Faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUHU TUBUH PEKERJA PABRIK TAHU DI KECAMATAN CIPUTAT TAHUN 2013

Disusun oleh: ZAHRO ABDANI FAUZI

107101001774

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M


(2)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013” ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli penulis atau jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2013


(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juli 2013

Zahro Abdani Fauzi, NIM: 107101001774

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUHU TUBUH PEKERJA PABRIK TAHU DI KECAMATAN CIPUTAT TAHUN 2013

xii + 65 halaman, 12 Tabel, 2 gambar

Fluktuasi suhu tubuh akibat aktifitas fisik dan suhu lingkungan tetap dijaga agar tetap dalam batas normal sekitar 37o C. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 8 pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat didapatkan 2 pekerja yang memiliki suhu tubuh diatas 37,6o C. Dalam Physiological Strain Index suhu tersebut sudah termasuk dalam kategori heat strain ringan, dimana pekerja mulai mengeluhkan pusing, kelelahan dan banyak berkeringat. Ketika fluktuasi suhu inti tubuh melebihi batas suhu normal beberapa gangguan kesehatan atau bahkan kematian dapat terjadi.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di kecamatan Ciputat. Dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2013 dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 59 orang dari total populasi sebesar 109 orang pekerja yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Uji statistik menggunakan Chi Square untuk melihat adanya hubungan antara variabel tekanan panas, usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh dengan suhu tubuh pekerja. Pengukuran suhu tubuh pekerja dilakukan dengan menggunakan termometer. Penentuan tekanan panas berdasarkan Indeks Suhu Basah dan Bola lingkungan dan beban kerja. Pengukuran ISBB lingkungan dilakukan dengan menggunakan Quest Temp 34o sedangkan pengukuran beban kerja dilakukan dengan observasi dan wawancara estimasi energi berdasarkan tabel standar analisis tugas NIOSH (1986). Pengukuran IMT dilakukan dengan mengunakan meteran dan timbangan berat badan. Untuk usia dan jenis kelamin diketahui melalui wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 39 dari 59 pekerja (66,1%) yang memiliki suhu tubuh lebih dari atau sama dengan 37,6oC. Hasil uji statistik dengan α 5% menyatakan bahwa tekanan panas berhubungan signifikan dengan suhu tubuh pekerja (P-value = 0,024).

Untuk mengurangi dan menanggulangi tekanan di tempat kerja pabrik tahu disarankan bagi pabrik untuk mengganti cara memasak yang tradisional dengan menggunakan teknik uap seperti pabrik tahu yang lain. Selain itu pemilik pabrik juga dianjurkan untuk membuat desain tempat kerja dengan menambah jarak dari sumber panas atau memberikan dinding/papan penghalang, menetapakan jadwal kerja, menyediakan alat bantu pesawat sederhana dan memberikan pelatihan praktik kerja aman bagi pekerja. Untuk menghindari fluktuasi suhu tubuh yang berlebihan akibat bahaya paparan tekanan panas disarankan bagi pekerja pabrik tahu untuk mengambil jeda setiap satu jam kerja dan menjaga konsumsi air minum.

Kata Kunci: Suhu tubuh, Heat Stress, Heat Strain


(4)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH, OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Skripsi, July 2013

Zahro Abdani Fauzi, NIM: 107101001774

Some Factors Related To Workers’ Body Temperature at Tofu Factory In Kecamatan Ciputat Year 2013

xii + 65 Pages, 12 Tables, 2 Images

The fluctuation of body temperature caused by physical activities and environmental temperature should be maintained in order to be at the normal limit, it is around 37 C. Based on the preliminary study that has been done to 8 workers at Tofu factory in Kecamatan Ciputat, it was found that there are 2 workers whose body temperature is above 37,6o C. Based on Physiological Strain Index, that temperature is categorized as light heat strain, where the worker starts to feel dizziness, tiredness, and over-sweat. When the fluctuation of the main body temperature exceeds the normal temperature limit, some health disorders or even death can happen.

This research is quantitative, it used the cross sectional design which aimed to know the factors that are related to the workers’ body temperature at Tofu factory in Kecamatan Ciputat. This study was done in February – July 2013. The number of the sample is 59 workers from the total population 109 workers who have met the inclusive and exclusive criteria. Statistical examination was done by using Chi Square to know the relationship between the Heat Stress, age, sex, body mass index, and the workers’ body temperature. The measurement of workers’ body temperature was done using a thermometer. The determination of heat stress was based on Wet Bulb and Globe Temperature (WBGT) and the workload. The measurement of WBGT environment was done using Quest Temp 34, while the measurement of the workload was done using observation and interview of energy estimation based on the standard table of assignment analysis NIOSH (1986). The measurement of IMT or body mass index was done using height measuring equipment or stadiometers and body mass scale. The age and sex of the sample was known from the interview.

Based on the result of the study, it was found that 39 out of 59 workers (66,1%) whose body temperature is 37,6 C or more than that. The result of statistical test with α 5% stated that heat stress has significant relation with workers’ body temperature (P-value = 0,024).

To decrease and prevent the work pressure in the tofu factory, it is suggested for the factory to change the traditional cooking method into steam technique like the other tofu factory does. Moreover, the factory owner should design the work place by adding the space from the heat source or giving a wall/preventive board, determine the work schedule, provide the simple equipment and give the practical work training, which is safe for workers. To avoid the excessive fluctuation of body temperature caused by the danger of heat stress exposure, it is suggested for workers at tofu factory to take a short break every hour and keep the water consumption.

Keywords: Body Temperature, Heat Stress, Heat Strain Reading List: 45 (1978-2012)


(5)

(6)

(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Zahro Abdani Fauzi TTL : Ponorogo, 23 April 1989 Agama : Islam

No Telp : (0352) 313317 / 085310655477

Email : abdani.fauzi@gmail.com / abdani.azzahidy@facebook.com

Alamat : Jln Menur No. 23 RT 02/01 Ds. Gandu Kec. Mlarak Kab. Ponorogo. Riwayat Pendidikan

Tahun Riwayat Pendidikan

1993−1995 RA MUSLIMAT Gandu

1995−2001 MI MA’ARIF Gandu

2001−2004 MTs AL-ISLAM Joresan

2004−2007 MA AL-ISLAM Joresan

2007−Sekarang S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengalaman Organisasi

Tahun Pengalaman Organisasi

2007−Sekarang CSS MORA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2009−2010 Dep SosLing CSS MORA UIN Jakarta

2006−2007 Ketua Bagian Bahasa PonPes AL-ISLAM Joresan

2006−2007 Anggota Jum’iyyatul Qurra Ponpes AL-ISLAM Joresan


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah, Tuhan semesta alam, Yang mengajar (manusia) dengan perantara Qalam. Atas limpahan rahmat, nikmat, taufiq serta hidayah-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Dialah Nabi akhir zaman, suri tauladan bagi umatnya di setiap ihwal kehidupan. Beliaulah kotanya ilmu, dengan penuh kasih sayang beliau mengajarkan bagaimana berjuang mencari ilmu.

Skripsi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013ini disusun dan disajikan sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tidak terlepas atas kebaikan semua pihak yang telah membantu dan memberi masukan dalam proses penyusunan skripsi ini, Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu tercinta Asna Sa’adah yang senantiasa memberikan kasih sayangnya. Selalu memotivasi penulis untuk selalu bangkit dan mendoakan demi kebaikan dan kelancaran urusan penulis.

2. Ayah Misgiat Fauzi, Kakek Imam Syafa’at, adik Alan Amani, Atqiya Muslihati dan Award el-Hakam yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.

3. dr. Yuli Satar, MARS selaku pembimbing skripsi I. Terima kasih atas ilmu, nasihat, saran, arahan, masukan dan kemurahan hati yang diberikan dalam menuntun penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan sebaik baiknya.

4. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK selaku pembimbing skripsi II. Terima kasih atas ilmu, nasihat, saran, arahan, masukan dan kemurahan hati yang


(9)

viii

diberikan dalam menuntun penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan sebaik baiknya. 5. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D, Ibu Fase Badriah, SKM,

M.Kes, Ph.D dan Ibu Izzatu Millah, SKM, M.KKK selaku penguji skripsi ini. Semoga ilmu yang diberikan menjadi kebaikan dan bekal yang bermanfaat untuk penulis.

6. Ibu Febrianti, SP, MKM selaku Kepala Prodi Kesehatan Masyarakat beseta dosen-dosen lainnya.

7. Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah memberikan kesempatan bagi para santri-santri berprestasi untuk menuntut ilmu seluas-luasnya melalui program beasiswa S1. Semoga ilmu yang didapat para santri dapat berguna bagi Masyarakat, Bangsa, Negara, dan Agama. 8. Bapak Gozali yang selalu membantu dalam hal persuratan dan perizinan

pada penulis. Semoga atas keikhlasannya beliau mendapat balasan dari Allah SWT.

9. Nur Najmi Laila, SKM selaku laboran yang membantu setiap hal teknis lapangan dan seluruh teman angkatan K3 2007.

10. Sahabat Nurli Faiz, Muhammad Wahid Muslim, Moch Syamsul MH serta seluruh teman CSS MORA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Banyak kekurangan dan kesalahan di dalamnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis pribadi juga semua pembaca. Semoga Allah SWT selalu memberikan kebaikan dalam hidup kita. Amiin.

Ciputat, Juli 2013


(10)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

PANITIA SIDANG SKRIPSI ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4. Tujuan penelitian ... 6

1.4.1. Tujuan Umum ... 6

1.4.2. Tujuan Khusus ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1. Manfaat Bagi Pekerja Pabrik Tahu ... 7

1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti ... 7

1.5.3. Manfaat Bagi Fakultas ... 7

1.6. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Sistem Termoregulasi Manusia ... 9

2.2. Mekanisme Perpindahan Panas ... 9

2.3. Heat Stress dan Heat Strain ... 12

2.3.1. Definisi Heat Stress dan Heat Strain... 12

2.3.2. Dampak Kesehatan Yang Ditimbulkan (Heat Stress dan Heat Strain)... 13

2.3.3. Evaluasi Heat Stress dan Heat Strain ... 14

2.3.3.1. Mengukur Heat Stress ... 14

2.3.3.2. Mengukur Heat Strain ... 17

2.4. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh... 19

2.4.1. Tekanan Panas (Heat Stress) ... 19

2.4.2. Usia ... 20


(11)

x

2.4.4. Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 21

2.4.5. Kondisi Kesehatan ... 22

2.4.6. Tingkat Aklimatisasi ... 23

2.4.7. Konsumsi Alkohol ... 23

2.4.8. Pakaian Kerja... 23

2.5. Pengendalian dan Penanggulangan Heat Stress & Heat Strain ... 23

2.6. Kerangka Teori ... 26

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 27

3.1. Kerangka Konsep ... 27

3.2. Definisi Operasional ... 29

3.3. Hipotesis ... 31

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 32

4.1. Rancangan Penelitian ... 32

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 32

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

4.4. Sumber Data ... 34

4.5. Metode Pengambilan Data ... 34

4.6. Pengolahan Data ... 38

4.7. Analisis Data ... 39

BAB V HASIL PENELITIAN ... 41

5.1. Gambaran Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat ... 41

5.2. Gambaran Proses Produksi Pabrik Tahu ... 42

5.2.1. Persiapan... 42

5.2.2. Penggilingan ... 42

5.2.3. Pemasakan ... 43

5.2.4. Penyaringan ... 43

5.2.5. Pengendapan ... 44

5.2.6. Pencetakan ... 45

5.3. Gambaran Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 45

5.4. Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 46

5.4.1. Tekanan Panas ... 47

5.4.2. Usia ... 48


(12)

xi

5.4.4. Indeks Massa Tubuh ... 49

5.5. Analisis Bivariat Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 50

5.5.1. Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 50

5.5.2. Hubungan Antara Usia Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 51

5.5.3. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 51

5.5.4. Hubungan Antara IMT Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 52

BAB VI PEMBAHASAN ... 53

6.1. Keterbatasan Penelitian ... 53

6.2. Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 53

6.3. Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 54

6.4. Hubungan Antara Usia Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 59

6.5. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 60

6.6. Hubungan Antara IMT Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 61

BAB VII PENUTUP ... 63

7.1. Kesimpulan ... 63

7.2. Saran ... 64

7.2.1. Bagi Pengusaha ... 64

7.2.2. Bagi Pekerja... 64

7.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 64


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Estimasi Pengeluaran Energi Berdasarkan Analisis Tugas... 16

Tabel 2.2. Pengaturan Waktu Kerja dengan ISBB ... 17

Tabel 2.3 Pengukuran Physiological Strain Index (PSI) Dari Suhu Inti Tubuh ... 18

Tabel 2.4 Gejala Heat Strain ... 19

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 29

Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Minimal Penelitian ... 34

Tabel 5.1 Daftar Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat dan Jumlah Pekerjanya Tahun 2013 ... 41

Tabel 5.2 Distribusi Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 46

Tabel 5.3 Distribusi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 47

Tabel 5.4 Distribusi Beban Kerja Berdasarkan Perhitungan Kalori/Jam Pekerja ... 48

Tabel 5.5 Gambaran ISBB Lingkungan Kerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat .. 48

Tabel 5.6 Hubungan Beberapa Faktor Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013 ... 50

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 28


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Manusia mempertahankan suhu inti tubuh tetap konstan sekitar 37o C agar organ-organ vital tubuh dapat terus berfungsi normal (Ministry of Bussines, Innovation and Employment, 2012). Fluktuasi suhu inti tubuh akibat aktifitas fisik dan suhu lingkungan tetap dijaga agar tetap dalam batas normal. Ketika fluktuasi suhu inti tubuh melebihi batas suhu normal beberapa gangguan kesehatan atau bahkan kematian dapat terjadi.

Masalah lingkungan panas lebih sering ditemukan daripada lingkungan dingin. Terpapar oleh suhu lingkungan yang tinggi selama bekerja merupakan suatu keadaan yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya bagi keselamatan dan kesehatan. Peningkatan suhu lingkungan 5,5o C dari suhu nyaman (24-26o C) dapat menurunkan produktifitas kerja 30% (Livchak, 2005). Risiko tingkat cedera kerja dalam lingkungan panaspun juga dapat meningkat seiring ketidaknyamanan pekerja terhadap suhu lingkungan (Onder dan Sarac, 2005). Selain dapat mengganggu kenyamanan, bekerja di lingkungan yang suhunya suhu tinggi juga dapat meningkatkan tekanan terhadap mekanisme sistem pertahanan suhu tubuh sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan (OSHS, 1997). Hasil penelitian di Amerika menunjukkan terjadi 400 kematian setiap tahun yang diakibatkan oleh tekanan panas (Moreau dan Daater, 2005 dalam Arief, 2012). Sedangkan di Jepang dari tahun 2001-2003 dilaporkan 483 orang tidak masuk kerja selama lebih dari 4 hari karena penyakit


(15)

akibat panas. Dari 483 tersebut 63 orang meninggal (Kamijo dan Nose , 2006 dalam Arief, 2012).

Tingginya potensi bahaya pada lingkungan kerja panas tersebut perlu diperhatikan dan dikendalikan agar kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja tetap terjaga. Untuk mencegah hal-hal diatas Pemerintah telah membuat Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja khususnya pada Permenaker No : Per 13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisika dilingkungan kerja. Dalam peraturan tersebut pemerintah menetapkan standar suhu lingkungan berdasarkan kategori beban kerja dan pola istirahat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

Realitanya belum banyak perusahaan yang menerapkan peraturan tersebut. Salah satunya adalah industri tahu di Kecamatan Ciputat. Industri ini tergolong dalam industri skala kecil dan menengah dengan jumlah pekerja dibawah 100 orang. Perkembangan industri ini cukup subur karena luwes dalam hal tenaga kerja dan tidak terlalu mementingkan keahlian khusus dalam seleksi karyawan. Namun hal ini tidak diikuti dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran pengusaha terhadap potensi bahaya yang dapat mengganggu proses produksi dan pencemaran lingkungan kerja yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan kecelakaan dan merugikan jiwa manusia (Agati, 2003).

Salah satu kondisi lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan dampak bahaya terhadap kesehatan pekerja pabrik tahu adalah iklim kerja panas (Santoso, 2008). Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan di dua tempat pabrik tahu di


(16)

Kecamatan Ciputat didapatkan rata-rata hasil Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) lingkungan kerja 31o C dengan beban kerja sedang. Dibandingkan dengan standar iklim kerja Per 13/Men/X/2011 hasil ini sudah melebihi NAB. Hal ini cukup berpotensi untuk meningkatkan suhu tubuh pekerja. Dari hasil pengukuran suhu tubuh 8 pekerja didapatkan 2 pekerja yang memiliki suhu tubuh diatas 37,6o C. Dalam standar kategori Physiological Strain Index (Moran, 1998) suhu tersebut sudah termasuk dalam kategori heat strain ringan, dimana pekerja mulai mengeluhkan pusing, kelelahan dan banyak berkeringat. Dari hasil wawancara ternyata rata-rata pekerja juga mengeluhkan hal tersebut.

Selain faktor lingkungan kerja panas, terdapat beberapa faktor lain yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja. Seperti dalam penelitian Sari (2007) yang menyebutkan bahwa 75% dari 20 responden pekerja PT Indocement Tunggal Prakarsa yang bekerja diarea boiler dan mechanist dengan suhu panas diatas NAB juga mengalami peningkatan suhu tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) pekerja dalam penelitian Sari (2007) berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh pekerja. Dalam penelitian Gusman (2008) di sebuah industri logam di Cirebon disebutkan bahwa faktor umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan peningkatan suhu tubuh pekerja.

Masalah tekanan panas yang dialami beberapa pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat menjadi salah satu potensi bahaya yang perlu untuk diteliti. Ditambah lagi belum ada penelitian yang membahas tentang potensi bahaya tersebut terhadap suhu tubuh pekerja, menjadikan penelitian lebih lanjut perlu untuk dilakukan. Dengan harapan nantinya dapat memberikan sumbangsih penelitian


(17)

mengenai kesehatan kerja bagi masyarakat pekerja pabrik tahu dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN. Atas dasar pertimbangan inilah penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat ini dilaksanakan.

1.2. Rumusan Masalah

Pentingnya pengendalian bahaya lingkungan panas dan upaya kesehatan kerja di industri tahu di Kecamatan Ciputat masih belum banyak diperhatikan oleh pengelola dan tenaga kerja. Kondisi lingkungan kerja yang sehat dan nyaman masih jarang ditemukan di beberapa pabrik tahu di Kecamatan Ciputat. Intensitas beban kerja yang cukup berat dan suhu lingkungan yang cukup tinggi menjadikan tekanan panas di dua pabrik tahu di Kecamatan Ciputat melebihi batas NAB yang ditetapkan Pemerintah. Hal ini dapat berpengaruh terhadap keseimbangan suhu tubuh pekerja. Bila ini terus dibiarkan dapat mengakibatkan serangkaian penyakit akibat panas yang sangat merugikan bagi kesehatan pekerja dan menurunkan produktifitas kerja. Tingginya potensi bahaya tersebut ditambah belum adanya penelitian sejenis yang membahas tentang pabrik tahu di Kecamatan Ciputat menjadikan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013 perlu dilaksanakan.


(18)

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran tekanan panas pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?

3. Bagaimana gambaran usia pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?

4. Bagaimana gambaran jenis kelamin pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?

5. Bagaimana gambaran IMT pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?

6. Apakah terdapat hubungan antara tekanan panas dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?

7. Apakah terdapat hubungan antara usia dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?

8. Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?

9. Apakah terdapat hubungan antara IMT dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013?


(19)

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran tekanan panas pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

3. Diketahuinya gambaran usia pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

4. Diketahuinya gambaran jenis kelamin pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

5. Diketahuinya gambaran IMT pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

6. Diketahuinya hubungan antara tekanan panas dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

7. Diketahuinya hubungan antara usia dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

8. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.


(20)

9. Diketahuinya hubungan antara IMT dengan suhu tubuh pada pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Bagi Pekerja Pabrik Tahu

Diharapkan pekerja pabrik tahu dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh, sehingga dapat lebih waspada terhadap kondisi dan hal-hal yang dapat menimbulkan tekanan panas yang berlebihan yang sewaktu-waktu dapat mengganggu keseimbangan suhu tubuh pekerja.

1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu, serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama kuliah.

1.5.3. Manfaat Bagi Fakultas

Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja dalam hal kesehatan pekerja pabrik tahu.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan februari sampai juli tahun 2013 di seluruh lokasi pabrik tahu di Kecamatan Ciputat. Dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja pabrik tahu. Sifat penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional terhadap 59 pekerja.


(21)

Penelitian ini dilaksanakan karena berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa rata-rata tekanan panas dibeberapa titik yang ada di dua pabrik tahu di Kecamatan Ciputat melebihi batas NAB (31oC ISBB dengan beban kerja sedang). Begitu juga hasil pengukuran suhu tubuh terhadap delapan pekerja pabrik didapatkan dua pekerja yang memiliki suhu tubuh lebih dari 37,6oC (heat strain ringan), dimana rata-rata pekerja dalam wawancara mengeluhkan pusing, kelelahan dan banyak berkeringat.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Diambil dari hasil observasi dan pengukuran langsung terhadap responden. Data hasil tersebut akan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dianalisa dengan uji statistik menggunakan rumus chi square untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.


(22)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Termoregulasi Manusia

Suhu tubuh dipertahankan tetap konstan (homeotherm) sekitar 37o C dalam berbagai kondisi lingkungan oleh sistem pengaturan suhu (Hunt, 2011). Sistem pengaturan suhu (thermoregulatory system) tersebut diatur oleh hypothalamus di otak. Hypothalamus mengatur tekanan otot, tekanan pembuluh darah dan pengaturan kelenjar keringat. Hypothalamus memiliki kemampuan merespon panas dan dingin yang berfungsi menerima informasi suhu tubuh dan mengirimkan pesan kekulit, otot dan organ lainnya untuk mengatur suhu tubuh agar tetap normal (LaDou, 2006).

Suhu tetap merupakan kesetimbangan antara panas yang dihasilkan didalam

tubuh dengan panas yang dikeluarkan ke lingkungan (Suma’mur, 1996). Ketika suhu

tubuh meningkat, otak memberikan pesan untuk mengeluarkan keringat dan meningkatkan aliran darah dikulit. Dan ketika suhu turun, otak memberikan pesan untuk menurunkan aliran darah dan menggigil (Kenney dalam Hunt, 2011).

2.2. Mekanisme Perpindahan Panas

Tubuh menjaga suhu konstan agar sistem organ tubuh dapat berfungsi optimal. Ketika panas terus diproduksi oleh tubuh, panas yang hilang ke lingkungan harus tetap seimbang untuk mencegah fluktuasi kenaikan suhu inti tubuh (Hunt, 2011).

Seluruh proses biologis seperti aktifitas mekanis, reaksi kimia dan transpor aktif memerlukan energi dalam bentuk Adenosine Triphosphate (ATP). Karbohidrat, lemak dan protein dalam makronutrien dibongkar untuk proses metabolisme dan


(23)

menghasilkan energi. Sekitar 40% dari energi ini disimpan dalam rantai ATP yang mana dapat digunakan untuk aktifitas eksternal. Sedangkan 60% sisanya keluar sebagai panas (McArdle dalam Hunt, 2011). Metabolisme basal diperlukan tubuh untuk menjaga kelangsungan hidup. Dari metabolisme basal tersebut tubuh selalu menghasilkan panas. Dalam keadaan istirahat sekitar 1,2 kkal/menit energi panas dihasilkan dalam metabolisme. Sedangkan dalam beraktifitas, metabolisme dapat lebih meningkat (Nadel dalam Hunt, 2011). Untuk mencegah efek yang merugikan dari naiknya suhu inti tubuh yang melebihi batas aman, jumlah panas yang dihasilkan harus seimbang dengan jumlah panas yang hilang.

Hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa panas mengalir dari tubuh yang panas ke lingkungan yang dingin (Parsons, 2003). Dari proses ini, terdapat beberapa cara panas untuk mengalir dari permukaan kulit ke lingkungan, yaitu melalui cara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi (Parsons, 2003).

Konduksi merupakan proses transfer panas melalui kontak langsung antara dua permukaan benda. Melalui konduksi, udara disekitar tubuh menjadi hangat karena menyeimbangkan suhu kulit. Proses ini dapat menjadi buruk bila lingkungan memiliki tingkat panas yang sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan kulit (McArdle dalam Hunt, 2011).

Agar panas yang hilang tetap kontinyu ke lingkungan, pergerakan udara sekitar tubuh harus terus mengalir. Hal ini bertujuan agar uap air dan gas sekitar tubuh terus berganti. Proses perpindahan panas dari tubuh kelingkungan dengan melibatkan gerakan media itu sendiri dikenal sebagai konveksi (McArdle dalam Hunt, 2011).


(24)

Hilangnya panas dari tubuh juga dapat terjadi melalui radiasi. Dengan radiasi, gelombang elektromagnetik panas menyebar dari permukaan kulit yang hangat ke permukaan dingin di dekatnya yang tidak bersentuhan langsung dengan individu. Pada saat istirahat, sebagian besar panas hilang melalui radiasi (McArdle dalam Hunt, 2011).

Cara terakhir hilangnya panas dari tubuh adalah evaporasi. Ketika terpapar lingkungan yang panas, tubuh akan memproduksi keringat yang menyebar di seluruh permukaan kulit. Air keringat menyerap panas dari tubuh. Yang mana dengan panas tersebut keringat mendapatkan energi kinetik untuk menguap. Uap air masuk udara dan menjauhi tubuh sehingga panas tubuh menjadi berkurang. Dalam jumlah kecil, hilangnya panas melalui proses penguapan juga terjadi di paru-paru selama respirasi. Dimana udara yang masuk menjadi hangat dan lembab sebelum dihembuskan (Brooks dalam Hunt, 2011).

Berikut ini rumus keseimbangan suhu tubuh dapat diperoleh melaui persamaan berikut:

M – W = Cres+ Eres + K + C+ R + E + S Dimana:

M = rata-rata metabolisme C = konveksi

W = kekuatan mekanis (aktifitas) R = radiasi

Cres = konveksi dari pernapasan E = evaporasi

Eres = evaporasi dari pernapanasan S = Panas tubuh

K = konduksi


(25)

2.3. Heat Stress dan Heat Strain

2.3.1. Definisi Heat Stress dan Heat Strain

Tekanan panas (Heat Stress) menurut Suma’mur (1996) adalah kombinasi dari temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi dengan produksi panas oleh tubuh. Dalam pengertian lain menurut (ACGIH 2001), tekanan panas merupakan batasan kemampuan pekerja dalam menerima panas dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (seperti temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat.

Sedangkan pengertian heat strain menurut DiCorleto dalam Hunt (2011) adalah gambaran respon fisiologis tubuh akibat terpapar tekanan panas. MBIE (2012) menjelaskan bahwa manusia menjaga suhu inti tubuh tetap konstan sekitar 37oC agar organ vital tubuh dapat berfungsi normal. Ketika tubuh terpapar tekanan panas, sistem fisiologis tubuh akan merespon untuk mempertahankan suhu inti tubuh agar tetap dalam batas suhu konstan tersebut dengan meningkatkan proses hilangnya panas melalui berkeringat. Ketika proses hilangnya panas ini seimbang dengan produksi panas tubuh, suhu tubuh akan stabil. Namun jika tidak seimbang, suhu tubuh akan terus naik melebihi batas suhu yang aman bagi tubuh (DiCorleto dalam Hunt, 2011).


(26)

2.3.2. Dampak Kesehatan Yang Ditimbulkan (Heat Stress & Heat Strain)

Paparan panas terhadap tubuh secara akumulatif dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Menurut Arief (2012) masalah kesehatan yang terjadi akibat heat strain adalah:

1. Heat Rash

Merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi pada sebagaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun telah diobati pada area yang sakit produksi keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu.

2. Heat Syncope

Adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan panas pada waktu yang cukup lama.

3. Heat Cramp

Gejala dari penyakit ini adalah rasa nyeri dan kejang pada kaki, tangan dan abdomen dan banyak mengeluarkan keringat. Hal ini disebabkan karena ketidak seimbangan cairan dan garam selama melakukan kerja fisik yang berat di lingkungan yang panas.

4. Heat Exhaustion

Diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat melebihi dari


(27)

air yang diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening, mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara (37°C - 40°C).

5. Heat Stroke

Adalah penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak jantung cepat, suhu tubuh tinggi 40oC atau lebih, panas, kulit kering dan tampak kebiruan atau kemerahan, Tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, muak, pusing, kebingungan mental dan pingsan.

2.3.3. Evaluasi Heat Stress dan Heat Strain 2.3.3.1. Mengukur Heat Stress

Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, bahwa tekanan panas merupakan kombinasi dari temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi dengan produksi panas oleh tubuh. Pemenaker 2011 telah menetapkan Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature) yang selanjutnya disingkat ISBB sebagai standar pengukuran panas dilingkungan.

Menurut Permenaker No: 13/Per/X/2011, ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola. Pengukuran ISBB menurut OSHA dapat


(28)

dilakukan secara kontinyu (selama 8 jam kerja) atau hanya pada waktu-waktu paparan tertentu. Pengukuran seharusnya dilakukan dengan periode waktu minimal 60 menit. Sedangkan untuk pajanan yang terputus-putus minimal selama 120 menit.

Hasil ISBB adalah nilai derajat suhu dalam Celsius. Dengan perhitungan rumus sebagai berikut:

1. ISBB untuk di luar ruangan dengan panas radiasi:

ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu kering. 2. ISBB untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi:

ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola.

Sedangkan pengukuran produksi panas tubuh metoda yang bisa digunakan adalah dengan melakukan estimasi panas metabolik (beban kerja), yaitu dengan menggunakan tabel pengeluaran energi dan melakukan analisis tugas (NIOSH, 1986).


(29)

Tabel 2.1

Estimasi Pengeluaran Energi Berdasarkan Analisis Tugas

A. Body position and movement Kcal/min *

Sitting Standing Walking Walking uphill 0,3 0,6 2,0 – 3,0 Add 0,8 per meter

rise B. Type of work Average Kcal/min Range Kcal/min

Hand work Light Heavy Work one arm

Light Heavy Work both arm

Light Heavy Work whole body

Light Moderate Heavy Very heavy 0,4 0,9 1,0 1,8 1,5 2,5 3,5 5,0 7,0 9,0

0,2 – 1,2

0,7 – 2,5

1,0 – 3,5

2,5 – 9,0

C. Basal metabolism 1,0

D. Sample calculation ** Average Kcal/min

Assembling work with heavy hand tools

Standing Two arm work Basal metabolism Total 0,6 3,5 1,0 5,1 * For standard worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1,8 m2 body surface (19,4 lt2)

** Example of measuring metabolic heat production of worker when performing initial screening

Sumber: Criteria for a recommended standard, Occupational Exposure to Hot Evironments, Revised Criteria 1986, NIOSH.

Setelah hasil ISBB lingkungan dan beban kerja didapatkan, langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan standar Permenaker No 13/X/2011 tentang iklim kerja.


(30)

Tabel 2.2

Pengaturan Waktu Kerja dengan ISBB

Pengaturan waktu kerja setiap jam

ISBB (oC) Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75% - 100% 31,0 28,0 -

50 % - 75% 31,0 29,0 27,5

25% - 50% 32,0 30,0 29,0

0% - 25% 32,2 31,1 30,5

Sumber : Permenaker No. Per-13/MEN/X/2011. Catatan:

- Beban kerja ringan membutuhkan kalori 200 kkal / jam.

- Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200 - 350 kkal/ jam. - Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350 - 500 kkal /jam.

2.3.3.2. Mengukur Heat Strain

Menurut OSHA (2012) mengukur heat strain dapat dilakukan dengan pemantauan denyut jantung, suhu inti tubuh dan keluhan subjektif pekerja. pengukuran denyut jantung dilakukan dengan cara mengukur recovery heart rate. Yaitu jenis pengukuran denyut jantung untuk mengevaluasi pengendalian tekanan panas. Dengan denyut jantung setelah kerja (HRR1) tidak boleh melebihi 110 beats per minute (bpm). Atau HRR3 pada menit ketiga tidak melebihi 90 bpm. Atau selisih HRR1 dengan HRR3 tidak boleh melebihi 10 bpm.

Pengukuran heat strain selanjutnya yaitu pemantauan suhu inti tubuh (Core Body Temperature). Merupakan pengukuran utama untuk mengevaluasi heat strain. Untuk mendapatkan gambaran suhu inti tubuh, dapat dilakukan pengukuran suhu pada daerah esofagus atau daerah rektal. Namun dalam


(31)

penelitian di lapangan, dua area tersebut menjadi kendala karena alasan ketidaknyamanan, faktor keamanan, ketidakmauan partisipan untuk dilakukan pengukuran dan membatasi aktifitas gerak partisipan. Sehingga beberapa tahun terakhir digunakanlah pengukuran suhu oral, yang secara luas dapat diakukan terhadap partisipan tanpa mengganggu aktifitas normal mereka (Hunt, 2011). Pengukuran suhu oral menurut Bernard (2006) cukup menggambarkan suhu inti tubuh dengan menambahkan 0,5oC.

Berikut ini tingkat gejala heat strain berdasarkan Physiological Strain Index (PSI) dalam ukuran suhu tubuh inti menurut Moran dkk (1998):

Tabel 2.3

Pengukuran Physiological Strain Index (PSI) Dari Suhu Inti Tubuh

Strain PSI to C

No/Little

0 37,12

1 37,15

2 37,35

Low 3 37,60

4 37,77

Moderate 5 37,99

6 38,27

High 7 38,60

8 38,70

Sumber: Moran dkk (1998)

Evaluasi heat strain yang terakhir yaitu pemantauan keluhan subjektif yang dialami pekerja. Menurut OSHS (1997) keluhan subjektif pekerja terhadap heat strain dimulai dengan sakit kepala. Gejala lain juga mungkin timbul yaitu


(32)

keram otat, perubahan pola napas, keringat berlebih dan bintik-bintik merah pada kulit.

Tabel 2.4 Gejala Heat Strain

Kriteria Observasi

Heat Strain

Gejala Awal Ringan Berat

Keram otot

Ya, dapat menjadi berat biasanya pada tangan dan

perut

Ya, dapat menjadi berat biasanya pada tangan dan

perut

Ya, (mungkin dengan gangguan hebat atau kejang

otot)

Napas Berubah Cepat

Napas dalam pada awal kemudian

dangkal Denyut nadi Berubah dangkal Menurun cepat

Kelemahan Ya Pada seluruh

tubuh Ya (berat parah) Kulit Hangat dan

lembab

Dingin hingga

lembab panas Kering dan panas Keringat Banyak banyak Sedikit atau tidak

sama sekali Tingkat kesadaran Performa berkurang, kadang-kadang pusing Sakit kepala, pusing seperti ingin pingsan. Kebingungan, kekuatan menurun, hilang kesadaran, pupil dilatasi, kemungkinan koma atau kematian. Sumber: OSHS (1997)

2.4. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh 2.4.1. Tekanan Panas (Heat Stress)

Tekanan panas adalah total panas tubuh seseorang yang berasal dari kombinasi panas metabolik (internal) dan panas lingkungan (eksternal). Yang dimaksud dengan panas metabolik adalah hasil sampingan (by-product) dari proses


(33)

kimia yang terjadi pada sel, jaringan dan organ (Fundamentals of industrial Hygiene, 4 th edition, Thermal stress). Panas yang dihasilkan dari proses metabolisme tersebut berasal dari aktivitas manusia. Tekanan panas merupakan faktor penyebab utama naiknya suhu tubuh. Menurut penelitian Fanani (2011), pekerja industri krupuk yang mengeluhkan gejala heat strain (suhu tubuh tinggi, kelelahan dan pusing), terpapar tekanan panas selama bekerja. Dalam penelitian Sari (2007) disebutkan ada hubungan antara tekanan panas dengan peningkatan suhu tubuh.

2.4.2. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikontrol. Walaupun tidak banyak penelitian yang menyebutkan bahwa penyesuaian terhadap lingkungan baik panas maupun dingin bergantung pada usia seseorang, akan tetapi beberapa pengamatan menunjukkan usia seseorang berhubungan terhadap penurunan aktivitas fisik yang terkait dengan penyesuaian tubuh dengan lingkungan panas. Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh yang lebih sempit daripada dewasa awal. Lansia sensitif terhadap suhu eskrim, karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor, penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas kelenjar, dan penurunan metabolisme (Pearce, 1990).

Menurut Bartnicki dalam Graveling (1988), usia optimum seseorang menyesuaikan diri dengan panas adalah 31-35 tahun, di atas usia 40 tahun tingkat toleransi terhadap panas menurun. Hal ini juga didukung oleh NIOSH (1986) yang


(34)

menyatakan usia di atas 40 tahun terkait dengan respon fisiologis kelenjar keringat yang sudah menurun.

2.4.3. Jenis Kelamin

Menurut Yousef dalam Bishop (1997), tingkat toleransi perempuan terhadap termoregulasi lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian ini didukung juga oleh Hertig, Wyndham dan Fox dalam Bishop, 1997 bahwa tingkat produksi keringat pada perempuan lebih sedikit dibanding laki-laki. Ada beberapa perbedaan fisiologis mendasar antara perempuan dan laki-laki yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat aklimatisasi.

Diantara perbedaan fisiologis mendasar antara pria dan wanita yaitu fluktuasi hormon estrogen dan progesteron terkait dengan siklus menstruasi yang dapat mengubah kinerja dan toleransi terhadap lingkungan panas (Lindle dkk, 1997). Nunneley (1978) menyimpulkan bahwa dibandingkan laki-laki yang sama-sama dalam tekanan panas, perempuan memiliki suhu inti dan suhu kulit yang lebih tinggi, denyut jantung yang lebih cepat dan tingkat berkeringat yang lebih rendah.

2.4.4. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Menurut Cheung (2000), Individu dengan proporsi lemak tubuh yang lebih tinggi memiliki toleransi panas yang lebih rendah karena penurunan kemampuan menyimpan panas tubuh. Secara sederhana orang yang tidak gemuk mempunyai luas permukaan tubuh lebih kecil daripada orang yang gemuk sehingga panas yang hilang dari tubuh akibat evaporasi lebih sedikit. Selain itu orang yang gemuk mempunyai fungsi sirkulasi yang lebih buruk daripada orang yang tidak gemuk.


(35)

Orang yang tidak berbadan gemuk relatif lebih tahan panas pada saat melakukan pekerjaan mulai dari kapasitas kerja minimum sampai kapasitas kerja maksimum. Pekerja dengan berat badan berlebih mempunyai risiko tinggi dalam lingkungan panas maupun dingin karena ketidakseimbangan transfer panas tubuh (MBIE, 2012).

2.4.5. Kondisi Kesehatan

Pekerja yang sakit berisiko tinggi terkena stress lingkungan kerja. Menurut Bishop (1997), demam dapat menimbulkan efek pada sistem saraf dan suhu tubuh di atas kondisi nomal. Ini artinya beberapa pekerja yang demam akan menghasilkan penyimpanan panas lebih tinggi dari kondisi normal dan ini sangat berbahaya bagi pekerja.

2.4.6. Tingkat Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah penyesuaian tubuh terhadap panas. Diantara faktor-faktor yang dapat dikontrol, yang paling penting adalah aklimatisasi. Ketika pekerja terpapar kondisi lingkungan kerja panas 1 sampai 6 minggu, orang tersebut akan secara perlahan-lahan berkeringat lebih banyak, seringkali meningkatkan sekresi maksimal keringat 2 sampai 3 liter/jam (Guyton, 1997). Evaporasi keringat yang lebih bayak ini dapat memudahkan panas dari tubuh dengan kecepatan lebih dari 10 kali kecepatan pembentukan panas basa normal. Peningkatan efektivitas mekanisme berkeringat ini disebabkan oleh peningkatan langsung pada kemampuan kelenjar keringat itu sendiri.


(36)

2.4.7. Konsumsi Alkohol

Menurut NIOSH (1986), alkohol merusak fungsi susunan saraf pusat dan tepi, serta berpengaruh terhadap terjadinya hypohidration dengan menekan poduksi hormon ADH. Mengkonsumsi alkohol selarna bekerja sebaiknya dilarang, karena mengurangi toleransi tubuh terhadap panas dan menaikkan risiko terjadinya heat illness.

2.4.8. Pakaian Kerja

Pakaian kerja merupakan alat pelindung diri yang sangat penting jika pekerja berada di daerah dengan suhu tinggi. Dengan media perantara, jumlah paparan panas ke kulit dapat dikurangi. Pekerjaan dengan pancaran panas yang tinggi, seringkali tergantung kepada pantulan pakaian yang digunakan (Alpaugh, 1988). Efek dari pakaian sulit untuk dikaji sejak terjadinya penurunan kehilangan panas melalui radiasi dan konveksi. Terjadinya penurunan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain ketebalan bahan pakaian, warna, dan apakah pakaian tersebut longgar atau tidak.

2.5. Pengendalian dan Penanggulangan Heat Stress & Heat Strain

Untuk mengendalikan pengaruh paparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur ISBB pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar. Di samping itu koreksi


(37)

itu juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem pengendalian yang telah dilakukan di masing-masing tempat kerja (Tarwaka, 2004).

1) Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi.

2) Mengurangi beban panas radiasi dengan cara pengendalian teknis (engineering control):

a. Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas.

b. Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas.

c. Penggunaan tameng panas dan alat pelindung yang dapat memantulkan panas.

3) Mengurangi temperatur dan kelembaban. Cara ini dapat dilakukan melalui ventilasi pengenceran (dilution ventilation) atau pendinginan secara mekanis (mechanical cooling).

4) Aklimatisasi (OSHA)

Proses penyesuaian diri terhadap panas biasanya membutuhkan 5-7 hari. Setelah masa aklimatisasi, tuntutan kardiovaskular pekerja menjadi lebih sedikit, berkeringat lebih efisien dan dapat lebih mudah mempertahankan suhu tubuh normal. Pemberian waktu untuk aklimatisasi dapat mengurangi risiko penyakit yang berhubungan dengan suhu panas bagi pekerja baru. 5) Penggantian cairan (OSHA)

Air dingin (50° - 60°F) diusahakan selalu tersedia bagi pekerja untuk mendorong mereka untuk minum sedikit namun sering. Misalnya, satu


(38)

gelas setiap 20 menit. suplai air yang cukup dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang ketika bekerja dilingkungan panas.

6) Pengendalian administratif dan praktik kerja

Pengendalian secara administratif merupakan alternatif pelengkap pengendalian teknis yang telah dilakukan. Pengendalian secara administratif pada dasarnya adalah untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap dampak pajanan panas. Beberapa pengendalian secara administratif antara lain adalah :

a. Pembatasan temperatur dan waktu pajanan dengan penerapan jadwal kerja.

b. Memberikan pelatihan K3. c. Monitoring kerja.

7. Menyediakan alat pelindung diri berupa baju atau jaket dingin, pakaian yang terbuat dari katun.


(39)

2.6. Kerangka Teori

Teori yang mendukung rancangan penelitian ini adalah:

Sumber: Suma’mur (1996), Pearce (1990), MBIE (2012), Guyton (1997), Bishop (1997), Alpaugh, 1988, NIOSH (1986), Hunt (2011).

Usia

Jenis Kelamin

Tingkat Aklimatisasi Indeks Massa Tubuh

Kondisi Kesehatan

Konsumsi Obat atau Alkohol Tekanan Panas

Suhu Tubuh Pekerja


(40)

27

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, ada beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah suhu tubuh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat, sedangkan variabel independennya adalah tekanan panas, usia, jenis kelamin, pekerja dan indeks massa tubuh pekerja.

Ada beberapa variabel yang tidak diikutsertakan atau diteliti, yaitu kondisi kesehatan, tingkat aklimatisasi, konsumsi alkohol dan pakaian kerja. Variabel tersebut tidak dimasukkan dalam penelitian karena terdapat beberapa pertimbangan. Variabel kondisi kesehatan tidak diteliti karena untuk mendapatkan status kesehatan yang representatif sangatlah sulit. Pemeriksaan medis dalam hal ini perlu dilakukan. Untuk meminimalisir hal tersebut dilakukan wawancara mengenai status kesehatan sebelum penelitian. Begitu juga dengan variabel tingkat aklimatisasi pekerja, semua pekerja yang sudah beraklimatisasi dengan tekanan panas dalam masa kerja paling tidak dua minggu di lingkungan panas pabrik tahu adalah pekerja yang memenuhi kriteria menjadi responden, sehingga tidak ada variasi dalam kategori aklimatisasi. Variabel alkohol dan konsumsi obat juga tidak diteliti karena dimungkinkan adanya bias informasi karena ketidakjujuran ataupun rasa malu responden dalam menjawab pertanyaan. Variabel pakaian kerja tidak diteliti karena jenis pakaian dan tingkat ketebalan pakaian pekerja hampir sama sehingga sulit untuk dikaji hubunganya dengan suhu tubuh pekerja.


(41)

Hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar kerangka konsep di bawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Jenis Kelamin Indeks Massa Tubuh

Usia Tekanan Panas


(42)

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat ukur Cara Ukur Kriteria hasil ukur Skala Ukur

1. Suhu tubuh

pekerja

Keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang dikeluarkan dari tubuh dalam satuan derajat yang disesuaikan dengan Physiological Strain Index (PSI)

Termometer

Mengukur suhu tubuh pekerja dengan menempelkan termometer dibawah lidah pekerja sesudah bekerja.

0. Suhu tubuh >37,60 oC 1. Suhu tubuh

<37,60 oC Moran dkk. (1998)

Ordinal

2. Tekanan panas

Hasil pengukuran ISBB dan tingkat beban kerja disesuaikan dengan standar Permenaker No 13/Men/X/2011. Heat Stress Monitor (Quest Temp 34), tabel analisis tugas Mengukur langsung ISBB lingkungan kerja dan mengukur beban kerja 0. Terpapar tekanan panas (jika melebihi standar Permenaker No 13/Men/X/2011) 1. Tidak terpapar

panas (Jika tidak melebihi standar Permenaker No 13/Men/X/2011)


(43)

No. Variabel Definisi Alat ukur Cara Ukur Kriteria hasil ukur Skala Ukur

3. Usia

Masa waktu hidup pekerja yang dihitung dalam satuan tahun hingga bulan ketika penelitian ini mulai dilaksanakan.

Kuesioner Wawancara

0. > 40 tahun 1. < 40 tahun NIOSH (1986)

Ordinal

4. Jenis kelamin Status pertanda gender pekerja.

Yaitu laki-laki atau perempuan. Kuesioner Wawancara

0. Perempuan

1. Laki-laki Bishop (1997)

Ordinal

5. Indeks Massa

Tubuh

Kondisi status gizi pekerja saat dilakukan penelitian. Diukur berdasarkan rasio antar berat badan (Kg) dengan tinggi badan (meter) pangkat dua hasilnya dibandingkan dengan tabel standar nilai IMT menurut WHO 2005.Dengan rumus TB/BB2.

Timbangan badan dan

meteran

Pengukuran langsung

1. Gemuk (>25) 2. Sedang (18,5-25) 3. Kurus (<18,5) WHO (2005)


(44)

3.3. Hipotesis

1. Ada hubungan antara tekanan panas dengan suhu tubuh pada pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

2. Ada hubungan antara usia dengan suhu tubuh pada pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan suhu tubuh pada pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

4. Ada hubungan antara IMT dengan suhu tubuh pada pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat tahun 2013.


(45)

32

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Bertujuan untuk untuk melihat hubungan antara variabel dependen (suhu tubuh pekerja) dengan variabel independen (tekanan panas, usia, jenis kelamin dan IMT pekerja) dalam sekali waktu.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juli 2013 di beberapa pabrik tahu di Kecamatan Ciputat.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

1) Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat yang berjumlah 109 orang.

2) Sampel

Sampel penelitian adalah beberapa pekerja di pabrik tahu di Kecamatan Ciputat.

a. Kriteria Sampel:

Kriteria Inklusi: Semua pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat yang bersedia menjadi responden selama penelitian ini dilaksanakan.


(46)

Kriteria Eksklusi: Pekerja pabrik tahu yang dalam kondisi sakit, pekerja yang belum mencapai masa kerja 2 minggu dan pekerja yang tidak bersedia menjadi responden penelitian.

b. Metode Pengambilan Sampel:

Metode yang digunakan adalah simple random sampling. Yakni pengambilan sampel acak sederhana. Dengan rumus uji hipotesis beda dua proporsi:

n = {Z 1- / 2√ 2 [P(1-P) + Z 1- √ [P1 (1 – P1) + P2 (1 – P2)}2

(P1 - P2 )2

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan

Z 1- α / 2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan / kemaknaan α pada 2 sisi: 5 % (1, 96)

Z 1- β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1 –β : 80 % (0,80) P = (P1 + P2)/2

P1 = Proporsi pekerja yang mengalami heat strain (suhu tubuh >37,60 o

C) pada kelompok yang berisiko.

P2 = Proporsi pekerja yang mengalami heat strain (suhu tubuh >37,60 o


(47)

Tabel 4.1

Perhitungan Besar Sampel Minimal Penelitian

No. Topik P1 P2 OR Jumlah

Sampel (n) Penulis, Tahun 1. Tekanan Panas 1 0,6 1,686 15 Mauludi, 2010 2. Tekanan Panas 0,29 0,02 17,7 27 Brahmapurkar,

2012 3. Usia 0,76 0,5 3,2 58 Mauludi, 2010 4. Status hidrasi 0,34 0,16 2,6 90 Hunt, 2011

Total jumlah sampel minimal dalam penelitian adalah 27. Karena untuk dua proporsi maka dikalikan 2 menjadi 54 sampel. Untuk mengantisipasi drop out ditambah 5 pekerja menjadi 59.

4.4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data suhu tubuh sesudah bekerja, tekanan panas, jenis kelamin, usia dan IMT pekerja.

4.5. Metode Pengambilan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Tekanan panas (ISBB lingkungan kerja dengan beban kerja)

a. Data mengenai tekanan panas (ISBB) diperoleh dari laboran yang melakukan pengukuran langsung pada lokasi penelitian dengan menggunakan thermal environmental monitor quest temp 34o dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(48)

 Persiapan pengukuran

- Menentukan lokasi pengukuran - Menyiapakan alat ukur

 Memastikan alat ukur dalam kondisi baik dan berfungsi.

 Melakukan kalibrasi internal menggunakan akat kalibrasi yang tersedia.

 Menutup termometer suhu basah dengan kain katun.

 Melakukan set-up untuk mengatur beberapa indikator pengukuran yaitu: bahasa, satuan, tanggal/bulan/tahun, jam/menit/detik, heat index, humidity index dan logging rate.

 Mengisi kotak dengan aquades hingga setengah bagian dan menunggu selama 10-15 menit.

 Pasang WBGT pada alat penyangga.

 Pelaksanaan pengukuran

- Meletakkan alat pada lokasi sampling (untuk pekerja yang dominan duduk, yaitu 2 kaki atau +60 cm dari permukaan tanah. Sedangkan untuk pekerja yang dominan berdiri, yaitu 3,5 kaki atau +100-110 cm dari permukaan tanah).

- Mengaktifkan alat tanpa logging selama 15 menit untuk adaptasi.

- Mengaktifkan logging data sesuai dengan waktu pengukuran yang diinginkan.


(49)

- Mematikan logging data ketika selesai dan data siap untuk diproses.

 Analisis

Analisis hasil pengukuran sesuai dengan data yang diperoleh. b. Data mengenai beban kerja didapatkan melalui observasi pengukuran

dan wawancara kepada tentang cara dan posisi saat bekerja. Hasil tersebut akan dibandingkan dengan standar dari NIOSH. Menurut NIOSH beban kerja diklasifikasikan menjadi kerja ringan, sedang dan berat. Sedangkan panas metabolik dilihat dari postur kerja yang akan disesuaikan dengan jumlah kalori/jam yang digunakan berdasarkan standar.

 Amati setiap aktifitas pekerja (jenis dan posisinya) yang diambil sebagai sampel setiap jam.

 Hitung dan catat setiap posisi dan lama gerakan dengan menggunakan stopwatch.

 Hitung beban kerja yang dikeluarkan menggunakan tabel analisis tugas NIOSH (1986), kemudian disesuaikan dengan kriteria beban kerja menurut Permenaker No: 13/Men/X/2011.

2) Data suhu tubuh pekerja.

Data suhu tubuh pekerja diperoleh dengan cara mengukur langsung suhu tubuh pekerja. Termometer dijepit dibawah lidah responden. Ditunggu 30 detik setelah itu hasil dicatat. Pengukuran dilakukan sesudah bekerja.


(50)

3) Data jenis kelamin pekerja.

Data jenis kelamin pekerja didapatkan melalui wawancara langsung dengan pekerja.

4) Data usia pekerja

Data usia pekerja didapatkan melalui wawancara langsung dengan pekerja. 5) Data IMT pekerja

Data IMT memerlukan pengukuran dua variabel. Yaitu data berat badan dalam kilogram dan tinggi badan dalam meter. Untuk pengukuran berat badan pekerja diminta untuk menimbang berat badan diatas timbangan yang telah disediakan. Sedangkan untuk data tinggi badan, peneliti mengukur dengan menggunakan meteran. Data hasil berat badan dan tinggi badan kemudian dihitung menggunakan rumus standar IMT (WHO, 2005).

IMT


(51)

4.6. Pengolahan Data

Seluruh data primer yang terkumpul diolah melalui tahap-tahap berikut: a. Mengkode data (Data Coding)

Proses pengklasifian data dan pemberian kode jawaban responden. Dilakukan saat pembuatan kuesioner untuk mempermudah pengolahan data selanjutnya. Data coding yang dilakukan dikuesioner tersebut adalah sebagai berikut:

a. Suhu tubuh

 >37,60oC. kode: 0

 <37,60oC. kode: 1

b. Tekanan panas (Terpapar tekanan panas. Kode : 0. Tidak terpapar tekanan panas. Kode : 1)

c. Jenis Kelamin (Perempuan: 0, Laki-laki: 1) d. Usia (> 40 tahun = 0, < 40 tahun = 1) e. Indeks Massa tubuh

 Gemuk: IMT > 25. Kode: 1

 Sedang: IMT = 18,5-25. Kode: 2

 Kurus: IMT < 18,5. Kode: 3

b. Menyunting data (Data Editing)

Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap


(52)

jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini.

c. Memasukkan data (Data Entry)

Memasukkan data hasil kuesioner yang sudah di berikan kode pada masing-masing variabel, kemudian dilakukan analisis data dengan memasukan data-data tersebut dengan software statistik untuk dilakukan analisis univariat. Yakni untuk mengetahui gambaran suhu tubuh, tekanan panas, jenis kelamin, usia dan IMT pekerja. Serta analisis bivariat untuk mengetahui variabel-variabel yang berhubungan.

d. Membersihkan data (Data Cleaning)

Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

4.7. Analisa Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: a. Analisis Univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel yang diteliti, yaitu suhu tubuh, tekanan panas, jenis kelamin, usia dan indeks massa tubuh. Hasil penelitian yang diperoleh berupa prosentase dan disajikan dalam bentuk tabel.


(53)

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel dependen (suhu tubuh) dengan variabel independen (tekanan panas, jenis kelamin, usia dan IMT) dengan uji Chi Square. Nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Dengan demikian bila hasil penelitian P-value (nilai probabilitas) < 0,05 dapat dikatakan kedua variabel tersebut berhubungan.


(54)

41

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat

Banyaknya pabrik tahu di Kecamatan Ciputat berjumlah 9 pabrik yang tersebar di beberapa lokasi, yaitu di jalan Legoso, Ciputat dan Tabanas. Dalam klasifikasi industri menurut BPS (2012) pabrik-pabrik tahu tersebut tergolong dalam industri rumah tangga, industri kecil dan industri sedang. Berikut ini data pabrik tahu dan pekerjanya yang ada di Kecamatan Ciputat tahun 2013.

Tabel 5.1

Daftar Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat dan Jumlah Pekerjanya Tahun 2013

Pabrik Jumlah Pekerja

Pabrik 1 13

Pabrik 2 8

Pabrik 3 15

Pabrik 4 11

Pabrik 5 14

Pabrik 6 4

Pabrik 7 18

Pabrik 8 6

Pabrik 9 20


(55)

5.2. Gambaran Proses Produksi Pabrik Tahu

Tahapan pembuatan tahu dimulai dari persiapan bahan baku kedelai, penggilingan, pemasakan, penyaringan, pengendapan dan pencetakan.

Gambar 5.1. Proses Produksi Tahu

5.2.1. Persiapan

Pada tahap ini kedelai direndam kurang lebih 3 jam untuk mempermudah proses penggilingan dan penghilangan kulit ari pada kedelai sehingga dapat dihasilkan bubur kedelai yang kental. Setelah direndam, kedelai dicuci bersih dengan air mengalir untuk membersihkan biji-biji kedelai dari kotoran-kotoran supaya tidak mengganggu proses penggilingan serta agar kotoran-kotoran tidak tercampur ke dalam adonan tahu.

5.2.2. Penggilingan

Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin penggiling biji kedelai dengan tenaga penggerak dari motor lisrik. Tujuan penggilingan yaitu untuk memperoleh bubur kedelai yang kemudian dimasak sampai mendidih. Saat proses penggilingan dialiri air secukupnya untuk didapatkan kekentalan bubur yang diinginkan.


(56)

5.2.3. Pemasakan

Proses pemasakan pada masing-masing pabrik dibedakan berdasarkan sumber panas yang digunakan. Ada yang menggunakan sumber panas dari kayu bakar yang diatasnya diletakkan tungku/wadah bubur kedelai (teknik tradisional). Ada juga yang menggunakan sumber uap panas yang berasal dari ketel uap yang diletakkan agak jauh dari proses pemasakan. Perbedaan kedua teknik tersebut berdampak kepada suhu lingkungan di sekitar pekerja dimana suhu lingkungan yang menggunakan teknik masak tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungan yang menggunakan teknik uap.

Ketika proses memasak dilakukan, bubur kedelai diaduk dengan kedua tangan pekerja secara berulang-ulang. Tujuan tersebut adalah untuk mendenaturasi protein dari kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi saat penambahan asam. Titik akhir perebusan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung panas dan mengentalnya larutan/bubur kedelai.

5.2.4. Penyaringan

Setelah bubur kedelai direbus dan mengental, dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan kain saring. Tujuan dari proses penyaringan ini adalah memisahkan antara sari kedelai dengan ampas kedelai yang tidak diinginkan. Pada proses penyaringan ini bubur kedelai yang telah mendidih dan sedikit mengental dipindahkan ke dalam bak yang diatasnya terdapat kain saring. Bubur kedelai disaring dengan cara dialirkan keatas kain saring tersebut.


(57)

Saat penyaringan secara terus-menerus dilakukan, air ditambahkan dengan cara dituangkan pada bagian tepi saringan agar tidak ada padatan yang tersisa di saringan. Penuangan air ini diakhiri ketika sari yang dihasilkan sudah mencukupi. Kemudian saringan yang berisi ampas diperas sampai benar-benar kering. Ampas hasil penyaringan disebut ampas yang kering, ampas tersebut dipindahkan ke dalam karung. Ampas tersebut dimanfaatkan untuk makanan ternak ataupun dijual untuk bahan dasar pembuatan tempe gembus. Proses penyaringan ini melibatkan seluruh aktifitas tubuh mulai dari memindahkan beban, menyaring hingga kaki menekan saringan.

5.2.5. Pengendapan

Dari proses penyaringan diperoleh filtrat putih seperti susu yang kemudian akan diproses lebih lanjut. Filtrat yang didapat kemudian ditambahkan asam cuka dalam jumlah tertentu. Fungsi penambahan asam cuka adalah mengendapkan dan menggumpalkan protein tahu sehingga terjadi pemisahan antara whey dengan gumpalan tahu. Setelah ditambahkan asam cuka terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (whey) dan lapisan bawah (filtrat/endapan tahu). Endapan tersebut terjadi karena adanya koagulasi protein yang disebabkan adanya reaksi antara protein dan asam yang ditambahkan. Endapan tersebut yang merupakan bahan utama yang akan dicetak menjadi tahu.


(58)

5.2.6. Pencetakan

Proses pencetakan merupakan tahap akhir pembuatan tahu. Terdapat dua Cetakan yang digunakan, yaitu cetakan kain dan cetakan kayu berukuran 70x70 cm yang berisi ruang-ruang persegi 5x5 cm.

Sebelum proses pencetakan yang harus dilakukan adalah memasang kain saring tipis di permukaan cetakan. Setelah itu, endapan yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya dipindahkan dengan menggunakan alat semacam wajan secara pelan-pelan. Selanjutnya kain saring ditutup rapat dan kemudian diletakkan kayu yang berukuran hampir sama dengan cetakan di bagian atasnya. Setelah itu, bagian atas cetakan diberi beban untuk membantu mempercepat proses pengepresan tahu. Waktu untuk proses pengepresan ini tidak ditentukan secara tepat, pekerja hanya memperkirakan dan membuka kain saring pada waktu tertentu. Pemilik mempunyai parameter bahwa tahu siap dikeluarkan dari cetakan apabila tahu tersebut sudah cukup keras dan tidak hancur bila digoyang.

5.3. Gambaran Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat

Tahun 2013

Pengukuran suhu tubuh dilakukan sekali setelah satu jam pekerja terpapar tekanan panas. Suhu tubuh pekerja didapatkan berdasarkan pengukuran suhu mulut pekerja. Hasil penelitian mengenai suhu tubuh dapat dilihat melalui tabel berikut.


(59)

Tabel 5.2

Distribusi Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013

Suhu Tubuh Pekerja N Prosentase

> 37,6o C 39 66,1%

< 37,6o C 20 33,9%

Total 59 100%

Dari tabel diatas, data suhu tubuh yang diambil melalui pengukuran suhu mulut terhadap 59 pekerja yang tersebar di 9 pabrik tahu di Kecamatan Ciputat menyatakan bahwa terdapat 39 pekerja (66,1%) yang memiliki suhu tubuh diatas 37,6o C dan 20 pekerja (33,9%) yang memiliki suhu tubuh 37,6o C. Batas rentang suhu tubuh pekerja diatas 37,6o C yang paling tinggi ialah 37,8o C. Dibandingkan dengan standar physiological strain index Moran (1998), tingkat heat strain yang dialami pekerja mencapai kategori sedang.

5.4. Gambaran Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.

Empat variabel yang diukur sebagai faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh meliputi tekanan panas, usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh pekerja. Berikut ini tabel gambaran univariat faktor-faktor tersebut.


(60)

Tabel 5.3

Distribusi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013

Variabel Kategori N Prosentase

Tekanan Panas Iya 50 84,7%

Tidak 9 15,3%

Usia Diatas 40 tahun 10 16,9%

Dibawah 40 tahun 49 83,1%

Jenis Kelamin Perempuan 8 13,6%

Laki-laki 51 86,4%

Indeks Massa Tubuh

Gemuk 5 8,5%

Sedang 44 74,6%

Kurus 10 16,9%

5.4.1. Tekanan Panas

Tekanan panas merupakan hasil kombinasi panas lingkungan dengan panas tubuh akibat beban kerja. Panas lingkungan diukur dari beberapa titik dimana pekerja terpapar di masing-masing pabrik. Kemudian hasil pengukuran dibandingkan dengan menghitung beban kerja yang dialami oleh pekerja. Beban kerja diukur dengan melihat keadaan dan posisi pada masing-masing pekerja, metabolisme basal dan dikalikan waktu berdasarkan tabel estimasi pengeluaran energi NIOSH (1986). Kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar nilai ambang batas tekanan panas berdasarkan lamanya kerja (Permenaker No 13/X/2011). Hasil pengukuran ini menggambarkan pekerja yang terpapar dan yang tidak terpapar tekanan panas. Berikut ini gambaran distribusi frekuensi beban kerja, ISBB dan tekanan panas pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat.


(61)

Tabel 5.4

Distribusi Beban Kerja Berdasarkan Perhitungan Kalori/Jam Pekerja

Beban Kerja Frekuensi (N) Prosentase (%)

Berat (350 - 500 kkal/jam) Sedang (200 - 350 kkal/jam)

Ringan (>200 kkal/jam)

34 15 10

57,6 25,4 16,9

Total 59 100

Tabel 5.5

Gambaran ISBB Lingkungan Kerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat

Variabel Minimum Maximum Mean SD

WBGTi 29,0 31,0 29,924 0,8974

Dari hasil pengukuran ISBB lingkungan kerja didapatkan rata-rata pabrik tahu di Kecamatan Ciputat mempunyai ISBB diatas 29,9o C. Sedangkan hasil pengukuran beban kerja didapatkan rata-rata beban kerja pekerja pabrik tahu di kecamatan Ciputat adalah sedang. Dari tabel 5.2 dapat dijelaskan bahwa pekerja yang mengalami tekanan panas berjumlah 50 pekerja (84,7%). Sedangkan pekerja yang tidak mengalami tekanan panas berjumlah 9 pekerja (15,3%).

5.4.2. Usia

Data usia pekerja didapatkan melalui wawancara langsung dengan pekerja. Distribusi frekuensi usia pekerja dikategorikan dalam dua kelompok. Yaitu diatas 40 tahun dan dibawah 40 tahun. Rata-rata usia pekerja pabrik tahun Informal di


(62)

Kecamatan Ciputat lebih didominasi usia muda. Dengan rentang usia yang paling muda mulai dari 18 tahun hingga yang paling tua yaitu 60 tahun.

Dari tabel 5.2 memperlihatkan bahwa pekerja yang berusia diatas 40 tahun berjumlah 10 pekerja (16,9%). Sedangkan pekerja yang berusia dibawah 40 tahun berjumlah 49 pekerja (83,1%).

5.4.3. Jenis Kelamin

Data jenis kelamin didapatkan melalui wawancara langsung. Dari hasil wawancara pekerja laki-laki lebih mendominasi. Dari tabel 5.2 memperlihatkan bahwa pekerja perempuan berjumlah 8 pekerja (13,6%). Sedangkan pekerja laki-laki berjumlah 51 pekerja (86,4%).

5.4.4. Indeks Massa Tubuh

Data indeks massa tubuh didapatkan melalui pengukuran langsung. Dari hasil pengukuran IMT, pekerja yang mempunyai badan sedang lebih mendominasi. Berdasarkan tabel 5.2 dapat dikatakan bahwa jumlah pekerja yang mempunyai badan gemuk adalah 5 pekerja (8,5%), pekerja yang mempunyai badan sedang adalah 44 (74,6%) dan pekerja yang mempunyai badan kurus adalah 10 pekerja (16,9%).


(63)

5.5. Analisis Bivariat Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan suhu tubuh pekerja dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 5.6

Hubungan Beberapa Faktor Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.

Variabel

Suhu Tubuh

Total

Pvalue

>37,6oC <37,6oC

N % N % N %

Tekanan Panas

Iya 36 72 14 28 50 100

0,024

Tidak 3 33,3 6 66,7 9 100 Total 39 66,1 20 33,9 59 100

Usia

>40 Tahun 7 70 3 30 10 100

0,775

<40 Tahun 32 65,3 17 34,7 49 100 Total 39 66,1 20 33,9 59 100

Jenis kelamin

Perempuan 3 37,5 5 62,5 8 100

0,066

Laki-laki 36 70,6 15 29,4 51 100 Total 39 66,1 20 33,9 59 100

IMT

Gemuk 2 40 3 60 5 100

0,123

Sedang 28 63,6 16 36,4 44 100

Kurus 9 90 1 10 10 100

Total 39 66,1 20 33,9 59 100

5.5.1. Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa terdapat 36 dari 50 pekerja dengan tekanan panas (72%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o C dan 3 dari 9 pekerja tanpa tekanan panas (33.3%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o C. Dari


(64)

hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,024. Hal ini dapat diartikan

bahwa pada α 5 % ada hubungan yang signifikan antara tekanan panas dengan suhu

tubuh pekerja.

5.5.2. Hubungan Antara Usia DenganSuhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di

Kecamatan Ciputat Tahun 2013.

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa terdapat 7 dari 10 pekerja dengan usia diatas 40 tahun (70%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o C dan 32 dari 49 pekerja dengan usia dibawah 40 tahun (65,3%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o C.

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,775. Hal ini dapat

diartikan bahwa pada α 5 % tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan

suhu tubuh pekerja.

5.5.3. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa terdapat 3 dari 8 pekerja perempuan (37,5%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o C dan 36 dari 51 pekerja laki-laki (70,6%) yang memiliki suhu tubuh > 37,6o C.

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,066. Hal ini dapat

diartikan bahwa pada α 5 % tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis


(65)

5.5.4. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013.

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa terdapat 2 dari 5 pekerja (40%) dengan IMT kategori gemuk yang mempunyai suhu tubuh > 37,6oC. Sejumlah 28 dari 44 pekerja (63,6%) dengan IMT kategori sedang yang memiliki suhu tubuh > 37,6oC dan 9 dari 10 pekerja (90%) dengan IMT kategori kurus yang memiliki suhu tubuh > 37,6oC.

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,123. Hal ini dapat

diartikan bahwa pada α 5 % tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT dengan


(66)

53

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

1. Salah satu keterbatasan desain penenelitian cross sectional ini adalah pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan dalam sekali waktu dan tidak ada kontrol rasio proporsi dalam variabel independen, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menilai hubungan sebab-akibat dan korelasi waktu.

6.2. Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013

Pengukuran suhu tubuh pekerja pabrik tahu bertujuan untuk mengetahui respon fisiologis akibat bekerja di lingkungan panas. Dalam bekerja dilingkungan panas, suhu tubuh akan terus meningkat akibat panas yang dihasilkan tubuh ketika bekerja ditambah faktor lingkungan panas yang menjadi beban tambahan kerja (Moran, 1999). Meningkatnya suhu tubuh pekerja di lingkungan panas sangatlah bervariasi tergantung aktifitas kerja dan lingkungan ysng menjadi faktor utama, serta perbedaan karakteristik masing-masing individu sebagai faktor lainnya (Moran, 2001).

Suhu tubuh merupakan salah satu indikator respon fisiologis tubuh yang digunakan oleh beberapa ahli untuk mengukur heat strain (Moran, 1998). Sudah cukup banyak standar ukur heat strain. Namun yang paling sering digunakan dan cukup representatif adalah Physiological Strain Index (PSI) yang dikembangkan oleh Moran (1998). Dengan standar ini dapat diukur apakah suhu tubuh pekerja di


(67)

lingkungan panas masih dalam batas aman. Dimana batas suhu aman tersebut menyatakan bahwa pekerja dalam lingkungan panas masih diperbolehkan untuk terus bekerja (Hunt, 2011).

Sebanyak 59 pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat yang menjadi responden dalam penelitian ini mempunyai riwayat bekerja tanpa terputus selama 2 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja sudah beraklimatisasi dalam bekerja di lingkungan panas pabrik tahu. Seluruh pekerja juga dalam keadaan fit dan sehat.

Dari hasil pengukuran suhu oral 59 pekerja pabrik tahu tersebut didapatkan 39 pekerja (66,1%) yang memiliki suhu tubuh diatas 37,6o C. Merujuk pada Physiological Strain Index (Moran, 1998), suhu tersebut sudah masuk dalam level heat strain ringan. Rentang suhu yang paling tinggi dari 39 pekerja tersebut adalah 37,8o C. Suhu tersebut sudah masuk dalam level heat strain sedang. Dibandingkan dengan standar OSHA untuk pekerja yang telah beraklimatisasi (38,5o C), tidak ada suhu tubuh pekerja yang melebihi batas suhu OSHA tersebut. Namun untuk hasil penemuan pada penelitian ini dapat menjadi peringatan dini bagi para pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat agar lebih waspada terhadap lingkungan dan kesehatan kerja mereka.

6.3. Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Suhu Tubuh Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa hampir seluruh pekerja pabrik tahu di Kecamatan Ciputat (83 %) mempunyai beban kerja sedang dan berat dengan pola kerja-istirahat 75-100. Disesuaikan dengan tabel 5.4, rata-rata ISBB lingkungan kerja


(1)

Usia dengan suhu

Crosstab

suhu4

Total Ya Tidak

usia2 Lebih dari 40 th Count 7 3 10

% within usia2 70.0% 30.0% 100.0%

Kurang dari 40 th Count 32 17 49

% within usia2 65.3% 34.7% 100.0%

Total Count 39 20 59

% within usia2 66.1% 33.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .082a

1 .775

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .083 1 .773

Fisher's Exact Test 1.000 .543

Linear-by-Linear Association .080 1 .777 N of Valid Casesb 59

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.39. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for usia2 (Lebih dari

40 th / Kurang dari 40 th) 1.240 .284 5.418 For cohort suhu4 = Ya 1.072 .681 1.688 For cohort suhu4 = Tidak .865 .311 2.402


(3)

IMT dengan suhu

Crosstab

suhu4

Total Ya Tidak

IMT2 Gemuk Count 2 3 5

% within IMT2 40.0% 60.0% 100.0%

Sedang Count 28 16 44

% within IMT2 63.6% 36.4% 100.0%

Kurus Count 9 1 10

% within IMT2 90.0% 10.0% 100.0%

Total Count 39 20 59

% within IMT2 66.1% 33.9% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4.188a 2 .123

Likelihood Ratio 4.648 2 .098

Linear-by-Linear Association 4.109 1 .043

N of Valid Cases 59

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.69.


(4)

Risk Estimate

Value Odds Ratio for IMT2 (Gemuk /

Sedang)

a

a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.


(5)

Dokumentasi Penelitian

Bahan Baku Kedelai Mentah

Proses Penggilingan


(6)

Penyaringan