Budidaya Tebu TINJAUAN PUSTAKA

6. Daerah penanaman. Tebu yang ditanam di dataran tinggi masa hidupnya akan lebih lama dibandingkan dengan tebu yang ditanam di dataran rendah, karena tebu yang ditanam di dataran tinggi akan mendapat sinar matahari lebih lama sehingga masa kemasakan optimal lebih cepat. 7. Masa tanam. Tebu yang ditanam pada bulan Mei-Juli akan mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada bulan-bulan sebelumnya atau sesudahnya. Karena daya tahan yang baik, maka tanaman tebu akan bias hidup sampai mencapai masak optimal pada waktunya. Pada musim hujan atau jika tebu roboh, tunas-tunas muda tumbuh dari ruas bawah tanah. Pertumbuhan tunas muda itu mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap proses kemasakan tebu. Kesimpulan dari uraian tersebut di atas bahwa faktor-faktor lingkungan, baik yang ada di permukaan tanah mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tebu. Sifat turunan Genetic tebu itu sendiri juga sangat berpengaruh Sutardjo, 1999.

2.3 Budidaya Tebu

Tanaman tebu Saccharum officinarum L merupakan tanaman perkebunan semusim, yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan graminae seperti halnya padi, glagah, jagung, bambu, dan lain-lain. Tinggi batang antara 2 sampai 5 meter dan terdapat ruas-ruas dari bagian pangkal sampai pertengahan. Proses terbantuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di bawah lebih tua lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di atasnya lebih muda, demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk Supriyadi, 1992. Budidaya tanaman tebu dapat dilakukan dengan menggunakan lahan basah sawah maupun lahan kering tegalan. Lahan tegal atau lahan kering adalah tanah atau daerah pertanian yang tidak tergantung pada musim. Lahan kering tersebut ada pada daerah yang luas yaitu dataran rendah sampai pegunungan. Dilihat dari segi luas maupun potensinya, lahan kering mempunyai peranan yang penting, apabila dikelola dengan baik dan benar. Dimasa yang akan datang, lahan kering mempunyai prospek yang penting dalam peningkatan hasil pertanian, baik yang dilihat dari luasnya maupun potensi yang ada, walaupun saat ini dalam kegiatannya lahan kering belum mendapat perhatian yang cukup serius dibandingkan dengan sawah, perkebunan dan tambak Trubus, 1997. Sifat tanah yang merupakan pembatas pada lahan marjinal dapat berupa morfologi, mineral, sifat fisika, kimia atau biologi tanahnya. Pada agroekosistem lahan kering, faktor pembatas yang menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman adalah iklim, topogafi atau lereng dan batuan yang ada diatas permukaan atau dalam penampang tanah Noor, 1996. Lahan kering di Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk pembangunan pertaniannya. Akan tetapi produktivitas umumnya rendah kecuali pada sistem pertanian lahan kering dengan tanaman tahunan atau perkebunan. Pada usahatani lahan kering dengan tanaman pangan semusim, produktivitas relatif lebih rendah karena menghadapi masalah sosial ekonomi seperti adanya tekanan penduduk yang terus meningkat dan masalah biofisik Sukmana, 1994. Menurut Wibowo 2000, pendayagunaan lahan kering untuk usaha budidaya tanaman memiliki nilai strategis karena potensi agroekosistem dan agroekonominya sebagai berikut: a. Berperan menentukan kondisi hidrologi keseluruhan ekosistem daerah aliran sungai DAS dan sekaligus berperan sebagai filter pengaman guna mencegah terjadinya perambahan kawasan hutan di daerah hulu termasuk kawasan lindung atau konservasi b. Sebagai alternatif sumberdaya guna menopang kehidupan ekonomi terutama di pedesaan selain lahan sawah, baik untuk budidaya tanaman semusim dan tanaman setahun maupun tanaman tahunan. Pada prinsipnya persiapan bibit yang ditanam di areal lahan kering sama dengan yang ditanam di sawah. Namun karena kondisi yang terlalu kering kadang dipakai pula bagal mata empat. Waktu tanam tebu di lahan kering terdiri dari dua periode, yaitu : a. Periode I, yaitu menjelang musim kemarau Mei – Agustus pada daerah – daerah basah dengan 7 bulan basah dan daerah sedang yaitu 5 – 6 bulan basah, atau pada daerah yang memiliki tanah lembab. Namun dapat juga diberikan tambahan air untuk periode ini. b. Periode II, yaitu menjelang musim hujan Oktober – November pada daerah sedang dan kering yaitu 3 – 4 bulan basah. Pada umumnya kebutuhan air pada lahan kering tergantung pada turunnya hujan sehingga kemungkinan tunas mati akan besar. Oleh karena itu, dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup disebelahnya diharapkan dapat menggantikannya Zulfahmi, 2012. Penggunaan lahan untuk proses usahatani pada lahan sawah dan lahan tegal mempunyai sistem yang berbeda, sistem tegal pekarangan berkembang di lahan-lahan kering, yang jauh dari sumber-sumber air yang cukup. Sistem ini diusahakan orang setelah mereka menetap lama di wilayah itu, walupun demikian tingkatan pengusahaannya rendah. Pengelolaan tegal pada umumnya jarang menggunakan tenaga yang intensif, jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanaman-tanaman yang diusahakan terutama tanaman tanaman yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan. Selanjutnya adalah sistem sawah yaitu merupakan tehnik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang berkesinambungan dan drainase baik. Sistem sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik padi maupun palawija. Di beberapa daerah, pertanian tebu dan tembakau menggunakan sistem sawah. Sedangkan sistem perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar Estate yang dulu milik swasta asing dan sekarang kebanyakan perusahaan negara, berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor. Dimulai dengan bahan-bahan ekspor seperti karet, kopi, teh dan coklat yang merupakan hasil utama, sampai sekarang sistem perkebunan berkembang dengan manajemen industri pertanian Laboratorium Pembangunan dan Lingkungan, 2001. Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran rendah dengan jumlah curah hujan tahunan antara 1.500-3.000 mm. Selain itu, penyebaran hujannya sesuai dengan pertumbuhan dan kematangan tebu. Pada dasarnya tanaman tebu membutuhkan banyak air pada masa vegetatifnya. Namun saat memasuki berakhirnya fase tersebut dibutuhkan lingkungan yang kering, agar proses pemasakan berjalan dengan baik. Untuk pertumbuhan tebu dibutuhkan suhu optimal antara 24-30ºC, dengan beda suhu semusim tidak lebih dari 6ºC. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah tanah yang dapat menjamin ketersediaan air secara optimal, dan memiliki derajat keasaman berkisar antara 5,7-7 Tim Penulis PS, 2000. Perkebunan rakyat yang banyak tersebar di seluruh pelosok tanah air umumnya berkonsentrasi pada tanaman yang cepat menghasilkan uang tunai, seperti karet, kelapa rakyat, lada, kopi, tembakau, tebu dan lain-lain. Perkebunan besar yang umumnya memiliki pabrik pengolahan mengusahakan tanaman yang berpotensi memiliki nilai tambah tinggi, seperti kelapa sawit, tebu, kelapa hibrida, teh, dan lain-lain Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran rendah dengan jumlah curah hujan tahunan antara sekitar 1500 – 3000 mm. Selain itu, penyebaran hujannya sesuai dengan pertumbuhan dan kematangan tebu. Pada dasarnya tanaman tebu membutuhkan banyak air pada masa vegetatifnya. Namun saat memasuki berakhirnya fase tersebut dibutuhkan lingkungan yang kering, agar proses pemasakan berjalan dengan baik. Untuk pertumbuhan tebu dibutuhkan suhu optimal 240 – 300C dengan beda suhu musiman tidak lebih dari 60C. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah tanah yang menjamin ketersediaan air secara optimal dan memiliki derajat keasaman pH yang berkisar antara 5,7 – 7 Arifin, 2001.

2.4 Landasan Teori