2.3 Mekanisme Fisiologis Pengaruh paparan panas.
Agati 2003 mengutip pendapat Astrand 1986 dan Mathews 1988 bahwa untuk tercapainya keseimbangan suhu tubuh, diperlukan pengeluaran panas dari
tubuh melalui mekanisme eferen sebagai berikut :
• Pelebaran pembuluh darah kulit.
Dengan terjadinya pelebaran pembuluh darah kulit menyebabkan aliran darah ke kulit akan meningkat. Akibatnya panas tubuh yang dikeluarkan
melalui proses konveksi akan meningkat pula. Dengan adanya pelebaran pembuluh darah kulit ini menyebabkan resistensi perifer menurun
sehingga untuk dapat tetap mempertahankan aliran darah ke jaringan, jantung harus bekerja lebih berat. Pada suatu saat, apabila paparan panas
berkelanjutan dapat terjadi timbunan darah di daerah perifer secara berlebihan. Akibatnya aliran darah ke otak akan berkurang. Dalam
keadaan seperti ini, tenaga kerja dapat tiba-tiba pingsan. •
Perubahan pada kelenjar keringat yaitu meningkatnya jumlah kelenjar keringat yang aktif serta meningkatnya sekresi kelenjar keringat.
Dengan adanya mekanisme pengaturan yang seperti ini, suhu tubuh dapat dipertahankan hampir menetap walaupun suhu lingkungan berubah-ubah.
Pengeluaran cairan tubuh yang baik melalui kulit keringat dan evaporasi maupun organ lainnya, dalam keadaan normal akan dapat
dikompensasi dengan cairan yang masuk baik melalui makanan, minuman dan sebagai hasil oksidasi sel.
FIRY TRIYANTI : HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR HEAT STRESS DENGAN TERJADINYA KRISTALISASI URIN PADA PEKERJA BINATU DAN DAPUR HOTEL X, MEDAN, 2008.
Santiana 2003 mengatakan pengeluaran cairan melalui keringat disertai dengan pengeluaran natrium yang cukup besar. Kehilangan natrium yang terus
menerus melalui keringat tanpa diimbangi tambahan masukan dari makanan atau minuman dapat menimbulkan terjadinya keadaan kurang natriumhiponatremia. Hal
ini juga akan menyebabkan terjadinya dehidrasi yang ditandai dengan berkurangnya elastisitas kulit, mata cekung, bibirmulut kering dan penurunan tekanan darah.
Mengutip EncyclopediaWikipedia 2007 dehidrasi adalah kondisi dimana tubuh mengandung volume air yang tidak mencukupi dibanding jumlah air yang dibutuhkan
untuk fungsi normal tubuh. Prince 1994 yang dikutip Utami 2004 menyatakan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit di dalam tubuh mengakibatkan berbagai gangguan pada organ tubuh manusia. Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan
ekstraseluler ECF yang dapat mengganggu aliran darah dan menurunnya tekanan darah. Kekurangan volume ECF atau hipovolumia merupakan keadaan kehilangan
cairan tubuh isotonic yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah relatif sama, jika hal ini terus berlangsung mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh
berupa penurunan tekanan darah. Kekurangan volume cairan ECF mengganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik vena ke jantung. Jika terjadi hipovolemia
yang berat maka vasokonstriksi simpatik dan vosokonstiksi yang diperantarai oleh angiotensin II juga meningkat. Terjadi penahanan aliran darah yang menuju ke ginjal,
saluran cerna, otot dan kulit, sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif dipertahankan. Menurunnya volume plasma berakibat langsung terhadap menurunnya
curah jantung dan menyebabkan menurunnya tekanan darah. Tanda awal dari
FIRY TRIYANTI : HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR HEAT STRESS DENGAN TERJADINYA KRISTALISASI URIN PADA PEKERJA BINATU DAN DAPUR HOTEL X, MEDAN, 2008.
kekurangan volume plasma adalah hipotensi ortostatik dengan menurunnya tekanan darah sedikitnya 10 mmHg.
Suma’mur 1980 menggambarkan pengaruh dari tekanan panas dan kelainan-
kelainan akibat panas sebagai berikut :
Tekanan Panas
Suhu kulit naik
Dilatasi Pembuluh
Darah
Dilatasi Pembuluh
Darah lbh lanjut dan
Keluar Keringat
Hilang Panas
dengan konveksi
dan radiasi
Pemindahan panas dari
dalam ke pori-pori
Hilang Panas oleh
Penguapan Ketidak
mantapan peredaran
darah dan vasomotor
Syncope oleh karena panas
Oedema
Kehilangan Garam
Kehilangan Cairan
Menurunkan kemampuan
berkeringat Kejang Panas
Kehilangan Panas oleh hilangnya
garam
Kelelahan Panas oleh karena
hilangnya cairan
Keringat berkurang
Suhu Dalam
Naik Berhenti
barkeringat Kelelahan
Panas Pukulan
Panas
Gambar 2.2 : Pengaruh tekanan panas dan kelainan-kelainan akibat panas.
FIRY TRIYANTI : HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR HEAT STRESS DENGAN TERJADINYA KRISTALISASI URIN PADA PEKERJA BINATU DAN DAPUR HOTEL X, MEDAN, 2008.
Soemarko 2002 menyebutkan jika suhu terlalu tinggi, yang disebut dengan lingkungan kerja panas, selain mengganggu kenyamanan, juga mempengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh; jika jumlah cairan dan elektrolit yang masuk tidak cukup, produksi urin akan menurun dan kepekatan urin meningkat
hipersatu-rasisupersaturasi. Keadaan ini bila berlangsung cukup lama dapat mendorong terbentuknya antara lain kristal dan batu asam urat di saluran kemih.
Menurut Borghi 1999 keadaan supersaturasi adalah kekuatan energi yang diperlukan dalam pembentukan phase padat dalam urin, dan jalan praktis untuk
menguranginya adalah dengan meningkatkan volume urin. Demikian juga penelitian yang telah dilakukan Borghi, 1993 terhadap pekerja
pabrik gelas yang terpapar panas dengan suhu 29-31 C WBGT di lingkungan kerja
selama lebih dari 5 tahun menemukan batu asam urat di saluran kemih pada sekitar 38,8 pekerja yang mengeluh pegal atau nyeri di daerah pinggang danatau rasa
panas atau sakit saat buang air kecil. Studi ini memastikan bahwa dehidrasi kronis menciptakan faktor risiko berbahaya, terutama terhadap batu asam urat, dan masukan
cairan yang adekuat dianjurkan dalam pekerjaan yang terpapar panas. Borghi 1999 menyebutkan bahwa telah banyak diketahui beberapa tahun ini
prevalensi batu ginjal menunjukkan peningkatan pada daerah dengan cuaca panas. Baru-baru ini dua studi epidemiologi memastikan bahwa prevalensi batu ginjal di
USA lebih tinggi terjadi di daerah tenggara USA dari pada di bagian barat laut USA. Catatan menyangkut jumlah penderita batu pada tentara ketika mereka dipindahkan
ke daerah yang beriklim panas jumlahnya meningkat nyata.
FIRY TRIYANTI : HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR HEAT STRESS DENGAN TERJADINYA KRISTALISASI URIN PADA PEKERJA BINATU DAN DAPUR HOTEL X, MEDAN, 2008.
Atan 2005 dalam penelitian mempelajari insiden urinary lithiasis batu saluran kemih dan perubahan metabolik pada pekerja laki-laki di industri besi yang terpapar
panas pada lingkungan kerjanya memperoleh hasil dari 10.326 pekerja, 181 1,75 telah mengalami sedikitnya sekali terjadi urinary stone. Dari yang terkena, 103 orang
yang bekerja di lingkungan panas 8,0 dan 78 bekerja pada temperatur ruang 0,9 ; P0,001. Sehingga kesimpulannya bahwa pekerja pada temperatur panas
sembilan kali kemungkinan memiliki risiko terjadinya lithiasis.
2.4 Urin