BAB III BIOGRAFI USTADZ SALMAN
A. Riwayat Hidup Ustadz Salman
1. Kelahiran
Salman lahir pada tanggal 7 April tahun 1979 di Bukit Tinggi. Dia adalah putra terakhir dari tiga bersaudara dari pasangan Mansyur dan
Rosmaini di simpang Gadut No. 172 Gadut Tilatang Kamang Bukit Tinggi Sumatra Barat.
1
Dari keluarga dan lingkungan yang agamis membentuk jati diri seorang Salman menjadi hamba yang sangat mengerti dan menjunjung
tinggi arti sebuah kehidupan melalui hukum dan syariat Islam. Dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki kedua orang
tuanya, hingga menerapkan metode pendidikan kepada keluarga, Salman sudah terbiasa dengan ajaran-ajaran agama Islam dalam kehidupan masa
kecilnya. Kedisiplinan akan kewajiban kepada Allah SWT keluarga demokratis telah menjadikan bagian yang tidak terpisahkan dari pola
hidupnya sejak kecil, terutama dari sisi budi pekerti dan kedisiplinan hidup.
Orang tuanya seorang pensiunan pegawai negeri yang hobinya berkebun, sejak kecil ia dan saudaranya diajarkan untuk selalu bersifat
gigih dan sabar dalam menjalani hidup dan menuntut ilmu.
2
1
Wawancara pribadi dengan Ustadz Salman, Jakarta, 24 Mei 2008
2
Wawancara pribadi dengan Ustadz Salman, Jakarta, 24 Mei 2008
Kegigihan dan kesabaran dalam menjalani hidup dan menuntut ilmu yang ia rasakan hingga membuahkan hasil, terbukti dengan
kemampuannya berbahasa asing Arab, Inggris yang didapati dari pesantren, dan yang lebih menarik lagi dari prestasi sekolah yang ia raih,
Salman meraih juara kelas rangking satu dari kelas 1 satu SD sampai kelas 3 tiga SMU serta banyak menjuarai kejuaraan lomba pidato, lomba
musabaqah hifdzil Qur’an, lomba puisi dan lebih dari 40 artikel dan karya tulis yang sudah ia tulis. Jadi sangat pantas jika Salman menjadi lulusan
terbaik tahun akademik 2002, wisuda sarjana Institut Agama Islam Negeri IAIN Jakarta.
3
2. Pendidikan
Semasa kecilnya Salman sempat duduk dikelas TK Jeruk Manis tahun 1985 – 1986. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah
Dasar No. 1 di Bukit Tinggi, Sumatra Barat, 1986 – 1992. Lalu melanjutkan SLTP di pesantren modern terpadu Prof. DR. Hamka, di
Sumatra Barat, tahun 1992 – 1995. SMU-nya juga ia tamatkan di pesantren modern terpadu Prof. DR. Hamka, Sumatra Barat, tahun 1995-
1998. Setelah itu ia melanjutkan di jenjang akademik yang lebih tinggi di Institut Agama Islam Negeri IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada
tahun 1998-2002. Memang ilmu tidak ada hentinya untuk selalu dicari dan Salman belum merasa cukup banyak ilmu yang sudah didapat atau karena
faktor tuntutan jaman yang semakin berkembang, ia langsung meneruskan
3
Wawancara pribadi dengan Ustadz Salman, Jakarta, 24 Mei 2008
ke Program Pasca Sarjana di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2002 tapi disayangkan berjalan hanya satu
semester, mungkin Tuhan berkehendak lain, dikarenakan Salman memiliki kemampuan serta sosok pekerja keras ini mencoba mengikuti Program
Interdisciplinary Islamic Studies pasca sarjana Universitas Islam Negeri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Alhamdulillah program studi ini ia selesaikan pada tahun 2003-2006.
4
Tapi hari-hari dalam menuntut ilmu tidak ia lewatkan begitu saja, sejalan dengan perkuliahan Salman menyibukan diri dengan aktif di
berbagai organisasi kemahasiswaan dan masyarakat tidak seperti kebanyakan mahasiswa lainnya yang menghabiskan waktu hanya dengan
berdiam pasif di rumah saja. Dia juga sangat aktif mengikuti serta berpartisipasi dalam seminar,
training , serta kegiatan informal lainnya. Baik sebagai peserta atau
pembicara yang lebih dari 50 berita acara yang sudah diikuti, konsisten sekali jika ia mempunyai motto hidup: Hidup adalah ibadah, hidup adalah
jihad, lakukan yang terbaik dan pulangkan hasil kepada Allah.
5
Menurut hemat penulis seorang Salman adalah sosok yang tidak ingin melewati
waktu yang berjalan dengan sia-sia dan ia tidak mau digolongkan sebagai golongan orang-orang yang merugi.
Sudah jelas jika peran orang tua dalam mendidik anaknya sejak kecil dapat mengarahkan buah hatinya menjadi anak soleh dan soleha yang
4
Wawancara pribadi dengan Ustadz Salman, Jakarta, 24 Mei 2008
5
Wawancara pribadi dengan Ustadz Salman, Jakarta, 24 Mei 2008
berkembang dan berpikir maju kedepan. Sebuah pepatah lama mengatakan “Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”
3. Keluarga
Saat kesibukannya menyelesaikan S2 dan saat itu ia masih semester 3, bertepatan pada usia 25 tahun Salman melaksanakan satu sunnah yang
diperintahkan Rasulullah yaitu menikah dengan syarat mampu lahir maupun batin. Dengan proses waktu yang cukup lama dan tanpa
berpacaran karena ia salah seorang yang tidak menghalalkan berpacaran walau ia sempat terlibat dalam kejahilan tersebut akan tetapi ia cepat
tersadarkan oleh ilmu pengetahuan agama ia pelajari tidak sama halnya dengan pemuda-pemuda pada umumnya. Setelah melewati proses
berta’aruf Kemudian ia melangsungkan ke tahap yang lebih serius yaitu
ke jenjang pernikahan, yang Alhamdulillah menikahi seorang wanita muslimah yang bernama Maria Ulfa yang dia kenal saat mengisi suatu
acara organisasi mahasiswa “HIQMA” Himpunan Qori dan Qori’ah Mahasiswa kebetulan saat itu ia menjabat sebagai ketua umum HIQMA.
6
Dalam hal mendidik keluarga Salman bersama istrinya Maria Ulfa ingin mendidik anaknya Karima Nur Aulia Salman yang di anugerahkan
dan diamanahkan Tuhan untuknya dengan menerapkan pendidikan sejak kecil, yang mana pelajaran berharga tersebut ia dapatkan dari orang tuanya
saat ia masih kecil. Orang tua Salman adalah sosok orang tua yang sangat memperhatikan pendidikan untuk anak terutama pendidikan agama.
6
Wawancara pribadi dengan Ustadz Salman, Jakarta, 24 Mei 2008
Begitu juga dalam menafkahi keluarga, lulusan terbaik akademik ini sangat ulet dan peka dalam mencari rizki dengan berbagai cara dan
jalan yang pastinya dihalalkan agama, ia selalu mencoba memberikan yang terbaik untuk anak dan istrinya. Apalagi sekarang ia telah diangkat
untuk mengabdikan dirinya kepada Negara di sebuah lembaga Negara “Mahkamah Agung” yang mana semua ini memberi keyakinan lebih untuk
memenuhi tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
7
Sosok ustadz penyabar ini walau sudah berkeluarga akan tetapi tidak mengurangi perhatiannya untuk kedua orang tua yang ia cintai,
seperti selalu menyempatkan waktu berkomunikasi jarak jauh via telepon dan SMS dan sedikit berkirim sesuatu untuk orang-orang yang ada di
kampung halaman dan yang pasti dan selalu ia lakukan yaitu mendo’akan kedua orang tua. Sebagai tanda anak yang berbakti, walau sampai saat ini
ia merasa belum maksimal memberikan yang terbaik untuk orang yang sangat ia sayangi.
B. Konsep Dakwahnya