Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

(1)

UMUR 6-10 TAHUN DI PANTI ASUHAN

TERIMA KASIH ABADI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

LUQMAN NUR HAKIM NIM: 090600132

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ii

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2015

Luqman Nur Hakim

Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

xi + 56 Halaman

Keilitis angularis merupakan suatu keadaan inflamasi yang akut atau kronik dari kulit yang berdekatan dengan membran mukosa labial sudut mulut, ditandai dengan fisur terinfeksi pada sudut mulut dan dikelilingi oleh eritema. Keilitis angularis merupakan salah satu manifestasi pada rongga mulut akibat kekurangan gizi, karena jaringan rongga mulut peka terhadap terjadinya kekurangan gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan terjadinya keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dan menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 43 orang dan pemilihan responden dilakukan dengan teknik total sampling. Analisa data menggunakan uji statistik

Fisher’s Exact Test untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi dan hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi, dengan terlebih dahulu mengumpulkan data univariat dan bivariat. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi (p=0,019) dan terdapat hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi (p=0,022).


(3)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Januari 2015

Pembimbing Tanda tangan

Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si ... NIP. 19510611 198303 2 001


(4)

iv

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 8 Januari 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si ANGGOTA : 1. Nurdiana, drg., Sp.PM


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunianya

sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti

Asuhan Terima Kasih Abadi”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala keikhlasan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Dr. Wilda Hafny Lubis, drg., M.Si yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberi bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Nuraida, Keluarga Besar Syamsuar Samir Rahman, Keluarga Besar Ibunda Ummi Salmah, serta kerabat yang telah memberi dukungan, perhatian, doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa pendidikan, dan staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Penyakit Mulut yang telah membimbing dan memberi arahan selama masa penyusunan skripsi.


(6)

vi

5. Teman-teman penulis yaitu Muhammad Deriansyah, Madarilsyah, Ardiansyah, Muslim Ridho, Denny Andrian, Rizky Tambunan, Fajri Akbar, Musaf, Azrai Sirait, Adli Ojan, dan seluruh teman mahasiswa FKG USU.

6. Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa materi serta pembahasan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, masyarakat dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Medan, 8 Januari 2015 Penulis,

... (Luqman Nur Hakim)


(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 5


(8)

viii

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Nutrisi ... 6

2.1.1 Gizi Makro ... 6

2.1.1.1 Karbohidrat ... 6

2.1.1.2 Protein ... 6

2.1.2 Gizi Mikro ... 7

2.1.2.1 Mineral ... 7

2.1.2.2 Vitamin ... 8

2.1.2.2.1 Vitamin B ... 8

2.2 Perkembangan Anak Umur 6-10 Tahun ... 9

2.2.1 Karakter Anak Sesuai Umur ... 10

2.2.1.1 Umur 6 Tahun ... 10

2.2.1.2 Umur 7 Tahun ... 11

2.2.1.3 Umur 8 Tahun ... 11

2.2.1.4 Umur 9 Tahun ... 12

2.2.1.5 Umur 10 Tahun ... 12

2.3 Kebutuhan Gizi untuk Anak Umur 6-10 Tahun ... 13

2.4 Status Gizi ... 13

2.4.1 Penilaian Status Gizi ... 14

2.4.1.1 Klinis ... 14

2.4.1.2 Biokimia ... 15

2.4.1.3 Biofisika... ... 15

2.4.1.4 Antropometri ... 15


(9)

ix

2.4.3 Indeks Antropometri... ... 17

2.5 Pengukuran Lingkar Lengan Atas ... 18

2.6 Masalah Gizi Kurang ... 19

2.7 Keilitis Angularis... ... 20

2.7.1 Etiologi ... 20

2.7.2 Gambaran Klinis ... 21

2.7.3 Tipe-Tipe Keilitis Angularis... .... 21

2.7.4 Diagnosis ... 23

2.7.5 Perawatan ... 24

2.8 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis... .... 24

2.9 Kerangka Teori... 26

2.10 Kerangka Konsep... ... 27

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1 Populasi ... ... 28

3.3.2 Sampel ... 28

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 29

3.4.1 Variabel Penelitian ... 29

3.4.1.1 Variabel Tergantung ... 29

3.4.1.1.1 Variabel Bebas ... 29


(10)

x

3.4.1.1.3 Variabel Tak Terkendali... 29

3.5 Definisi Operasional... 30

3.6 Sarana Penelitian ... 32

3.6.1 Alat dan Bahan ... 32

3.6.2 Formulir Pencatatan ... 32

3.7 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian ... 32

3.8 Pengolahan Data... 33

3.9 Analisis Data ... 33

3.9.1 Analisis Univariat ... 33

3.9.2 Analisis Bivariat ... 34

3.10 Etika Penelitian... ... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 35

4.1 Hasil Analisis Univariat ... 35

4.1.1 Karakteristik Responden ... 35

4.1.2 Penilaian Status Gizi ... 36

4.1.3 Insiden Keilitis Angularis ... 37

4.1.4 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis ... 38

4.2 Hasil Analisis Bivariat ... 41

4.2.1 Hasil Uji Statistik Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi ... 41


(11)

xi

Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun

di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi ... 41

BAB 5 PEMBAHASAN ... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Parameter Pengukuran Lingkar Lengan Atas... 19 2. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35 3. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak di Panti Asuhan Terima Kasih Aba

di Berdasarkan Umur ... 36 4. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Status Gizi dengan Penilaian Lingkar

Lengan Atas ... 36 5. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Penilaian Status Gizi dengan Menggu

nakan IMT ... 37 6. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Insiden Keilitis Angularis ... 38 7. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Tipe Keilitis Angularis ... 38 8. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Status Gizi dan Insiden Keilitis Angul

aris ... 39 9. Distribusi dan Frekuensi Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan

Terima Kasih Abadi Berdasarkan Status Gizi dan Insiden Keilitis Angul

aris pada Masing-Masing Tipe ... 40 10.Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-An

ak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi ... 41 11.Hubungan Status Gizi dengan Tipe Keilitis Angularis pada Anak-Anak


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lesi Keilitis Angularis Tipe 1... 22

2. Lesi Keilitis Angularis Tipe 2... 22

3. Lesi Keilitis Angularis Tipe 3... 22


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar Persetujuan Etik Penelitian

2. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian 3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 4. Lembar Data Demografi dan Pemeriksaan

5. Lembar Data Kondisi Anak-Anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi 6. Lembar Pernyataan Penyelesaian Penelitian


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bibir merupakan suatu organ yang berada disekitar rongga mulut yaitu ekstraoral.1 Bagian yang berwarna merah pada bibir disebut vermilion, pertemuan yang tajam dari vermilion dan kulit dikenal dengan istilah vermilion border, sedangkan aspek lateral dari vermilion yang menghubungkan bibir atas dan bawah disebut sudut mulut.2,3 Struktur sudut mulut merupakan peralihan antara kulit dan mukosa yang dikenal sebagai angulus oris yang sangat peka terhadap radang (keilitis), karena sudut mulut dibasahi oleh saliva dan terus-menerus dihadapkan pada sejumlah besar mikroba yang beraneka ragam, sehingga daerah tersebut cenderung menjadi tidak tahan terhadap setiap perubahan dalam kestabilan lingkungan dan akibatnya timbul keilitis angularis.4

Prevalensi terjadinya keilitis angularis menurut beberapa penelitian menunjukkan angka yang cukup tinggi, penelitian yang dilakukan di India, dari 1190 pasien yang mengunjungi Departemen Penyakit Mulut, dilaporkan bahwa 41,2% menderita lesi oral dan 0,58% diantaranya menderita keilitis angularis.5 Penelitian Crivelli et al. mengenai prevalensi lesi oral pada anak sekolah dasar umur 4-13 tahun di Argentina berdasarkan tingkatan ekonomi, dilaporkan bahwa 1,1% anak sekolah dasar dengan tingkat ekonomi tinggi menderita keilitis angularis, sedangkan pada anak sekolah dasar dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah ditemukan menderita keilitis angularis sebanyak 6,5%.6 Penelitian yang dilakukan oleh Blanck et al. di Nepal Tenggara menyatakan 25% dari 463 anak-anak berumur 10-19 tahun menderita keilitis angularis.7 Penelitian Lubis mengenai hubungan status gizi dengan keilitis angularis di enam panti asuhan kota medan terhadap 200 anak umur 6-12 tahun diperoleh 47% menderita keilitis angularis.8

Keilitis angularis atau yang dikenal dengan istilah perleche, angular cheilosis, marginal cheilitis, dan angular stomatitis, merupakan suatu keadaan inflamasi yang akut atau kronik dari kulit yang berdekatan dengan membran mukosa labial sudut


(16)

mulut, ditandai dengan fisur terinfeksi pada sudut mulut dan dikelilingi oleh eritema.9,10 Keilitis angularis dapat terjadi secara unilateral atau bilateral pada sudut mulut. Selain itu keilitis angularis dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering terjadi pada pasien yang memakai gigi palsu, pesawat ortho atau pada anak-anak yang sering mengences dan yang sering menjilat sudut bibir.11,12 Keilitis angularis dapat mempengaruhi kenyamanan seseorang dalam melakukan aktivitasnya seperti terasa sakit bila tertawa, mukosa bibir kering dan pecah-pecah.13 Warnakulasuriya, Samaranayake, dan Peiris dalam penelitiannya menyatakan bahwa 13 dari 49 orang yang menderita keilitis angularis, mengeluhkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada sudut mulut pada saat membuka mulut.14

Keilitis angularis bukan penyakit yang membahayakan tetapi merupakan indikasi adanya defisiensi nutrisi. Karena defisiensi nutrisi menyebabkan timbulnya manifestasi pada rongga mulut, salah satunya keilitis angularis.13,15 Defisiensi nutrisi yang menimbulkan manifestasi terjadinya keilitis angularis mencakup defisiensi zat besi, vitamin B, serta asam folat.16

Penelitian Zaidan di Baghdad menunjukkan bahwa dari 82 pasien yang menderita keilitis angularis, 29 diantaranya mengalami defisiensi zat besi.17 Selain itu, penelitian yang dilakukan Blanck di Nepal menunjukkan bahwa dari 463 anak, seperempatnya menderita keilitis angularis, dan dari penderita tersebut 85,5% mengalami penurunan konsentrasi riboflavin.7 Berdasarkan penelitian Bamji di Hyberabad pada 407 orang anak-anak usia 5-13 tahun telah ditunjukkan bahwa di antara simptom defisiensi nutrisi yang paling jelas adalah keilitis angularis yaitu 41,3%.18

Untuk mengetahui penilaian kurang atau tidaknya nutrisi anak dapat dilakukan dengan penilaian status gizi. Status gizi merupakan derajat penilaian kebutuhan gizi anak sesuai dengan umur.19

Penilaian status gizi perlu dilakukan pada anak umur 6-10 tahun, karena seharusnya pada anak umur 6-10 tahun memiliki perkembangan motorik serta koordinasi otot yang kuat, bila terjadi hal yang sebaliknya maka dapat diduga adanya masalah pada asupan gizi anak yaitu kekurangan gizi.20 Menurut Kolhberg,


(17)

anak-anak yang berumur 6-10 tahun hanya dapat berpikir bahwa kesalahan yang mereka kerjakan akan ada hukuman atau akibat yang ditimbulkan berdasarkan tingkat hukuman dan kesalahan yang dilakukannya, artinya bila mereka berperilaku baik maka mereka tidak akan mendapatkan hukuman, dan dalam perkembangan anak-anak umur 6-10 tahun diperlukan peran dari orangtua atau keluarga untuk mengawasi mereka.21 Bila anak-anak umur 6-10 tahun tidak mendapatkan pengawasan dari orangtua atau keluarga, maka akan berpengaruh pada gizi anak.22

Laporan Depsos RI, Save the Children dan Unicef tahun 2008 menyebutkan, jumlah Panti Asuhan di seluruh Indonesia diperkirakan antara 5.000 sampai dengan 8.000 yang mengasuh sampai 1,4 juta anak. Jumlah ini kemungkinan merupakan jumlah Panti Asuhan terbesar di seluruh dunia.23 Selain itu, menurut hasil penelitian Kementerian Sosial, Save the Children dan UNICEF pada tahun 2006 dan 2007 terhadap 37 Panti Asuhan di 6 provinsi, 90% anak-anak di Panti Asuhan masih memiliki kedua orangtua dan dikirim ke Panti Asuhan dengan alasan ingin melanjutkan pendidikan.24 Data tersebut menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang tidak terlindungi oleh keluarga, dan tidak mendapatkan kasih sayang langsung dari orangtua kandung mereka, padahal keluarga merupakan lingkungan primer penting untuk setiap individu, dan merupakan lingkungan dimana hubungan manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi. Makmur Sunusi, Phd, Direktur Jendral Pelayanan Sosial dan Rehabilitasi Sosial Depsos RI mengatakan bahwa, keluarga adalah lingkungan terbaik bagi anak-anak untuk tumbuh dan panti asuhan merupakan pilihan terakhir.23

Berdasarkan data-data tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di salah satu Panti Asuhan di Kota Medan yaitu Panti Asuhan Terima Kasih Abadi. Selain itu perlu dilakukan identifikasi keilitis angularis, untuk mengetahui secara spesifik berapa besar jumlah penderita keilitis angularis sesuai dengan tipe keilitis angularis, serta hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.


(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, masalah yang timbul yaitu:

1. Bagaimana status gizi pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?

2. Berapa persentase insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?

3. Berapa prevalensi keilitis angularis sesuai dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?

4. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?

5. Apakah ada hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirangkum, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui status gizi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

2. Mengetahui persentase insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

3. Mengetahui prevalensi penderita keilitis angularis sesuai dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

4. Mengetahui hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

5. Mengetahui hubungan status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.


(19)

1.4Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

2. Terdapat hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara mengenai hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada instansi kesehatan dan tenaga-tenaga kesehatan gigi dan mulut untuk meningkatkan kualitas nutrisi/gizi pada anak-anak terkait dengan insiden keilitis angularis.

3. Dapat menjadi data awal bagi penelitian selanjutnya dalam melihat hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis.

1.5.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi tim kesehatan sehingga tenaga kesehatan dapat mempertahankan gizi yang seimbang pada anak untuk mencegah terjadinya keilitis angularis.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nutrisi

Nutrisi adalah senyawa atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam makanan serta merupakan hasil akhir dari semua interaksi antara organisme dan makanan yang dikonsumsi. Nutrisi atau disebut juga dengan zat gizi memiliki peranan penting dalam memelihara kesehatan tubuh pada umumnya, dan kesehatan rongga mulut pada khususnya, diperlukan untuk metabolisme di dalam tubuh secara normal, serta diperlukan dalam perbaikan jaringan.15,25 Nutrisi sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi serta pemeliharaan jaringan rongga mulut.15

2.1.1 Gizi Makro

Gizi makro terdiri dari karbohidrat serta protein.26

2.1.1.1 Karbohidrat

Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi. Karbohidrat menyuplai hampir 40% dari total energi tubuh yang digunakan saat istirahat dengan 15-20% digunakan oleh otot. Selama aktivitas yang dilakukan tidak membutuhkan energi yang besar, lemak menjadi sumber energi utama, namun ketika aktivitas yang dilakukan membutuhkan energi besar, karbohidrat digunakan sebagai sumber energi mencapai 50%.26

2.1.1.2 Protein

Protein secara umum dikenal sebagai zat pembangun dan pemicu reaksi kimiawi. Pengertian protein dalam ranah gizi adalah kelompok makronutrisi berupa senyawa asam amino yang berfungsi sebagai zat pembangun dan pendorong metabolisme. Zat ini tidak bisa dihasilkan sendiri oleh manusia kecuali lewat makanan. Fungsi protein sangat beragam dan vital bagi tubuh manusia. Selain


(21)

sebagai zat pembangun, protein adalah penyokong berbagai aktifitas organ tubuh dan metabolisme. Berikut adalah beberapa fungsi utama protein:27

 Protein merupakan sumber energi selain karbohidrat. Selain berfungsi sebagai asupan energi cadangan, protein juga bisa menjadi asupan energi utama ketika sedang menjalani diet rendah gula.

 Asam amino merupakan enzim pembangun sehingga sangat baik bagi olahragawan yang membutuhkan massa otot yang memadai sekaligus mempercepat proses perbaikan jaringan yang rusak.

 Protein merupakan enzim yang mendorong reaksi kimiawi dalam tubuh, sehingga fungsinya sangat besar dalam mendorong metabolisme dan kerja jaringan yang sehat.

 Protein membantu anak-anak dan remaja melalui masa pertumbuhan yang sehat karena sel-sel tubuh mendapat asupan zat pembangun yang cukup.

Sumber protein terdiri dari dua jenis, yaitu sumber protein nabati dan hewani. Sumber makanan yang kaya akan protein nabati contohnya adalah kacang-kacangan (kedelai, kacang mede, kacang hazel, almond, kacang merah, kacang hijau), biji bunga matahari, jintan dan biji labu. Sumber protein hewani adalah daging merah, ikan, telur, daging unggas, dan produk susu. Protein juga bisa ditemukan dalam suplemen tambahan, misalnya minuman serbuk protein yang biasanya dijadikan menu produk diet atau minuman atlet.27

2.1.2 Gizi mikro

Gizi mikro merupakan zat gizi pendukung yang dibutuhkan oleh tubuh. Gizi mikro terdiri atas mineral serta vitamin.26

2.1.2.1 Mineral

Mineral adalah elemen anorganik yang ditemukan di alam dan kebanyakan dari elemen tersebut berbentuk padat. Zat besi memiliki fungsi utama dalam tubuh sebagai alat transportasi dan utilisasi atau metabolisme oksigen di dalam tubuh,


(22)

kekebalan, perkembangan kognitif, pengaturan suhu, metabolisme energi, dan performa kerja.26

Tembaga memiliki fungsi sebagai metaloenzim (enzim yang terdiri dari unsur logam dan selalu terisolasi dengan protein. Logam disini berfungsi untuk transfer elektron) dan bekerja secara berdekatan dengan zat besi dalam metabolisme oksigen.26

Magnesium memainkan peranan penting dalam berbagai proses fisiologis, di antaranya adalah aktivitas fisik seseorang, termasuk di dalamnya neuromuskular, kardiovaskular, dan fungsi hormonal.26

2.1.2.2 Vitamin

Vitamin merupakan salah satu bentuk gizi mikro. Vitamin adalah sekelompok komponen organik kompleks dan ditemukan dalam jumlah sedikit dalam tubuh. Vitamin sangat penting untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses fisiologis dalam tubuh. Salah satu vitamin adalah vitamin B kompleks.26

2.1.2.2.1 Vitamin B

Vitamin B dapat dibedakan antara lain menjadi vitamin B1 yang ditemukan

oleh Williams pada tahun 1936, vitamin B2 yang ditemukan oleh Gyorgy dan Khun

pada tahun 1933, niacin, B6, B7, B11, B12, folat, biotin, dan asam pantotenat. Efek

defisiensi beberapa vitamin ini dapat tercatat selama 2-4 minggu, seringkali mengurangi kapasitas aktivitas fisik.26,28

Vitamin B1 banyak terdapat pada ragi, kecambah, kulit beras, wortel, hati,

telur, susu, ginjal, margarine, apel, bit, ketimun, kol, dan daging. Fungsi vitamin B1

untuk oksidasi karbohidrat dalam tubuh.29

Vitamin B2 terdapat dalam buah-buahan segar, sayuran, susu, ragi, telur, hati,

mentega, ginjal, otak, saledri, dan kacang-kacangan. Fungsinya untuk membantu pembebasan energi dari bahan makanan, pertumbuhan, dan mempercepat pemindahan rangsang sinar ke saraf mata. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan


(23)

Vitamin B3 terdapat pada hati, daging, ragi, kentang, roti, ikan, dan beras.

Fungsi vitamin B3 untuk membantu pembebasan energi dari makanan dan sintesis

hormon. Kekurangan vitamin B3 menyebabkan pellagra, penyakit kulit, dan diare.29

Vitamin B6 terdapat pada ikan, hati, daging, dan sayuran. Fungsi vitamin B6

membantu proses metabolisme lemak dan pembuatan darah. Kekurangan vitamin B6

menyebabkan pellagra, anemia, dan obstipasi. 29

Vitamin B7 diperlukan dalam sintesis karbohidrat, pertumbuhan, dan

metabolisme sel. Kekurangan vitamin B7 menyebabkan pellagra, penyakit kulit, dan

diare. Vitamin B7 dapat ditemukan pada susu, hati, kedelai, ragi, daun salada,

bawang, nanas, dan bayam.29

Vitamin B11 berperan dalam pembentukan eritrosit. Kekurangan vitamin B11

menyebabkan anemia pernisiosa. Sumber vitamin B11 terutama pada hati, ginjal,

lobak, tomat, bayam, dan selada air.29

Vitamin B12 penting untuk sintesis asam amino dan pembentukan eritrosit.

Kekurangan vitamin B12 menimbulkan anemia pernisiosa, yaitu eritrosit berjumlah

sedikit, rapuh, dan mudah rusak. Vitamin B12 banyak terkandung dalam berbagai

macam bahan makanan, seperti hati, ikan, susu, dan ragi, dan tidak terdapat pada sayuran. 29

2.2Perkembangan Anak Umur 6-10 Tahun

Anak umur 6-10 tahun lebih mandiri dan aktif secara fisik dibandingkan anak-anak dibawah umur 6-10 tahun. Anak umur 6-10 tahun juga lebih terlibat dengan teman-teman dan belajar untuk berpikir dengan cara yang lebih kompleks.30

Perkembangan fisik, intelektual, emosional, dan sosial terjadi secara bertahap, tapi perkembangan anak dari satu tahun ke tahun berikutnya dapat meningkat lebih pesat.30

Perkembangan anak umur 6-10 tahun yaitu sebagai berikut:30 1. Perkembangan Fisik

Kekuatan dan koordinasi otot meningkatkan pesat dalam beberapa tahun ini. Banyak anak-anak belajar untuk melempar, memukul bola bisbol atau menendang


(24)

bola. Beberapa anak bahkan dapat mengembangkan keterampilan dalam kegiatan yang lebih kompleks, seperti bermain basket atau menari.

2. Perkembangan Intelektual

Pada umur 6-10 tahun, anak berpikir lebih matang dan lebih logis. Anak umur 6-10 tahun secara bertahap menjadi mampu memecahkan suatu masalah atau membaca situasi. Meskipun pemikiran anak-anak umur 6-10 tahun menjadi lebih kompleks, anak-anak dalam kelompok umur 6-10 tahun masih berpikir secara konkret. Ini berarti mereka lebih peduli dengan hal-hal yang "nyata" daripada khayalan belaka, yaitu sesuatu yang dapat diidentifikasi dengan indera. Misalnya, benar-benar menyentuh bulu lembut kelinci lebih bermakna bagi anak daripada menjelaskan kepada anak tentang bulu lembut kelinci dengan maksud agar anak dapat membayangkannya.

3. Perkembangan Emosional dan Sosialisasi

Ketika anak-anak masuk sekolah, mereka meninggalkan keamanan rumah dan keluarga. Anak-anak menjadi pemain di panggung yang lebih besar dari sekolah dan teman-teman. Di sini, anak-anak belajar beberapa keterampilan. Anak umur 6-10 tahun masih labil, terkadang mereka merasa dewasa dan penuh tanggung jawab atas tugas-tugas sekolah mereka, dan terkadang menjadi seperti balita yang kekanak-kanakan, semua itu tergantung situasi dan kondisi di sekitar mereka.

2.2.1 Karakter Anak Sesuai Umur 2.2.1.1 Umur 6 Tahun

Mayoritas anak umur 6 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31

a. Pertumbuhan anak sering kali berlangsung dengan cepat, namun secara keseluruhan laju pertumbuhan biasanya berkisar 4-6 cm setiap tahun.

b. Keterampilan fisik anak berkembang dan mampu bermain dalam permainan tim yang lebih kompleks, seperti sepakbola.

c. Perkembangan otot-otot kecil berkembang dengan cukup baik, anak umur 6 tahun biasanya sudah mahir menggunakan gunting dan peralatan kecil lain seperti pensil. Anak umur 6 tahun sudah mampu menulis huruf dan angka.


(25)

d. Anak umur 6 tahun sudah mulai menegaskan diri, menentukan kesukaan dan ketidaksukaannya, lalu mengungkapkannya dengan jelas.

e. Anak umur 6 tahun biasanya mengalami masalah kulit dan bibir yang kering.

2.2.1.2 Umur 7 Tahun

Mayoritas anak umur 7 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31

a. Anak umur 7 tahun memiliki energi yang tinggi sehingga membutuhkan gaya hidup sehat, yaitu pola makan seimbang, banyak berolahraga, dan rutinitas yang baik.

b. Anak umur 7 tahun menikmati berbagai tantangan yang menguji ketangkasan serta kekuatan, seperti memanjat.

c. Perubahan-perubahan pada tubuh anak terjadi sangat pesat yang disertai peningkatan serta ketahanannya.

d. Anak umur 7 tahun sudah mampu berkonsentrasi lebih lama dan berpikir lebih logis.

e. Anak semakin memahami dan mampu mengontrol emosi. f. Anak biasanya mengalami masalah nafsu makan.

2.2.1.3Umur 8 Tahun

Mayoritas anak umur 8 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31

a. Stamina anak umur 8 tahun semakin menigkat seiring dengan jiwa kompetitifnya dan ia akan mendapat manfaat yang besar dari berbagai permainan fisik.

b. Berat badan anak meningkat, dari yang tadinya kurus bisa menjadi lebih padat.

c. Anak umur 8 tahun terlihat lebih dewasa dan tertib. d. Anak umur 8 tahun memiliki imajinasi yang luar biasa.

e. Anak umur 8 tahun lebih mandiri dalam sebagian besar perawatan diri, seperti mandi dan berpakaian.


(26)

2.2.1.4Umur 9 Tahun

Mayoritas anak umur 9 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31

a. Anak mulai lebih penasaran tentang tubuh serta seksualitasnya, dan kesadaran terhadap lawan jenis mulai meningkat. Sebagian besar anak perempuan mengalami pubertas.

b. Anak memiliki daya pikir yang cukup menonjol, pintar dalam mengelompokkan segala sesuatu, dan mampu menggunakan buku referensi dengan keterampilan yang semakin baik.

c. Keterampilan sosial anak semakin maju dan menjadikan anak menjadi teman yang baik.

d. Anak umur 9 tahun biasanya sudah mampu menjaga kebersihan diri.

2.2.1.5 Umur 10 Tahun

Mayoritas anak umur 10 tahun memiliki karakter sebagai berikut:31 a. Pubertas pada anak laki-laki mulai berkembang.

b. Anak laki-laki biasanya mengalami penebalan otot, dan kadar lemak berkurang.

c. Anak-anak pada umur 10 tahun mulai membandingkan diri dengan orang lain, sehingga sangatlah penting untuk mendorong kesadaran diri guna membangun rasa menghargai diri sendiri.

d. Anak umur 10 tahun cenderung cerewet dan penuh dengan informasi. e. Pada umur 10 tahun, anak akan menyadari harga diri serta bakat, dan merasa menjadi bagian dari keluarga dan teman-teman. Peran anak di antara teman sebaya juga mulai terbentuk, bisa jadi seorang pemimpin, pelawak, dan sebagainya.

f. Anak umur 10 tahun biasanya mengalami masalah alergi, misalnya alergi terhadap makanan.

2.3 Kebutuhan Gizi untuk Anak Umur 6-10 Tahun

Secara umum, kebutuhan gizi anak umur 6-10 tahun serupa dengan kebutuhan gizi pada periode kehidupan lain. Kebutuhan gizi anak umur 6-10 tahun yang


(27)

berhubungan dengan kejadian penyakit tertentu seperti penyakit kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A, kekurangan garam beryodium, obesita, dan lain-lain. Oleh sebab itu pemeriksaan terhadap tanda dan gejala suatu penyakit perlu diperhatikan.32

Pada anak umur 6-10 tahun perlu dibedakan kebutuhan gizi antara anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki-laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga memerlukan kalori yang lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Pada usia ini biasanya anak perempuan memerlukan lebih banyak protein, zat besi dari usia sebelumnya dikarenakan anak perempuan mengalami masa transisi menuju masa menstruasi dan pubertas.33

Sarapan pagi bagi anak umur 6-10 tahun sangatlah penting, karena periode ini penuh aktifitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Untuk sarapan pagi harus memenuhi sebanyak ¼ kalori sehari. Dengan mengkonsumsi 2 potong roti dan telur; satu porsi bubur ayam; satu gelas susu dan buah; akan mendapatkan 300 kalori. Bila tidak sempat sarapan pagi sebaiknya anak dibekali dengan makanan/snack yang berat (bergizi lengkap dan seimbang) misalnya: mie goreng atau roti isi daging. Makan siang biasanya menu makanannya lebih bervariasi karena waktu tidak terbatas. Makan malam merupakan saat makan yang menyenangkan karena bisa berkumpul dengan keluarga.33

2.4 Status Gizi

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya.34 Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan obesitas.36 Status gizi kurang sering disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat


(28)

terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.37

2.4.1 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status kurang.38

Menurut Hartriyanti dan Triyanti, penilaian status gizi bertujuan untuk:39 1. Memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status gizi.

2. Memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari masing-masing metode yang ada.

3. Memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan, dan implementasi untuk penilaian status gizi.

Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu klinis, biokimia, biofisik, dan antropometri.39

2.4.1.1 Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan defisiensi zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.40

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan secara fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.40


(29)

2.4.1.2 Biokimia

Beberapa tahap perkembangan kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan cara biokimia dan lazim disebut cara laboratorium. Cara ini dapat digunakan untuk mendeteksi keadaan defisiensi subklinis. Bersifat objektif, bebas dari faktor emosi dan subjektif lain. Metode ini mampu merefleksikan kadar zat gizi tubuh total atau besarnya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi sehingga disebut uji biokimia statis.40

Cara lain untuk mengukur keadaan defisiensi subklinis adalah uji gangguan fungsional. Uji gangguan fungsional adalah pengukuran perubahan dalam aktivitas enzim spesifik atau kadar komponen darah spesifik tergantung zat gizi yang diberikan, pengukuran produksi metabolit abnormal, pengukuran fungsi fisiologi dan perilaku yang tergantung pada zat gizi spesifik.40

2.4.1.3 Biofisika

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.40

2.4.1.4 Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.40

2.4.2 Metode Pengukuran Antropometri

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.


(30)

Macam-macam pengukuran antropometri yang bisa digunakan untuk melihat pertumbuhan adalah sebagai berikut:40

a. Berat badan (BB)

Berat badan mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral tulang, untuk menilai status gizi biasanya BB dihubungkan dengan pengukuran lain, seperti umur dan tinggi badan.

b. Tinggi badan (TB)

Penilaian status gizi pada umumnya hanya mengukur total tinggi (atau panjang) yang diukur secara rutin.

c. Panjang badan (PB)

Dilakukan pada balita yang berumur kurang dari dua tahun atau kurang dari tiga tahun yang sukar untuk berdiri pada waktu pengumpulan data TB.

d. Lingkar kepala

Pengukuran lingkar kepala biasa digunakan pada kedokteran anak yang digunakan untuk mendeteksi kelainan seperti hydrocephalus (ukuran kepala besar) atau microcephaly (ukuran kepala kecil).

e. Lingkar dada

Lingkar dada berkembang dengan pesat sampai anak berumur tiga tahun sehingga bisa digunakan pada anak berusia 2-3 tahun.

f. Lingkar lengan atas (LILA)

Biasa digunakan pada anak balita serta wanita usia subur. Pengukuran LILA dipilih karena pengukuran relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak memerlukan data umur untuk balita yang kadang kala susah mendapatkan data umur yang tepat.

g. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran TB dan BB yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.


(31)

2.4.3 Indeks Antropometri

Indeks antropometri yaitu sebagai berikut:39,40 1. Berat Badan Menurut Umur (B/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi, mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini.

4. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Masalah kekurangan gizi merupakan masalah yang penting, karena mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan, salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal dengan menggunakan metode


(32)

Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT menggunakan rumus perhitungan yaitu sebagai berikut:

IMT = Berat badan (kg)

Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

5. Lingkar Lengan Atas Terhadap Umur (LILA/U)

Indeks antropometri ini dapat mengidentifikasikan KEP (kekurangan energi dan protein) pada balita, membutuhkan alat ukur yang murah dan pengukuran cepat.

2.5 Pengukuran Lingkar Lengan Atas

Pengukuran LILA dilakukan melalui urut-urutan yang telah ditetapkan. Ada tujuh urutan pengukuran LILA, yaitu:40

1. Tetapkan posisi bahu dan siku

2. Letakkan pita antara bahu dan siku, lalu tentukan titik tengah lengan 3. Lingkarkan pita LILA pada titik tengah lengan

4. Pita dilingkarkan secara pas sesuai dengan ukuran lengan atas pasien 5. Cara pembacaan skala yang benar

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA yaitu pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang kidal kita ukur lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya sudah tidak rata.40


(33)

Parameter dalam pengukuran lingkar lengan atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.35

Tabel 1. Parameter pengukuran lingkar lengan atas

Usia (thn)

Lingkaran lengan (cm)

Baku 90% Baku 80% Baku 70% Baku 60% Baku

♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀

6 17.3 17.3 15.6 15.5 13.8 13.8 12.1 12.1 10.4 10.4 7 17.8 17.8 16.0 16.0 14.2 14.2 12.5 12.5 10.7 10.7 8 18.4 18.4 16.5 16.6 14.7 14.7 12.9 12.9 11.0 11.1 9 19.0 19.1 17.1 17.2 15.2 15.3 13.3 13.4 11.4 11.5 10 19.7 19.9 17.7 17.9 15.8 15.9 13.8 13.9 11.8 11.9 11 20.4 20.7 18.4 18.6 16.3 16.7 14.3 14.5 12.2 12.4 12 21.2 21.5 19.1 19.3 16.9 17.2 14.8 15.0 12.7 12.9 13 22.2 22.4 20.0 20.2 17.7 17.9 15.5 15.7 13.3 13.4 14 23.2 23.2 20.9 20.9 18.6 18.5 16.3 16.2 13.9 13.9 15 25.0 24.4 22.5 20.0 20.0 19.5 17.5 17.1 15.0 14.6 16 26.0 24.7 23.4 22.2 20.8 19.7 18.2 17.3 15.6 14.8 17 26.8 24.9 24.1 22.3 21.4 19.9 18.8 17.4 16.1 15.5

Nilai pada kolom baku dan 90% baku merupakan parameter LLA yang dimana menunjukkan status gizi yang baik. Nilai pada kolom 80% baku, 70% baku, 60% baku menunjukkan status kekurangan gizi. Kolom 80% baku merupakan kekurangan nutrisi cukup. Kolom 70% baku merupakan kekurangan nutrisi sedang dan kolom 60% baku merupakan parameter kekurangan nutrisi buruk. Pada setiap tingkatan status gizi tersebut dibedakan ukuran untuk anak laki-laki dan perempuan.35

2.6 Masalah Gizi Kurang

Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang yaitu asupan yang tidak


(34)

adekuat atau kurangnya kapasitas dalam metabolisme substrat yang dibutuhkan untuk fungsi normal bagi tubuh, kesehatan, serta adanya daerah miskin gizi (iodium).37

Pada anak-anak, kekurangan gizi dapat menyebabkan berat badan kurang, mudah terserang penyakit, badan letih, penyakit defisiensi gizi, malas, terhambatnya pertumbuhan, dan perkembangan baik fisik maupun psikomotor dan mental.39

2.7 Keilitis Angularis

Keilitis angularis atau yang dikenal juga dengan perleche adalah inflamasi pada sudut bibir yang dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa.9,16,40 Keilitis angularis berasal dari kata angular yang artinya sudut dan cheilitis yang artinya inflamasi dan fisur pada kulit bibir. Secara medis keilitis angularis dapat diartikan sebagai reaksi inflamasi pada sudut mulut yang biasanya dimulai di perbatasan mukokutan dan meluas ke dalam kulit yang ditandai dengan fisur dan kemerahan.41,42

2.7.1 Etiologi

Faktor-faktor etiologi keilitis angularis dapat menjadi penyebab tunggal atau juga dapat kombinasi. Keilitis angularis sering terjadi dalam keadaan kronis pada orang tua.

Berikut ini etiologi dari keilitis angularis:16

1. Agen infeksi merupakan penyebab utama. Agen infeksi seperti kandida atau stafilokokus dapat terisolasi pada 54% lesi keilitis angularis.

Candida albicans merupakan agen infeksi yang sering terisolasi pada lesi keilitis angularis dan terbawa oleh saliva, serta sering dijumpai pada pengguna gigi tiruan khususnya pada penyakit denture stomatitis dan beberapa kasus keilitis angularis yang berhubungan dengan alergi dari bahan gigi tiruan.

 Stafilokokus dan streptokokus dapat juga dijumpai pada keilitis angularis.

2. Faktor mekanis berperan pada pasien dengan edentulus yang tidak menggunakan gigi tiruan, atau menggunakan gigi tiruan yang tidak adekuat. Sebagai akibat dari proses penuaan, bibir atas akan menurun serta ditahan oleh bagian mulut


(35)

bawah di sudut mulut sehingga menciptakan lipatan dan kerutan. Pengkerutan dari epitel di sudut mulut bisa juga terjadi karena kebiasaan menjilat atau menghisap sudut mulut.

3. Defisiensi nutrisi (zat besi, vitamin B, dan asam folat) dan defisiensi imun bisa mendukung terjadinya proliferasi spesies kandida

 Defisiensi nutrisi, berdasarkan penelitian-penelitian yang ada yaitu defisiensi riboflavin, asam folat, zink, dan malnutrisi protein terlibat dalam terjadinya keilitis angularis. Keilitis angularis merupakan tanda awal dari anemia atau defisiensi vitamin seperti vitamin B12.

 Defisiensi imun seperti pada diabetes melitus, sindroma down atau HIV dapat dijumpai keilitis angularis yang dikaitkan dengan kandidiasis.

4. Kondisi yang tidak umum dimana bibir mengalami pembesaran, seperti pada penderita orofacial granulomatosis, lebih dari 20% dijumpai kasus keilitis angularis, walaupun spesies kandida jarang ditemukan.

2.7.2 Gambaran Klinis

Gambaran klinis keilitis angularis berupa kerutan pada epitel komisura. Kerutan semakin jelas menjadi bentuk fisur yang dalam dan berkembang menjadi ulserasi, tapi tidak memiliki kecenderungan untuk berdarah, namun dapat terbentuk krusta. Fisur ini tidak melibatkan permukaan mukosa dari komisura bagian dalam mulut, tapi berhenti pada mucocutaneous junction (Gambar 1).19,43,44

2.7.3 Tipe-Tipe Keilitis Angularis

Menurut Ohman dkk keilitis angularis dapat dibedakan atas beberapa tipe yaitu:44

a. Tipe 1: lesi ditandai dengan fisur tunggal yang terbatas pada sudut mulut dan atau sedikit meluas pada kulit sekitarnya (Gambar 1).


(36)

Gambar 1. Lesi keilitis angularis tipe 1

b. Tipe 2: lesi yang terdiri dari fisur tunggal yang lebih panjang dan lebih dalam dibandingkan dengan keilitis angularis tipe 1 serta mengikuti lipatan kulit sudut mulut. Biasanya eritema di sekitar fisur (Gambar 2).

Gambar 2. Lesi keilitis angularis tipe 2

c. Tipe 3: lesi dengan beberapa fisur yang arahnya menyebar dari sudut mulut kekulit sekitar (Gambar 3).


(37)

d. Tipe 4: lesi tanpa fisur dengan eritema luas pada kulit yang berdekatan (Gambar 4).

Gambar 4. Lesi keilitis angularis tipe 4

2.7.4 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjuang.45 Anamnesis berupa evaluasi dari faktor lokal penyebab keilitis angularis dibutuhkan karena perawatan fokus pada penyembuhan keilitis angularis. Pendekatan pada pasien keilitis angularis dilakukan dengan hati-hati berupa pencatatan riwayat lengkap mengenai lokasi, durasi, riwayat tentang adanya kontak pada sudut mulut, faktor yang memperparah terjadinya keilitis angularis mencakup penggunaan rokok, pemaparan sinar UV, riwayat penggunaan obat-obatan, adanya masalah imun, riwayat penyakit sistemik, anemia, penyakit pada saluran pencernaan, pasien dengan riwayat penggunaan ortodonti serta riwayat dental serta oral hygiene, dan malnutrisi.9

Pemeriksaan klinis harus sejalan dengan pemeriksaan catatan medis untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan mikrobiologi dengan swab pada ketika sudut mulut dapat membantu.46,47

Pemeriksaan penunjang dengan pengukuran kadar hemoglobin. Keilitis angularis dapat disebabkan oleh defisiensi vitamin B, untuk mengukur kadar vitamin B dan reseptor transferring, spesimen darah tidak puasa diperoleh dengan plebotomi dari pemeriksaan pasien.7 Selain itu, bila perlu penilaian status gizi dilakukan untuk mengetahui status gizi pada anak mengenai ada tidaknya malnutrisi.36


(38)

2.7.5 Perawatan

Perawatan keilitis angularis dapat dilakukan setelah menentukan faktor etiologinya terlebih dahulu. Perawatan keilitis angularis mencakup identifikasi, faktor etiologi dan menyingkirkan atau mengkoreksi faktor predisposisi. Penyingkiran atau koreksi faktor predisposisi antara lain memperbaiki kehilangan vertikal dimensi, mengobati infeksi mikroorganisme oral dengan obat yang tepat, mengkoreksi gangguan sistemik seperti diabetes dan anemia dan menjaga kebersihan rongga mulut.43

Keilitis angularis karena infeksi kandida dapat dirawat dengan nistatin atau amfoterisin B yang diaplikasikan secara topikal. Keilitis angularis karena kandida dengan keilitis angularis karena stafilokokus sulit untuk dibedakan dan infeksi keilitis angularis sering merupakan kombinasi dari keduanya. Sehingga dapat digunakan perawatan kombinasi antibiotik dan antifungal. Krim miconazole 2% efektif melawan kandida dan kokus gram positif. Jika terjadi infeksi kandida pada rongga mulut, maka keilitis angularis potensial untuk rekuren sehingga dapat diberikan tablet hisap antifungal bila diperlukan.42,43

2.8 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis

Angka kecukupan gizi (AKG) yang tidak dapat terpenuhi dapat menyebabkan terjadinya keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebut dengan kekurangan energi protein yang pertama sekali dikenal pada tahun 1920 dan paling sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Anak-anak dengan kekurangan energi protein di negara manapun menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan perkembangan anak.8

Pemeriksaaan mulut dapat memberikan informasi yang cepat dan vital tentang keadaan gizi pasien. Dokter gigi dapat menjadi orang pertama yang menemukan tanda klinis dari kekurangan gizi, yang mempunyai efek bukan hanya di mulut, tetapi juga kesehatan secara umum dan fungsi mental.8,33

Kekurangan gizi dapat menimbulkan manifestasi berupa keilitis angularis. Berdasarkan penelitian Bamji di Hyberabad pada 407 orang anak-anak usia 5-13


(39)

tahun telah ditunjukkan bahwa diantara simtom defisiensi nutrisi yang paling jelas adalah keilitis angularis yaitu 41,3%.18 Keilitis angularis karena kekurangan gizi sering dijumpai pada anak-anak yang masih muda pada dekade pertama dan kedua kehidupan. Terdapat perdebatan tentang penyebab keilitis angularis dan banyak faktor yang diduga mempengaruhi patogenitas dari keadaan ini, termasuk kekurangan gizi dan infeksi. Kekurangan gizi dapat karena kekurangan vitamin B2, riboflavin, vitamin B6, piridoksin, zat besi, asam folat, dan bioti. Kekurangan vitamin B kompleks lebih sering daripada hanya vitamin B individual.8

Keilitis angularis yang berhubungan dengan kekurangan gizi terjadi secara bilateral dan biasanya meluas beberapa mm dari sudut mulut pada mukosa pipi dan ke lateral pada kulit sirkum oral sekitar 1-10 mm. Keadaan dasar lesi tersebut lembab serta terbentuk fisur yang tajam.8


(40)

(41)

2.10 Kerangka Konsep

Keterangan:

Variabel bebas

Variabel tergantung

Variabel terkendali

Status gizi Menderita

keilitis angularis

Anak- anak usia 6-10 tahun


(42)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei analitik, yaitu penelitian untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen (status gizi) dengan variabel dependen (keilitis angularis). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah belah lintang (cross sectional), yaitu observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinnya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel subjek pada saat pemeriksaan.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi. Lokasi penelitian ini dipilih di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi karena keilitis angularis sering dijumpai pada anak tingkat ekonomi rendah, sulit untuk memisahkan serta mengumpulkan anak-anak dengan tingkat ekonomi rendah bila penelitian dilakukan di sekolah, sedangkan anak-anak di Panti Asuhan sudah jelas memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Waktu penelitian adalah mulai 8 Juli - 21 Juli 2014.

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah anak-anak berumur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi karena berdasarkan survey pendahuluan, anak-anak berumur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi banyak menderita keilitis angularis. Jumlah populasi penelitian adalah 43 orang.

3.3.2 Sampel

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan total sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel dimana seluruh populasi menjadi subjek penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan.


(43)

Sampel penelitian adalah anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berumur 6-10 tahun yang memenuhi kriteria berikut ini:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang harus dipenuhi oleh subjek sehingga dapat diikutsertakan ke dalam penelitian. Dalam penelitian ini, kriteria inklusinya adalah:

1. Anak-anak yang berumur 6-10 tahun.

2. Anak-anak yang mendapatkan izin dari pihak panti asuhan dan bersedia untuk menjadi subjek penelitian.

b. Kriteria Eksklusi.

Kriteria eksklusi adalah hal-hal yang menyebabkan subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Anak-anak yang mengalami gangguan mental.

2. Anak-anak yang mengalami cacat fisik berupa kehilangan lengan atau patah lengan.

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

3.4.1.1 Variabel Tergantung Keilitis angularis

3.4.1.1.1 Variabel Bebas Status gizi

3.4.1.1.2 Variabel Terkendali Umur

3.4.1.1.3 Variabel Tak Terkendali Jenis kelamin


(44)

3.5 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Satuan

Ukur Skala ukur Alat pengukuran Variabel Tergantung Keilitis angularis

Reaksi inflamasi di sudut mulut pada perbatasan mukokutan dan dapat meluas ke kulit yang ditandai dengan adanya retakan, fisur dan kemerahan.44

-

Kate-gorik Pemeriksaan ekstra oral Keilitis angularis Tipe 1

Fisur tunggal yang terbatas pada sudut mulut dan atau sedikit meluas pada kulit sekitarnya.44

Keilitis angularis Tipe 2

Fisur tunggal yang lebih panjang dan dalam dari tipe 1 dan fisur mengikuti lipatan kulit sudut mulut. Biasanya eritema disekitar fisur.44

Keilitis angularis Tipe 3

Fisur yang arahnya menyebar dari sudut mulut kekulit sekitar.44

Keilitis angularis Tipe 4

Lesi tanpa fisur dengan eritema

luas pada kulit yang


(45)

Variabel Bebas

Status gizi

Status gizi adalah suatu ukuran

mengenai kondisi tubuh

seseorang yang bisa diketahui

melalui pengukuran

antropometri yaitu lingkar lengan atas, hasil pengukuran tersebut ditampilkan dalam bentuk angka yang akan dikelompokkan menjadi baik, cukup, sedang, buruk.31-37

-

Kate-gorik

Pita meter, timbangan, dan alat ukur LILA

LILA

Pengukuran lingkar lengan atas mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh

keadaan cairan tubuh

dibandingkan dengan berat badan.40

cm Nume

rik

Pita meter

IMT

IMT atau yang disebut juga dengan penilaian Indeks Massa Tubuh merupakan salah satu pengukuran antropometri untuk menilai berat badan yang ideal.40

Kg dan meter

Nume rik

Timbangan dan alat ukur tinggi badan

Variabel Terkendali

Umur 6-10 tahun

Umur 6-10 tahun merupakan kategori yang menunjukkan periode kehidupan manusia yaitu tahap pra-remaja.48

Tahun

Num-erik


(46)

3.6 Sarana Penelitian 3.6.1 Alat

1. Sarung tangan 2. Pita meter 3. Alat tulis

4. Alat ukur lingkar lengan atas 5. Alat ukur tinggi badan 6. Masker

7. Timbangan

3.6.2 Formulir Pencatatan

Lembar pemeriksaan ekstra oral dan status gizi.

3.7 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan sifat keikutsertaan dalam penelitian kepada pihak Panti Asuhan dan anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

2. Peneliti meminta izin kepada pihak Panti Asuhan Terima Kasih Abadi untuk melaksanakan penelitian serta untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan (informed consent) dalam penelitian yang dilakukan.

3. Peneliti melakukan pengukuran lingkar lengan atas, kemudian melakukan pemeriksaan ekstra oral pada subjek penelitian untuk mengamati ada tidaknya keilitis angularis.

4. Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan dan analisis data serta dibuat kesimpulannya.


(47)

3.8. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan dari hasil pemeriksaan kemudian diolah dengan menggunakan cara manual untuk analisis univariat, sedangkan analisis bivariat dilakukan dengan sistem komputerisasi.

3.9 Analisis Data 3.9.1 Analisis Univariat

Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi :

1. Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan jenis kelamin.

1. Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan umur.

2. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas.

3. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian IMT.

4. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis.

5. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan tipe keilitis angularis.

6. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dan insiden keilitis angularis.

7. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis pada masing-masing tipe.


(48)

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.11 Data bivariat disajikan dalam bentuk tabel yang berjudul :

Tabulasi silang antara status gizi dengan insiden keilitis angularis dan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji

Fisher’s Exact Test untuk mengetahui hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis serta untuk mengetahui hubungan status gizi dengan tipe keilitis angularis. Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diputuskan :

1. Menerima Ha (menolak Ho), jika diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel atau

nilai p ≤ α (0.05).

2. Menolak Ha (menerima Ho), jika diperoleh nilai X2 hitung < X2 tabel atau

nilai p > α (0.05).

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut :11 1. Persetujuan Komisi Etik (Ethical Clerance)

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti meminta izin pihak panti asuhan Terima Kasih Abadi untuk melakukan penelitian pada anak-anak panti asuhan. Setelah mendapatkan persetujuan, pihak panti asuhan dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan subjek penelitian untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiannya oleh peneliti karena data yang akan ditampilkan dalam bentuk data kelompok bukan data pribadi masing-masing subjek.


(49)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1Hasil Analisis Univariat 4.1.1 Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan pada bulan 8 Juli-21 Juli 2014 di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi. Jumlah subjek yang diperiksa berjumlah 43 orang. Hasil penelitian ini dianalisis secara univariat dan bivariat. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 37 orang laki-laki (86,1%) dan 6 orang perempuan (13,9%). Dari tabel 2 menurut jenis kelamin diketahui bahwa jumlah anak berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anak berjenis kelamin perempuan.

Tabel 2. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi (%)

Laki-laki 37 86,1

Perempuan 6 13,9

Total 43 100,0

Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan umur terdiri dari 5 orang (11,6%) berumur 6 tahun, 4 orang (9,3%) berumur 7 tahun, 14 orang (32,6%) berumur 8 tahun, 8 orang (18,6%) berumur 9 tahun, 12 orang (27,9%) berumur 10 tahun. Dari tabel 3 menurut umur diketahui bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada umur 8 tahun yang berjumlah 14 orang (32,6%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil berada pada umur 7 tahun yang berjumlah 4 orang (9,3%).


(50)

Tabel 3. Distribusi dan frekuensi anak-anak di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan umur

Umur Frekuensi (%)

6 tahun 5 11,6

7 tahun 4 9,3

8 tahun 14 32,6

9 tahun 8 18,6

10 tahun 12 27,9

Total 43 100,0

4.1.2 Penilaian Status Gizi

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas terdiri dari anak-anak dengan status gizi baik berjumlah 4 orang (9,3%), anak-anak dengan kekurangan gizi cukup berjumlah 21 orang (41,8%), anak-anak dengan kekurangan gizi sedang berjumlah 18 orang (41,9%), sedangkan kekurangan gizi buruk tidak dijumpai. Dari tabel 4 menurut status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas diketahui bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada status kekurangan gizi cukup yang berjumlah 21 orang (48,8%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil berada pada status gizi baik yang berjumlah 4 orang (9,3%).

Tabel 4. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas

Status gizi (LILA) Frekuensi (%)

Baik 4 9,3

Kekurangan gizi cukup 21 48,8

Kekurangan gizi sedang 18 41,9

Kekurangan gizi buruk 0 0,0


(51)

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan menggunakan IMT terdiri dari status gizi sangat kurus berjumlah 5 orang (11,6%), status gizi kurus berjumlah 36 orang (79,1%), status gizi normal berjumlah 4 orang (9,3%), status gizi gemuk dan sangat gemuk tidak ada. Dari tabel 5 menurut status gizi dengan penilaian IMT diketahui bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada status gizi kurus yang berjumlah 36 orang (79,1%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil berada pada status gizi normal yang berjumlah 4 orang (9,3%).

Tabel 5. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan penilaian status gizi dengan menggunakan IMT

Status gizi (IMT) Frekuensi (%)

Sangat kurus 5 11,6

Kurus 36 79,1

Normal 4 9,3

Gemuk 0 0,0

Total 43 100,0

4.1.3 Insiden Keilitis Angularis

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis terdiri dari 30 orang yang menderita keilitis angularis (69,8%) dan 13 orang yang tidak menderita keilitis angularis (30,2%). Dari tabel 6 menurut insiden keilitis angularis diketahui bahwa jumlah anak yang menderita keilitis angularis lebih banyak (69,8%) dibandingkan dengan jumlah anak yang tidak menderita keilitis angularis (30,2%).


(52)

Tabel 6. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan insiden keilitis angularis

Keilitis angularis Frekuensi (%)

Ada 30 69,8

Tidak ada 13 30,2

Total 43 100,0

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan tipe keilitis angularis terdiri dari keilitis angularis tipe 1 berjumlah 11 orang (36,7%), keilitis angularis tipe 2 berjumlah 3 orang (10,0%), keilitis angularis tipe 3 berjumlah 7 orang (23,3%), keilitis angularis tipe 4 berjumlah 9 orang (30,0%). Dari tabel 7 menurut tipe keilitis angularis diketahui bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada keilitis angularis tipe 1 yang berjumlah 11 orang (36,7%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil berada pada keilitis angularis tipe 2 yang berjumlah 3 orang (10,0%).

Tabel 7. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan tipe keilitis angularis

Tipe keilitis angularis Frekuensi (%)

Tipe 1 11 36,7

Tipe 2 3 10,0

Tipe 3 7 23,3

Tipe 4 9 30,0

Total 30 100,0

4.1.4 Hubungan Status Gizi dengan Keilitis Angularis

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dan insiden keilitis terdiri dari anak-anak dengan status gizi baik serta memiliki keilitis angularis berjumlah 1 orang (25,0%), anak-anak dengan status gizi baik serta tidak memiliki keilitis angularis berjumlah 3 orang


(53)

(75,0%), anak-anak dengan kekurangan gizi cukup serta memiliki keilitis angularis berjumlah 13 orang (61,9%), anak-anak dengan kekurangan gizi cukup serta tidak memiliki keilitis angularis berjumlah 8 orang (38,1%), anak-anak dengan kekurangan gizi sedang serta memiliki keilitis angularis berjumlah 16 orang (88,9%), anak-anak dengan kekurangan gizi sedang serta tidak memiliki keilitis angularis berjumlah 2 orang (11,1%). Dari tabel 8 menurut status gizi dan insiden keilitis angularis diketahui bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada anak-anak dengan kekurangan gizi sedang serta memiliki keilitis angularis yang berjumlah 16 orang (88,9%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil berada pada anak-anak dengan status gizi baik serta memiliki keilitis angularis yang berjumlah 1 orang (25,0%).

Tabel 8. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dan insiden keilitis angularis

Status gizi (LILA)

Keiltis angularis

Total

Ada Tidak

N (%) N (%) N (%)

Baik 1 25,0 3 75,0 4 100,0

Kekurangan gizi cukup 13 61,9 8 38,1 21 100,0

Kekurangan gizi sedang 16 88,9 2 11,1 18 100,0

Kekurangan gizi buruk 0 0,0 0 0,0 0 100,0

Total 30 69,8 13 30,2 43 100,0

Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dan insiden keilitis angularis pada masing-masing tipe terdiri dari anak-anak dengan status gizi baik serta memiliki keilitis angularis tipe 1 berjumlah 1 orang (100,0%), anak-anak dengan status gizi baik serta memiliki keilitis angularis tipe 2, tipe 3, dan tipe 4 tidak ada, anak-anak dengan kekurangan gizi cukup serta memiliki keilitis angularis tipe 1 berjumlah 8 orang (61,5%), anak-anak dengan kekurangan gizi cukup serta memiliki keilitis angularis


(54)

tipe 2 berjumlah 1 orang (7,7%), anak-anak dengan kekurangan gizi cukup serta memiliki keilitis angularis tipe 3 berjumlah 3 orang (23,1 %), anak-anak dengan kekurangan gizi cukup serta memiliki keilitis angularis tipe 4 berjumlah 1 orang (7,7%), anak-anak dengan kekurangan gizi sedang serta memiliki keilitis angularis tipe 1 berjumlah 2 orang (12,5%), anak-anak dengan kekurangan gizi sedang serta memiliki keilitis angularis tipe 2 berjumlah 2 orang (12,5%), anak-anak dengan kekurangan gizi sedang serta memiliki keilitis angularis tipe 3 berjumlah 4 orang (25,0%), anak-anak dengan kekurangan gizi sedang serta memiliki keilitis angularis tipe 4 berjumlah 8 orang (50,0%), anak-anak dengan kekurangan gizi buruk serta memiliki keilitis angularis tipe 1, tipe 2, tipe 3, dan tipe 4 tidak ada.

Dari tabel 9 menurut status gizi dan insiden keilitis angularis diketahui bahwa jumlah anak dengan frekuensi terbesar berada pada anak-anak dengan kekurangan gizi cukup serta memiliki keilitis angularis tipe 1 yang berjumlah 8 orang (61,5%) serta anak-anak dengan kekurangan gizi cukup serta memiliki keilitis angularis tipe 4 yang berjumlah 8 orang (50,0%), sedangkan jumlah anak dengan frekuensi terkecil berada pada anak-anak dengan kekurangan gizi cukup serta memiliki keilitis angularis tipe 2 yang berjumlah 1 orang (7,7%).

Tabel 9. Distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dan insiden keilitis angularis pada masing-masing tipe

Status gizi (LILA)

Keiltis angularis

Total

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4

N (%) N (%) N (%) N (%) N (%)

Baik 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0

Kekurangan gizi cukup 8 61,5 1 7,7 3 23,1 1 7,7 13 100,0

Kekurangan gizi sedang 2 12,5 2 12,5 4 25,0 8 50,0 16 100,0

Kekurangan gizi buruk 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 100,0


(55)

4.2 Hasil Analisis Bivariant

4.2.1 Hasil Uji Statistik Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

Berdasarkan tabel uji hubungan status gizi dengan keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi, didapatkan data masing-masing sel yang berjumlah dibawah 5 ada 3 sel, oleh karena itu uji hubungan

yang diambil adalah Fisher’s Exact Test yaitu Exact Sig. (2-sided) dengan nilai 0,019. Berdasarkan teori uji hubungan, bila p<0,05 H0 ditolak, maka ada hubungan

antara status gizi dengan keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi.

Tabel 10. Hubungan status gizi dengan insiden keilitis angularis pada anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

Status gizi (LILA)

Keiltis angularis

Total P value

Ada Tidak

N (%) N (%) N (%)

0,019*

Baik 1 25,0 3 75,0 4 100,0

Kekurangan gizi cukup 13 61,9 8 38,1 21 100,0

Kekurangan gizi sedang 16 88,9 2 11,1 18 100,0

Kekurangan gizi buruk 0 0,0 0 0,0 0 100,0

Total 30 69,8 13 30,2 43 100,0

4.2.1 Hasil Uji Statistik Hubungan Status Gizi dengan Tipe Keilitis Angularis pada Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

Berdasarkan tabel uji hubungan status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi, didapatkan data masing-masing sel yang berjumlah dibawah 5 ada 10 sel, oleh karena itu uji hubungan yang diambil adalah Fisher’s Exact Test yaitu Exact Sig. (2-sided) dengan


(56)

nilai 0,022. Berdasarkan teori uji hubungan, bila p<0,05 H0 ditolak, maka ada

hubungan antara status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak-anak umur 6-10 tahun di panti asuhan Terima Kasih Abadi.

Tabel 11. Hubungan status gizi dengan tipe keilitis angularis pada anak umur 6-10 tahun di panti asuhan terima kasih abadi

Status gizi (LILA)

Keiltis angularis

Total P value

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4

N (%) N (%) N (%) N (%) N (%)

0,022*

Baik 1 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0

Kurang gizi cukup 8 61,5 1 7,7 3 23,1 1 7,7 13 100,0

Kurang gizi sedang 2 12,5 2 12,5 4 25,0 8 50,0 16 100,0

Kurang gizi buruk 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 100,0


(57)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis dengan cara melakukan pemeriksaan status gizi terhadap 43 anak-anak berumur 6-10 tahun yang tinggal di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi kemudian diikuti pemeriksaan keilitis angularis. Status gizi pada penelitian ini memiliki penilaian tersendiri dengan empat kategori, yaitu baik, kekurangan gizi cukup, kekurangan gizi sedang, kekurangan gizi buruk.

Data yang diambil berupa jenis kelamin, usia, status gizi menurut penilaian lingkar lengan atas, status gizi menurut IMT, insiden keilitis angularis, tipe keilitis angularis, dan hubungan antara status gizi dengan insiden keilitis angularis berdasarkan tipe keilitis angularis. Keilitis angularis yang diperiksa berupa retakan, robekan, atau garis yang dalam, dapat terjadi pada satu sisi atau dua sisi, pemeriksaan keilitis angularis yang disertai dengan tipe keilitis angulais. Dari 110 anak yang ada di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi, hanya 43 anak yang memenuhi persyaratan untuk menjadi subjek penelitian.

Kekurangan gizi merupakan salah satu masalah yang sering timbul pada anak-anak, untuk mengetahui status gizi anak dapat diukur melalui antropometri. Salah satu metode untuk mengetahui status gizi anak melalui antropometri adalah pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Dewasa ini LILA memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah.39

Berdasarkan tabel 4, diperoleh data distribusi dan frekuensi anak-anak umur 6-10 tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi berdasarkan status gizi dengan penilaian lingkar lengan atas, jumlah anak dengan kekurangan gizi lebih banyak dibandingkan dengan status gizi baik. Keadaan status gizi anak dapat dilihat dari hasil pengukuran lingkar lengan atas. Sebelumnya, pengukuran lingkar lengan atas hanya dilakukan pada anak-anak usia 1-4 tahun. Namun, telah dimodifikasi oleh Jelliffe, sehingga pengukuran lingkar lengan atas tidak tergantung usia. Penelitian


(58)

Chakraborty menyatakan bahwa pengukuran antropometri yang paling baik kepekaannya dalam menentukan status gizi pada anak adalah pengukuran lingkar lengan atas.49 Sehingga, pengukuran lingkar lengan atas tepat digunakan dalam penelitian status gizi anak terutama bila usia yang tepat tidak diketahui dan alat penimbang tidak tersedia. Berdasarkan tabel 4 dan tabel 5 menunjukkan bahwa pengukuran LILA dan IMT menunjukkan hasil yang cukup setara, dimana pada pengukuran LILA, dari 43 anak, 39 anak mengalami kekurangan gizi, pada pengukuran IMT, dari 43 anak, 41 anak mengalami kekurangan gizi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh dasgupta dkk yang menyatakan bahwa pengukuran IMT dan LILA menunjukkan hubungan yang signifikan.50

Keilitis angularis telah menjadi satu kasus penyakit mulut yang sering terjadi pada anak-anak. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Almeida dkk yang mendapati golongan anak-anak lebih banyak menderita keilitis angularis dibanding orang dewasa.51 Keilitis angularis ditemukan pada sudut mulut pada pertemuan kulit wajah dan bibir. Inflamasi, rasa terbakar, kemerahan, dan fisur merupakan karakteristik dari keilitis angularis. Struktur dari sudut mulut merupakan peralihan antara kulit dan mukosa yang dikenal sebagai angulus oris dan sangat peka terhadap radang (keilitis), hal ini disebabkan karena permukaan mukosa tidak mengalami keratinisasi sehingga lebih peka terhadap invasi mikroba.4 Kebiasaan drooling, serta menjilat sudut bibir pada anak juga dapat menyebabkan terjadinya keilitis angularis, dan dimulai dari akumulasi saliva yang akhirnya menimbulkan infeksi. Timbulnya infeksi menimbulkan reaksi inflamasi sehingga terjadi keilitis angularis.52 Selain itu, keilitis angularis memang bukan merupakan penyakit yang membahayakan tetapi perlu diketahui bahwa keilitis angularis merupakan indikasi adanya defisiensi nutrisi, karena jaringan di rongga mulut sensitif terhadap adanya defisiensi nutrisi serta merespon dalam bentuk manifestasi berupa keilitis angularis.13,15 Berdasarkan penelitian Bamji di Hyberabad pada 407 orang anak-anak usia 5-13 tahun telah ditunjukkan bahwa diantara simtom defisiensi nutrisi yang paling jelas adalah keilitis angularis yaitu 41,3%.18


(1)

(2)

Lampiran 7

Frequencies

[DataSet4] Statistics

Jenis kelamin

N Valid 43

Missing 0

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 37 86,0 86,0 86,0

Perempuan 6 14,0 14,0 100,0

Total 43 100,0 100,0

Statistics

Umur

N Valid 43

Missing 0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 6 5 11,6 11,6 11,6

7 4 9,3 9,3 20,9

8 14 32,6 32,6 53,5

9 8 18,6 18,6 72,1

10 12 27,9 27,9 100,0

Total 43 100,0 100,0

Statistics

status gizi (LILA)

N Valid 43


(3)

status gizi (LILA)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 4 9,3 9,3 9,3

2 21 48,8 48,8 58,1

3 18 41,9 41,9 100,0

Total 43 100,0 100,0

Statistics

status gizi (IMT)

N Valid 43

Missing 0

status gizi (IMT)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat kurus 5 11,6 11,6 95,3

kurus 36 83,7 83,7 83,7

normal 4 9,3 9,3 100,0

Total 43 100,0 100,0

Statistics

insiden keilitis angularis

N Valid 43

Missing 0

insiden keilitis angularis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada keilitis angularis 30 69,8 69,8 69,8

tidak ada keilitis angularis 13 30,2 30,2 100,0


(4)

Statistics

tipe keilitis angularis

N Valid 30

Missing 13

tipe keilitis angularis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tipe 1 11 25,6 36,7 36,7

tipe 2 3 7,0 10,0 46,7

tipe 3 7 16,3 23,3 70,0

tipe 4 9 20,9 30,0 100,0

Total 30 69,8 100,0

Missing System 13 30,2

Total 43 100,0

Crosstabs

[DataSet1] E:\status gizi oke.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status gizi * keilitis angularis 43 100,0% 0 ,0% 43 100,0%

status gizi * keilitis angularis Crosstabulation

keilitis angularis

Total

1 2

status gizi 1 Count 1 3 4

% within status gizi 25,0% 75,0% 100,0%

% of Total 2,3% 7,0% 9,3%

2 Count 13 8 21


(5)

% of Total 30,2% 18,6% 48,8%

3 Count 16 2 18

% within status gizi 88,9% 11,1% 100,0%

% of Total 37,2% 4,7% 41,9%

Total Count 30 13 43

% within status gizi 69,8% 30,2% 100,0%

% of Total 69,8% 30,2% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 7,536a 2 ,023 ,019

Likelihood Ratio 7,736 2 ,021 ,019

Fisher's Exact Test 7,242 ,019

Linear-by-Linear Association

7,269b 1 ,007 ,009 ,007 ,006

N of Valid Cases 43

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,21. b. The standardized statistic is -2,696.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status gizi * tipe keilitis angularis

30 69,8% 13 30,2% 43 100,0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status gizi * tipe keilitis angularis

30 69,8% 13 30,2% 43 100,0%


(6)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Pearson Chi-Square 10,947a 6 ,090 ,091

Likelihood Ratio 12,292 6 ,056 ,039

Fisher's Exact Test 11,851 ,022

Linear-by-Linear Association

9,261b 1 ,002 ,002 ,001 ,001

N of Valid Cases 30

a. 11 cells (91,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,10. b. The standardized statistic is 3,043.