Pembagian waris masyarakat Betawi ditinjau dari hukum Islam : studi pada masyarakat Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan

(1)

PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT BETAWI

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

(STUDI PADA MASYARAKAT KELURAHAN LEBAK BULUS KECAMATAN CILANDAK, JAKARTA SELATAN)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

SITI AZIZAH NIM : 105044101387

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT BETAWI

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

(STUDI PADA MASYARAKAT KELURAHAN LEBAK BULUS KECAMATAN CILANDAK, JAKARTA SELATAN)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperolah

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh :

SITI AZIZAH NIM : 105044101387

Di bawah Bimbingan Pembimbing

Dr. Jaenal Arifin, M.Ag NIP: 150 289 202

K O N S E N T E R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Pembagian Waris Masyarakat Betawi Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Pada Masyarakat Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan)” telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at tanggal 12 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Konsentrasi Peradilan Agama.

Jakarta, 19 Juni 2009

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM NIP 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA (………) NIP: 150 275 509

2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag., M.Hum (………) NIP: 150 285 972

3. Pembimbing : Dr. Jaenal Arifin, M.Ag (………) NIP: 150 289 202

4. Penguji I : Prof. Dr.H. M. Amin Suma,SH., MA., MM (………) NIP: 150 210 422

5. Penguji II :Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag (………) NIP: 150 275 509


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 Juni 2009 M 25 Jumadi Tsani 1430 H


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah bi ni’matillah rasa puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena atas ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi yang berjudul “Pembagian Waris Masyarakat Betawi Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi Pada Masyarakat Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan)”. Shalawat dan salam teriring semoga selalu tercurah kepada junjungan Rasulullah Sayyidina Nabiyyina Muhammad SAW., karena atas ketauladannya dan keberkahannya penulis dapat melewati masa-masa tersulit dalam penulisan skripsi ini.

Selama masa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi bagi penulis. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih, penghargaan yang sedalam-dalamnya dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Program Studi Ahwal Al syakhshiyyah serta bapak Kamarusdiana, MA., Sekretaris Program Studi Ahwal Al syakhshiyyah.

3. Dr. Jaenal Arifin, M.Ag., Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta saran kepada penulis.


(6)

4. Kepala kantor kelurahan Lebak bulus Jakarta selatan yang telah memberikan izin penulis untuk mengadakan penelitian dan memperoleh informasi.

5. Pimpinan perpustakaan dan staf-stafnya yang telah memberikan fasilitas bagi penulis untuk mengadakan studi perpustakaan.

6. Ayahanda Syarif Hidayat dan Ibunda tercinta Sa’diah yang telah memberikan kasih sayang, do’a, semangat dan pengorbanan sepanjang masa hingga sampai sekarang ananda dapat menuntut ilmu hingga jenjang ini. Seluruh kakak-kakak dan keluarga besar yang telah mengorbankan seluruh jiwa raganya untuk penulis. 7. Sahabat-sahabat satu angkatan Konsentrasi Peradilan Agama kelas A dan B yang

telah banyak membantu serta bertukar pikiran baik selama belajar hingga detik-detik pelaksanaan wisuda.

8. Sahabat-sahabat MAN 4 Model Jakarta angkatan 2005, khususnya jurusan bahasa Arab yang selalu memberikan motivasi dan semangatnya.

9. Kepada semua pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapatkan ganjaran yang setimpal serta selalu mendapat ridha-Nya Allah SWT. dan berkahnya Rasulullah SAW.

Jakarta, 19 Juni 2009 M 25 Jumadi Tsani 1430 H


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… ………. iii

DAFTAR ISI…….……….……….……… v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….………. 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah……….. 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian……… 7

D. Review Studi Terdahulu ……….………... 7

E. Metode dan Teknik Penulisan………... 9

F. Sistematika Penelitian ……….. 10

BAB II KONSEP KEWARISAN ISLAM A. Pengertian Hukum Kewarisan Islam ……… 12

B. Dasar Hukum Kewarisan Islam …..……….. 14

C. Sejarah Hukum Kewarisan Islam ………. 18


(8)

E. Sebab-sebab Mewarisi..…..………... 24

BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG JAKARTA SELATAN

(KELURAHAN LEBAK BULUS KECAMATAN

CILANDAK)

A. Kondisi Geografis dan Letak Wilayah... 25

B. C.

Keadaan Demografis... Karakteristik Responden...

26 32

BAB IV ANALISA TRADISI PEMBAGIAN WARIS

MASYARAKAT BETAWI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

A. Pengetahuan Konsep Kewarisan dalam Hukum Islam………….. 36

B. Pengetahuan Masyarakat Tentang Hukum Kewarisan Islam dalam Aturan Kewarisan di Indonesia... 43

C. Pengetahuan dan Pandangan Masyarakat Terhadap Hukum Kewarisan Betawi …... 52

D.

E.

Permasalahan Status Kewarisan Betawi Ditinjau dari Hukum Islam... Analisa Atas Pembagian Waris Masyarakat Betawi……….

60 69


(9)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 72

DAFTAR PUSTAKA ………...……….. 74


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama yang tidak sulit. Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan kepada umat manusia dan tidak menghendaki kesusahan kepada mereka. Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat. Semua perintah dalam Islam mengandung banyak manfaat. Sebaliknya, semua larangan dalam Islam mengandung banyak kemudharatan di dalamnya. Maka, kewajiban atas kita untuk sungguh-sungguh memegang teguh syari’at Islam dan mengamalkannya.1

Allah menjanjikan kemenangan kepada orang yang berpegang teguh kepada agama ini dengan baik, namun dengan syarat mereka harus mentauhidkan Allah, menjauhkan segala perbuatan syirik, menuntut ilmu syar’i dan mengamalkan amal yang shalih.2

Bagi setiap pribadi muslim adalah wajib baginya melaksanakan kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang ditunjuk dengan jelas dalam nash-nash shahih. Setiap perbuatan yang wajib bagi tiap-tiap pribadi muslim, hal itu menandakan bahwa

1

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Islam adalah Agama yang Mudah”, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://pustakaamanah.wordpress.com/2008/09/24/islam-adalah-agama-yang-mudah.

2

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Agama Islam adalah Agama yang Haq (Benar) yang dibawa Oleh Nabi Muhammad”, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://www.almanhaj.or.id/content/1490/slash/0


(11)

perbuatan baik dan memberi manfaat bagi kehidupannya. Sedangkan segala kaidah atau aturan-aturan yang dilarang untuk dikerjakan maka seorang muslim dilarang untuk melakukan perbuatan tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan buruk dan dapat merusak kehidupan dirinya sendiri ataupun orang lain.

Syariat Islam telah menetapkan peraturan-peraturan yang harus dijalankan oleh umat Islam, seperti peraturan dalam kekayaan. Bagi umat Islam melaksanakan peraturan-peraturan syariat yang telah ditentukan dalam nash-nash yang shahih, seperti halnya dalam soal kewarisan. Harta benda yang diberikan Allah kepada umat manusia, disamping berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya dalam upaya mengabdi kepada Yang Maha Pemberi, juga untuk perekat hubungan persaudaraan dan insaniyah.3 Hukum Kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Hal tersebut adalah merupakan suatu keharusan, selama peraturan tersebut telah ditunjuk oleh dalil nash yang lain yang menunjukkan ketidakwajibannnya. Padahal tidak ada nash yang demikian itu. Bahkan di dalam surat an-Nisaa’ ayat 13 dan 14, Allah akan menempatkan surga selama-lamanya orang-orang yang tidak memindahkannya. Ultimatum tersebut berbunyi :4 “Barang siapa taat kepada Allah dan RasulNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam

3

Satria Effendi M Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah (Jakarta: Prenada Media, 2004), h.232.

4


(12)

surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar ketentuan-ketentuanNya, Allah akan memasukkannya ke dalam neraka ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan.”

Tidak hanya di dalam al-Qur’an, di dalam riwayat Muslim dan Abu Dawud Rasulullah saw juga memerintahkan agar umat muslim membagi harta warisan menurut kitab al-Qur’an. yang artinya “Bagilah harta warisan antara ahli-ahli waris menurut kitabullah (al-Qur’an).

Walaupun Islam merinci dan menjelaskan melalui Al-Qur'an Al-Karim bagian tiap-tiap ahli waris dengan tujuan mewujudkan keadilan didalam masyarakat.5 Masih ada sebagian pendapat yang mengemukakan bahwa harta warisan boleh tidak dilaksanakan dengan ketentuan pembagian yang terdapat dalam al-Qur’an yang pembagiannya dapat dilakasankan dengan jalan musyawarah antara keluarga. Pendapat ini didasarkan dengan pemahaman bahwa hukum itu memiliki sifat-sifat, antara lain :6

1. Hukum yang memaksa, yaitu apabila ketentuan hukum yang ada tidak dapat dikesampingkan, atau suatu perbuatan yang dilaksanakan dan apabila tidak

5

Muhammad Ali Ash-Shabuni, “ Pembagian Waris Menurut Islam” , artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://media.isnet.org/islam/Waris/Pengantar.html

6

Suhrawardi k. lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Jakarta : Sinar Grafika, 2004) Cet ke-4, h.4-5.


(13)

dilaksanakan maka hal tersebut dikategorikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum;

2. Hukum yang mengatur, yaitu ketentuan hukum yang dapat dikesampingkan (tidak dipedomani) dan apabila tidak dilaksanakan ketentuan hukum tersebut maka tidak dikategorikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum, sebab sifatnya hanya mengatur.

Jadi dapat disimpulkan bahwa mereka yang mengatakan bahwa pembagian harta warisan boleh menyimpang dari ketentuan al-Qur’an dan Hadits. Menurut mereka bahwa hukum itu bersifat sebagai hukum yang mengatur atau hukum yang dapat dikesampingkan ( tidak dipedomani).

Namun demikian kita sebagai umat muslim sepatutnya harus kembali lagi kepada 2 ( dua ) sumber pokok dasar hukum Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Telah jelas firman Allah SWT. dalam surat an-Nisaa : 13 dan 14, seperti juga hadits Rasulullah saw. yang dikemukakan di atas. Hal ini juga didasari ketentuan yang ada di dalam surat an-Nisaa ayat 29 yang artinya :“ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil.

Inilah syariat Islam yang telah menetapkan dan mengatur pembagian waris dengan bentuk yang sistematis, teratur dan sangat adil. Di dalamnya telah ditetapkan hak kepemilikan harta bagi manusia, baik itu laki-laki atau perempuan dengan cara yang legal. Syariat Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan harta seseorang yang sudah meninggal duania ( warisan ) kepada para ahli warisnya.


(14)

Al-Qur’an juga menjelaskan dan merinci hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Oleh karena itu, al-Qur’an merupakan acuan utama hukum dan penetuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadits Rasulullah saw. dan ijma para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa al-Qur’an sangat sedikit merinci suatu hukum secara detail, kecuali hukum waris. Hal demikian disebabkan karena kewarisan merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan Allah SWT. di samping itu harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.7

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa al-Qur’an telah mengatur tentang pembagian waris dengan secara terperinci, mulai dari ahli waris (siapa-siapa yang berhak mendapatkan waris), sebab-sebab seorang mendapatkan warisan dan bagian-bagian ahli waris. Akan tetapi, masih saja ada sebagian masyarakat yang melaksanakan pembagian waris tidak sesuai dengan sumber hukum Islam atau tidak memiliki sistem kewarisan yang jelas. Inilah yang terjadi pada masyarakat Betawi Jakarta Selatan (Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak). Para orang tua dalam membagikan waris sesuai dengan hukum adat yang dianutnya yakni hukum adat Betawi. Hukum adat yang sesuai dengan para leluhur mereka atau hukum yang mereka percayai secara turun temurun. Misalnya : membagi waris berupa sebidang

7

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Hukum Islam (Jakarta : Gema Insani Press, 1995)h.32.


(15)

tanah atau rumah tanpa menghitung perincian bagian ahli waris ( anak laki-laki mendapatkan 2 bagian dari anak perempuan ).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengambil masalah ini ke dalam penelitian yang berjudul PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT BETAWI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Studi Pada Mayarakat Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar ruang lingkupnya tidak luas. Maka penulis membatasi penelitian pembagian waris masyarakat Betawi (studi kasus di Jakarta Selatan) hanya ruang lingkup pada Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak. Masyarakat Betawi di sini adalah masyarakat Betawi penduduk asli Jakarta.

2. Perumusan masalah

Dalam hukum kewarisan Islam terutama di dalam Fiqih telah ada ketentuan bahwa bagiam laki-laki adalah 2:1 dari bagian perempuan. Akan tetapi, kenyataan di luar berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat Betawi di Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak . Para orang tua dalam membagikan waris berlainan dengan hukum kewarisan yang telah ditetapkan dalam hukum Islam.

Adapun rumusan masalah tersebut di atas dapat dirincikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :


(16)

a. Bagaimana tradisi pembagian waris menurut adat Betawi ?

b. Bagaimana status kewarisan tersebut bila ditinjau dari hukum Islam ? c. Apakah pola pembagian waris tersebut menimbulkan masalah atau tidak ? d. Bagaimana mekanisme pembagian waris menurut adat Betawi ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dengan jelas tradisi pembagian waris menurut adat Betawi. b. Untuk mengetahui status kewarisan tersebut bila ditinjau dari hukum Islam. c. Untuk dapat mengetahui pola pembagian waris tersebut menimbulkan masalah

atau tidak.

d. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang mekanisme pembagian waris menurut adat Betawi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

a. Menambah wawasan pembaca tentang kewarisan dalam hukum Islam dan kewarisan adat khususnya adat Betawi.

b. Sebagai satu bentuk kontribusi positif dalam rangka sosialisasi hukum yang berkaitan dengan kewarisan.


(17)

D. Review Studi Terdahulu

Dalam review studi terdahulu, penelitian ini sekilas memiliki kesamaan dengan skripsi Adam Al-Anshari, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbandingan Mazhab Fikih yang berjudul ” Pelaksanaan Hibah Bagi Anak Pada Masyarakat Betawi (Study Kasus Terhadap Pembagian Harta Orang Tua Sebagai Solusi Pengganti Waris di Desa Pondok Kacang Barat)” tahun 2006.

Pada skripsi tersebut dijelaskan bahwa sistem yang digunakan dalam pembagian harta pada masyarakat tersebut adalah hibah, sebab para pewaris membagi-bagikan hak waris kepada ahli warisnya ketika mereka masih hidup. Pada penyusunan skripsi tersebut membatasi masalah hanya pada pelaksanaan hibah untuk anak pada masyarakat Betawi di Desa Pondok Kacang Barat. Masyarakat Betawi yang dimaksud bukan masyarakat Betawi penduduk asli Jakarta, namun suatu komunitas masyarakat Betawi berbahasa Betawi di wilayah kabupaten Tanggerang.8 Jadi dapat disimpulkan dalam skripsi ini masyarakat adat Betawi di Desa Pondok Kacang Barat menganggap bahwa warisan itu dipersamakan dengan hibah.

Pada penulisan ini, penulis mencoba untuk memberikan gambaran pemahaman tentang kewarisan yang sesuai dengan syariat Islam. Hukum waris Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. telah mengubah hukum waris Arab pra-Islam dan sekaligus merombak struktur hubungan kekerabatannya, bahkan merombak

8

Adam al Anshari, Pelaksanaan Hibah Bagi Anak Pada Masyarakat Betawi (Study Kasus Terhadap Pembagian Harta Orang Tua Sebagai Solusi Pengganti Waris di Desa Pondok Kacang Barat).(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : 2006), h.5.


(18)

sistem pemilikan masyarakat tersebut atas harta benda, khususnya harta pusaka. Sebelumnya, dalam masyarakat Arab ketika itu, wanita tidak diperkenankan memiliki harta benda kecuali wanita dari kalangan elit bahkan wanita menjadi sesuatu yang diwariskan. Islam merinci dan menjelaskan melalui al-Qur’an al-Karim bagian tiap-tiap ahli waris dengan tujuan mewujudkan keadilan di dalam masyarakat. Meskipun demikian, sampai kini persoalan pembagian harta waris masih menjadi penyebab timbulnya keretakan hubungan keluarga. Ternyata disamping karena keserakahan dan ketamakan manusianya, kericuhan itu sering disebabkan oleh kekurangtahuan ahli waris akan hakikat waris dan cara pembagiannya.9 Penulis juga mencoba untuk memaparkan kewarisan yang digunakan oleh masyarakat Betawi khususnya di kelurahan Lebak Bulus kecamatan Cilandak yang menggunakan hukum adat sebagai pedomannya yang bertentangan dengan ketentuan dan ketetapan yang telah ditetapkan oleh agama Islam.

E. Metode dan Teknik Penulisan

1. Pendekatan

Sebagai suatu karya ilmiah, skrpsi ini dilakukan melalui pendekatan sosiologis, dengan mendeskripsikan masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. Penulis mencoba mendeskripsikan masalah-masalah

9

Muhammad Ali Ash-Shabuni, “ Pembagian Waris Menurut Islam ”, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://media.isnet.org/islam/waris/pengantar.html.


(19)

mengenai kewarisan yang terjadi di lingkungan kelurahan lebak bulus dan pengumpulan data penelitian ini melalui penyebaran kuisioner.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan ( field research)

dan kepustakaan (library research) didasarkan guna memperoleh data primer maupun sekunder, yang memiliki korelasi pada pembahasan ini.

3. Data Penelitian

Sumber data diperoleh dari sumber data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari penyebaran kuisioner ke warga masyarakat kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak, al-Qur’an dan al-Hadits. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instruksi Presiden Republik Indonesia tentang Kompilasi Hukum Islam, buku-buku, kitab kuning, beberapa makalah dan data lainnya yang memuat keterangan tentang pembahasan ini yaitu pembagian waris masyarakat Betawi.

Jenis datanya bersifat kualitatif yang merupakan metode penelitian yang berukur pada data-data berupa pandangan-pandangan tentang tradisi pembagian waris masyarakat Betawi.

Teknik penulisan yang digunakan pada penelitian ini berpedoman pada buku

”Pedoman penulisan skripsi fakultas Syariah dan Hukum” yang diterbitkan oleh fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Press 2007 cetakan pertama dengan pengecualian :


(20)

a. Kutipan dari al-Qur’an tidak diberi catatan kaki atau footnote, tetapi pada akhir ayat diberi nama surat dan ayat.

b. Ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits ditulis dengan satu spasi.

F. Sistematika Penulisan

BAB Pertama membahas pendahuluan yang menerangkan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode dan teknik penulisan, studi review terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB Kedua membahas tentang kewarisan yang berisi tentang konsep kewarisan Islam yang terdiri dari : pengertian hukum kewarisan Islam, dasar hukum kewarisan Islam, sumber hukum kewarisan Islam, syarat-syarat mewarisi serta sebab-sebab mewarisi.

BAB Ketiga Deskripsi umum tentang Jakarta Selatan (kelurahan Lebak Bulus kecamatan Cilandak) : kondisi geografis dan letak wilayah, keadaan demografis dan karakteristik responden.

BAB Keempat Memuat tentang analisa pembagian waris masyarakat Betawi ditinjau dari hukum Islam: pengetahuan masyarakat tentang konsep kewarisan dalam hukum Islam, pengetahuan masyarakat tentang hukum kewarisan Islam dalam aturan kewarisan di Indonesia, pengetahuan dan pandangan masyarakat terhadap hukum kewarisan Betawi, permasalahan status kewarisan Betawi ditinjau dari hukum Islam dan analisa penulis atas pembagian waris masyarakat Betawi.


(21)

(22)

BAB II

KONSEP KEWARISAN ISLAM A. Pengertian Hukum Kewarisan Islam

Dalam literatur hukum Islam ditemui beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan Islam. Seperti, faraidh, fiqh mawaris dan hukm al-waris. Perbedaan penamaan ini terjadi karena perbedaan dalam arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan. Raraidh merupakan jama’ dari faridhah yaitu suatu yang ditetapkan bagiannya secara jelas dikatakan bahwa faraidh didasarkan pada bagian yang diteria oleh waris. Adapun kata mawarits menitikberatkan harta yang beralih kepada ahli waris yang masih hidup, sebab kata mawarits merupakan bentuk plural dari kata miwrats yang berarti mawrut, harta yang diwarisi. Dengan demikian arti kata warits yang dipergunakan dalam beberapa kata merujuk kepada orang yang menerima harta warisan. Sedangkan hukm al-waris memandang kepada orang yang berhak menerima harta warisan yaitu yang menjadi subjek dari hukum ini.10

Faraidh menurut bahasa lafal faridhah diambil dari kata (al-fardh) yang memiliki beberapa arti diantaranya :

1. (Al-qath’) berarti ketetapan atau kepastian; 2. (At-taqdir) berarti suatu ketentuan;

3. (Al-inzal) berarti menurunkan; 4. (At-tabyin) berarti penjelasan;

10


(23)

5. (Al-ihlal) berarti menghalakan; 6. (Al-‘atha’) berarti pemberian.

Sedangkan secara terminology memiliki beberapa definisi pula diantaranya : 1. Hak-hak kewarisan yang jumlahnya telah ditentukan secara pasti dalam

al-Qur’an dan sunnah Nabi.11

2. Pengetahuan tentang pembagian warisan dan tata cara menghitung yang terkait dengan pembagian harta waris dan pengetahuan tentang bagian yang wajib dari harta peningggalan untuk setiap pemilik hak waris.12

3. Pemindahan harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut, bagian masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian pembagian harta peninggalan itu.13

Kewarisan merupakan bentuk dasar dari kata waris yang mendapatkan imbuhan ke- dan akhiran –an. Menurut Prof. Dr. Amir Syarifuddin di dalam bukunya hukum kewarisan Islam, hukum kewarisan Islam adalah “seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta

11

Amir Syarifuddin. Permasalahan dalam Pelaksanaan Faraidh (Padang: IAIN-IB Press, 1999),h. 6

12

Komite Fakultas Syariah Universitas al-Azhar. Hukum Waris Terlengkap (Jakarta: CV Kuwait Media Gressindo), h.13

13

H. Suparman Usman dan Yusuf Somahinata. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam


(24)

atau berujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama Islam.

B. Dasar Hukum Kewarisan Islam

Dasar hukum kewarisan Islam menurut Jumhur ulama ada 3 (tiga) yaitu, al-Qur’an, al-Hadits dan Ijma’ :14

1. Al-Qur’an

Sumber hukum yang pertama yaitu al-Qur’an ada beberapa ayat yang memuat tentang hukum waris diantaranya :

!"#

$%

&'

()" *+

,-

"

.

/

"- 01" / 23

4

5

6

&7

4

!"#

$%

&'

()" *+

,-

"

.

/

89 01" / 23

4

$%

'

:;*

0

<

'

44=

>?7(@

A

7B !"#

<C4 /E:'

/

:

Artinya : “ Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan karib kerabat; dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkannya”.

Dalam ayat di atas merupakan salah satu sumber hukum dari hukum waris yang menjelaskan seorang anak pasti akan memperoleh hak waris dari harta peninggalan yang dijadikan Allah (sebagai hak yang telah ditetapkan) artinya hak yang pasti yang harus diserahkan kepada mereka dari kedua orang tuanya baik laki-laki ataupun perempuan

14

Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan (Yogyakarta: Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h.4


(25)

Dalam ayat yang lainnya pun menjelaskan tentang bagian-bagian hak waris, Allah berfirman:

F 5G

H I

J

KL M

NOPQ

R *

44=

S

(@T

; U '

VW

,M X Y*U#Z3

A

-

[*\

$ 5@

]5

6

^

*_N *\

,M X"`"a/

$ cd *\

*U? ?

"'

()" *+

S

-

e 4

fg"# (@

<h

R

. 4

cd *\

! &<

A

I

"1i3 4

,V;5G

BR d. 4

%jk l &'

m:Rn

$%

'

()" *+

-

e

"- (@

o0 *

p

*

4

A

-

[*\

T

5G"I

o=T

p

*

4

Eo0 4 r 4

4

0d

"14=

&'s6*\

l? tZ

A

-

[*\

"- (@

Eo=*

uh

v e

&'s6*\

m:Rn

A

@

'

R ?"1

Bw Y H 4

p

I

wkx

44=

M/y

G

NO5@5"

"1

5

NO5@5"

h7N14=

4

z{

"-4mrfR*+

NOc|I4=

}~" / 4=

N15G*

7?/E"#

A

<wz

I

*\

8• &'

G

:-

e

T

"- (@

€%

"

U% G

.

/

:

Artinya : “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Allah mewasiatkan atau memerintahkan mengenai bagian dari hak anak-anak yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.


(26)

Jika ketiga mereka itu berkumpul, maka bagi yang laki-laki seperdua harta dan bagi kedua anak perempuan seperdua pula. Sedangkan jika hanya laki-laki itu tunggal, maka ia menghabisi semua harta yang disebut sebagai ashobah. Jika anak perempuan lebih dari dua orang maka bagi mereka dua pertiga harta yang ditinggalkan. Ini merupakan ketetapan dari Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) tentang peraturan-peraturan yang diberikan-Nya kepada mereka; artinya Dia tetap bersifat bijaksana dalam semuanya itu. Begitu pun ayat yang lainnya yang menjelaskan bagian-bagian para ahli waris. Seperti dalam surat An-nisaa ayat 12 berikut ini:

NOP•*

4

! #

"'

()" *+

NOP•‚. 4/ƒ4=

-

e

T

5G"I

$ cT

p

*

4

A

-

[*\

"-

zQ

„•c*

p

*

4

OP•d *\

…01†

$%

'

v ‡Q" *+

A

@

'

R ?"1

Bw Y H 4

8ˆX H I

c 1

44=

=ˆ/y

A

„•c*

4

…01†

$%

'

02/@" *+

-

e

NOT

P•"I

NO5GT

pR*

4

A

-

[*\

"-

zQ

NOP•*

p

*

4

$ cd *\

 %tU

$%

'

i5‰‡Q" *+

A

@

&'

R ?"1

Bw Y H 4

89 H ?+

c 1

44=

=M/y

G

-

e 4

89 (@

u;‚ r

a r I

Š*

d zQ

44=

uh4=" /'

Eo=*

4

‹Œ4=

44=

ug v•=

,V;5G

*\

BR d. 4

%c 7

&'

m:Rn

A

-

[*\

S

K 0# zQ

>*7‡Q4=

'

B

.*Ž

fgc*\

m5

zQ >P•

L M

l? tZ

A

@

'

R ?"1

Bw Y H 4

Ap6

I

wkx

44=

M/y

>N (‹

r

z

'

A

<w Y H 4

v

&'

G

J

4

"‘

.

/

:

Artinya : “ Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri


(27)

memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”

Al-Qur’an juga menerangkan tentang pewaris yang tidak memiliki ahli waris, sebagaimana firman Allah SWT.,:

B"# 02/E"`

h’

,;?

J

NOP•Y 2/EI

L M

Š*

d *G/

A

,-

e

S

‹"m“N”

Bd

– / *

o0 *

p

*

4

Eo=*

4

ug v•=

cd *\

! #

"'

()" *+

A

?• 4

c?

"I

-

e

NOT

5G"I

h—•˜

p

*

4

A

-

[*\

"2"# (@

,M X"2

</

%cd *\

,-

*U? tU

™EC

()" *+

A

-

e 4

S

K 0# (@

<h

v

e

<{

r

]5

6

^ 4

(@T

*\

; Z '

VW

,M X Y*]#Z3

G

M &X"•I

J

NOP•*

-4=

S

› *+

G

J

4

,V;5G

1

~5

p(

B

"‘

.

/

:

Artinya : “ Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah15 (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika

15


(28)

mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

2. Al-Hadits

! " #$ %&'

(

)*% + ,&

+

#-. /0

1

2 3 4 )

5

16

Artinya : “Dari Ibnu abbas RA. Bahwasannya Nabi Muhammad SAW. bersabda: Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan itu kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dan keturunan laki-laki yang terdekat.

3. Ijma dan Ijtihad

Ijma dan ijtihad para sahabat, imam-imam mazhab dan mujtahid-mujtahid kenamaan mempunyai peranan yang tidak kecil sumbangannya terhadap penelitian-penelitian terhadap masalah mawaris yang belum dijelaskan oleh nash-nash yang sharih. Seperti halnya masalah aul atau radd dan lain sebagainya.17

Ijma yaitu kesepakatan para ulama atau para sahabat sepeninggal Rasulullah SAW. Tentang ketentuan warisan yang dalam al-Qur’an karena telah disepakati oleh para sahabat dan ulama. Maka ijma, dijadikan sebagai sumber dan referansi hukum.18

16

Shahih bukhari IV. (Cairo, Daar Wa Mathba’ al-Sya’biy) h. 181

17

Suparman Usman dan Yusuf Soma Wirafa. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam. h.21

18

Tengku Muhammad Hasby Ash-Shidiqy, Fiqh Mawaris (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999) cet ke-1. h. 303


(29)

Ijtihad yaitu pemikiran para sahabat atau ulama dalam menyelesaikan hal-hal pembagian waris yang belum atau tidak disepakati. Maksudnya ialah ijtihad dalam menerapkan istinbath hukum, bukan untuk mengubah pemahaman atau ketentuan yang sudah ada.19

C. Sejarah Hukum Kewarisan Islam

1. Kewarisan pada masa pra-Islam

Pada zaman jahiliyah, bangsa Arab memiliki hobi mengembara dan berperang, kehidupannya bergantung pada hasil perniagaan rempah-rempah dan harta rampasan perang. Mereka beranggapan bahwa kaum laki-laki yang sudah dewasa saja yang mampu, memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam pemeliharaan harta kekayaan. Itulah sebabnya harta warisan hanya diberikan kepada kaum laki-laki tidak diberikan kepada perempuan dan anak-anak, dan harta warisan ini juga diberikan kepada orang-orang yang mempunyai perjanjian prasetya dan orang-orang yang diadopsi. Pada zaman jahiliyah hanyalah orang yang memiliki ikatan-ikatan berikut ini yang mendapatkan harta warisan yaitu :20

a. Adanya pertalian kerabat; b. Adanya ikatan janji prasetia;

c. Adanya pengangkatan anak (adopsi).

19

Aep Saifullah, Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan Adat Sunda Dengan Hukum Kewarisan Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007)

20

Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan, h.15.


(30)

2. Kewarisan pada masa awal Islam

Pada masa awal Islam, kekuatan kaum muslimin masih sangat lemah dikarenakan jumlah umat Islam masih sangat lemah. Setelah menerima perintah dari Allah SWT. Rasulullah SAW. Bersama sejumlah sahabat besar meninggalkan kota Mekkah menuju Madinah. Kedatangan Rasulullah SAW. Dan pengikutnya (kaum muhajirin) disambut gembira oleh masyarakat Madinah (kaum anshor), untuk memperteguh dan menjadikan persaudaraan kaum muhajirin dan kaum anshor. Rasulullah SAW menjadikan ikatan persaudaraan tersebut sebagai salah satu sebab untuk saling mewarisi. Pada masa ini ditetapkan sebab-sebab seseorang memperoleh harta warisan yaitu :21

a. Adanya pertalian kerabat, nasab; b. Adanya janji prasetia;

c. Adanya pengangkatan anak; d. Adanya hijrah;

e. Adanya muakhkhah (persaudaraan).22

Dasar hukum dari hijrah dan muakhkhah sebagai sebab mewarisi yaitu :

:-

e

v I

T

S

<"'

5

S

4

• 4

S

4R

c

4

c

.

/'4Š

1

NOk œPE#4= 4

L M

,;Y •

"My

T

4

S

4 4

5

S

E40>6

"#:4

BžŸ *

Š4•=

21

H. Suparman Usman dan Yusuf Somahinata. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, h.4-6

22

Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan, h. 16


(31)

NOjk ¡ ?"1

m5

Y

44=

¢£ ?"1

A

"My

T

4

S

<"'

5

NO*

4

S

4 ‚

wk0R

"'

15G*

&'

Ok

% Y *

4

&'

~5

p(

Ap™i

S

4 ‚

wk0R

A

,-

e 4

NO5@40>6

<h¤

L

M

,My •R

OP•/Yd

?*\

0>

:<

¥{ e

ALd+"

¦§N *

NO5Gh7 n"1

O‘

< n"1 4

u¨ *U

&'

G

J

4

%

1

"- ?

% ?*+

u> !"1

.

$ﻥ*

7

8

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin) mereka itu satu sama lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.

3. Kewarisan pada masa kesempurnaan Islam

Pada masa kesempurnaan Islam ini, telah ada kesempurnaan hukum-hukum Islam diantaranya :23

a. Pencabutan sebab saling mewarisi karena hijrah dan persaudaraan. Firman Allah SWT. :

“p

¢:<

ALd¢ 44=

8ˆX <

' *%/

1

f

'

NOk œPE#4=

S

Eo0 ‚. 4/ƒ4=

4

NOjk0%

c:'•=

G

S

5

Š4•=

4

§ "dNr23

NOjk ¡ ?"1

A©d¢ 44=

¢£ ?"B

1

L

M

"2 Q

v

'

8ˆX <

' *%/

"My

ª

c%/

4

{ e

-4=

S

K ?

?/E*+

Ld¢

e

O5G«

44=

l\4

?:'

A

89 zQ

B

.*Ž

L M

"` •/

7r 5}

"'

.

ﺡ*

:

;

7

<<

23

Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syakur. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan., h17-19


(32)

Artinya : “ Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu Telah tertulis di dalam Kitab (Allah).”

b. Pencabutan sebab-sebab saling mewarisi. Sebagaimana yang tercantum dalam Firman Allah SWT. surat an-Niasaa ayat 7;

c. Pencabutan sebab saling mewarisi dengan alasan janji prasetia;

"My

T

4

S

<"'

5

_• '

R ?"1

S

4

• 4

S

4R

c

4

NO5G

?"'

BžŸ *

Š4•Š*\

5G<

'

A

S

5

Š4•=

4

§ "dNr23

NOjk ¡ ?"1

ALd¢ 44=

¢£ ?"B

1

L M

"2

@

G

:-

e

T

,V;5G

1

~5

p(

Bi…

"‘

.

$ﻥ*

7

8

=

Artinya : “ Dan orang-orang yang beriman sesudah itu Kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang itu termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

d. Pencabutan sebab saling mewarisi dengan alasan pengangkatan anak (adopsi).

:'

z;

?

J

;‚"

&'

ˆ X"B\ *

L M

¬

\N

A

"' 4

z;

?

O5G

‚. 4/ƒ4=

r

Ÿ T

"-4

c *P?+

$ jk l '

N15G

`

c:'•=

A

"' 4

z;

?

NO5@ 5

4=

NO5@ 5

h7N14=

A

NO5G

.*Ž

O5G5

N *

NO5G

•.

/\4Š

1

S

J

4

Pe"I

*/

?• 4

- Rfc"I

z;Y •

.

NO?• 

NO

c«

"1¤

?•

5 6 / 4=

R<

A

-

[*\

NOT

S

K %d

?*+

NO?• 5

"1

5

NOP•0#.

v [*\

L M

,My V

NO5GY

.

"'

4

A

– / *

4

NOP•/Yd "‘

p

<‚

%Y \

?+\Š*} v4=


(33)

G *

4

:'

fO

R$%

?*+

NO5G01 ? ?

A

"- zQ 4

J

7r PE(‹

€%

r

.

ﺡ*

:

;

7

<<

-=

Artinya : “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar24 itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).{5} Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maula25mu dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Keistimewaan yang terdapat dalam kewarisan pada masa kesempurnaan Islam, antara lain :26

a. Menyerahkan harta warisan kepada kerabat-kerabat yang berhak; b. Tidak melarang kepada bapak, seterusnya ke atas (leluhurnya) dan istri;

c. Memberikan harta warisan kepada anak-anak baik laki-laki maupun perempuan.

D. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam

24

zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau perkataan lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila dia Berkata demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat (denda).

25

Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang Telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah.

26


(34)

Dalam masalah pembagian harta waris ini terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi, diantaranya yaitu :

1. Rukun kewarisan

a. Muwarits yaitu orang yang meninggal dunia memiliki harta yang dapat diwarisi kepada ahli waris (pewaris);

b. Warits yaitu orang yang memiliki hubungan dengan muwarits (pewaris), seperti: hubungan kekerabatan dan perkawinan;

c. Mauruts yaitu harta benda yang ditinggalkan oleh muwarits (pewaris) yang diwarisi kepada warits (ahli waris).

2. Syarat kewarisan

a. Dalam masalah muwarits para ulama membedakan atas 3 macam yaitu:

1) Mati haqiqi yaitu kematian yang nyata disaksikan oleh panca indera (mati sejati);

2) Mati hukmy yaitu kematian atas dasar keputusan atau vonis hakim atas dasar beberapa sebab, seperti: orang yang hilang;

3) Mati taqdiri yaitu kematian berdasarkan dugaan keras, seperti: kematian bayi dalam perut ibunya karena ibunya minum racun atau terjadi pemukulan atas ibunya.

b. Hidupnya ahli waris di saat kematian muwarits (pewaris) c. Tidak ada pengahalang untuk mewarisi.27

27


(35)

E. Sebab-sebab Mewarisi

Adapun sebab-sebab seseorang menerima harta warisan yaitu :28 1. Perkawinan

2. Kekerabatan yaitu hubungan kekeluargaan antara ahli waris dengan muwarits (nashobah hakiki), kekerabatan ini terdiri atas :

a. Ashabul furud yaitu ahli waris yang menerima bagian tertentu dari harta warisan;

b. Ashobah ushubah nasabiyah yaitu ahli waris yang menerima bagian yang tidak tertentu;

c. Dzawil arham yaitu ahli waris yang tidak termasuk ke dalam dua kelompok tersebut di atas;

d. Ashobah ‘ushubah sababiyah yaitu ahli waris yang terikat oleh ushubah sababiyah (kekerabatan yang ditentukan berdasar hukum). Kekerabatan yang berdasar hukum diantaranya :

1) Seseorang membebaskan budak;

2) Adanya perjanjian untuk tolong-menolong saling setia antara seseorang dengan yang lain.

28

Asymuni A. Rahman dkk. Ilmu Fiqh 3 (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN Departemen Agama, 1986), h. 34-35


(36)

BAB III

DESKRIPSI UMUM TENTANG JAKARTA SELATAN (KELURAHAN LEBAK BULUS KECAMATAN CILANDAK)

A. Kondisi Geografis dan Letak Wilayah

Wilayah lebak bulus merupakan salah satu daerah yang berada di kecamatan Cilandak Jakarta selatan yang memiliki luas wilayah 411,40 ha. Batasan maksimal suhu volume udara wilayah ini adalah 21ºC dan batasan minimal 24ºC. Wilayah yang memiliki bentuk wilayah tanah datar berombak 15-20 m dengan curah hujan 16mm/tahun ini memiliki batasan-batasan wilayah yaitu:29

1. Sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Pondok pinang; 3. Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Cilandak barat;

4. Sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Pondok labu/desa Pangkalan jati; 5. Sebelah barat berbatasan dengan kali pesanggrahan, desa Cirendeu.

Jarak kelurahan ke ibu kota kecamatan, kotamadya dan propinsi adalah sebagai berikut :30

1. Jarak dari pusat pemerintahan provinsi DKI Jakarta 22 km; 2. Jarak dari pusat pemerintahan kotamadya 12 km;

3. Jarak dari kecamatan 3 km.

29

Sumber : Data monografi Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan tahun 2009

30


(37)

B. Keadaan Demogafis

1. Penduduk

Kelurahan lebak bulus memiliki Jumlah penduduk di wilayah ini mencapai 21.793 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) 6811 KK dengan perincian data sebagai berikut :31

Tabel 1

Jumlah jiwa berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jiwa Persentase (%)

Laki-laki 9.040 41.4%

Perempuan 12.759 58.6%

Jumlah 21.793 100%

Sumber : monografi 2009

Tabel 2

Jumlah jiwa berdasarkan jenis usia32

Jenis Usia Jiwa Persentase (%)

0-5 2.258 10.3%

6-10 2.381 11%

11-17 2.394 11%

18-24 3.472 16%

25-30 3.965 18%

31

Ibid.

32


(38)

31-40 3.302 15%

41-50 2.482 12%

51-60 775 3.5%

61-70 361 1.6%

71-keatas 332 1.5%

Jumlah 21.793 100%

Sumber : monografi 2009

Tabel 3

Jumlah jiwa berdasarkan kewarganegaraan33

Kewarganegaraan Jiwa Presentase (%)

WNI 21.732 99.7%

WNA 7 0.03%

Jumlah 21.793 100%

Sumber : monografi 2009

2. Pendidikan

Jika dilihat dari pendidikannya, terlihat tabel dibawah ini ternyata mayoritas masyarakat kelurahan Lebak bulus berpendidikan SLTA/sederajat, dengan perincian data sebagai berikut :34

33

Ibid.

34


(39)

Tabel 4

Jumlah jiwa berdasarkan tingkat pendidikan35

Tingkat Pendidikan Jiwa

Tamat SD/sederajat 274

SD/sederajat 883

Tamat SLTP/sederajat 824

SLTP/sederajat 5652

Tamat SLTA/sederajat 373

SLTA/sederajat 5567

Tamat Akademi 538

Akademi 786

Tamat Universitas 964

S1 371

S2 284

Sumber : monografi 2009

Guna untuk mendukung pendidikan formal pemerintah membangun sarana pendidikan dari taman bermain (playgroup) sampai dengan tingkat akademi, dari

35

Ibid.


(40)

sekolah negeri sampai dengan sekolah swasta. Diantara sekolahan-sekolahan tersebut yaitu :36

Tabel 5

Jumlah sarana pendidikan negeri Sarana Pendidikan

SD 7

SLTA 1

Jumlah 8

Sumber : monografi 2009

Tabel 6

Jumlah sarana pendidikan swasta37 Sarana Pendidikan

Taman

bermain(playgroup)

1 Taman Kanak-kanak (TK) 9

SLTP 2

SLTA 4

Akademi 3

Jumlah 19

Sumber : monografi 2009

36

Ibid.

37


(41)

Di samping pendidikan formal di wilayah lebak bulus juga telah ada sarana pendidikan non formal yang bergerak di bidang keagamaan, seperti: taman pendidikan al-Qur’an (TPA) untuk anak-anak dan majlis ta’lim dari tingkat remaja sampai dengan tingkat orang tua. Manfaat TPA dan majlis ta’lim selain tempat forum silaturrahim juga bermanfaat untuk menunaikan kewajiban tholabul ilmi38

yang berguna sebagai solusi bagi hukum yang tidak diketahui oleh warga masyarakat. Jumalah majlis ta’lim di lebak bulus ini sebanyak 22 buah majlis ta’lim.

3. Keagamaan

Mayoritas agama di kelurahan Lebak bulus adalah agama Islam mencapai 82% dengan jumlah jiwa 17.893 jiwa dan agama lain yang ada di kelurahan Lebak bulus diantaranya Kristen mencapai 14%, agama Budha dan Hindu masing-masing berjumlah 2%.39

Tabel 7 Jumlah keagamaan40

Agama Jiwa

Islam 17.893

Kristen 2.995

38

Tholabul ilmi adalah menuntut ilmu

39

Sumber : Data monografi Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan tahun 2009

40


(42)

Hindu 523

Budha 328

Aliran kepercayaan lainnya

-

Jumlah 21.739

Sumber : monografi 2009

4. Ekonomi

Mata pencaharian warga masyarakat di wilayah lebak bulus lebih dominan warga bermata pencaharian sebagai karyawan swasta dan pegawai negri sipil (PNS). Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan warga lebak bulus dapat dikatakan cukup tinggi yakni antara SLTA, akademi hingga universitas. Perincian datanya sebagai berikut :41

Tabel 8

Jumlah Mata Pencaharian Mata Pencaharian

Petani 82

Buruh 485

Pedagang 1251

Karyawan Swasta 4847

PNS 2238

41


(43)

ABRI 1072

Pensiun 2166

Swasta lainnya 354

Sumber : monografi 2009

C. Karakteristik Responden

Populasi responden yang dijadikan dalam penelitian ini sebanyak 100 orang responden. Dalam bab karakteristik responden ini memuat tentang karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan responden. Penggambaran secara rinci adalah sebagai berikut :

Tabel 9

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin42

53%

47% Laki-laki

Perem puan

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Seperti terlihat data di atas, bahwa responden berjenis kelamin laki-laki jumlahnya yaitu 53%. Sedangkan untuk responden berjenis kelamin perempuan

42


(44)

berjumlah 47%. Walaupun terjadi perbedaan tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Jika dilihat dari jumlah keseluruhan maka terjadi perbedaan. Jumlah responden laki-laki lebih banyak dibanding jumlah responden perempuan. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah keseluruhan warga masyarakat kelurahan Lebak bulus yang jumlah perempuannya lebih banyak dari laki-laki.

Sedangkan gambaran karakteristik responden berdasarkan jenjang pendidikan adalah sebagai berikut :43

Tabel 10

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pendidikan44

4%

20%

57%

19% SD/MI

SMP/MTs SMA/MA PT

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Gambaran tabel di atas adalah gambaran karakteristik responden dilihat dari jenjang pendidikannya. Bahwa SMA/MA menempati posisi paling atas yaitu 57%, responden yang berpendidikan SMP/MTs 20%, responden berpendidikan PT

43

Ibid.

44


(45)

(perguruan tinggi) 19% dan responden yang berpendidikan SD/MI sebanyak 4 %. Jika dikaitkan dengan standar pendidikan maka pendidikan responden cukup tinggi yakni hampir 57% berpendidikan SMA/MA Banyaknya responden yang berpendidikan SMA/MA menunjukan bahwa pendidikan responden cukup tinggi. Jika dikaitkan dengan pendidikan masyarakat kelurahan Lebak bulus, hal ini sebanding atau hampir sama dengan jenjang pendidikan responden yakni sama-sama berpendidikan SMA/MA.

Gambaran karakteristik responden dilihat dari jenis pekerjaannya yaitu :45

Tabel 11

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan46

6%

41%

5% 48%

PNS Wirasw asta Dagang Lainnya

Sumber : Data lapangan tahun 2009

45

Ibid.

46


(46)

Sebagaimana tabel yang terlihat di atas, bahwa responden yang bekerja sebagai dagang yaitu 5%, PNS sebanyak 6%, wiraswasta 41% dan posisi yang paling banyak adalah lainnya menempati posisi paling banyak yakni 48%. Hal ini dikarenakan buruh, ibu rumah tangga dan pekerjaan lainnya yang tidak termasuk pada daftar diatas masuk pada kolom lainnya.

Karakteristik responden yang terakhir yaitu dilihat dari gambaran responden berdasarkan status pernikahan. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :47

Tabel 12

Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan48

70% 27%

3%

Menikah Belum Menikah Duda/Janda

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Seperti terlihat tabel di atas, ternyata responden yang sudah memiliki status menikah menunjukkan jumlah yang paling banyak yaitu 70% . Sedangkan yang

47

Ibid.

48


(47)

belum menikah sebanyak 27%. Responden yang memiliki status duda/janda hanya sedikit yaitu 3%.


(48)

BAB IV

ANALISA TRADISI PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT BETAWI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

A. Pengetahuan Konsep Kewarisan Dalam Hukum islam

Tabel 13

Pengetahuan Responden Tentang Hukum Waris49

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Pengetahuan responden tentang hukum waris, bahwa hampir 74% responden mengetahui tentang hukum waris, banyaknya responden yang mengetahui tentang hukum waris ini merupakan hal yang wajar, sebab masalah kewarisan ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena masalah ini berkaitan dengan harta kekayaan. Responden yang kurang tahu sebanyak 20%, kekurangtahuan responden mengenai masalah hukum waris mungkin hanya dikarenakan kurangnya pemahaman

49

Observasi di Kelurahan Lebak Bulus Jakarta Selatan, 20 Mei-2 Juni 2009

Tahu Kurang Tahu Tidak Tahu


(49)

responden mengenai masalah kewarisan ini. Sedangkan responden tidak tahu hanya minoritas yakni 6%.

Tabel 14

Sumber Informasi Responden Tentang Hukum Waris50

Buku Media Ustadz/kyai Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Sumber informasi mengenai masalah hukum waris yang berasal dari ustadz/kyai merupakan pengetahuan mayoritas yakni mencapai 41%, hal ini dikarenakan responden lebih memanfaatkan ustadz/kyai sebagai media pembelajaran tidak hanya mengenai masalah hukum waris tetapi masalah yang lainnya. Responden yang menjawab buku hampir seimbang dengan ustadz kyai yakni 36%, ternyata responden masih memanfaatkan buku sebagai bahan pembelajaran. Sedangkan responden yang menjawab media hanya 15%. Responden yang menjawab tidak tahu 8%.

50


(50)

Tabel 15

Arti Hukum Waris Menurut Responden51

Pembagian harta kekayaan sebelum orang tua meninggal

Pembagian harta kekayaan setelah orang tua meninggal

Pembagian harta kekayaan setelah pewaris meninggal

Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Ketidaktahuan responden mengenai arti hukum waris mencapai 9%. Sedangkan mengenai arti hukum waris lebih banyak memilih jawaban pembagian harta kekayaan setelah pewaris meninggal yakni 41%, pembagian harta kekayaan setelah orang tua meninggal sebanyak 30% dan 20% untuk jawaban pembagian harta kekayaan sebelum orang tua meninggal. Pembagian harta kekayaan sebelum orang tua meninggal dapat dikatakan sebagai hibah. Cukup banyak responden yang memilih jawaban ini hal ini disebabkan responden masih menyamakan antara waris dengan hibah.

Hibah adalah berasal dari bahasa Arab diambil dari kata-kata "hubuubur riih" artinya "nuruuruha" yang berarti perjalan angin, yang juga berarti "kebaikan atau keutamaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak yang lain berupa harta

51


(51)

atau bukan.52 Dalam kompilasi hukum Islam dikatakan hibah adalah suatu pemberian benda secara suka rela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Tabel 16

Tanggapan Responden Tentang Aturan Hukum Waris Di dalam Islam53

Ya Tidak Tidak Tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Pada umumnya responden mengetahui tentang aturan hukum kewarisan yang terdapat di dalam ajaran agama Islam. Responden yang mengetahui aturan kewarisan di dalam agama Islam sebanyak 74%, sedangkan responden yang memilih jawaban tidak tahu 18% dan responden yang menjawab tidak hanya 8%.

52

Asymuni A. Rahman DKK "Ilmu Fiqh 3", Penerbit : Departemen Agama

53


(52)

Tabel 17

Pengetahuan Responden Tentang Dasar Hukum Waris54

70% 5%

18%

7%

al-Q ur'an al-Hadi ts Lainnya Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Dasar hukum sangatlah penting untuk mengetahui suatu aturan yang akan digunakan seperti dasar hukum dalam aturan hukum waris. Pengetahuan responden mengenai dasar hukum dalam aturan kewarisan mencapai 70% yang mengetahui bahwa al-Qur’an merupakan dasar hukum dari kawarisan, responden yang menggunakan hak suaranya untuk menjawab lainnya mencapai 18%, yang termasuk dalam jawaban ini yaitu kebanyakan responden mengetahui kewarisan didasari pada fiqih. Al-Hadits sebagai dasar hukum aturan kewarisan mencapai 5%. Sedangkan responden yang tidah tahu aturan dasar hukum kewarisan yakni 7%.

54


(53)

Tabel 18

Pengetahuan Responden Tentang

Ayat-ayat al-Qur’an yang Mengatur Hukum Waris55

34%

30% 36%

Tahu Kurang tahu Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Seperti terlihat di tabel atas, bahwa persentase pengetahuan masyarakat mengenai masalah aturan ayat al-Qur’an yang mengatur hukum waris memiliki persentase yang hampir sama. Mayoritas responden tahu tentang aturan hukum waris yang terdapat di dalam ayat al-Qur’an yakni sebanyak 34%, 36% responden menjawab tidak tahu tentang ayat al-Qur’an yang mengatur masalah kewarisan. Sedangkan 30% responden menjawab kurang tahu.

Tabel 19

Pengetahuan Responden Tentang Dasar Hukum Waris Selain al-Qur’an56

76% 10%

5% 9%

al-Hadits Ijma Ijtihad Tidak jawab

Sumber : Data lapangan tahun 2009

55

Ibid.

56


(54)

Dari data di atas, ternyata responden hampir menjawab al-Hadits sebagai dasar hukum waris selain al-Qur’an yakni 76%, responden yang menjawab ijma 10% dan ijtihad 5%. Responden pun juga ada yang tidak menjawab sebanyak 9%.

Tabel 20

Tanggapan Responden Tentang Aturan

Kewajiban Membagikan Harta Waris yang Tercantum Dalam al-Qur’an57

Ya Kurang tahu Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Responden yang memilih jawaban bahwa ayat-ayat al-Qur’an memiliki kewajiban membagikan kewarisan sebanyak 75%, kurang tahu 20% dan 5% untuk jawaban responden yang tidak memberi jawabannya.

57


(55)

B. Pengetahuan Masyarakat Tentang Konsep hukum Kewarisan Islam dalam Aturan Kewarisan di Indonesia

Tabel 21

Pengetahuan Responden

Tentang Aturan Hukum Waris di Indonesia58

Tahu Kurang tahu Tidak tahu

Tahu Kurang tahu Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Data di atas menunjukan bahwa 45% responden menyatakan mengetahui aturan hukum waris yang berlaku di Indonesia, 27% responden menyatakan kurang tahu mengenai aturan hukum waris ini. Hal ini menggambarkan bahwa cukup banyak responden yang mengetahui aturan hukum kewarisan ini. Dapat dikatakan ternyata sosialisasi hukum tersebut cukup baik ke masyarakat. Akan tatapi ketidaktahuan responden tentang aturan hukum waris ini juga cukup tinggi yakni mencapai 28%.

58


(56)

Tabel 22

Pengetahuan Responden

Tentang Sumber Hukum yang Mengatur Tentang Hukum Waris59

UU No.1 Tahun 1974

KHI (Kompilasi Hukum Islam)

Tidak tahu

UU No.1 Tahun 1974 KHI (Kompi lasi Hukum Isl am) Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Ketidaktahuan responden tentang aturan sumber hukum nasional yang ada di Indonesia mencapai 55%. Sedangkan responden yang menjawab UU No. 1 Tahun 1974 yakni 13%. Sedangkan responden yang menjawab KHI (kompilasi hukum Islam) sebagai sumber hukum nasional yang mengatur hukum waris yakni 19%. Ternyata responden cukup mengetahui aturan yang ada di dalam KHI mengenai hukum waris.

59


(57)

Tabel 23

Sumber Informasi Responden

Tentang Aturan Hukum Waris yang Berlaku60

Buku Medi a O rang l ai n Ti dak tahu

Buku Medi a O rang l ai n Ti dak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Pengetahuan responden terhadap sumber hukum yang mengatur hukum waris lebih banyak didapat dari buku yakni 45%, dibandingkan yang didapat dari media 8% atau mengetahui dari orang lain 19%. Ini menunjukkan bahwa buku mempunyai peran penting dalam penyebaran pengetahuan kepada masyarakat.

Tabel 24

Pengetahuan Responden

Tentang Syarat-syarat Mendapatkan Warisan61

Tahu Kurang tahu Tidak tahu

Tahu Kurang tahu Ti dak tahu

60

Ibid.

61


(58)

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Data di atas menunjukkan bahwa hampir 65% responden mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang yang ingin mendapatkan warisan, 15% responden menyatakan kurang tahu. Ternyata responden yang menyatakan tidak tahu tentang syarat-syarat mendapatkan warisan mencapai 20%.

Kenyataan demikian ditujukkan juga dengan jawaban responden tentang syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi, perinciannya sebagai berikut :

Tabel 25

Pengetahuan Responden

Tentang Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi62

Karena adanya persetujuan dari ahli

waris

Karena nasab/keturunan

Karena perkawinan Tidak tahu

Karena adanya persetujuan dari ahli waris

Karena nasab/keturunan

Karena perkawinan

Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Responden menyatakan syarat yang harus dipenuhi yaitu karena adanya persetujuan dari ahli waris sebanyak 55%, sedangkan untuk jawaban karena

62


(59)

nasab/keturunan responden yang memberi jawaban hampir 25% dan responden yang memilih syarat mendapatkan waris itu haru berdasar karena perkawinan hanya 3%. Selain itu, ada pula responden yang tidak memberi jawaban atau tidak tahu sebanyak 17%.

Tabel 26

Tanggapan Responden

Tentang Aturan Islam Mengenai Bagian Ahli Waris63

Ya Tidak Tidak tahu

Ya Tidak Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Data di atas menggambarkan bahwa responden yang mengetahui tentang Islam mengatur bagian-bagian ahli waris sebanyak 85%, responden menyatakan bahwa Islam tidak mengatur bagian-bagian ahli waris yakni 3%. Sedangkan responden yang tidak mengetahui 12%.

63


(60)

Tabel 27

Tanggapan Responden

Tentang Perbedaan Pembagian Antara Anak laki-laki dan Perempuan64

Ada Ti dak ada Tidak tahu

Ada Ti dak ada Ti dak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Data di atas menunjukkan ternyata responden yang menyatakan bahawa ada perbedaan pembagian antara anak laki-laki dan anak perempuan hampir 90%, dan responden yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pembagian antara anak laki-laki dan anak perempuan yakni 3%. Hal ini menyatakan ternyata responden cukup mengetahui bahwa dalam ajaran Islam terdapat perbedaan pembagian waris antara laki-laki dengan perempuan. Sedangkan 7% responden menjawab tidak tahu mengenai perbedaan pembagian tersebut.

64


(61)

Tabel 28

Pengetahuan Responden Tentang Bagian Satu Anak Laki-laki

Tanpa Anak Perempuan65

Satu pe r dua Ashobah Satu pe r ti ga Tidak tahu

Satu pe r dua Ashobah Satu pe r ti ga Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Data di atas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan bahwa bagian anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan mendapatkan ½ bagian sebanyak 55%, sedangkan yang menyatakan mendapat bagian ashobah 20% dan 8% responden menyatakan 1/3 bagian. Sedangkan 17% responden menyatakan tidak tahu

65


(62)

Tabel 29

Pengetahuan Responden Tentang Bagian Satu Perempuan

Tanpa Anak Laki-laki66

Satu pe r dua Dua pe r tiga Satu pe r ti ga Tidak tahu

Satu pe r dua Dua pe r ti ga Satu pe r tiga Ti dak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Bagian dari satu anak perempuan tanpa anak laki-laki, responden yang menyatakan mendapat bagian 1/3 yakni 39%, 26% untuk responden yang menyatakan bahwa mendapatkan ½ bagian. Sedangkan responden yang manyatakan mendapat bagian 2/3 sebanyak 20%.

66


(63)

Tabel 30

Pengetahuan Responden

Tentang Bagian Anak Perempuan Lebih Dari Satu Orang67

Satu per dua Dua per tiga Satu per tiga Tidak tahu

Satu per dua Dua per tiga Satu per tiga Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Pengetahuan responden mengenai bagian anak perempuan lebih dari satu orang, hampir 47% responden menyatakan mendapatkan 2/3. hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki pengetahuan mengenai pembagian ini. Sebanyak 31% responden menyatakan bahwa mendapatkan bagian 1/3. 5% responden menyatakan bahwa mendapat bagian ½ .

67


(64)

C. Pengetahuan dan Pandangan Masyarakat terhadap Hukum Waris Betawi

Tabel 31

Pengetahuan Responden Tentang Hukum Waris Selain Hukum Waris Islam68

Ada Ti dak ada Ti dak tahu

Ada Tidak ada Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Tabel di atas menunjukkan 56% responden menyatakan bahwa ada hukum waris selain hukum waris Islam. Sedangkan hampir 29% responden menyatakan tidak tahu dan 15% responden menyatakan tidak ada hukum waris selain hukum waris Islam.

68


(65)

Tabel 32

Pengetahuan Responden

Tentang Hukum Waris yang Diketahui Selain Hukum Waris Islam69

Hukum waris barat

Hukum Wari s adat

Lainnya Tidak tahu

Hukum waris barat Hukum W ari s adat Lainnya

Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 58% responden menyatakan bahwa hukum waris adat merupakan hukum waris selain hukum waris Islam, 3% responden menyatakan bahwa hukum waris barat merupakan hukum waris selain hukum waris Islam. Sedangkan hampir 35% responden menyatakan tidak tahu.

Tabel 33

Tanggapan Responden

Tentang Hukum Waris Adat yang Diketahui70

69

Ibid.

70


(66)

Hukum wari s adat be tawi

Hukum waris adat sunda

Hukum wari s adat jawa

Ti dak tahu

Hukum wari s adat betawi Hukum wari s adat sunda Hukum wari s adat jawa Ti dak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Tanggapan responden mengenai hukum waris adat yang diketahui hampir 42% responden menyatakan hukum waris adat yang diketahui adalah hukum waris adat Betawi. Banyaknya responden yang menyatakan hal tersebut dikarenakan hampir 60% masyarakat kelurahan Lebak bulus adalah warga Betawi. Jadi tidak menutup kemungkinan responden lebih mengetahui hukum waris adat Betawi. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan responden yang hukum waris adat yang lainnya , seperti hukum waris adat jawa (4%) dan hukum waris adat sunda (5%)

Tabel 34

Pembagian Waris menurut Adat Betawi71

71


(67)

Ada Tidak ada Tidak tahu

Ada Tidak ada Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan ada pembagian waris menurut adat Betawi yakni 59%, 16% responden menyatakan tidak ada pembagian waris menurut adat Betawi dan 25% responden menyatakan tidak tahu.

Tabel 35

Pengetahuan Responden

Tentang Aturan yang Mengatur Hukum Waris Betawi72

Ada Tidak ada Tidak tahu

Ada Tidak ada Tidak tahu

Sumber : Data lapangan tahun 2009

72


(1)

Adapun mengenai perbedaan antara hukum waris Betawi dengan hukum waris Islam di antaranya: hukum waris Betawi pelaksanaannya atas dasar kesepakatan keluarga dan tidak ada aturan khusus yang mengatur aturan tersebut, sedangkan hukum waris Islam telah ada dasar hukum yang mengatur mengenai aturan hukumnya yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Selain itu hukum waris telah mengatur bagian-bagian hak waris yang didapat oleh ahli waris.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Masyarakat kelurahan Lebak bulus mayoritas pendidikannya adalah pendidikan SMA/MA. Akan tetapi, pengetahuan mengenai hukum waris terutama hukum waris Islam masih sangat minim. Mereka masih sangat meyakini tradisi pembagian waris Betawi, alasan masyarakat menggunakan tradisi waris Betawi karena tradisi ini telah mengakar dan mendarah daging, sehingga masyarakat masih meyakininya. Hal ini terbukti dengan 73% responden menyatakan bahwa alasan masyarakat Lebak bulus masih melaksanakan pembagian waris Betawi sesuai aturan adat istiadat yang dilakukan secara turun temurun.

2. Status kewarisan Betawi bila ditinjau dari hukum Islam, hampir 33% responden beranggapan bahwa hukum waris Betawi disyariatkan dalam ajaran agama Islam. Akan tetapi, jika ditelusuri lebih dalam lagi bahwa hukum waris Islam itu telah ada aturan-aturan mengenai masalah-masalah hukum waris seperti: menjelaskan siapa-siapa saja yang berhak mendapatkan warisan, bagian-bagian para ahli waris dan syarat-syarat mendapatkan warisan sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dan telah tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits sebagai dasar utama hukum waris Islam.


(3)

3. Dampak akibat pelaksanaan hukum waris Betawi yakni pola pembagian waris Betawi menimbulkan masalah. Hal ini berdasarkan pernyataan hampir 58% responden menyatakan setuju bahwa pola pembagian waris Betawi ini menimbulkan masalah/konflik. Masalah ini disebabkan adanya pembagian-pembagian yang tidak memiliki aturan khusus yang mengaturnya. Berbeda dengan hukum waris Islam yang telah memiliki dasar hukum sebagai patokan penyelesaian hukum waris yakni al-Qur’an dan al-Hadits. Selain itu, hukum nasional pun membahas tentang masalah kewarisan sebagaimana yang tercantum dalam kompilasi hukum Islam (KHI).

4. Adapun persoalan mekanisme pembagian waris yang dilakukan oleh masyarakat Betawi, pada prinsipnya pembagian waris Betawi dilaksanakan setelah pewaris meninggal. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan pembagian waris dilakukan sebelum pewaris meninggal dunia. Hal ini terbukti dengan 35% responden menyatakan tidak setuju bila pembagian waris dilaksanakan sebelum pewaris meninggal. Selain itu ada pula pelaksanaan kewarisan yang sama dengan hukum waris Islam yakni laki-laki mendapat bagian yang lebih besar. Mekanisme pembagian waris Betawi yang membedakan yaitu bahwa anak pertama mendapatkan bagian yang paling besar begitupun dengan anak terakhir. Akan tetapi, anak terakhir mendapatkan bagian waris berupa rumah utama yang ditempati oleh orang tua sang anak. Berbeda dengan hukum waris Islam yang telah ada ketetapan aturan di dalam ajaran agama Islam.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim

Abta, Ashari dkk. Ilmu Waris Al-Faraidl Deskripsi Berdasar Hukum Islam Praktis dan Terapan. Yogyakarta: Pustaka Hikmah Perdana, 2005

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta : Akademika Pressindo, 2004

AlAnshari, Adam. Pelaksanaan Hibah Bagi Anak Pada Masyarakat Betawi (Study KasusTerhadap Pembagian Harta Orang Tua Sebagai Solusi Pengganti Waris di Desa Pondok Kacang Barat). Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : 2006.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Pemabagian Waris Menurut Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004

--- “ Pembagian Waris Menurut Islam” artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://media.isnet.org/islam/Waris/Pengantar.html

Ash-Shidiqy, Tengku Muhammad Hasby, Fiqh Mawaris. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999. cetakan kesatu

Bukhari, Shahih . Cairo: Daar Wa Mathba’ al-Sya’biy. Cetakan keeempat

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung : Lubuk Agung, 1989 Effendi M Zein, Satria. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis

Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah. Jakarta: Prenada Media, 2004.

Komite Fakultas Syariah Universitas al-Azhar. Hukum Waris Terlengkap. Jakarta: CV Kuwait Media Gressindo.

Lubis, Suwardi K. dkk. Hukum Waris Islam. Jakarta : Sinar Grafika, 2004. Cetakan keempat


(5)

Qadir Jawas, Yazid bin Abdul, “Islam adalah Agama yang Mudah”, artikel diakses

pada tanggal 29 Oktober 2008 dari :

http://pustakaamanah.wordpress.com/2008/09/24/islam-adalah-agama-yang-mudah.

---, “Agama Islam adalah Agama yang Haq (Benar) yang dibawa Oleh Nabi Muhammad”, artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari : http://www.almanhaj.or.id/content/1490/slash/0

Rahman, Fatchur. Ilmu Waris. Bandung : AlMa’arif, 1975

Rahman, Asymuni A dkk.. Ilmu Fiqh 3. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana IAIN Departemen Agama, 1986

Saifullah, Aep. Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan Adat Sunda Dengan Hukum Kewarisan Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007

Syarifuddin, Amir. Permasalahan dalam Pelaksanaan Faraidh. Padang: IAIN-IB Press, 1999

---, Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana, 2005. cetakan kedua

Tim Penyusun. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Tim Penyusun. Ensiklopedi al-Qur’an Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997

Usman, Suparman dkk. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997


(6)