Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

(1)

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN

GIGI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO

ABDI/DHARMA ASIH BINJAI

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : SARI DARWITA NIM : 060600096

DEPARTEMEN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Prostodonsia Tahun 2011

Sari Darwita

Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

xi + 46 Halaman

Kehilangan gigi meningkat seiring dengan bertambahnya usia akibat efek kumulatif dari karies, penyakit periodontal, trauma atau kegagalan perawatan gigi. Kehilangan gigi mempunyai dampak emosional, sistemik dan fungsional. Dampak emosional dapat berupa kehilangan kepercayaan diri, keterbatasan aktivitas seperti mengunyah dan berbicara serta perubahan pada penampilan. Dampak sistemik dapat menyebabkan penyakit pada gastrointestinal terkait dengan kasus kesehatan rongga mulut yang buruk, penyakit kardiovaskular maupun osteoporosis. Dampak fungsional yaitu dapat berupa gangguan pada proses bicara dan pengunyahan. Terganggunya proses pengunyahan akibat kehilangan gigi dapat mempengaruhi pemilihan makanan sehingga terjadi perubahan terhadap pola asupan zat gizi sehingga dapat berpengaruh terhadap status gizi. Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan refleksi dari apa yang kita makan sehari-hari. Menurut Depkes RI tahun 2003 status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Status gizi dikatakan baik bila pola makan kita seimbang.


(3)

Artinya, banyak dan jenis makanan yang kita makan harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Dengan mempunyai status gizi yang baik memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang.

Penelitian ini bersifat survei analitik dengan metode cross sectional. Populasi adalah seluruh penghuni Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. Cara sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria sampel adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas, yang tidak memakai gigitiruan, bersedia diperiksa rongga mulutnya, diukur berat badan dan tinggi lututnya serta dapat membuka mulut dengan baik dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Jumlah sampel yang digunakan adalah 64 orang dari jumlah populasi 157 orang. Penelitian ini diawali dengan observasi terlebih dahulu untuk memperoleh gambaran sampel yang digunakan, kemudian data karakteristik responden dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara, dan status gizi didapat dengan pengukuran antropometri dengan pengukuran tinggi badan yang didapat dari pengukuran tinggi lutut. Kemudian data disajikan dalam tabel frekuensi distribusi dan dilanjutkan dengan penelitian analitik untuk mengetahui hubungan antara karakteristik berdasarkan keadaan gigi geligi di rongga mulut dengan status gizi.

Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik responden di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 yang terbanyak berusia 70-79 tahun, berjenis kelamin perempuan, memiliki status gizi non underweight dengan jumlah 1-10 gigi yang ada di rongga mulut dan pada kelompok oklusi anterior dan posterior tidak ada. Berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut, persentase tertinggi pada kelompok edentulus adalah sebesar 17,19% dengan status gizi underweight, pada


(4)

kelompok 1-10 gigi adalah sebesar 28,12% dengan status gizi non underweight, pada kelompok 11-20 gigi adalah sebesar 20,31% dengan status gizi non underweight dan kelompok 21-32 gigi adalah sebesar 10,94% dengan status gizi non underweight. Uji

chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi

berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut dengan status gizi. Berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut, persentase tertinggi pada kelompok oklusi anterior dan posteriornya tidak ada adalah sebesar 32,81% dengan status gizi non

underweight, pada kelompok oklusi anterior ada dan posterior tidak ada adalah

sebesar 17,19% dengan status gizi non underweight dan pada kelompok oklusi anterior dan posteriornya ada adalah sebesar 12,5% dengan status gizi non

underweight. Uji chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara

kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut dengan status gizi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi dan ada tidaknya oklusi di rongga mulut dengan status gizi pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.


(5)

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN

GIGI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO

ABDI/DHARMA ASIH BINJAI

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : SARI DARWITA NIM : 060600096

DEPARTEMEN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 3 Januari 2011

Pembimbing : Tanda Tangan

Eddy Dahar, drg., M.Kes ... NIP : 19540910198112 1 002

Siti Wahyuni,drg ... NIP : 19790615200604 2 001


(7)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 3 Januari 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Dwi Tjahyaning Putranti, drg., MS ANGGOTA : 1. Eddy Dahar, drg., M.Kes

2. Siti Wahyuni, drg.

3. M. Zulkarnain, drg., M.Kes 4. Ariyani, drg.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam juga penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pada kedua orangtua tercinta yaitu papa (Darwin Lubis,S.E.) dan mama (Herawati) yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang, dorongan semangat, doa dan dukungan baik moral maupun materil kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kakak (Laras Darwita,S.Psi.) dan kedua adik penulis (Maylia Darwita dan Muhammad Zaki Darwin) dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.


(9)

2. Eddy Dahar, drg.,M.Kes., selaku pembimbing pertama dan Siti Wahyuni,drg. selaku pembimbing kedua penulis dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak memberikan perhatian dan telah rela meluangkan waktu untuk membimbing, memberi pengarahan serta memberikan dorongan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

3. Dwi Tjahyaning Putranti, drg., MS., selaku Ketua Departemen Prostodonsia FKG-USU sekaligus sebagai ketua tim penguji skripsi atas kesempatan dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

4. Prof. Haslinda Z. Tamin. drg., M. Kes., Sp. Pros (K) selaku koordinator skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan ide-ide yang berharga buat penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

5. Rini Octavia Nasution, drg., selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan di FKG-USU.

6. M. Zulkarnain, drg., M.Kes., dan Ariyani drg., selaku anggota tim penguji skripsi atas masukan dan saran yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG-USU terutama di Departemen Prostodonsia atas masukan dan bimbingan yang bermanfaat.

8. Drs. Abdul Jalil AA, M.Kes., yang telah membantu penulis dalam analisis statistik.

9. Nenni Dwi Aprianti Lubis, S.P., M.Si., yang telah membantu penulis dalam hal mempelajari dan memahami ilmu gizi.


(10)

10. Drs. Robetson selaku kepala Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, seluruh staf Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara, seluruh staf serta para penghuni di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai yang telah memberikan izin serta banyak membantu dan bekerjasama dengan baik dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk pembuatan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan di Departemen Prostodonsia FKG-USU yaitu Rohani, Faiz, Saniah, Riana, Rifka, Helly, Steven, Trisna, Sri, atas dukungannya.

12. Teman-teman terbaik penulis terutama Nila, Wilna, Halida, Zulaika, abang Rafiqy, abang Imron, kakak Yulia atas bantuan, semangat dan dorongan yang diberikan dalam suka dan duka, dan teman-teman seangkatan 2006 lain yang tidak mungkin disebutkan satu -persatu.

Semoga segala kebaikan yang pernah mereka berikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu, masyarakat, dan bagi FKG-USU.

Medan, 3 Januari 2011 Penulis

Sari Darwita NIM : 060600096


(11)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 5

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 Hipotesis Penelitian ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehilangan Gigi... 8

2.1.1 Dampak Kehilangan Gigi ... 9

2.1.1.1 Dampak Emosional ... 10

2.1.1.2 Dampak Sistemik ... 10

2.1.1.3 Dampak Fungsional ... 11

2.1.1.3.1 Bicara... 11

2.1.1.3.2 Mengunyah... 12

2.1.2 Keadaan Gigi Geligi ... 13

2.1.2.1 Jumlah Gigi Geligi... 13

2.1.2.2 Oklusi ... 13

2.2 Status Gizi... ... 14

2.2.1 Penilaian Status Gizi ... 15

2.2.2 Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia ... 18


(12)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian... 20

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

3.2.1 Populasi ... 20

3.2.2 Sampel ... 20

3.3 Klasifikasi Variabel Penelitian ... 22

3.3.1 Variabel Penelitian ... 22

3.3.1.1 Variabel Bebas... 22

3.3.1.2 Variabel Terikat. ... 22

3.3.2 Defenisi Operasional ... 23

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.5 Prosedur Penelitian ... 23

3.5.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 23

3.5.1.1 Alat Penelitian ... 23

3.5.1.2 Bahan Penelitian ... 24

3.5.2 Cara Penelitian ... 24

3.6 Analisis Data ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Distribusi Responden di Panti Jompo Abdi/ Dharma Asih Binjai Tahun 2010 ... 26

4.2 Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 Berdasarkan Jumlah Gigi yang Ada di Rongga Mulut ... 29

4.3 Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 Berdasarkan Ada Tidaknya Oklusi di Rongga Mulut ... 30

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Distribusi Responden di Panti Jompo Abdi/ Dharma Asih Binjai Tahun 2010 ... 32

5.2 Hubungan Status Gizi Akibat Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 Berdasarkan Jumlah Gigi yang Ada di Rongga Mulut ... 34

5.3 Hubungan Status Gizi Akibat Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 Berdasarkan Ada Tidaknya Oklusi di Rongga Mulut ... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 39

6.2 Saran ... 40

DAFTAR RUJUKAN ... . 42 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kategori Ambang Batas Indeks Massa Tubuh

Menurut Depkes RI Tahun 2003... 17 2 Kategori Ambang Batas Indeks Massa Tubuh... 18 3 Persentase Distribusi Karakteristik Responden (n=64)... 27 4 Persentase Distribusi Jumlah Gigi yang Ada di Rongga Mulut

Berdasarkan Usia... 28 5 Persentase Distribusi Jumlah Gigi yang Ada di Rongga Mulut

Berdasarkan Ada Tidaknya oklusi... 29 6 Persentase Distribusi Status Gizi dengan Kehilangan Gigi Berdasarkan

Jumlah Gigi yang Ada di Rongga Mulut pada Lansia di Panti Jompo

Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010... 30 7 Persentase Distribusi Status Gizi dengan Kehilangan Gigi Berdasarkan

Ada Tidaknya Oklusi di Rongga Mulut pada Lansia di Panti Jompo

Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010... 31 8 Uji Chi-Square Kehilangan Gigi dengan Status Gizi pada Lansia di Panti


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kerangka Konsep Skripsi

2 Kerangka Operasional Penelitian 3 Kuesioner Penelitian

4 Perhitungan Statistik

5 Informasi Kepada Subjek Penelitian (Informed Consent) 6 Ethical Clearance


(15)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Prostodonsia Tahun 2011

Sari Darwita

Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

xi + 46 Halaman

Kehilangan gigi meningkat seiring dengan bertambahnya usia akibat efek kumulatif dari karies, penyakit periodontal, trauma atau kegagalan perawatan gigi. Kehilangan gigi mempunyai dampak emosional, sistemik dan fungsional. Dampak emosional dapat berupa kehilangan kepercayaan diri, keterbatasan aktivitas seperti mengunyah dan berbicara serta perubahan pada penampilan. Dampak sistemik dapat menyebabkan penyakit pada gastrointestinal terkait dengan kasus kesehatan rongga mulut yang buruk, penyakit kardiovaskular maupun osteoporosis. Dampak fungsional yaitu dapat berupa gangguan pada proses bicara dan pengunyahan. Terganggunya proses pengunyahan akibat kehilangan gigi dapat mempengaruhi pemilihan makanan sehingga terjadi perubahan terhadap pola asupan zat gizi sehingga dapat berpengaruh terhadap status gizi. Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan refleksi dari apa yang kita makan sehari-hari. Menurut Depkes RI tahun 2003 status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Status gizi dikatakan baik bila pola makan kita seimbang.


(16)

Artinya, banyak dan jenis makanan yang kita makan harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Dengan mempunyai status gizi yang baik memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang.

Penelitian ini bersifat survei analitik dengan metode cross sectional. Populasi adalah seluruh penghuni Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. Cara sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria sampel adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas, yang tidak memakai gigitiruan, bersedia diperiksa rongga mulutnya, diukur berat badan dan tinggi lututnya serta dapat membuka mulut dengan baik dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Jumlah sampel yang digunakan adalah 64 orang dari jumlah populasi 157 orang. Penelitian ini diawali dengan observasi terlebih dahulu untuk memperoleh gambaran sampel yang digunakan, kemudian data karakteristik responden dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara, dan status gizi didapat dengan pengukuran antropometri dengan pengukuran tinggi badan yang didapat dari pengukuran tinggi lutut. Kemudian data disajikan dalam tabel frekuensi distribusi dan dilanjutkan dengan penelitian analitik untuk mengetahui hubungan antara karakteristik berdasarkan keadaan gigi geligi di rongga mulut dengan status gizi.

Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik responden di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 yang terbanyak berusia 70-79 tahun, berjenis kelamin perempuan, memiliki status gizi non underweight dengan jumlah 1-10 gigi yang ada di rongga mulut dan pada kelompok oklusi anterior dan posterior tidak ada. Berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut, persentase tertinggi pada kelompok edentulus adalah sebesar 17,19% dengan status gizi underweight, pada


(17)

kelompok 1-10 gigi adalah sebesar 28,12% dengan status gizi non underweight, pada kelompok 11-20 gigi adalah sebesar 20,31% dengan status gizi non underweight dan kelompok 21-32 gigi adalah sebesar 10,94% dengan status gizi non underweight. Uji

chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi

berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut dengan status gizi. Berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut, persentase tertinggi pada kelompok oklusi anterior dan posteriornya tidak ada adalah sebesar 32,81% dengan status gizi non

underweight, pada kelompok oklusi anterior ada dan posterior tidak ada adalah

sebesar 17,19% dengan status gizi non underweight dan pada kelompok oklusi anterior dan posteriornya ada adalah sebesar 12,5% dengan status gizi non

underweight. Uji chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara

kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut dengan status gizi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi dan ada tidaknya oklusi di rongga mulut dengan status gizi pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan metabolisme, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum. Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya.1 Zat-zat tersebut digolongkan menjadi makronutrien yang meliputi karbohidrat, lemak, dan protein serta mikronutrien yang meliputi mineral dan vitamin.2,3Pada lansia, kebutuhan gizi ini harus dipenuhi secara adekuat untuk mengatasi proses menua, dan memperlambat terjadinya kemunduran fisik.4

Kehilangan gigi meningkat seiring dengan bertambahnya usia akibat efek kumulatif dari karies, penyakit periodontal, trauma dan kegagalan perawatan gigi. Kehilangan gigi pada manusia mempunyai dampak emosional, sistemik dan fungsional.5-9 Dampak emosional dapat berupa kehilangan kepercayaan diri, keterbatasan aktivitas seperti mengunyah dan berbicara serta perubahan pada penampilan.5 Dampak sistemik dapat menyebabkan penyakit gastrointestinal terkait dengan kasus kesehatan rongga mulut yang buruk, penyakit kardiovaskular maupun osteoporosis.9 Dampak fungsional kehilangan gigi sebagian maupun seluruhnya yaitu pada proses bicara dan pengunyahan.8 Pada proses bicara, kehilangan gigi akan


(19)

mengganggu pengucapan beberapa huruf sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi proses komunikasi seseorang. Pada proses pengunyahan, kemampuan mengunyah dan kekuatan gigit secara fisik berkurang sehubungan dengan berkurangnya jumlah gigi di rongga mulut terutama apabila terdapat kehilangan gigi di bagian posterior. Gangguan fungsi pengunyahan dapat juga disebabkan karena penurunan fungsi dari lidah, mukosa mulut, otot-otot pengunyah, kelenjar ludah, dan sistem susunan saraf pada usia tua.10,11

Sejumlah penelitian menunjukkan hubungan antara kehilangan gigi dengan asupan zat gizi sehingga dapat mempengaruhi status gizi. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa seseorang yang tidak mempunyai gigi geligi di rongga mulutnya lebih cenderung untuk memakan makanan yang tidak sehat seperti makanan yang mengandung sedikit zat gizi, kaya kalori dan lemak jika dibandingkan dengan yang masih mempunyai gigi geligi di rongga mulutnya. Penelitian yang dilakukan pada sejumlah lansia menunjukkan bahwa seseorang yang edentulus mengkonsumsi sedikit buah dan sayur-sayuran, sedikit serat dan kaya akan lemak. Joshipura dkk (1996) menemukan bahwa responden edentulus mengkonsumsi sedikit sayuran, kurang serat dan karoten serta lebih banyak kolesterol, kalori dan lemak daripada responden yang memiliki lebih dari 25 gigi di rongga mulutnya. Individu yang edentulus lebih sedikit mengkonsumsi mikronutrien seperti kalsium, zat besi, asam pantotenat, vitamin C dan vitamin E dibandingkan dengan individu yang masih mempunyai gigi. Penelitian yang berkaitan dengan kehilangan gigi dan gizi menyimpulkan bahwa individu yang memiliki sedikit gigi di rongga mulutnya dan tidak beroklusi dengan baik cenderung mempunyai masalah dengan asupan makanannya.12


(20)

Sehubungan dengan kemampuan dalam pemilihan makanan terhadap fungsi pengunyahan dapat dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Marcenes dkk (2003) dan Krall E dkk (1998), individu yang edentulus lebih suka memakan makanan lunak, menghindari buah, sayuran dan daging yang dianggap sulit atau tidak mungkin untuk dikunyah, dan dalam makanan terdapat lebih rendah vitamin C, kalsium, polisakarida non-pati dan protein.13,14 Kondisi inilah yang akan mengakibatkan pemasukan zat gizi yang kurang sehingga dapat mempengaruhi kesehatan umum dan status gizi seseorang.

Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan refleksi dari apa yang kita makan sehari-hari. Status gizi dikatakan baik bila pola makan kita seimbang. Artinya, banyak dan jenis makanan yang dikonsumsi harus sesuai dengan kebutuhan tubuh.15 Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode. Secara garis besar, penilaian status gizi dapat dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara tidak langsung meliputi metode survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi, sedangkan penilaian secara langsung adalah dengan metode pemeriksaan fisik, biokimia, biofisik dan antropometri.16

Antropometri adalah pengukuran komposisi tubuh dan dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan asupan zat gizi ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan tersebut dapat ditentukan dengan membandingkan individu atau kelompok dengan nilai-nilai normal. Laporan WHO


(21)

tahun 1995 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Di Indonesia istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT adalah alat yang sederhana untuk mengukur status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.16

Hubungan antara status fungsional gigi dengan berat badan dan IMT telah dilakukan pada bermacam-macam populasi. Mojon dkk (1999) pada penelitiannya di panti jompo melaporkan bahwa masalah status fungsional gigi berhubungan dengan penurunan IMT.17 Begitu juga Hirano dkk (1993) pada penelitiannya melaporkan bahwa kemampuan penurunan fungsi pengunyahan berhubungan dengan penurunan berat badan. Namun, Johansson dkk (1994) pada penelitiannya pada lansia yang sehat melaporkan bahwa subjek edentulus justru memiliki nilai IMT yang lebih tinggi daripada subjek yang masih memiliki gigi geligi di rongga mulutnya. Elwood dan Bates (1972) pada penelitiannya juga menunjukkan bahwa lansia yang tidak memiliki gigi atau gigitiruan ada kecenderungan memiliki nilai berat badan dan IMT yang lebih tinggi.12

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan status gizi dengan kehilangan gigi pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010. Alasan peneliti mengadakan penelitian di panti jompo ini karena diketahui sebagian besar penghuni panti jompo tersebut telah mengalami kehilangan gigi dan belum pernah dilakukan penelitian tersebut di panti jompo ini.


(22)

1.2 Permasalahan

Kasus kehilangan gigi meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kehilangan gigi dapat menyebabkan gangguan fungsi pengunyahan. Apabila pengunyahan terganggu maka asupan zat gizi dalam makanan akan terganggu sehingga selanjutnya akan mempengaruhi status gizi seseorang. Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan perhitungan IMT. Dengan mempunyai status gizi yang baik memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Pentingnya akan penilaian status gizi tersebut menyebabkan perlu diadakan penelitian mengenai hubungan status gizi dengan kehilangan gigi pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.

1.3 Rumusan masalah

1. Bagaimana karakteristik responden di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.

2. Apakah ada hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.

3. Apakah ada hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.


(23)

1. Ada hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.

2. Ada hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.

1.5 Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan karakteristik responden di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.

2. Untuk menjelaskan hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.

3. Untuk menjelaskan hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran akan pentingnya gigi dalam asupan gizi seseorang, karena asupan gizi mempengaruhi status gizi seseorang.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gigi merupakan organ manusia yang terpenting, tanpa gigi geligi manusia tidak dapat mengunyah makanan. Gigi berfungsi untuk mengunyah beraneka ragam makanan dengan tekstur dan nilai gizi yang berbeda-beda. Kehilangan gigi merupakan penyebab terbanyak menurunnya fungsi pengunyahan.2 Kehilangan gigi juga dapat mempengaruhi kesehatan umum dan rongga mulut sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan.18

2.1 Kehilangan Gigi

Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab terbanyak kehilangan gigi adalah akibat buruknya status kesehatan rongga mulut, terutama karies dan penyakit periodontal.19 Terbukti pada tahun 1990-2004 di Amerika Serikat, 24% dari lansia yang berusia 65-75 tahun dan 31% dari lansia yang berusia lebih dari 75 tahun telah mengalami kehilangan gigi akibat karies dan penyakit periodontal.12 Karies adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits, fissure, dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa. Karies dapat timbul pada satu permukaan gigi dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam seperti dari email meluas ke dentin atau ke pulpa. Apabila tidak dirawat, karies dapat menimbulkan rasa nyeri, infeksi dan kehilangan gigi. Pada beberapa kasus, ditemukan bahwa karies juga dapat menyebabkan kematian.9,20


(25)

Penyakit yang paling sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah peradangan pada gusi yang disebabkan bakteri dengan tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gusi bengkak dan berdarah pada tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gusi. Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur. Periodontitis menunjuk-kan peradangan sudah sampai ke jaringan pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini bersifat progresif dan irreversible dan biasanya dijumpai antara usia 30-40 tahun. Apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi.21

Kehilangan gigi juga dapat disebabkan oleh trauma ataupun akibat perawatan orthodonti.19 Trauma atau injuri baik yang langsung mengenai gigi maupun jaringan sekitarnya dapat membuat gigi terlepas dari soketnya. Kehilangan gigi akibat trauma dapat terjadi karena kecelakaan bermotor, kecelakaan ketika bersepeda, serangan pada wajah dan kontak ketika berolahraga. Penelitian Sanya BO dkk (2004) pada masyarakat di Kenya menunjukkan penyebab utama kehilangan gigi adalah karies 52,6%, penyakit periodontal 27,6%, dan secara umum akibat trauma dan alasan pencabutan karena perawatan orthodonti sebesar 2% dan 2,2%.22

2.1.1 Dampak Kehilangan Gigi

Kehilangan sebagian maupun seluruh gigi dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak emosional, sistemik maupun fungsional.5-9


(26)

2.1.1.1 Dampak Emosional

Kehilangan gigi dapat menimbulkan berbagai dampak emosional dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa dampak yang terjadi diantaranya adalah hilangnya kepercayaan diri dan menganggap kehilangan gigi adalah hal yang tabu dan tidak patut dibicarakan kepada orang lain, keadaan yang lebih kompleks lagi dari dampak emosional yang terjadi yaitu perasaan sedih dan depresi, merasa kehilangan bagian diri, dan merasa tua. Penelitian Davis dkk (2000) menunjukkan 45% dari pasien di London sulit menerima kehilangan gigi dan mengungkapkan adanya dampak emosional yang signifikan karena kehilangan gigi.8

2.1.1.2 Dampak Sistemik

Dampak sistemik yang disebabkan oleh kehilangan gigi dapat berupa penyakit kardiovaskular, osteoporosis, dan penyakit gastrointestinal seperti kanker esofagus, kanker lambung dan kanker pankreas.8 Keseimbangan konsumsi makanan inilah yang dapat berakibat langsung pada timbulnya penyakit kardiovaskular, osteoporosis, maupun penyakit gastrointestinal.

Hubungan lain kehilangan gigi dengan penyakit kardiovaskular adalah akibat infeksi peradangan pada rongga mulut yang disebabkan penyakit periodontal. Penyakit periodontal dapat menyebabkan disfungsi endotelial, pembentukan plak arteri karotid dan dapat menyebabkan kemunduran kemampuan antiterogenik dari HDL.23

Kurangnya konsumsi kalsium dan vitamin D yang berasal dari buah-buahan dan sayuran dapat meningkatkan terjadinya osteoporosis.24 Sedangkan resiko


(27)

timbulnya penyakit gastrointestinal seperti kanker esofagus dan kanker lambung dapat meningkat sehubungan dengan kondisi rongga mulut yang buruk. Kehilangan gigi merupakan suatu gambaran buruknya kondisi kesehatan rongga mulut yang memperantarai penumpukkan bakteri pada gigi dan juga sebagai penanda adanya bakteri endogen, khususnya flora gastrointestinal. Menurut Qiao dkk (2005), individu yang kehilangan gigi memiliki jumlah flora mulut yang lebih banyak sehingga lebih selektif dalam mereduksi nitrat menjadi nitrit. Nitrit akan bereaksi secara langsung dengan amina dan akan diubah menjadi carsinogenic nitrosamines. Nitrosamin inilah yang dapat menimbulkan penyakit gastrointestinal. Selain itu, bakteri mulut juga memproduksi zat karsinogenik seperti asetaldehid dan oksigen reaktif.9

2.1.1.3 Dampak Fungsional

Dampak fungsional dari kehilangan gigi yaitu berupa gangguan pada proses bicara dan mengunyah.5-7,25

2.1.1.3.1 Bicara

Dalam proses bicara, gigi geligi mempunyai peranan penting. Beberapa huruf dihasilkan melalui bantuan bibir dan/atau lidah yang berkontak dengan gigi geligi sehingga dihasilkan pengucapan huruf tertentu. Huruf-huruf yang dibentuk melalui kontak gigi geligi dan bibir adalah huruf f dan v. Huruf-huruf yang dibentuk dari kontak gigi geligi dan lidah adalah huruf konsonan seperti s, z, x, d, n, l, j, t, th, ch dan sh. Huruf-huruf inilah yang sulit dihasilkan oleh orang yang telah kehilangan gigi geliginya sehingga dapat mengganggu dalam berkomunikasi dengan orang lain. Hal


(28)

tersebut sesuai oleh penelitian yang dilakukan oleh Hugo FN dkk (2007) yang melaporkan bahwa adanya kesulitan bicara pada subjek yang kehilangan gigi.6

2.1.1.3.2 Mengunyah

Proses mengunyah merupakan suatu proses gabungan gerak antar dua rahang yang terpisah, termasuk proses biofisik dan biokimia dari penggunaan bibir, gigi, pipi, lidah, langit-langit mulut, serta seluruh struktur pembentuk oral, untuk mengunyah makanan dengan tujuan menyiapkan makanan agar dapat ditelan. Adapun fungsi mengunyah adalah memotong dan menggiling makanan, membantu mencerna selulosa, memperluas permukaan, merangsang sekresi saliva, mencampur makanan dengan saliva, melindungi mukosa, dan mempengaruhi pertumbuhan jaringan mulut.2

Selain kehilangan gigi, keadaan gigi, gangguan pengunyahan dapat juga disebabkan karena penurunan fungsi dari lidah, mukosa mulut, otot-otot pengunyah, kelenjar ludah, dan sistem susunan saraf. Gangguan psikologis karena kompleksnya masalah kehidupan yang dihadapi dan kerap kali terus dipikirkan juga dapat mempengaruhi selera makan dan kegiatan mengunyah.2 Gangguan akibat pengunyahan dapat mempengaruhi asupan makanan dan status gizi seseorang. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Okada K dkk (2010) yang melaporkan bahwa gangguan pengunyahan dapat mempengaruhi status gizi pada lansia.26


(29)

2.1.2 Keadaan Gigi Geligi

Beberapa keadaan gigi geligi yang perlu diperhatikan yang dapat mempengaruhi pengunyahan yaitu jumlah gigi geligi dan ada tidaknya oklusi.27 Jumlah gigi geligi yang hilang akan mempengaruhi pola asupan zat gizi, karena seiring dengan berkurangnya jumlah gigi maka berkurang pula fungsi pengunyahan.

2.1.2.1 Jumlah Gigi Geligi

Pada penelitian Hugo FN dkk (2007) ditemukan bahwa jumlah gigi geligi mempunyai dampak yang signifikan terhadap kemampuan mengunyah.5 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Sheiman dkk (2001) menunjukkan bahwa pada pasien dengan jumlah gigi geligi lebih banyak memiliki asupan protein, lemak, karbohidrat, serat dan beberapa jenis vitamin dan mineral yang banyak.11

2.1.2.2 Oklusi

Oklusi merupakan kunci bagi gigi geligi dalam melakukan fungsi pengunyahan makanan sehingga hilangnya oklusi di bagian anterior dan posterior menyebabkan gigi tidak dapat melakukan fungsi secara maksimal dalam mengunyah, oleh sebab itu akan timbul kesulitan dan keterbatasan dalam pengunyahan. Kesulitan dan keterbatasan dalam pengunyahan inilah yang mendorong mereka untuk memilih makanan yang konsistensinya lebih lunak dan menghindari memakan makanan yang banyak mengandung serat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Sheiman dkk (2001) pada penelitian menemukan nilai asupan zat gizi sangat berhubungan dengan jumlah gigi di posterior.11 Begitu juga dengan Sahyoun dkk (2003) yang melaporkan bahwa orang yang tidak memiliki oklusi di bagian posterior mengkonsumsi lebih


(30)

sedikit buah-buahan dan sayuran serat tinggi kalori sehingga mereka cenderung memiliki nilai IMT yang tinggi.29 Penelitian Kida IA dkk (2006) di Tanzania yang meneliti pengaruh gigi posterior terhadap pengunyahan melaporkan kesulitan dalam mengunyah makanan semakin bertambah seiring dengan semakin banyaknya gigi yang hilang khususnya di bagian posterior.28

2.2 Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan refleksi dari apa yang kita makan sehari-hari. Status gizi dikatakan baik bila pola makan kita seimbang. Artinya, banyak dan jenis makanan yang kita asup harus sesuai dengan kebutuhan tubuh.15,37 Sunita Almatsier mendefenisikan status gizi sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.1 Menurut Depkes RI tahun 2003, Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan perhitungan IMT.30

Secara umum masalah kelebihan dan kekurangan gizi pada orang dewasa khususnya lansia merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya, oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan. Penilaian klinis status gizi yaitu penilaian yang mempelajari dan mengevaluasi tanda fisik yang ditimbulkan sebagai akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. Adanya hambatan pertumbuhan dan perkembangan yang dapat


(31)

ditentukan dengan membandingkan individu dan kelompok dengan nilai-nilai normal.16

2.2.1 Penilaian Status Gizi

Status gizi dapat diukur secara tidak langsung dan secara langsung. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi manjadi empat penilaian yaitu klinis, biokimia, biofisik dan antropometri.16

Pengukuran antropometri digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan antara pemasukan energi dengan protein. Antropometri lebih banyak digunakan karena lebih praktis dan mudah untuk dilakukan. Pengukuran antropometri merupakan pengukuran dimensi fisis dan komposisi tubuh yang bertujuan untuk screening atau tapis gizi, survei gizi dan pemantauan status gizi. Dalam melakukan pengukuran antropometri, parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan IMT.16

Laporan WHO tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Di Indonesia BMI diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan indikator status gizi untuk mengukur berat badan normal orang dewasa bukan untuk menentukan overweight dan obesitas pada anak dan remaja. Sebagai salah satu indeks


(32)

antropometri yang telah mendapat rekomendasi WHO dalam penentuan status gizi orang dewasa, IMT sangat sensitif untuk menentukan berat badan kurang, normal dan lebih pada laki-laki maupun pada wanita dewasa. Untuk memantau IMT orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.16

Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang.16

Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Cara menghitung IMT menggunakan rumus berikut ini : 16

IMT =

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Berat Badan (Kg)

Lansia dapat mengalami penurunan tinggi badan seiring dengan bertambahnya usia. Hertzog KP dkk (1969) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tinggi badan menurun dengan kecepatan 0,03 cm per tahun sampai usia 45 tahun, dan 0,28 cm per tahun pada umur diatas 45 tahun. Penurunan tinggi badan ini diduga akibat penipisan lempeng tulang belakang, disamping pengurangan massa tulang. Penyusutan ini ditaksir sebanyak 12% pada pria dan 25% pada wanita yang kemudian tampak sebagai osteoporosis dan kifosis. Keaktifan fisik dianggap sebagai faktor utama.4,32


(33)

Tinggi lutut tidak akan berkurang, kecuali jika terdapat fraktur tungkai bawah. Oleh sebab itu dianjurkan menggunakan ukuran tinggi lutut untuk menentukan secara pasti tinggi badan lansia. Dari lutut kita dapat menentukan tinggi badan sebenarnya. Untuk mendapatkan data tinggi badan dari berat badan dapat menggunakan formula atau nomogram bagi orang yang berusia lebih dari 59 tahun.4,33 Untuk mendapatkan data tinggi badan dari berat badan dapat menggunakan formula berikut ini :4,34

Pria = (2,02 x tinggi lutut(cm)) – (0,04 x umur (tahun)) + 64,19 Wanita = (1,83 x tinggi lutut (cm)) – (0,24 x umur (tahun)) + 84,88

Kategori indeks massa tubuh (IMT) diambil dari Depkes RI tahun 2003 dengan kategori sebagai berikut: 30

TABEL 1 KATEGORI AMBANG BATAS INDEKS MASSA TUBUH MENURUT DEPKES RI TAHUN 2003

Kategori Laki-laki Perempuan

Kurus < 17 kg/m2 < 18 kg/m2

Normal 17 – 23 kg/m2 18 - 25 kg/m2

Kegemukan 23 – 27 kg/m2 25 - 27 kg/m2 Obesitas > 27 kg/m2 > 27 kg/m2

Pada penelitian ini untuk mempermudah melakukan uji analisis, kategori ambang batas IMT dibagi menjadi dua kategori yaitu berdasarkan status gizi

underweight dan non underweight, dan setiap kategori berbeda untuk laki-laki dan


(34)

TABEL 2 KATEGORI AMBANG BATAS INDEKS MASSA TUBUH

Kategori Laki-laki Perempuan

Underweight < 17 kg/m2 < 18 kg/m2

Non underweight ≥ 17 kg/m2 ≥ 18 kg/m2

2.2.2 Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia

Lansia adalah yang telah berusia 60 tahun ke atas. Menurut WHO, lansia terbagi atas empat tahap yaitu : usia pertengahan/middle age (45-59 tahun), lansia/elderly (60-74 tahun), lansia tua/old (75-90 tahun) dan usia sangat tua/very old (di atas 90 tahun). Sedangkan menurut Burnside (1979), ada empat tahap lansia yaitu

young old (60-69 tahun), middle age old (70-79 tahun), old-old (usia 80-89 tahun)

dan very old-old (di atas 90 tahun).32

Kehilangan gigi pada lansia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi lansia. Kehilangan gigi pada lansia disebabkan oleh adanya perubahan proses fisiologis pada proses penuaan jaringan yang mengakibatkan penyusutan jaringan tulang alveolar, buruknya kondisi kesehatan rongga mulut serta kondisi gigi yang mudah goyang akibat resorbsi tulang alveolar.19 Ritchie dkk (2000) melaporkan bahwa kehilangan gigi merupakan faktor risiko penting terhadap penurunan berat badan.31

Efisiensi pengunyahan sangat dipengaruhi oleh status fungsional gigi geligi di rongga mulut. Mojon dkk (1999) pada penelitiannya melaporkan bahwa masalah status fungsional gigi berhubungan dengan penurunan IMT atau status gizi.17 Begitu juga Hirano dkk (1993) pada penelitiannya melaporkan bahwa kemampuan


(35)

penurunan fungsi pengunyahan berhubungan dengan penurunan berat badan. Namun, Johansson dkk (1994) pada penelitian yang dilakukan pada lansia yang sehat melaporkan bahwa subjek edentulus justru memiliki nilai IMT lebih tinggi daripada subjek yang masih memiliki gigi geligi di rongga mulutnya. Sejalan hal tersebut Elwood dan Bates (1972) pada penelitiannya juga menunjukkan bahwa lansia yang tidak memiliki gigi atau gigitiruan ada kecenderungan memiliki nilai berat badan dan IMT yang lebih tinggi.12 Hal ini disebabkan oleh pola asupan makanan yang tidak baik karena berkurangnya kemampuan pengunyahan akibat kehilangan gigi.

Selain faktor berkurangnya kemampuan pengunyahan akibat kehilangan gigi, ada juga beberapa faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan gizi pada lansia yaitu akibat berkurangnya cita rasa, berkurangnya koordinasi otot, keadaan fisik yang kurang baik, faktor ekonomi dan sosial serta faktor penyerapan makanan (daya absorbsi).4,32


(36)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan metode pendekatan cross sectional yaitu mencari hubungan suatu keadaan lain dalam satu populasi serta variabel terikat dan bebas diukur dalam waktu bersamaan.35

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah para lansia yang menghuni Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010.

3.2.2 Sampel

Cara sampling yang digunakan adalah teknik penarikan sampel nonprobabiliti secara purposive yaitu dengan mengadakan penelitian pendahuluan untuk mengidentifikasi karakteristik populasi dan kemudian menetapkan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti yaitu dengan menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi.35

Kriteria inklusi :

- Lansia yang berusia 60 tahun ke atas -Lansia yang tidak memakai gigitiruan


(37)

-Lansia yang bersedia diperiksa rongga mulutnya, diukur berat badan dan tinggi lututnya.

-Lansia yang dapat membuka mulut dengan baik dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

Kriteria eksklusi :

-Lansia yang memakai gigitiruan.

- Lansia yang menolak diperiksa rongga mulutnya, diukur berat badan dan tinggi badannya.

-Lansia yang mengalami kesukaran dalam membuka mulut dan dalam keadaan sakit.

-Lansia yang secara fisik kelihatan bungkuk dan pernah mengalami patah tulang kaki.

-Lansia yang menderita penyakit kronis seperti : diabetes dan gangguan ginjal. Menurut Soekidjo dalam penentuan besar sampel. Sampel dipilih jika populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000 maka digunakan rumus :

n =

N

1+ N (d)2

keterangan:

N = Besar populasi (75) n = Besar sampel


(38)

n = 75 = 63,16 1 + (75) (0,05)2

Dari rumus diatas diperoleh sampel sejumlah 63,16 orang atau 64 orang sebagai sampel.

3.3 Klasifikasi Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Penelitian

3.3.1.1 Variabel Bebas

Kehilangan gigi, dengan karakteristik :

1. Jumlah gigi yang ada di rongga mulut, dibedakan atas : a. Edentulus

b. 1 – 10 gigi c. 11 – 20 gigi d. 21 – 32 gigi

2. Ada tidaknya oklusi, dibedakan atas : a. Oklusi anterior ada, posterior ada. b. Oklusi anterior ada, posterior tidak ada. c. Oklusi anterior tidak ada, posterior tidak ada. d. Oklusi anterior tidak ada, posterior ada.

3.3.1.2 Variabel Terikat


(39)

3.3.2 Defenisi Operasional

1. Lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun dan dibagi atas beberapa kategori menurut Burnside.

2. Jumlah gigi yang ada di rongga mulut, dibedakan atas : Edentulus, 1 – 10 gigi, 11 – 20 gigi, dan 21 – 32 gigi.

3. Ada atau tidaknya oklusi adalah kontak gigi-geligi berantagonis yang dibedakan atas : oklusi anterior tidak ada, posterior ada; oklusi anterior tidak ada, posterior tidak ada; oklusi anterior ada, posterior tidak ada; dan oklusi anterior ada, posterior ada.

4. Status gizi ditentukan berdasarkan nilai IMT. IMT diperoleh dari perbandingan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) kuadrat {IMT=BB(kg)/TB(m)xTB(m)}. Status gizi ini dikategorikan dalam underweight dan

non underweight.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Panti Jompo Abdi /Dharma Asih kota Binjai pada bulan Mei 2010.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Alat dan Bahan Penelitian

3.5.1.1 Alat Penelitian

a. Alat pemeriksaan rongga mulut yaitu kaca mulut (Smic).

b. Timbangan berat badan (Camry Mechanical Personal Scale) yang memiliki ketelitian 0,1 kg.


(40)

c. Meteran, yang digunakan untuk pengukur tinggi lutut yang memiliki ketelitian 0,1 cm.

d. Alat pengolah data yaitu komputer.

3.5.1.2 Bahan Penelitian

Lembar kuesioner.

3.5.2 Cara Penelitian

Data penelitian didapat dengan cara mengobservasi terlebih dahulu jumlah populasi lansia yang ada di panti jompo, kemudian menentukan sampel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya pengambilan data dilakukan secara cross

sectional dimana penelitian dilakukan pada satu periode tertentu serta sampel hanya

diukur sekali saja. Data yang dikumpul meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang merupakan data antropometri diperoleh melalui pengukuran berat badan dan tinggi lutut. Data berat badan diperoleh dari penimbangan berat badan dengan menggunakan timbangan berat badan. Data tinggi lutut diukur dengan menggunakan alat meteran. Subjek yang diukur dalam posisi duduk. Pengukuran dilakukan pada kaki kiri subyek antara tulang tibia dengan tulang paha membentuk sudut 90°, kemudian diukur tinggi dari lutut sampai ke tumit. Hasil pengukuran dalam cm dikonversikan menjadi tinggi badan menggunakan rumus:33

Pria = {2,02 x tinggi lutut(cm)} – {0,04 x umur (tahun)} + 64,19 Wanita = {1,83 x tinggi lutut (cm)} – {0,24 x umur (tahun)} + 84,88


(41)

Tinggi lutut digunakan untuk mendapatkan ukuran tinggi badan sebenarnya dari subyek. Dengan alasan subyek terdiri dari lansia. Pada lansia telah terjadi penurunan massa tulang yang menyebabkan bungkuk sehingga sukar untuk mendapatkan data tinggi badan sebenarnya yang akurat.32,34

Data sekunder yang berupa data mengenai karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin dan keadaan gigi geligi. Data diambil dengan menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara. Untuk data keadaan gigi geligi, di dapat dari pengamatan langsung pada rongga mulut pasien dengan menggunakan kaca mulut.

3.6 Analisis Data

Semua data yang diperoleh dipindahkan ke kartu kode menurut tujuan penelitian. Data disajikan dengan menghitung frekuensi distribusi. Data kemudian diproses dan diolah dengan bantuan paket komputer. Hubungan antara kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut dan ada tidaknya oklusi dengan status gizi dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square.


(42)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Distribusi Responden di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

Penelitian yang dilakukan di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai, responden di bagi dalam lima karakteristik, yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin, status gizi, jumlah gigi yang ada di rongga mulut dan ada tidaknya oklusi. Berdasarkan usia, jumlah responden terbesar terdapat pada usia 70-79 tahun sebanyak 32 responden (50%), pada usia 60-69 tahun sebanyak 20 responden (31,25%), pada usia 80-89 tahun sebanyak 9 responden (14,06%) dan pada usia ≥90 tahun sebanyak 3 responden (4,69%). Berdasarkan jenis kelamin, responden terbesar adalah perempuan sebanyak 36 responden (56,25%) dan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 responden (43,75%). Berdasarkan status gizi, responden terbesar terdapat pada status gizi non underweight sebanyak 40 responden (62,5%) dan pada status gizi underweight sebanyak 24 responden (37,5%).

Berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut, responden terbesar terdapat pada kelompok 1-10 gigi sebanyak 28 responden (43,75%), pada kelompok edentulus sebanyak 13 responden (20,31%), pada kelompok 11-20 gigi sebanyak 15 responden (23,44%) dan pada kelompok 21-32 gigi sebanyak 8 responden (12,5%). Berdasarkan ada tidaknya oklusi, responden terbanyak terdapat pada kelompok yang oklusi anterior dan posteriornya tidak ada sebanyak 41 responden (64,06%), pada


(43)

kelompok oklusi anterior ada dan posteriornya tidak ada sebanyak 14 responden (21,88%) dan pada kelompok oklusi anterior dan posteriornya ada sebanyak 9 responden (14,06%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3:

Tabel 3 PERSENTASE DISTRIBUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN (n=64) No. Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%) 1. Usia

60-69 tahun 70-79 tahun 80-89 tahun ≥ 90 tahun

20 32 9 3 31,25 50 14,06 4,69

Jumlah 64 100

2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 28 36 43,75 56,25

Jumlah 64 100

3. Status Gizi Underweight Non underweight 24 40 37,5 62,5

Jumlah 64 100

4. Jumlah gigi di rongga mulut Edentulus 1-10 gigi 11-20 gigi 21-32 gigi 13 28 15 8 20,31 43,75 23,44 12,5

Jumlah 64 100

5. Ada tidaknya oklusi Anterior (-), posterior (-) Anterior (+), posterior (-) Anterior (+), posterior (+)

41 14 9 64,06 21,88 14,06


(44)

Jumlah gigi yang ada di rongga mulut berdasarkan usia, pada kelompok usia 60-69 tahun, responden terbesar yaitu pada kelompok 1-10 gigi sebesar 9 responden (14,06%). Pada usia 70-79 tahun responden terbesar yaitu pada kelompok 1-10 gigi sebesar 14 responden (21,88%). Pada usia 80-89 tahun responden terbesar yaitu pada kelompok edentulus sebesar 5 responden (7,81%), dan pada kelompok usia ≥ 90 tahun, responden terbesar pada kelompok edentulus sebesar 2 responden (3,13%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4:

TABEL 4 PERSENTASE DISTRIBUSI JUMLAH GIGI YANG ADA DI RONGGA MULUT BERDASARKAN USIA

Jumlah gigi yang ada di rongga mulut berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut, pada oklusi anterior dan posteriornya tidak ada, responden terbesar terdapat pada kelompok 1-10 gigi yaitu sebesar 25 responden (39,06%). Pada kelompok oklusi anterior ada dan posterior tidak ada, responden terbesar yaitu terdapat pada kelompok 11-20 gigi yaitu sebesar 9 responden (14,06%), dan pada kelompok anterior dan posteriornya ada, jumlah responden terbesar terdapat pada

No Jumlah gigi yang ada di rongga mulut Usia Jumlah (n=64) 60-69 tahun 70-79

tahun

80-89 tahun

≥ 90 tahun

n % n % n % n % n %

1. Edentulus 0 0 6 9,37 5 7,81* 2 3,13* 13 20,31 2. 1-10 gigi 9 14,06* 14 21,88* 4 6,25 1 1,56 28 43,75 3. 11-20 gigi 8 12,5 7 10,94 0 0 0 0 15 23,44 4. 21-32 gigi 3 4,69 5 7,81 0 0 0 0 8 12,5 Jumlah 20 31,25 32 50 9 14,06 3 4,69 64 100 * Persentase tertinggi jumlah gigi yang ada di rongga mulut berdasarkan usia


(45)

kelompok 21-32 gigi yaitu sebesar 6 responden (9,37%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5 :

TABEL 5 PERSENTASE DISTRIBUSI JUMLAH GIGI YANG ADA DI RONGGA MULUT BERDASARKAN ADA TIDAKNYA OKLUSI

4.2 Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi Berdasarkan Jumlah Gigi yang Ada di Rongga Mulut pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

Status gizi dari responden ditinjau berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut pada kelompok edentulus, status gizi underweight 17,19% sedangkan

non underweight 3,13%. Untuk kelompok 1-10 gigi yang ada di rongga mulut, status

gizi underweight 15,62% sedangkan non underweight 28,12%. Untuk kelompok 11-20 gigi yang ada di rongga mulut, status gizi underweight 3,13% sedangkan non

underweight 20,31%. Untuk kelompok 21-32 gigi yang ada di rongga mulut, status

gizi underweight 1,56% sedangkan non underweight 10,94% (Tabel 6).

Hasil uji chi-square di dapat nilai p = 0,000 (p < 0,05) untuk hubungan kehilangan gigi dengan status gizi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut.

No Jumlah gigi yang ada di

rongga mulut

Ada tidaknya oklusi

Ant(-) Post(-) Ant(+) Post(-) Ant(+) Post(+) Jumlah

n % N % n % n %

1. Edentulus 13 20,31 0 0 0 0 13 20,31

2. 1-10 gigi 25 39,06* 3 4,69 0 0 28 43,75 3. 11-20 gigi 3 4,69 9 14,06* 3 4,69 15 23,44

4. 21-32 gigi 0 0 2 3,13 6 9,37* 8 12,5

Jumlah 41 64,06 14 21,88 9 14,06 64 100

* Persentase tertinggi jumlah gigi yang ada di rongga mulut berdasarkan ada tidaknya oklusi


(46)

Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut dengan status gizi (Tabel 8).

Tabel 6 PERSENTASE DISTRIBUSI STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN GIGI BERDASARKAN JUMLAH GIGI YANG ADA DI RONGGA MULUT PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010

No. Jumlah gigi yang ada di rongga

mulut Status Gizi (Berdasarkan BMI) Jumlah (n=64) Underweight (n=24) Non underweight (n=40)

n % N % n %

1. Edentulus 11 17,19* 2 3,13 13 20,13

2. 1-10 gigi 10 15,62 18 28,12* 28 43,75

3. 11-20 gigi 2 3,13 13 20,31* 15 23,44

4. 21-32 gigi 1 1,56 7 10,94* 8 12,5

Jumlah 24 37,5 40 62,5 64 100

4.3 Hubungan Status Gizi Akibat Kehilangan Gigi Berdasarkan Ada Tidaknya Oklusi di Rongga Mulut pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

Status gizi dari responden ditinjau berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut pada kelompok oklusi anterior dan posteriornya tidak ada, status gizi

underweight sebesar 31,25% sedangkan non underweight sebesar 32,81%. Untuk

kelompok oklusi anterior ada dan posterior tidak ada, pada status gizi underweight sebesar 4,69% sedangkan non underweight sebesar 17,19%. Untuk kelompok oklusi anterior dan posteriornya ada, pada status gizi underweight sebesar 1,56% sedangkan

non underweight sebesar 12,5% (Tabel 7).


(47)

Hasil uji chi-square di dapat nilai p = 0,040 (p < 0,05) untuk hubungan kehilangan gigi dengan status gizi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut. Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut dengan status gizi (Tabel 8)

Tabel 7 PERSENTASE DISTRIBUSI STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN GIGI BERDASARKAN ADA TIDAKNYA OKLUSI DI RONGGA MULUT PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010

No. Ada tidaknya oklusi di rongga

mulut Status Gizi (Berdasarkan BMI) Jumlah (n=64) Underweight (n=24) Non underweight (n=40)

n % n % n %

1. Ant (-) post (-) 20 31,25* 21 32,81* 41 64,06 2. Ant (+) post (-) 3 4,69 11 17,19* 14 21,88

3. Ant (+) post (+) 1 1,56 8 12,5* 9 14,06

Jumlah 24 37,5 40 62,5 64 100

Tabel 8 UJI CHI-SQUARE KEHILANGAN GIGI DENGAN STATUS GIZI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010

Variabel kehilangan gigi dihubungkan dengan status gizi P Berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut

Berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut

0,000 0,040 * Persentase tertinggi ada tidaknya oklusi di rongga mulut berdasarkan status gizi


(48)

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengumpulkan data–data tentang kehilangan gigi di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai. Selanjutnya dilakukan penelitian analitik untuk mengamati hubungan antara karakteristik responden berdasarkan keadaan gigi geligi yaitu jumlah gigi dan ada tidaknya oklusi di rongga mulut dengan status gizi yang dibagi atas underweight dan non

underweight.

5.1 Karakteristik Distribusi Responden di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

Responden yang terdapat di penelitian ini memiliki karakteristik terbanyak berusia 70-79 tahun, berjenis kelamin perempuan dan memiliki status gizi yang non

underweight. Responden yang berusia 70-79 tahun terbanyak menurut Burnside

termasuk ke dalam kategori Middle age old. Sedangkan menurut WHO, termasuk kedalam kategori lansia (elderly) dan lansia tua (old).32 Berdasarkan jenis kelamin, jenis kelamin perempuan ditemukan memiliki karakteristik terbanyak. Hal ini disebabkan jumlah penghuni perempuan yang berada di panti jompo tersebut lebih banyak dari pada penghuni yang berjenis kelamin laki-laki sehingga jumlah perempuan pada hasil penelitian ini menjadi lebih banyak. Berdasarkan status gizi, responden yang memiliki status gizi non underweight yang terbanyak. Hal ini disebabkan responden berasal dari Panti. Gambaran ini mempunyai relevansi tertentu


(49)

dipandang dari segi pelayanan asuhan yang diberikan panti khususnya mengenai pemenuhan kecukupan gizi. Orang-orang yang tinggal di panti mempunyai cara pengaturan konsumsi zat gizi dan penyelenggaran menu makanan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan masing-masing lansia sehingga pada akhirnya lansia penghuni panti dapat mempunyai status gizi yang baik.4

Berdasarkan keadaan gigi geligi, jumlah responden terbanyak adalah pada karakteristik jumlah gigi yang ada di rongga mulut 1-10 gigi dan pada kelompok oklusi anterior dan posterior tidak ada. Responden dengan jumlah gigi 1-10 gigi yang terbanyak sehubungan dengan semakin bertambahnya usia, maka semakin banyak pula jumlah gigi yang hilang. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan proses fisiologis pada proses penuaan jaringan yang mengakibatkan penyusutan jaringan tulang alveolar, buruknya kondisi kesehatan rongga mulut serta kondisi gigi yang mudah tanggal akibat resorbsi tulang alveolar.19 Hal ini juga dikaitkan dengan etiologi kehilangan gigi baik akibat karies, penyakit periodontal, trauma maupun akibat kegagalan perawatan gigi.19,20 Responden dengan kelompok tidak adanya oklusi di anterior dan posterior terbanyak, disebabkan keadaan jumlah gigi di rongga mulut yang hanya berjumlah 1-10 gigi. Keadaan gigi geligi ini sudah tidak mempunyai gigi antagonisnya lagi. Kondisi ini yang menyebabkan tidak adanya oklusi pada bagian anterior maupun posterior.


(50)

5.2 Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi Berdasarkan Jumlah Gigi yang Ada di Rongga Mulut pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

Dari hasil penelitian ini diperoleh jumlah responden yang edentulus yang mempunyai status gizi underweight lebih banyak dari pada responden yang mempunyai jumlah gigi 1-10 gigi, 11-20 gigi maupun 21-32 gigi. Hasil ini berarti responden yang edentulus cenderung mempunyai berat badan kurang dari normal (underweight). Hasil ini sesuai dengan hasil Ritchie dkk (2000) yang melaporkan bahwa kehilangan gigi merupakan faktor risiko penting terhadap penurunan berat badan.31 Dapat dijelaskan bahwa penurunan berat badan terjadi akibat jumlah asupan zat gizi lebih sedikit daripada yang dibutuhkan oleh tubuh. Dengan demikian apabila terjadi kehilangan gigi maka akan terjadi penurunan dari asupan zat gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga dapat mempengaruhi status gizi. Karena status gizi adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi.37 Hal ini sesuai dengan penelitian Joshipura dkk (1996) bahwa ada kecenderung menurunnya konsumsi zat gizi sebagai akibat menurunnya jumlah gigi di rongga mulut.12

Pada status gizi non underweight persentase tertinggi sebesar 28,12% pada kelompok lansia yang mempunyai 1-10 gigi di rongga mulut. Hal ini berkaitan dengan kemampuan pengunyahan, dengan memiliki 1-10 gigi, kelompok lansia ini tidak begitu terganggu dengan masalah pengunyahan sehingga masih bisa mendapatkan asupan zat gizi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok lansia yang sama sekali tidak mempunyai gigi di rongga mulut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi dengan status gizi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut


(51)

pada lansia di Panti jompo Abdi/Dharma Asih Binjai dengan P value hasil uji Chi

square adalah 0,000 (p < 0,05). Hasil ini berarti bahwa jumlah gigi yang ada di

rongga mulut mempengaruhi status gizi seseorang. Responden yang tidak memiliki jumlah gigi geligi yang cukup di rongga mulut cenderung akan mempunyai berat badan kurang dari normal (underweight), dan sebaliknya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Seman K dkk (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan kalori dan penurunan berat badan terhadap jumlah gigi pada lansia yang tinggal di pondok Kelantan.36 Begitu juga dengan Mojon dkk (1999) pada penelitiannya melaporkan bahwa masalah status fungsional gigi berhubungan dengan penurunan status gizi.17,38

5.3 Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi Berdasarkan Ada Tidaknya Oklusi di Rongga Mulut pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

Dari hasil penelitian ini, status gizi underweight dan non underweight memiliki persentase terbanyak pada kelompok responden yang tidak memiliki oklusi di bagian anterior dan posterior. Persentase pada status underweight sebesar 31,25% dan status gizi non underweight sebesar 32,81%. Nilai persentase status gizi non

underweight lebih tinggi 1,56% dari status gizi underweight. Hal ini berarti pada

responden yang tidak memiliki oklusi di bagian anterior dan posterior rongga mulutnya memiliki kecenderungan untuk mempunyai berat badan non underweight. Pada penelitian ini status gizi non underweight bisa berarti bahwa kelompok responden ini bisa tergolong kepada status gizi normal maupun obesitas, karena pada orang yang tidak memiliki oklusi dibagian anterior dan posteriornya akan mengalami


(52)

kesulitan dalam pengunyahannya. Oklusi merupakan kunci bagi gigi geligi dalam melakukan fungsi pengunyahan makanan sehingga hilangnya oklusi di bagian anterior dan posterior menyebabkan gigi tidak dapat melakukan fungsi secara maksimal dalam mengunyah, oleh sebab itu akan timbul kesulitan dan keterbatasan dalam pengunyahan. Kesulitan dan keterbatasan dalam pengunyahan inilah yang mendorong mereka untuk memilih makanan yang konsistensinya lebih lunak dan menghindari memakan makanan yang banyak mengandung serat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sahyoun dkk (2003) bahwa subjek lansia yang edentulus justru memiliki IMT yang meningkat karena edentulus akan mengalami pengurangan dalam hal kemampuan mengunyah, sehingga mereka cenderung memilih makanan tinggi kalori yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan.29

Responden yang tidak memiliki oklusi anterior dan posterior juga memiliki kecenderungan untuk mempunyai berat badan yang kurang dari normal (underweight). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konsistensi makanan yang sulit dikunyah sehingga asupan zat gizi berkurang. Hasil ini sesuai dengan penelitian de Andrade dkk (2008) yang menyatakan bahwa penurunan jumlah oklusi gigi posterior berhubungan dengan asupan zat gizi yang rendah pada lansia.39 Penelitian Kida IA dkk (2006) di Tanzania yang meneliti pengaruh gigi posterior terhadap pengunyahan melaporkan kesulitan dalam mengunyah makanan semakin bertambah seiring dengan semakin banyaknya gigi yang hilang khususnya di bagian posterior.28 Sheiman dkk (2001) pada penelitiannya juga menemukan bahwa penurunan nilai asupan zat gizi sangat berhubungan dengan jumlah gigi di posterior.11


(53)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi dengan status gizi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut pada lansia di Panti jompo Abdi/Dharma Asih Binjai dengan P value hasil uji Chi

square adalah 0,040 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ada tidaknya oklusi baik di

anterior maupun di posterior dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Baik dapat berupa status gizi underweight maupun non underweight. Lebih lanjut kita ketahui bahwa selain faktor berkurangnya kemampuan pengunyahan akibat kehilangan gigi, ada juga beberapa faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan gizi pada lansia yaitu akibat berkurangnya cita rasa, berkurangnya koordinasi otot, keadaan fisik yang kurang baik, faktor ekonomi dan sosial serta faktor penyerapan makanan (daya absorbsi).4,32

Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah :

1. Populasi sampel umumnya berusia 60 tahun ke atas dan berada di panti jompo sehingga penelitian ini hanya berlaku pada populasi yang sama disebabkan pola makan yang sama.

2. Penilaian status gizi yang digunakan hanya menggunakan satu metode saja yaitu metode antropometri sehingga status gizi disini hanya menggambarkan keadaan keseimbangan asupan protein dan energi saja.

3. Dalam penelitian ini berat badan sebelum kehilangan gigi, lokasi kehilangan gigi dan lamanya kehilangan gigi tidak dikendalikan sehingga dapat menimbulkan keraguan dalam hasil.

4. Jumlah sampel yang kurang memadai menyebabkan distribusi sampel tidak merata sehingga ada variabel yang tidak dapat dilakuk an uji statistik.


(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Karakteristik responden yang berada di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 yang terbanyak berusia 70-79 tahun (50%), berjenis kelamin perempuan (56,25%) dan memiliki status gizi yang non underweight (62,5%). Untuk karakteristik keadaan gigi geligi, yang terbanyak yaitu responden yang memiliki jumlah 1-10 gigi yang ada di rongga mulut (43,75%) dan pada kelompok yang tidak memiliki oklusi anterior dan posterior (64,06%).

2. Hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 menunjukkan hubungan yang signifikan dengan P value hasil uji Chi square adalah 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti ada hubungan antara jumlah gigi yang ada di rongga mulut dengan status gizi.

3. Hubungan status gizi dengan kehilangan gigi berdasarkan ada tidaknya oklusi di rongga mulut pada lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 menunjukkan hubungan yang signifikan dengan P value hasil uji Chi square adalah 0,040 (p < 0,05). Hal ini berarti ada hubungan antara ada tidaknya oklusi di rongga mulut dengan status gizi.


(55)

6.2 Saran

1. Secara umum status gizi di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010 sudah cukup baik. Disarankan pihak panti dapat mempertahankan dan lebih berupaya untuk memperhatikan dan menyediakan menu makanan yang bervariasi dengan kandungan gizi yang seimbang, agar sebagian lansia yang memiliki status gizi

underweight dapat memperbaiki status gizinya menjadi lebih baik.

2. Hasil observasi menunjukkan banyak lansia yang kehilangan gigi tidak menggunakan gigitiruan untuk menggantikan giginya yang hilang. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian dan rendahnya tingkat pengetahuan penghuni panti akan pentingnya gigitiruan untuk menjaga kesehatan secara umum dan kesehatan rongga mulut secara khusus. Tidak adanya dokter gigi dan edukasi yang diberikan oleh dokter poliklinik juga berkaitan dengan rendahnya pengetahuan mereka akan pentingnya gigitiruan. Untuk itu, diharapkan kepada tenaga kesehatan yang ada untuk bekerjasama dengan dokter gigi dalam rangka meningkatkan kesehatan rongga mulut lansia serta memberikan penyuluhan dan edukasi akan pentingnya gigitiruan untuk menggantikan gigi yang hilang sehingga ke depan masalah seperti pola asupan zat gizi yang dapat mempengaruhi status gizi dapat ditanggulangi.

3. Penelitian lebih lanjut diharapkan tidak hanya menggunakan metode antropometri saja dalam penilaian status gizi, tetapi juga didukung oleh metode penilaian status gizi lainnya yang lebih akurat.

4. Penelitian lebih lanjut diharapkan peneliti dapat menggunakan sampel yang lebih representatif dan tidak hanya menggunakan variabel status gizi underweight


(56)

maupun non underweight saja, melainkan menggunakan variabel status gizi ; kurus, normal, kegemukan dan obesitas, sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat.


(57)

DAFTAR RUJUKAN

1. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006 : 9. 2. Anonymous. Mastikasi

(16 November2009)

3. Sujatmika Sigit. Mekanisme Pencernaan pada Manusia. Juli 2009.

4. Nugroho Wahjudi. Keperawatan Gerontik dan Geriatik. Ed 3. Jakarta: EGC, 2008:102.

5. Davis DM, Fiske J, Scott B, Radford DR. The emotional effect of tooth loss : a

preliminary study. Br. Dent J 2000; 188 (9): 503-6.

6. Hugo FN, Hilgert JB, de Sousa MLR, da Silva DD, Pucca Jr GA. Correlates of

partial tooth loss and edentulism in the Brazilian elderly. Community Dent Oral

Epidemiol 2007; 35: 224-32

7. Hung HC, Willet W, Asherio A, Rosner BA, Rimm E, Josiphura KJ. Tooth loss

and dietary intake. J Am Dent Assoc 2003; 134: 1185-92.

8. Stolzenberg-solomon RZ, Dodd KW, Blaser MJ, Virtamo J, Taylor PR,Albanes D.

Tooth loss, pancreatic cancer, and Helicobacter pylori. Am J Clin Nutr 2003;78:

176-81.

9. Qiao YL, Dawsey SM, Dong ZW, Taylor PR. Tooth loss is associated with

increased risk of total death and death from upper gastrointestinal cancer, heart disease and stroke in a Chinese population-based cohort.Int J Epidemiol 2005:6-8.


(58)

10. Hildebrandt GH, Dominguez BL, Schork MA, Loesche WJ. Functional units,

chewing, swallowing, and food avoidance among elderly. J Prosthet Dent 1997;

77: 588–595.

11. Sheiham A, Steele J. Does the condition of the mouth and teeth affect the ability

to eat certain foods, nutrient and dietary intake and nutritional status amongst older people? Public Health Nutr 2001 ; 4 : 797–803.

12. Bales C.W., Ritchie C.S. Nutrition and Health: Handbook of clinical Nutrition

and aging. Second Edition. Human Press, a part of Spinger Science + Business

Media, LLC 2009:66,70,248,253-58.

13. Marcenes W, Steele JG, Sheiham A, Wall AWG. The relationship between dental

status, food selection, nutrient intake, nutritional status, and body mass index in older people. Cad Sau´ de Pu´ blica 2003; 19: 809–816.

14. Krall E, Hayes C, Garcia R. How dentition status and masticatory

functional

affect nutrient intake. JADA 1998;129: 1262-69.

15. Fhitria. Tetap muda dan sehat meski lansia. 1 januari 2008

16. Supariasa I Dewa Nyoman, Bakri Bachyar, Fajar Ibnu. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC, 2002; 17-25, 27-42, 58, 88-115.

17. Mojon P, Jorgensen EB, Rapin CH. Relationship between oral health and

nutrition in very old people. British Geriatrics Society. Age and aging


(59)

18. Bustami Herman, Rahmatina. Fisiologi Pencernaan. Padang:Andalas University Press, 2004;5,52-3

19. Basker ,R.M, Davenport J,C, Tomlin HR. Perawatan Prostodontik Bagi Pasien

Tak Bergigi. Alih bahasa, Titi s. Soebekti, Hazmia asril. Ed.3. Jakarta : EGC,

1996 :3-7.

20. Tarigan R. Karies gigi. Jakarta: Hipokrates,1990: 1,26.

21. Situmorang Nurmala. Profil penyakit periodontal penduduk di dua kecamatan

Kota Medan Tahun 2004 di bandingkan dengan kesehatan mulut tahun 2010(WHO). Dentika Dental journal.2003.Vol.9:2:71-77.

22. B. O. Sanya, P. M. Ng’Ang’, R. N. Ng’Ang’. Cause and pattern of missing

permanent teeth among Kenyans. East African Medical Journal 2004; 81; 6.

23. Taguchi A, Sanada M, Suei Y, Ohtsuka M, Lee K, Tanimoto K, Tsuda M, Ohama K, Yoshizumi M, Higashi Y. Tooth loss is associated with an increased risk of

hypertension in postmenopausal women. Aha J 2004: 1297-300.

24. National institutes of Health Osteoporosis and Related Bone disease.

Osteoporosis overview. Desember 2007.

(20 oktober 2009)

25. Wikipedia. Edentulism.Agustus 2008. (20 Oktober 2009)

26. Okada K, Enoki H, Izawa S, Iguchi A, Kuzuya M. Association between

masticatory performance and anthropometric measurements and nutritional status in the elderly. Geriatr Gerontol Int 2010; 10:56-63.


(60)

masticatory efficiency : a literature review.CDA J 2008;36(9):683-6.

28. Kida IA, Astrom AN, Strand GV, Masalu JR. Clinical and socio - behaviorral

correlates of tooth loss : a study of older adults in Tanzania. BMC Oral health

2006;6:5.

29. Sahyoun NR, Lin CL, Krall E. Nutritional status of the older adults is associated

with dentition status.Journal of the American Dietic association 2003;103: 61-6.

30. Glosarioum. Data dan informasi kesehatam. Pusat data dan informasi Depkes RI. 2006.

31. Ritchie Christine S, Joshipura K, Silliman Rebecca A, Miller B, Douglas Chester. Oral health problem and significant weight loss among community-dwelling older

adults.Journal of Gerontology: Medical science:2000;55A:7:M366-71.

32. Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Edisi: 2. Jakarta: EGC, 2010; 101-16.

33. Hatriyanti yayuk, Triyyanti. Gizi dan kesehatan masyarakat. FKM UI. Ed.1. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,2007: 267-8.

34. Fatmah. Persamaan (equation) tinggi badan manusia usia lanjut (manula)

berdasarkan usia dan etnis pada 6 panti terpilih di DKI Jakarta dan Tangerang Tahun 2005.Makara Kesehatan 2006;10:1:7-16

35. Notoatmojo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2002 : 89.

36. Seman K, Abdul Manaf, Ismail AR. Association between functional dentition

with inadequate calorie intake and underweight in elderly people living in”Pondok” in


(61)

Kelantan. Archives of orofacial Science 2007;2:10-9.

37. Tjokronegoro A, Utama H. Pengkajian status gizi : studi epidemiologi. Jakarta: Balai penerbit FKUI 2003:88.

38. Ritchie CS, Joshipura K, Hung HC, Douglass C. Nutritional as a mediator in the

Relation between oral and systemic disease: association between spesific measurement of adult oral health and nutritional outcomes. Crit. Rev. Oral Biol.

Med.2002; 13: 291.

39. de Andrade FB, de Franca Caldas A, Jr. Kitoko PM. Relationship between oral

health, nutrient intake and nutritional status in a sample of Brazilian elderly people. Gerodontology 2009; 26: 40-5.


(62)

Lampiran 1

Kerangka Konsep Skripsi

Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

Kehilangan gigi

Sistemik Fungsional

Emosional

Gangguan Bicara Gangguan Mengunyah

Pola Asupan Nutrisi

Status Gizi

Etiologi Dampak Klasifikasi

Sebagian Seluruh

Berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga mulut

Berdasarkan ada tidaknya oklusi gigi geligi

- Karies

- Penyakit periodontal - Trauma

- Kegagalan perawatan gigi


(63)

Lampiran 2

Kerangka operasional

Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010

Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai

Observasi

Sampel

Pengumpulan data lansia yang kehilangan gigi di kedua lengkung rahang

Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Lutut

Kesimpulan Hasil data

Analisis Data Responden menandatangani lembar persetujuan penelitian


(64)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DEPARTEMEN PROSTODONSIA

KUESIONER PENELITIAN

PENCATATAN PERSONALITI PASIEN

1. Nama :

2. Berat Badan :

3. Tinggi Badan :

4. Tinggi Lutut :

5. Umur : 1. 60 – 69 tahun 3. 80 – 89 tahun

2. 70 – 79 tahun 4. ≥ 90 tahun

6. Jenis Kelamin : 1. Laki – laki 2. Perempuan

7. Jumlah gigi yang ada di rongga mulut :

1. Edentulous 3. 11 – 20 gigi 2. 1 – 10 gigi 4. 21 – 32 gigi

8. Nomenklatur gigi :

9. Ada atau tidaknya oklusi

Anterior : 1. Ada 2. Tidak ada Posterior : 1. Ada 2. Tidak ada

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN GIGI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010 Lampiran 3


(65)

Tabulasi Silang

Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

jumlahgigi * usia 64 100.0% 0 .0% 64 100.0%

jumlahgigi *adatidaknyaoklusi 64 100.0% 0 .0% 64 100.0%

jumlahgigi * usia

Crosstab

usia

Total 60-69

tahun

70-79 tahun

80-89 tahun

>90 tahun

jumlahgigi edentulus Count 0 6 5 2 13

Expected Count 4.1 6.5 1.8 .6 13.0

1-10 gigi Count 9 14 4 1 28

Expected Count 8.8 14.0 3.9 1.3 28.0

11-20 gigi Count 8 7 0 0 15

Expected Count 4.7 7.5 2.1 .7 15.0

21-32 gigi Count 3 5 0 0 8

Expected Count 2.5 4.0 1.1 .4 8.0

Total Count 20 32 9 3 64

Expected Count 20.0 32.0 9.0 3.0 64.0


(66)

jumlahgigi * adatidaknyaoklusi Crosstab

adatidaknyaoklusi

Total ant(-)post(-) ant(+)post(-) ant(+)post(+)

jumlahgigi edentulus Count 13 0 0 13

Expected Count 8.3 2.8 1.8 13.0

1-10 gigi Count 25 3 0 28

Expected Count 17.9 6.1 3.9 28.0

11-20 gigi Count 3 9 3 15

Expected Count 9.6 3.3 2.1 15.0

21-32 gigi Count 0 2 6 8

Expected Count 5.1 1.8 1.1 8.0

Total Count 41 14 9 64

Expected Count 41.0 14.0 9.0 64.0

Perhitungan Statistik

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

jumlahgigi * statusgizi 64 100.0% 0 .0% 64 100.0%


(67)

jumlahgigi * statusgizi

Crosstab

statusgizi

Total

underweight non underweight

jumlahgigi edentulous Count 11 2 13

Expected Count 4.9 8.1 13.0

1-10 gigi Count 10 18 28

Expected Count 10.5 17.5 28.0

11-20 gigi Count 2 13 15

Expected Count 5.6 9.4 15.0

21-32 gigi Count 1 7 8

Expected Count 3.0 5.0 8.0

Total Count 24 40 64

Expected Count 24.0 40.0 64.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 18.222a 3 .000

Likelihood Ratio 19.211 3 .000

Linear-by-Linear Association 14.454 1 .000

N of Valid Cases 64

a. 2 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.


(68)

adatidaknyaoklusi * statusgizi

Crosstab

statusgizi

Total underweight non underweight

adatidaknyaoklusi ant(-) post(-) Count 20 21 41

Expected Count 15.4 25.6 41.0

ant(+) post(-) Count 3 11 14

Expected Count 5.3 8.8 14.0

ant(+) post(+) Count 1 8 9

Expected Count 3.4 5.6 9.0

Total Count 24 40 64

Expected Count 24.0 40.0 64.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 6.443a 2 .040

Likelihood Ratio 7.039 2 .030

Linear-by-Linear Association 6.053 1 .014

N of Valid Cases 64

a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,38.


(1)

jumlahgigi * statusgizi

Crosstab

statusgizi

Total underweight non underweight

jumlahgigi edentulous Count 11 2 13

Expected Count 4.9 8.1 13.0

1-10 gigi Count 10 18 28

Expected Count 10.5 17.5 28.0

11-20 gigi Count 2 13 15

Expected Count 5.6 9.4 15.0

21-32 gigi Count 1 7 8

Expected Count 3.0 5.0 8.0

Total Count 24 40 64

Expected Count 24.0 40.0 64.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 18.222a 3 .000 Likelihood Ratio 19.211 3 .000 Linear-by-Linear Association 14.454 1 .000 N of Valid Cases 64

a. 2 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.


(2)

adatidaknyaoklusi * statusgizi

Crosstab

statusgizi

Total underweight non underweight

adatidaknyaoklusi ant(-) post(-) Count 20 21 41 Expected Count 15.4 25.6 41.0

ant(+) post(-) Count 3 11 14

Expected Count 5.3 8.8 14.0

ant(+) post(+) Count 1 8 9

Expected Count 3.4 5.6 9.0

Total Count 24 40 64

Expected Count 24.0 40.0 64.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 6.443a 2 .040

Likelihood Ratio 7.039 2 .030

Linear-by-Linear Association 6.053 1 .014 N of Valid Cases 64

a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,38.


(3)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Assalammu’alaikum, Selamat pagi kakek/nenek.

Perkenalkan nama saya Sari Darwita, saat ini saya sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Universitas Sumatera Utara, saya ingin memberitahukan kepada Kakek/nenek bahwa saya sedang melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana status gizi akibat kehilangan gigi pada lansia di panti jompo ini. Manfaat dari penelitian ini adalah agar dapat memberikan kesadaran akan pentingnya gigi geligi bagi kesehatan lansia sehingga diharapkan nantinya dokter gigi dapat memberikan perawatan yang sebaik-baiknya dalam menunjang kesehatan lansia secara keseluruhan.

Kakek/Nenek, pada usia lanjut akan terjadi perubahan pada tubuh, termasuk juga pada rongga mulut seperti tanggalnya/kehilangan gigi. Hal ini terjadi akibat penyakit jaringan pendukung gigi yang terjadi setelah umur 30 tahun atau akibat kesehatan gigi yang buruk.

Saya akan mencatat identitas Kakek/nenek (nama, umur, jenis kelamin). Setelah itu, saya akan melihat rongga mulut kakek/nenek beberapa menit. Dan mengukur tinggi lutut dan berat badan kakek/nenek.

Partisipasi kakek/nenek dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tidak dipungut biaya serta tidak akan terjadi efek samping sama sekali. Apabila selama penelitian berlangsung ada keluhan yang Kakek/nenek alami, silahkan menghubungi saya, Sari Darwita (Hp: 085664428111).

Demikian penjelasan dari saya, atas partisipasi dan kesediaan waktu Kakek/nenek, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(Sari Darwita) Lampiran 5


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap mengenai resiko, keuntungan dan hak-hak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul : “Hubungan

Status Gizi dengan Kehilangan Gigi pada Lansia di Panti Jompo Abdi/Dharma Asih Binjai Tahun 2010”, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan , saya

menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini yang dilakukan oleh Sari Darwita sebagai mahasiswa FKG USU dengan catatan apabila suatu ketika merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.

Medan, / / 2010

Peneliti, Peserta Penelitian


(5)

(6)