BAB III ELABORASI TEMA
III.1. Pengertian Tema
Kata Simbiosis Symbiosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Hidup Bersama” Living Together. Makna ini mengacu pada sebuah hubungan antara dua
makhluk hidup atau lebih yang tidak hanya saling menguntungkan tapi memang sangat diperlukan bagi keduanya. Kisho Kurokawa yang dikenal sebagai Japanese Architect dan
Urban Planner, berpendapat bahwa simbiosis adalah maksud dari semua kerja sama yang akhirnya terjadi dewasa ini contoh kerjasama ekonomi antar Negara dan lain-lain.
Arsitektur Simbiosis adalah bagian dari arsitektur Posmoderen. Dalam bukunya “The Philosophy of Simbiosis”, Kurokawa mengulas teori ini dalam
ranah Buddhism dan Biologi juga dalam karakteristik orang jepang yang berpresepsi bahwa teknologi adalah sebuah hybrid dari alam. Bukunya cenderung mengacu dalam
dualism ini, disisi lain juga mengandung tema oriental. Kurokawa membuat terawangan yang maju dimulai dari sebuah era mesin menuju ke era kehidupan, yang hasil akhirnya
adalah sebuah simbiosis antara alam dan manusia, atau “antara lingkungan dan arsitektur”.
Arsitektur dalam Teori Simbiosis menyatakan hubungan antara makhluk dengan lingkungan atau makhluk dengan teknologi. Maksudnya dalam arsitektur ada hubungan
atau keterkaitan antara bangunan dengan manusia yang menempati bangunan tersebut. Dan bangunan dapat mempengaruhi lingkungan sekitar, begitupun sebaliknya. Selain itu
teknologi dalam arsitektur juga berperan penting, misalnya dalam konstruksi bangunan, bahan-bahan material yang digunakan.
Bangunan arsitektur simbiosis tentunya berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Karena dapat dilihat dari keterkaitannya dengan teknologi tang
seiring zaman tentunya akan berkembang. Dan juga penggunaan system moduler dalam arsitektur simbiosis. Sistem moduler memudahkan konstruksi bangunan dan tidak
merusak lingkungan. Dapat dilihat dari Karya terakhir Kurokawa yang bernuansa simbiosis misalnya adalah Kualalumpur International Airport KLIA. KLIA adalah sebuah
kombinasi flexibilitas system modular sebagai persyaratan sentral dalam program.
Universitas Sumatera Utara
Contoh –contoh : 1. Melalui penghargaan pada tradisi. Contohnya metode arsitektur jepang yang disebut
Sukiya, yaitu memberikan makna baru untuk bangunan tua dengan memberi material baru.
2. Menempatkan kehidupan kontemporer mereka sebagai sebuah konteks sejarah dan menyadangkannya sebuah makna baru.
3. Menempatkan kebudayaan bahkan hasil manipulasi hal-hal yang aneh dan lucu dalam symbol sejarah mereka sebagai sebuah bentuk ekspresi.
Simbiosis adalah istilah arsitek Kurokawa yang bermaksud bahwa bangunan tidak seharusnya dilihat sebatas struktur mekanik semata. Tetapi juga harus dapat
bekerjasama sebagai bentuk kehidupan, dan memberi nafas secara menguntungkan. Prinsip ini telah diterima baik pada pertunjukkan projek besarnya National Art Centre di
Tokyo 2005, area baru Zhegdong di China yang didesign untuk 150.000 orang dan rencana masternya untuk International Airport Astana, di Kazakhstan.
Di era globalisasi ini, pengaruh kebudayaan dari luar sangatlah besar dan sulit dibendung. Dan secara tidak langsung hal ini membuat krisis identitas pada budaya kita
khususnya dalam arsitektur.
III.2. Interpretasi Tema
Di era globalisasi ini, pengaruh kebudayaan dari luar sangat besar dan sulit dibendung. Dan secara tidak langsung hal ini membuat krisis identitas pada budaya kita
khususnya arsitektur . Indonesia sebagai negara berkembang memiliki kondisi yang tentu saja berbeda dengan negara maju. Keunikan kondisi di Indonesia,
antara lain, adalah arus urbanisasi yang amat deras sehingga menumbuhkan arsitektur kota yang khas. Oleh karena jumlah penduduk di kota yang
terus betambah, maka kota bertumbuh cepat untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk tersebut. Akibatnya, dalam segi ekonomi, terjadi efisiensi. Banyaknya
bangunan ruko dan gedung bertingkat serta permukiman kumuh sering terlihat. Bangunan tinggi yang hanya memikirkan bentuk dan “cepat laku”, menjamur dimana-mana. Desain
kotak-kotak menjadi wajah kota. Inilah akibat dari arsitektur modern dengan prinsip “form follows function”-nya yang dijabarkan oleh Kisho Kurokawa sebagai era Mesin.
Dalam hal ini, negara berkembang memang mencari jalan untuk maju, terutama dalam bidang arsitektur. Sama halnya dengan negara Indonesia sebagai negara
berkembang, yang memang sedang dalam perjalanan kearah maju. Tetapi jalan yang
Universitas Sumatera Utara
seperti apa yang membuat suatu negara bisa dikatakan maju. Jalan yang dimaksud bukan hanya mengadopsi arsitektur modern ala barat yang megah. Bukan juga menjiplak
mentah-mentah bentuk bangunan bergaya barat. Bukan juga hanya memikirkan aspek ekonomi pembangunan. Arsitektur yang maju adalah arsitektur yang dapat
mempertahankan kearifan lokal, budaya setempat, dan nilai-nilai lokal dimana arsitektur tersebut eksis ditengah-tengah masuknya arus modern. Karena Levi Strauss mengatakan
bahwa setiap tempat memiliki arsitektur nya sendiri yang tidak dimiliki oleh tempat lain. Karena untuk maju kita tidak menanggalkan jati diri, tetapi harus menunjukkan jati diri
sebagai keunggulan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Arsitektur yang maju juga seharusnya tidak memandang pada satu aspek saja,
seperti aspek ekonomi dalam dunia usaha. Dalam bukunya, Wastu Citra, 1988, Y.B. Mangunwijaya di antaranya menulis:
arsitektur yang berasal dari kata architectoon ahli bangunan yang utama, lebih tepat disebut vasthu wastu norma, tolok ukur
dari hidup susila, pegangan normatif semesta, konkretisasi dari Yang Mutlak , lebih bersifat menyeluruh komprehensif, meliputi tata bumi dhara , tata gedung
harsya , tata lalu lintas yana dan hal-hal mendetail seperti perabot rumah, dll. Total-architecture tidak hanya mengutamakan aspek fisik saja, yang bersifat
rasional, teknis, berupa informasi tetapi mengutamakan pula hal-hal yang bersifat transendens, transformasi, pengubahan radikal keadaan manusia. Oleh sebab itu
citra merupakan bagian yang sangat penting dalam berarsitektur. Citra menunjuk pada sesuatu yang transendens, yang memberi makna. Arti, makna, kesejatian,
citra mencakup estetika, kenalaran ekologis, karena mendambakan sesuatu yang laras, suatu kosmos yang teratur dan harmonis. Maka dari penjelasan tersebut
arsitektur selain mempertimbangkan aspek ekonomis, dan teknologi, juga harus melihat pada aspek sosial, budaya, nilai-nilai filosofis lokal agar negara ini mampu
bersaing dalam era globalisasi yang sedang berlangsung saat ini.
Dalam menjawab tantangan globalisasi ini maka digunakan filosofi simbiosis. Prinsip filosofi simbiosis tidak mempertentangkan beragam budaya yang berbeda, tetapi
justru memadukan budaya-budaya tersebut dalam hubungan yang harmonis. Simbiosis dalam arsitektur dicapai dengan prinsip ‘ dan ‘, bukan ‘ atau ‘ dalam suatu ruang antara
intermediate space. Dalam dunia arsitektur kita selalu dihadapkan kepada pilihan, contohnya kita selalu mempermasalahkan harus memilih tradisional atau modern.
Padahal kalau kita menggabungkannya kita akan mendapatkan hal-hal yang baru dan lebih baik. Simbiosis ini juga muncul dari kepercayaan terhadap agama yang dianut oleh
Universitas Sumatera Utara
Kisho, yaitu agama Budha. Di dalam agama Budha, tidak dikenal adanya dualisme, contohnya adalah baik dan buruk adalah suatu hal yang saling membutuhkan dan tidak
bisa dipisahkan. Kalau ingin menghilangkan sifat buruk, maka kita harus mempelajari sifat baik. Dengan cara lepas dari dualisme, maka kita akan mencapai pencerahan. Dalam
menerapkan simbiosis kita harus lepas dari dualisme namun tetap berpijak pada keduanya, untuk lepas dari dualisme maka simbiosis harus mencapai pluralisme.
Sejauh mana unsur tradisional masih relevan dan sejauh mana unsur modern dapat digunakan seberapa jauh seseorang melihat identitas dari tradisional dan modern
tersebut. Kisho Kurokawa sangat peduli terhadap budaya Jepang. Budaya tradisional Jepang berpendapat bahwa keindahan itu ditemukan didalam alam. Oleh karena itu Kisho
mencoba memsimbiosiskan antara alam dan teknologi kondisi masa kini. Unsur-unsur alam dalam arsitekturnya diciptakan melalui vista atau mungkin lebih tepat interpenetrasi
antara ruang luar alam dan ruang dalam bangunan. Dalam hal ini pendekatan arsitektur Kisho adalah pendekatan modernis yang
memandang alam secara abstraksi, karena itulah muncul bentuk-bentuk geometri. Bentuk-bentuk geometri yang ada pada budaya tradisional muncul dari mitologi yang
berakar dari kepercayaan mereka. Contohnya bentuk piramida di Mesir yang merupakan lambang simbolisme dari kosmologi masyarakat Mesir.
Makna dapat diwujudkan pada arsitektur simbiosis dengan abstraksi simbolisme. Simbolisme adalah makna konotasi dari suatu abstraksi, makna yang terkandung dari
suatu hal bentukfungsi. Romo Mangunwijaya mendefenisikan abstraksi simbolisme ini sebagai citra. “Citra sebetulnya menunjukkan pada suatu ‘gambaran’, suatu kesan
penghayatan yang menangkap arti bagi seseorang”. Contohnya dalam bahaasa Jepang gunung itu disimbolkan dengan sebuah lambang. Sedangkan penulisan alfabet
menggunakan perpaduan huruf ‘G’, ‘U” dan seterusnya yang menyusunnya menjadi kata- kata yang berarti ‘gunung’. Sama halnya di Cina, seorang jendral Cina yng bernama
Huanianzi berkata “the heavens are round and the earth is square”. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan kota di Cina. Yang bentuknya persegi panjang dan bersusun.
Arsitektur simbiosis berusaha menciptakan bentuk-bentuk geometri dari gambaran akan suatu hal dengan makna budaya yang tidak menghilangkan sejarah, budaya serta
identitas dari lingkungan tadi dengan cara melepas seluruh komponen yang ada pada bangunan lama dan menyusunnya kembali dengan menggunakan budaya tradisional
Jepang. Seperti munculnya bentuk-bentuk kerucut pada desain Kisho yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
perpaduan antara budaya kosmologi Jepang yang terlihat pada atap puri Jepang yang meruncing lalu dipadukan dengan kedinamisan masyarakat sekarang maka muncullah
bentuk kerucut. Istilah abstraksi simbolisme lebih jauh dapat didefinisikan sebagai abstraksi bentuk yang bermakna.
Arsitektur simbiosis akan memberikan makna yang beragam. Penekanan pada unsur-unsur pluralisme dan keragaman kehidupan menciptakan arsitektur yang sifatnya
dekonstruksi. Irama elemen-elemen arsitektur dikacaukan noise. Noise diperkenalkan sebagai tambahan untuk memberikan makna yang beragam. Disinilah ’ruang antara’
intermediate space dalam simbiosis sangat berperan. Setiap elemen mempunyai identitasnya masing-masing tetapi ’exist’ secara berdampingan. Bentuk geometri yang
berasal dari mitologi akan berdampingan dengan bentuk geometri yang dihasilkan oleh industi modern dan akan ditambahkan dengan noise untuk memberikan keragaman
makna. Ruang antara dalam simbiosis akan memungkinkan penciptaan arsitektur yang baik sesuai dengan ’waktu kita’ dan ’tempat kita’ tanpa melupakan unsur-unsur tradisi.
Dalam menggambarkan masyarakat yang sekarang, yaitu masyarakat teknologi informasi dan pluralisme, wujud fisik yang dihasilkan akan berbeda dengan wujud fisik untuk
masyarakat di pedesaan. Unsur-unsur yang diadopsi dari tradisional adalah ide, filosofi, gaya hidup, agama
dan sensibilitas. Semua itu merupakan pemikiran dasar yang merupakan jiwa yang terdapat dalam karya-karya arsitektur tradisional. Filosofi dasar inilah yang menjadi dasar
pencapaian bentuk geometri.
III.3. Kaitan Tema dengan Judul
Keterkaitan tema dan judul adalah bagaimana suatu kebudayaan yang berasal dari suatu daerah asal dapat hidup dan beradaptasi dengan daerah lingkungan
tempatannya. Disini kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan Tamil. Pemahaman ini berasal dari konsep simbiosis yang menyatakan perbedaan budaya dibedakan oleh
perbedaan ruang, yang karenanya berbeda masyarakat dan budayanya, tetapi dalam waktu yang sama sinkronik. Kebudayaan Tamil berasal dari daerah Tamilnadu di India
Selatan. Tetapi di Medan, terdapat juga kebudayaan yang sama yang terjadi karena migrasi penduduknya menurut unsur sejarah. Sehingga kebudayaan tersebut beradaptasi
dan menetap di tempat yang berbeda dari tempat asalnya. Perbedaan tempat inilah yang berusaha penulis jabarkan dalam pemecahan desain dengan konsep simbiosis. Dimana
tidak ada lagi unsur-unsur suci dan unsur-unsur profan yang dimaksudkan untuk fungsi
Universitas Sumatera Utara
tertentu. Karena posmodern menolak pembagian antara keduanya. Disisi lain, zona antara diantara keduanya memungkinkan kreativitas akan semakin menonjol. Maka
keluaran desain dapat mengacu pada kebudayaan hibrid, yaitu kebudayaan yang menggabungkan antara arsitektur India sebagai ciri asal dengan arsitektur Nusantara
sebagai ciri tempatan. Penggabungan ini disebut proses hibridisasi yang merupakan konsep utama dalam Arasitektur Simbiosis. Inilah yang menjadi dasar pertimbangan
pemilihan tema untuk sebuah Pusat Kebudayaan dimana Pusat Kebudayaan tersebut ada.
III.4. Studi Banding Tema Sejenis
Perumahan Kaum Badui di Libya Kaum Badui adalah suku yang menetap di Uni Emirat Arab. Negara dengan
penduduk hanya 1,3 juta jiwa dan memiliki pendapatan perkapita terbesar di dunia. Suku badui adalah suku yang biasa berpindah tempat dan hidup dari berburu dan
menggembala ternak. Mereka biasa membangun shelter dari batubara dari pasir yang dijemur matahari, tetapi mereka lebih sering berpindah-pindah. Orang Badui mendirikan
tenda di samping rumah dan justru meletakkan hewan ternak dan pakannya di dalam rumah. Meskipun begitu situasi dalam tenda terasa nyaman. Meskipun suhu diluar naik
dan turun drastis, hampir tidak ada variasi perubahan suhu udara tiga meter diatas permukaan tanah. Saat suhu udara naik 400C. Suhu didalam tenda tetap stabil 200C,
demikian pula saat malam hari, suhu luar turun hingga 50C, suhu dalam tenda tetap pada 200C. Pada siang hari orang Badui duduk di bawah tenda, dengan udara dingin mengalir
dari permukaan tanah, sedang pada malam hari mereka tidur diatas tanah beralaskan permadanai. Kehangatan yang naik dari permukaan tanah melindungi mereka dari
dinginnya udara malam hari. Kisho Kurokawa kemudian mendapatkan mandat untuk menyelesaikan proyek
perumahan di kota Al Sarir, Libya. Sebagai jawabannya, ia memutuskan untuk membuat bata dari pasir sebagaimana kebiasaan suku Badui membangun bata dari pasir yang
dijemur matahari. Ia bekerjasama dengan lembaga riset Inggris dalam menciptakan pasir bata yang cukup kuat untuk proyeknya. Idenya adalah bahwa rumah yang diesainnya itu
harus dapat dibangun sendiri oleh pemiliknya dengan menggunakan pasir bata tersebut. Berbeda dengan proyek perumahan massal lainnya, setiap pemilik rumah dapat membuat
rumahnya berbeda dengan lay-out rumah tetangganya. Ujicoba terhadap desain bangunan ini dilakukan dengan menggunakan orang-orang amatir dalam bangunan.
Hasilnya, tiga minggu mencukupi untuk menyelesaikan seluruh konstruksi, kecuali
Universitas Sumatera Utara
finishingnya. Hasilnya, menara setinggi 15 meter dengan bukaan pada bagian atasnya, ketika udara berhembus melintas, udara hangat di dalam rumah dihisap dan udara dingin
didalam lantai ditarik naik untuk mendinginkan interior ruang. Desain yang mengeksploitasi pola pergerakan udara alami padang pasir ini
meniru kecerdikan suku Badui dalam menyikapi iklim gurun. Desain ini merupakan contoh simbiosis antara teknologi maju dan budaya gurun Arab, dan siombiosis antara 2
kebudayaan yang berbeda tempat. Simbiosis terjalin antara kemampuan ilmu dan teknologi untuk membuat pasir bata dengan kebijakan orang Badui menyikapi iklim gurun
dan kemampuan dalam menyelesaikan desain dengan mempertimbangkan filosofi dan kebiaasaan suatu kebudayaan didalamnya.
Gambar 3-1. Konsep Perumahan Kaum Badui di Libya
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ANALISA
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ANALISA