Menurut Brower, et al., 1990, suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah
individu masing-masing spesies yang relatif merata. Nilai indeks keseragaman E pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada Tabel 5 berkisar antara 0,92-0,95. Indeks
keseragaman E digunakan untuk mengetahui kemerataan proporsi masing-masing jenis makrozoobentos disuatu ekosistem, hal ini sesuai dengan pendapat Krebs
1985, semakin kecil nilai E maka semakin kecil pula keseragaman suatu populasi dan penyebaran individunya mendominasi populasi bila nilainya semakin besar maka
akan semakin besar pula keseragaman suatu populasi dimana jenis dan jumlah individu tiap jenisnya merata atau seragam.
4.3 Indeks Similaritas IS Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian diperoleh indeks similaritas IS seperti pada Tabel 6.berikut ini.
Tabel 6. Nilai Indeks Similaritas IS pada Stasiun Setiap Stasiun Penelitian Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3
Stasiun 4 Stasiun 5
Stasiun1 -
80 96,55
69,56 63,63
Stasiun 2 -
- 53,84
63,63 42,10
Stasiun 3 -
- -
73,68 73,68
Stasiun 4 -
- -
- 36,36
Stasiun 5 -
- -
- -
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa Indeks Similaritas IS yang diperoleh dari setiap stasiun bervariasi dan berkisar antara 36,36 - 96,55. Indeks similaritas
tertinggi pada stasiun 1 dan stasiun 3 yaitu sebesar 96,55 yang artinya stasiun memiliki kesamaan spesies yang sangat mirip. Sedangkan indeks similaritas terendah
terdapat pada stasiun 4 dan stasiun 5 yaitu sebesar 36,36 yang artinya kedua stasiun tidak mirip. Kemiripan ini karena faktor ekologis dan faktor fisik kimia yang hampir
sama antara stasiun tersebut sedangkan ketidakmiripan antara kedua habitat dapat disebabkan kondisi lingkungan perairan di kedua habitat berbeda-beda. Menurut
Moss 1980, jika beberapa lokasi memiliki faktor-faktor lingkungan yang hampir sama, maka akan terdapat persamaan taksa antara lokasi-lokasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Krebs 1985, indeks similaritas digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesamaan makrozoobentos yang hidup di luar tempat yang berbeda.
Apabila semakin besar indeks similaritasnya, maka jenis makrozoobentos yang sama pada stasiun yang berbeda semakin banyak.
4.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata nilai faktor fisik- kimia perairan pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian
No. Parameter
Satuan Stasiun
1 2
3 4
5 A
Parameter Fisika
1. Suhu
⁰ C
25 24
25 24
23 2.
Intensitas Cahaya Candela
765 982
637 920
670 3.
Penetrasi Cahaya Cm
560 500
325 550
570
B Parameter Kimia
4. pH air
- 8,1
7,2 7,6
7,6 7,1
5. pH substrat
- 7,2
6,5 6.6
6,5 6,4
6. Oksigen Terlarut
mgL 7,1
7,2 6,8
7,0 7,4
7. BOD
⁵
mgL 1,1
0,9 1,4
1,2 0,8
8. Kejenuhan Oksigen
87,54 87,27
83,84 84,84
88,30 9.
Kadar Organik Substrat
2,084 1,998
2,135 1,864
1,672 10.
Substrat Dasar Berpasir Berpasir Berpasir
Berbatu dan
berpasir Berbatu
dan berpasir
Keterangan: Stasiun 1 : Daerah Keramba
Stasiun 2 : Daerah Pariwisata Stasiun 3 : Daerah Pemukiman
Stasiun 4 : Daerah Sekitar PLTA Stasiun 5 : Daerah Bebas Aktifitas Kontrol
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa suhu air pada semua stasiun penelitian berkisar antara 23⁰C-25⁰C. Suhu tertinggi terdapat stasiun 1 dan stasiun 3 sebesar
25⁰C dan suhu terendah terdapat pada stasiun 5 yaitu sebesar 23⁰C. Menurut Nybakken 1992, umumnya suhu di atas 30⁰C dapat menekan
pertumbuhan populasi hewan bentos. Menurut Barus 2004, secara umum kisaran suhu 26⁰C-27⁰C merupakan kisaran normal bagi mahkluk hidup perairan terutama
Universitas Sumatera Utara
makrozoobentos. Fluktuasi suhu di perairan tropis umumnya sepanjang tahun mempunyai fluktuasi suhu air juga tidak terlalu besar.
Penetrasi cahaya memiliki peranan yang penting juga bagi makrozoobentos. Penetrasi cahaya yang diukur di setiap stasiun berada pada kisaran 325-570 cm. Nilai
tertinggi terdapat pada stasiun 5 sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3. Hal ini disebabkan pada stasiun 3 merupakan daerah pemukiman dengan adanya buangan
limbah rumah tangga serta aktifitas masyarakat yang tinggi sedangkan pada stasiun 5 merupakan daerah tidak adanya aktivitas yang akan mempengaruhi tingginya
penetrasi cahaya. Penetrasi cahaya memberi pengaruh pada makrozoobentos dalam ketersediaan nutrisi, apabila adanya bahan-bahan terlarut dan suspensi padatan yang
tinggi serta bahan organik yang tinggi, cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan sehingga mempengaruhi fotosintesis dan menurunnya jumlah fitoplankton
yang merupakan sumber nutrisi bagi makrozoobentos. Menurut Nyabakken 1992, zat-zat tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan
tersebut dan kekeruhan ini akan mempengaruhi ekologi dalam hal penurunan penetrasi cahaya yang sangat mencolok.
Intensitas cahaya pada semua stasiun penelitian berkisar antara 637–982 candela. Intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 2 sedangkan nilai terendah
terdapat pada stasiun 3. Intensitas cahaya sangat mempengaruhi fitoplankton dalam suatu perairan. Besarnya intensitas cahaya berpengaruh besar dalam proses
fotosintesis. Fitoplankton merupakan sebagian dari sumber nutrisi untuk makrozoobentos. Menurut Nugroho 2006, sebagian besar fitoplankton berperan
sebagai produsen yang dapat melakukan aktivitas fotosintesis. Fotosintesis dapat berlangsung jika intensitas cahaya yang diterima fitoplankton besar cukup banyak.
Hasil pengukuran pH yaitu 7,1–8,1. Nilai pH yang tinggi didapatkan pada stasiun 1 sebesar 8,1. Hal ini disebabkan aktifitas keramba, yang menghasilkan limah
berupa sisa-sisa pakan ikan yang mengakibatkan peningkatan nilai pH air. Namun demikian secara keseluruhan nilai pH pada lokasi penelitian masih cukup baik untuk
kehidupan dan perkembangan makrozoobentos. pH sangat berperan penting di dalam metabolisme makrozoobentos. Menurut Sinaga 2009, nilai pH yang ideal bagi
Universitas Sumatera Utara
kehidupan makrozoobentos pada umumnya adalah 7-8,5. Kondisi perairan yang sangat basa maupun asam akan membahayakan kelangsungan hidup makrozoobentos.
Derajat keasaman pH substrat yang didapatkan pada semua lokasi penelitian berkisar 6,4–7,2. pH substrat tertinggi terdapat pada stasiun 1 sedangkan terendah
terdapat pada stasiun 5. Nilai pH substrat yang didapatkan pada semua lokasi masih cukup baik untuk kehidupan makrozoobentos.Nilai pH substrat mampengaruhi
ketersediaan nutrisi untuk makrozoobentos. Menurut Sastrawijaya 2009, bahwa pH substrat yang cocok untuk hewan makrozoobentos berkisar 6-8.
Nilai kandungan oksigen terlarut pada semua stasiun penelitian berkisar antara 6,8–7,4 mgL. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 5 sebesar 7,4 mgL sedangkan
nilai terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 6,8 mgL. Secara keseluruhan nilai kandungan
oksigen terlarut
dianggap masih
ideal untuk
pertumbuhan makrozoobentos. Menurut Agustatik 2010, konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu
rendah akan mengakibatkan organisme air salah satunya makrozoobentos yang membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang
terlalu tinggi juga mengakibatkan proses pengkaratan yang semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam. Kelarutan oksigen
sangat mempengaruhi keberadaan makrozoobentos untuk bertahan hidup. Nilai kandungan BOD
5
pada semua stasiun penelitian berkisar antara 0,9-1,7 mgL. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3sedangkan terendah terdapat pada stasiun
5. Tinggi rendahnya BOD mempengaruhi kestabilan oksigen dalam suatu perairan yang mempengaruhi makrozoobentos untuk bertahan hidup. Menurut Brower, et al.,
1990, nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualita perairan yang masih tergolong baik apabila konumi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mgl O2
maka perairan tersebut tergolong baik. Nilai kejenuhan oksigen pada semua stasiun penelitian berkisar antara
83,84
–
88,30.
Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 5 sebesar 88,30 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 83,84. Nilai kejenuhan oksigen pada semua lokasi
penelitian masih cukup baik untuk kehidupan dan perkembangan makrozoobentos. Menurut Barus 2004, konsumsi oksigen bagi organisme air berfluktuasi mengikuti
Universitas Sumatera Utara
proses-proses hidup yang dilalui. Pada umumnya konsumsi oksigen bagi organisme air akan mencapai maksimum pada masa-masa reproduksi berlangsung.
Nilai kandungan organik substrat yang didapatkan pada semua lokasi penelitian berkisar
1,672
–
2,135
. Kandungan organik substrat tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 1,672 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 5 sebesar 2,135.
Kandungan organik substrat parameter yang penting untuk kehidupan dan perkembangan makrozoobentos. Nilai kadar organik substrat mempengaruhi
ketersediaan nutrisi untuk makrozoobentos dalam suatu perairan. Menurut Wood 1987, adanya perbedaan ukuran partikel sedimen memiliki hubungan dengan
kandungan bahan organik, dimana perairan dengan sedimen yang halus memiliki presentase bahan organik yang tinggi karena korelasi lingkungan yang tenang yang
memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan- bahan organik dasar perairan.
Substrat dasar pada semua lokasi penelitian yaitu pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 berpasir, sedangkan pada stasiun 4 dan stasiun 5 yaitu berbatu dan berpasir.
Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar seperti makrozoobentos, baik pada air diam maupun air yang mengalir Michael, 1984.
Dari hasil pengukuran faktor fisik-kimia menunjukkan bahwa kualitas air di stasiun penelitian masih baik, sedangkan genus yang paling banyak ditemukan yaitu
genus Gastropoda. Menurut Hutchinson 1993, genus Gastropoda biasanya ditemukan pada perairan dengan kondisi yang sudah tercemar. Hal ini
mengindikasikan bahwa telah terjadi pencemaran dalam jangka panjang berdasarkaan indikator biologi Gastropoda, meskipun faktor fisik kimia masih menunjukkan
kualitas perairan yang cukup baik. Nilai faktor fisik-kimia hanya bersifat sesaat sewaktu pengambilan sampel dilakukan, sementara indikator biologi, bersifat jangka
panjang.
Universitas Sumatera Utara
4.5 Analisis Korelasi