Gambaran Kadar Glukosa Darah Lansia Puasa dan Dua Jam Sesudah Makan di Panti Jompo Dharma Asih Binjai

(1)

Gambaran Kadar Glukosa Darah Lansia Puasa dan Dua Jam Sesudah Makan di Panti Jompo Dharma Asih Binjai

Karya Tulis Ilmiah Oleh:

DENNIS SIBARANI 070100175

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Kadar Glukosa Darah Lansia Puasa dan Dua Jam Sesudah Makan di Panti Jompo Dharma Asih Binjai

Nama : Dennis Sibarani NIM : 070100175

Pembimbing Penguji I

(dr. Yahwardiah Siregar, PhD) (Prof. dr. Haris Hasan,Sp PD Sp JP (K))

Penguji II

(dr. Tina Christina L Tobing, Sp A)

Medan, 13 Desember 2010 Universitas Sumatera Utara

Fakultas Kedokteran Dekan

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH NIP 19540220 198011 1 001


(3)

ABSTRAK

Semakin meningkatnya upaya kesehatan di Indonesia sebagai hasil dari bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat mengakibatkan jumlah orang yang berusia lanjut semakin bertambah. Umur merupakan salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada lansia, sehingga lansia sangat rentan dengan penyakit diabetes mellitus.

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kadar glukosa darah lansia puasa dan dua jam sesudah makan.Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui rata-rata kadar glukosa darah lansia puasa dan dua jam sesudah makan baik wanita maupun pria dan perubahan glukosa darahnya saat puasa dan dua jam sesudah makan.Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah lansia yang dapat berpuasa selama sepuluh jam dari jam sembilan malam sampai dengan jam tujuh pagi, dan sampel diambil dengan metode total sampling dimana seluruh populasi dijadikan sampel. Data yang diperoleh dari data primer diolah dengan spss.

Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah lansia puasa 109,63mg/dl, dengan rata-rata wanita 109,45 mg/dl dan pria 114 mg/dl. Kadar glukosa darah lansia dua jam sesudah makan yaitu rata-rata 141,25 mg/dl, dengan rata-rata wanita 141,66 mg/dl dan pria 141,14 mg/dl. Perubahan rata-rata kadar glukosa darahnya yaitu 31,62 mg/dl, dengan perubahan pada wanita 32,20 mg/dl dan pria 27,14 mg/dl.

Dari hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat agar lebih menaruh perhatian pada kebiasaan pola hidup sehat dengan bebas gula, dan juga diharapkan dapat menjadi bahan data acuan bagi peneliti lainnya.


(4)

ABSTRACT

The increasing health efforts in Indonesia as a result of good growing economic situation and standard of living resulted the increase of elderly people. Age is one factor that lead to the occurrence of impaired glucose tolerance in elderly, so that the elderly are particularly vulnerable to diabetes mellitus.

This study objects to identify the elderly of blood glucose levels after eating. The aims of this study was to determine average blood glucose levels in elderly fasting and two hours after eating both women and men and the change in blood glucose when fasting and two hours after eating. This research descriptive cross sectional approach. The study population was the elderly who can fast for ten hours from nine oʹclock at night until seven in the morning, and samples were taken with a total sampling method where the entire population sampled. Data obtained from primary data processed by spss

The results showed elderly fasting blood glucose level 109,63 mg/dl, with the average women 109,45 mg/dl and men 114 mg/dl. Elderly blood glucose levels two hours after meals are average of 141,25 mg/dl, with the average women 141,66 mg/dl and men 141,14 mg/dl. The change in average blood glucose level of 31,62 mg/dl, with the change in women 32,2 mg/dl and men 27,14 mg/dl.

From the results of this research are expected to benefit in community to be more concerned with healthy lifestyle habits with sugar free, and expected to become the reference data for other researchers.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Kadar Glukosa Darah Lansia Puasa dan Dua Jam Sesudah Makan”. Penulisan KTI ini ditujukan sebagai tugas akhir dalam pemenuhan persayaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis mengakui adanya kekurangan dalam tulisan ini sehingga laporan hasil penelitian ini tidak mungkin disebut sebagai suatu karya yang sempurna. Kekurangan dan ketidak sempurnaan tulisan ini tidak lepas dari berbagai macam rintangan dan halangan yang selalu datang baik secara pribadi pada penulis maupun dalam masalah teknis pengerjaan. Penulis rasakan semua itu sebagai suatu ujian dan pengalaman yang sangat berharga dalam kehidupan penulis yang kelak dapat member manfaat di kemudian hari.

Oleh karena kekurangan pada diri penulis dalam merampungkan karya tulis ini, maka semua itu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. dr.Yahwardiah, PhD, sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukkan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.


(6)

3. Kepala Panti Jompo Dharma Asih Binjai Dra. Asmah, yang telah memberikan kesempatan serta sarana untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. Seluruh pegawai dan staf Panti Jompo Dharma Asih Binjai yang telah membantu saya dalam pengumpulan data karya tulis ilmiah ini.

5. Seluruh pegawai dan staf pengajar bagian IKK Fakultas Kedokteran USU yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.

6. Terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya, Parubahan Sibarani dan Romiati Manik, yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan studi saya termasuk dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

7. Terima kasih juga saya sampaikan kepada kakak-kakak kelas saya, Zarrin, Ruhia, Mary Ileana, dan Jamil Roy yang tetap mendukung saya dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini.

8. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Kedokteran USU, khususnya Michael Wijaya, Finera Winda, Axel Ivander, danShanthi Levanita yang telah mendukung dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih atas kerja samanya.

9. Sahabat-sahabat saya yang tercinta Depis Sibarani dan Novelia Caroline yang telah memberikan semangat kepada saya selama mengerjakan karya tulis ilmiah ini.


(7)

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya tuliskan yang telah memberikan bantuan kepada saya dalam pengerjaan karya tulis ini. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa selalu membalas semua kebaikan yang selama ini di berikan kepada penulis dan melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Medan, November 2010 Peneliti

Dennis Sibarani (NIM: 070100175)


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ……… i

Abstrak……… ii

Kata Pengantar ……… iv

Daftar Isi ..……….. vii

Daftar Tabel……… ix

Daftar Gambar... x

Daftar Lampiran……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Lanjut Usia (Lansia) ... 4

2.2. Teori Menua ... 4

2.2.1. Teori Radikal Bebas ... 4

2.2.2. Teori Glikosilasi ... 5

2.2.3. Teori Laju Reparasi DNA ... 6

2.2.4. Teori Pemendekan Telomer ... 6

2.3. Homeostasis Glukosa Darah pada saat Sesudah Makan, Puasa, Olahraga dan adanya Stressor………. 7

2.4. Dalam Keadaan Kenyang / Sesudah Makan ... 8

2.5. Dalam Keadaan Puasa ... 11

2.6. Transporter Glukosa ... 13

2.7. Homeostasis Glukosa pada Lansia ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 16

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 16

3.2. Defenisi Operasional ... 16

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 18

4.1. Rancangan Penelitian ... 18


(9)

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 18

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 19

4.5. Metode Analisa Data ... 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 20

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 20

5.2. KarateristikIndividu dan Hasil ... 20

5.3. Pembahasan ... 22

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

6.1. Kesimpulan ... 26

6.2. Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 28 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin 20

5.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia 20

5.3 Distribusi Frekuensi Gula Darah Puasa 21


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Proses Pembentukan Sekresi Insulin Sesudah Makan 10 2.2. Proses Homeostasis Puasa 12 3.2 Kerangka Konsep 16


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian Lampiran 3 : Ethical Clearance Lampiran 4 : Data Induk


(13)

ABSTRAK

Semakin meningkatnya upaya kesehatan di Indonesia sebagai hasil dari bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat mengakibatkan jumlah orang yang berusia lanjut semakin bertambah. Umur merupakan salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada lansia, sehingga lansia sangat rentan dengan penyakit diabetes mellitus.

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kadar glukosa darah lansia puasa dan dua jam sesudah makan.Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui rata-rata kadar glukosa darah lansia puasa dan dua jam sesudah makan baik wanita maupun pria dan perubahan glukosa darahnya saat puasa dan dua jam sesudah makan.Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah lansia yang dapat berpuasa selama sepuluh jam dari jam sembilan malam sampai dengan jam tujuh pagi, dan sampel diambil dengan metode total sampling dimana seluruh populasi dijadikan sampel. Data yang diperoleh dari data primer diolah dengan spss.

Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah lansia puasa 109,63mg/dl, dengan rata-rata wanita 109,45 mg/dl dan pria 114 mg/dl. Kadar glukosa darah lansia dua jam sesudah makan yaitu rata-rata 141,25 mg/dl, dengan rata-rata wanita 141,66 mg/dl dan pria 141,14 mg/dl. Perubahan rata-rata kadar glukosa darahnya yaitu 31,62 mg/dl, dengan perubahan pada wanita 32,20 mg/dl dan pria 27,14 mg/dl.

Dari hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat agar lebih menaruh perhatian pada kebiasaan pola hidup sehat dengan bebas gula, dan juga diharapkan dapat menjadi bahan data acuan bagi peneliti lainnya.


(14)

ABSTRACT

The increasing health efforts in Indonesia as a result of good growing economic situation and standard of living resulted the increase of elderly people. Age is one factor that lead to the occurrence of impaired glucose tolerance in elderly, so that the elderly are particularly vulnerable to diabetes mellitus.

This study objects to identify the elderly of blood glucose levels after eating. The aims of this study was to determine average blood glucose levels in elderly fasting and two hours after eating both women and men and the change in blood glucose when fasting and two hours after eating. This research descriptive cross sectional approach. The study population was the elderly who can fast for ten hours from nine oʹclock at night until seven in the morning, and samples were taken with a total sampling method where the entire population sampled. Data obtained from primary data processed by spss

The results showed elderly fasting blood glucose level 109,63 mg/dl, with the average women 109,45 mg/dl and men 114 mg/dl. Elderly blood glucose levels two hours after meals are average of 141,25 mg/dl, with the average women 141,66 mg/dl and men 141,14 mg/dl. The change in average blood glucose level of 31,62 mg/dl, with the change in women 32,2 mg/dl and men 27,14 mg/dl.

From the results of this research are expected to benefit in community to be more concerned with healthy lifestyle habits with sugar free, and expected to become the reference data for other researchers.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin meningkatnya upaya kesehatan di Indonesia sebagai hasil dari bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat mengakibatkan jumlah orang yang berusia lanjut semakin bertambah.

Berdasarkan Data BPS jumlah lanjut usia pada tahun 2007 sekitar 18,96 juta jiwa atau sekitar 9,77 persen dari total penduduk dan pada tahun 2009 menunjukan peningkatan jumlah yang signifikant yaitu sekitar 20.547.541 dan merupakan peringkat empat terbanyak setelah Cina, India, Jepang (Menneg, 2009)

Dari beberapa penelitian yang dilakukan, usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-92 % (Rochmah, 2006). Dapat di bayangkan bahwa dengan laju kenaikan jumlah penduduk usia lanjut yang semakin cepat, maka prevalensi pasien yang mengalami gangguan toleransi glukosa dan diabetes usia lanjut akan meningkat lebih cepat pula.

Berdasarkan data Depkes RI menyatakan bahwa Diabetes merupakan urutan keenam dengan prevalensi 3% dari 10 penyebab utama penyakit yang menyebabkan kematian tahun 2002 dan merupakan penyebab utama kematian tertinggi pada pasien rawat inap tahun 2005 (Ridwanamiruddin, 2007).

Pada lansia terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua (Siti, 2006). Akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut, umumnya tidak berespons terhadap berbagai rangsangan internal atau eksternal, seefektif yang dapat dilakukan oleh orang yang lebih muda(Siti, 2006). Menurunnya kapasitas untuk berespons terhadap lingkungan internal yang


(16)

berubah cenderung membuat orang usia lanjut sulit untuk memelihara kestabilan ststus fisis dan kimiawi dalam tubuh, atau memelihara homeostasis.

Homeostasis yang terganggu salah satu yaitu sistem pengaturan kadar gula darah sehingga tetap dalam keadaan yang normal. Pada lansia selain karena faktor proses menua itu sendiri, adanya perubahan komposisi tubuh lansia berupa meningkatnya komposisi lemak dari 14% menjadi 30% dan menurunnya aktivitas fisik merupakan salah satu yang menimbulkan gangguan homeostasis glukosa pada lansia (Siti, 2006).

Proses menua merupakan proses alami yang terjadi pada setiap manusia setelah berumur 30 tahun keatas yang mengarah kepada penurunan fungsi organ tubuhya. Salah satu fungsi organ yang terganggu tersebut yaitu homeostasis glukosa darah pada lansia. Proses menua sebenarnya juga bisa dihambat tapi tak bisa dihentikan, semua ini berdasarkan teori menua yang sudah ada. Dengan pembatasan kalori, sebenarnya bisa menghambat proses menua itu sendiri (Masor dkk, 1992).

Beberapa peneliti juga beranggapan bahwa proses menua cenderung mengarah kepada demensia, hal ini kemungkinan dikarenakan adanya resistensi insulin pada lansia sehingga peningkaan sekresi insulin akan mengganggu fungsi otak yang kelamaan menyebabkan degenerasi otak. Dari semua data diatas dapat disimpulkan bahwa proses menua sebenarnya dapat diperlambat dengan pengaturan pola makan yang membatasi makanan yang mengandung kalori.

WHO menyebutkan bahwa setelah seseorang mencapai umur 30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik sekitar 1-2mg % / tahun pada saat puasa dan akan naik sekitar 5,6-13mg % pada dua jam setelah makan (Rochmah, 2006).

Berdasarkan hal tersebut tidaklah mengherankan apabila umur merupakan factor utama terjadinya kenaikan prevalensi diabetes serta gangguan toleransi glukosa.


(17)

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran nilai raa-rata glukosa darah puasa lansia dan dua jam setelah makan.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran nilai rata-rata glukosa darah puasa lansia dan dua jam sesudah makan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui berapa rata-rata kadar glukosa darah puasa lansia dan dua jam sesudah makan.

2. Mengetahui rata-rata kadar glukosa darah puasa lansia dan dua jam sesudah makan untuk pria dan wanita

3. Mengetahui berapa rata-rata perubahan kadar glukosa darah puasa lansia dan dua jam sesudah makan.

4. Mengetahui berapa perubahan rata-rata kadar glukosa darah puasa lansia dan 2 jam sesudah makan untuk wanita dan pria.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk 1. Menambah pengetahuan kepada si pembaca.

2. Sebagai bahan untuk peneliti lain yang melanjutkan penelitian ini. 3. Sebagai gambaran pada lansia tentang kadar gula darah mereka.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanjut Usia (Lansia)

Definisi tua menurut UU Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahtraan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Tua adalah suatu keadaan yang dapat dipandang dari tiga sisi yaitu sisi kronologis, fisis, dan psikologis. Seseorang disebut tua atau usia lanjut apabila orang tersebut berdasarkan usia kronologis telah berumur 60 tahun keatas atau lebih (WHO, 1997). Seseorang yang belum berumur 60 tahun atau lebih, tetapi secara fisis sudah tampak setua usia 60 tahun atau lebih karena stress psikologis yang dialaminya disebut tua psikologis, tetapi bila orang tersebut karena penyakit kronik yang dialaminya disebut tua fisis walaupun sebenarnya orang tersebut belum mencapai usia 60 tahun atau lebih (Siti, 2006).

Lain halnya dengan Rochmah dan Aswin (2001) menyatakan bahwa tua biologis merupakan penilaian seseorang berdasarkan perkembangan biologis yang umumnya tampak pada penampilan fisik, sedangkan tua psikologis biasanya didasarkan atas perilaku yang tampak pada diri seseorang.

Tua kronologis yang disertai perubahan-perubahan biokimiwi disebut menua primer dan yang lainnya( karena faktor fisik,psikis, atau penyakit kronik) disebut menua sekunder (cox, 1988).

2.2. Teori Menua

2.2.1.Teori Radikal Bebas

Radikal bebas adalah adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron bebas (tidak mempunyai pasangan) (Marks, 2000). Elektron bebas ini dapat bereaksi dengan molekul apa saja sehingga sangat reaktif (Rochmah dan Aswin, 2001). Teori radikal bebas ini menyatakan bahwa produk samping


(19)

metabolisme oksidatif yang sangat reaktif dapat bereaksi dengan unsur-unsur sel utama, termasuk protein, DNA, dan lipid untuk menghasilkan molekul-molekul disfungsional yang mengganggu fungsi sel tersebut (Rochmah dan Aswin, 2001).

Beberapa bukti menunjukan bahwa molekul yang terganggu tersebut berakumulasi menurut perjalanan umur tetapi relatif sedikit bukti bahwa akumulasi tersebut menyebabkan penurunan fungsi dan gangguan yang dapat menerangkan perbedaan laju menua antar spesies (Rochmah dan Aswan, 2001). Meskipun demikian, berbagai bukti menunjukan bahwa pembatasan kalori (calorie restriction) pada rodentia menyebabkan kecenderungan kepekaan terhadap efek merusak oksidan (termasuk radikal bebas) (Darmojo dan Martono, 2006). Selain itu, lalat transgenik atau keturunan selektif yang menunjukan kadar perlindungan anti oksidan sangat tinggi, ternyata hidup lebih lama dibandingkan kontrol (Darmojo dan Martono, 2006). Dengan demikian, masih mungkin bahwa gangguan produksi oksidan dapat dipertimbangkan perannya dalam timbulnya perbedaan laju menua antarspesies(Rochmah dan Aswin, 2001).

2.2.2. Teori Glikosilasi

Teori glikosilasi menyatakan bahwa glikosilasi nonenzimatik dapat menghasilkan perubahan bentuk protein, dan mungkin juga makromolekul lainnya, yang berakumulasi dan menyebabkan disfungsi pada binatang tua (Rochmah dan Aswin, 2001). Teori glikosilasi yang meyatakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa protein yang disebut sebagai advanced glycation end products(AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein dan makromolekul lain yang termodifikasi sehingga terjadi disfungsi pada hewan atau manusia yang menua (Siti, 2006).

Berbagai bentuk glikosilasi kolagen manusia berakumulasi menurut umur didalam tendo dan kulit (Rochmah dan Aswin, 2001), meskipun protein berumur panjang lainnya hannya berubah sedikit. Teori glikosilasi ini didukung oleh temuan bahwa tikus CR mempunyai kadar glukosa darah rendah, dan dengan


(20)

demikian akumulasi produk-produk glikosilasi juga lebih lambat sehingga umurnya menjadi lebih panjang (Rochmah dan Aswin, 2001).

2.2.3. Teori Laju Reparasi DNA

Penelitian Hart dan Setlow (1992) dalam Rochmah dan Aswin (2001) menunjukan adanya perbedaan pola reparasi kerusakan fibroblast antar spesies, setelah diberi penyinaran ultraviolet pada kultur fibroblast. Fibroblast dari spesies dengan lama hidup maksimum (maximum life span) yang panjang menunjukan reparasi DNA lebih cepat dan menunjukan korelasi yang tinggi pada berbagai ordo mamalia ( Siti, 2006).

2.2.4. Teori Pemendekan Telomer

Kromosom mamalia mempunyai bangunan khusus disebut telomer di ujung tiap lengan kromosom, terdiri atas DNA non koding yang memungkinkan replikasi RNA-primed ujung 5’kromosom, dan diduga dapat mencegah terjadinya aberasi kromosom tertentu (Rochmah dan Aswin, 2001). Pada manusia panjang telomer sel-sel darah memendek secara proporsional dengan umur ( Siti, 2006).

Menurut Hayflick (1980) dalam Hendra (2006) menyatakan bahwa bahwa sel-sel normal manusia dan binatang mempunyai kapasitas replikasi terbatas harus diintepretasi sebagai ekspresi penentuan menua pada tingkat sel. Temuan ini mempunyai implikasi adanya mekanisme penghitungan didalam sel, dan ini ternyata dikendalikan oleh pemendekan telomer pada setiap putaran replikasi DNA (Rochmah dan Aswin, 2001).Oleh karena itu Hayflick (1998) dalam Rochmah dan Aswin (2001), menyarankan penggunaan istilah replikometer, karena replikasi dihitung sehingga istilah jam (clock) atau kronometer kurang tepat. Telomer terdiri atas untaian DNA yang berulang-ulang dan terletak diujung kromosom linear (Sherwood, 2001).Pemendekan telomer yang terjadi pada beberapa kelas sel-sel somatik normal yang membelah mungkin sebagai replikometer yang menentukan berapa kali satu sel normal dapat membelah.


(21)

Telomerase tidak ditemukan pada sel-sel normal yang dikultr yang bersifat immortal dan tidak menjadi tua (Rochmah dan Aswin, 2001).

2.3. Homeostasia Glukosa Darah Pada Saat Sesudah Makan, Puasa, Olah Raga dan Adanya Stressor

Beberapa jaringan dalam tubuh, seperti otak dan sel darah merah bergantung pada glukosa untuk memperoleh energi. Setelah makan-makanan tinggi karbohidrat, kadar glukosa darah meningkat dari kadar puasa sekitar 80-100 mg/dl kekadar sekitar 120-140 mg/dl dalam periode 30 menit sampai 1jam ( Marks, 2000). Konsentrasi glukosa dalam darah kemudian menurun kembali kerentang puasa dalam waktu sekitar 2 jam setelah makan (Marks, 2000)

Setelah makan, glukosa akan masuk kedalam aliran darah dan terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam aliran darah dan kemudian merangsang sel beta pankreas untuk mensekresikan insulin dan menyebabkan penyimpanan glukosa kedalam hati, otot, dan adiposa. Glukosa disimpan dalam hati melalui proses glikogenesis dalam bentuk glikogen dan lipogenesis dalam bentuk trigliserida yang kemudian akan dibawa kedalam aliran darah dengan berikatan pada protein membentuk VLDL (Murray, 2003) .

Glukosa disimpan pada otot dalam bentuk glikogen melalui glikogenesis, sedangkan pada adiposa sendiri terjadi proses lipogenesis untuk membentuk trigliserida tetapi pembentukan trigliserida terutama terjadi pada hati ( Guyton, 2008). Setelah 2jam atau 3 jam puasa , glikogen mulai diuraikan oleh proses glikogenolisis, dan glukosa yang terbentuk dibebaskan kedalam darah (Marks, 2000). Setelah simpanan glikogen telah habis dalam hati maupun otot, maka asupan glukosa berasal dari proses glukoneogenesis ( Murray, 2000). Bahan glukoneogenesis tersebut sebagian besar berasal dari asam laktat dari otot dan sel darah merah, kemudian asam amino dan gliserol ( Murray, 2000). Setelah terjadi proses glukoneogenesis yang sedemikian lama sehingga untuk menghindari terjadinya proses penguraian yang terus menerus maka tubuh akan menggunakan


(22)

Gliserol pada proses lipolisis juga dapat digunakan untuk proses glukoneogenesis. Perubahan dalam metabolisme glukosa yang berlangsung selama pepindahan dari keadaan kenyang kekeadaan puasa diatur oleh hormon insulin dan glukagon. Insulin meningkat pada keadaan kenyang dan glukagon meningkat selama keadaan puasa (Sherwood, 2001).

Dalam kriteria WHO 2006 dikatakan bahwa kadar glukosa darah puasa normal adalah dibawah 110mg/dl dan glukosa darah sesudah makan adalah dibawah 140 mg/dl. Dalam pengukuran ini standart spesimen yang digunakan adalah plasma vena. Kadar glukosa darah puasa pada kapilr, arteri maupun vena ternyata nilai sama atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan kadar glukosa darah setelah makan ternyata jauh lebih tinggi kapiler daripada vena.

Kadar glukosa darah dipertahankan, tidak saja pada keadaan puasa dan sesudah makan, tetapi juga sewaktu kita berolah raga saat sel otot menyerap glukosa dari darah dan mengoksidasinya untuk memperoleh energi. Selama berolah raga, hati memasok glukosa kedalam darah melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis (Marks, 2000). Stres juga dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Stres mengacu pada respons umum nonspesifik tubuh terhadap setiap faktor yang mengalahkan kemapuan kompensatorik tubuh dalam mempertahankan homeostasis ( Sherwood, 2001). Kortisol merupakan hormon yang paling berperan dalam keadan ini.

2.4. Dalam Keadaan Kenyang/Sesudah Makan (30menit-60 menit sesudah makan)

Setelah makan, konsentrasi glukosa dalam darah sakitar ½ -1 jam setelah makan akan meningkat sehingga meningkatkan pengeluaran insulin. Peningkatan hormon pencernaan itu sendiri juga dapat meningkatkan pengeluaran insulin tersebut. (perhatikan gambar 2.1) ( Sherwood, 2001 ). Maksudnya yaitu bahwa sebelum makanan yang kita makan selesai dicerna menjadi glukosa, hormon insulin sudah


(23)

mulai mensekresikan insulin untuk mempersiapkan makanan yang akan masuk kedalam aliran darah.

Selain karena glukosa darah yang meningkat, konsentrasi asam amino yang meningkat dalam darah juga dapat merangsang sekresi insulin terutama arginin dan leusin (Marks, 2000). Tapi konsentrasi asam amino yang tinggi tidak hannya merangsang sekresi pankreas saja tetapi juga glukagon (Marks, 2000). Insulin yang meningkat selanjutnya menyebabkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa, asam amino( glukoneogenesis terlebih dahulu), maupun asam lemak yang cepat oleh hampir semua jaringan tubuh terutama otot, jaringan adiposa, dan hati melalui :

1. Insulin meningkatkan metabolisme dan ambilan glukosa otot ( Guyton, 2008). Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa jaringan otot tidak bergantung pada glukosa untuk energinya tetapi sebagian besar bergantung pada asam lemak. Sehingga dalam hal ini, otot menggunakan glukosa dalam jumlah yang cukup untuk metabolismenya pada saat adanya insulin. Alasan utama untuk hal tersebut yaitu bahwa membran otot istirahat yang normal hannya sedikit permeabel terhadap glukosa kecuali bila serabut ototnya dirangsang insulin. Contohnya :

a. Selama beberapa jam setelah makan, akan terjadi penggunaan glukosa oleh sel otot dalam jumlah besar.

b. Pada saat berolahraga, sel otot menjadi permeabel terhadap glukosa tetapi bukan karena pengaruh insulin tetapi kontraksi otot itu sendri.

2. Insulin meningkatkan penyimpanan glikogen di otot (Murray, 2003)

3. Insulin meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati (Guyton, 2008).

Salah satu efek terpenting insulin adalah menyebabkan sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan dihati dalam bentuk glikogen


(24)

a. Insulin menghambat fosforilasi hati, yaitu enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen hati menjadi glukosa.

b. Insulin meningkatkan aktivitas glukokinase yang merupakan enzim yang menyebabkan fosforilasi awal dari glukosa setelah berdifusi kedalam hati. c. Insulin meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis

glikogen termasuk glikogen sintase.

4. Insulin meningkatkan glikogenolisis sehingga insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati (Sherwood, 2001).

5. Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah kedalam otot dan jaringan lain(Sherwood, 2001). Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah.

6. Insulin menghambat penguraian protein (Murray, 2003).

7. Insulin meningkatkan pembentukan triasilgliserol di hati yang selanjutnya akan dibawa kealiran darah dengan pengangkut protein dalam bentuk VLDL ( Marks, 2000).


(25)

Gambar 2.1. Proses Pembentukan Sekresi Insulin Sesudah Makan 2.5. Dalam Keadaan Puasa (2 jam Sesudah Makan)

Pada saat makan, glukosa darah akan naik 30 menit sampai 1 jam setelah makan sekitar 120-140 mg/dl, kemudian akan turun lagi dari 1 jam kemudian dan akhirnya akan menjadi rentang glukosa darah puasa 80-100mg/dl dalam dua jam setelah makan ( Marks, 2000).

Pada saat 1 jam setelah makan, glukosa darah mulai mengalami penurunan yang diikuti oleh penurunan jumlah insulin dan peningkatan glukagon untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam taraf yang normal. (Perhatikan

Sesudah makan

Glukosa darah meningkat

Sel ß pankreas

Insulin di sekresi

Hati:

1.glikogenesis

Perifer: 1.otot: glikogenesis 2 adiposa:

Hormon

pencernaan

Asupan makanan


(26)

otak dan susunan saraf pusat, dan merupakan satu-satunya bahan bakar untuk sel darah merah(Guyton, 2008).

Selama puasa hati mempertahankan kadar glukosa darah melalui glikogenolisis. Proses glikogenolisis pada hati tidak berlangsung lama karena memiliki cadangan glikogen yang terbatas, tetapi hati juga memiliki proses glukoneogenesis dengan menggunakan sumber berupa laktat yang diperoleh dari hasil glikolisis pada sel darah merah dan otot, gliserol yang merupakan hasil dari lipolisis, dan asam amino yang merupakan hasil perombakan dari protein otot (Murray, 2003). Asam amino yang mengalami glukoneogenesis di hati juga menghasilkan zat toksin sehingga dirombak di hati menjadi urea yang sangat larut sehingga mudah di ekskresi ginjal (Marks, 2000).

Setelah sekitar 30 jam berpuasa, simpanan glikogen hati habis dan glukoneogenesis merupakan satu-satunya sumber glukosa darah (Marks, 2000). Triasilgliserol merupakan sumber utama dalam keadaan puasa karena gliserol pada proses lipolisis merupakan bahan glukoneogenesis untuk mempertahankan glukosa darah, dan asam lemaknya merupakan sumber bahan energi setelah penggunaan glukosa pada keadaan puasa (Murray, 2003).

Asam lemak berfungsi sebagai bahan bakar jaringan, misalnya otot dan ginjal, yang mengoksidasinya menjadi asetil-KoA, dan kemudian menjadi CO2 dan H2O serta menghasilkan energi dalam bentuk ATP (Murray, 2003). Sebagian besar asam lemak juga masuk ke hati dan hannya melakukan oksidasi parsial terhadap sebagian besar asam lemak yang diserapnya. Di hati terjadi proses perubahan asam lemak menjadi aetil-KoA yang menghasilkan ATP kemudian mengubah asetil KoA menjadi badan keton aseto-asetat dan ß-hidroksi butirat, yang dilepas kedalam darah (Marks, 2000). Dalam hal ini badan keton akan menjadi bahan bakar utama pada jaringan tubuh. Pada puasa yang sangat panjang ( 3-5 hari), maka tubuh termasuk otak dan jaringan saraf akan mulai menggunakan keton sebagai bahan bakar dan akibatnya oksidasi glukosa di jaringan saraf mulai berkurang sepertiganya dibanding keadaan normal (Marks,


(27)

2000). Akibat penggunaan glukosa yang menurun maka proses glukoneogenesis akan mulai menurun sehingga protein otot dan jaringan lain dapat diselamatkan dari proses glukoneogenesis selama puasa jangka panjang (Marks, 2000).

Gambar 2.2. Proses Homeostasis Puasa 2.6. Transporter Glukosa

Polisakarida maupun dissakarida dari makanan yang kita makan, tentunya akan diubah menjadi monosakarida oleh sistem pencernaan. Salah satu monosakarida tersebut adalah glukosa yang selanjutnya akan masuk kealiran darah melalui epitel-epitel usus dengan bantuan transporter khusus yaitu transporter glukosa dependent natrium ( sodium dependent glucose transporter) atau SGLT

Keadaan puasa

Glukosa darah menurun

Glukagon menigkat

Hati:

1.glikogenolisi s

Perifer:

1.otot:glikogenolisis(untuk nya sendiri, karma tak punya glukosa 6 fosfatase 2.adiposa: lipolisis


(28)

mereabsorbsi glukosa pada filtrasi glomerulus melalui tubulus-tubulus pada sel ginjal (Ganong, 2003).

Transporter glukosa pada sel ginjal dan usus berbeda dengan transporter pada jaringan perifer untuk fungsi metabolisme seperti pada otot, adipose dan jaringan lainnya. Glukosa transporter pada jaringan perifer tersebut merupakan difusi terfasilitasi. Transporter glukosa yang berperan dalam difusi terfasilitasi melintasi membrane sel adalah sekelompok protein yang saling berhubungan yang memotong membran sel 12 kali dan memiliki terminal amino dan karboksil didalam sel. SGLT juga memiliki 12 domain transmembran seperti transporter difusi terfasilitasi (Ganong, 2003). Telah diketahui 7 transporter glukosa untuk difusiterfasilitasi dengan lokasi dan afinitas yang berbeda disetiap jaringan yaitu GLUT-1 sampai GLUT-7 (Ganong, 2003).

Beberapa GLUT pada beberapa organ tertentu sudah ada dipermukaan membrane sel dalam jumlah yang cukup untuk mengangkut glukosa sesuai dengan keperluan tingkat metabolisme sel tersebut, sehingga tidak memerlukan insulin untuk untuk proses eksositosisnya, seperti otak dan sel darah merah (Ganong, 2003). Tetapi GLUT pada beberapa organ tertentu sangat sedikit pada membrane sel nya sehingga terlalu sedikit untuk menyediakan glukosa untuk keperluan metabolisme sel tersebut. Bila sejumlah besar insulin disekresiksn oleh pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa kedalam sebagian besar sel meningkat sampai 10 kali bila dibandingkan dengan kecepatan pengangkutan glukosa kedalam sebagian besar sel tanpa adnya insulin (Guyton, 2008). Sebaliknya, jumlah glukosa yang dapat berdifusi kedalam sebagian besar sel tubuh tanpa adanya insulin terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme energi pada keadan normal dengan pengecualian di sel hati dan otak (Guyton, 2008).

Pengaktifan reseptor insulin menyebabkan pergerakan vesikel ke membrane sel (eksositosis) dengan mengaktifkan fosfoinositid 3-kinase, tetapi


(29)

bagaimana pengaktifan reseptor insulin memicu eksositosis pada GLUT ini belum bisa dipastikan (Ganong, 2003)

Selain insulin, melalui aktifitas fisik juga bisa merangsang eksositosis pada GLUT tersebut kepermukaan membrane sel tersebut melalui proses yang terjadi pada intrasel sasaran. Pada olah raga, suatu 5´-AMP-activated kinase mungkin berperan pada eksositosis tesebut ( Ganong, 2003).

2.7. Homeostasis Glukosa Pada Lansia

Gangguan toleransi glukosa disebabkan oleh penurunan pemasukan glukosa kedalam sel (penurunan penggunaan perifer) (Ganong, 2003). Penyerapan glukosa oleh hati juga menurun, tetapi penyerapan glukosa oleh usus dan ginjal tidak menurun karena mereka memiliki transporter glukosa yang berbeda (Ganong, 2003). Penyerapan glukosa oleh sebagian besar sel juga normal seperti otak dan sel darah merah karena jaringan tersebut tidak memerlukan insulin untuk meningkatkan transporter glukosanya.

Seiring pertambahan usia, sel-sel tubuh menjadi lebih resisten terhadap insulin, yang mengurangi kemampuan lansia untuk memetabolisme glukosa. Selain itu, pelepasan insulin dari sel beta pankreas berkurang dan melambat. Hasil dari kombinasi proses ini adalah hiperglikemia (Rini, 2009).

Umur merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gangguan gangguan toleransi glukosa. Toleransi glukosa terganggu dapat disebabkan oleh turunnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau turunnya ambilan glukosa oleh sel sasaran.

Gangguan toleransi glukosa adalah suatu keadaan perubahan homeostasis glukosa sehingga didapatkan kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan lebih tinggi dari 140mg/dl ( Rochmah, 2006). Apabila kadar tersebut lebih tinggi atau sama dengan 200mg/dl keadaan tersebut dimasukkan dalam kriteria diabetes mellitus ( DM). WHO menyebutkan bahwa tiap kenaikan satu decade umur, kadar


(30)

glukosa darah puasa akan naik sekitar 1-2mg/dl dan 5,6-13mg/dl pada 2 jam sesudah makan ( Rochmah, 2006).

Timbulnya gangguan toleransi glukosa pada usia lanjut semula oleh sementara para ahli diduga karena menurunnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan adanya resistensi insulin. Hal ini dikarenakan oleh penemuan pada otopsi dari lansia yang meninggal dunia ditemukan perubahan gambaran histologi pankreas dan adanya resistensi insulin dikarenakan kadar insulin plasma yang cukup tinggi pada 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gr dengan kadar glukosa darah yang tinggi pula( Rochmah, 2006)

Resistensi insulin pada lansia diperkirakan karena 4 faktor yaitu (Rochmah, 2006)

1. Penurunan jumlah massa otot dari 19 % menjadi 12 %, disamping peningkatan jumlah jaringan lemak dari 14 % menjadi 30 %.

2. Turunnya aktivitas fisik yang mengakibatkan kecepatan translokasi GLUT-4 juga menurun.

3. Perubahan pola makan pada lansia karena berkurangnya gigi geligi

4. Konsentrasi IGF-1 serum turun sampai 50 % pada usia lanjut dan juga konsentrasi DHEAS( dehidroepiandrosteron) plasma juga menurun pada lansia. Hal ini didasarkan atas percobaan invitro serta invivo bahwa IGF-1 meningkatkan baik ambilan glukosa maupun kecepatan oksidasinya. Sedangkan DHEAS sendiri dikarenakan mempunyai hubungan terbalik dengan tingginya konsentrasi insulin plasma.

Berdasarkan teori menua dan hasil dari peneliti sebelumya, dapat dikatakan terjadinya perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa pada lansia cenderung karena proses di pasca reseptor sel sasaran ( Rochmah, 2006).


(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.2Definisi Operasional

1. Glukosa darah puasa: Kadar glukosa lansia dalam darahnya yang diukur setelah puasa 10 jam. Dalam hal ini lansia tidak diberi makan apapun kecuali minum air putih dari jam 9 malam sampai jam 7 pagi. Kriteria normal untuk glukosa darah puasa menurut WHO yaitu dibawah 110 mg/dl. Tetapi kriteria normal ini tidak berlaku bagi lansia karena sudah terjadi resistensi insulin, sehingga digunakan kriteria NDDG (national diabetes data group) atau kriteria WHO 1985 dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI yang menyatakan normal dibawah 140 mg/dl

Lansia

Glukosa darah puasa

Glukosa darah dua jam sesudah makan


(32)

2. Glukosa darah dua jam sesudah makan : Kadar glukosa lansia yang diukur dalam darahnya dua jam sesudah makan, dengan jumlah dan banyaknya nasi tidak ditentukan. Lansia dapat makan sebanyak yang dia mau. Kriteria normal untuk glukosa darah dua jam sesudah makan menurut WHO 2006 yaitu kurang dari 140 mg/dl. Tetapi tidak berlaku bagi lansia karena pada lansia sudah terjadi resistensi insulin sehingga digunakan kriteria WHO 1985 menurut Ilmu penyakit dalam UI atau Buku Ajar Geriatric UI.

A. Alat ukur : Gluko DR B. Model : AGM-2100

C. Cara ukur : Pertamakali ujung jari pasien diolesi dengan kapas alkohol untuk tindakan aseptik dan kemudian setelah kering letakkan homelet diujung jari lansia tersebut kemudian tekan homeletnya sehingga otomatis akan mencucu ujung jari lansia, sehingga mengeluarkan setetes darah. Lalu darah tersebut diletakkan pada strip yang sudah tersedia dan kemudian strip tersebut diletakkan dalam alat pendeteksi glukosa darah Gluko Dr.

D. Hasil ukur: Jumlah mg glukosa dalam satu dl darah, dengan satuan mg/dl. E. Skala pengukuran: Numerik

3. Lansia: Seseorang yang mempunyai usia 60 tahun keatas menurut UU No.13 tahun 1998.


(33)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Dharmayasih Jalan Perintis kemerdekaan binjai. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut adalah bahwa jumlah lansia di yayasan dharmayasih relatif memadai untuk dijadikan sampel penelitian.

Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan juli sampai november 2010, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisa data.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi adalah lansia yang ada di Yayasan Dharmayarsih Jalan Perintis Kemerdekaan yang masih menetap sampai tahun 2010.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah semua lansia yang ada di Yayasan Dharmayarsih bulan juli sampai november 2010. Sampel penelitian didapat secara total sampling . Kriteria inklusi: Lansia yang berumur 60 tahun keatas

Kriteria eksklusi:

1.Lansia yang tidak bersedia mengikuti penelitian.


(34)

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data prmer diperoleh melalui perhitungan langsung dengan tatap muka. 4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kepala yayasan panti jompo setempat. 4.5. Metode Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka data yang diperoleh akan ditabulasi dan ditampilkan secara deskriptif berupa nilai rata-rata beradasarkan jenis kelamin dan usia berdasarkan distribusi frekuensi normal.


(35)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di yayasan panti jompo Abdi Dharma Asihh yang terletak di jalan perintis kemerdekaan binjai utara.

5.2. Karakteristik Individu dan Hasil

Dalam penelitian ini, responden yang didapat yaitu lansia yang mau untuk berpuasa 10 jam dari jam 9 malam sampai jam 7 pagi dan bersedia untuk diambil darahnya sekitar 4 µ l ( satu tetes ) dari ujung jarinya dengan menggunakan homelet yang tersedia sebenyak dua kali.. Dari keseluruhan responden, gambaran karakteristik yang dilihat yaitu umur, jenis kelamin, gula darah puasa dan gula darah dua jam sesudah makan.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi (N) Persentase

Laki-laki Perempuan

6 31

16,2 83,8

Total 37 100

Ditinjau dari jenis kelamin, responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang (16,2%), sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 31 orang (83,8%).


(36)

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (N) Persentase

60-74 75-84 ≥85 28 6 3 75,7 16,2 8,1

Total 37 100

Ditinjau dari usia, rata-rata usia responden adalah 69 tahun dan distribusi umur terbanyak yaitu antara 60-74

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Gula Darah Puasa

Usia Normal

<140 mg/dl Tidak normal ≥140mg/dl persentase 60-74 75-84 ≥85 28 6 3 0 0 0 75,7 16,2 8,1

Total 37 0 100%

Ditinjau dari segi glukosa darah puasanya, semua lansia GDP nya kurang dari 140 mg/dl dengan rata-rata 109,63 dan semua tergolong normal menurut WHO 1985. Tapi dalam penelitian ini hannya mengambil darah kapiler lengkap sehingga harus di konversi dengan perkalian 1,15 pada kapiler sehingga terdapat kriteria diabetes yaitu >122mg/dl untuk kapiler. Jadi berdasarkan glukosa darah puasa terdapat kriteria diabetes sebanyak empat orang.


(37)

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Gula Darah Lansia PP

Usia Normal<200mg/dl Tidak

norma≥200mg/dl Persentase 60-74 75-84 ≥85 28 6 3 0 0 0 75,7 16,2 8,1

Total 37 0 100%

Ditinjau dari segi glukosa darah dua jam PP, semua lansia glukosa 2 jam PP nya kurang dari 200mg/dl dengan rata-rata 141,25 mg/dl dan semua tergolong normal menurut WHO 1985.

PEMBAHASAN

Berdasarkan data pada tabel distribusi frekuensi gula darah puasa pada lansia ditemukan kriteria diabetes berdasarkan WHO 1985 untuk lansia dan juga berdasarkan NDDG (Nasional Data Diabetes Group) sebanyak empat orang lansia.

Ditinjau dari segi glukosa darah puasanya, semua lansia GDP nya kurang dari 140 mg/dl dengan rata-rata 109,63mg/dl dan semua tergolong normal menurut WHO 1985.

Dalam kriteria WHO 1985 dikatakan bahwa kriteria diabetes untuk lansia apabila kadar glukosa darah puasanya ≥140mg/dl atau kadar glukosa darah 2 jam PP nya ≥200mg/dl berdasarkn buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Dalam buku ajar geriatric edisi 3 dikatatakan bahwa gula darah puasa terkendali untuk lansia<140mg/dl dan 2 jam PP<180mg/dl. Dalam buku ajar tersebut juga dikatakan bahwa yang paling banyak digunakan untuk diagnosa diabetes pada


(38)

lansia hannya menggunakan glukosa darah puasa saja menurut NDDG (National Diabetes Data Group) yaitu>140 mg/dl. Tapi dalam penelitian ini hannya mengambil darah kapiler lengkap sehingga harus di konversi dengan perkalian 1,15 pada kapiler sehingga terdapat kriteria diabetes yaitu >122mg/dl untuk kapiler. Jadi jika berdasarkan glukosa darah puasa terdapat kriteria diabetes sebanyak empat orang. Rata-rata kadar glukosa darah puasa untuk wanitanya yaitu 109,45 mg/dl dan pria nya 114 mg/dl juga menunjukan nilai normal dan dalam hal ini diketemukan nilai rata-tata glukosa darah puasa lansia pria jauh lebih tinggi dibanding wanita. Hal ini mungkin disebabkan oleh resistensi insulin pada pria jauh lebih besar daripada wnita. Tetapi sebenarnya jika di konversi maka hampir semua lansia mengalami glukosa darah puasa terganggu yaitu antara 110 mg/dl sampai 126 mg/dl menurut WHO 2006.

Dalam buku ajar Ilmu Penyakit Dalam disebutkan WHO mengatakan bahwa setelah seseorang mencapai umur 30 tahun, maka setiap kenaikan satu dekade umur, kadar glukosa darah puasa akan naik sekitar 1-2mg/dl dan 5,6 -13 mg/dl pada dua jam sesudah makan

Ditinjau dari segi glukosa darah dua jam PP, semua lansia glukosa 2 jam PP nya kurang dari 200mg/dl dengan rata-rata 141,25 mg/dl dan semua tergolong normal menurut WHO 1985.

Pada gula darah 2 jam PP dengan makan nasi dan pengambilan darah kapiler dari ujung jari tangan sangat sulit pada penelitian ini untuk menentukan pada lansia terjadi toleransi glukosa darah terganggu atau tergolong diabetes karena setelah makan, glukosa darah kapiler akan lebih tinggi di banding dengan glukosa darah vena, sehingga glukosa darah kapiler hannya dapat digunakan pada kondisi sebelum makan atau sewaktu. Ditambah lagi kesulitan dalam penentuan makan sejumlah nasi tertentu dengan kalibrasi 75 g glukosa.

Tetapi ada beberapa referensi yang mengatakan bahwa sebagian pihak laboratorium juga menggunakan pembebanan 50 gr, 75 gr dan 100 gr. Dalam hal ini perbedaan glukosa darah hannya berbeda 15 mg/dl. Beberapa referensi buku


(39)

juga mengatakan bahwa perbedaan kapiler dan vena sesudah makan itu sebesar 10% yaitu bahwa darah kapiler 10% lebih tinggi dari vena. Jika dalam penilitian ini PP ditentukan untuk di konversi maka pembebanan glukosanya dianggap diatas 50 gr dengan perbedaan 15 mg/dl dan darah kapiler di konversi ke vena dengan cara membagi nilai glukosa kapiler dengan 1,1 sehingga didapat glukosa darah dua jam PP yang tertinggi 172/1,1 yaitu 156,3 ± 15 mg/dl. Jadi semua glukosa darah lansia dua jam PP lansia lebih kecil dari 200 mg/dl, sehingga tidak ada lansia yang mengalami diabetes jika ditinjau dari glukosa darah dua jam PP. Jika dilihat dari glukosa darah dua jam PP nya maka ditemukan juga yang mengalami gangguan toleransi glukosa darah terganggu.

Rata-rata kadar glukosa darah lansia dua jam PP wanita yaitu 141,66 mg/dl dan pria 141,14 mg/dl. Ternyata kadar glukosa darah PP lansia wanita dan pria menunjukan kesamaan. Dalam hal ini wanita dan pria juga menunjukan adanya gangguan toleransi glukosa terganggu yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 200 mg/dl berdasarkan WHO 2006. Dari glukosa darah puasa dan dua jam PP maka diperoleh selisihnya yaitu 31,62 mg/dl. Untuk kriteria normalnya jika dilihat dari batas bawah 140 dan batas atas 200 maka selisih normalnya yaitu dibawah 60 mg/dl. Jadi selisihnya juga masih tergolong normal. Perubahan glukosa darah puasa dan PP untuk wanitanya yaitu 32 mg/dl dan prianya yaitu 27,14 mg/dl.

Dalam buku ajar Ilmu Penyakit Dalam disebutkan WHO mengatakan bahwa setelah seseorang mencapai umur 30 tahun, maka setiap kenaikan satu dekade umur, kadar glukosa darah puasa akan naik sekitar 1-2mg/dl dan 5,6 -13 mg/dl pada dua jam sesudah makan. Hal ini berarti menyatakan bahwa pada lansia akan terjadi toleransi glukosa terganggu apabila dilaksanakan dengan cara yang tepat.

Menurut buku ajar Ilmu Penyakit Dalam dikatakan bahwa 50-92% lansia mengalami gangguan toleransi glukosa. Gangguan toleransi glukosa yang timbul


(40)

pada usia lanjut tersebut, ada yang masuk kriteria toleransi glukosa terganggu dan kriteria diabetes mellitus.

Gangguan toleransi glukosa pada lansia disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah adanya perubahan komposisi tubuh yaitu jumlah masa otot dari 19% menjadi 12%, peningkatan jumlah jaringan lemak dari 14% menjadi 30% mengakibatkan mnurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang kedua yaitu turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan translokasi Glut-4 juga menurun. Faktor ketiga yaitu perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan makanan karbohidrat akan meningkat. Faktor keempat adalah perubahan neuro-hormonal, khususnya insulin like growth factor-1 ( IGF-1 ) dan dehydroepandrosteron (DHEAS) plasma. Konsentrasi IGF-1 serum turun sampai 50% pada usia lanjut. Penurunan hormon ini akan mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta menurunnya aksi insulin.

Dari peneliti sebelumnya Hardjono melakukan skrining terhadap 1080 lansia umur 50 tahun keatas dimakasar dengan tes glukosa darah plasma puasa dan dua jam PP kemudian dinilai menurut klasifikasi WHO 1998. Dari 560 ( 51,85% ) laki-laki dan 520 (48,15%) perempuan ditemukan DM 420 (38,89%) dengan glukosa plasma puasa >126mg/dl, 425 (39,35%) dengan dua jam sesudah beban glukosa plasma >200mg/dl dan 517 ( 47,87% ) dengan glukosa plasma puasa >126mg/dl serta dua jam sesudah makan >200mg/dl.

Dari penelitian ini Hardjono menggunakan klasifikasi WHO 1998 sedangkan dalam penelitian saya menggunakan klasifikasi WHO 1985 yang berlaku pada lansia sesuai dengan buku ajar Ilmu Penyakit Dalam dan juga kriteria NDDG ( Nasional Data Diabetes Group ) yang banyak digunakan skarang di Indonesia. Pada sampel penelitian yang digunakan Hardjono juga menggunakan plasma vena yang merupakan standart pemeriksaan glukosa darah


(41)

dan juga pembebanan glukosa 75 g sedangkan pada penelitian saya menggunakan darah lengkap kapiler.


(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai gambaran kadar glukosa darah lansia puasa dan dua jam sesudah makan, didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata –rata kadar glukosa darah lansia puasa yaitu 109,63 mg/dl 2. Rata –rata kadar glukosa darah lansia dua jam PP yaitu 141,25 mg/dl 3. Rata –rata kadar glukosa darah lansia pria puasa yaitu 114 mg/dl

4. Rata –rata kadar glukosa darah lansia wanita puasa yaitu 109,458 mg/dl 5. Rata –rata kadar glukosa darah lansia pria PP yaitu 141,143 mg/dl 6. Rata –rata kadar glukosa darah lansia wanita PP yaitu 141,667 mg/dl 7. Perubahan rata-rata kadar glukosa darah lansia puasa dan dua jam PP yaitu

31,62 mg/dl

8. Perubahan rata-rata kadar glukosa darah lansia wanita puasa dan dua jam PP yaitu 32,209 mg/dl

9. Perubahan rata-rata kadar glukosa darah lansia pria puasa dan dua jam PP yaitu 27,143 mg/dl

6.2. Saran

1. Bagi seluruh staf kepengurusan penelitian

Diharapkan bagi semua staf kepengurusan dalam penelitian baik itu dinas social, Balitbang maupun Badan Kesatuan Bangsa ( Bakesbang ) agar tidak mempersulit mahasiswa dalam melaksanakan penelitian.


(43)

Bagi peneliti di masa yang akan datang agar penelitian dapat dilakukan juga di beberapa lokasi lain dan dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

3. Bagi panti jompo

Bagi panti jompo yayasan Dharma Asih diharapkan agar memperhatikan status nutrisi lansia karena ada beberapa lansia yang mengeluh kalau mereka lebih sering makan ikan asin dan sayurnya hannya sedikit.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arthur, C.G., dan John, E.H., 2008. Fisiologo Kedokteran. Ed(11). Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:1011-1027.

Cox, H.G., 1988. The Rrality of Aging. Ed(3). Englewood Cliffs New Yerscy: 1-2. Darmojo, B., dan Martono, H., 2006. Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal:7-8.

Dawn, B.M., Allan, D.M., Collen, M.S., 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:462-480.

Menneg, 2009. Penduduk Lanjut Usia. Jakarta. Available from:

Accessed 9 Mei 2010).

Murray, Granner, Mayes, dan Rodwel, 2003. Biokimia Harper. Ed(25). Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:598-616.

Ridwanamiruddin, 2007. Epidemiologi DM dan Isu Mutakhirnya. Jakarta. Available

from: ridwanamiruddin.wordpress.com/.../epidemiologi-dm-dan-isu-mutakhirnya/ ( Accessed 9 mei 2010).

Sherwood, 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed(2). Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:651-676.


(45)

Setiati, S., Kuntjoro, H., dan Arya, G., 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Ed(4). Departement Ilmu Penyakit Dalam UI Fakultas Kedokteran. Jakarta. Hal:1335-1338.

Wasilah, R., dan Aswin, 2001. Tua dan Proses Menua. Ed(3). Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yokyakarta. Hal : 221-227.

Wasilah, R., 2006. Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut. Ed(4).Departement Ilmu Penyakit Dalam UI Fakultas Kedokteran. Jakarta. Hal: 1915-1918.

William, G., 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed(20). ). Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:320-338.

Yu, B.P., Lee, D.W., Marler, C.G., 1990. Mechanism of food restriction: protection of celluler homeostasis. Proc Soc Axp Biol Med. 193-198.


(46)

DATA INDUK

No NAMA UMUR GLUKOSA

DARAH PUASA

GLUKOSA DARAH 2 JAM PP

Jenis kelamin

1 Kasarti 60 109 172 W

2 Nurhaida 60 97 113 W

3 Barat pinem 60 116 152 p

4 Samsiah 60 137 147 W

5 Sabna 60 94 120 W

6 Aisah 62 123 141 W

7 Aisayah 63 105 148 W

8 Rohana 64 118 137 W

9 Rahana 64 113 151 W

10 Ani 65 100 137 W

11 Samsia pulungan

65 85 121 W

12 Mandarsih 65 98 128 W

13 Siti Aisyah 67 108 130 W

14 Hidayat 67 130 161 p

15 Turani 70 121 141 W

16 Rohani 70 105 125 W

17 Kasini 70 100 149 W

18 Samsidar lubis

70 104 145 W


(47)

sakban

20 Boru pane 70 121 145 W

21 ponimah 70 115 145 W

22 Rohani tanjung

70 96 130 W

23 kaulina 70 110 145 W

24 rosmainar 73 120 164 W

25 Amirhusin 67 135 166 p

26 Aminah 66 136 165 W

27 Ahmad 75 110 148 P

28 Supriadi 76 99 120 p

29 Sony 77 105 135 W

30 Kasimah 75 112 139 W

31 Painem 74 117 142 W

32 Nurella 85 114 167 W

33 Surizah 80 111 141 W

34 Sunarti 87 103 138 W

35 Ngatikem 78 109 154 W

36 Sapnah 60 100 139 W


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai gambaran kadar glukosa darah lansia puasa dan dua jam sesudah makan, didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata –rata kadar glukosa darah lansia puasa yaitu 109,63 mg/dl 2. Rata –rata kadar glukosa darah lansia dua jam PP yaitu 141,25 mg/dl 3. Rata –rata kadar glukosa darah lansia pria puasa yaitu 114 mg/dl

4. Rata –rata kadar glukosa darah lansia wanita puasa yaitu 109,458 mg/dl 5. Rata –rata kadar glukosa darah lansia pria PP yaitu 141,143 mg/dl 6. Rata –rata kadar glukosa darah lansia wanita PP yaitu 141,667 mg/dl 7. Perubahan rata-rata kadar glukosa darah lansia puasa dan dua jam PP yaitu

31,62 mg/dl

8. Perubahan rata-rata kadar glukosa darah lansia wanita puasa dan dua jam PP yaitu 32,209 mg/dl

9. Perubahan rata-rata kadar glukosa darah lansia pria puasa dan dua jam PP yaitu 27,143 mg/dl

6.2. Saran

1. Bagi seluruh staf kepengurusan penelitian

Diharapkan bagi semua staf kepengurusan dalam penelitian baik itu dinas social, Balitbang maupun Badan Kesatuan Bangsa ( Bakesbang ) agar tidak mempersulit mahasiswa dalam melaksanakan penelitian.


(2)

Bagi peneliti di masa yang akan datang agar penelitian dapat dilakukan juga di beberapa lokasi lain dan dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

3. Bagi panti jompo

Bagi panti jompo yayasan Dharma Asih diharapkan agar memperhatikan status nutrisi lansia karena ada beberapa lansia yang mengeluh kalau mereka lebih sering makan ikan asin dan sayurnya hannya sedikit.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arthur, C.G., dan John, E.H., 2008. Fisiologo Kedokteran. Ed(11). Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:1011-1027.

Cox, H.G., 1988. The Rrality of Aging. Ed(3). Englewood Cliffs New Yerscy: 1-2. Darmojo, B., dan Martono, H., 2006. Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal:7-8.

Dawn, B.M., Allan, D.M., Collen, M.S., 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:462-480.

Menneg, 2009. Penduduk Lanjut Usia. Jakarta. Available from:

Accessed 9 Mei 2010).

Murray, Granner, Mayes, dan Rodwel, 2003. Biokimia Harper. Ed(25). Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:598-616.

Ridwanamiruddin, 2007. Epidemiologi DM dan Isu Mutakhirnya. Jakarta. Available

from: ridwanamiruddin.wordpress.com/.../epidemiologi-dm-dan-isu-mutakhirnya/ ( Accessed 9 mei 2010).

Sherwood, 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed(2). Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:651-676.


(4)

Setiati, S., Kuntjoro, H., dan Arya, G., 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Ed(4). Departement Ilmu Penyakit Dalam UI Fakultas Kedokteran. Jakarta. Hal:1335-1338.

Wasilah, R., dan Aswin, 2001. Tua dan Proses Menua. Ed(3). Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yokyakarta. Hal : 221-227.

Wasilah, R., 2006. Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut. Ed(4).Departement Ilmu Penyakit Dalam UI Fakultas Kedokteran. Jakarta. Hal: 1915-1918.

William, G., 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed(20). ). Buku Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Hal:320-338.

Yu, B.P., Lee, D.W., Marler, C.G., 1990. Mechanism of food restriction: protection of celluler homeostasis. Proc Soc Axp Biol Med. 193-198.


(5)

DATA INDUK

No NAMA UMUR GLUKOSA

DARAH PUASA GLUKOSA DARAH 2 JAM PP Jenis kelamin

1 Kasarti 60 109 172 W

2 Nurhaida 60 97 113 W

3 Barat pinem 60 116 152 p

4 Samsiah 60 137 147 W

5 Sabna 60 94 120 W

6 Aisah 62 123 141 W

7 Aisayah 63 105 148 W

8 Rohana 64 118 137 W

9 Rahana 64 113 151 W

10 Ani 65 100 137 W

11 Samsia pulungan

65 85 121 W

12 Mandarsih 65 98 128 W

13 Siti Aisyah 67 108 130 W

14 Hidayat 67 130 161 p

15 Turani 70 121 141 W

16 Rohani 70 105 125 W

17 Kasini 70 100 149 W

18 Samsidar lubis

70 104 145 W


(6)

sakban

20 Boru pane 70 121 145 W

21 ponimah 70 115 145 W

22 Rohani tanjung

70 96 130 W

23 kaulina 70 110 145 W

24 rosmainar 73 120 164 W

25 Amirhusin 67 135 166 p

26 Aminah 66 136 165 W

27 Ahmad 75 110 148 P

28 Supriadi 76 99 120 p

29 Sony 77 105 135 W

30 Kasimah 75 112 139 W

31 Painem 74 117 142 W

32 Nurella 85 114 167 W

33 Surizah 80 111 141 W

34 Sunarti 87 103 138 W

35 Ngatikem 78 109 154 W

36 Sapnah 60 100 139 W