Aspek budaya dalam pemberian asi ekslusif di kelurahan Bubulak kota Bogor tahun 2010
ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI
KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010
OLEH :
RAYUNI FIRANIKA 106104003493
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H/ 2010 M
(2)
ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI
KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010
Skripsi ini diajukan sebagai tugas akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhu persyaratan gelar Sarjana Keperawatan
OLEH :
RAYUNI FIRANIKA 106104003493
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H/ 2010 M
(3)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI
KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
DISUSUN OLEH
RAYUNI FIRANIKA
NIM 106104003493
Jakarta, 18 Desember 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA NIP. 132146260 NIP. 197812162009012005
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
1432 H / 2010(4)
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
Jakarta, 18 Desember 2010
Penguji I
Hartiah Haroen, Skp, MNg NIP. 196511271989032001
Penguji II
Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat NIP. 132146260
Penguji III
Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA NIP. 197812162009012005
(5)
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
Jakarta, 18 Desember 2010
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tien Gartinah, MN
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarifhidayatullah Jakarta
(6)
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Rayuni Firanika NIM : 106104003493 Mahasiswa Program : Ilmu Keperawatan Tahun akademik : 2006
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul:
ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sangsi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, 18 Desember 2010
(7)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rayuni Firanika Tempat/Tgl Lahir : Depok, 4 Juni 1988 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Kp. Pitara Rt/Rw 06/013 No. 113. Kel. Pancoran Mas Kec.Pancoran Mas Depok 16436
Riwayat Pendidikan : 1. SDN Kemiri Muka III Depok (1994-2000) 2. SMPN 242 Jakarta Selatan (2000-2003) 3. SMAN 109 Jakarta Selatan (2003-2006) 4. Program S1 Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2006-2010)
(8)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, 18 Desember 2010
Rayuni Firanika, NIM :106104003493
Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan
Bubulak Kota Bogor Tahun 2010
xvii + 92 Halaman+ 5 Tabel + 1 Bagan + 5 Lampiran
ABSTRAK
Ibu menyusui merupakan perilaku budaya dimana tidak terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan yang bersangkutan (Swaswono & Meutia, 1998). Banyak penelitian yang telah dilakukan menyatakan budaya sebagai faktor penghambat dalam pemberian ASI eksklusif. Dilain pihak, budaya juga berperan untuk mendukung kesehatan. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang memperhatikan aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif dari ibu menyusui yang sudah berhasil dalam memberikan ASI eksklusif
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini menggunakan teori “Sunrise Model’s” dari Leininger untuk melihat aspek budaya dalam pemberian ASI. Penelitian dilakukan di Kelurahan Bubulak Kota Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Informan pada penelitian ini sebanyak 10 orang dengan rincian 3 orang sebagai informan utama 7 orang sebagai informan pendukung. Informan adalah ibu menyusui yang telah berhasil dalam memberikan ASI eksklusif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya yang mendukung dalam pemberian ASI eksklusif adalah keterikatan keluarga dan sosial sebagai pemberi dukungan untuk memberikan ASI eksklusif. Sedangkan, budaya yang tidak mendukung adalah adanya pantangan dan mitos pada pemberian ASI eksklusif. Perilaku ibu yang berhasil dalam pemberian ASI eksklusif dikarenakan dapat membedakan budaya yang dapat mendukung kesehatan ataupun memperburuk kesehatan yang tercermin dari pengambilan keputusan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya meskipun banyak mitos dan pantangan dalam ibu menyusui.
Untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian mengenai aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif pada semua ibu yang tidak berhasil dalam pemberian ASI eksklusif.
Kata Kunci: ASI eksklusif, budaya, Leininger Daftar bacaan : 57 Buku (1986-2010)
(9)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
THE STUDY PROGRAME OF NURSING SCIENCES
Undergraduated Thesis, November 18 2010
Rayuni Firanika, NIM : 106104003493
Cultural Aspects of Exclusive Breastfeeding in Kelurahan Bubulak,
City of Bogor in 2010
xviii + 92 Pages + 5 Tables + 1 Figures + 5 Appendixes
Breastfeeding cultural behavior which is inseparable from cultural views that have been passed down through the generations in the culture concerned (Swaswono & Meutia, 1998). Many studies have been done stating culture as inhibiting factors in exclusive breastfeeding. On the other hand, culture also plays a role to support health. For that we need a study that takes into account the cultural aspects of exclusive breastfeeding from nursing mothers who have succeeded in giving exclusive breastfeeding.
The purpose of this research is to know the description of cultural aspects in exclusive breastfeeding. This study uses the theory of "Sunrise Model's" from Leininger to see the cultural aspects of breastfeeding. The study was conducted in Kelurahan Bubulak Bogor City. This research is a qualitative research method of in-depth interviews and observation. Informants in this study as many as 10 people with the details of 3 people as key supported informanst 7 people as supporters. Informant is nursing mothers who have succeeded in giving exclusive breastfeeding. Maternal behaviors that succeed in exclusive breastfeeding due to cultural difference that can support their health or aggravate health as reflected by the decision to give exclusive breastfeeding their babies despite the many myths and taboos in nursing mothers.
Recommendation for further research on the cultural aspects of exclusive breastfeeding to all mothers who did not succeed in exclusive breastfeeding.
Key word: Exclusive Breastfeeding; Culture, Leininger References: 57 Books (1986-2010)
(10)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor Tahun 2010”. Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada:
1. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Tien Gartinah, MN selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
3. Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan dan Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
4. Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
(11)
5. Ibunda dan ayahanda tercinta serta kakak dan adik tersayang terimakasih atas doa dan dukungannya yang senantiasa mengiringi langkahku. Bundaku tersayang, terimakasih untuk selalu menyelipkan namaku dalam setiap doamu. 6. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan
motivasi.
7. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan 8. Segenap staff Puskesmas Sindang Barang Kota Bogor.
9. Para informan dan ibu kader Kelurahan Bubulak yang telah membantu dalam proses penelitian ini.
10.My anggel’s: redaksi harian Republika, dr.Erry & keluarga, para pembaca harian Republika Agustus 2008, bapak Farid, staff BAZMA, especially alm. H. Chuban Bustami, MM terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepadaku hingga dapat menyelesaikan perkuliahan.
11.Sahabat-sahabatku, sahabat PSIK ’06 terimakasih atas doa dan dukungannya. 12.Sahabat-sahabatku Neng-eneng tersayang Chucan, Uthie, Septy, Lulu, Nabila,
Ama, Yeni, Kiki, Erma terima kasih atas segala doa dan motivasinya.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses skripsi ini, karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah swt. Semoga skripsi ini bisa dikembangkan kembali dan dapat memberikan manfaat. Amiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 18 Desember 2010
(12)
Skripsi ini terbuat atas dorongan orang-orang yang menyayangiku.
Selalu memberikan motivasi, doa, serta inspirasi untuk
mengerjakannyalebih giat. U ntuk M ama, B apak, K akakdan Adikku
tercinta, jazakumullah,semoga Allah SWT merahmati kalian.
Satu nama yang sangat memotivasi ku dalam pembuatan skripsi ini.
B eliau mengajarkan banyak makna hidup.
Ayah, terimakasih atas segala dukungannya. Atas segala doa yang
telah kau berikan kepadaku. Tepat satu tahun Allah SWT
menitipkanmu pada keluargaku. Satu tahun yang sangat
menyenangkan dan mengesankan. Sarat akan makna dalam setiap
kejadian. Ayah, ini satu langkah untuk menuju cita-cita besarku.
I could draw you into my heart if your eyes weren’t closed to me
And i would draw you into the world behind the one you’ll see
(13)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR BAGAN ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Pertanyaan Penelitian ... 8
D. Tujuan... 8
1. Tujuan Umum ... 8
(14)
E. Manfaat ... 9
1. Bagi Peneliti ... 9
2. Untuk Profesi Keperawatan ... 9
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 9
4. Bagi Puskesmas ... 9
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI ... 11
1. Definisi ASI ... 11
2. Definisi Pemberian ASI Eksklusif ... 11
3. Alasan Pemberian ASI Eksklsusif sampai 6 Bulan ... .. 12
4. Manfaat ASI ... 13
a. Manfaat bagi bayi ... 14
b. Manfaat bagi ibu ... 16
c. Manfaat bagi negara... 17
B. Kebudayaan ... 18
1. Definisi Kebudayaan ... 18
2. Ciri Kebudayaan... 19
3. Peran Kebudayaan terhadap Kesehatan ... 19
C. Konsepsi Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia... 21
(15)
D. Konsep Trancultural Nursing Leininger ... 23
1. Definisi Trancultural Nursing ... 23
2. Paradigma Trancultural Nursing ... 25
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Pikir ... 34
B. Definisi Istilah ... 35
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 36
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36
C. Instrumen Penelitian... 36
D. Informan Penelitian ... 37
E. Tekhnik Pengumpulan Data ... 39
F. Validasi Data ... 41
G. Tekhnik Analisis Data ... 42
H. Etika Penelitian ... 43
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kelurahan Bubulak ... 44
B. Karakteristik Informan ... 46
1. Informan Utama ... 47
(16)
C. Gambaran Sosial dan Keterikatan Keluarga dalam
Pemberian ASI Eksklusif ... 49
1. Sumber Dukungan ... 49
a. Dukungan Keluarga ... 50
b. Dukungan NonKeluarga ... 52
2. Bentuk Dukungan ... 53
a. Dukungan Fisik ... 53
b. Dukungan emosoional ... 54
c. Dukungan Informasional... 55
D. Gambaran Nilai Budaya dan Gaya Hidup Masyarakat Bubulak... 56
1. Definisi ASI Eksklusif ... 56
2. Menyusui merupakan hal yang alami ... 57
3. Memberikan makanan dan minuman pada bayi di bawah umur enam bulan ... 58
4. Mapas ... 59
5. Pantangan dan anjuran ... 60
6. Sikap terhadap budaya ... 63
7. Perilaku terhadap budaya ... 64
E. Faktor lain yang muncul ... 65
(17)
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ... 69
B. Pembahasan ... 69
1. Karakteristik Informan ... 69
a. Suku ... 69
b. Penghasilan keluarga ... 70
c. Tinggal dekat ... 71
2. Faktor sosial dan keterikatan keluarga ... 72
a. Sumber Dukungan ... 72
b. Bentuk Dukungan ... 75
3. Gambaran Nilai Budaya dan Gaya Hidup Masyarakat Bubulak ... 78
4. Hasil Observasi ... 82
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN
(18)
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Definisi Istilah…..………... Pengumpulan data untuk uji coba pedoman wawancaradi Kelurahan Kemiri Muka Depok………..…………...
Pengumpulan data penelitian di Kelurahan Bubulak Kota
Bogor………..
Karakteristik Informan………..
Karakteristik Informan Pendukung………...
35
38
38
48
49
(19)
Nomor
Bagan
Halaman
Bagan 2.3 Leininger’s Sunrise model………... 32
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat izin melakukan penelitian di Kelurahan Bubulak(20)
2. Penjelasan penelitian
3. Persetujuan menjadi informan
4. Data demografi informan
5. Pedoman Wawancara Mendalam
6. Lembar Observasi
7. Hasil Gambaran Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Bubulak
BAB I
(21)
A. Latar Belakang
ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi (Depkes, 2005). ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan menyediakan energi dalam segala suasana yang diperlukan (Solihin, 2000). Kandungan dalam ASI terdapat zat pembangun (protein, mineral), zat pengatur (vitamin, mineral, protein, air) dan zat tenaga (hidrat arang, lemak) (Sastroamidjojo, 1992).
ASI memberikan perlindungan dari berbagai macam penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh University of Minnesota Cancer Center tahun 2003 yang dikutip oleh Handajani dan Suradi (2004), menyatakan bahwa resiko bayi yang mendapat ASI untuk terkena Leukemia (kanker darah), turun sampai 30% bila dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Penelitian lain dari Filipina tahun 2002 menegaskan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi berusia di bawah enam bulan yang diberi air putih, teh, atau minuman herbal lainnya beresiko terkena diare dua sampai tiga kali lebih banyak dibandingkan bayi yang diberi ASI eksklusif (Linkages, 2002).
ASI dapat menurunkan resiko bayi mengidap berbagai penyakit. Bayi yang diberi ASI lebih sedikit kemungkinannya untuk mengidap penyakit-penyakit seperti radang paru-paru, diare, infeksi telinga dan beberapa infeksi lainnya yang disebabkan oleh kuman. Apabila bayi sakit akan lebih cepat sembuh bila mendapatkan ASI. ASI juga membantu pertumbuhan otak bayi serta dapat
(22)
mengurangi timbulnya penyakit lainnya seperti asma, kanker, kencing manis dan obesitas (Harmsway, 2002). Anak yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai kemungkinan lebih besar menderita kekurangan gizi dan obesitas, serta ketika dewasa lebih mudah terjangkit penyakit kronis seperti kanker, jantung, hipertensi, dan diabetes (Amiruddin dan Rostia, 2006)
Berdasarkan penelitian akan pentingnya pemberian ASI eksklusif, World
Health Organization (WHO) (2001) mengubah rekomendasi mengenai lamanya
pemberian ASI eksklusif dari empat bulan pertama kelahiran bayi menjadi enam bulan. Dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (IYCF) WHO merekomendasikan pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak sampai usia dua tahun, yaitu: 1) Memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan inisiasi menyusui dini dalam satu jam setelah lahir, 2) Menyusui secara eksklusif sejak lahir sampai umur enam bulan, 3) Mulai memberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang bergizi sejak bayi berusia enam bulan, dan 4) Meneruskan menyusui sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Dalam agama Islam durasi pemberian ASI disebutkan dalam Firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 233:
ِدﻮُﻟْﻮَﻤْﻟا ﻰَﻠَﻋَو َﺔَﻋﺎَﺿﱠﺮﻟا ﱠﻢِﺘُﯾ نَأ َداَرَأ ْﻦَﻤِﻟ ِﻦْﯿَﻠِﻣﺎَﻛ ِﻦْﯿَﻟْﻮَﺣ ﱠﻦُھَدَﻻْوَأ َﻦْﻌِﺿْﺮُﯾ ُتاَﺪِﻟاَﻮْﻟاَو
ُﮫَﻟ
ﱠﻠَﻜُﺗ َﻻ ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ ﱠﻦُﮭُﺗَﻮْﺴِﻛَو ﱠﻦُﮭُﻗْزِر
ُﮫﱠﻟُُدﻮُﻟْﻮَﻣ َﻻَو ﺎَھِﺪَﻟَﻮِﺑ ُةَﺪِﻟاَو ﱠرﺂَﻀُﺗ َﻻ ﺎَﮭَﻌْﺳُو ﱠﻻِإ ٌﺲْﻔَﻧ ُﻒ
ِﮭْﯿَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻼَﻓ ٍرُوﺎَﺸَﺗَو ﺎَﻤُﮭْﻨﱢﻣ ٍضاَﺮَﺗ ﻦَﻋ ًﻻﺎَﺼِﻓ اَداَرَأ ْنِﺈَﻓ َﻚِﻟَذ ُﻞْﺜِﻣ ِثِراَﻮْﻟا ﻰَﻠَﻋَو ِهِﺪَﻟَﻮِﺑ
ﺎَﻤ
َﻻْوَأ اﻮُﻌِﺿْﺮَﺘْﺴَﺗ نَأ ْﻢُﺗْدَرَأ ْنِإَو
َﷲا اﻮُﻘﱠﺗاَو ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ ﻢُﺘْﯿَﺗاَءﺂﱠﻣ ﻢُﺘْﻤﱠﻠَﺳ اَذِإ ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻼَﻓ ْﻢُﻛَد
ُُﺮﯿِﺼَﺑ َنﻮُﻠَﻤْﻌَﺗ ﺎَﻤِﺑ َﷲا ﱠنَأ اﻮُﻤَﻠْﻋاَو
)
233
(
(23)
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Al-Baqarah [2]: 233).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmiati dan Besral (2008) menyebutkan durasi pemberian ASI sangat berpengaruh terhadap ketahanan hidup. Pemberian ASI dengan durasi empat sampai lima bulan dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi 2,6 kali lebih baik daripada durasi kurang dari empat bulan, pemberian ASI dengan durasi enam bulan atau lebih dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi 33,3 kali lebih baik dari pada durasi kurang dari empat bulan.
Menyikapi pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tentang Kesehatan pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama enam bulan, kecuali atas indikasi medis.
(24)
Ditinjau dari manfaat keunggulan ASI, sangat disayangkan jika ibu yang baru melahirkan tidak memberikan ASI secara eksklusif atau bahkan menghentikan sama sekali pemberian ASI kepada bayinya. Meskipun menyusui sudah menjadi budaya Indonesia, namun upaya meningkatkan perilaku ibu menyusui ASI eksklusif masih diperlukan karena pada kenyataannya praktek pemberian ASI eksklusif belum terlaksana sepenuhnya.
Cakupan ASI di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Berdasarkan SDKI tahun 2007, bayi berumur di bawah lima tahun sebesar 32% yang mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan, dan angka ini lebih rendah dibandingkan laporan pada SDKI 2002-2003 yaitu sebesar 40%. Dengan adanya penurunan persentase pemberian ASI eksklusif pada SDKI tahun 2007 dibandingkan tahun 2002-2003, dapat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang dan berdampak pada status kesehatan masyarakat, yang mana dapat memungkinkan terjadinya peningkatan angka kesakitan dan kematian pada bayi.
Menurut SDKI tahun 2007, di daerah Jawa Barat proporsi Anak yang diberi ASI dalam satu jam setelah lahir adalah 46,9% dan yang diberi ASI dalam satu hari pertama sejak lahir 60,2%. Mengenai median lamanya pemberian ASI eksklusif di Jawa Barat adalah 1,2 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa minuman dan makanan pendamping ASI sudah mulai diberikan secara dini daripada yang dianjurkan. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang tingkat pencapaian cakupan ASI eksklusif masih cukup rendah. Pada tahun 2007 angka cakupan ASI di kota ini sebesar 16,28%. Kelurahan Bubulak merupakan salah satu kelurahan
(25)
dari wilayah UPTD Puskesmas Sindang Barang. Di tahun 2009, angka cakupan ASI eksklusif di Puskesmas ini masih cukup rendah yaitu sebesar 25.8% (Dinkes Kota Bogor, 2009).
Penyebab utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program peningkatan penggunaan ASI, gencarnya promosi susu formula, rasa percaya diri ibu yang masih kurang, rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI bagi bayi dan dirinya (Depkes RI, 2005; Roesli, 2008).
Sistem sosial, budaya dan kebudayaan merupakan bagian dari kerangka budaya. Budaya atau kebudayaan merupakan keseluruhan dari kekuatan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Kuntjaraningrat, 2002). Selanjutnya E.B Taylor (1897) mengungkapkan dalam Widyosiswoyo, kebudayaan sebagai suatu keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Manusia yaitu individu, keluarga, atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan kebudayaan pada setiap saat di mana pun dia berada.
(26)
Leininger (2002) membagi dimensi sosial budaya menjadi 7 faktor, yaitu: 1) faktor teknologi, 2) faktor religius dan falsafah hidup, 3) faktor sosial dan keterikatan keluarga, 4) nilai-nilai budaya dan cara hidup, 5) faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku, 6) faktor ekonomi, dan 7) faktor pendidikan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi perilaku kesehatan.
Menurut Leininger dalam kehidupan bermasyarakat setiap anggota keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab dalam melakukan interaksinya mempunyai keterbatasan yang dilandasi tanggung jawab masing-masing anggota keluarga. Perbedaan dan kekhususan adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi dalam keterikatan keluarga.
Kebudayaan berperan terhadap perilaku kesehatan individu maupun kelompok masyarakat. Kebudayaan dapat menopang perilaku kesehatan maupun dapat memperburuk kesehatan. Begitupun dengan perilaku pemberian ASI eksklusif yang tidak terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan yang bersangkutan (Swaswono & Meutia, 1998). Ibu menyusui merupakan suatu praktek budaya, dimana terdapat norma-norma perilaku yang berbeda dalam budaya.
Banyak penelitian yang telah dilakukan melihat budaya dalam pemberian ASI eksklusif sebagai hal yang berkontribusi dalam faktor kegagalan. Seperti penelitian Yulfira dkk (1998) yang mengatakan bahwa faktor sosial budaya merupakan faktor yang menghambat pemberian ASI eksklusif dengan pemberian madu, pisang pada bayi dibawah enam bulan.
(27)
Dilain pihak budaya juga dapat menjadi faktor keberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif. sebagaimana sifat budaya yang dapat memperburuk kesehatan dan mendukung kesehatan. Seperti penelitian yang telah dilakukan di Skandinavia oleh Perez-Escamilla et. Al (1993) melihat masyarakat secara tradisional dapat memberikan pengaruh yang baik dalam pemberian ASI eksklusif. Dengan adanya studi tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana ibu menyusui dapat berhasil dalam pemberian ASI secara eksklusif dan mengabaikan faktor budaya yang tidak mendukung kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Menyikapi pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tentang Kesehatan pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama enam bulan, kecuali atas indikasi medis.
Ditinjau dari manfaat keunggulan ASI, sangat disayangkan jika ibu yang baru melahirkan tidak memberikan ASI secara eksklusif atau bahkan menghentikan sama sekali pemberian ASI kepada bayinya. Meskipun menyusui sudah menjadi budaya Indonesia, namun upaya meningkatkan perilaku ibu menyusui ASI eksklusif masih diperlukan karena pada kenyataannya praktek pemberian ASI eksklusif belum terlaksana sepenuhnya. Seperti di Kelurahan Bubulak angka cakupan ASI eksklusif sebesar 25,8 % yang belum mencapai angka yang diharapkan sebesar 80%.
(28)
Kebudayaan berperan terhadap perilaku kesehatan individu maupun kelompok masyarakat. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa faktor budaya memberikan kontribusi terhadap rendahnya angka cakupan ASI eksklusif, di lain pihak budaya juga berperan untuk mendukung kesehatan. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang memperhatikan aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif dari ibu menyusui yang sudah berhasil dalam memberikan ASI eksklusif dan mengabaikan faktor budaya yang tidak mendukung kesehatan.
C. Pertanyaan penelitian
a. Bagaimana faktor sosial dan keterikatan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak kota Bogor?
b. Bagaimana nilai budaya dan cara hidup dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak kota Bogor?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor tahun 2010. 2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran faktor sosial dan keterikatan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif.
b. Mengidentifikasi gambaran nilai budaya dan cara hidup dalam pemberian ASI eksklusif.
(29)
E. Manfaat Penelitian 1. Untuk peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti untuk melakukan penelitian lain pada masa yang akan datang.
2. Untuk profesi keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dan wawasan keilmuan keperawatan anak dalam mengembangkan program pembelajaran keperawatan anak, khususnya dalam pemberian ASI eksklusif sebelum melakukan intervensinya, perawat dapat mempertimbangkan aspek budaya dari ibu menyusui.
3. Untuk penelitian selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar dalam pengembangan penelitian lain dengan ruang lingkup yang sama.
4. Bagi Puskesmas
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan manfaat pada pihak puskesmas untuk meningkatkan program pemberian ASI eksklusif.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang tujuannya untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif. Informan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi berumur 6-12 bulan dan telah berhasil dalam pemberian ASI
(30)
eksklusif.. Informan yang dipilih adalah yang berdomisili di wilayah kelurahan Bubulak, kota Bogor. Tipe keluarga Informan adalah keluarga besar (extended
family). Penelitian ini dilakukan pada bulan Novermber 2010.
BAB II
(31)
A. ASI
1. Definisi ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan paling sempurna untuk bayi karena didalamnya terkandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Depkes, 2002; WHO, 2003). Sedangkan, menurut Soetjiningsih (1997) Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelanjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi. ASI merupakan makanan pilihan utama untuk bayi, menyusui memberi banyak keuntungan baik dalam hal nutrisi, imunologi dan psikologis (Bobak, 2005).
2. Definisi Pemberian ASI Eksklusif
Menurut Roesli (2004) ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi dan tim.
Menurut WHO (2006) pengertian pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja, baik secara langsung ataupun tak langsung (diperah). Secara keseluruhan pemberian ASI eksklusif mencakup hal sebagai berikut: yaitu hanya ASI saja sampai umur enam bulan dimana menyusui dimulai tiga puluh menit begitu setelah bayi lahir dan tidak memberikan
(32)
makanan prelaktal seperti air gula atau air tajin kepada bayi baru lahir. Menyusui sesuai kebutuhan bayi, memberikan kolostrum kepada bayi, menyusui sesering mungkin (tanpa jadwal), termasuk pemberian ASI pada malam hari dan cairan yang dibolehkan hanya vitamin/mineral dan obat dalam bentuk drops atau sirup.
Berbagai definisi mengenai pola menyusui menurut WHO (2006) adalah sebagai berikut:
“Breastfeeding: the child has received breast milk direct from the breast
or “exclusive breastfeeding: the infant has received only breastmilk direct from the mother or a wet nurse, or expressed breast milk, no other liquids or solids with the exception of drops or syrups consisting of vitamins, mineral supplements, or medicines. Predominant breastfeeding: the infant’s predominant source of nourishment has been breast milk. However, the infant may also have received water and water based drinks (sweetened an flavored water, teas, infusion, etc) fruit juice; oral rehydration salt solution (ORS), DROPS and syrup froms of vitamins, minerals and medicines, and ritual fluids (in limited quantities). With the exception of fruit juice and sugar water, no food based fluid is allowed under this definition.”
3. Alasan Pemberian ASI Eksklusif sampai Enam Bulan
ASI sangat cocok diberikan pada bayi karena (Linkages, 2002): (a) ASI mengandung zat gizi yang ideal dan mencukupi untuk menjamin tumbuh kembang sampai umur enam bulan. Bayi yang mendapat makanan lain, misalnya makanan lumat atau pisang hanya akan mendapat banyak karbohidrat, sehingga zat gizi yang masuk tidak seimbang dan anak lebih mudah menderita kegemukan dengan segala akibatnya. (b) Bayi dibawah usia enam bulan belum mempunyai enzim pencernaan yang sempurna, sehingga belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI mengandung beberapa enzim yang memudahkan pemecahan makanan. (c) Ginjal bayi yang masih
(33)
muda belum mampu bekerja dengan baik. Makanan tambahan mengandung mineral yang dapat memberatkan fungsi ginjal yang belum sempurna pada bayi, misalnya zat warna dan pengawet. (e) Makanan tambahan bagi bayi yang muda mungkin menimbulkan alergi (Perinasia, 2003).
4. Manfaat ASI
ASI merupakan makanan ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi (Depkes, 2002). ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan untuk pertumbuhan otak manusia. Nutrien ini sedikit atau tidak didapati sama sekali pada susu sapi, antara lain taurin suatu bentuk zat putih telur (protein) yang hanya terdapat pada ASI yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sel otak (Perinasia, 2003).
Asam lemak ikatan panjang merupakan asam lemak utama ASI (70%) yang hanya sedikit sekali didapatkan pada susu sapi. Asam lemak ikatan panjang ini penting untuk pertumbuhan otak dan jaringan saraf. Laktosa merupakan zat hidrat arang utama ASI untuk perkembangan saraf pusat. Dapat dimengerti bahwa pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI eksklusif selama enam bulan akan optimal dengan kualitas prima. Berikut ini berbagai manfaat dari ASI:
(34)
Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dirasakan, berikut manfaat bagi bayi:
1) ASI sebagai nutrisi, ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya (Suharyono, 1992; Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
2) ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat immunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar sembilan sampai dua belas bulan. Pada saat itu zat kekebalan menurun, sedangkan yang dibentuk badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI, karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
3) ASI meningkatkan kecerdasan karena ASI mengandung nutrien khusus yang diperlukan otak bagi bayi agar tumbuh optimal, nutrien-nutrien khusus tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit sekali
(35)
terdapat pada susu sapi, nutrien tersebut adalah: taurin, laktosa, asam lemak ikatan panjang (AA, DHA, omega-3, omega-6). Mengingat hal tersebut, pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI secara eksklusif selama enam bulan akan tumbuh optimal dengan kualitas yang optimal pula (Roesli, 2000; Perinasia, 2003; Suradi, 2004).
4) ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang. Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia akan merasa aman dan tenteram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasan terlindungi dan disayang inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik (Suharyono, 1992; Roesli, 2004; Perinasia, 2003; Suradi, 2004).
5) ASI mengurangi kejadian karies dentis. Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding dengan yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan sisa susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk akan merusak gigi. Kecuali itu ada anggapan bahwa kadar selenium yang tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis (Perinasi, 2003).
(36)
6) ASI mengurangi kejadian maloklusi. Salah satu penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusu dengan botol dan dot (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
b. Manfaat bagi ibu
Manfat ASI bagi ibu dapat:
1) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Pada ibu yang menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk meningkatkan konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti, mengurangi perdarahan sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau anemia karena kekurangan besi. Hal ini akan menurunkan angka kematian Ibu melahirkan (Roesli 2004; Perinasia 2003; Suradi, 2004).
2) Menjarangkan kehamilan, menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil. Hal ini terjadi melalui mekanisme hormon untuk ovulasi sehingga terjadi Lactational Amenorrhea (LAM). Selama LAM memberikan efek pencegahan yang baik terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan (Roesli, 2004; Nindya, 2001; Perinasia, 2003; Suradi, 2004). Ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% akan tidak hamil pada enam bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia dua belas bulan (Roesli, 2004). Mengecilkan rahim, kadar oksitosin ibu
(37)
menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim akan kembali ke ukuran sebelum hamil (Roesli, 2004).
3) Lebih cepat langsing kembali, oleh karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali keberat badan sebelum hamil (Roesli, 2004). 4) Tidak merepotkan dan menghemat waktu (Roesli, 2004).
5) Lebih ekonomis dan murah (Roesli, 2004).
6) Praktis dan mudah dibawa kemana-mana. ASI dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan siap dimakan/minum serta dalam suhu yang selalu tepat (Roesli, 2004).
c. Manfaat ASI bagi negara
1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi yang dapat menurunkan angka kematian bayi. Beberapa penelitian epidemiologis menyebutkan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit. Anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan anak yang mendapat susu formula (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
3) Mengurangi devisa untuk membeli susu formula (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
(38)
4) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa. Anak yang hanya mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal, sehingga kualitas penerus bangsa akan terjamin. (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
B. KEBUDAYAAN
1. Definisi Kebudayaan
Koentjaraningrat (2002) mendefinisikan kebudayaan itu keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kata culture (bahasa Inggris) dari kata colore (Yunani), berarti mengubah, mengerjakan, terutama dalam hal mengolah tanah atau bertani, berkembang menjadi culture yang berarti segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Taylor (1987) dalam Widyosiswoyo, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
(39)
Menurut Leininger (2002) budaya adalah norma atau tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberikan petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2. Ciri kebudayaan
Adapun ciri dari kebudayaan menurut George M Foster (1986): a. Nilai dan norma dalam unsur kebudayaan jadi acuan kehidupan. b. Menjadi kebiasaan sehari-hari.
c. Senang dapat pujian atas kepatuhan berbudaya. d. Ikhlas mendapat hukuman atas kesalahan berbudaya.
e. Menolak nilai dan norma serta keorganisasian intervensi budaya asing. f. Menerima perubahan kebudayaan dari ide bersama.
g. Menerima perubahan kebudayaan dari mencontoh atau meminjam kebudayaan suku bangsa lain sepanjang dipandang tidak merusak kebudayaan.
3. Peran Kebudayaan terhadap Kesehatan
1. Kebudayaan dapat menopang upaya kesehatan
a. Menanamkan nilai dan norma serta keorganisasian (kelembagaan) kesehatan yang benar dan fleksibel (sosialisasi).
b. Memperkaya ide, aktivitas sosial, serta materi budaya dalam masyarakat tentang kesehatan, penyakit dan penyembuhannya (pengembangan dan sinkronisasi).
c. Memperluas pengetahuan dan implementasi ajaran agama di bidang kesehatan (penggalian dan aplikasi ajaran agama).
(40)
d. Meningkatkan inovasi (uji coba dan implementasi) ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat dalam mengenali penyakit, penyebab dan penyembuhannya (validitas dan reliabilitas).
e. Mengupayakan keterjangkauan biaya obat oleh rakyat (nilai ekonomi). f. Menjaga jangann sampai resistensi atas obat (modern dan tradisional)
yang relevan.
g. Konsisten menjalankan tindakan hukum bagi pelanggar regulasi kesehatan.
Dari uraian tersebut, memperlihatkan bahwa kesehatan memerlukan dukungan kebudayaan idea, aktivitas sosial, serta materi kebudayaan dari segi agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, keorganisasian sosial masyarakat, bahasa dan komunikasi, serta kesenian masyarakat. Terutama adalah penggunaan kebiasaan hidup masyarakat untuk mensukseskan upaya kesehatan baik pendekatan modern maupun tradisional.
2. Kebudayaan dapat memperburuk kesehatan
a. Nilai dan norma dalam unsur universal kebudayaan dapat merusak kesehatan.
b. Kebudayaan medis modern tidak terterima masyarakat pendukung suatu kebudayaan.
c. Kebudayaan medis modern tidak mengapresiasi nilai medis tradisional yang efektif.
(41)
e. Tidak adanya asuransi kesehatan bagi pengguna obat atas kesalahan penyembuh atau lembaga pengembangan kesehatan.
f. Dampak penggunaan teknologi kehidupan yang tidak terkendalikan. Dari uraian di atas jelas bahwa kebudayaan sangat menentukan maju mundurnya sistem kesehatan dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas kesehata di masyarakat, bangsa maupun dunia internasional. Kemauan untuk berkolaborasi yang didasarkan kepada keterukuran efektifivas dalam upaya kesehatan menjadi suatu keharusan.
C. Konsepsi Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep kesehatan modern ataupun medis dianjurkan selama dua tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur enam bulan. Sesuai disertasi oleh Maas (2004), bahwa pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu dan didiamkan selama satu malam) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi.
Kebiasaan masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula
(42)
kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (Maas, 2004).
Demikian pula halnya dengan pembuangan kolostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, kolostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tidak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa kolostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, kolostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi. Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi.
Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur. Adanya pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau
(43)
menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 1990).
D. Konsep Transcultural Nursing Leininger 1. Definisi Transcultural nursing
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Konsep dalam transkultural nursing:
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
(44)
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia.
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
(45)
keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
10.Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
11.Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
2. Paradigma Transcultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).
a. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimana pun dia berada.
(46)
b. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif.
c. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah khatulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol
(47)
yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
d. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negosiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
Pengkajian klien sesuai dengan latar belakang budaya yang dirancang berdasarkan tujuh dimensi sosial budaya yang ada pada “Sunrise Model Theory” yaitu:
a. Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Keterpaparan ibu terhadap media massa baik media cetak maupun media elektronik mempunyai pengaruh terhadap perilaku pemberian ASI. Dengan kebiasaan membaca surat kabar atau majalah serta kebiasaan mendengar siaran radio dan mengikuti acara televisi kemungikanan besar ibu memiliki pengetahuan yang benar tentang tata cara pemberian ASI yang benar (Kasnodiharjo, 1998).
(48)
Promosi dalam bentuk iklan berfungsi dalam merangsang perhatian, persepsi, sikap dan perilaku sehingga dapat menarik konsumen untuk menggunakan suatu produk. Pada saat media massa berkembang seperti sekarang ini, promosi melalui media massa merupakan kekuatan besar dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Misalnya, beberapa studi di Bogor menunjukkan iklan merupakan sumber informasi utama dalam berbelanja susu formula bayi oleh ibu rumah tangga (65%) (Tresnawati, 1997 dalam Dodik ).
b. Faktor religi dan falsafah hidup (religious dan philosophical factors) Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Emosi keagamaan mendorong orang untuk berlaku serba religi. Kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku disebut dengan upacara keagamaan atau religious ceremony atau rites (Koenjtaraningrat, 1992). Faktor religi yang dikaji meliputi: agama yang dianut, apakah ada ritual agama klien yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Menurut Friedman (1998) dalam kehidupan bermasyarakat setiap anggota keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab dalam melakukan interaksinya mempunyai keterbatasan yang dilandasi tanggung jawab masing-masing anggota keluarga. Perbedaan dan kekhususan adanya
(49)
peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi dalam keterikatan keluarga. Faktor yang dikaji meliputi: tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dukungan apa saja yang diberikan keluarga dalam hal pemberian ASI eksklusif.
Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat emosional maupun psikologi yang diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan ASI (Roesli, 2004). Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan tetang ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri bayinya. Hubungan harmonis dalam keluarga akan sangat mempengaruhi lancarnya proses laktasi (Lubis, 2002).
Peningkatan peran suami berupa perhatian kepada istri sangat dibutuhkan suatu proses dalam produksi ASI yaitu reflek oksitosin. Pikiran ibu yang positif akan merangsang kontraksi otot sekeliling kelenjar alveoli hingga mengalirkan ASI ke duktus laktiferus kemudian diisap oleh bayi (Roesli, 2004).
Depkes (1999) juga menyebutkan suami, kelurga dan masyarakat memberi dukungan psikososial bagi ibu yang menyusui. Penelitian Asmijati (2000) di Tangerang mendapatkan ada hubungan antara dukungan keluarga/masyarakat dengan pemberian ASI eksklusif responden yang mendapatkan dukungan keluarga/masyarakat 4,70 kali
(50)
lebih besar dalam pemberian ASI eksklusif dari pada responden yang tidak mendapatkan dukungan keluarga/masyarakat.
d. Nilai-nilai budaya dan cara hidup (cultural values and lifeways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut yang terkait. Hal yang dikaji meliputi: apakah klien punya pantangan makanan/minuman yang berkaitan dengan menyusui, bagaimana persepsi budaya yang sudah diwariskan turun-temurun mengenai menyusui.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) Kebijakan dan peraturan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan litas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Di Indonesia pemberian ASI eksklusif disesuaikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tentang kesehatan pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Pemanfaatan sumber-sumber material yang dimiliki dalam perilaku kesehatan atau perawatan. Hal yang dapat dikaji meliputi: penghasilan
(51)
keluarga, bagaimana keluarga memanfaatkan sumber-sumber material dalam perilaku menyusui.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar pendidikan individu menjadi pengalaman dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu maka keyakinan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang dapat dikaji meliputi: tingkat pendidikan ibu serta kemampuannya untuk belajar aktif mandiri tentang perilaku menyusui.
Menurut hasil penelitian Soeparmanto (2006) ibu-ibu yang tamat SD mempunyai kemungkinan menyusui ASI eksklusif 6 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak tamat SD. Ibu-ibu yang tidak tamat SLTP atau SLTA mempunyai kemungkinan menyusui secara eksklusif 4 kali dibandingkan ibu-ibu yang tidak tamat SLTP atau SLTA.
Dalam beberapa budaya, menyusui adalah praktek tradisional. Banyak sekali pandangan mengenai praktek menyusui khususnya dalam pemberian ASI eksklusif. Faktor sosial budaya dapat mempengaruhi perilaku menyusui. Faktor sosial budaya memberikan pandangan terhadap perilaku menyusui dimana akan mempengaruhi perilaku dan perawatan individu terhadap kesehatan. Perilaku kesehatan ini akan mempengaruhi kesejahteraan individu, kelompok, masyarakat dan institusi dalam sistem kesehatan (Margaret, 2003).
(52)
Bagan. 2.3 Leininger’s Sunrise model to depict Theory of Cultural Care diversity and Universality. (Leininger, 2001)
E. Penelitian terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Hibah Osman, Lama El Zen dan Livia Wick dengan judul “Cultural Belief that may Discourage Breastfeeding amoung
(53)
Lebanon Women” menunjukkan terdapat kepercayaan budaya yang berpotensi menghambat perilaku menyusui pada perempuan Libanon sekitar 24%. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara melalui telepon dengan responden sebanyak 353 ibu menyusui.
2. Penelitian yang dilakukan Liqian Qiu, Yun Zhao,Colin w binns, Andy H Lee, Xing Xie dengan judul “A Cohort Study of Infant Feeding Practice in City
Suburban and Sosial Areas in Zhejian Province PR China 2005”
menggunakan metode studi kohort longitudinal menunjukkan pemberian ASI eksklusif di kota lebih rendah dibandingkan dengan di desa.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Higgins (2000) yang berjudul “Puertorican Culture Beliefs; Influence Infant breastFeeding Practices in Western
Newyork” dengan metode kualitatif pendekatan ethnonursing menunjukkan
keterikatan keluarga dan budaya yang diwariskan turun temurun mempengaruhi praktek pemberian menyusui. Penelitian ini dilakukan oleh 15 informan yaitu 10 informan kunci dan 5 informan umum.
(54)
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Pikir
Aspek budaya dalam perilaku menyusui ASI eksklusif dapat diketahui melalui dimensi sosial budaya dalam teori yang dikemukakan oleh Leininger. Leininger (2002) membagi dimensi sosial budaya menjadi 7 faktor, yaitu: 1) faktor teknologi, 2) faktor religius dan falsafah hidup, 3) faktor sosial dan keterikatan keluarga, 4) nilai budaya dan cara hidup, 5) faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku, 6) faktor ekonomi, dan faktor pendidikan. Dua dari ketujuh faktor diatas yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu: faktor sosial dan keterikatan keluarga, serta nilai budaya dan cara hidup. Berikut adalah kerangka pikir dalam penelitian ini :
Bagan 3.1 Kerangka Pikir
Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif
Faktor sosial dan keterikatan
keluarga
Pemberian ASI eksklusif
Nilai budaya dan cara
(55)
B. Daftar Istilah
Tabel 3.1. Daftar Istilah
No Nama Variabel
Definisi Istilah Metode Alat Ukur Hasil Ukur Sumber Informan
Validasi 1. Faktor sosial
dan keterikatan keluarga
hal-hal yang dipengaruhi akibat kontak sosial dengan keluarga dan
masyarakat
- Wawancara mendalam - Observasi
- Pedoman WM - Lembar observasi - Pengambil keputusan - Dukungan keluarga - Dukungan non
keluarga - Ibu menyusui - Anggota keluarga lainnya - suami -Triangulasi sumber -Triangulasi metode
2. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
norma budaya atau aturan kelompok dilakukan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk
- Wawancara mendalam
- Pedoman WM - Lembar
observasi
- jenis budaya - Sikap - Perilaku - Ibu menyusui - Anggota keluarga lainnya - Suami - Kader posyandu -Triangulasi sumber -Triangulasi metode
(56)
BAB IV
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A. Desain penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh jawaban atau informasi yang mendalam tentang pendapat atau perasaan seseorang yang memungkinkan untuk mendapatkan hal-hal yang tersirat tentang sikap, kepercayaan, motivasi, dan perilaku individu (Pollit, Beck & Hungler, 2001). Pendekatan kualitatif merupakan suatu pradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, prilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi (Satori & Komariah, 2009 dalam Saryono 2010).
B. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Bubulak Kota Bogor pada bulan November 2010.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Pedoman wawancara mendalam yang berbentuk pertanyaan dengan bantuan alat pencatat (tape recorder).
(57)
Metode ini merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Keuntungan metode ini adalah peneliti mendapat informasi langsung dari informan
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung (purposive) dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy). Mengacu pada prinsip tersebut, maka sumber informasi atau informan dalam penelitian ini adalah:
1. Informan
Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali data mengenai aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif di wilayah Kelurahan Bubulak. Informan informan ini terdiri dari ibu menyusui dengan kriteria:
a. Ibu menyusui dengan umur bayi 6-12 bulan yang telah berhasil ASI eksklusif.
b. Dapat berkomunikasi dengan baik.
c. Tipe keluarga: keluarga besar (extended family) 2. Informan pendukung
a. Suami klien.
b. Anggota keluarga lainnya (ibu, bibi, mertua) c. Kader Posyandu
(58)
Tabel 4.1 Pengumpulan data untuk uji coba pedoman wawancara di Kelurahan Kemiri Muka Depok;
Sumber informasi
Metode Jumlah Kriteria Tempat
Ibu menyusui yang mempunyai bayi berumur 6-12 bulan
Wawancara Mendalam dan
Observasi
1 1.ibu menyusui yang mempunyai bayi berumur 6-12 bulan. 2.Dapat berkomunikasi
dengan baik
Rumah informan
Tabel 4.2 Pengumpulan data penelitian di Kelurahan Bubulak Kota Bogor
Sumber informasi Metode Jumlah Kriteria Tempat
Informan utama:
1. Ibu menyusui WM 3 1. Ibu menyusui yang dengan
umur bayi 6-12 bulan yang
telah berhasil ASI eksklusif.
2. Dapat berkomunikasi dengan
baik.
3. Tipe keluarga: keluarga besar
Rumah
(59)
E. Tekhnik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksananakan pada bulan November 2010. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu teman mahasiswa untuk tugas mencatat.
2. Tahap pengumpulan data
a. Tahap persiapan pengumpulan data
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus izin penelitian kepada pihak-pihak terkait. Selanjutnya mengadakan pertemuan dengan informan dan informan pendukung untuk
Informan pendukung:
1.Anggota keluarga
lainnya
(ibu/mertua/bibi)
2. Suami
3. Kader posyandu
WM WM WM 3 3 1
(extended family).
1.Tinggal serumah dengan
informan utama.
2.Dapat berkomunikasi dengan
baik.
1.Dapat berkomunikasi dengan
baik.
1.Kader aktif di Kelurahan
Bubulak. Rumah informan Rumah informan Rumah kader
(60)
menjelaskan tujuan penelitian, kriteria informan yang dipilih, dan menyesuaikan jadwal.
b. Tahap pelaksanaan pengumpulan data
Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan data primer dan sekunder.
1). Untuk data primer meliputi : a) Wawancara
Wawancara, menurut Lexy J Moleong (2006) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Pada metode ini, peneliti dan responden berhadapan langsung
(face to face) untuk mendapatkan informasi secara jelas dengan
tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Sesuai dengan jenisnya, peneliti memakai jenis wawancara seperti yang dikatakan oleh Faisol (1990) yaitu: Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, biasanya pertanyaan muncul secara sepontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi ketika melakukan wawancara.
(61)
Dengan tehnik ini diharapkan terjadi komunikasi langsung, luwes dan fleksibel serta terbuka, sehingga informasi yang didapat lebih banyak dan luas mengenai Aspek Budaya dalam Pemberian ASI eksklusif.
b). Observasi
Observasi dilakukan sebagai penguat data sebelumnya serta untuk pengecekan data dan memperkaya informasi. 2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen yang terkait dengan penelitian. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk melengkapi hasil penelitian.
F. Validasi Data
Untuk menjaga validitas data, maka dilakukan triangulasi. Triangulasi yang ada meliputi (Kresno dkk, 2006).
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross-check data dari sumber yang berupa informan berbeda-beda. Datanya harus memperkuat atau tidak ada kontradiksi dengan yang lainnya.
(62)
Dilakukan dengan menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan data yaitu selain menggunakan metode FGD, wawancara juga dilakukan observasi.
3. Triangulasi Data
a. Analisa data dilakukan oleh lebih dari satu orang.
Analisa data bisa dilakukan oleh peneliti dan orang lain yang ahli dalam analisa kualitatif. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar interpretasi yang dilakukan hasilnya sama dengan yang dilakukan oleh orang lain.
b. Minta umpan balik dari informan.
Umpan balik tersebut berguna bukan saja untuk alasan etik atau memperbaiki kesempatan agar hasilnya akan dilaksanakan tetapi juga untuk memperbaiki kualitas proposal, data dan kesimpulan yang ditarik dari data tersebut.
Dalam penelitian ini hanya menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode karena triangulasi data sulit dilakukan, biayanya mahal dan membutuhkan waktu yang lama.
G. Teknik Analisa Data
Hasil data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan pendekatan analisis kualitatif, yaitu :
(63)
Reduksi data adalah proses pemilahan data kasar, mencari hal-hal yang pokok dan membuat transkrip data hasil wawancara seperti apa adanya. Adapun tujuan dari tahap ini adalah memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2. Display Data
Display data adalah tekhnik penyajian data dalam bentuk uraian
singkat, grafik, dan matriks. Langkah ini didapatkan setelah peneliti melakukan penyusunan data dalam bentuk transkrip data selanjutnya. 3. Analisis Isi
Analisis yaitu dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang ada pada tinjauan kepustakaan (content analysis).
4. Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan adalah menganalisis data yang dapat dicoba dibuat suatu kesimpulan hal penelitian.
H. Etika penelitian
Penelitian yang dilakukan telah mendapat ijin dari puskesmas Sindang Barang melalui surat pengantar dari kepala Dinkes Kota Bogor. Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti melakukan pendekatan terhadap informan berupa wawancara sesuai dengan kriteria dan aspek pedoman wawancara. Peneliti melindungi hak-hak calon informan untuk mengambil keputusan sendiri dalam hal berpartisipasi pada penelitian ini maupun tidak
(64)
berpartisipasi, tidak ada paksaan informan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Kerahasian untuk menjaga rasa aman dan nyaman informan dibuat dengan lembar persetujuan (informed consent). Dengan informed consent tersebut informan memahami tentang penelitian yang dilakukan dan menyatakan setuju untuk berpartisipasi didalam penelitian (Dempsey, 2002).
Formulir persetujuan yang diberikan untuk pasrtisipan berisi tentang penjelasan: tujuan penelitian, kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan, manfaat penelitian, persetujuan mendapat jawaban dari informan, persetujuan partisipan dapat mengundurkan diri kapan saja dan jaminan anominitas serta kerahasiaan (Pollit & Hungler, 2001).
Penggunaan alat perekam seperti tape recorder dilakukan setelah mendapat persetujuan dari informan dan telah dijelaskan tujuan penggunaannya.
(65)
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Bubulak
Kelurahan Bubulak merupakan wilayah Kecamatan Bogor Barat di Kota Bogor. Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Semplak di sebelah utara, Kelurahan Margajaya di sebelah selatan, Kelurahan Sindangbarang di sebelah Timur, dan Kelurahan Situ Gede di sebelah barat. Luas wilayah Kelurahan Bubulak sebesar 157,085 ha/m2 terbagi atas luas pemukiman, persawahan, perkebunan, kuburan, pekarangan, taman, perkantoran dan prasarana umum. Sebagian besar wilayah Kelurahan Bubulak terdiri dari luas perkebunan sebesar 33 ha/m2, persawahan sebesar 43,265 ha/m2, dan pemukiman sebesar 47,2 ha/m2. Keadaan tanah merupakan dataran tinggi karena merupakan daerah dekat dengan pegunungan. Suhu rata-rata daratan adalah 290C.
Penduduk Kelurahan Bubulak terdiri dari berbagai macam etnis yang bersifat heterogen. Adanya penduduk asli dan pendatang memberikan keanekaragaman etnis. Adapun etnis penduduk Kelurahan Bubulak diantaranya etnis Aceh, Batak, Minang, Betawi, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Dayak, Bugis, Makassar Ambon, dan Flores. Sebagian besar penduduk Kelurahan Bubulak beretnis Sunda. Keanekaragaman bukan hanya pada etnis saja namun terjadi pada agama yang dianut. Agama yang dianut penduduk Kelurahan Bubulak yaitu Islam 14050 orang, Kristen sebnyak 58 orang, Katolik sebnyak 45 orang, Hindu sebanyak 17
(66)
orang, dan Budha sebanyak 5 orang. Kenekaragaman ini memberikaan kekayaan budaya di wilayah Kelurahan Bubulak.
Tingkat pendidikan masyarakat kelurahan bubulak terdiri dari: Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 473 orang, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3222 orang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 1433 orang, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 1545 orang, dan Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 1424 orang.
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Bubulak sebagian besar sebagai pengusaha kecil dan menengah seperti membuka toko atau warung, karena di lihat dari letaknya Kelurahan Bubulak ini berada di posisi strategis dekat dengan terminal dan dilalui oleh banyak kendaraan dari beberapa wilayah tetangga. Selain itu, banyak berdiri fasilitas umum lainnya seperti sekolah, kantor pemerintahan, pertokoan dan fasilitas kesehatan.
Sarana kesehatan yang ada terdiri dari apotik, posyandu, toko obat, praktek dokter, rumah bersalin. Terdapat lima belas posyandu di Kelurahan Bubulak yang tersebar di setiap RW. Posyandu diadakan setiap bulan. Kelurahan Bubulak berada di bawah cakupan wilayah Puskesmas Sindangbarang. Letak geografis Kelurahan Bubulak sangat strategis. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari Puskesmas Sindangbarang.
B. Karakteristik Informan
Pada penelitian ini informan yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama adalah ibu menyusui
(67)
dengan usia bayi 6-12 bulan yang telah berhasil ASI eksklusif. Karakteristik informan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah umur, pekerjaan, suku, agama, pendidikan, penghasilan keluarga, usia bayi, dan banyak anak. Sedangakan informan pendukung adalah suami, anggota keluarga lainnya yang tinggal serumah dengan informan utama. Berikut akan dijelaskan karakteristik informan di Kelurahan Bubulak:
1. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah ibu meyusui yang bayinya berusia 6-12 bulan yang telah berhasil ASI eksklusif bertempat tinggal di wilayah Kelurahan Bubulak yang terdiri dari 3 orang. Kisaran usia informan termuda adalah 22 tahun dan tertua 25 tahun. Dua dari tiga informan bersuku Sunda sedangkan sisanya bersuku Jawa. Ketiga informan beragama Islam. Pendidikan terendah SMP, sedangkan yang tertinggi S1. Dua dari tiga informan bekerja yaitu sebagai guru SD dan pedagang, sedangkan satunya tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan keluarga ketiga informan beragam yaitu Rp 1.800.000,00 hingga tertinggi Rp. 5.000.000,00. Ketiga informan tinggal bersama keluarga lainnya (extended family). Ada yang tinggal bersama ibu, mertua ataupun bibi. Usia bayi informan paling kecil 7 bulan dan paling besar 11 bulan. Ketiga informan merupakan ibu muda dengan jumlah anak paling sedikit satu orang dan paling banyak dua orang.
(68)
Tabel 5.1
Karakteristik Informan
No Variabel
Informan
1 2 3
1 Nama Ny. A Ny. P Ny.S
2 Umur (thn) 25 22 24
3 Suku Sunda Sunda Jawa
4 Agama Islam Islam Islam
5 Pendidikan S1 SMP SMA
6 Pekerjaan Guru Pedagang IRT 7 Penghasilan keluarga
(perbulan)
4.000.000 5.000.000 1.800.000
8 Tinggal dekat Ibu kandung
Bibi Mertua
9 Usia bayi (bln) 8 7 11
10 Jumlah anak 2 2 1
2. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah keluarga klien, yaitu suami dan anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah klien. Wawancara dengan informan pendukung dilakukan untuk mendapatkan
(1)
DATA DEMOGRAFI INFORMAN
Inisial informan
: ………..
Umur
: ………..
Suku
:………..
Agama
:………..
Pendidikan terakhir
:………..
Pekerjaan
:………..
Penghasilan perbulan
:………..
Tinggal bersama dalam satu rumah dengan :………..
Usia bayi
:………..
Jumlah anak
:………..
Hubungan dengan informan
:………..*)
(2)
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
1.
Apakah ibu menyusui secara eksklusif?
2.
Apakah arti ASI eksklusif?
3.
Sosial dan keterikatan keluarga
a.
Siapakah yang mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI eksklusif?
Apakah alasan ibu mengikutinya?
b.
Bagaimana sikap keluarga, suami, teman dalam mendukung ibu untuk
memberikan ASI eksklusif?
c.
Apa yang dilakukan suami, kelurga, tetangga/teman untuk mendukung
ibu dalam pemberian ASI eksklusif?
4.
Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
a.
Bagaimana pandangan masyarakat disini terhadap ibu yang menyusui?
b.
Apa saja yang ibu ketahui mengenai pantangan atau mitos dalam
pemberian ASI eksklusif?
(3)
LEMBAR OBSERVASI
Subyek
: 1/2/3
Tanggal
:
Wawancara ke
:
Waktu
: s.d
Tempat
:
Catatan lapangan
1.
Proses atau kegiatan selama wawancara berlangsung
2.
Kondisi rumah pasien atau tempat wawancara
3.
Benda yang ada di sekitar subjek
4.
Penampilan informan saat wawancara
5.
Sikap, mimik,intonasi, respon nonverbal informan saat wawancara
6.
Orang yang berada di sekitar informan
7.
Gangguan khusus selama wawancara
(4)
Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan
Bubulak Kota Bogor Tahun 2010
No Aspek budaya dalam
pemberian ASi eksklusif
Informan Hasil
Ny. A Ny. P Ny. S
1. Apakah ibu menyusui
secara eksklusif?
Ya Ya Ya Semua informan berhasil
dalam memberikan ASI eksklusif
2. Apakah arti ASI
eksklusif?
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa
makanan/minuman tambahan selama enam bulan pertama
eksklusif adalah ASI yang diberikan selama enam bulan
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi selama enam bulan tanpa dikasih apa-apa, misalnya minuman atau makanan
Arti ASI eksklusi:
Pemberian ASI saja tanpa makanan/minuman tambahan selama enam bulan
3. Sosial dan keterikatan keluarga:
d.Siapakah yang mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI eksklusif? Apakah alasan ibu mengikutinya? e.Bagaimana sikap
keluarga, suami, teman dalam mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif? f.Apa yang dilakukan
Ibu kandung. Karena ibu sering mendapat
penyuluhan
Suami, ibu dan teman bersikap mendukung Suami: membelikan buku, majalah, tabloid anak. Ibu: membantu memandikan bayi.
Sendiri. Karena jauh dari orangtua
Suami, ibu, bibi dan teman bersikap mendukung Suami: Bibi: membantu mengompres Teman: memberi informasi
Ibu dan suami. Karena mendapat dukungan dari keduanya.
Suami, mertua, dan teman/tetangga bersikap mendukung.
Suami: membelikan buku, tabloid,
majalah tentang anak. Ibu: membantu mengurus bayi Teman: member informaasi
Yang mempengaruhi ibu dalam mengambil keputusan untuk memberikan ASI eksklusif: - Suami - Ibu kandung/mertua
Sikap keluarga suami dan teman/tetangga: bersikap baik, mendukung dalam pemberian ASI eksklusif
Dukungan yyang diberikan:
- Dukungan fisik: membantu mengurus bayi seperti
memandikan bayi. mengompres payudra,
(5)
suami, kelurga, tetangga/teman untuk mendukung ibu dalam pemberian ASI eksklusif?
memijat setelah melahirkan.
- Dukungan emosional: memberikan pujian, menghargai.
- Dukungan
informasional: memberitahu
informasi tentang ASI eksklusif, membelikan tabloid, majalah dan buku sebagai media untuk menambah pengetahuan 4. Nilai-nilai budaya dan
cara hidup a.Bagaimana
pandangan masyarakat disini terhadap ibu yang menyusui? b.Apa saja yang ibu
ketahui mengenai pantangan atau mitos dalam pemberian ASI eksklusif?
c.Bagaimana respon ibu dengan adanya budaya tersebut dimasyarakat?
Menyusui proses alamiah yang wajar dialami dan sudah kodrat wanita sebagai ibu Bayi diberi madu, Ada istilah mapas, pantangan tidak boleh makan amis, tidak boleh makan pisang. Dianjurkan banyak makan sayur-mayur Memilih budaya yang mendukung baikuntuk kesehatan. Pemberian ASI eksklusif tetap dilakukan Menyusui tugas sebagai ibu
Bayi diberi air gula, kopi, remasan daun pare. Istilah mapas, tidak boleh makan amis Dianjurkan banyak makan sayur-mayur Jika baik dilakukan, jika tidak baik tidak dilkukan.
ASI eksklusif tetap dilaksanakan
Suatu kewajajaran sebagai untuk menyusui sebagai tugas ibu
Bayi diberi pisang, madu, kopi. Tidak tahu pantangan. Dianjurkan banyak makan sayur-mayur Menjalankan mitos dan pantangan yang baik untuk kesehatan. Untuk ASI eksklusif tidak ada pantangan yang dilaksanakan
Nilai budaya mengenai menyusui:
Menyusui dipandang suatu kewajaran, proses alamiah, kodrat ibu, tugas seorang ibu
Budaya yang ada pada masa ASI eksklusif:
- Memberikan makanan/
minuman seperti, kopi, air gula, madu, pisang emas dan diberikan remasan daun pare. - Ada istilah mapas
yang merupakan waktu untuk melaksanaka pantangan dalam mengkonsumsi makanan.
- Anjuran untuk
memakan bayak sayur-mayur. Terutama sayuran berdaun hijau dan kacang-kacangan. - Sikap terhadap
budaya: baik untuk kesehatan akan
(6)
dilaksanakan, sebaliknya jika tidak baik untuk kesehatan tidak akan
dilaksanakan. - Perilaku: tetap
memberikan ASI eksklusif. tidak melaksanakan budaya yang ada seperti mapas,
memberikanan makanan/minuman pada bayi dibawah umur 6 bulan.