Studi validitas kontruk tes inteligensi multidimensional (TIM) sesi performance

(1)

1 Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh: REZA INSPIRAWAN

NIM: 107070002323

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

STUDI VALIDITAS KONSTRUK TES INTELIGENSI MULTI

DIMENSIONAL (TIM) SESI PERFORMANCE

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh: Reza Inspirawan NIM: 107070002323

Di bawah bimbingan: Pembimbing I

Jahja Umar, Ph.D NIP: 130 885 522

Pembimbing II

Miftahuddin, M.Si

NIP: 19730317 200604 1 001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “STUDI VALIDITAS KONSTRUK TES

INTELIGENSI MULTIDIMENSIONAL (TIM) SESI PERFORMANCE

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 7 Oktober 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/ Sekertaris

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP: 130 885 522 NIP: 19561223 198303 2 001

Anggota:

Bambang Suryadi, Ph.D Miftahuddin, M.si


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Reza Inspirawan NIM : 107070002323

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Studi Validitas Konstruk

Tes Inteligensi Multidimensional (TIM) Sesi Performance adalah benar

merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 22 September 2011

.

Reza Inspirawan . NIM: 107070002323


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Kesuksesan Berasal dari Kerja Keras!

-Vincent F. Orza, Jr

"

Akar dari Pendidikan Pahit, Tetapi Buahnya

Manis

"


(6)

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orangtua

saya…

Bapak, Mama…

Terimakasih atas segala didikan dan teladannya..


(7)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) September 2011

(C) Reza Inspirawan

(D) xx + 113 halaman + lampiran

(E) Studi Validitas Konstruk Tes Inteligensi Multidimensional (TIM) Sesi

Performance

(F) Salah satu bentuk tes psikologi yang sangat sering digunakan dalam industri adalah tes inteligensi atau sering disebut dengan tes IQ yang biasanya digunakan pada proses seleksi dan rekrutmen. Tes inteligensi seringkali digunakan pada tahap awal yaitu tahap penyaringan. Namun peningkatan penggunaannya tidak dibarengi dengan pengembangan alat tes inteligensi baru sehingga sering kali alat tes yang sama digunakan berulang kali. Akibatnya, beberapa peserta hafal dengan pertanyaan dalam tes tersebut. Apalagi kalau sampai terjadi pembocoran kunci jawaban.

Pada tahun 1967, Douglas N. Jackson, Ph.D mengembangkan alat tes baru dengan mengadaptasi Weschler Adult Intelligence Scale (WAIS) dari tes berformat individual menjadi klasikal dengan nama Multidimensional Aptitude Battery (MAB). Selanjutnya, pada tahun 2005, Hendy Ginting, Ph.D dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha menerjemahkan tes tersebut kedalam Bahasa Indonesia dengan nama TIM.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh item dalam setiap subtes TIM sesi performance mengukur konstruk yang dimaksud. Konstruk dianggap benar bila setiap item dalam masing-masing sub tes fit (sesuai) dengan model satu faktor yang berarti hanya mengukur konstruk dimaksud. Tujuan kedua adalah untuk mengetahui apakah lima sub tes TIM sesi

performance fit (sesuai) dengan model satu faktor, yaitu skor performance. Dengan begitu, hipotesis pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa seluruh item dalam setiap subtes TIM sesi performance mengukur konstruk yang dimaksud. Sedangkan hipotesis kedua adalah bahwa lima subtes TIM sesi performance fit (sesuai) dengan model satu faktor yaitu mengukur skor performance.


(8)

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang merupakan data hasil tes TIM yang disediakan oleh Divisi Asesmen SDM Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (PPM). Data yang digunakan adalah hasil rekrutmen dan seleksi PT. Indosat dan PT. Angkasapura II dari lima kota di Indonesia yaitu Denpasar, Jakarta, Makassar, Medan, dan Pekanbaru. Pelaksanaan tesnya pada tahun 2010 dengan total peserta sebanyak 2770 orang. Profil umum pesertanya adalah usia sekitar 18-55. Adapun metode analisis data yang digunakan adalah teknik analisis faktor Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan menggunakan software Lisrel 8.7.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan teknik CFA dapat disimpulkan bahwa kedua hypothesis diterima namun perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran dimana korelasi error measurement antar item dibebaskan. Hal ini terjadi karena setiap item dalam subtes bersifat multidimensional karena error measurement banyak berkorelasi dengan item lain. Dengan hasil seperti ini, maka alat tes TIM sesi performance harus dilakukan perbaikan secara mendasar sebelum digunakan kembali.


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Studi Validitas

Konstruk Tes Inteligensi Multidimensional (TIM) Sesi Performance”.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada panutan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut sahabat, dan segenap umat Islam sekalian. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. Penulis sangat bertrimakasih dan merasa sangat beruntung dibimbing oleh beliau yang merupakan ahli di bidang psikometri yang terkemuka di Indonesia. Bimbingan beliau telah membuka pengetahuan penulis mengenai banyak hal. Terima kasih atas segala arahan, masukan, kritik, serta koreksi selama pengerjaan skripsi ini.

2. Miftahuddin, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas segala bimbingan, arahan, koreksi yang mendetail, kritik yang membangun, dan waktu yang diberikan kepada Penulis.

3. Yufi Indriani, M.Psi, Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan dan masukannya selama Penulis menjalani perkuliahan.

4. Mulia Sari Dewi, M.Si., terima kasih atas, sumbangan pikiran dalam penulisan, serta saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Pihak PPM atas data yang telah disediakan, terima kasih telah memudahkan Penulis dalam mengambil data bagi penelitian ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan pelajaran kepada Penulis, baik itu dalam hal akademis maupun dalam menjalani kehidupan.

7. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu saya dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan


(10)

skripsi, terutama Mbak Rini yang selalu memberikan informasi mengenai kegiatan Bapak, sehingga Penulis dapat bertemu dengannya.

8. Keluargaku, Bapak Andi Ilham Said dan Ibu Rini Damar Sayekti yang tanpa henti-hentinya memberikan dukungan kepada penulis. Terima kasih kepada mama yang setiap hari menyemangati penulis agar cepat lulus. Terima kasih kepada Ayah penulis yang mau membantu penulis siang malam untuk mengedit tulisan penulis. Penulis belajar banyak mengenai tata cara penulisan yang baik. “Karya ini aku persembahkan untuk kalian”. Kepada, Adam Raditya Marendra dan Sapari yang selama proses perkuliahan dan penulisan skripsi ini sering mengantar penulis untuk membeli peralatan-peralatan dalam penulisan skripsi.

9. Afifah, terimakasih untuk segala dukungan dan semangatnya. Terima kasih untuk segalanya.

10. Sahabat-sahabat Penulis semenjak kuliah, Ucup, Gilang, Fachri, Yudi, Milcham, Suceng, Qulub, Ibnul, Nobel, Suryadi, Iman dan untuk seluruh

anggota genk “C”. Semoga genk “C” tetap Berjaya!. Juga kepada Reni, Vya,

Chahyu, Imel, Zya, Tya, Ami. Terimakasih atas segala canda tawa dan terutama untuk info-infonya, baik yang legal maupun “ILEGAL”. Teman bimbingan skripsi, Risna, Nuran, Kak Sarah, dan Kak Aji. Terimkasih karena untuk semua canda, tawa, dan duka selama ini ketika menunggu untuk masuk ke ruangan ajaib itu. Kalian yang bikin waktu menunggu kita tidak terasa berat. Adiyo, S.Psi dan Nursakinah, S.Psi yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan analisis data dan interpretasi hasil lisrel. Terima kasih atas ilmunya dan dukungannya.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis memohon kepada Allah SWT agar seluruh bantuan, motivasi, dan bimbingan dari semua pihak dibalas dengan balasan yang berlipat. Amin.


(11)

Selain itu Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Mengingat kekurangan dan keterbatasan dari skripsi ini, maka segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan sebagai bahan penyempurnaan.

Jakarta, 7 Oktober 2011


(12)

DAFTAR ISI Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing i

Lembar Pengesahan ii

Lembar Orisinalitas iii

Motto dan Persembahan iv

Abstrak vi

Kata Pengantar viii

Daftar Isi xi

Daftar Tabel xv

Daftar Diagram xvi

Daftar Lampiran xvii

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Batasan Masalah 7

1.3 Rumusan Masalah 7

1.4 Tujuan Penelitian 7

1.5 Manfaat Penelitian 8

1.6 Sistematika Penulisan 8

BAB 2 Kajian Pustaka

2.1 Inteligensi 10

2.1.1 Pengertian Inteligensi 10

2.1.2 Teori-Teori Tentang Inteligensi 13

2.1.2.1 Teori Berdasarkan Analisis Faktor 13 2.1.2.1.1Primary Mental Abilities dari


(13)

2.1.2.1.2 Model Structure-of-lntellect dari

Guilford 15

2.1.2.1.3 Model Hirarkis Vernon 18 2.1.2.1.4 Teori Fluidand Crystallized

Inteligences dari Cattell 19 2.1.2.2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget 20 2.1.2.3 Teori dan Model Pemrosesan Informasi 22

2.1.2.3.1 Model PASS 24

2.1.2.3.2 Teori Sternberg 27

2.1.2.4 Teori Multiple Intelligences Gardner 28

2.1.3 Macam-macam Tes Inteligensi 29

2.1.3.1 Tes Binet-Simon 30

2.1.3.2 Tes Weschsler 30

2.1.3.3 Tes Army Alpha dan Betha 31

2.1.3.4 Tes Progressive Matrices 31

2.2 Konstruksi Tes 31

2.2.1 Validitas 32

2.2.1.1 Validitas Isi (Content-Related Validation) 32 2.2.1.2 Validitas Kriterion (Criterion-Related Validation) 32 2.2.1.3 Validitas Konstruk (Construct-corelated

Validation) 33

2.2.1.3.1 Analisis faktor 33

2.2.1.3.2 Korelasi dengan tes lain 34 2.2.1.3.3 Item Responses Theory 34

2.2.2 Reliabilitas 35


(14)

2.2.2.2 Pendekatan bentuk parallel 37

2.2.2.3 Metode Konsistensi Internal 37

2.3 Gambaran umum TIM 37

2.3.1 Sesi Verbal 39

2.3.2 Sesi Performance 42

2.4 Kerangka Berpikir 46

2.5 Hipotesis 47

BAB 3 Metode penelitian

3.1 Data Penelitian 48

3.2 Instrumen Penelitian 48

3.3 Metode Analisis Data 50

3.4 Prosedur Penelitian 58

BAB 4 Hasil Penelitian

4.1 Validitas Konstruk Tingkat Subtes 60

4.1.1 Validitas Konstruk Tingkat Subtes Digit Symbol (DS) 60 4.1.2 Validitas Konstruk Tingkat Subtes Picture

Completion (PC) 69

4.1.3 Validitas Konstruk Tingkat Subtes Spatial (SPA) 76 4.1.4 Validitas Konstruk Tingkat Subtes Picture Arrangement

(PA) 85

4.1.5 Validitas Konstruk Tingkat Subtes Object Assembly (OA) 92 4.2 Validitas Konstruk Tingkat Performance Score 99


(15)

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran

5.1 Kesimpulan 102

5.2 Diskusi 104

5.2 Saran 111

Daftar Pustaka 114


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item DS 64

Tabel 4.2 Muatan Faktor Item TIM subtes DS 65

Tabel 4.3 Komponen Faktor Item TIM subtes DS 66

Tabel 4.4 Sebaran Item TIM Subtes DS 67

Tabel 4.5 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item PC 72

Tabel 4.6 Muatan Faktor Item TIM subtes PC 73

Tabel 4.7 Komponen Faktor Item TIM subtes PC 74

Tabel 4.8 Sebaran Item TIM Subtes PC 75

Tabel 4.9 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item SPA 79

Tabel 4.10 Muatan Faktor Item TIM subtes SPA 81

Tabel 4.11 Komponen Faktor Item TIM subtes SPA 83

Tabel 4.12 Sebaran Item TIM Subtes SPA 84

Tabel 4.13 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item PA 88

Tabel 4.14 Muatan Faktor Item TIM subtes PA 89

Tabel 4.15 Komponen Faktor Item TIM subtes PA 90

Tabel 4.16 Sebaran Item TIM Subtes PA 91

Tabel 4.17 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item OA 94

Tabel 4.18 Muatan Faktor Item TIM subtes OA 95

Tabel 4.19 Komponen Faktor Item TIM subtes OA 97

Tabel 4.20 Sebaran Item TIM Subtes OA 98

Tabel 4.21 Muatan Faktor Skor Performance TIM 101 Tabel 5.1 Perbandingan Model sebelum fit dan sesudah fit 103 Tabel 5.2 Hasil Pengujian Model Satu Faktor tiap Subtes TIM sesi

Performance 108

Tabel 5.3 Matrix Interkorelasi 110

Tabel 5.4 Muatan Faktor 110

DAFTAR DIAGRAM


(17)

Diagram 2.2 Model Hirarki Inteligensi Vernon 18

Diagram 2.3 Model Pass 26

Diagram 2.4 Kerangka Berpikir 46

Diagram 3.1 Jumlah Item Sesi Performance 50

Diagram 3.2 Prosedur Penelitian 59

Diagram 4.1 Analisis Faktor Konfirmatorik Subtes DS 62 Diagram 4.2 Analisis Faktor Konfirmatorik Subtes PC 70 Diagram 4.3 Analisis Faktor Konfirmatorik Subtes SPA 77 Diagram 4.4 Analisis Faktor Konfirmatorik Subtes PA 86 Diagram 4.5 Analisis Faktor Konfirmatorik Subtes OA 93 Diagram 4.6 Analisis Faktor Konfirmatorik Skor Performance 100


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Surat Keterangan

Analisis Faktor Konfirmatorik Digit Symbol

Analisis Faktor Konfirmatorik Picture Completion

Analisis Faktor Konfirmatorik Spatial

Analisis Faktor Konfirmatorik Picture Arrangement

Analisis Faktor Konfirmatorik Object Assembly


(19)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Secara tradisional, fungsi tes psikologis adalah untuk mengukur perbedaan antara individu atau perbedaan reaksi individu yang sama terhadap berbagai situasi berbeda. Tes psikologis diberikan dalam berbagai konteks organisasi, seperti: sekolah dan perguruan tinggi, bisnis dan industri, klinik dan pusat konseling, organisasi pemerintah dan militer, serta untuk kepentingan penelitian. Tujuan utama tes psikologis adalah untuk menilai perilaku, kemampuan mental, dan karakteristik pribadi lainnya dalam rangka membantu pembuatan penilaian, prediksi, dan keputusan tentang manusia (Anastasi, 1997). Menurut Murphy (1994), tes digunakan untuk membuat keputusan penting tentang individu. Sebagai contoh, bagian penerimaan di perguruan tinggi menggunakan hasil tes untuk memutuskan apakah akan menerima atau menolak seorang pelamar. Psikolog klinis menggunakan berbagai tes obyektif dan projektif dalam proses memilih treatmen untuk masing-masing klien. Sedangkan militer menggunakan skor tes sebagai alat bantu dalam menentukan penempatan personel. Tes juga digunakan dalam dunia kerja seperti dalam pemilihan personil, sertifikasi professional, dan lisensi.


(20)

Lebih khusus, menurut Aiken (1997) tes psikologi digunakan untuk keperluan:

1. Seleksi calon karyawan dan calon peserta pendidikan pelatihan 2. Klasifikasi dan penempatan karyawan maupun untuk pendidikan 3. Konsultasi dan panduan pendidikan, penjurusan, serta penentuan

tujuan pribadi lainnya

4. Mempertahankan, memberhentikan, promosi, dan rotasi karyawan atau peserta dalam program pendidikan dan pelatihan kelas maupun sambil bekerja

5. Diagnosa dan menulis resep perawatan psikologis maupun fisik di klinik dan rumah sakit

6. Evaluasi perubahan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal sebagai hasil pendidikan, psikoterapi, atau program intervensi perilaku lainnya

7. Meneliti perubahan perilaku dari waktu ke waktu dan evaluasi efektivitas program atau teknik baru

Dari ketujuh fungsi tersebut, tulisan ini akan membahas seleksi dan klasifikasi calon karyawan. Seluruh bidang pekerjaan membutuhkan penggunaan tes psikologis, mulai dari operator, staf administrasi, manager, sampai direktur dan CEO. Tes psikologi, utamanya bila terkait dengan pekerjaan penting, biasanya dijadikan informasi awal pada proses wawancara psikologi. Dengan begitu, skor tes dapat diinterpretasikan secara tepat dikaitkan dengan latar belakang lain calon


(21)

karyawan. Itu sebabnya dapat disimpulkan bahwa tes psikologi merupakan bagian yang sangat penting dalam program manajemen sumber daya manusia di perusahaan.

Menurut Davis (2009) keutamaan dari tes psikologi bila digunakan dalam bidang industri adalah:

1. Objektif dalam arti mengurangi sekecil mungkin efek bias atau prasangka berdasarkan usia, jenis kelamin, agama, maupun politik 2. Konsisten karena semua calon mendapatkan pertanyaan atau latihan

yang sama dengan urutan yang sama dengan durasi waktu yang sama untuk menjawabnya, dengan asumsi dilakukan dalam lingkungan terkendali sesuai petunjuk pembuatnya. Bahkan sekarang ada variasi di mana beberapa tes kemampuan verbal dan numerik secara online menciptakan sekumpulan pertanyaan khas dari bank soal yang besar, di mana tiap pertanyaan dianggap memiliki tingkat kesulitan yang sama, sehingga masih memungkinkan dilakukan penilaian komparatif 3. Dapat memprediksi kinerja efektif. Banyak studi menunjukkan bahwa

penggunaan tes psikologi yang berkualitas dalam hubungannya dengan asesmen pengetahuan dan wawancara terstruktur ternyata dapat meningkatkan efektivitas rekrutmen

4. Dapat memberikan wawasan "kesadaran diri" kepada calon dan juga organisasi. Perasaan bahwa seorang individu akan belajar dan berkembang secara pribadi merupakan motivator yang penting. Oleh


(22)

karena itu keadaan ini bermanfaat untuk mempertahankan karyawan

(retention agent)

Salah satu bentuk tes psikologi yang sangat sering digunakan dalam industri adalah tes inteligensi atau sering disebut dengan tes IQ yang bisanya digunakan pada proses seleksi dan rekrutmen. Tes inteligensi seringkali digunakan pada tahap awal yaitu tahap penyaringan. Namun peningkatan penggunaannya tidak dibarengi dengan pengembangan alat tes inteligensi baru sehingga sering kali alat tes yang sama diggunakan berulang kali. Akibatnya, beberapa peserta hafal dengan pertanyaan dalam tes tersebut. Apalagi kalau sampai terjadi pembocoran kunci jawaban.

Salah satu alat tes intelegensi yang dapat menangkap gambaran inteligensi seseorang dengan mendalam dan menyeluruh adalah alat tes Weschler Adult Intelligence Scale (WAIS) yang diciptakan oleh David Weschler pada tahun 1955. Namun karena WAIS berseting tes individual maka kurang cocok digunakan dalam setting industri. Tes individual memerlukan kehadiran tenaga professional ahli pada pelaksanaan tes dan juga untuk interpretasinya. Akibatnya, biaya tes menjadi mahal dan memakan waktu.

Pada tahun 1967, Douglas N. Jackson, Ph.D mengadaptasi WAIS dari tes berformat individual menjadi menjadi klasikal yang cocok digunakan dalam setting industri dengan nama Multidimensional Aptittude Battery (MAB). Keuntungan dari metode klasikal adalah lebih mudah proses administrasinya. Selain itu juga memudahkan interpretasi karena skoring dapat dilakukan secara


(23)

manual dengan bantuan matematika sederhana yang hanya menjumlahkan jawaban benar. Bahkan dapat dipermudah dengan bantuan aplikasi software

sederhana. Item-item yang terdapat dalam alat tes ini juga dapat digeneralisir dalam berbagai kelompok umur dan budaya. Keuntungan lain adalah tes ini lebih aman dari kebocoran kunci jawaban.

Pada tahun 2005, Hendy Ginting, Ph.D dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha menterjemahkan tes MAB-II, yang merupakan edisi revisi dari MAB ke dalam Bahasa Indonesia dengan nama Tes Inteligensi Multidimensional (TIM). Namun berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PPM Manajemen, TIM masih memiliki beberapa kelemahan. Diantaranya, karena TIM merupakan adaptasi dari MAB II, padahal patokan norma MAB II dari populasi orang Amerika dan Kanada. TIM sendiri belum pernah membuat patokan norma berdasarkan populasi orang Indonesia. Bila norma orang Amerika dan Kanada rata-rata lebih tinggi dari Indonesia maka tingkat kelulusan peserta di Indonesia akan lebih rendah. Selain itu belum pernah dilakukan uji validitas (validity) dan keandalan (reliability). Padahal alat tes yang tidak valid dan tidak andal, akan berdampak sangat besar misalnya dalam hal menentukan nasib seseorang.

Menggunakan alat tes yang kurang cermat dan teliti dapat menimbulkan berbagai kesalahan. Kesalahan itu dapat berupa hasil yang terlalu tinggi (overestimate) atau yang terlalu rendah (underestimate). Dalam istilah statistika, disebut variance error. Anastasi (1997) mengatakan bahwa tes psikologis yang baik seharusnya memenuhi persyaratan: reliabel, valid, memiliki item yang baik,


(24)

baku (memiliki norma) dan terstandarisasi. Alat ukur yang valid adalah memiliki hasil variance error yang kecil karena berarti hasilnya dapat dipercaya sebagai angka yang "sebenarnya" atau angka yang mendekati keadaan sebenarnya. Hal ini didukung oleh Munandar (2001) yang menyatakan bahwa alat tes yang digunakan dalam seleksi dan assessmen serta berbagai tujuan lainnya haruslah menggunakan kaidah- kaidah ilmiah yang benar.Kenyataan ini menunjukkan sangat perlu mengadakan berbagai penelitian yang berkaitan dengan 'keabsahan' (keabsahan ramalan, keabsahan konstruk, keabsahan isi, keabsahan sintetik) dari perangkat tes psikologik.

Kondisi di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian studi validitas konstruk alat tes TIM. Pada penelitian ini yang dianalisis hanya bagian sesi performance karena pada sesi performance ini terjadi perubahan bentuk soal. Sesi performance lebih menarik diteliti untuk mengetahui apakah perubahan bentuk soal ini akan merubah konstruk teori yang sebelumnya ada pada WAIS sebelum diadaptasi menjadi TIM yang berseting klasikal. Data penelitian diperoleh dari Asesmen SDM PPM Manajemen yang sejak tahun 2007 telah menggunakan TIM dalam proses rekrutmen dan seleksi di seluruh Indonesia. Bebrapa perusahaan yang telah menggunakan TIM melalui PPM Manajemen antara lain Altivis, Bank Syariah Mandiri, Bukit Asam, Danar Hadi, Garuda Indonesia, Hadji-Kalla, Indomobil Group, Jasa Marga, Kimia Farma, KPK, Medco, Pelindo, Sahid Jaya ,Sinar Sosro, Yamaha, dan lain-lain.


(25)

1.2 Batasan Masalah

TIM terdiri atas dua sesi yaitu verbal dan performance. Penelitian ini fokus pada sesi performance. Sesi performance sendiri terdiri dari 5 subtes yaitu: digit symbol, picture complection, spatial, picture arrangement, object assembly.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari PPM Manajemen, yang beralamatkan Jl. Menteng Raya No.9, Jakarta Pusat.

1.3 Rumusan masalah

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang:

1. Apakah seluruh item dalam setiap subtes TIM Sesi Performance

mengukur konstruk yang dimaksud? Dimana setiap item dalam masing-masing subtes fit (sesuai) dengan model satu faktor dan apakah setiap item dalam masing-masing subtes memberikan sumbangan yang signifikan?

2. Apakah lima subtes TIM Sesi Performance fit (sesuai) dengan model satu faktor, yaitu mengukur skor performance?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas konstruk dari alat tes TIM Sesi

Performance. Dengan begitu, lebih meyakinkan untuk digunakan sebagai alat tes yang valid.


(26)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini secara teoritik diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan psikologi, khususnya psikometri.

Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak PPM Manajemen dan pengguna tes TIM lainnya, karena dapat disempurnakan untuk penggunaan selanjutnya dengan tingkat validitas yang lebih tinggi. Manfaat praktis lainya adalah memberikan contoh penggunaan software Lisrel untuk menguji validitas konstruk tes psikologis.

1.6 Sistematika Penelitian

Sistematika penelitian ini menggunakan tahapan berikut ini :

BAB I: Pendahuluan ini meliputi: latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Kajian teori meliputi: sub bab deskriptif teoritis yang membahas mengenai hal-hal mengenai inteligensi serta teori inteligensi yang digunakan oleh alat tes TIM , definisi validitas dan reliabilitas, gambaran umum alat tes TIM, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

BAB III: Metode penelitian: Data penelitian, Instrumen Penelitian, Metode Analisis Data, dan Prosedur Penelitian.


(27)

BAB IV: Hasil Penelitian meliputi: validitas yang dihasilkan oleh analisis faktor, dengan masing-masing skalanya.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari penjelasan tentang teori inteligensi, teori dasar yang digunakan dalam TIM, gambaran umum TIM, definisi validitas dan reliabilitas, kerangka berpikir, serta hipotesis penelitian.

2.1 Inteligensi

2.1.1 Pengertian Inteligensi

David Weschler (dalam Jackson, 2003) mendefinisikan inteligensi sebagai kapasitas keseluruhan atau global individu untuk bertindak, berpikir rasional, dan menangani lingkungan secara efektif. Istilah keseluruhan atau global digunakan karena terdiri dari elemen-elemen atau kemampuan yang meskipun tidak sepenuhnya independen, namun secara kualitatif terdiferensialkan.

Weschler (dalam Jackson, 2003) juga berpendapat bahwa perilaku cerdas adalah gabungan dari beberapa kemampuan terpisah karena (a) kombinasi kemampuan tertentu terbukti lebih baik dari yang lain, (b) kualitas lain, seperti motivasi, pengaruh perilaku, dan (c) tingkat kemampuan lainya yang dibutuhkan untuk tugas tertentu mungkin tidak akan mempengaruhi perilaku tertentu. Terdapat beberapa implikasi dalam tetntang sifat dasar/kodrat dari inteligensi, beberapa di antaranya adalah ide-ide bahwa (1) kecerdasan meliputi


(29)

kemampuan terpisah yang diorganisir secara bersamaan, (2) kecerdasan dan perilaku yang cerdas dapat dibedakan, (3) pengaruh selain kemampuan dapat berdampak pada perilaku yang cerdas, dan (4) kemampuan yang tinggi di daerah khusus tidak harus atau selalu menghasilkan perilaku cerdas di daerah lain.

Berikut ini pemaparan dari bebrapa ahli mengenai definisi inteligensi dalam Satler (1992):

1. Binet & Simon

"Penghakiman, atau dengan kata lain disebut akal sehat, akal praktis, inisiatif, kemampuan beradaptasi seseorang pada keadaan tertentu. Untuk memberi penilaian dengan baik, untuk memahami dengan baik, untuk berfikir dengan baik, ini adalah kegiatan penting dari kecerdasan"

2. Stodard

" Kemampuan untuk melakukan kegiatan yang bercirikan (1) kesulita, (2) kompleksitas, (3) keabstrakan, (4) ekonomi, (5) beradaptasi pada suatu tujuan, (6) nilai sosial, dan (7 ) menunjukkan kemurnian

(original), dan untuk mempertahankan kegiatan tersebut di bawah kondisi yang menuntut konsentrasi, energi dan ketahanan terhadap tekanan”

3. Freeman

"Penyesuaian atau. Adaptasi individu terhadap lingkungan totalnya, atau aspek-aspek tertentu dari lingkunganya. Kemampuan untuk


(30)

mereorganisasi pola perilaku seseorang sehingga dapat bertindak lebih efektif dan lebih tepat dalam situasi baru. Kemampuan untuk belajar. Kemampuan untuk berfikir abstrak “

4. Das

"Kemampuan untuk merencanakan dan menyusun perilaku seseorang dengan tujuan tertentu."

5. Humphreys

"Hasil dari proses memperoleh, menyimpan dalam memori, mengambil, menggabungkan, membandingkan, dan menggunakan konteks informasi yang baru dan keterampilan konseptual ".

6. Gardner

"Kompetensi intelektual manusia harus berhungungan dengan seperangka keterampilan untuk pemecahan masalah yang memungkinkan individu untuk menyelesaikan masalah asli atau kesulitan yang ditemukanya , dan bila memungkinkan, untuk menciptakan produk yang efektif dan juga haru memerlukan potensi untuk menemukan atau menciptakan masalah dengan demikian meletakkan dasar untuk akuisisi pengetahuan baru ".


(31)

2.1.2 Teori-Teori Tentang Inteligensi

Teori tentang inteligensi atau sering juga disebut teori perilaku inteligensi dikembangkan berdasarkan model psikometrik, perkembangan, dan pengolahan informasi (Pellegrino & Varhagen dalam Aiken, 1997). Pendekatan psikometrik menghasilkan banyak tes inteligensi dan metode statistik untuk menganalisis skor hasil tes. Pendekatan ini menggunakan metode analisis faktor sebagai terori dasar alat pengembangnya. Pendekatan berdasarkan perkembangan manusia berakar dari penelitian tentang perkembangan manusia. Pendekatan ini menggunakan terori perkembangan kognitif Piaget. Sedangkan pendekatan berdasarkan model pengolahan informasi mengaggap otak manusia sebagai sistem pengolahan informasi berbebtuk mesin yang berjalan lebih efisien pada beberapa orang.

2.1.2.1Teori Berdasarkan Analisis Faktor

Teknik statistik analisis faktor diperkenalkan pada awal abad 20 oleh psikolog dan ahli statistik Inggris, Charles Spearman. Spearman (dalam Aiken, 1997) mengusulkanr teori kecerdasan dua faktor, yang menurutnya dapat menjelaskan pola hubungan antara kelompok tes kognitif yang dianalisis. Teori ini menyatakan bahwa kinerja pada setiap tugas kognitif tergantung pada faktor umum (g) ditambah satu faktor lain yang lebih spesifik unik untuk tugas tertentu. Dua tes yang dipandang relatif murni mengukur faktor g adalah RPM (Raven Progressive Matrices) danCFIT (Culture Fair Intelligence Test).


(32)

Kritikan terhadap teori dua-faktor Spearman masih berlanjut hingga saat ini. Untuk mendukung kritikan itu, banyak teori alternatif yang telah diajukan. Salah satu diantaranya adalah E. L. Thorndike, perintis American psychologist, merumuskan teori dan merancang tes CAVD sebagai ungkapan tentang pandangannya bahwa kecerdasan adalah gabungan dari berbagai kemampuan yang interkoneksi di otak. Salah satu proposal yang dibuat oleh Thorndike untuk tiga jenis kecerdasan (sosial, kongkrit, dan abstrak) mungkin merupakan teori multifaktor pertama dari kemampuan kognitif. Namun teori ini belum berdasarkan hasil faktor analisi dari tes kemampuan.

2.1.2.1.1 Primary Mental Abilities dari Thurstone

Thurstone (dalam Gregory, 2007) mengembangkan prosedur analisis faktor yang mampu menemukan matriks korelasi untuk faktor kelompok. Metodenya membantu para peneliti menemukan jumlah faktor yang terdapat dalam matriks secara empiris dan untuk menjabarkan setiap muatan faktor. Thurstone mengekstraksi tujuh kelompok faktor penting yang disebut sebagai primary mental abilities, yaitu:

1. Verbal meaning (V): Memahami gagasan dan arti kata, yang diukur dengan tes kosa kata.

2. Number (N): Kecepatan dan akurasi melakukan perhitungan aritmatika.


(33)

3. Space (S): Kemampuan visualisasi hubungan yang berbentuk dalam tiga dimensi, seperti dalam mengenali gambar dalam orientasi berbeda.

4. Perceptual speed (P): Kemampuan untuk membedakan detail visual, serta menetapkan persamaan dan perbedaan antara obyek dalam gambar secara cepat.

5. Word fluency (W): Kecepatan dalam memikirkan kata-kata, seperti dalam membuat puisi atau dalam memecahkan anagram.

6. Memory (M): Kemampuan untuk menghafal kata-kata, angka, huruf, dan sejenisnya, dengan cara menulis.

7. Inductive reasoning (I): Kemampuan untuk menurunkan aturan dari informasi yang diberikan, seperti dalam menentukan aturan dari serangkaian angka dari hanya sebagian dari rangkaian angka tersebut.

Konsep multidimensi Thurstone mengenai kemampuan kognitif menciptakan kerangka acuan untuk penelitian analisis faktor mengenai inteligensi di Amerika, dan daftar tentang tujuh kemampuan mental primer kemudian diperluas menjadi sekitar 25 kemampuan mental.

2.1.2.1.2 Model Structure-of-lntellect dari Guilford

Dalam teori yang pada dasarnya merupakan pengembangan dari teori Primary Mental Abilities Thurstone, Guilford mengusulkan bahwa kinerja pada setiap tugas kognitif terbaik dapat dipahami melalui analisis ke dalam jenis operasi mental atau proses mental yang dilakukan, jenis konten atau uji


(34)

materi di mana operasi mental dilakukan, dan produk yang dihasilkan dari operasi tertentu pada jenis uji konten tertentu. Model Structure-of-lntellect berisi 120 faktor yang berbeda, yang dianggap independen. Pengembangan dari teori ini mengungkapkan bahwa inteligensi asli terdiri dari lima macam jenis operasi (evaluasi, produksi konvergen, produksi divergen, pemahaman memori, perekaman memori, kognisi), enam jenis produk (unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi, dan implikasi), dan lima jenis isi (visual, pendengaran, simbolik, semantik, perilaku). Hal ini menunjukkan adanya 150 (5 X 5 X 6) tugas intelektual yang terdiri dari struktur intelek seperti yang terlihat pada Diagram 2.1.


(35)

Diagram 2.1

Structure of Intellect Guilford

Sumber : Anastasi (1997), Hlm. 347

Walaupun awalnya Guilford berasumsi bahwa 150 faktor tersebut independen satu sama lain, tetapi tidak ada penelitianya yang mendukung asumsi ini. Guilford kemudian mengganti model Structure of lntellect yang telah dimodifikasi dengan model kemampuan hirarkis yang terdiri dari 150 orde faktor pertama, 85 orde faktor kedua, dan 16 orde faktor ketiga. Model terakhir belum sepenuhnya dievaluasi oleh penelitian, tapi Brody (dalam Aiken, 1997) menyimpulkan bahwa itu bukan merupakan alternatif yang dapat diterima untuk model hirarkis yang mencakup faktor umum (g) di puncak.


(36)

2.1.2.1.3 Model Hirarkis Vernon

Diagram 2.2 adalah diagram model hirarkis dari kemampuan mental yang diusulkan oleh Vernon (dalam Aiken, 1997). Faktor kognitif umum (g) ada di bagian atas hirarki, dengan dua faktor kelompok utama, verbal-educational (v:ed) dan practical-mechanical-spatial (k:m), ditingkat berikutnya. Faktor v:ed dan k:m dipecah lebih lanjut menjadi beberapa faktor kelompok minor. Sebagai contoh, v:ed terdiri dari kemampuan seperti kefasihan verbal, kemampuan numerik, dan mungkin kreativitas. Beberapa faktor kelompok kecil di bawah k:m adalah pemahaman mekanik, kemampuan psikomotorik, serta hubungan spasial dan di bagian bawah hirarki adalah faktor yang khusus untuk tes tertentu.

Diagram 2.2

Model Hirarki Inteligensi Vernon

Sumber : Aiken (1997), Hlm. 189

Dalam model hirarki kemampuan mental Vernon, semakin tinggi posisi faktor dalam diagram, semakin luas rentang perilakunya. Model hirarki Vernon mempertahankan faktor umum inteligensi Spearman dan meletakan primary mental abilities Thurstone dan structure-of-lntellect Guilford pada status bawah di


(37)

bawah faktor g. Model hirarki Vernon adalah cara yang baik dalam menggabungkan temuan dan interpretasi berbagai studi analisis faktor menjadi sebuah teori tunggal. Konsep yang dikemukakan Vernon serupa dengan Wechsler. Weschler merancang tes inteligensi yang terdiri dari dua bagian yaitu verbal dan

performance yang pada akhirnya digabungkan menjadi skor IQ.

2.1.2.1.4 Teori Fluidand Crystallized Inteligences dari Cattell

R.B Cattell (dalam Aiken, 1997) menyatakan bahwa Inteligensi umum terdiri dari dua kelompok faktor besar: fluid inteligence (gf) dan crystallized inteligence (gc) . Cattell memandangnya sebagai dua jenis inteligensi yang berbeda tapi berhubungan. Keduanya memerlukan kemampuan untuk memahami hubungan, tapi fluid inteligence lebih ditentukan oleh faktor biologis atau genetik dan konsekuensinya lebih non verbal atau bebas budaya.

Dibandingkan dengan crystallized inteligence, perubahan pada fluid inteligence lebih sedikit selama periode waktu yang singkat dan lebih besar terkena dampak bila terjadi cedera otak. Kecerdasan ini berpengaruh dalam berbagai bidang kerja, dan dapat diterapkan lebih luas pada tugas-tugas yang membutuhkan adaptasi untuk situasi baru. Di sisi lain, crystallized intelligence, yang berkembang dari aplikasi fluid inteligence ke konteks lingkungan atau budaya yang spesifik. Seperti model hirarki Vernon, teori fluid and crystallized inteligences Cattell adalah penggabungan antara teori Spearman dan Thurstone.


(38)

2.1.2.2Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Penelitian dan perumusan pada sifat dan asal-usul kemampuan intelektual tidak terbatas pada analisis faktor dan metode psikometri lainnya. Psikolog eksperimental dan perkembangan, serta profesional di disiplin lain, telah merumuskan ide-ide tentang pengembangan pembelajaran, berpikir, pemecahan masalah, dan proses kognitif lainnya. Ilustrasi dari upaya ini adalah teori perkembangan kognitif Jean Piaget.

Tulisan Jean Piaget, yang merupakan sumber dari banyak pengamatan dan spekulasi mengenai perkembangan anak, menggambarkan lebih dari sekedar pertumbuhan teori intelektual. Piaget adalah seorang epistemologist dan psikolog. Tulisannya tidak hanya berfokus pada Inteligensi, tetapi juga pada pertanyaan tentang bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan memahami dunia dimana tempat ia hidup.

Menurut Piaget (dalam Aiken, 1997) seorang anak mengetahui dan memahami lingkungan dengan berinteraksi dengan suatu hal dan beradaptasi dengan hal tersebut, suatu proses yang disebut sebagai adaptasi atau equilibrasi. Equilibrasi melibatkan asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses penyesuaian pengalaman baru kedalam struktur mental yang sudah ada sebelumnya (schemata) dan akomodasi merupakan proses modifikasi dari


(39)

Anak-anak kecil berasimilasi setiap kali menerima atau berinteraksi dengan lingkungan (memegang, mengisap, mengeksplorasi, bergoyang, mendekati, dan seterusnya). Sebagai contoh, ketika bayi mencoba untuk menggunakan satu tangan untuk memahami sebuah wadah kaca setelah hanya mencabut mainan dengan tangan itu, ia mencoba untuk mengasimilasi kaca ke dalam skema yang sudah ada untuk menangkap. Jika bayi tidak berhasil dalam menangkap gelas dengan satu tangan, maka perilaku tersebut dimodifikasi dengan menggunakan kedua tangan.

Proses akomodasi terjadi ketika lingkungan menolak, menyakiti, memberi penghargaan, menghukum, atau, dengan kata lain, bereaksi. Ketika anak tumbuh, skema menggenggam dan struktur mental lainnya dan pola perilaku yang terkait diuraikan dan disempurnakan untuk pengalaman untuk menanggapi. Jadi, manusia dewasa yang cerdas mungkin terpaksa untuk memodifikasi skema pasifismenya saat diserang secara fisik. Kecenderungan untuk menggabungkan schemata dasar ke tingkat yang lebih tinggi, schemata terintegrasi disebut sebagai organisasi.

Piaget menyatakan bahwa pertumbuhan kognitif, yang terjadi karena proses asimilasi dan akomodasi di dunia luar, terjadi dalam empat urutan tahap atau periode.Tahapan ini merupakan hirarki perkembangan di mana proses equilibrasi yang sukses dalam tahap sebelumnya diperlukan bagi seorang individu untuk maju menuju kesuksesan. Selama tahap pertama periode sensorimotori, yang terjadi antara masa kelahiran hingga 2 tahun, anak belajar untuk melatih refleks sederhana dan mengkoordinasikan berbagai persepsi. Pada


(40)

tahap kedua periode preoperational antara usia, 2 hingga 7 tahun, anak memperoleh kemampuan berbahasa dan representasi simbolis lainnya mengenai realitas; hal ini sangat penting , masa egosentris dari perkembangan. Selama tahap operasi konkrit, antara 7 hingga 11 tahun, anak mengembangkan sistem operasi yang terorganisir dengan proses interaksi sosial, dengan pengurangan pemusatan diri sendiri. Seorang anak telah mencapai tahap akhir perkembangan kognitif, pada tahap operasi formal (usia 11 sampai 15 tahun), ketika dia bisa menggunakan logika dan penalaran verbal yang lebih tinggi, operasi yang lebih abstrak.

2.1.2.3Teori dan Model Pemrosesan Informasi

Perkembangan teknologi komputer dan sistem komunikasi yang pesat selama beberapa tahun terakhir telah menyebabkan munculnya konsep yang menyamakan otak manusia dengan komputer. Penelitian di bidang neurofisiologi dan psikologi kognitif juga memberikan kontribusi terhadap model pengolahan informasi dalam proses pemecahan masalah dan berpikir manusia. Model ini menekankan pada proses atau operasi identifikasi dimana informasi dikodekan, disimpan, diambil, dan dimanfaatkan oleh otak dalam melaksanakan tugas-tugas kognitif seperti pada tes inteligensi.

Teori pemrosesan informasi berusaha untuk memberikan penjelasan rinci dan lengkap mengenai langkah-langkah yang terlibat dalam memecahkan masalah. Selain menggunakan data yang diperoleh dari studi korelasional tradisional mengenai perbedaan individu, teori ini menerapkan temuan-temuan


(41)

dari penyelidikan laboratorium mengenai proses pembelajaran, berpikir, dan pemecahan masalah untuk mengembangkan dan mengkonfirmasi proposisi teoritis. Menerapkan bahasa yang berorientasi fungsional, strategis (perencanaan, monitoring, menggeser, dan sejenisnya), dan proses-prosesnya, tujuan dari banyak teori pemrosesan informasi adalah untuk mensimulasikan kinerja kognitif manusia pada komputer dan menggambarkan proses kognitif dengan bahasa yang berorientasi komputer.

Berpikir dan memecahkan masalah model komputer melihat otak manusia sebagai pengolah sistem informasi memiliki kapasitas penyimpanan yang besar. Penyimpanan berisi, antara lain, program kompleks atau strategi yang dapat ditimbulkan oleh input stimulus tertentu. Dalam model ini, inteligensi dianalisis sebagai variabel seperti kapasitas penyimpanan, kecepatan melakukan operasi dasar, dan kecepatan akses ke penyimpanan, selain berbagai, jumlah, dan kompleksitas program pada file penyimpanan.

Dua proses mental yang telah menjadi subyek teori dan penelitian tentang pengolahan informasi manusia adalah atensi dan kecepatan pemrosesan. Penelitian tentang atensi member perhatian dengan pertanyaan seperti apakah orang-orang cerdas lebih mampu memobilisasi dan mendistribusikan atensi mereka lebih baik dari orang-orang yang kurang cerdas. Sebagai contoh, bisakah individu yang lebih cerdas mengalihkan perhatian mereka lebih baik dari yang kurang cerdas ketika dihadapkan dengan dua tugas pada waktu yang sama. Meskipun masih ada beberapa kontroversi mengenai


(42)

apakah atensi adalah motivasi bukan variabel kognitif, hasil dari sejumlah studi menunjukkan bahwa individu dengan inteligensi tinggi lebih fleksibel dalam perhatian mereka dan dapat memobilisasi sejumlah besar perhatian dalam melaksanakan tugas.

Variabel lain yang telah dipelajari dari perspektif pemrosesan informasi adalah kecepatan pemrosesan. Pertanyaan mendasanya adalah apakah otak orang berinteligensi tinggi mampu memproses informasi lebih cepat daripada orang dengan inteligensi rendah. Penelitian telah menemukan korelasi positif kecil antara waktu respon dalam melaksanakan tugas mental dan tindakan intelgensi nonverbal.

2.1.2.3.1 Model PASS

Teori model PASS (Planning - Attention - Simultaneous Processing - Successive Processing) menyatakan bahwa aktivitas kognitif otak manusia dibagi menjadi tiga unit fungsional. Unit fungsional pertama, yang dianggap berhubungan dengan batang otak bagian atas dan sistem limbik, berhubungan dengan gairah atau perhatian dan adalah pembeda antara rangsangan. Walaupun tidak bertanggung jawab untuk menerima dan menganalisis informasi, unit ini sangat penting untuk proses kognitif karena memberikan kesiapan kondisi umum dan fokus perhatian.

Unit fungsional kedua, diduga terkait dengan daerah posterior dari belahan otak, termasuk daerah (oksipital), pendengaran (temporal), dan indra umum (parietal). Unit ini berkaitan dengan proses elaborasi, penerimaan, dan


(43)

penyimpanan informasi dengan cara pengolahan secara simultan dan berturut-turut.

Unit fungsional yang ketiga, terkait dengan bagian anterior dari belahan otak, khususnya daerah prefrontal, yang berperan dalam pemprograman, peraturan, dan verifikasi kegiatan kognitif. Unit ini mengatur kegiatan unit fungsional pertama sehingga perilaku akan konsisten dengan tujuan individu dan motif secara sadar.

Secara ringkas, unit fungsional pertama dikatakan bertanggung jawab atas gairah dan perhatian, yang kedua untuk penerimaan, analisis, dan penyimpanan menggunakan proses penalaran secara berturut-turut dan simultan, dan ketiga untuk merencanakan, mengatur, dan memverifikasi aktivitas mental. Baik input dan output mungkin serial atau bersamaan.


(44)

Diagram 2.3 Model PASS

Sumber : Aiken (1997), Hlm. 194

Diagram pengolahan model kognitif PASS dapat dilihat pada Diagram 2.3. Basis pengetahuan terdiri dari semua informasi, baik memori jangka pendek maupun jangka panjang, yang ada pada waktu pemrosesan individu. Agar pengolahan efektif, pengetahuan dasar harus diintegrasikan dengan perencanaan


(45)

(unit fungsional ketiga), gairah/perhatian (unit fungsional pertama), dan proses yang simultan (unit fungsional kedua) seperti yang dituntut oleh tugas tertentu. Hasil pengolahan atau output, melibatkan kegiatan seperti berbicara, menulis, atau kegiatan motorik lainnya.

2.1.2.3.2 Teori Sternberg

Salah satu iliustrasi dari teori inteligensi yang berbasis pada teori pemrosesan informasi adalah teori triarchic yang dikemukakan oleh Sternberg (dalam Aiken, 1997). Terdapat tiga komponen proses berfikir manusia yaitu

componential, experiential, dan contextual. Pada tahap componential terjadi proses perolehan pengetahuan dan pemecahan masalah. Bagian kedua dari teori

triarchic adalah komponen experiential, yang menitikberatkan pada kemampuan untuk menciptakan ide baru dengan cara menggabungkan fakta-fakta yang cenderung tidak berhubungan. Bagian ketiga adalah komponen contextual

menitikberatkan pada kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah dengan cepat dan membentuk lingkungan sedemikian rupa sehingga kemampuan seseorang dapat dimaksimalkan serta kelemahan seseorang dapat diminimalisir.

Sternberg (dalam Aiken, 1997) kemudian memodifikasi teorinya dengan mengusulkan konsep mental self-government, yang merupakan upaya untuk menggabungkan konsep Inteligensi dengan kepribadian.Cara di mana tiga jenis inteligensi digambarkan oleh teori komponen triarchic digunakan untuk


(46)

menghadapi penyelesaian masalah sehari-hari yang ditandai dalam teori ini sebagai gaya intelektual.

2.1.2.4Teori Multiple Intelligences Gardner

Howard Gardner (1983) mengusulkan teori multiple intelligences berdasarkan penelitianya mengenai hubungan antara otak dan perilaku. Gardner berpendapat bahwa kekhasan kognisi manusia dan pengolahan informasi melibatkan pengerahan berbagai sistem simbol, yang merupakan bentuk karakteristik persepsi, memori, dan pembelajaran. Dengan demikian, seseorang mungkin baik dalam bahasa, tapi tidak pada musik, manipulasi lingkungan spasial, atau interaksi interpersonal.

Gardner menjabarkan sistem simbol yang bekerja pada manusia. Ia membuat contoh kasus untuk tujuh bentuk inteligensi yaitu linguistik, logika-matematika, spasial, musikal, kinestetik tubuh, dan dua bentuk inteligence personal (intrapersonal dan interpersonal). Tiga bentuk pertama pada daftar ini diukur dengan tes inteligensi konvensional, tapi empat terakhir tampak lebih seperti bakat istimewa daripada inteligensi. Inteligensi kinestetik tubuh terlihat lebih banyak pada atlet, pengrajin, penari, dan ahli bedah. Inteligensi spasial dibutuhkan oleh pematung, dan nteligensi musikal oleh komposer, musisi, dan penyanyi. Inteligensi personal yang kedua adalah inteligensi intrapersonal dimana seseorang dapat mendeteksi suasana hati orang lain dan untuk memimpin, memahami perasaan sendiri dan menggunakan pengetahuan diri secara produktif.


(47)

Gardner (dalam Gregory, 2007) menemukan dukungan bagi teori multiple intelligences dari berbagai sumber, termasuk penelitian dalam bidang biologi. Dia menunjukkan cedera di area tertentu dari otak tidak mempengaruhi semua kemampuan mental secara merata Kerusakan pada belahan otak kiri berdampak pada pengucapan dalam kecerdasan linguistik, tetapi hanya sedikit pengaruh terhadap kecerdasan musik, spasial, atau interpersonal. Kerusakan pada belahan otak kanan mempengaruhi kecerdasan musik, spasial, dan interpersonal, tetapi tidak pada kecerdasan linguistik. Seorang pasien yang benar-benar telah menjadi

aphasic sebagai akibat dari kerusakan otak kiri, sehingga hampir tidak dapat berbicara atau mengerti, mungkin masih bisa menggambar, menyanyi, atau bahkan menulis musik dengan baik. Tampaknya otak memiliki jaringan yang berbeda untuk suara musik dan karena itu analisisnya memiliki cara yang berbeda dari suara linguistik.

Penelitian ini akan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Vernon karena sama seperti tes inteligensi yang dirancang oleh Weschler. Salah satunya adalah WAIS yang dirubah menjadi berseting klasikal yaitu MAB.

2.1.3 Macam-macam Tes Inteligensi

Shaleh (2004) mengungkapkan beberapa jenis tes inteligensi yang telah banyak digunakan untuk berbagai keperluan dan setting antara lain adalah: Tes Binet-Simon, Tes Weschsler, Tes Army Alfa dan Betha, dan Tes Progressive Matrices.


(48)

2.1.3.1Tes Binet-Simon

Orang yang berjasa menemukan tes inteligensi pertama kali ialah seorang dokter dari Perancis, Alfred Binet dan pembantunya Theodore Simon sehingga tesnya terkenal dengan nama Binet-Simon. Tes dari Binet-Simon pertama kali diumumkan antara tahun 1908-1911 dengan nama "chelle matrique del intelegece" atau skala pengukuran kecerdasan. Tes Binet-Simon terdiri dari sekumpulan pernyataan-pernyataan yang telah dikelompokkan menurut umur (untuk anak-anak 3-15). Dengan tes semacam inilah usia kecerdasan seseorang diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak harus bahwa usia kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Dengan demikian tes ini dapat melihat adanya perbedaan IQ (inteligentie quotient) pada setiap orang atau anak. Tes Binet-simon itu memperhitungkan dua hal, yaitu umur kronologis

(chronological age - disingkat CA) yaitu umur seseorang sebagaimana yang ditunjukkan dengan hari kelahirannya atau lamanya ia hidup sejak tanggal lahirnya dan umur mental (mental age - disingkat MA) yaitu umur kecerdasan sebagaimana yang ditunjukkan oleh tes kemampuan akademik.

2.1.3.2Tes Weschler

Tes Weschler adalah tes inteligensi yang dibuat oleh David Weschler pada tahun 1939. Tes ini terdiri dari dua macam yaitu untuk umur 16 tahun ke atas (Wechsler Adult Inteligence Scale - WAIS) dan untuk anak-anak dibawah 16 tahun (Wechsler Inteligence Scale for Children - WISC). Tes Weschler meliputi dua sub yaitu verbal (lisan) dan performance (tes kinerja). Tes lisan meliputi


(49)

pengetahuan umum, pemahaman, ingatan, mencari kesamaan, hitungan dan bahasa. Sedangkan tes kinerja meliputi penyusunan gambar dan sandi (Kode angka-angka). Sistem scoring Tes Weschsler berbeda dengan Binet-Simon. Jika Binet-Simon menggunakan skala umur maka Weschsler skala angka. Pada tes Weschsler setiap jawaban diberi skor tertentu. Jumlah skor mentah itu dikonversikan menurut daftar tabel konvensi sehingga diperoleh angka IQ. Persamaan tes Weschsler dengan Binet-Simon yaitu keduanya dilaksanakan secara individual.

2.1.3.3Tes Army Alpha dan Betha

Tes ini digunakan untuk menguji calon tentara di Amerika Serikat. Tes Army Alpha khusus untuk calon tentara yang pandai membaca, sedangkan Army Betha

untuk yang tidak pandai membaca. Tes ini diciptakan pada mulanya untuk memenuhi keperluan yang mendesak dengan menyeleksi calon tentara waktu perang dunia kedua. Salah satu kelebihannya dibandingkan dengan tes Binet-Simon dan tes Weschsler, tes ini dapat dilaksanakan secara kelompok sehingga menghemat waktu.

2.1.3.4Tes Progressive Matrices

Tes inteligensi ini diciptakan oleh L.S Penrose dan J.C. Laven di Inggris pada tahun 1938. Tes ini dapat diberikan secara kelompok dan perorangan. Berbeda dengan Binet dan Weschsler, tes ini tidak menggunakan IQ tetapi percentile.


(50)

2.2 Konstruksi Tes

Terdapat dua istilah yang paling sering diterapkan pada pengembangan dan pengujian tes psikologi adalah validitas (validity) dan reliabilitas (reliability).

2.2.1 Validitas

Validitas menguji apakah suatu alat tes sungguh-sungguh mengukur hal yang memang ingin diukur. Suatu tes atau skala dapat valid atau tidak valid untuk maksud ilmiah atau praktis yang hendak dicapai oleh si pengguna tes (Kerlinger, 2006). Validitas suatu tes menerangkan apa yang diukur oleh tes dan sejauh mana tes tersebut mengukurnya. Cara-cara yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien validitas adalah validitas isi, kriterion, dan konstruk (Anastasi, 1997).

2.2.1.1 Validitas Isi (Content-Related Validation)

Validitas isi berkaitan dengan penelitian yang sistematis pada isi tes untuk menentukan apakah isi tes mencakup sampel representatif dari domain tingkah laku yang diukur.

2.2.1.2 Validitas Kriterion (Criterion-Related Validation)

Prosedur validitas kriterion menguji efektivitas tes meramalkan kinerja seseorang pada aktivitas tertentu. Kinerja seseorang diuji dengan kriterion, yaitu pengukuran langsung dan independen dari mana tes dirancang.


(51)

Kriteria pengukuran untuk validitas skor tes dapat diperoleh dalam waktu yang bersamaan dengan skor tes atau dalam interval waktu tertentu. Berdasarkan interval waktu dapat dibedakan validitas prediktif dan validitas konkuren. Validitas prediktif mengacu pada ketepatan fungsi sebuah tes berkenaan dengan peramalan tingkah laku seseorang di masa yang akan datang. Sedangkan validitas konkuren relevan untuk tes-tes yang digunakan untuk diagnosa seseorang pada saat ini, dan bukan meramalkan hasil di masa yang akan datang. Perbedaan antara validitas prediktif dan validtas konkuren bukan berdasarkan waktu, tetapi pada tujuan tes.

2.2.1.3 Validitas Konstruk (Construct-Corelated Validation)

Validitas konstruksi teoritis mempersoalkan sejauh mana skor-skor hasil pengukuran dengan instrumen yang dipersoalkan merefleksikan konstruk reoritis yang mendasari alat ukur tersebut.

2.2.1.3.1Analisis Faktor

Dasar pemikiran penerapan analisis faktor untuk validasi adalah bahwa walaupun perilaku manusia itu sangat banyak ragamnya, namun perilaku yang sangat beragam itu didasari oleh sejumlah faktor yang terbatas (Suryabrata, 2005). Dengan analisis faktor dapat ditemukan faktor-faktor yang mendasari perilaku yang beragam tersebut. Tinggi-rendahnya validitas konstruk suatu alat tes tercermin pada sejauh mana muatan faktor yang diperoleh dari analisis faktor ini berkontribusi pada teori yang mendasarinya.


(52)

2.2.1.3.2Korelasi dengan Tes Lain

Pada metode ini suatu alat tes yang diteorikan mengukur suatu konstruk tertentu dibandingkan dengan alat tes lainya. Suatu alat tes harus memiliki korelasi yang tinggi dengan alat tes lain yang secara konstruk mengukur hal yang sama. Jadi dua alat tes biarpun memiliki bentuk yang berbeda namun diteorikan mengukur suatu konstruk sama harus harus saling berkorelasi tinggi. Cara pembandingan seperti ini disebut validitas konvergen. Sebaliknya bila dua alat tes secara konstruk memang mengukur hal yang berbeda, semirip apapun bentuk soal antara keduanya, harus tidak saling berkorelasi. Cara pembandingan seperti ini disebut validitas diskriminan.

2.2.1.3.3 Item Responses Theory

Teori tes modern mendasarkan diri pada sifat atau kemampuan laten yang mendasari kinerja atau respon terhadap butir soal tertentu. Karena itu teori ini disebut menggunakan model sifat laten (latent traits model). Nama yang lebih popular adalah teori respons butir soal atau Item Reponse Theory (IRT). Menurut Suryabrata (2005) teori IRT berlandaskan pada dua postulat, yaitu:

1. Kinerja seorang testi pada suatu butir soal dapat diprediksikan (atau dijelaskan) dari satu perangkat faktor-faktor yang disebut sifat-sifat, atau sifat-sifat laten, atau kemampuan.

2. Hubungan antara kinerja testi pada suatu butir soal dan perangkat sifat-sifat yang mendasari kinerja itu dapat dideskripsikan dengan fungsi


(53)

meningkat secara monotonik yang disebut fungsi karakteristik butir soal (item characteristic function) atau Kurve Karakteristik butir Soal atau KKS (Item Characteristic Curve - ICC). Fungsi ini menyatakan bahwa apabila taraf sifat (kemampuan) meningkat, maka probabilitas suatu respons yang benar terhadap suatu butir soal juga naik.

Model matematis yang digunakan IRT menyatakan bahwa probabilitas testi menjawab benar terhadap butir soal tertentu tergantung pada kemampuan testi dan karakteristik butir soal yang bersangkutan. Model-model IRT meliputi seperangkat asumsi-asumsi mengenai data yang diterdigunakan. Walaupun keberlakuan asumsi-asumsi itu tidak dapat ditentukan secara langsung, namun untuk sementara bukti tak langsung dapat dikumpulkan dan dinilai. Demikian pula dengan kesesuaian model terhadap data, juga dapat dinilai. Suatu asumsi yang umum digunakan secara luas oleh model-model IRT ialah bahwa hanya satu kemampuan yang diukur oleh butir-butir soal yang merupakan seperangkat tes. Hal ini disebut asumsi unidimensionalitas (unidimensionality). Konsep lain yang berkaitan langsung dengan unidimensionalitas ialah ketidaktergantungan lokal (local independence). Asumsi lain dalam IRT adalah bahwa fungsi karakteristik butir soal tertentu merefleksikan hubungan yang sebenarnya (true relationship) antara variabel-variabel yang tak dapat diobservasi (kemampuan) dengan variabel-variabel yang dapat diobservasi, yaitu respons terhadap butir soal. Asumsi juga dibuat mengenai karakteristik butir soal yang relevan bagi kinerja testi pada sesuatu butir soal.


(54)

2.2.2 Reliabilitas

Menurut Azwar (2004), reliabilitas berasal dari kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable). Reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika diuji-ulang dengan tes yang sama pada kesempatan berbeda atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda atau dalam kondisi pengujian yang berbeda (Anastasi, 1997).

Pendekatan yang dipergunakan untuk menghitung reliabilitas ada bermacam-macam. Diantaranya menurut Azwar (2004) adalah: pendekatan tes-ulang(Test-Retest) , pendekatan benruk parallel, dan konsistensi internal.

2.2.2.1 PendekatanTes-ulang (Test-Retest)

Pengukuran terhadap sekelompok subyek dilakukan dua kali dengan satu alat pengukur. Reliabilitas dihitung dengan cara korelasi hasil pengukuran pertama dengan kedua. Metode ini mengandung time sampling error, yaitu kesalahan yang timbul karena pengukuran pada waktu yang berbeda.

Kelamahan dari metode ini adalah rentan akan efek belajar. Hasil tes kedua biasanya lebih baik dari tes pertama karena testi sudah pernah mengerjakan tes yang sama pada waktu pengetesan pertama.


(55)

2.2.2.2Pendekatan BentukParallel

Dalam pendekatan ini, tes yang akan diestimasi reliabilitasnya dicarikan padananya / paralelnya. Yang dimaksud paralelnya adalah tes lain yang mengukur hal yang sama dan setara isi itemnya, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dua tes yang paralel yang menghasilkan skor berkorelasi tinggi satu sama lain disebut tes yang reliabel.

Kelemahan utama dari metode ini adalah sulitnya menyusun atau menemukan dua tes yang benar-benar paralel. Menyusun satu tes yang memenuhi sayarat kualitas yang baik saja tidak mudah palagi untuk menyusun dua tes yang setara.

2.2.2.3Metode Konsistensi Internal

Pendekatan konsistensi internal bertujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar bagian dalam tes itu sendiri. Untuk itu, setelah skor setiap item diperoleh dari sekelompok subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan. Tes yang akan diestimasi reliabilitasnya dapat dibelah menjadi dua bagian, tiga, empat, bahkan dapat dibelah sebanyak jumlah item sehingga setiap belahan berisi satu item saja.

2.3 Gambaran Umum TIM

Test Inteligensi Multidimensional (TIM) adalah alat tes yang diadaptasi oleh Henndy Ginting dari tes MAB-II yang dirancang oleh Douglas N. Jackson, Ph.D.


(56)

pada tahun 2003. MAB dirancang untuk memberikan gambaran kemampuan kognitif umum atau inteligensi seseorang yang objektif, mudah diskor dalam bentuk profil yang berisi lima skor subtes verbal dan lima skor subtest

performance (Jackson, 2003).

TIM dirancang untuk berbagai penilaian kemampuan intelektual baik untuk orang dewasa maupun remaja diatas usia 16 tahun. Seperti pengukuran kemampuan intelektual lain, TIM juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam berbagai konteks. Termasuk didalamnya pendidikan dan konseling, manajemen karir pada lingkup bisnis dan industri, klinik dan fasilitas kesehatan mental, serta pusat penelitian dasar. Untuk penilaian yang memadai testi diharapkan memiliki keterampilan bahasa yang diperlukan untuk membaca dan memahami petunjuk tertulis serta memahami perintah lisan. Tes ini tidak dianjurkan untuk digunakan dalam rangka memastikan fungsi intelektual dalam kasus dugaan keterbelakangan mental, maupun bagi individu psikotik yang sangat terganggu pemahamanya bila mendengarkan instruksi.

Seluruh subskala TIM secara substansial berhubungan dengan kemampuan intelektual umum, yang telah ditemukan secara konsisten menjadi seseuatu yang penting untuk kinerja seseorang di hampir semua jenis pekerjaan. Namun, pola tinggi dan rendahnya nilai juga mungkin membantu dalam konseling atau menempatkan individu dalam suatu pekerjaan yang dapat membantu mereka menyadari potensinya.


(57)

2.3.1 Sesi Verbal

Menurut Jackson (2003), sesi verbal terdiri dari 5 subtes yaitu: information, comprehension, arithmatic, simillarities dan vocabulary.

1. Information

Nilai pada subtes Information mencerminkan tingkat kemampuan seseorang dalam mengumpulkan pengetahuan tentang beragam topik. Kumpulan informasi ini dipengaruhi oleh rasa ingin tahu, keseringan membaca, dan motivasi untuk mempelajari hal baru. Memori jangka panjang juga diperlukan untuk memperoleh skor tinggi pada tes Informasi.

Skor tinggi pada subtes Information kemungkinan besar akan ditemukan pada orang-orang yang bekerja pada pekerjaan yang memerlukan dasar pengetahuan yang luas. Contohnya: jurnalis, dosen, penulis sains, guru, pustakawan, dan peneliti.

2. Comprehension

Subtes Comprehension menilai kemampuan seseorang dalam evaluasi situasi sosial melalui identifikasi perilaku yang dapat diterima lingkungan sosial, dan memberikan alasan mengapa hukum-hukum tertentu dan kebiasaan sosial tertentu dilakukan. Hal ini membutuhkan tidak hanya kemampuan verbal umum, tetapi juga derajat akulturasi sosial, kecerdasan


(58)

sosial, dan pengetahuan tentang standar konvensional sebagai penilaian moral dan etika.

Skor tinggi pada sub-skala ini akan ditemukan pada orang dalam berbagai pekerjaan tapi khususnya di pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan sosial dan kemampuan penalaran. Contohnya adalah: psikolog, pekerja sosial, guru, pengacara, polisi, dan pekerja sumber daya manusia.

3. Arithmatic

Tes arithmatic memerlukan kemampuan pemecahan masalah numerik yang mencerminkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Seseorang yang memiliki skor tinggi memiliki kapasitas berpikir abstrak mengenai elemen-elemen masalah yang diperlukan untuk memperoleh sebuah solusi dan untuk sampai pada jawaban yang benar dengan cepat.

Skor tinggi pada bagian ini berhubungan dengan pekerjaan yang memerlukan keterampilan penalaran, pemahaman dan manipulasi angka. Contoh pekerjaan tersebut meliputi: akuntan, insinyur, astronot, pilot, programmer komputer, ilmuwan, dan teknisi elektronik.

4. Similarities

Subtest similarities mengharuskan seseorang untuk merancang dan meyusun peringkat persamaan dan perbedaan sebagai properti dari obyek


(59)

dan untuk membandingkan persamaan abstrak ke objek lain, dan identifikasi salah satu yang paling tepat. Tugas ini membutuhkan fleksibilitas dan penyesuaian untuk hal-hal baru serta apresiasi dan pemahaman tentang sifat benda, memori jangka panjang, dan kapasitas untuk berpikir abstrak. Tidak seperti tes verbal tertentu lainnya, similarities membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan dari memori jangka panjang, tetapi juga merupakan ukuran seberapa efektif individu dapat menggunakan pengetahuan ini.

Skor tinggi pada bagian ini berhubungan dengan pekerjaan yang memerlukan kemampuan untuk menggeneralisasi, abstraksi, dan menemukan hubungan yang tidak begitu jelas. Contohnya: detektif, pengacara, penulis, ilmuwan sosial, insinyur, dan artis.

5. Vocabulary

Dalam penafsiran yang sempit, vocabulary adalah indikasi jumlah kata atau konsep-konsep verbal yang telah dipelajari dan disimpan. Tetapi secara lebih luas, subtes ini juga menunjukkan keterbukaan individu untuk informasi baru, konsep, dan mencerminkan kapasitas untuk menyimpan, mengkategorikan, dan mengambil informasi ini secara tepat. Orang dengan skor tinggi pada subtest vocabulary dapat diharapkan tidak hanya dapat menggunakan kata-kata secara efektif, tetapi juga dapat menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari kehalusan dan kedalaman


(60)

proses berpikir, dan juga klasifikasi keterampilan konseptual dalam domain verbal.

Skor tinggi dalam bagian ini dapat dikaitkan dengan pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan luas tentang bahasa. Contohnya adalah: guru bahasa, wartawan, dan penulis. Selain itu, skor vocabulary tinggi ditemukan juga pada orang yang telah mencapai hasil yang tinggi dalam pekerjaannya. Termasuk di dalamnya adalah eksekutif, terutama mereka yang telah lulus dan mendapatkan gelar akademik tinggi.

2.3.2 Sesi Performance

Menurut Jackson (2003), sesi performance terdiri dari 5 subtes yaitu: digit symbol, picture completion, spatial, picture arrangement, dan object assembly.

1. Digit Symbol

Subtes digit symbol memerlukan pembelajaran sistem pengkodean baru dan penggunaannya dalam konteks dimana aktivitas visual-motorik sangat penting. Tes ini melibatkan adaptasi terhadap sebuah set tuntutan baru yang dibuat tidak seperti biasanya. Untuk mendapatkan nilai tinggi dibutuhkan kombinasi antara pemahaman terhadap perintah baru, ketajaman visual, ingatan bentuk, keterampilan motorik, kecepatan proses informasi, serta motivasi dan ketekunan. Hal ini secara nyata dipengaruhi oleh usia dan penurunan kinerja visual-motorik.


(61)

Skor tinggi di bagian ini dapat dikaitkan dengan pekerjaan yang membutuhkan tingkat perawatan dan perilaku motorik yang tinggi. Contohnya adalah pengendali lalu lintas udara, dokter gigi, ahli bedah, juru gambar, perancang, dan teknisi elektronik.

2. Picture Completion

Subtes picture completion memerlukan kemampuan identifikasi unsur-unsur penting yang hilang dalam gambar. Untuk itu dibutuhkan pengetahuan tentang berbagai benda umum dan aturan yang digunakan untuk menyederhanakan sketsa. Kemampuan lainnya adalah keterampilan perseptual yang diperlukan untuk menafsirkan persepsi bermakna, keterampilan analitis yang diperlukan untuk membedakan detail penting dan kritis dari detail tidak penting, kemampuan untuk tidak mengejar detail yang tidak relevan dalam mencapai solusi, serta kemampuan verbal untuk mengidentifikasi dengan cepat huruf pertama dari nama detail yang dihilangkan.

Skor tinggi dalam subtes ini dapat dikaitkan dengan pekerjaan seperti teknisi laboratorium, pengendali lalu lintas udara, spesialis pemasaran, dan berbagai pekerjaan yang memerlukan ketrampilan analisis figural.


(62)

3. Spatial

Subtes spatial membutuhkan kemampuan untuk melakukan visualisasi benda abstrak pada posisi berbeda dalam ruang dua dimensi dan peka terhadap perbedaan-perbedaan penting di antara berbagai alternatif. Lebih umum lagi, subtes ini memerlukan penalaran di domain figural - spasial dikombinasikan dengan proses membayangkan dan visualisasi. Untuk mendapatkan skor tinggi, testi harus mampu membangkitkan proses tersebut secara cepat dan secara otomatis, pada tugas yang ada batasan waktunya. Tingkat ketelitian yang tinggi sebagai akibat dari kehati-hatian akan mengganggu kecepatan kinerja. Umur juga mempengaruhi kinerja secara substansial.

Skor tinggi pada subtes ini dapat dikaitkan dengan pekerjaan yang memerlukan pemikiran abstrak dan kreativitas dalam domain spasial. Contoh pekerjaan adalah: arsitek, perancang grafis, insinyur mesin, pekerja alat berat transportasi, operator mesin, dan mekanik.

4. Picture Arrangement

Picture Arrangement mengharuskan testi untuk menemukan urutan bermakna yang telah diacak, dimana urutan bermakna tersebut seringkali dapat diartikan secara lucu. Karena itu, tes ini membutuhkan kemampuan untuk memecahkan kode perseptual dari sejumlah gambar, abstraksi maksud dan maknanya, integrasi persepsi terpisah menjadi pola sementara


(63)

yang bermakna, untuk mencari urutan huruf yang benar, dan mengikuti perintah secepat mungkin sesuai dengan batas waktu yang diberikan. Dengan demikian, tes ini membutuhkan baik kemampuan membangun persepsi dan kecerdasan sosial agar dapat memahami perilaku orang lain, kemampuan evaluasi alternatif solusi.

Skor tinggi pada tes ini dapat dikaitkan dengan pekerjaan yang membutuhkan pengamatan visual tinggi dan kemampuan untuk melihat hubungan sebab-akibat. Contoh meliputi berbagai pekerjaan yang menyimpulkan motivasi dan tujuan orang seperti tenaga penjualan, biro iklan, dan representative marketing.

5. Object Assembly

Object Assembly mensyaratkan testi untuk mampu mengidentifikasi objek bermakna dari kiri ke kanan pada urutan segmen yang telah diacak. Untuk tugas seperti itu, diperlukan kemampuan analisis persepsi untuk visualisasi bagian-bagian terpisah agar dapat digabungkan kembali, atau, alternatifnya, pertama dapat melakukan identifikasi objek yang telah dikenal pada segmen yang telah diacak sehingga membentuk penilaian tentang integrasi segmen secara keseluruhan. Karena bagian yang tercetak, bukan dalam bentuk manipulasi, keterampilan visualisasi juga dibutuhkan untuk membayangkan bentuk gambar saat disusun kembali. Skor tinggi dalam bagian ini dapat dikaitkan dengan pekerjaan yang ditandai dengan kemampuan analisis perseptual.


(64)

2.4 Kerangka Berpikir

Pada Diagram 2.4 terlihat bahwa terdapat lima subtes dalam TIM Sesi

Performance masing-masing: digit symbol, picture completion, spatial, picture arrangement, dan object assembly. Setiap subtes berkontribusi pada skor

performance. Semakin tinggi nilai signifikansi semain tinggi kontribusi item pada subtes dan begitu pula subtes kepada skor performance.

Diagram 2.4 Kerangka Berpikir

Sesi

Performance

Digit Symbol

Picture Arrangement Spatial

Object Assembly Picture Completion

item 1

item 35 item 1

item 1

item 21 item 50 item 1 item 35

item 1 item 20


(65)

2.5 Hipotesis

Hipotesis yang akan digunakan dengan penelitian ini adalah:

1. Seluruh item dalam setiap subtes TIM Sesi Performance mengukur konstruk yang dimaksud dimana masing-masing subtes fit (sesuai) dengan model satu faktor, dan setiap item dalam masing-masing subtes memberikan sumbangan signifikan

2. Lima subtes TIM Sesi Performance fit (sesuai) dengan model satu faktor, yaitu mengukur skor performance


(66)

BAB III

METODE PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah menguji tingkat validitas alat tes TIM Sesi

performance. Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dirancang yaitu: data penelitian, instrumen penelitian, metode analisis data, dan prosedur penelitian.

3.1 Data Penelitian

Untuk menguji validitas digunakan pendekatan uji validitas konstruk yang akan menentukan apakah item-item tersebut mengukur faktor performance pada TIM. Data mentah yang akan digunakan adalah data hasil tes TIM yang disediakan oleh Divisi Asesmen SDM PPM Manajemen. Data yang tersedia adalah hasil rekrtmen dan seleksi PT. Indosat dan PT. Angkasapura II dari lima kota di Indonesia yaitu Jakarta, Denpasar , Pekanbaru, Medan, dan Makassar. Pelaksanaan tesnya pada tahun 2010 dengan total peserta sebanyak 2770 orang. Profil umum pesertanya adalah usia sekitar 18-55.

3.2 Instrumen Penelitian

Bentuk Subtes TIM Sesi performance adalah sebagai berikut :

1. Subtes digit symbol (P1) terdiri dari 35 item dengan batas waktu 7 menit. Bentuknya berupa pilihan ganda yang tediri dari pasangan simbol dengan angka. Testi diminta untuk mencocokan antara bentuk


(67)

simbol di soal dengan lima pilihan kode angka di pilihan jawaban dengan merujuk pada tabel pengkodean di bagian atas lembar soal. 2. Subtes picture completion (P2) terdiri dari 35 item dengan waktu 7

menit. Bentuknya berupa gambar yang terdapat bagian tertentu yang dihilangkan. Testi diminta untuk memilih jawaban di antara lima pilihan ganda yang isinya adalah huruf pertama dari nama bagian yang dihilangkan tersebut.

3. Subtes spatial (P3) terdiri dari 50 item dengan waktu 7 menit. Bentuknya berupa gambar bentuk di sisi kanan dan pilihan ganda di kananya gambar bentuk tersebut. Testi diminta memilih dari lima bentuk gambar pada pilihan ganda yang sama dengan gambar di sisi kananya.

4. Subtes picture arrangement (P4) terdiri dari 21 item dengan waktu 10 menit. Bentuknya berupa sejumlah gambar dimana testi diminta untuk memilih 5 pilihan ganda urutan gambar yang paling logis sebagai sebuah cerita.

5. Subtes object assembly (P5) terdiri dari 20 item dengan waktu 7 menit. Bentuknya berupa potongan gambar yang setiap potongangnya diberikan label angka di bawahnya. Testi diminta untuk memilih lima pilihan ganda berupa urutan angka sehingga potongan gambar bisa menjadi sebuah bentuk objek yang logis.


(1)

UJI VALIDITAS CFA OA Standardized Solution

LAMBDA-X OA --- ITEM1 0.68 ITEM2 0.38 ITEM3 0.27 ITEM4 0.47 ITEM5 0.61 ITEM6 0.46 ITEM7 0.28 ITEM8 0.51 ITEM9 0.60 ITEM10 0.36 ITEM11 0.55 ITEM12 0.61 ITEM13 0.91 ITEM14 0.48 ITEM15 0.67 ITEM16 0.33 ITEM17 0.49 ITEM18 0.35 ITEM19 0.43 ITEM20 0.40

PHI OA

--- 1.00

Time used: 0.062 Seconds


(2)

Analisis Faktor Konfirmatorik 2

nd

Order Skor

Performance

L I S R E L 8.70 BY

Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom

This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140

Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004

Use of this program is subject to the terms specified in the

Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file

C:\Users\user\Desktop\REza\SKRIPSI\perhitungan\2nd order\PERFORMANCE.ls8:

UJI VALIDITAS CFA OA DA NI=4 NO=2770 MA=KM LA

DS SPA PA OA

KM SY FI=PERFORMANCE.COR SE

1 2 3 4/

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY,FI LK

PERFORMANCE

FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 fr td 2 1

PD

OU AD=OFF TV SS MI

UJI VALIDITAS CFA OA Number of Input Variables 4

Number of Y - Variables 0 Number of X - Variables 4 Number of ETA - Variables 0 Number of KSI - Variables 1 Number of Observations 2770

UJI VALIDITAS CFA OA Correlation Matrix


(3)

--- --- --- --- DS 1.00

SPA 0.26 1.00

PA 0.30 0.39 1.00

OA 0.39 0.53 0.46 1.00

UJI VALIDITAS CFA OA Parameter Specifications

LAMBDA-X PERFORMA ---

DS 1

SPA 2

PA 3

OA 4

THETA-DELTA DS SPA PA OA --- --- --- --- DS 5

SPA 6 7

PA 0 0 8

OA 0 0 0 9

UJI VALIDITAS CFA OA Number of Iterations = 3

LISREL Estimates (Maximum Likelihood) LAMBDA-X

PERFORMA --- DS 0.50 (0.02) 22.92

SPA 0.68 (0.02) 32.19

PA 0.58 (0.02) 29.36


(4)

(0.02) 38.27

PHI PERFORMA --- 1.00

THETA-DELTA

DS SPA PA OA --- --- --- --- DS 0.75

(0.02) 31.33

SPA -0.07 0.54 (0.02) (0.02) -4.34 24.13

PA - - - - 0.66 (0.02) 31.26

OA - - - - - - 0.38 (0.02) 16.39

Squared Multiple Correlations for X - Variables DS SPA PA OA

--- --- --- --- 0.25 0.46 0.34 0.62 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 1

Minimum Fit Function Chi-Square = 0.51 (P = 0.47)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.51 (P = 0.47)

Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 5.53)


(5)

Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.0020)

Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.045)

P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.97

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.0069

90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.0069 ; 0.0089)

ECVI for Saturated Model = 0.0072 ECVI for Independence Model = 0.97

Chi-Square for Independence Model with 6 Degrees of Freedom = 2666.31

Independence AIC = 2674.31 Model AIC = 18.51 Saturated AIC = 20.00 Independence CAIC = 2702.02 Model CAIC = 80.85 Saturated CAIC = 89.27

Normed Fit Index (NFI) = 1.00 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.17

Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 1.00

Critical N (CN) = 35764.71

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.0029 Standardized RMR = 0.0029

Goodness of Fit Index (GFI) = 1.00 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 1.00 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.100

UJI VALIDITAS CFA OA Modification Indices and Expected Change

No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X No Non-Zero Modification Indices for PHI Modification Indices for THETA-DELTA


(6)

--- --- --- --- DS - -

SPA - - - -

PA 0.51 0.51 - -

OA 0.51 0.51 - - - - Expected Change for THETA-DELTA

DS SPA PA OA --- --- --- --- DS - -

SPA - - - -

PA 0.01 -0.02 - -

OA -0.02 0.02 - - - -

Maximum Modification Index is 0.51 for Element ( 3, 2) of THETA-DELTA

UJI VALIDITAS CFA OA Standardized Solution

LAMBDA-X PERFORMA --- DS 0.50 SPA 0.68 PA 0.58 OA 0.79

PHI PERFORMA

--- 1.00

Time used: 0.031 Seconds