur

1. Sejarah Kecamatan Menggala Timur

Menggala Timur adalah salah satu kecamatan di Tulang Bawang yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Menggala yang diresmikan pada tanggal 15 Oktober 2009. Kecamatan ini memiliki potensi wisata budaya karena di kecamatan ini telah didirikan miniatur rumah adat minang kabau, bali, batak, jawa dan candi prambanan. Kecamatan Menggala Timur memiliki potensi di bidang pertanian khusus nya sawah (Badan Pusat Statistik, 2011).


(46)

31

2. Geografis

Kecamatan Menggala Timur memiliki luas wilayah 34.448,5 ha yang terdiri atas 10 desa/kampung dengan pusat pemerintahan di Lebuh Dalem. Kecamatan Menggala Timur berbatasan dengan beberapa kecamatan lainnya yaitu.

1. Sebelah utara berbatasan Banjaragung dan Gedung Aji

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Menggala dan Kabupaten Tulang Bawang Barat

3. Sebelah barat berbatasan dengan Banjaragung

4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Menggala.

Nama-nama desa yang terdapat di Kecamatan Menggala Timur adalah sebagai berikut (Tabel 2).

Tabel 2. Luas Kecamatan Menggala Timur Menurut Kampong/Kelurahan 2010 No Nama Kampung/ Kelurahan Luas Wilayah (Km2)

1 Menggala 46,51

2 Sungai Luar 18,80

3 Bedaraou Indah 5,35

4 Kibang Pacing 83,55

5 Cempaka jaya 4,28

6 Tri makmur Jaya 4,01

7 Kahuripan Dalam 5,01

8 Lebuh Dalem 9,17

9 Cempaka Dalam 4,04

10 Lingai 12,80


(47)

32

3. Kependudukan

Berdasarkan data sensus penduduk pada tahun 2010, Kecamatan Menggala Timur memiliki 2.944 kepala keluarga dan dengan jumlah penduduk sebesar 11.813 jiwa. Luas wilayah sebesar 193,53 km2, berarti kepadatan penduduknya mencapai 61 jiwa per km2 (Badan Pusat Statistik, 2011).

C.Desa Kibang Pacing

1. Sejarah Desa Kibang Pacing

Kampung Kibang Pacing sudah ada sejak beberapa tahun silam yaitu sejak adanya kecamatan Menggala Kabupaten Lampung Utara jauh sebelum Kabupaten Tulang Bawang berdiri. Kabupaten Tulang Bawang menjadi daerah otonomi baru pemekaran dari kabupaten Lampung Utara seperti yang tertuang dalam undang-undang Nomor 2 tahun 1997 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten daerah tingkat II Tanggamus (Profil Desa Kibang Pacing, 2013).

Nama Kampung Kibang Pacing merupakan pemberian dari perintis Kampung Kibang Pacing yaitu : Bastari (alm), Suhaimi (alm) dan Soleh (alm). Sejak awal berdiri Kampung Kibang Pacing telah memiliki kepala kampung yaitu H. Impin Syarif Singa. Nama kepala Desa Kibang Pacing dan masa jabatannya dapat dilihat pada

Tabel 3. Sejak tahun 2012 Desa Kibang Pacing dipimpin oleh kepala desa bernama Ropdi yang dibantu oleh jajaran nya dalam mengurus Desa Kibang Pacing. Berikut ini adalah susunan perangkat desa di Desa Kibang Pacing (Tabel 4). Desa Kibang


(48)

33

Pacing pacing memiliki 4 dusun yang di kepalai oleh seorang kepala dusun atau kepala suku dalam membantu kepala desa untuk memimpin desa. Daftar nama dusun dan kepala dusun Desa Kibang Pacing dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 3. Daftar nama kepala desa di Desa Kibang Pacing dan masa jabatannya

No Nama Masa Jabatan

1 H. Impin Syarif Singa 1986 – 2012

2 Ropdi 2012-Sekarang

Tabel 4. Perangkat desa di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang

No Nama Jabatan

1 Ropdi Kepala Kampung

2 Juliansyah Juru Tulis Kampung

3 Rsyah S.Pd Kaur Umum

4 Toto Sugiarto Kaur Pembangunan 5 Ahmad Riyadi Kaur Pemerintahan

6 Sakir Kepala Dusun I

7 Endul Kepala Dusun II

8 Engkos Kepala Dusun III

9 Maskam Kepala Dusun IV

Sumber: Profill Desa Kibang Pacing 2013.

Tabel 5. Daftar Nama Dusun dan Kepala Dusun Desa Kibang Pacing

Sumber: Profill Desa Kibang Pacing 2013.

No Nama Dusun Nama Kepala Dusun

1 Purawati I Sakir

2 Purawati II Endul

3 Puramukti Engkos


(49)

34

2. Topografi

Secara topografi Kampung Kibang Pacing terdiri dari 40% daratan dan 60 % rawa.

1. Wilayah daratan I merupakan daerah yang di manfaatkan untuk pertanian dan perkebunan Kelapa Sawit, karet dan singkong.

2. Wilayah rawa di manfaatkan untuk Sawah tadah hujan dan kolam ikan air tawar.

3. Suhu Dan Iklim

Desa Kibang Pacing memiliki iklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau berganti sepanjang tahun yaitu pada bulan Februari curah hujan mencapai 405,00 mm (curah hujan tertinggi) dan curah hujan terendah pada bulan September yaitu 23,00 mm. suhu pada malam hari 27-29 0C menjelang pagi suhu berkisar 21-230C (Profil Desa Kibang Pacing, 2013).

4. Kependudukan

Desa Kibang Pacing merupakan desa yang memiliki penduduk dengan beragam suku antara lain, Lampung, Jawa, Sunda, Bali dan batak. Berdasarkan data kependudukan tahun 2013 Desa Kibang Pacing memiliki 578 kepala keluarga yang tersebar di empat dusun (Profil Desa Kibang Pacing, 2013).


(50)

56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang bulan April 2014 diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Selama pengamatan ditemukan 16 ekor monyet ekor panjang, 13 ekor ditemukan pada lokasi pertama yaitu hutan sekunder (2 ha) dan 3 ekor ditemukan di lokasi kedua berupa lahan basah (1 ha). Kepadatan populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang pada lokasi pengamatan pertama adalah 6 ekor/hektar dan pada lokasi kedua adalah 3 ekor/hektar.

2. Monyet ekor panjang mengalami penurunan jumlah populasi dalam 5 tahun terakhir akibat adanya alih fungsi lahan hutan menjadi area perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut diungkapkan oleh 67 responden (78 %) dari 72 responden yang pernah melihat monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.


(51)

57 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah populasi monyet ekor panjang di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang adalah ketersediaan habitat (78%), ketersediaan pakan (12%) dan aktivitas manusia (10%).

B. Saran

Adapun saran untuk peneliti adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pola aktivitas dan waktu migrasinya dan penelitian lebih lanjut mengenai interaksi yang terjadi anatara monyet ekor panjang dengan masyarakat Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1990. Dasar-dasar Pembinaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Arikunto, S. 2011. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta. Badan Pusat Statistik. 2011. Menggala Timur dalam Angka 2013. Badan Pusat

Statistik Tulang Bawang. Tulang Bawang.

Badan Pusat Statistik. 2013. Tulang Bawang dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Tulang Bawang. Tulang Bawang.

Bennett, B. T., R. C. Abee, and R. Henrickson. 1995. Nonhuman Primates in Biomedical Research Biology and Management. Academic Press, New York.

Bismark, M. 1984. Biologi dan Konservasi Primata di Indonesia. Penerbit Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.

Bismark, M. 2009. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Carter, W.V. 1978. Mamalia Darat Indonesia. Intermasa. Jakarta.

Chandra, D. 2006. Analisis Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fscicularis) di Bukit Banten Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton Bandar lampung.

Skripsi Jurusan KehutananUniversitas Lampung. Bandar Lampung. Chivers, D.J. 1980. Malayan Forest Primates; Ten Year’s Study in Trofical Rain

Forest. Plenum Press. New York and London.

. 1992, Diet and Guts, pp.60-64, Cambridge. University Press, Cambridge.


(53)

Crockett, M.C. and Wilson. 1980. The Ecological Separation of Macaca Nemestrina and Macaca Fascicularis in Sumatra. In: The Macaques: Studies in Ecology, Behavior and Evolution, D. G. Linburg (ed). Van Nostrand Reinhold. New York. Pp. 148-181.

Departemen Kehutanan. 1989. Pedoman Pengelolaan Burung Air Langka. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor. Dewi, B.S. dan Harianto, S.P. 2009. Biokonservasi satwa di Pekon Pahmungan

Krui Lampung Barat. Laporan Penelitian Dipa Penelitian. Universitas Lampung.

Dewi, B.S. 2012. Agroforestry Pattern And Fauna Change In Repong Damar Krui West Lampung Indonesia. Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012.

Fakhri, K., Priyono, B. dan Rahayuningsih, M. 2012. Studi Awal Populasi dan

Distribusi Macaca fascicularis Ulolanang. Unnes Journal of Life Science ISSN 2252-6277.

Farida, H. 2008. Aktivitas Makan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur Jakarta. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam Institut Pertanian Bogor.

.

Febrianti, D. 2010. Studi Perilaku Harian Kelompok Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Condong Desa Rangai Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Fitri, R., Rizaldi dan Novarino, W. 2013. Kepadatan Populasi dan Struktur Kelompok Simpai (Presbytis melalophos) serta Jenis Tumbuhan Makanannya di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 2(1) – Maret 2013 : 25-30 (ISSN : 2303-2162).

Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

Irianto, F.2009. Perkembangan Populasi dan Pola Aktivitas Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles, 1821) di Hutan Monyet Tirtosari Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Teluk Betung Utara Bandar Lampung. Skripsi Jurusan KehutananUniversitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan

Jasa, N.D. 2006. Studi Populasi Burung Kuntul Besar (Egreta alba) di Rawa Pacing Dusun Kibang Pacing Jaya Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung. Skripsi Jurusan KehutananUniversitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.


(54)

Judih. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung Di Hutan Mangrove KPH Muara Gembong BKPH Ujung Krawang KPH Bogor Perum Perhutani. (Skripsi). Jurusan Kehutanan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Karyawati, A.T. 2012. Tinjauan Umum Tingkah Laku Makan pada Hewan Primata. Jurnal Penelitian Sains. Volume 15 Nomer 1(D) 15110.

Lekagul, B and Mc. Neely. 1977. Mamals of Thailand. Kurusapha Ladprao Press, Bangkok.

Nainggolan, V dan Dewi, B. S. 2011. Analisis Populasi Jenis Primata di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir tengan Kabupaten Lampung Barat. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Lampung Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

Napier, J. R. and P. H. Napier. 1967. A handbook of living primate Morphology Ecology and Behavior of Human Primates. Academicpress london. New York.

. 1985. The Natural History of the Primates. The MIT. Press, Cambridge, Massachusetts.

Nirarita, C., E., Wibowo., dan Padmawinata. 1996. Ekosistem Lahan Basah Indonesia: Buku Panduan Untuk Guru dan Praktisi Pendidikan. Asian Wetlands Bureau. Bogor.

Nugraha, B. 2014. Peta Titik Peta Administrasi Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung April 2014. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

Nurdawati, S. dan Prasetya, D. 2007. Fauna Ikan Ekosistem Hutan Rawa di Sumetra Selatan. Jurnal Iktiologi Indonesia. V0l 7 No 1 juni 2007. Palembang.

Payne, J., Francis. C.M., Philips. K. dan Kartikasari. S.N. 2000. Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam. Prims Centra. Jakarta.

Perwitasari, R.R.D.. 2007. Makanan Primata. Bahan Ajar. IPB. Bogor.

Pramono, A.A. 2010. Analisis Perubahan Nilai Ekonomi Lahan Pada Konversi Hutan Rakyat Di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 7 No. 3 September 2010, Hal. 209 – 220.

Profil Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggalatimur Kabupaten Tulang Bawang. 2013. Tulang Bawang. Lampung.


(55)

Rianto, T. 2006. Review Faktor Pembatas Ekologi Dalam Upaya Pengembalian Populasi Liar Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) Taman Nasional Bali Barat. Program Magang CPNS Departemen Kehutanan Formasi Tahun 2004 di Balai Taman Nasional Bali Barat. Balai Taman Nasional Bali Barat. Departemen Kehutanan.

Richard, A.S. 1985. Primates in Nature. Hal 522-523.

Risdiyansah, Nurcahyani, N dan Harianto, S.P . 2013. Studi Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Condong Darat Desa Rangai Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung selatan. Jurnal Sylva Lestari ISSN 2339-0913 Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (41—48).

Rivando, R. 2012. Interaksi Antara Monyet Ekor Panjang Dengan Masyarakat Di Bukit Banten Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

Rowe, N. 1996. The Pictorial Guide to The Living Primatas. Pogonias Press. New York.

Sajuthi D. 1983. Satwa Primata sebagai Hewan Laboratorium. Bogor.

Sajuthi, D., F. P. A. Lelana, D. Iskandriati dan B. Joeniman. 1993. Karakteristik satwa primata sebagai hewan model untuk penelitian biomedis. Makalah Seminar. Bogor.

Sinaga, S.M., Pranoto, U., Surono, H., dan Nadila, A. 2010. Pemanfaatan Habitat Oleh Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) di kampus IPB Darmaga. IPB. Bogor.

Sibuea, T.T.H.1997. Populasi dan distribusi primata dalam kebun damar resort Pahmongan Krui Lampung Barat Sumatera. Jurnal Biota Volume II (2): 88-95, Agustus 1997. ISSN 0853-8670.

Smith, J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiaakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional. Jakarta.

Soehartono, T. dan Mardiastuti. A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. JICA. Jakarta.


(56)

Soma, I.G, Wandia, I.N, Putra, A, dan Silta, R. 2013. Profil Darah Monyet Ekor Panjang(Macaca fascicularis) Liar di Habitat Alami. Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Pebruari 2013 Vol. 1, No.1: 22-28.

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta. Djambatan.

Supriatna, J. dan Wahyono, E. H. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia.

Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Suratmo, F.G. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Depatemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Whitten, A.J. 1982. Home Range Use by Kloss Gibbons (Hylobates klossi) on Siberut Island. Anim. Behav.

Whitten, T. Soeriaatmadja, R.E. dan Affif, S.A. 1995. Ekologi Jawa dan Bali. Prehalido. Jakarta.

Wibowo, A. 2012. Konversi Hutan Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut: Implikasi Perubahan Iklim Dan Kebijakan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 7 No. 4 Edisi Khusus, Hal. 251 – 260.

Wilson, C. C. dan W. L Wilson. 1975. The Influence of Selective Logging on Primates and Some Other Animal in East Kalimantan Folia Primates. Folia Primatologica 23 (4): 245-27.

Yayasan Ekosistem Lestari. 2008. Suaka Margasatwa Rawa singkil. Mutiara di Pantai Barat Aceh. Tim Penyusun Yayasan Ekosistem Lestari.


(57)

Sumber Pustaka dari Internet:

Alamendah.2011 Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet Populer.

http://alamendah.org/2011/03/08/monyet-ekor-panjang-macaca-fascicularis-monyet-populer/comment-page-3/. Diakses pada 15 mei 2014. Irwanto, 2006. Perencanaan Perbaikan Satwa Liar Burung Pasca Bencana Alam

Gunung Meletus. http://www.Geocities.com/irwantoforester/habitat_ burung.doc. Diakses pada 23 Desember 2013.

Monita, M. 2012. Pengertian dan Definisi Hutan Rawa. Http://pengertiankultur jaringan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-hutan-rawa.html. Diakses tanggal 12 Maret 2014.

Rahmad. 2010. Lahan Basah Indonesia. www.peat-portal.net/view_file. cfm?fileid=406.

Riyadi, S. 2012. Profil kecamatan di kabupaten tulang Bawang Provinsi lampung. http://sabarriyadi.blogspot.com/2012/05/profil-kecamatan-di-kabupaten-tulang.html. Diakses 30 Juni 2014.

Seponada, F. 2010. Hutan Monyet Lembah Sarijo. http://wisata.kompasiana.com/ jalan-jalan/2010/04/25/hutan-monyet-lembah-sarijo/. Diakses tanggal 9 Januari 2014.

WALHI. 2006. Rawa Pacing Memenuhi Kriteria sebagai Kawasan Konservasi. http://www.antaranews.com/berita/39243/rawa-pacing-memenuhi-kriteria-sebagai-kawasan-konservasi. Diakses tanggal 22 Juni 2014.

Watala. 2011. Rawa pacing. http//watala.org/new/?p=224. Diakses tanggal 22 Juni 2014.

Yulianti, A. 2013. Ektum hutan Rawa. http://andiyuliantiuvri011.blogspot.com// 2013/12/ektum-hutan-rawa.html. Diakses tanggal 22 Juni 2014.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1990. Dasar-dasar Pembinaan Margasatwa. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Arikunto, S. 2011. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta. Badan Pusat Statistik. 2011. Menggala Timur dalam Angka 2013. Badan Pusat

Statistik Tulang Bawang. Tulang Bawang.

Badan Pusat Statistik. 2013. Tulang Bawang dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Tulang Bawang. Tulang Bawang.

Bennett, B. T., R. C. Abee, and R. Henrickson. 1995. Nonhuman Primates in Biomedical Research Biology and Management. Academic Press, New York.

Bismark, M. 1984. Biologi dan Konservasi Primata di Indonesia. Penerbit Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.

Bismark, M. 2009. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Carter, W.V. 1978. Mamalia Darat Indonesia. Intermasa. Jakarta.

Chandra, D. 2006. Analisis Habitat Monyet Ekor Panjang (Macaca fscicularis) di Bukit Banten Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton Bandar lampung. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Bandar Lampung. Chivers, D.J. 1980. Malayan Forest Primates; Ten Year’s Study in Trofical Rain

Forest. Plenum Press. New York and London.

. 1992, Diet and Guts, pp.60-64, Cambridge. University Press, Cambridge.


(2)

Crockett, M.C. and Wilson. 1980. The Ecological Separation of Macaca Nemestrina and Macaca Fascicularis in Sumatra. In: The Macaques: Studies in Ecology, Behavior and Evolution, D. G. Linburg (ed). Van Nostrand Reinhold. New York. Pp. 148-181.

Departemen Kehutanan. 1989. Pedoman Pengelolaan Burung Air Langka. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor. Dewi, B.S. dan Harianto, S.P. 2009. Biokonservasi satwa di Pekon Pahmungan

Krui Lampung Barat. Laporan Penelitian Dipa Penelitian. Universitas Lampung.

Dewi, B.S. 2012. Agroforestry Pattern And Fauna Change In Repong Damar Krui West Lampung Indonesia. Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012.

Fakhri, K., Priyono, B. dan Rahayuningsih, M. 2012. Studi Awal Populasi dan Distribusi Macaca fascicularis Ulolanang. Unnes Journal of Life Science ISSN 2252-6277.

Farida, H. 2008. Aktivitas Makan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur Jakarta. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam Institut Pertanian Bogor.

.

Febrianti, D. 2010. Studi Perilaku Harian Kelompok Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Condong Desa Rangai Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Fitri, R., Rizaldi dan Novarino, W. 2013. Kepadatan Populasi dan Struktur Kelompok Simpai (Presbytis melalophos) serta Jenis Tumbuhan Makanannya di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 2(1) – Maret 2013 : 25-30 (ISSN : 2303-2162).

Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

Irianto, F.2009. Perkembangan Populasi dan Pola Aktivitas Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis Raffles, 1821) di Hutan Monyet Tirtosari Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Teluk Betung Utara Bandar Lampung. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan

Jasa, N.D. 2006. Studi Populasi Burung Kuntul Besar (Egreta alba) di Rawa Pacing Dusun Kibang Pacing Jaya Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.


(3)

Judih. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung Di Hutan Mangrove KPH Muara Gembong BKPH Ujung Krawang KPH Bogor Perum Perhutani. (Skripsi). Jurusan Kehutanan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Karyawati, A.T. 2012. Tinjauan Umum Tingkah Laku Makan pada Hewan Primata. Jurnal Penelitian Sains. Volume 15 Nomer 1(D) 15110.

Lekagul, B and Mc. Neely. 1977. Mamals of Thailand. Kurusapha Ladprao Press, Bangkok.

Nainggolan, V dan Dewi, B. S. 2011. Analisis Populasi Jenis Primata di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir tengan Kabupaten Lampung Barat. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Lampung Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

Napier, J. R. and P. H. Napier. 1967. A handbook of living primate Morphology Ecology and Behavior of Human Primates. Academicpress london. New York.

. 1985. The Natural History of the Primates. The MIT. Press, Cambridge, Massachusetts.

Nirarita, C., E., Wibowo., dan Padmawinata. 1996. Ekosistem Lahan Basah Indonesia: Buku Panduan Untuk Guru dan Praktisi Pendidikan. Asian Wetlands Bureau. Bogor.

Nugraha, B. 2014. Peta Titik Peta Administrasi Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung April 2014. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

Nurdawati, S. dan Prasetya, D. 2007. Fauna Ikan Ekosistem Hutan Rawa di Sumetra Selatan. Jurnal Iktiologi Indonesia. V0l 7 No 1 juni 2007. Palembang.

Payne, J., Francis. C.M., Philips. K. dan Kartikasari. S.N. 2000. Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam. Prims Centra. Jakarta.

Perwitasari, R.R.D.. 2007. Makanan Primata. Bahan Ajar. IPB. Bogor.

Pramono, A.A. 2010. Analisis Perubahan Nilai Ekonomi Lahan Pada Konversi Hutan Rakyat Di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 7 No. 3 September 2010, Hal. 209 – 220.

Profil Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggalatimur Kabupaten Tulang Bawang. 2013. Tulang Bawang. Lampung.


(4)

Rianto, T. 2006. Review Faktor Pembatas Ekologi Dalam Upaya Pengembalian Populasi Liar Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) Taman Nasional Bali Barat. Program Magang CPNS Departemen Kehutanan Formasi Tahun 2004 di Balai Taman Nasional Bali Barat. Balai Taman Nasional Bali Barat. Departemen Kehutanan.

Richard, A.S. 1985. Primates in Nature. Hal 522-523.

Risdiyansah, Nurcahyani, N dan Harianto, S.P . 2013. Studi Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Condong Darat Desa Rangai Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung selatan. Jurnal Sylva Lestari ISSN 2339-0913 Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (41—48).

Rivando, R. 2012. Interaksi Antara Monyet Ekor Panjang Dengan Masyarakat Di Bukit Banten Kelurahan Sidodadi Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung. Skripsi Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Tidak dipublikasikan. Bandar Lampung.

Rowe, N. 1996. The Pictorial Guide to The Living Primatas. Pogonias Press. New York.

Sajuthi D. 1983. Satwa Primata sebagai Hewan Laboratorium. Bogor.

Sajuthi, D., F. P. A. Lelana, D. Iskandriati dan B. Joeniman. 1993. Karakteristik satwa primata sebagai hewan model untuk penelitian biomedis. Makalah Seminar. Bogor.

Sinaga, S.M., Pranoto, U., Surono, H., dan Nadila, A. 2010. Pemanfaatan Habitat Oleh Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) di kampus IPB Darmaga. IPB. Bogor.

Sibuea, T.T.H.1997. Populasi dan distribusi primata dalam kebun damar resort Pahmongan Krui Lampung Barat Sumatera. Jurnal Biota Volume II (2): 88-95, Agustus 1997. ISSN 0853-8670.

Smith, J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiaakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional. Jakarta.

Soehartono, T. dan Mardiastuti. A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. JICA. Jakarta.


(5)

Soma, I.G, Wandia, I.N, Putra, A, dan Silta, R. 2013. Profil Darah Monyet Ekor Panjang(Macaca fascicularis) Liar di Habitat Alami. Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Pebruari 2013 Vol. 1, No.1: 22-28.

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta. Djambatan.

Supriatna, J. dan Wahyono, E. H. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Suratmo, F.G. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Depatemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Whitten, A.J. 1982. Home Range Use by Kloss Gibbons (Hylobates klossi) on Siberut Island. Anim. Behav.

Whitten, T. Soeriaatmadja, R.E. dan Affif, S.A. 1995. Ekologi Jawa dan Bali. Prehalido. Jakarta.

Wibowo, A. 2012. Konversi Hutan Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut: Implikasi Perubahan Iklim Dan Kebijakan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 7 No. 4 Edisi Khusus, Hal. 251 – 260.

Wilson, C. C. dan W. L Wilson. 1975. The Influence of Selective Logging on Primates and Some Other Animal in East Kalimantan Folia Primates. Folia Primatologica 23 (4): 245-27.

Yayasan Ekosistem Lestari. 2008. Suaka Margasatwa Rawa singkil. Mutiara di Pantai Barat Aceh. Tim Penyusun Yayasan Ekosistem Lestari.


(6)

Sumber Pustaka dari Internet:

Alamendah.2011 Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet Populer.

http://alamendah.org/2011/03/08/monyet-ekor-panjang-macaca-fascicularis-monyet-populer/comment-page-3/. Diakses pada 15 mei 2014. Irwanto, 2006. Perencanaan Perbaikan Satwa Liar Burung Pasca Bencana Alam

Gunung Meletus. http://www.Geocities.com/irwantoforester/habitat_ burung.doc. Diakses pada 23 Desember 2013.

Monita, M. 2012. Pengertian dan Definisi Hutan Rawa. Http://pengertiankultur jaringan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-hutan-rawa.html. Diakses tanggal 12 Maret 2014.

Rahmad. 2010. Lahan Basah Indonesia. www.peat-portal.net/view_file. cfm?fileid=406.

Riyadi, S. 2012. Profil kecamatan di kabupaten tulang Bawang Provinsi lampung. http://sabarriyadi.blogspot.com/2012/05/profil-kecamatan-di-kabupaten-tulang.html. Diakses 30 Juni 2014.

Seponada, F. 2010. Hutan Monyet Lembah Sarijo. http://wisata.kompasiana.com/ jalan-jalan/2010/04/25/hutan-monyet-lembah-sarijo/. Diakses tanggal 9 Januari 2014.

WALHI. 2006. Rawa Pacing Memenuhi Kriteria sebagai Kawasan Konservasi. http://www.antaranews.com/berita/39243/rawa-pacing-memenuhi-kriteria-sebagai-kawasan-konservasi. Diakses tanggal 22 Juni 2014.

Watala. 2011. Rawa pacing. http//watala.org/new/?p=224. Diakses tanggal 22 Juni 2014.

Yulianti, A. 2013. Ektum hutan Rawa. http://andiyuliantiuvri011.blogspot.com// 2013/12/ektum-hutan-rawa.html. Diakses tanggal 22 Juni 2014.