yang  dilakukan  atas  inisiatif  Komisi  juga  wajib  melalui  proses Pemeriksaan Pendahuluan ini.
b Tahap Pemeriksaan Lanjutan Pemeriksaan  Lanjutan  adalah  serangkaian  pemeriksaan  dan  atau
penyelidikan  yang  dilakukan  oleh  Majelis  sebagai  tindak  lanjut Pemeriksaan  Pendahuluan.  Pemeriksaan  Lanjutan  dilakukan  KPPU  jika
telah  ditemukan  indikasi  praktik  monopoli  atau  persaingan  usaha  tidak sehat  atau  KPPU  masih  memerlukan  waktu  yang  lebih  lama  untuk
menyelidiki dan memeriksa secara lebih mendalam kasus  yang diperiksa. Jangka  waktu  pemeriksaan  lanjutan  diberi  selama  enam  puluh  hari  sejak
berakhirnya  pemeriksaan  pendahuluan,  dan  dapat  diperpanjang  paling lama tiga puluh hari.
c Tahap Eksekusi Putusan Komisi Apabila Putusan Komisi menyatakan terbukti adanya perbuatan melanggar
ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 maka proses selanjutnya akan berlanjut  kepada  tahap  eksekusi  putusan  Komisi.  Berdasarkan  Pasal
47  Undang-undang  Nomor  5  Tahun  1999,  Komisi  memiliki  kewenangan untuk  menjatuhkan  sanksi  administratif  dalam  bentuk-bentuk  pembatalan
perjanjian, perintah
penghentian suatu
kegiatan, penghentian
penyalahgunaan posisi dominan, pembatalan merger, konsolidasi, akuisisi, maupun  penetapan  pembayaran  ganti  rugi  dan  denda.  Tahap  eksekusi
bertujuan  untuk  memastikan  bahwa  pihak  yang  dikenakan  sanksi memenuhi kewajibannya.
2.4.4 Sanksi Penegakan Hukum Persaingan Usaha
Dalam  Undang-undang  Nomor  5  Tahun  1999  mengatur  tentang  adanya sanksi. Sanksi tersebut terdiri dari:
1 Sanksi Administratif
Sanksi Administratif adalah sanksi yang dikenakan oleh KPPU terhadap para pelaku  usaha  yang  melanggar  ketentuan  Undang-undang  Nomor  5  Tahun
1999.  Sanksi  administrasi  tersebut  diatur  dalam  Pasal  47  ayat  2  yang menyatakan sebagai berikut:
a. Komisi  berwenang  menjatuhkan  sanksi  berupa  tindakan  adminstrasi terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini.
b. Tindakan adminstrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berupa: 1. Penetapan  pembatalan  perjanjian  sebagaiman  dimaksud  dalam
pasal 4 sampai dengan pasal 13, pasal 15, dan pasal 16. 2. Perintah  kepada  pelaku  usaha  untuk  menghentikan  integrasi
vertikal sebagaiman dimaksud dalam Pasal 14. 3. Perintah  kepada  pelaku  usaha  untuk  menghentikan  kegiatan  yang
terbukti  menimbulkan  praktik  monopoli  dan  atau  menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan atau merugikan masyarakat.
4. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan.
5. Penetapan  pembatalan  atau  penggabungan  atau  peleburan  badan usaha dan pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
6. Penetapan pembayaran ganti rugi. 7. Pengenaan  denda  serendah-rendahnya  Rp  1.000.000.000,00    satu
miliar rupiah  dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00  dua puluh lima miliar rupiah .
2 Sanksi Pidana Dalam hal Sanksi Pidana pokok berdasarkan Pasal 48, yaitu:
1. Pelanggaran  terhadap  ketentuan  Pasal  4,  Pasal  9  sampai  dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan
Pasal 28
diancam pidana
denda serendah-rendahnya
Rp.25.000.000.000,00  dua pulu lima miliar rupiah  dan setinggi- tingginya  Rp.100.000.000.000,00    seratus  miliar  rupiah  ,  atau
pidana  kurungan  pengganti  denda  selama-lamanya  6    enam bulan.
2. Pelanggaran  terhadap  ketentuan  Pasal  5  sampai  dengan  Pasal  8, Pasal  15,Pasal  20  sampai  dengan  pasal  24,  dan  Pasal  26  undang-
undang ini diancam dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00 dua  puluh  lima  miliar  rupiah  ,  atau  pidana  kurungan  pengganti
denda selama-lamanya 5  lima  bulan. 3. Pelanggaran  terhadap  ketentuan  pasal  41  undang-undang  ini
diancam  pidana  denda  serendah-rendahnya  Rp.1.000.000.000,00 satu  miliar  rupiah    dan  setinggi-tingginya  Rp.5.000.000.000,00
lima miliar rupiah , atau pidana kurungan pengganti denda selama- lamanya 3  tiga  bulan.
Dalam  hal  Sanksi  Pidana  Tambahan  berdasarkan  Pasal  49,  yaitu  dengan menunjuk  ketentuan  pasal  10  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Pidana,  terhadap
pidana  sebagaimana  diatur  dalam  pasal 48  dapat  dijatuhkan  pidana  tambahan berupa:
a Pencabutan izin usaha;atau b Larangan  kepada  pelaku  usaha  yang  telah  terbukti  melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi  atau  komisaris  sekurang-kurangnya  2  dua  tahun  dan
selama-lamanya 5 lima tahun; atau c Penghentian  kegiatan  atau  tindakan  tertentu  yang  menyebabkan
timbulnya kerugian pada pihak lain.
Berdasakan  uraian  diatas  sanksi  yang  dijatuhkan  tehadap  pelanggaran Undang-undang No. 5 Tahun 1999, mengenalkan adanya tiga jenis sanksi antara
lain  Tindakan  Administratif,  Pidana  Pokok,  dan  Pidana  Tambahan.  Sanksi tindakan  administratif  dan  sanksi  pidana  ini  dijatuhkan  terhadap  pelaku  usaha
yang  jelas  terbukti  secara  hukum  melakukan  pelanggaran  yang  dapat  terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
104
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan  uraian  pembahasan  diatas,  maka  terdapat dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa kewajiban  penggunaan  gantry  luffing  crane  untuk  kegiatan bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok dapat dikategorikan tidak
melanggar pasal 15 ayat 2 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun  1999.    Dalam  pasal  15  ayat  2  Terlapor  I  dan  Terlapor  II
tidak  memenuhi  unsur-unsur  pasal  15  ayat  2  antara  lain  unsur perjanjian,  unsur  barang  dan  jasa  lain,  dan  unsur  perjanjian  yang
memuat  persyaratan  bahwa  pihak  yang  menerima  barang  dan  atau jasa  tertentu  harus  bersedia  membeli  barang  dan  atau  jasa  lain,
sedangkan dalam pasal 17 KPPU menyatakan bahwa Terlapor I dan Terlapor II tidak terbukti melanggar, hal ini karena salah satu unsure
dalam  pasal  17  tidak  terbukti  maka  untuk  pembuktian  unsure  lain dihentikan.
2. Bahwa akibat hukum  yang ditimbulkan  dari  kewajiban penggunaan gantry  luffing  crane untuk  kegiatan  bongkar  didermaga  101,101
utara,102, 114  dan  115 terhadap  Pelaku  Usaha  Lain  di  pelabuhan adalah pelaku usaha lain  yang sejenis mendapatkan dampak negatif
berupa tidak  dapatnya  bersaing  dan menyebabkan  keluar  atau tersingkirnya  pelaku  usaha  pesaing  yang  menggunakan
crane kapal danatau  menyewakan  alat
crane darat  selain GLC. Namun terkait dampak  yang  ditimbulkan  diatas  disebabkan  perusahaan  bongkar
muat  tersebut  tidak  bisa  bersaing  karena  tidak  memiliki  kualitas dibandingkan  dengan  PT  Pelabuhan  Indonesia  dan  tidak  bisa
mengikuti trend pelabuhan internasional  yang dalam hal ini tentang gantry luffing crane. Akibat  yang ditimbulkan tersebut dapat dilihat
lebih  menonjol  akibat  positif  yang  dilakukan  oleh  PT.Pelabuhan Indonesia  II  dan  PT.Multi  Terminal  Indonesia  serta  tindakan  yang