1. Harta asal, yaitu semua harta kekayaan yang dikuasai dan dimiliki oleh
pewaris sejak mula pertama, baik harta bawaan dan lainnya yang dibawa masuk ke dalam perkawinan dan kemungkinan bertambah sampai akhir
hayatnya. 2.
Harta gono-gini, yaitu semua harta yang diperoleh selama berlangsungnya perkawinan baik yang diperoleh suami isteri atau suami sendiri.
37
Masing-masing jenis harta di atas proses peralihan dan pengoperannya dikuasai oleh peraturan-peraturan sendiri. Setiap jenis harta di atas dibagi-bagikan
kepada ahli waris menurut sifat, macam dan hukum yang mengikatnya.
B. Sendi-Sendi Dasar Hukum Waris Islam
Masalah waris bagi umat Islam bukan hanya proses penerusan dan pengoperan harta peninggalan dari satu generasi kepada generasi yang lain,
melainkan merupakan salah satu ibadah yang pihak-pihak penerima warisnya
telah ditentukan.
Adapun sumber-sumber hukum yang merupakan sendi-sendi dalam pembagian waris Islam adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang tertinggi dalam pengambilan suatu hukum. Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan ketentuan-ketentuan
pembagian warisan secara jelas antara lain :
37
Imam Muchlas, Waris Mewarisi Dalam Islam, Cet I, Pasuruan: PT. Garuda Buana indah, 1996, h. 86-87.
a. Surat An-Nisa,4: 7 yaitu: +,
- .
, 0 . 12 3
4 5
6 3
+, -
. 78 0 . 12
3 9:
; 33
=6? 6A
;B3 .D9 Artinya:“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
ibu bapak dan kerabatnya. Dan bagi wanita pula ada bagian hak pula harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan” . An-Nisa, 4: 7
b. Surat An-Nisa,4: 11 yaitu: E 4F
G H I
JK L
MNOP Q
33 R
?S : T
UV +L W XTY2
, Z[ 4?
\4 5
] M [
+L W_`. bc [
T R
, d 3 ef ?
;g Q
- 3 bc [
;
H 0h2 3
+U:4F AQ
c- 3 ij k
l9Qm , d
, ? n
o 3
, Z[ S
4FH nS
o 3
Dn 3 q 3 3 c
03 r5[
k sY , Z[
, ? Dn
tg u
d r5[
l9Qm ?
Q 0 Av X G 3
o H
vjw 33
L.x F
MN4?4 4
MN4?4 g6M03 3
yz ,3lqeQ
MNb{H3 |} . 3
M04F 6.D
;vy H
[ 7~
F 9, d
S , ?
•
T F
Artinya: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga;
jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah
dipenuhi
wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar utangnya.tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagi kamu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
. An-Nisa,4 : 11. c. Surat An-Nisa,4: 12 yaitu:
MNO€ 3
MNO€•- 3.‚3
, d S
4FH bS
o 3
, Z[ ,
yP ƒ~b
o 3
NO€c [ „0…
u †P ?
Q 0 Av X G 3
7‡W G H b
33 ‡.x
ƒ~b 3
„0… 1.?
, d MNS
O€H MN4FS
oQ 3
, Z[ ,
yP MNO€
o 3
bc [ sT
h4ˆ†P ?
Q 0 Av X G 3
78 G b
33 L.x
F , d 3
78 ? t:• q
` q H ‰
c yP 33
tg3 . Dn
3 Ћ3
33 tf uŒ
+U:4F [
AQ c- 3
b 6 l9Qm
, Z[ R
J yP =6†P3
A -•
efb[ l4
yP =OŽ K
L k sY
? Q 0
Av X G 3
o5 H
vjw 33
L.x =M Š
q y
;v X
G 3 u
F I
3
• Artinya: “Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isteri-mu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isteri-mu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang ditinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan
dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu
saja, atau seorang saudara perempuan seibu saja, maka masing- masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau
sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris. Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syari’at yang
benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
An-Nisa,4: 12. d. Surat An-Nisa,4: 176 yaitu:
A 1.D_ g‘
+: I
MNO€X 1.DH
K L
‰ c F.
+, d R
Šl’M“ Ac
” • .
n o
3 Dn
3 tf uŒ
bc [
” 3 b
H , d
MNS 4FH
g–Ž— o
3 , Z[
1 ? +L W1 ;.
bc [ +,
T sT ˜DB
, d 3 R
J ? ;g
u d
;z
q \4
5 ] 3
?S [
: Y UV
+L W X\Y2 F
L W€H
I MNO€
,3 R
š F
I 3
+U:4F }4
o A
• Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah.
Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu: jika seseorang meninggal dunia, dan ia mempunyai anak dan ia
mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-
laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka
bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara
laki-laki dan perempuan, maka bagian saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan, Allah menerangkan hukum ini
kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
An-Nisa,4: 176. 2.
Al-Sunnah
Selain Al-Qur’an sumber hukum Islam yang dijadikan sebagai dasar pengambilan suatu hukum yaitu Al-Sunnah. Adapun hadits-hadits yang
menerangkan tentang waris Islam adalah sebagai berikut: a. Hadits tentang diberikannya warisan kepada yang berhak
+ ,- . 0 12 32 145 67 8 9 : ;
4 ﻡ
38
Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Nabi saw bersabda: “Berikanlah harta warisan kepada orang-orang yang berhak. Sesudah
itu, sisanya, untuk orang laki-laki yang lebih utama. H.R. Bukhari dan
Muslim. b.
Hadits tentang orang yang meninggal dunia maka harta yang ditinggalkannya untuk ahli warisnya.
?5 ﺱ A
,- .BC? A DB Eﻥ GEHﺡ A 2 J KL ﻡ ?H DB ,5
M2 ?EH M4 NEM3 E342 O ﺡ P .4 E4P
E0 M4 .4P Q 2 RS8 M4
TS2 ;U L 4V2 W ?X M4 .E2B 32 1 2 A ﻡ M ﻡC3 . ﻥ
SY 12 0 ﻡ DB ﻡ 4 ﻡ ;
39
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rsulullah SAW pernah dihadapkan dengan jenazah seorang lelaki yang mempunyai hutang. Lalu
beliau bertanya: Apakah ia meninggalkan sesuatu untuk membayar hutangnya? Kalau beliau diberi kabar bahwa orang yang wafat itu
meninggalkan sesuatu untuk membayar hutangnya, maka beliau mau menshalatkannya. Akan tetapi jika mayat tersebut tidak meninggalkan
38
Muhammad Nashrudin al-Bani, Mukhtashar Shahih Muslim. Penerjemah Imam Rosadi, , cet. I Jakarta: Islam Rahmatan,2003, h. 697.
39
Imam Abi al-Husain bin al-hajjaj, Shahih Muslim, juz. IIBeirut: Daar al-Fikr,t.th, h. 58.
sesuatu untuk membayar hutangnya, maka beliau akan berkata: Shalatkanlah mayat temanmu itu. Ketika Allah memberikan berbagai
kemenangan kepada kaum muslimin dalam menaklukan banyak negeri, beliau bersabda: Aku lebih berhak terhadap orang-orang yang beriman
dari pada diri mereka sendiri, oleh karena itu, barang siapa diantara kamu ada yang meninggal dunia sedangkan ia mempunyai hutang, maka
akulah yang akan membayarnya, dan barang siapa meninggalkan harta maka hartanya itu untuk ahli warisnya.
HR. Muslim. c.
Hadist tentang anak yang baru lahir mendapat warisan
ﺡ H
Y 5
Z 3
ﺡ H
Y M
[ H
ﺡ H
Y \
M -
] ﺱ
+ ﺱ
S 1
, P
E4 4M
G ﻡ ;
-
40
Artinya: Telah berkata kepada kami Hisyam bin ‘Amar. Telah berkata kepada kami Rabi’ bin Badr. Telah berkata kepada kami Abu Zubair Dari
Jabir r.a. berkata: bersabda Rasulullah SAW: Jika menangis seorang anak yang baru dilahirkan maka ia mendapat warisan.
HR. Abu Daud. 3.
Ijma’ dan Ijtihad Ijma’ dan Ijtihad para sahabat, imam-imam madzhab dan mujtahid-
mujtahid kenamaan mempunyai peranan yang tidak kecil sumbangannya terhadap pemecahan-pemecahan masalah mawaris yang belum djelaskan dalam nash-nash
yang sarih. Seperti pembagian muqasamah bagi sama dalam masalah al-Jaddu wal-Ikhwah
kakek bersama-sama saudara-saudara, pembagian bagi cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal dunia dalam masalah wasiat wajibah,
pengurangan dan penambahan bagian ahli waris dalam masalah ‘Aul dan Raad,
40
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Daarul Fikr, 1995, h. 117.
pembagian tsulutsul baqi sepertiga sisa bagi ibu jika hanya bersama bapak dan suami atau isteri dalam masalah Gharrawain.
41
Hukum Kewarisan Islam mengandung beberapa asas yang mengandung beberapa hal berlaku pula dalam hukum kewarisan yang bersumber dari akal
manusia. Berbagai asas hukum ini memperlihatkan bentuk karakteristik dari Hukum Kewarisan Islam itu sendiri.
Adapun lima asas yang berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh yang menerima, kadar jumlah harta yang
diterima dan waktu terjadinya peralihan harta itu. Asas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas Ijbariy
Kata ijbariy dalam terminologi Ilmu Kalam mengandung arti paksaan, dengan arti semua perbuatan yang dilakukan seorang hamba, bukanlah atas
kehendak dari hamba tersebut tetapi adalah sebab kehendak dan kekuasaan Allah.
42
Adapun maksud Asas ijbariy dalam waris Islam adalah peralihan harta dari yang meninggal kepada orang yang masih hidup tanpa adanya usaha atau
kehendak dari orang yang akan meninggal maupun dari orang yang akan menerima.
41
Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, h. 21.
42
Harun Nasution, Theologi Islam, Cet II, Jakarta: UI Press, 2002, h. 36.
Adanya unsur ijbariy dalam hukum kewarisan Islam dapat dilihat dari beberapa segi yaitu:
a. Unsur Ijbariy Dari Segi Peralihan Harta yaitu Unsur ijbariy dari segi ini mengandung arti bahwa harta orang yang meninggal itu dengan sendirinya
beralih kepada keturunannya, bukan dialihkan oleh manusia melainkan dialihkan oleh Allah. Dalam peralihan ini dapat dilihat pada firman Allah
dalam surat al-Nisa’ : 7. Ayat ini menjelaskan bahwa bagi seseorang laki- laki maupun perempuan ada ‘nasib’ dari harta peninggalan orang tua dan
kerabat. Dari kata ‘nasib’ itu dapat dipahami bahwa dalam jumlah harta yang ditinggalkan si pewaris, disadari atau tidak, telah terdapat hak ahli
waris. Dalam hal ini pewaris tidak perlu menjanjikan sesuatu sebelum ia meninggal; begitu pula ahli waris tidak perlu meminta haknya.
b. Unsur Ijbariy Dari Segi Jumlah yaitu Adanya unsur ijbariy dari segi ini dapat dilihat dari kata “mafrudan” yang secara etimologis berarti ‘telah
ditentukan atau telah diperhitungkan’. Kata-kata tersebut dalam terminologi Ilmu Fiqh berarti sesuatu yang telah diwajibkan Allah kepada
hambanya. Dengan menggabungkan kedua kemungkinan pengertian itu, maka maksudnya ialah: “sudah ditentukan jumlahnya dan harus dilakukan
sedemikian rupa secara mengikat dan memaksa.
c. Unsur Ijbariy Dari Segi Penerimaan Peralihan Harta Yaitu Adanya unsure ijbariy
ini dapat dipahami dari kelompok ahli waris sebagaimana disebutkan Allah dalam ayat-ayat 11, 12 dan 176 surat al-Nisa’.
43
2. Asas Bilateral
Asas bilateral yaitu bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari pihak kerabat laki-laki dan kerabat perempuan. Asas ini dapat dilihat, antara lain dalam
surat An-Nisa, ayat 7, 12, dan 176. 3.
Asas Individual Berarti bahwa harta peninggalan diberikan terhadap ahli waris untuk
dimiliki secara perorangan.
4. Asas Keadilan Berimbang
Bahwa harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus dilakukannya.
44
5. Asas Akibat Kematian
Bahwa kewarisan hanya terjadi kalau ada yang meninggal dunia. Hal ini berbeda dengan kewarisan pada hukum adat waris, yang memandang proses
pewarisan dapat pula berlangsung pada saat pewaris masih hidup.
45
43
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Cet I, Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 18-19.
44
Muhammad Daud Ali, Asas-Asas Hukum Islam Hukum Islam I: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
Jakarta: Rajawali Pers, 1990, h. 126.
Kaitannya dengan hal di atas, dalam waris Islam telah ditentukan tiga rukun pewarisan. Adapun tiga rukun tersebut adalah:
1 Mauruts warisan, yaitu harta benda yang ditinggalkan oleh si mati yang
bakal dipusakai oleh para ahli waris setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan, melunasi hutang-hutang, dan melaksanakan wasiat. Harta
peninggalan itu oleh para fardhiyun disebut juga dengan tirkah atau turats. 2
Muwarits, yaitu orang yang meninggal dunia, baik mati haqiqi maupun mati hukmi.
3 Waris, yaitu orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mawarits
lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mempusakai, seperti adanya ikatan perkawinan, hubungan darah keturunan, dan hubungan hak
perwalian dengan muwarits.
46
Dalam Islam mereka yang mempunyai hak dan dapat menerima waris adalah yang mempunyai sebab-sebab sebagai berikut:
1. Pernikahan; seseorang yang berhak mendapat harta peninggalan oleh
sebab hubungan pernikahan adalah Janda dan Duda. 2.
Keturunan; mereka yang berhak menerima harta peninggalan karena hubungan keturunan adalah ayah, ibu, kakek, nenek, anak perempuan,
anak laki-laki, cucu perempuan, cucu laki-laki, saudara laki-laki kandung,
45
Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, Cet I, Bandung: Alumni, 1993, h. 66-67.
46
Komite Fakultas Syari’ah Universitas Al-Azhar Mesir, Ahkamul-Mawaarits fil-Fiqhil- Islami: Hukum Waris,
Penerjemah Addys Aldizar dan Faturrahman, h. 28.
saudara perempuan kandung, saudara laki-laki sebapak, saudara perempuan sebapak, saudara perempuan seibu,saudara laki-laki seibu.
3. Wala; seseorang yang mendapatka waris karena hubungan wala’ adalah
orang yang memerdekakan budaknya hal ini disebabkan adanya pembebasan budak, atau antara seseorang dengan seorang lainnya
disebabkan adanya akad muwalah atau muhalafah.
47
Adapun Faktor-faktor
yang menyebabkan
gugurnya seseorang
mendapatkan harta warisan dari harta peninggalan al-muwarris adalah: 1. Pembunuhan
Apabila ada seorang waris yang membunuh Muwaris-nya, maka ia tidak berhak mewarisi harta Muwaris itu, karena membunuh Muwaris menghalangi
waris menerima warisan. Sesuai dengan sabda Nabi:
;H- W_MVﺵ 3
ﺱ Waﺵ G Mﻡ ,B bM
- ﻡ ;
48
Artinya : “ Dari Umar bin Su’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata Rasulullah saw bersabda: tidak ada pusaka bagi si pembunuh.”
HR. Ibnu Majah
2. Perbedaan Agama Yang dimaksud dengan perbedaan agama yang menghalangi pusaka ialah
adanya perbedaan agama antara ahli waris dengan Muwaris, sehingga ahli waris gugur haknya dalam memperoleh harta warisan. Rasulullah bersabda:
47
Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, h. 29.
48
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, juz.II, Beirut: Daarul Fikr, 1995, h. 884.
E A 3
H 5 G S? 0
aZ MSE4ﻡ , H3ﺡ ;
49
Artinya: “orang Islam tidak mewarisi orang kafir demikian juga orang kafir tidak mewarisi orang Islam.”
Riwayat Jamaah. 3. Beralih Agama atau Murtad
Orang murtad ialah orang yang meninggalkan Agama Islam dengan kemauan sendiri. Para ulama sependapat menetapkan bahwa orang yang murtad,
laki-laki atau perempuan, tidak berhak menerima warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga keluarganya yang Islam tidak berhak menerima
warisan dari Muwaris yang murtad. Dalam hal besar kecilnya perolehan harta peninggalan untuk masing-
masing ahli waris didasarkan pada derajat kekerabatan mereka. Oleh karena itu kerabat-kerabat yang derajat kekerabatannya lebih kuat mendapatkan bagian yang
lebih banyak. Bahkan tidak semua kerabat akan mendapatkan waris karena hak- hak yang dimiliki oleh sebagian kerabat baru timbul jika tidak terdapatnya kerabat
tertentu hal tersebut semuanya telah diatur secara jelas pada al-Qur’an dan al- Hadits.
C. Sendi-Sendi Dasar Hukum Waris Perdata