LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. 1. Data Mentah Hasil Penelitian Skala Dukungan Sosial.................................. 128 2. Data Mentah Hasil Penelitian Skala Kesepian.............................................. 131

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu mengikuti pola perkembangan dengan pasti dan dapat diramalkan. Setiap masa yang dilalui merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan dan tidak dapat diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan memberikan pengaruh terhadap tahap-tahap selanjutnya. Salah satu tahap yang akan dilalui oleh individu tersebut adalah masa lanjut usia atau lansia Hurlock, 1999. Masa lansia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia. Dikatakan sebagai perkembangan terakhir, karena ada sebagian anggapan bahwa perkembangan manusia berakhir setelah manusia menjadi dewasa Prawitasari, 1994. Pada saat manusia berkembang, terjadi beberapa perubahan yang ditandai dengan kondisi-kondisi khas yang menyertainya. Munandar, 2001 menyebutkan Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. beberapa kondisi khas yang menyebabkan perubahan pada lansia, diantaranya adalah tumbuhnya uban, kulit yang mulai keriput, penurunan berat badan, tanggalnya gigi geligi sehingga mengalami kesulitan makan. Selain itu juga muncul perubahan yang menyangkut kehidupan psikologis lansia, seperti perasaan tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru, misalnya penyakit yang tidak kunjung sembuh atau kematian pada pasangan. Hal ini didukung oleh pernyataan Hurlock 1980 yang juga menjelaskan dua perubahan lain yang harus dihadapi lansia, yaitu perubahan sosial dan perubahan ekonomi. Perubahan sosial meliputi perubahan peran dan meninggalnya pasangan atau teman-teman. Perubahan ekonomi menyangkut ketergantungan secara finansial pada uang pensiun dan penggunaan waktu luang sebagai seorang pensiunan dalam Puspita Sari, 2002. Lansia yang mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupannya cenderung menimbulkan anggapan bahwa lansia sudah tidak produktif lagi, sehingga perannya dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan semakin berkurang dan secara emosional menjadi kurang terlibat. Bahkan masih ada anggota masyarakat yang beranggapan bahwa lansia adalah orang yang tidak berguna bahkan kadang dirasakan sebagai suatu beban Martini, Adiyanti, Indiati, 1993. Hal ini juga terjadi pada lansia dilingkungan keluarga sebagai komponen masyarakat terkecil. Pada umumnya lansia menikmati hari tuanya di lingkungan keluarga. Hal ini sesuai dengan nilai budaya yang ada, dimana orang tua yang telah berusia lanjut harus dihormati, dihargai dan dibahagiakan. Bahkan dalam tuntutan Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. agama, orang yang lebih muda dianjurkan untuk menghormati dan bertanggung jawab atas kesejahteraan orang yang lebih tua, khususnya orang tua sendiri Departemen Sosial Republik Indonesia, 1997. Rumah tangga orang timur tetap memberikan tempat terhormat kepada orang-orang tua dan secara pribadi mengurus segala keperluan mereka, bahkan sampai kebutuhan terakhir yaitu perlengkapan untuk pemakaman Bradbury Wilbun, 1987. Akan tetapi terdapat pula lansia yang tidak tinggal dengan keluarga, khususnya dengan anak-anak mereka. Hal ini dikarenakan anak-anak tumbuh dan berkembang dengan mandiri serta meninggalkan rumah dan hidup terpisah dengan orang tua Gunarsa, 2004. Keterpisahan tersebut dapat menimbulkan masalah psikologis tersendiri pada orang tua. Leangle dan Probst 2002, menjelaskan bahwa masalah psikologis akibat keterpisahan orang tua dengan anggota keluarga yang dicintai, misalnya anak, merupakan masalah yang relatif sering terjadi,dan kompleksitas masalahnya akan semakin rumit jika orang tua tersebut adalah lansia. Hal ini didukung dengan penelitian Rawlins dan Spencer 2002, yang menemukan bahwa anak perempuan selain pasangan merupakan faktor penting bagi kesejahteraan kalangan lansia. Apabila anak perempuan tersebut meninggalkan orang tua dan hidup terpisah dari keluarga, orang tua kemungkinan besar harus kehilangan orang yang merawat diri mereka dalam Gunarsa, 2004. Hurlock 1999, juga menambahkan bahwa wanita lansia lebih dapat menyesuaikan diri dengan keterpisahan ini dibandingkan dengan Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. pria lansia. Hal ini dikarenakan telah terbentuknya suatu hubungan yang terjalin antara anak dengan orang tua sejak anak lahir. Masalah keterpisahan tersebut memicu perasaan kesepian pada lansia, dimana kesepian akan semakin meningkat ketika pasangan dari lansia meninggal dunia. Van Baarsen 2002, menyatakan bahwa kesepian pada lansia lebih mengacu pada kesepian dalam konteks “sindrom sarang kosong”, dimana kesepian yang muncul diakibatkan kepergian anak-anak untuk hidup terpisah dengan mereka dan juga akibat dari kepergian pasangan hidup untuk kembali pada Sang Pencipta. Keterpisahan dengan anggota keluarga, atau lebih spesifik dengan anak-anak, terlebih lagi ketika keluarga tidak mampu untuk mengurus, mengharuskan mereka pada akhirnya tinggal dipanti werdha atau dipanti jompo. Seecara bertahap keadaan ini dapat menimbulkan perasaan hampa pada diri lansia dan semakin menambah perasaan kesepian yang mereka alami dalam Gunarsa, 2004. Hal ini didukung oleh penelitian dari Mishra, Bagga, Nalini, Chadha Kanwar dalam Mishra, 2004, yang menemukan bahwa lansia yang tinggal disuatu institusi menderita kesepian dan merasa tidak puas karena terpisah dari keluarga dan komunitas yang lebih luas. Mereka juga menemukan bahwa lansia yang tinggal dalam suatu institusi merasa lebih kesepian daripada yang tidak tinggal dalam suatu institusi yang diakibatkan juga karena kurangnya dukungan sosial yang mereka terima. Akan tetapi tidak hanya itu, ternyata para lansia yang masih tinggal dengan anak-anak atau dengan keluarganya juga sering mengalami kesepian. Jadi dapat Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. dikatakan bahwa kesepian pada lansia tidak hanya dikarenakan hidup terpisah dengan anak dan tinggal dipanti werdha. Hal ini dijelaskan oleh Afida dkk 2000, bahwa kesepian juga bisa terjadi pada lansia dikarenakan pola keluarga yang semakin mengarah pada pola keluarga inti nuclear family, dimana anak-anak begitu sibuk dengan masalahnya sendiri dan mengakibatkan anak-anak secara tidak langsung kurang memperdulikan keberadaannya serta jalinan komunikasi antara orang tua dengan anak juga semakin berkurang. Kemudian inilah yang membuat lansia merasa tersisih, tidak lagi dibutuhkan peranannya sebagai anggota keluarga, dan kemudian memicu hadirnya perasaan kesepian walaupun masih berada di lingkungan keluarga. Fenomena yang terlihat dilapangan semakin memperjelas bahwa lansia yang tidak tinggal dipanti jompo juga merasakan kesepian. Dari pengamatan dan wawancara awal, dapat terlihat para lansia merasa kesepian karena kurang diperhatikan oleh keluarga. Perasaan kesepian tersebut semakin bertambah ketika fisik mereka menurun, karena lansia tersebut tidak bisa terlalu beraktifitas untuk mengurangi atau menghilangkan perasaan kesepian yang dialami. Ini terbukti dari hasil wawancara dengan seorang lansia, Ibu SH berusia 68 tahun yang tinggal dengan anaknya : “Kadang saya merasa ada yang mengganjal ya…Saya tahu anak saya tinggal sama saya karena belum punya rumah. Tapi ya Cuma karena itu…Dia lebih mengurus suaminya dari pada saya. Ga pernah dengan kata saya lagi, tapi ya namanya anak juga anak kita…Terimalah ” Komunikasi personal, 3 juni 2009 Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. Kesepian sendiri adalah suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain Bruno, 2000. Wrightsman 1993 juga menambahkan bahwa kesepian merupakan pengalaman subjektif dan tergantung pada intepretasi individu terhadap suatu kejadian. Kesepian tersebut pada dasarnya mengacu pada ketidaknyamanan subjektif yang dirasakan seseorang ketika beberapa kriteria penting dari hubungan sosial terhambat atau tidak terpenuhi. Kekurangan tersebut dapat bersifat kuantitatif tidak memiliki teman seperti yang diinginkan dan bersifat kualitatif seperti merasa bahwa hubungan sosial yang dibinanya bersifat seadanya atau kurang memuaskan Peplau Perlman dalam Taylor, Peplau Sears, 2000. Pada saat mengalami kesepian, individu akan merasa dissatisfied tidak puas, deprivied kehilangan, dan distressed menderita. Hal ini tidak berarti bahwa kesepian tersebut sama di setiap waktu. Individu yang berbeda bisa saja memiliki perasaan kesepian yang berbeda pada situasi yang berbeda pula Lopata dalam Brehm et al, 2002. Banyak penelitian yang menemukan bahwa kesepian dapat menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit, depresi, bunuh diri, bahkan sampai pada kematian pada lansia Ebersole, Hess, Touhy, 2005. Oleh karena itu, kesepian merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh lansia. Beyene, Becker, Mayen 2002 menjelaskan bahwa ketakutan akan kesepian merupakan gejala yang amat dominan terjadi pada lansia. Kondisi ketakutan tersebut memiliki kadar yang berbeda, meskipun begitu secara khas hal tersebut Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. dipengaruhi oleh derajat dan kualitas dari dukungan sosial. Hal tersebut tentu saja diperkuat berdasarkan dari berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa kesepian terkait langsung dengan keterbatasan dukungan sosial. Fessman dan Lester 2000 menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan prediktor bagi munculnya kesepian. Maksudnya disini adalah individu yang memperoleh dukungan sosial terbatas lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang memperoleh dukungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian. Hal ini juga menunjukkan akan pentingnya dukungan sosial dikalangan lansia untuk mengantisipasi masalah kesepian tersebut dalam Gunarsa, 2004. Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Dukungan sosial ini lebih mengarah pada variabel tingkat individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat di ukur dengan pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan seseorang atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui aspek dukungan sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncul beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual Orford, 1992. Sarafino 2006, juga menambahkan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. Untuk memperoleh dukungan sosial tersebut para lansia perlu berinteraksi dengan orang lain seperti membuat kontak sosial. Hal ini sesuai dengan penelitian Haditono dkk 1983, yang menunjukkan bahwa lansia akan lebih merasa senang dan bahagia dengan adanya aktivitas rutin serta mempunyai hubungan sosial dengan kelompok seusianya, karena hal tersebut dapat mengisi waktu luang mereka dalam Prawitasari, 1994. Tidak hanya itu, hasil penelitian Dykstra 1990, juga menunjukkan adanya tingkat kesepian yang rendah serta tingkat kesejahteraan yang tinggi pada lansia karena memiliki hubungan yang lebih luas dan erat dengan orang lain serta mendapat dukungan sosial dari begitu banyak sumber, seperti dari pasangan, orang-orang yang sudah dianggap keluarga, individu yang lebih muda dan tua, baik pria dan juga wanita. Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional, seperti anggota keluarga dan kerabat dekat Gunarsa, 2004. Penjelasan tersebut juga sesuai dengan keadaan di lapangan, yaitu dari pengamatan langsung terhadap sejumlah lansia disekitar lingkungan tempat tinggal peneliti. Beberapa lansia lebih merasa bahagia dan tidak terlalu merasa kesepian jika mendapat dukungan sosial dari semua pihak. Lansia tersebut pada dasarnya membutuhkan bantuan secara finansial, nasehat yang membangun, pemberian semangat serta kasih sayang melimpah dari tetangga serta masyarakat sekitar lingkungan tempat tinggal mereka terlebih lagi jika dukungan tersebut kurang mereka Sari Hayati : Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia, 2010. dapatkan dari anggota keluarga seperti anak-anak mereka karena berbagai kondisi dan kesibukan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa dukungan sosial ternyata mempengaruhi kesepian yang terjadi pada lansia. Bergerak dari teori dan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap kesepian pada lansia.

B. RUMUSAN MASALAH