Mekanisme Penyusunan APBD. LANDASAN TEORI

6 langsung. Keterlibatan langsung masyarakat dapat dimulai sejak proses penyusunan perencanaan pembangunan maupun rencana kerja pemerintah daerah, sedangkan keterlibatan tidak langsung dapat diwakilakn oleh wakil masyarakat di lembaga legislatif.

2. Mekanisme Penyusunan APBD.

Proses penyusunan anggaran diawali dengan penetapan tujuan, target dan kebijakan, kesamaan persepsi antar berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai dan keterkaitan tujuan dengan berbagai program yang akan dilakukan, sangat krusial bagi kesuksesan anggaran. Di tahap ini, proses distribusi sumber daya mulai dilakukan. Pencapaian konsensus alokasi sumber daya menjadi pintu pembuka bagi pelaksana anggaran. Proses panjang dari penentuan tujuan ke pelaksanaan anggaran seringkali melewati tahap yang melelahkan, sehingga perhatian terhadap tahap penilaian dan evaluasi sering diabaikan. Kondisi inilah yang nampaknya secara praktis terjadi Indra, 2006. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, skema alur proses dan jadwal penyusunan APBD adalah sebagai berikut: 7 Gambar 1.1 Alur Penyusunan APBD Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat proses penyusunan APBD dimulai dengan Pemerintah Daerah menyampaikan Kebijakan Umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Pemerintah Daerah sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD. Selanjutnya, DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati DPRD, Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD. Berdasarkan Kebijakan Umum APBD, strategi dan plafon sementara yang telah ditetapkan pemerintah dan DPRD, Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran PA menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah RKA-SKPD tahun berikutnya dengan pendekatan berdasarkan kinerja yang akan 8 dicapai. Rencana kerja dan anggaran disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. Rencana kerja dan anggaran selanjutnya disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan daerah sebagai bahan penyusun Rencana Peraturan Daerah tentang APBD berikutnya. UU Nomor 172003 tidak mengatur proses penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD. UU Nomor 172003 menetapkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah dengan Peraturan Daerah. Setelah dokumen Rancangan Perda mengenai APBD tersusun, Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tersebut disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD antara Pemerintah Daerah dan DPRD dilakukan sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD. Dalam pembahasan Perda RAPBD, DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Berdasarkan Pasal 186 UU Nomor 322004, Rancangan Perda KabupatenKota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan Rancangan Peraturan BupatiWalikota dalam jangka waktu paling lama 3 tiga hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada BupatiWalikota paling lama 15 Lima Belas hari terhitung 9 sejak diterimanya Rancangan Perda KabupatenKota dan Rancangan Peraturan BupatiWalikota tentang Penjabaran APBD. Pengambilan keputusan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan oleh DPRD selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan Pemerintah Daerah, maka untuk membiayai keperluan setiap bulan pemerintah daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya. Berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara anggaran pendapatan belanja daerah APBD disusun berdasarkan pendekatan kinerja. Anggaran dengan pendekatankinerja merupakan suatu sistem yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Anggaran kinerja yang efektif lebih dari objek anggaran program atau organisasi dengan outcome yang telah diantisipasi Indra, 2006. Mardiasmo 2002 menyatakan bahwa anggaran pendapatan belanja daerah yang disusun dengan pendekatan kinerja juga harus memuat hal-hal sebagai berikut: a. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja. b. Standar pelayanan yang diharapkan dan pemikiran biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan. 10 c. Presentase dari jumlah pendapatan yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modalpembangunan. Mekanisme penyusunan APBD terdiri dari serangkaian tahapan aktivitas sebagai berikut: a. Penyusunan arah dan kebijakan umum APBD b. Penyusunan strategi dan prioritas APBD c. Penyusunan rencana program dan kegiatan d. Penerbitan surat edaran e. Penyusunan pernyataan anggaran f. Penyusunan rancangan anggaran daerah

1. Karakteristik tujuan anggaran.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN BUDAYA DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

0 3 22

Pengaruh Partisipasi Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah dengan komitmen Organisasi sebagai Variabel Pemoderasi

0 3 24

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI PEMODERISASI (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA)

0 4 66

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PENGENDALIAN AKUNTASI TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN KINERJA MANAJERIAL SEBAGAI VARIABEL MODERASI

0 4 75

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN, AKUNTABILITAS PUBLIK, DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL (STUDI EMPIRIS PADA SKPD PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA).

1 5 22

PENGARUH KECUKUPAN ANGGARAN, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA SKPD PEMERINTAH KOTA MEDAN.

0 1 24

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran dan Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating(Studi pada PT.

0 1 16

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran dan Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating(Studi pada PT.

0 2 21

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN INSTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN INSTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN PARTISIPASI ANGGARAN SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi K

0 0 15

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN INSTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI PEMODERASI: Studi Empiris pada Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus

0 0 15