Hubungan Pemberian Asi Ekslusif dengan Kejadian Dermatitis Atopik pada Anak Playgroup dan TK Happy Holy Kids

(1)

Oleh :

YOLANDA SINAGA 120100302

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

YOLANDA SINAGA 120100302

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK PLAYGROUP DAN TK HAPPY

HOLY KIDS MEDAN

(Penulis: Yolanda Sinaga, Pembimbing: dr. Deryne A. P., M.Ked(KK), Sp.KK)

Latar Belakang: Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian dermatitis atopik yaitu faktor genetik, laktasi, sosioekonomi dan lingkungan. ASI merupakan makanan terbaik pada bayi karena manfaatnya dalam hal gizi, immunologi dan psikologis. Hubungan ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik masih kontroversi.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak playgroup dan TK Happy Holy Kids.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain kasus kontrol yang dilakukan di Sekolah Playgroup dan TK Happy Holy Kids, Medan. Sampel penelitian ini ada 27 pasang terbagi dalam kelompok subjek dan kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner.

Hasil: Hasil menunjukkan responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak menderita dermatitis atopik yaitu 16 orang (59,3%). Usia yang terbanyak menderita dermatitis atopik yaitu usia 4 tahun (48,1%). Reponden yang mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan lebih banyak menderita dermatitis atopik yaitu 14 orang (51,91%). Responden yang menderita dermatitis atopik lebih banyak tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu 16 orang (59,3%). Berdasarkan analisis uji hipotesis didapatkan nilai OR 0,404 (95%=0,135-1,209) dan nilai p yaitu 0,102 (p>0,05).

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara pemberian yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak Playgroup dan TK Happy Holy Kids, Medan.


(5)

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN EXCLUSIVE BREASTFEEDING WITH INCIDENCE OF ATOPIC DERMATITIS IN CHILDREN OF PLAYGROUP

AND KINDERGARTENHAPPY HOLY KIDS MEDAN

(Writer: Yolanda Sinaga, Adviser: dr. Deryne A. P., M.Ked(KK), Sp.KK) Background: Atopic dermatitis is a condition of chronic and recurrent skin inflammation accompanied by itching, which is usually often occurs during infancy and children, often associated with increased serum IgE levels and a family history of atopy or patients. There are several factors that can affect the incidence of atopic dermatitis. They are a genetic factor, lactation, socio-economic and environmental. Breast milk is the best food in infants due to its benefits in terms of nutritional, immunological and psychological. The relationship of exclusive breastfeeding with the incidence of atopic dermatitis is still controversial.

Objective: This study aimed to analyze the relationship of exclusive breastfeeding with the incidence of atopic dermatitis in children of playgroup and kindergarten Happy Holy Kids, Medan.

Methods: This study was an analytic observational, used case control design. This study is conducted in the Playgroup and Kindergarten Happy Holy Kids, Medan. The research sample were 27 pairs that they are divided into control group and subject group. Data was collected by using a questionnaire.

Results: Results showed that female respondents more suffer from atopic dermatitis are 16 people (59.3%). Most age suffering from atopic dermatitis are 4 years of age (48.1%). Respondents were breastfed for less than six months more to suffer from atopic dermatitis, that is 14 people (51.91%). Respondents suffering from atopic dermatitis more is not exclusively breastfed are 16 people (59.3%). Based on the analysis of hypothesis test obtained value of OR 0.404 (95% = 0.135 to 1.209) and the p-value is 0.102 (p> 0.05).

Conclusion: There is no statistically significant relationship between exclusive breastfeeding with the incidence of atopic dermatitis in children of playgroup and kindergarten Happy Holy Kids, Medan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Hubungan Pemberian Asi Ekslusif dengan Kejadian Dermatitis Atopik pada Anak Playgroup dan TK Happy Holy Kids”. Karya tulis ini merupakan salah satu syarat kelulusan pendidikan sarjana kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan masukan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Deryne Aggia Paramita, M.Ked (KK), Sp.KK selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing saya dan memberikan masukan kepada saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. dr. Melvin Ng. Barus, M. Ked(OG), SpOG dan dr. Tambar Kembaren, Sp.PD selaku dosen penguji yang telah memberikan saran-saran untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

4. Ayah saya, Pontas Sianga, Ibu saya, Lambok Farida Pasaribu, dan saudara-saudara saya, Yunita Sinaga, Yudi Sinaga danYosephin Sinaga, yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat serta doa kepada saya.

5. Kepala Sekolah Playgroup dan TK Happy Holy Kids, Medan yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. 6. Seluruh orang tua anak Playgroup dan TK Happy Holy Kids, Medan

yang telah berpartisipasi dalam penelitian saya.

7. Teman-teman saya, Vivien, Novita, Rina, Theresia, Lusi, Caterine Elisabet, Ester, Septian, Daniel, Desti, Herlita, Betsy, Nancy, Orlando,


(7)

Landong, Benny dan Rio, yang telah memberikan bantuan serta dukungan kepada saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. 8. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran dari pembaca sebagai sarana evaluasi kedepannya.

Medan, 07 Desember 2015 Penulis

Yolanda Sinaga 120100302


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 . Latar Belakang ... 1

1.2 . Rumusan Masalah ... 4

1.3 . Tujuan Penelitian ... 4

1.2.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Dermatitis Atopik ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Epidemiologi ... 5

2.1.3. Faktor Resiko ... 7

2.1.4. Patogenesis ... 8

2.1.5. Gejala Klinis ... 10


(9)

2.2. Air Susu Ibu ... 11

2.2.1. Pengertian ASI ... 11

2.2.2. Komposisi ASI ... 12

2.2.3. Faktor-faktor Kekebalan di dalam ASI ... 15

2.2.4. Sifat Anti Alergi ASI ... 18

2.3. Hubungan Pemberian ASI dengan Dermatitis atopik ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .. 21

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21

3.2. Variabel dan Defenisi Operasional ... 21

3.3. Hipotesis ... 22

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 23

4.1. Jenis Penelitian ... 23

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.3.1. Populasi ... 23

4.3.2. Sampel ... 23

4.3.3. Kriteria Sampel ... 24

4.3.4. Estimasi Besar Sampel ... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 25

4.5. Metode Pengolahan danAnalisa Data ... 25

4.5.1. Pengolahan Data ... 25

4.5.2. Analisa Data ... 25

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Hasil Penelitian ... 27


(10)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 27

5.2. Hasil Analisis Statistik ... 32

5.3. Pembahasan ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1. Kesimpulan ... 36

6.2. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Kriteria Diagnosis DA Hanifin-Rajka ... 10

2.2 Komposisi ASI ... 14

5.1 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin.. ... 27

5.2 Distribusi Responden berdasarkan Usia ... 28

5.3 Distribusi Sampel beerdasarkan Lama Pemberian ASI... 28

5.4 Distribusi Responden berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif 29 5.5 Distribusi Responden berdasarkan Kejadian DA ... 29

5.6 Distribusi Distribusi DA menurut Jenis Kelamin ... 30

5.7 Distribusi DA menurut Usia ... 30

5.8 Distribusi DA menurut Lama Pemberian ASI... 31


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(13)

DAFTAR SINGKATAN

APC Antigen Presenting Cell

ASI Air Susu Ibu

DA Dermatitis Atopik

ECF-A Eosinophil Chemotactic of Anophylaxis

IgA Immunoglobulin A

IgE Immunoglobulin E

IgG Immunoglobulin G

IL Interleukin

ISAAC International Study of Asthma and Allergies in Childhood

LTC4 Leukotrien C4

MHC Major Histocompatibility Complex

PGD2 Prostaglandin D2

RSU Rumah Sakit Umum

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

TCR T Cell Receptor

Th T helper

TK Taman Kanak-kanak

UNICEF United Nation Children Fund


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Dafar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 Surat Persetujuan menjadi Responden

Lampiran 4 Kuisioner Penelitian

Lampiran 5 Surat Peretujuan Komisi Etik

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian

Lampiran 7 Surat Bukti melakukan Penelitian

Lampiran 8 Data Induk Responden


(15)

ABSTRAK

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK PLAYGROUP DAN TK HAPPY

HOLY KIDS MEDAN

(Penulis: Yolanda Sinaga, Pembimbing: dr. Deryne A. P., M.Ked(KK), Sp.KK)

Latar Belakang: Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian dermatitis atopik yaitu faktor genetik, laktasi, sosioekonomi dan lingkungan. ASI merupakan makanan terbaik pada bayi karena manfaatnya dalam hal gizi, immunologi dan psikologis. Hubungan ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik masih kontroversi.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak playgroup dan TK Happy Holy Kids.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain kasus kontrol yang dilakukan di Sekolah Playgroup dan TK Happy Holy Kids, Medan. Sampel penelitian ini ada 27 pasang terbagi dalam kelompok subjek dan kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner.

Hasil: Hasil menunjukkan responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak menderita dermatitis atopik yaitu 16 orang (59,3%). Usia yang terbanyak menderita dermatitis atopik yaitu usia 4 tahun (48,1%). Reponden yang mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan lebih banyak menderita dermatitis atopik yaitu 14 orang (51,91%). Responden yang menderita dermatitis atopik lebih banyak tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu 16 orang (59,3%). Berdasarkan analisis uji hipotesis didapatkan nilai OR 0,404 (95%=0,135-1,209) dan nilai p yaitu 0,102 (p>0,05).

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara pemberian yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak Playgroup dan TK Happy Holy Kids, Medan.


(16)

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN EXCLUSIVE BREASTFEEDING WITH INCIDENCE OF ATOPIC DERMATITIS IN CHILDREN OF PLAYGROUP

AND KINDERGARTENHAPPY HOLY KIDS MEDAN

(Writer: Yolanda Sinaga, Adviser: dr. Deryne A. P., M.Ked(KK), Sp.KK) Background: Atopic dermatitis is a condition of chronic and recurrent skin inflammation accompanied by itching, which is usually often occurs during infancy and children, often associated with increased serum IgE levels and a family history of atopy or patients. There are several factors that can affect the incidence of atopic dermatitis. They are a genetic factor, lactation, socio-economic and environmental. Breast milk is the best food in infants due to its benefits in terms of nutritional, immunological and psychological. The relationship of exclusive breastfeeding with the incidence of atopic dermatitis is still controversial.

Objective: This study aimed to analyze the relationship of exclusive breastfeeding with the incidence of atopic dermatitis in children of playgroup and kindergarten Happy Holy Kids, Medan.

Methods: This study was an analytic observational, used case control design. This study is conducted in the Playgroup and Kindergarten Happy Holy Kids, Medan. The research sample were 27 pairs that they are divided into control group and subject group. Data was collected by using a questionnaire.

Results: Results showed that female respondents more suffer from atopic dermatitis are 16 people (59.3%). Most age suffering from atopic dermatitis are 4 years of age (48.1%). Respondents were breastfed for less than six months more to suffer from atopic dermatitis, that is 14 people (51.91%). Respondents suffering from atopic dermatitis more is not exclusively breastfed are 16 people (59.3%). Based on the analysis of hypothesis test obtained value of OR 0.404 (95% = 0.135 to 1.209) and the p-value is 0.102 (p> 0.05).

Conclusion: There is no statistically significant relationship between exclusive breastfeeding with the incidence of atopic dermatitis in children of playgroup and kindergarten Happy Holy Kids, Medan.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Dermatitis atopik merupakan kelainan kulit berupa papul, gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi (Djuanda, 2011). Penyakit ini sering disertai oleh kelainan atopik lain, seperti rhinitis alergika dan asma. Manifestasi klinis dermatitis atopik bervariasi menurut usia (Bieber, 2008).

Prevalensi dermatitis atopik semakin meningkat. Oleh karena itu, dermatitis atopik merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia, dan negara industri lain, prevalensi dermatitis atopik pada anak mencapai 10-20%, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3%. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia Tengah, prevalensi dermatitis atopik jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita dermatitis atopik daripada pria dengan rasio 1,3:1 (Djuanda,2011). Menurut

International Study of Asthma and Allergies in Childhood, diantara 56 negara prevalensi dermatitis atopik pada anak bervariasi dari 0,3%-25%. Dalam sebuah penelitian berdasarkan populasi di Amerika Serikat, prevalensi dermatitis atopik pada anak-anak yang berumur 5-9 tahun diperkirakan 17,2%. Dermatitis atopik sering terjadi pada awal kehidupan, 45% pada usia 6 bulan pertama kehidupan, 60% pada usia tahun pertama kehidupan, dan 85% pada usia dibawah 5 tahun (Bieber, 2008).

Data mengenai kejadian dermatitis atopik belum diketahui secara pasti. Menurut laporan kunjungan bayi dan anak di rumah sakit yang ada di Indonesia, kasus dermatitis atopik didapatkan sebanyak 611 kasus (Putri, 2012). Dermatitis atopik berada pada urutan pertama dari 10 penyakit kulit yang umum ditemukan pada anak-anak. Pada Poli klinik kulit dan kelamin di


(18)

RSUP DR Sardjito Yogyakarta, pada periode bulan Februari 2005 sampai Desember 2007, terdapat 73 kasus dermatitis atopik pada bayi (Budiastuti, 2007). Sedangkan data di Unit rawat Jalan Penyakit Kulit Anak RSU DR. Soetomo didapatkan jumlah pasien Dermatitis atopik mengalami peningkatan sebeser 116 pasien (8,14%) pada tahun 2006, tahun 2007 sebesar 148 pasien (11,05%) sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (11,65%) (Zulkarnain I, 2009).

Manifestasi klinis dermatitis atopik bervariasi menurut usianya. Oleh karena itu, pembagian dermatitis atopik dapat dibedakan berdasarkan usia. Dermatitis atopik dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu dermatitis atopik infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun), dermatitis atopik anak (terjadi pada usia 2 tahun sampai 10 tahun) dan dermatitis atopik pada remaja dan dewasa (Djuanda, 2011)

Penyebab pasti dermatitis atopik belum diketahui, namun berbagai penelitian menunjukan dermatitis atopik disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik, laktasi, sosioekonomi dan lingkungan.

Dermatitis atopik erat kaitannya dengan faktor genetik. Dermatitis atopik cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami dermatitis atopik. Pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orangtua menderita atopi. (Djuanda 2011). Selain faktor genetik ada hal lain yang dapat berpengaruh pada kejadian dermatitis atopik yaitu pemberian asi eksklusif. ASI ekslusif diberikan selama 6 bulan pertama tanpa makanan ataupun minuman tambahan. ASI merupakan makanan terbaik pada bayi karena manfatnya dalam hal gizi, imunologi dan psikologis menurut Grulee dan Standford pada tahun 1963. Penelitian kohort prospektif oleh Kull tahun 2005 menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif selama minimal 4 bulan dapat mengurangi risiko terjadinya DA (Kull, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Kull sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiastuti di rumah sakit Sadjito Yogyakarta tahun 2007


(19)

menunjukan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap dermatitis atopik (Budiastuti et al, 2007). Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Yang tahun 2009, tidak dapat membuktikan secara kuat efek proteksi menyusui secara eksklusif paling tidak selama 3 bulan terhadap kejadian dermatis atopik pada anak yang memiliki riwayat keluarga positif dermatits atopik (Yang et al, 2009). Penelitian juga dilakukan oleh Ludvigsson tahun 2005 yang meneliti hubungan antara ASI eksklusif dan kejadian dermatitis atopik pada 8300 bayi berusia 1 tahun dan hasilnya tidak didapatkan hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada bayi dengan riwayat atopi keluarga positif (Ludvigsson et al, 2005). Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Anita Halim. Penelitiannya tidak dapat membuktikan manfaat pemberian ASI eksklusif untuk mencegah kejadian dermatitis pada anak (Halim et al, 2014). Berbagai macam hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu, sehingga hasil penelitian hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian dermatitis atopik masih kontroversial.

Penelitian ini dilakukan di Playgroup dan TK Happy Holy Kids karena pada umumnya usia anak-anak yang ada di palyground dan TK itu dibawah umur 5 tahun, dimana pada usia tersebut prevalensi dermatitis atopik cukup tinggi. Selain itu, lokasinya yang terletak di daerah perkotaan dan anak-anak yang bersekolah di sekolah ini berasal dari golongan sosioekonomi menegah ke atas. Melalui teori “hygene hypothesis”, dermatitis atopik banyak terjadi di daerah perkotaan (Bieber, 2008) dan pada golongan sosioekonomi yang tinggi (Dalstra et al, 2005).

Berbagai macam hasil penelitian sebelumnya yang masih kontroversial dan cukup tingginya risiko kejadian dermatitis atopik di Playgroup dan TK Happy Holy Kids Medan membuat peneliti ingin membuktikan tentang hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak Playgroup dan TK di Happy Holy Kids Medan.


(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti yaitu “Apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak Playgroup dan TK di Happy Holy Kids Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak Playgroup dan TK di Happy Holy Kids Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hubungan lama pemberian ASI dengan kejadian dermatitis atopik.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat

dan ibu-ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang pencegahan dermatitis atopik dengan memperhatikan pemberian ASI pada anak

3. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya tentang pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Atopik

2.1.1 Definisi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas, bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi) terutama mengenai bayi dan anak, dapat pula dewasa. Penyakit ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta adanya riwayat rinitis alergika atau asma pada keluarga maupun penderita (Kariosentono,2007). Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit kulit yang sering dijumpai pada masa bayi, ditandai dengan pruritus hebat dan memiliki kecenderungan untuk menjadi kronik (Williams, 2006).

Istilah dermatitis banyak digunakan oleh para dermatologist yang berorientasi pada sumber ilmu di Amerika, digunakan untuk mengganti kata “eksema” yang banyak dipakai di benua Eropa. Kata eksema sendiri telah lama dikenal sejak dahulu yaitu pada zaman sebelum masehi, berasal dari bahasa Yunani “ekzein” yang berarti mendidih atau berbuih. Konsep atopi

diperkenalkan pertama kali oleh Coca dan Cooke pada tahun 1923, sebagai suatu istilah yang dipakai secara spontan pada individu yang mempunyai riwayat keluarga terhadap kepekaan tersebut . Kata atopi diambil dari bahasa Yunani atopia yang berarti sesuatu yang tidak lazim, different atau

out of place, dan istilah ini untuk menggambarkan suatu reaksi yang tidak biasanya, berlebihan (hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang terdapat di dalam kehidupan lingkungan kehidupan manusia. (Kariosentono,2007)

2.1.2 Epidemiologi

Menurut International Study of Asthma and Allergies in Childhood, prevalensi gejala dermatitis atopik pada anak-anak usia enam atau tujuh tahun selama satu tahun periode bervariasi. Prevalensi dermatitis atopik


(22)

semakin meningkat selama 30 tahun terakhir. Prevalensi dermatitis atopik pada anak di beberapa negara diperkirakan 10-20% sedangkan pada dewasa diperkirakan 1-3% (Watson, 2011).

Prevalensi dermatitis atopik meningkat dua kali lipat atau tiga kali lipat di negara industri selama tiga dekade terakhir; 15-30% anak dan 2-10% orang dewasa yang menderita dermatitis atopik. Gangguan ini seringkali merupakan awal dari diatesis atopik yang meliputi asma dan penyakit alergi lainnya. Dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi awal. Sebanyak 45% dari semua kasus dermatitis atopik dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% dimulai pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum usia 5 tahun. Lebih dari 50% anak yang menderita dermatitis atopik dalam 2 tahun pertama kehidupan tidak memiliki tanda sensitisasi IgE, tetapi sensitisasi IgE tetap akan terjadi selama selama menderita dermatitis atopik. Sampai dengan 70% dari anak-anak ini memiliki remisi spontan sebelum masa remaja. Penyakit ini juga dapat terjadi pertama kali pada orang dewasa (akhir-onset dermatitis atopik), dan dalam sejumlah besar pasien ini tidak ada tanda IgE-mediated sensitisasi. Prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan menunjukkan adanya hubungan ke "hygene hypothesis", yang menyatakan bahwa tidak adanya paparan anak usia dini terhadap agen infeksi meningkatkan kerentanan terhadap penyakit alergi. Konsep ini baru-baru ini dipertanyakan berkaitan dengan dermatitis atopik (Bieber, 2008).

Prevalensi dermatitis atopik semakin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Wanita lebih banyak menderita dermatitis atopik daripada pria dengan rasio 1,3:1 (Djuanda,2011). Data mengenai kejadian dermatitis atopik belum diketahui secara pasti. Menurut laporan kunjungan bayi dan anak di rumah sakit yang ada di Indonesia, kasus dermatitis atopik didapatkan sebanyak 611 kasus (Putri, 2012). Sebuah penelitian kohort di Jakarta pada tahun 2010 dilaporkan prevalensi dermatitis atopik 16,4 % pada anak berusia 0-6 bulan (Munasir et al, 2011).


(23)

2.1.3 Faktor Risiko

Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis dermatitis atopik, misalnya faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik. (Djuanda, 2011)

Faktor risiko terjadinya dermatitis atopik antara lain : a. Genetik

Pada penyakit atopik, karakteristik status atopik dapat diuji melalui uji tusuk kulit positif pada alergen yang umum. Sekitar 80% dari bayi dengan dermatitis atopik memperlihatkan peningkatan level serum total IgE. Riwayat orangtua diperkirakan mempunyai peranan penting pada penyebab dermatitis atopik dan penyakit atopik lainnya karena genetik merupakan faktor risiko yang sering memicu penyakit pada bayi. Meskipun, tidak selalu ditemukan hubungan yang dekat pada status pihak ibu daripada ayah (Morar et al., 2006)

b. Laktasi

Terjadi perbedaan bayi yang mendapat ASI dengan yang tidak ASI. Melalu penelitian yang dilakukan Yang tahun 2009 tentang hubungan antara menyusui dan terjadinya dermatitis atopik menunjukkan hasil yang tidak menentu, dimana hasilnya tidak ada pembuktian yang kuat efek proteksi menyusui secara eksklusif paling tidak selama 3 bulan terhadap kejadian dermatitis atopik pada anak-anak dengan riwayat keluarga yang positif dermatitis atopik (Yang et al., 2009).

c. Sosioekonomi

Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada status sosial yang tinggi dibandingkan dengan status sosial yang lebih rendah. Laporan prevalensi eksema meningkat 1.5-2 kali lebih tinggi pada sosial kelas atas. Alergi lebih sering pada kelompok berpendidikan tinggi (Dalstra et al., 2005).

d. Polusi Lingkungan

Faktor polusi lingkungan mempengaruhi timbulnya dermatitis atopik. Contoh polusi adalah polusi udara terutama di daerah industri, asap


(24)

rokok, penggunaan pendingin ruangan yang berpengaruh pula pada kelembaban udara, penggunaan sabun yang berlebihan dan deterjen yang tidak dibilas dengan sempurna (Leung, 2008).

2.1.4 Patogenesis

Etiologi dermatitis atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya sangat kompleks serta melibatkan banyak faktor sehingga menggambarkan suatu penyakit yang multifaktorial. Salah satu teori yang banyak dipakai untuk menjelaskan patogenesis dermatitis atopik adalah teori imunologik. Konsep imunopatologi ini berdasarkan bahwa pada pengamatan 75% penderita dermatitis atopik mempunyai riwayat atopi lain pada keluarga atau pada dirinya. Selain itu beberapa parameter imunologi dapaat ditemukan pada dermatitis atopik, seperti peningkatan kadar IgE dalam serum pada 60-80% kasus, adanya IgE spesisfik terhadap bermacam aerolergen dan eosinofilia darah serta ditemukannya molekul IgE pada permukaan sel langerhans epidermis.

Peranan reaksi alergi pada etiologi dermatitis atopik masih kontroversi dan menjadi bahan perdebatan di antara para ahli. Istilah alergi dipakai untuk merujuk pada setiap bentuk reaksi hipersensitivitas yang melibatkan IgE sebagai antibodi yang terjadi akibat paparan alergen. Beberapa peneliti menyebutkan alergen yang umum antara lain sebagai berikut:

a. Aeroalergen atau alergen inhalan : Tungau debu rumah, bulu binatang, jamur dan kecoa

b. Makanan : susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum

c. Mikroorganisme : bakteri seperti staphylococcus aureus, streptococcus species dan ragi seperti Pityrosporum ovale, Candida albicans dan

Trichophyton species

d. Bahan iritan atau alergen : wool, desinfektan, nikel, paru, balsam dan sebagainya.

Imunopatogenesis dermatitis atopik dimulai dengan paparan imunogen atau alergen dari luar yang mencapai kulit, dapat melalui sirkulasi


(25)

setelah inhalasi atau secara langsung melalui kontak dengan kulit. Pada pemaparan pertama terjadi sensitisasi, dimana alergen akan “ditangkap” oleh sel penyaji antigen (APC), untuk kemudian diproses dan disajikan kepada sel limfosit T dengan bantuan molekul MHC klas II. Hal ini menyebabkan sel T menjadi aktif dan mengenali alergen tersebut melalui sel

T cell receptor (TCR). Setelah paparan, sel T akan berdeferensiasi menjadi subpopulasi sel Th 2 karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini merangsang aktivitas sel B untuk menjadi sel plasma dan memproduksi IgE. Begitu ada dalam sirkulasi IgE segera berikatan dengan sel mast dan basofil. Pada paparan alergen berikutnya, IgE telah tersedia pada permukaan sel mast, sehingga terjadi ikatan antara alergen dengan IgE. Ikatan ini akan menyebabkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast akan mengeluarkan mediator baik yang teleah tersedia seperti histamin yang akan menyebabkan reaksi segera, ataupun mediator yang baru dibentuk seperti leukotrien C4 (LTC4), prostaglandin D2 (PGD2) dan lain sebagainya.

Sel Langerhans epidermal berperan penting pula di dalam patogenesis dermatitis atopik oleh karena mengekspresikan reseptor pada permukaan membrannya yang dapat mengikat molekul IgE serta mensekresi berbagai sitokin. Apabila ada alergen masuk akan diikat dan disajikan pada sel T dengan bantuan molekul MHC klas II dan sel T akan mensekresikan limfokin dengan profil Th2 yaitu IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IL-5 secara fungsional bekerja mirip ECF-A sehingga sel eosinofil ditarik dan berkumpul di tempat lesi, menjadi aktif dan akan mengeluarkan granula protein yang akan membuat kerusakan jaringan. Terjadinya lesi dermatitis atopik pada keadaan ini didasari oleh mekanisme reaksi fase lambat atau

late phase reaction. Respon imun dermatitis atopik terjadi mirip respon tipe lambat atau reaksi tipe IV karena melibatkan sel limfosit T dan oleh karena diperantarai oleh IgE maka dikenal sebagai IgE mediated delayed type hypersensitivity (Kariosentono, 2007)


(26)

2.1.5 Gejala Klinis

Gejala Klinis dermatitis atopik secara umum adalah gatal, kulit kering dan timbulnya eksim (eksematous inflammation) yang berjalan kronik dan residif. Rasa gatal yang hebat menyebabkan garukan siang dan malam sehingga memberikan tanda bekas garukan (scratch mark) yang akan diikuti oleh kelainan-kelainan sekunder berupa papula, erosi atau ekskoriasi dan selanjutnya akan terjadi likenifikasi bila proses menjadi kronis.

Papula dapat terasa sangat gatal (prurigo papula) bersamaan dengan timbulnya vesikel (papulovesikel) dan eritema, merupakan gambaran lesi eksematous. Prurigo papules, lesi eksematous dan likenifikasi dapat menjadi erosif bila terkena garukan dan terjadi eksudasi yang berakhir dengan lesi berkrustae. Lesi kulit yang sangat basah (weeping) dan berkrusta sering didapatkan pada kelainan yang lanjut (Kariosentono, 2007).

2.1.6 Kriteria Diagnostik

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Dermatitis Atopik Menurut Hanifin-Rajka

Kriteria Mayor Kriteria Minor

1. Pruritus

2. Morfologi dan distribusi lesi khas:

Dewasa : fleksural likenifikasi atau linear

Bayi dan anak: Mengenai wajah dan ekstensor

3. Dermatitis kronik atau kronik berulang

4. Riwayat atopi pada pasien atau keluarga

1. Xerosis

2. Iktiosis / keratosis pilaris / palmar hiperlinearis

3. Peningkatan kadar IgE serum 4. Usia awitan dini

5. Kecenderungan mendapat infeksi kulit akibat gangguan imunitas seluler

6. Kecenderungan mendapat dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki 7. Eksema pada putting susu

8. Konjungtivitis berulang 9. Lipatan orbita Dennie-Morgan 10. Keratokonus


(27)

11. Katarak subkapsuler anterior 12. Hiperpigmentasi daerah orbita 13. Kemerahan/kepucatan di pipi 14. Pitiriasis alba

15. Dermatitis di lipatan leher anterior 16. Gatal bila berkeringat

17. Intoleransi terhadap wol dan pelarut lemak

18. Aksentuasi perifolikuler 19. Intoleransi makanan

20. Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan/emosi

21. Dermografisme putih/delayedblanch

Dikutip dari Atopic Dermatitis : An update (Rothe and Grant-Kels,1996)

Seseorang dianggap menderita dermatitis atopik bila ditemukan minimal 3 gejala mayor dan 3 gejala minor.

Dari kriteria mayor pada penelitian Hanifin Rijka, Organisasi International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) membuat suatu kuesioner untuk mendiagnosis dermatitis atopik. Hal ini dilakukan untuk kepentingan penelitian epidemiologi (Asher et al 1995). Seseorang didiagnosis dermatitis atopik bila memenuhi ≥ 3 pertanyaan dari 7 pertanyaan kuisioner ISAAC (Breinninkmejer, et al 2008)

2.2 Air Susu Ibu

2.2.1 Pengertian Air Susu Ibu

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi karena ASI memiliki faktor protektif dan nutrien yang dapat menjamin status gizi bayi baik serta angka kesakitan dan kematian


(28)

anak menurun. United Nation Children Fund (UNICEF) dan World Helath Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak hanya disusui ASI selama paling sedikit enam bulan. Hal ini dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian anak. ASI eksklusif dianjurkan pada beberapa bulan pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan mengandung banyak gizi yang diperlukan anak pada umur tersebut. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia mengubah rekomendasi lamanya pemberian ASI eksklusif dari 4 bulan menjadi 6 bulan (Kemenkes, 2014).

Pemberian ASI eksklusif merupakan suatu tindakan pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur , susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu sampai 6 bulan,. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat dapat diteruskan sampai 2 tahun atau lebih (Roesli, 2000).

2.2.2 Komposisi Air Susu Ibu

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose, dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi.

Komposisi ASI ini ternyata tidak konstandan tidak sama dari waktu ke waktu.Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi ASI adalah :

a. Stadium laktasi b. Ras

c. Keadaan Nutrisi d. Diet Ibu

ASI menurut stadium laktasi : 1. Kolostrum

2. Air susu transisi / peralihan 3. Air susu matur (mature)


(29)

2.2.2.1 Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning-kuningan (lebih kuning dibandingkan susu yang matur) yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara. Kolostrum mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa puerperium. Kolustrum disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah. Kolostrum ini juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekoneum dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang. Pada kolostrum terdapat

tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein di dalam usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar antibodi pada bayi. Volumemya berkisar 150-300 ml/24 jam

Hal-hal yang membedakan kolustrum dengan susu matur yaitu sebagai berikut :

1. Kandungan protein di dalam kolostrum lebih banyak dibandingkan dengan ASI yang matur. Protein yang utama dalam kolostrum adalah globulin (gamma globulin).

2. Kolostrum juga mengandung lebih banyak antibodi dibandingkan dengan ASI yang matur dan dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan.

3. Kadar karbohidrat dan lemak di dalam kolostrum lebih rendah jika dibandingkan dengan ASI yang matur.

4. Mineral yang utama dalam kolostrum adalah natrium, kalium dan klorida dan kadarnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu yang matur.

5. Total energinya lebih rendah jika dibandingkan dengan susu yang matur yaitu sekitar 58 kal/100 ml kolostrum.


(30)

6. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi jika dibandingkan dengan ASI matur, sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah.

7. Bila dipanaskan, kolostrum akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak.

8. Pada Kolostrum pH lebih alkalis dibandingkan dengan ASI matur 9. Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dibandingkan

dengan ASI matur.

2.2.2.2 Air Susu Masa Peralihan

Air susu masa peralihan merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur. Air susu ini disekresi dari hari ke- 4 sampai hari ke-10 dari mas laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ketiga sampai minggu kelima. Kadar protein semakin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak semakin tinggi. Selain itu volumenya juga akan semakin meningkat.

Tabel 2.2 Komposisi ASI menurut penyelidikan dari Kleiner I.S. & Osten J.M.

Waktu Protein Karbohidrat Lemak

Hari ke-5 2,00 6,42 3,2

Hari ke-9 1,73 6,73 3,7

Minggu ke-34 1,30 7,11 4,0

Dikutip dari: Breast Feeding a guide for medical profession (Lawrence, Mosby and St. Louis, 1980)


(31)

2.2.2.3. Air Susu Matur

Air susu matur merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya. Komposinya relatif konstan mulai minggu ke 3 sampai minggu ke-5. Bagi ibu yang sehat, dimana produksi ASInya cukup, ASI inilah merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Air susu matur merupakan suatu cairan berwarna putih kekuning-kunigan yang diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat, riboflavin dan karoten yang terdapat di dalamnya. Air susu ini tidak mnggumpal jika dipanaskan. Selain itu, di dalam ASI ini terdapat antimikrobial faktor, antara lain:

a. Antibodi terhadap bakteri dan virus

b. Sel (fagosit granulosit dan makrofag dan limfosit tipe T)

c. Enzim (lisozim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amilase, fosfodiesterase, alkalinfosfatase)

d. Protein ( laktoferin, B12binding protein) e. Resistance factor terhadapa stafilokokud f. Komplemen

g. Interferon producing cell

h. Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor bifidus

i. Hormon-hormon .

2.2.3 Faktor-Faktor Kekebalan di dalam Air Susu Ibu

Faktor-faktor kekebalan didalam ASI secara garis besar didapatkan dua macam kekebalan ialah :

2.2.3.1 Faktor Kekebalan non spesifik

a. Faktor Pertumbuhan laktobasilus bifidus

Lactobasilus bifidus merupakan kolonisasi kuman yang memetabolisir laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga pertumbuhan kuman patogen akan dihambat.


(32)

Di dalam ASI kadar bifidus factor 40 kali lebih banyak daripada di dalam usus sapi dan rusak apabila ASI dipanaskan. Bifidus factor dalam suasana asam di dalam usus bayi akan menstimulir pertumbuhan

Laktobasilus bifidus (Bifidubacteria). Laktobacilus bifidus ini di dalam usus bayi akan mengubah laktosa yang banyak terdapat di dalam ASI menjadi asam laktatdan asam asetat sehingga suasana akan lebih aman. Suasana yang asam ini akan menghambat pertumbuhan Escherichia Coli patogen dan Enterobacteriaceae.

b. Laktoferin

Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat bakteriostatik yang kuat terhadap Escheria coli danjuga menghambat pertumbuhan Candida albicans. Kadar laktoferin bervariasi di antara 6 mg/ml kolostrum dan tidak lebih daripada 1mg/ml di dalam ASI matur . Pada Ibu dengan gizi yang kurang kadar ini sedikit lebih rendah. Meskipun kadar laktoferin di dalam kolostrum susu sapi cukup tinggi ialah 5 mg/ml, tetapi kadar ini cepat menurun. Di dalam ASI yang matur, laktoferin selain menghambat pertumbuhan Candida albicans, juga bersama-sama (sinergistik) dengan SIgA menghambat pertumbuhan E. coli patogen . Laktoferin dapat mengikat zat besi berkompetisi di dalam usus bayi dengan kuman-kuman patogen dalam mengikat zat besi, vitamin B12 dan asam folat.

c. Lisozim (muramidase)

Lisozim adalah suatu substrat anti-infeksi yang sangat berguna di dalam air mata. Akhir-akhir ini terbukti bahwa di dalam ASI terdapat enzim lisozim dalam kadar yang cukup tinggi (sampai 2 mg / 100 ml), suatu kadar 5000 kali lebih banyak daripada di dalam air susu sapi. Tidak dihancurkan di dalam usus dan di dalam tinja masih ditemukan dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Khasiat lisozim, bersama-sama dengan sistem komplemen dan SIgA ialah memecahkan dinding sel bakteri (bakteriolitik) dari kuman-kuman Enterobacteriaceae dan


(33)

kuman-kuman gram positif, Diduga lisozim juga melindungi tubuh bayi terhadap berbagi penyakit infeksi virus antara lain (Herpes hominis). d. Laktoperoksidase

Kadar laktoperoksidase di dalam ASI lebih rendah daripada kadar laktoperoksidase di dalam air liur bayi. Khasiat daripada enzim ini belum diketahui dengan jelas (Soetjiningsih, 1997).

2.2.3.2 Faktor-faktor Kekebalan Spesifik di dalam ASI a. Sistem komplemen

Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri atas sebelas komplemen-komplemen itu disebut ; CIq, CIr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9. Sistem komplemen diaktifkan oleh kompleks antigen-antibodinya. Pada prinsipnya aktivitas sistem komplemen itu berlangsung menurut fenomena classical pathway yaitu mulai dari C1 sampai C9.

Telah dibuktikan bahwa di dalam ASI terdapat ke sebelas komplemen dari sistem komplemen, meskipun beberapa di antara kadarnya sangat rendah.

b. Khasiat seluler

Kolostrum ibu mengandung bermacam–macam sel, yang terutama terdiri dari makrofag (90%), Limfosit (1-15%) dan sedikit leukosit polimorfnuklear.

Makrofag bergerak bebas, bersifat ameboid dab fagositik terhadpa kuman-kuman Staphylococcus, E. coli dan Candida albicans. Makrofag juga menghasilkan C3, C4, enzim laktoferin dan enzim lisozim. Makrofag ini mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya nocrotizing enterocolitis.

Limfosit di dalam ASI seperti halnya di dalam darah terdiri dari sel T dan sel B. Tetapi berbeda dengan sel T di dalam peredaran darah, peranan sel T di dalam ASI terhadap antigen di dalam usus seperti E. coli sangat besar, sebaliknya terhadap tetanus toksoid


(34)

rendah. Selain daripada itu sel T juga menghasilkan interferon. Populasi Sel B di dalam ASI, primer berasal dari sel-sel pada dinding usus dan mukosa lain dari ibu, terbukti bahwa prekursor dari sel B ini ditemukan di dalam sel mesenterium, antibodi yang terbentuk terutama adalah SIgA.

c. Immunoglobulin

Semua macam immunoglobulin dapat ditemukan di dalam ASI. Dengan teknik-teknik yang baru seperti immunoelectrophoresis, radioimmune assay, elisa dan sebagainya dapat diidentifikasikan lebih dari 30 macam immunoglobulin. Immunoglobulin terpenting dan terbanyak di dalam darah manusia adalah immunoglobulin G, kadar IgA hanya seperlima daripada kadar IgG. Sebaliknya di dalam ASI immunoglobulin A merupakan immunoglobulin terpenting, tidak saja karena konsentrasinya yang tinggi, juga karena aktivitas biologiknya. SIgA yang palin dominan, 90% daripada seluruh kadar immunoglobulin di dalam kolostrum maupun ASI matur. Fungsi utama SIgA ialah mencegah melekatnya kuman-kuman patogen pada didinding mukosa usus halus SIgA diduga dapat menghambat proliferasi kuman-kuma tersebut di dalam usus, meskipun tidak dapat membunuhnya. Immunoglobulin memberikan mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan antibakterial yang langsung terhadap E. coli . Faktor lisozim dan komplemen ini adalah suatu antibakterial nonspesifik yang mengatur pertumbuhan flora usus (Soetjiningsih, 1997)

2.2.4 Sifat Anti-Alergi Air Susu Ibu

Penyakit alergi seperti eksema infantil (atopic dermatitis) banyak dijumpai di negara-negara Barat pada bayi dan anak-anak dibawah umur 2 tahun. Di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya angka kejadian alergi ini belum diketahui, mungkin tertutup oleh angka kejadian


(35)

penyakit-penyakit infeksi yang masih tinggi prevalensinya. Tidak diragukan lagi bahwa banyak faktor yang dapat terlihat pada bayi dan anak yang alergi terhadap makanan. Protein susu sapi adalah yang paling utama, 2/3 daripada kasus-kasus alergi pada bayi berumur 1-2 bulan.

Beberapa puluh tahun yang lalu dilaporkan bahwa kemungkinan terjadinya eksema infantil di Amerika Serikat karena susu sapi tujuh kali lebih sering dibandingkan pada bayi-bayi yang mendapat ASI. Dengan memproses susu sapi secara modern (denaturasi) maka kejadian alergi ini menurun tetapi tidak hilang sama sekali. Ternyata komponen protein susu sapi yang dapat menyebabkan gejala-gejala alergi tersebut adalah kasein (60%), alfa laktabumin (53%), beta laktaglobulin (62%) dan serum albumin sapi (52%). Gejala-gejala alergi bisa satu macam atau lebih, demikian juga penyebabnya dapat salah satu komponen atau lebih. Keterlibatan alfa-laktoglobulin dan serum albumin sapi sangat nyata dan kedua faktor tidak ditemukan di dalam ASI. Protein sebagai antigen bersifat “species-specific”,

berarti protein ASI bersifat non-alergenik (Soetjiningsih, 1997)

2.2.5 Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi. Banyak kandungan gizi yang terdapat pada ASI. Oleh karena itu, banyak manfaat yang dapat diterima bila bayi mendapatkan asi eksklusif. Beberapa penelitian mengatakan salah satu manfaat dari pemberian ASI Ekslusif adalah pencegahan pada kejadian dermatitis atopik.

Menurut Kalliomaki ada 2 teori tentang mekanisme ASI dalam mencegah dermatitis atopik, yaitu toleransi oral dan penundaan sensitisasi dini. Berbagai antigen makanan ditemukan dalam ASI, berkaitan dengan diet ibu. Antigen dalam jumlah kecil ini berikatan dengan antibodi spesifik dari ASI, menimbulkan efek protektif dengan cara menginduksi reaksi yang toleran terhadap antigen tersebut, yang disebut dengan toleransi oral. Penundaan sensitisasi dini terjadi melalui adanya SIgA di mukosa usus bayi


(36)

yang menghalangi masuknya antigen ke mukosa, dan secara tidak langsung terjadi pada pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Kalliomaki, 2001)

Seperti yang telah dijelaskan diatas, SIgA menghalangi antigen masuk ke tubuh bayi. Selain daripada itu, SIgA yang ada pada ASI juga berkhasiat untuk mencegah absorpsi protein-protein asing dalam keadaan di mana SIgA pada bayi belum terbentuk. SIgA belum diproduksi pada umur minggu-minggu pertama. Pemberian ASI pada minggu-minggu pertama itu sangat bermanfaat untuk bayi. Oleh karena itulah, Pemberian ASI eksklusif dapat mempengaruhi kejadian dermatitis atopik dan menjadi faktor protektif pada dermatitis atopik.


(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel independen Variabel Dependen

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

Judul Penelitian : Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Dermatitis Atopik pada anak Playgroup dan TK di Happy Holy Kids

a. Definisi Operasional : Pemberian ASI eksklusif merupakan suatu tindakan pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan cairan lain dalam jangka waktu 6 bulan.

Cara ukur :Wawancara Alat ukur : Kuesioner Hasil Pengukuran:

1. Ya, apabila bayi diberikan ASI saja selama 6 bulan

2. Tidak, apabila bayi tidak diberikan ASI saja selama 6 bulan Skala Pengukuran : Nominal

b. Definisi Operasional : Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas, bersifat kronis yang ditandai dengan timbul eksim, kulit kering, terasa gatal dan dapat berupa papula, erosi atupun ekskoriasi.

Cara ukur :Wawancara

Kejadian Dermatitis Atopik pada Anak

Playgroup dan TK Pemberian ASI Eksklusif


(38)

Alat Ukur : kuesioner Hasil Pengukuran:

1. Dermatitis atopik : Memiliki tanda dan gejala klinis dermatitis atopik yang berdasarkan kuesioner

2. Tidak Dermatitis atopik : Tidak memiliki tanda dan gejala klinis dermatitis atopik yang berdasarkan kuesioner

Skala Pengukuran : Nominal

c. Definisi Operasional : Anak Playgroup dan TK adalah anak-anak yang bersekolah di Happy Holy Kids pada tahun ajaran 2015/2016 yang berumur 5 tahun ke bawah.

3.4 Hipotesis

Ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian deramtitis atopik pada anak Playgroup dan TK di Happy Holy Kids.


(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan desain kasus kontrol (case control) yaitu penelitian mencari hubungan antara pemberian ASI eklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak Playgroup dan TK di Happy Holy Kids Medan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan kurang lebih satu bulan yaitu dimulai dari bulan September 2015.

4.2.2 Tempat Penelitan

Penelitian ini dilakukan di Playgroup dan TK Happy Holy Kids Medan. Sekolah ini dipilih oleh peneliti karena anak-anak yang bersekolah di sekolah ini rata-rata berusia dibawah lima tahun, dimana pada usia tersebut prevalensi dermatitis atopik cukup tinggi. Selai itu, rata-rata anaka-anak tersebut berasal dari kelompok sosial ekonomi menengah ke atas dan di sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi target penelitian ini adalah semua anak Playgroup dan TK di Happy Holy Kids Medan. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah anak Playgroup dan TK di Happy Holy Kids Medan yang yang berusia di bawah 5 tahun.

4.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling jenis consecutive sampling. Semua subyek yang datang secara


(40)

berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan sebagai sampel penelitian sampai subyek yang diperlukan terpenuhi.

4.3.3 Kriteria Sampel

4.3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Anak yang berusia 5 tahun ke bawah dengan dermatitis atopik

2. Anak yang mau mengikuti penelitian dan orang tua yang mau menandatangani inform consent

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi

Anak yang memiliki penyakit kulit selain dermatitis atopik seperti skabies, dermatitis seboroik, dermatitis kontak dan lain-lain

4.3.4 Estimasi Besar Sampel

Rumus besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah :

�= � 2 +� 1 1+ 2 2 1− 2

2

n = estimasi besar sampel

Zα = deviat baku normal untuk α. Karena nilai interval kepercayaan yang diinginkan adalah sebesar 95% maka nilai α (tingkat kemaknaan) yang dipilih adalah 0,05 maka besar Zα = 1,96. Zβ = deviat baku beta (keselahan tipe 2 ditetapkan sebesar 20% maka

nilai Zβ = 0, 84

P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya (pustaka =.0,3)

Q2 = 1 – P2

P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti

Q1 = 1 – P1


(41)

P = Proporsi total = (P1+P2)/2 Q = 1 – P

maka besar sampel pada penelitian ini adalah :

�1=�2 =

1,96 2 × 0,15 × 0,85 + 0,84 0,6 × 0.4 + 0,3 × 0,7 0.6−0,3

2

n = 26,80

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 orang

4.4 Metode Pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui pengisian kuesioner. Kuesioner yang telah disusun akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Setelah kuesioner diuji, kuesioner akan dibagikan ke orang tua siswa.

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis data 4.5.1 Metode Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka data yang masih mentah diolah. Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning dan saving. Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi mennyakan kembali kesediaan responden untuk melengkapi data. Cleaning dilakukan untuk merubah data huruf menjadi data angka atau bilangan. Setelah itu data akan dimasukkan (entry) ke program Statistic Package for Social Science (SPSS). Pada tahapan selanjutnya, cleaning dilakukan untuk memeriksa kembali data yang sudah dimasukkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. Data yang telah benar akan disimpan (saving) dan siap untuk dianalisis.


(42)

4.5.2 Analisa Data

Proses menganalisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat. Analisa data bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik akan dianalisa menggunakan uji Chi Square.

Pengambilan keputusan statistik dilakukan dengan membandingkan nilai P Value dengan nilai α 0,05 dengan ketentuan bila P Value < nilai α 0,05 maka ada hubungan bermakna (signifikan) antara variabel independen dan dependen sedangkan bila P Value > nilai α 0,05 maka

tidak ada hubungan bermakna (signifikan) antara variabel independen dan variabel dependen (Sastroasmoro dan Ismael, 2014)


(43)

BAB 5

HASIL PENELETIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Sekolah Playgroup dan TK Happy Holy Kids yang terletak di jalan Setiabudi No. 379, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara, Indonesia.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Pada penelitian ini yang menjadi responden adalah anak-anak Playgroup dan TK di Happy Holy Kids Medan. Sejumlah 54 orang yang berpartisipasi dalam penelitian ini.

5.1.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian diperoleh distribusi jenis kelamin responden sebagai berikut :

Tabel 5.1. Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

Laki-laki 24 44,4

Perempuan 30 55,6

Total 54 100

Dari tabel tersebut dapat diketahui jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 54 orang. Dimana jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki berjmlah 24 orang (44,4%) sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 30 orang (55,6%).


(44)

5.1.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Dari hasil penelitian diperoleh distribusi usia responden sebagai berikut : Tabel 5.2. Distribusi responden berdasarkan Usia

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

2 tahun 2 3,7

3 tahun 9 16,7

4 tahun 26 48,1

5 tahun 17 31,5

Total 54 100

Tabel tersebut menunjukan bahwa usia yang menjadi responden penelitian ini adalah usia 2-5 tahun. Dari tabel tersebut didapatkan usia reponden terbanyak adalah usia 4 tahun berjumlah 26 (48,1%) sedangkan responden yang berusia 5 tahun berjumlah 17 orang (31,5%), 3 tahun berjumlah 9 orang (16,7%) dan yang berusia 2 tahun 2 orang (3,7%).

5.1.2.3. Karakteristik Responden berdasarkan Lama Pemberian ASI

Dari hasil penelitian diperoleh distribusi Lama Pemberian ASI responden sebagai berikut :

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan Lama Pemberian ASI

Lama Pemberian ASI Jumlah (Orang) Persentase(%)

< 6 bulan 18 33,3

6 bulan 6 11,1

> 6 bulan 30 55,6

Total 54 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan berjumlah 18 orang (33,3%), dalam jangka waktu 6 bulan mendapatkan ASI berjumlah 6 orang (11,1%) dan yang terbanyak adalah sampel yang mendapatkan ASI lebih dari 6 bulan berjumlah 30 orang (55,6%).


(45)

5.1.2.4. Karakterisitik Responden Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif Dari hasil penelitian diperoleh distribusi responden berdasarkan pemberian ASI Eksklusif sebagai berikut :

Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI Eksklusif Jumlah (Orang) Persentase (%)

ASI Eksklusif 28 51,9

Tidak ASI Eksklusif 26 48,1

Total 54 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan ASI Eksklusif lebih banyak dengan jumlah 28 orang (51,9%) dibandingkan dengan responden yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif dengan jumlah 26 orang (48,1%).

5.1.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian Dermatitis Atopik Dari hasil penelitian diperoleh distribusi responden berdasarkan kejadian dermatitis atopik sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Dermatitis Atopik

Kejadian Dermatitis Atopik Jumlah (Orang) Persentase (%)

Dermatitis Atopik 27 50

Tidak Dermmatitis Atopik 27 50

Total 54 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden dibagi atas dua kelompok dimana ada kelompok dermatitis atopik yang berjumlah 27 orang (50%) dan ada yang kelompok tidak dermatitis atopik berjumlah 27 orang (50%).


(46)

5.1.2.6. Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian diperoleh ditribusi dermatitis atopik menurut jenis kelamin sebagai berikut:

Tabel 5.6 Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin DA Tidak DA

N % N %

Laki-laki 11 40,7 13 48,1

Perempuan 16 59,3 14 51,9

Total 27 100 27 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa kejadian dermatitis atopik lebih sering pada perempuan berjumlah 16 orang (59,3%) dibandingkan pada laki-laki berjumlah 11 orang (40,7%).

5.1.2.7. Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Usia

Dari hasil penelitian diperoleh distribusi dermatitis atopik menurut usia sebagai berikut :

Tabel 5.7 Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Usia

Usia DA Tidak DA

N % N %

2 tahun 1 3,7 1 3,7

3 tahun 5 18,5 4 14,8

4 tahun 13 48,1 13 48,1

5 tahun 8 29,6 9 33,3

Total 27 100 27 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa kejadian dermatitis atopik lebih banyak terjadi pada anak usia 4 tahun berjumlah 13 orang (48,1%) dibandingkan dengan kelompok umur lainnya.


(47)

5.1.2.8. Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Lama Pemberian ASI

Dari hasil penelitian diperoleh distribusi dermatitis atopik menurut lama pemberian ASI sebagai berikut :

Tabel 5.8 Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Lama Pemberian ASI

Lama Pemberian ASI Eksklusif

DA Tidak DA

P value

N % N %

< 6 bulan 14 51,9 10 37

0,273

> 6 bulan 13 48,1 17 63

Total 27 100 27 100

Dari tabel diatas didapatkan bahwa responden dibagi atas 2 kelompok berdasarkan lama pemberian ASI eksklusifnya. Responnden yang mendapatkan dermatitis atopik lebih banyak mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan berjumlah 14 orang (51,9%) dan bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak menderita dermatitis atopik lebih banyak responden yang mendapatkan ASI lebih dari 6 bulan berjumlah 17 orang (63%). Dari hasil statistika didapatkan nilai signifikansinya adalah 0,273 (p>0.05). Berdasarkan nilai signifikansi tersebut, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan lama pemberian ASI dengan kejadian dermatitis atopik.

5.1.3. Tabulasi Silang Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Dermatitis Atopik

Berdasarkan hasil penelitian dperoleh hasil tabulasi silang antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik sebagai berikut:


(48)

Tabel 5.9 Tabulasi Silang Pemberian ASI Eksklusif dengan Dermatitis Atopik

Kejadian Dermatitis Atopik

Total P

value

OR (95%CI)

DA Tidak

DA Pemberian ASI Eksklusif ASI Eksklusif

11 17 28

0,102

OR 0,404

(0,135-1,209) 40,70% 63% 51,90%

Tidak ASI Eksklusif

16 10 26

59,30% 37% 48,10%

Total

27 27 54

100% 100% 100%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa secara keseuruhan terdapat 27 orang yang menderita dermatitis atopik dan 27 orang yang tidak menderita dermatitis atopik. Dari 27 orang yang menderita dermatitis atopik didapat 11 orang (40,7%) yang mendapatkan ASI Eksklusif dan 16 orang (59,3%) yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sedangkan dari 27 orang yang tidak menderta dermatitis atopik didapat 17 orang(63%) yang mendapatkan ASI Eksklusif dan 10 orang (37%) yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.

5.2 Hasil Analisis Statistik

Penelitian ini ingin melihat hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik. Berdasarkan penelitian, didapatkan nilai Odds Ratio

0,404 (95% CI=0,135-1,209) yang berarti pemberian ASI Eksklusif merupakan faktor protektif. Namun, setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode chi square dengan tingkat kemaknaan 0,05(α=5%) diperoleh nilai p (p value) sebesar 0,102 (p>0,05) yang berarti hasilnya tidak signifikan. Oleh karena itu, hipotesis ditolak Ho diterima, yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI


(49)

eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak Playgroup dan TK Happy Holy Kids, Medan.

5.3 Pembahasan

Jumlah responden pada penelitian ini adalah 54 orang dimana 27 orang (50%) menderita dermatitis atopik dan diantaranya ada 11 orang (40,7%) yang mendapatkan ASI Eksklusif sedangkan 27 orang (50%) lagi tidak menderita dermatitis atopik dan diantaranya ada 17 orang (63%) yang mendapatkan ASI eksklusif. Hal yang sama terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Anita (2014) dengan responden berjumlah 108 dimana 54 orang (50%) menjadi kelompok penderita dermatitis atopik dan diantaranya ada 20 orang yang mendapatkan ASI eksklusif sedangkan 54 orang (50%) lainnya menjadi kelompok yang tidak penderia dermatitis atopik dan diantaranya 22 orang yang mendapatkan ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian, diperoleh dermatitis atopik lebih sering terjadi pada perempuan (59,3%) dibandingkan dengan laki-laki (40,7%). Hal ini sejalan dengan pendapat Djuanda (2011) yang menyatakan bahwa rasio kejadian dermatitis atopik antara wanita dengan laki-laki adalah 1,3 :1. Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiastuti tahun 2007 yang menunjukkan bahwa dermatitis atopik lebih sering pada laki-laki. Dermatitis Atopik 80 % terjadi pada anak-anak usia dibawah 5 tahun (Bieber, 2008). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa kejadian dermatitis atopik banyak terjadi pada usia 4 tahun (48,1%).

Berdasarkan lama pemberian ASI Eksklusif responden dibagi atas 3 kelompok dimana ada kelompok responden yang mendapat ASI kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan dan dalam waktu 6 bulan. Dari hasil penelitian diperoleh dermatitis atopik sering pada anak-anak yang mendapatkan ASI lebih dari 6 bulan (48,1%). Namun, bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, anak-anak yang mendapatkan ASI lebih dari 6 bulan dengan tidak menderita dermatitis atopik lebih banyak jumlahnya (63%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farazjadeeh tahun 2011 yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama pemberian ASI dengan kejadian dermatitis


(50)

atopik sehingga dengan melebihkan waktu pemberian asi, risiko dermatitis atopik menurun (OR=0.93, 95% CI=0.90-0.96). Namun, penelitian ini belum dapat membuktikannya secara statistik, dimana diperoleh nilai p>0,05. Penelitian ini tidak sejalan penelitian yang dilakukan pesonen tahun 2006. Dari penelitian ini didapatkan bayi diberi ASI eksklusif lebih dari 9 bulan beresiko lebih besar terkena alergi dari pada bayi yang diberi ASI eksklusif kurang dari 9 bulan.

Penelitian ini dilakukan untuk mencari hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik. Dari penelitian ini didapatkan nilai

Odds Ratio 0,404 (95% CI=0,135-1,209) yang berarti pemberian ASI eksklusif merupakan faktor protektif. Namun, secara statistik hasilnya tidak bermakna karena nilai p yang didapatkan dari penelitian ini sebesar 0,102 (p>0,05). Ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anita tahun 2014 dimana dari penilitian ini didapatkan nilai Odds Ratio 0,867 (95%CI=0,512-2,635) dan nilai p (p value) sebesar 0,508 (p>0,05). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Kusunoki tahun 2010 bahwa penelitiannya tidak dapat membuktikan secara signifikan hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopi dimana nilai p (p value) sebesar 0,14 (p>0,05) dan nilai

Odds Ratio 1,30 (95%CI=0,91-1,86). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Budiastuti tahun 2007 dimana dari penelitiannya didapatkan nilai Odds Ratio 3,72 (95%CI=1,40-9,90) dan nilai p (p value) sebesar 0.02 (p<0.05) yang berarti bahwa terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Arini tahun 2014 bahwa penelitiannya dapat membuktikan secara signifikan hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopi dimana nilai p (p value) sebesar 0,000 dan didapatkan bahwa bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif 4,030 kali menderita dermmatitis atopi.

Pemberian ASI eksklusif sewaktu bayi memberikan banyak manfaat, karena ASI merupakan makanan terbaik pada bayi yang mengandung faktor protektif dan nutrien yang dapat menjamin status gizi bayi baik serta angka kesakitan dan kematian anak menurun (Kemenkes, 2014). ASI mengandung faktor proktektif


(51)

yaitu antibodi, lisozim, laktoferin, komplemen, laktoperoksidase, immunoglobulin dan lainnya (Soetjiningsih, 1997). Oleh karena itu, salah satu manfaat dari pemberian ASI eksklusif adalah sebagai faktor proteksi terhadap berbagai penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan manfat pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian dermatitis atopik. Berdasarkan nilai Odd Ratio

penelitian ini, didapatkan bahwa pemberian ASI eksklusif mrupakan faktor protektif. ASI Eksklusif dapat menjadi faktor proteksi dermatitis atopik karena adanya mekanisme toleransi oral dan penundaan sensitisasi dini. Dalam mekanisme tersebut yang berperan adalah antibodi spesifik dan SIgA yang terdapat di dalam ASI (Kalliomaki, 2001).

Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian ini. Namun, hasilnya masih kontroversi. Penelitian ini masih belum dapat membuktikan hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik. Hal tersebut dapat terjadi, karena masih ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian dermatitis atopik misalnya genetik atau riwayat atopi, usia, polusi udara seperti polusi pada daerah industri, pajanan asap rokok, pajanan tungau debu rumah serta sosio ekonomi. Hal-hal tersebut dapat menjadi faktor perancu pada penelitian ini.


(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian dermatitis atopik pada anak Playgroup dan TK Happy Holy Kids, Medan (p>0,05).

2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama pemberian ASI dengan kejadian dermatitis atopik (p>0,05).

6.2 Saran

1. Sebaiknya faktor perancu pada penelitian seperti ini dihilangkan, serta jumlah sampelnya dapat diperbanyak untuk meningkatkan akurasinya. 2. Perlu dilakukannya penyuluhan kepada ibu-ibu untuk menambah

pengetahuan tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif.

3. Perlu dilakukannya penyuluhan kepada ibu-ibu tentang manfaat pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan dapat mengurangi risiko dermatitis atopik.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Arini, L. A., 2014. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dengan tingkat kejadian dermatitis atopi pada balita di RSUD DR. Soedjati Purwodadi. Repository Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Asher, M.I., et al., 1995. International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) : Rationale and Methods. Eur Respir J, 8 : 483-491 Bieber, T., 2008. Mechanism of Disease Atopic Dermatitis. The New England

Medical Journal of Medicine, 358 (14): 1483-1494

Brenninkmeijer, E. E. A., Schram, M. E., Leeflang, M. M. G., Bos, J. D., Spuls, Ph. I., 2008. Diagnostic Criteria for Atopic dermatitis : a systematic review. British Journal of Dermatology, 158 : 754-765.

Budiastuti, M., Wandita, S., Sumadiono, 2007. Exclusive Breastfeeding and Risk of Atopic Dermatitis in High Risk Infant. Berkala Ilmu Kedokteran, 39 (4) : 192-198.

Dahlan, M. S., 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. 2nd ed. Jakarta : Salemba Medika.

Dalstra, J. A., Kurnst, A. E., Borrel, C., et all., 2005. Socioeconomic differences in the prevalence of common chronic diseases : an overview of eight European countries. International Journal of Epidemiology, 34 : 316-326.

Djuanda, S., Sularsito, S. A., 2011. Dermatitis Atopik. Dalam : Djuanda, A. (Eds).

Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. 6 th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 138-147.

Farazjadeh, S., Shahesmaeili, A., Bazargan, N., Poorkani, Z., Karaminejad, Z., Aghaei, H., et all., 2011. Relationship between duration of breastfeeding and development of atopic dermatitis. Journal of Pakisan Association of Dermatologists, 21 : 80-86.

Halim, A., Munasir, Z., Rohsiswatmo, R., 2014. Manfaat Pemberian Asi Eksklusif dalam Pencegahan Kejadian Dermatitis Atopi pada Anak. Sari Pediatri, 15 (6) : 345-352.


(54)

Kalliomaki, M., Ouwehand, A., Arvilommi, H., Kero, P., Isolauri, E., 1999.

Transforming growth factor-β in breast milk: A potential regulator of atopic disease at an early age. Journal of Allergy and Clinical Immunology, 104:1251-1257

Kariosentono, H., 2007. Dermatitis Atopik (Eksema). Surakarta : Lembaga Pengembangan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Situasi dan Analisis Asi Eksklusif. Pusat Data dan Informasi Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kull, I., Bohme M., Wahlgren, C. F., Lennart, N., Pershagen, G., Wickman, M., et al., 2005 Breastfeeding reduces the risk for childhood aczema. J Allergy Clin Immunol 116: 657-61.

Kusunoki, T., Morimoto, T., Nishikomori, R., Yasumi, T., Heike, T., Mukaida, K., et al., 2010. Breastfeeding and The Prevalence of Allergic Diseases in Schoolchildren: Does Reverse Causation Matter?. Pediatric Allergy and Immunology, 21: 60-66

Leung, D.Y.M., Eichenfield, L.F., Bogunewwicz, M., 2008. Atopic dermatitis (atopic eczema). Dalam : Wolf, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffel, D.A. (Eds). Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. New York: Mc Graw Hill, 146-157.

Ludvigsson, J. F., Mostrom, M., Ludvigsson, J., Duchen, K., 2005. Exclusive breastfeeding and risk of atopic dermatitis in some 8300 infants. Pediatric Allergy Immunology, 16 (3) :201-208.

Morar, N., et all., 2006. Molecular Mechanisms in Allergy and Clinical Immunology. Journal Allergy Clinical Immunology, 118 (1) : 24-34

Munasir Z., Sastroasmoro, S., Djauzi, S., Waspadji, S., Ramelan, W., Aminullah, A., et al., 2011. The role of allergic risk and other factors that affect the occurence of atopic dermatitis in the first 6 months of life. Asia Pac Allergy 1:73-9.


(55)

Pesonen, M., Kallio, M., Ranki, A., Slimes, M., 2006. Prolonged exclusive breastfeeding is aasociated with increased atopic dermatitis: a prospective follow-up study of unselectedhealthy newborns form birth to age 20 years. Clinical and Experimental Allergy, 35 (8): 1011-1018.

Putri. I. P., Gambara Kelainan Kulit pada Pasien Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin di RSUD dr. Pringadi Medan 2011. Skripsi. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Roesli, U., 2001. Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta: Tubulus Agriwidya.

Sastroamoro, S., Ismael, S., 2014. Dasar-Dasar Penelitian Petodologi Penelitian Klinis. 5th ed. Jakarta : Sagung Seto.

Sastroamoro, S., Ismael, S.,1995. Dasar-Dasar Penelitian Petodologi Penelitian Klinis. 1st ed. Jakarta : Binarupa Aksara.

Soetjiningsih, DSAK., 1997. ASI : Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Edisi Pertama. Jakarta: EGC

Watson, W., Kapur, S., 2011. Atopic Dermatitis. Allergy, Asthma & Clinical Immunology Journal, 1-7.

Williams, L. W., 2006. Dermatitis Atopik. Dalam: Rudolph, A. M., Hoffman, J. I., Rudolph, C. D. (Eds). Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20 th ed. Jakarta : EGC, 526-530.

Yang, Y.W., Tsai, C. L., Lut, C. Y., E., 2009. Exclusive breastfeeding and incident atopic dermatitis in childhood: a systemic review and meta-analysis of prospective cohort studies. British Journal of Dermatology, 161 : 373-383 Zulkarnain, I., 2009. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Dermatitis Atopik. Dalam

Boediarja S.A., Sugito T.L., Indriatmi W., Devita M., Prihanti S., (Eds).Dermatitis Atopik. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.


(56)

Nama Lengkap : Yolanda Olivia Sinaga

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 13 Juli 1994

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Flamboyan Komplek Setiabudi Flamboyan Blok

S No.3

Warga Negara : Indonesia

Status : Belum Menikah

Nomor Handphone : 085261319972

Email : yolandaolivia8@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Cinta Rakyat 4 Pematangsiantar (2000-2006)

2. Sekolah Menengah Pertama Bintag Timur Pematangsiatar (2006-2009)

3. Sekolah Menengah Atas Budi Mulia Pematangsiantar (2009-2012)

Riwayat Organisasi :


(1)

LAMPIRAN 9

DATA PRIMER

Dstribusi Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 24 44,4 44,4 44,4

Perempuan 30 55,6 55,6 100,0

Total 54 100,0 100,0

Distrbusi Pemberian ASI Eksklusif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ASI Eksklusif 28 51,9 51,9 51,9

Tidak ASI Eksklusif 26 48,1 48,1 100,0

Total 54 100,0 100,0

Distribusi Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 2 3,7 3,7 3,7

3 9 16,7 16,7 20,4

4 26 48,1 48,1 68,5

5 17 31,5 31,5 100,0

Total 54 100,0 100,0

Disitribusi Pemberian ASI Eksklusif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ASI Eksklusif 28 51,9 51,9 51,9

Tidak ASI Eksklusif 26 48,1 48,1 100,0


(2)

Distribusi Dermatitis Atopik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Dermatitis Atopik 27 50,0 50,0 50,0

Tidak Dermatitis Atopik 27 50,0 50,0 100,0

Total 54 100,0 100,0

Pengelompokan Pemberian ASI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid < 6 bulan 18 33,3 33,3 33,3

6 bulan 6 11,1 11,1 44,4

> 6 bulan 30 55,6 55,6 100,0

Total 54 100,0 100,0

Tabulasi Silang Variabel Penelitian

Crosstab

Interpretasi ASI * interpretasi da Crosstabulation

interpretasi da

Total Dermatitis

Atopik

Tidak Dermatitis

Atopik

Interpretasi ASI ASI Eksklusif Count 11 17 28

% within interpretasi da 40,7% 63,0% 51,9%

Tidak ASI Eksklusif Count 16 10 26

% within interpretasi da 59,3% 37,0% 48,1%

Total Count 27 27 54


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2,670a 1 ,102

Continuity Correctionb 1,854 1 ,173

Likelihood Ratio 2,693 1 ,101

Fisher's Exact Test ,173 ,086

Linear-by-Linear

Association 2,621 1 ,105

N of Valid Cases 54

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,00. b. Computed only for a 2x2 table

Pengelompokan Pemberian ASI * Distribusi Dermatitis Atopik Crosstabulation

Distribusi Dermatitis Atopik

Total Dermatitis

Atopik

Tidak Dermatitis

Atopik Pengelompokan

Pemberian ASI

< 6 bulan Count 10 8 18

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 37,0% 29,6% 33,3%

6 bulan Count 4 2 6

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 14,8% 7,4% 11,1%

> 6 bulan Count 13 17 30

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 48,1% 63,0% 55,6%

Total Count 27 27 54

% within Distribusi


(4)

Correlations

Pengelompokan Pemberian ASI

Disitribusi Pemberian ASI

Eksklusif Spearman's rho Pengelompokan Pemberian

ASI

Correlation Coefficient 1,000 -,706**

Sig. (2-tailed) . ,000

N 54 54

Disitribusi Pemberian ASI Eksklusif

Correlation Coefficient -,706** 1,000

Sig. (2-tailed) ,000 .

N 54 54

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Disitribusi Jenis Kelamin * Distribusi Dermatitis Atopik Crosstabulation

Distribusi Dermatitis Atopik

Total Dermatitis

Atopik

Tidak Dermatitis

Atopik

Disitribusi Jenis Kelamin Laki-laki Count 11 13 24

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 40,7% 48,1% 44,4%

Perempuan Count 16 14 30

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 59,3% 51,9% 55,6%

Total Count 27 27 54

% within Distribusi


(5)

Kel Lama ASI Rev * Distribusi Dermatitis Atopik Crosstabulation

Distribusi Dermatitis Atopik

Total Dermatitis

Atopik

Tidak Dermatitis

Atopik

Kel Lama ASI Rev > 6 bulan Count 14 10 24

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 51,9% 37,0% 44,4%

> 6 bulan Count 13 17 30

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 48,1% 63,0% 55,6%

Total Count 27 27 54

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1,200a 1 ,273

Continuity Correctionb ,675 1 ,411

Likelihood Ratio 1,205 1 ,272

Fisher's Exact Test ,412 ,206

Linear-by-Linear

Association 1,178 1 ,278

N of Valid Cases 54

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00. b. Computed only for a 2x2 table


(6)

Distribusi Usia * Distribusi Dermatitis Atopik Crosstabulation

Distribusi Dermatitis Atopik

Total Dermatitis

Atopik

Tidak Dermatitis

Atopik

Distribusi Usia 2 Count 1 1 2

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 3,7% 3,7% 3,7%

3 Count 5 4 9

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 18,5% 14,8% 16,7%

4 Count 13 13 26

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 48,1% 48,1% 48,1%

5 Count 8 9 17

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 29,6% 33,3% 31,5%

Total Count 27 27 54

% within Distribusi

Dermatitis Atopik 100,0% 100,0% 100,0%

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Disitribusi Pemberian ASI Eksklusif (ASI Eksklusif / Tidak ASI Eksklusif)

,404 ,135 1,209

For cohort Distribusi Dermatitis Atopik = Dermatitis Atopik

,638 ,368 1,108

For cohort Distribusi Dermatitis Atopik = Tidak Dermatitis Atopik

1,579 ,893 2,792