Pengobatan Kandidiasis Oral Dengan Flukonazol Pada Penderita HIV / AIDS Dihubungkan Dengan Spesies Dan Bentuk Klinis Yang Dijumpai

(1)

PENGOBATAN KANDIDIASIS ORAL DENGAN FLUKONAZOL

PADA PENDERITA HIV / AIDS DIHUBUNGKAN DENGAN

SPESIES DAN BENTUK KLINIS YANG DIJUMPAI

TESIS

Oleh

RISMA SITORUS

077027005/IKT

MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGOBATAN KANDIDIASIS ORAL DENGAN FLUKONAZOL

PADA PENDERITA HIV / AIDS DIHUBUNGKAN DENGAN

SPESIES DAN BENTUK KLINIS YANG DIJUMPAI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Tropis

Dalam Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

RISMA SITORUS

077027005/IKT

MAGISTER ILMU KEDOKTERAN TROPIS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Penelitian : PENGOBATAN KANDIDIASIS ORAL DENGAN FLUKONAZOL PADA PENDERITA HIV/AIDS DIHUBUNGKAN DENGAN SPESIES DAN

BENTUK KLINIS YANG DI JUMPAI Nama Mahasiswa : RISMA SITORUS

Nomor Pokok : 077027005

Program Studi : Ilmu Kedokteran Tropis

Menyetujui, Komisi Pembimbing:

Ketua

dr.R.Lia Kusumawati, MS, Sp.MK

(dr.Tambar Kembaren, Sp.PD )

Anggota Anggota

( Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes )

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

Tanggal lulus : 15 September 2011 Telah diuji pada

Tanggal : 15 September 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK ANGGOTA : 1. dr. Tambar Kembaren, Sp.PD

2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 3. dr. Yosia Ginting, Sp.PD-KPTI 4. dr. Tetty Aman Nasution, M. Med.Sc


(5)

ABSTRAK

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) meningkat dengan pesat di seluruh dunia, khususnya negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Pasien HIV/AIDS sering mengalami infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral. Gambaran klinis yang biasa dijumpai pada kandidiasis oral sering dengan keluhan sensasi pengecapan yang menurun, rasa terbakar (sariawan) pada rongga mulut (oral) serta dijumpainya bentuk lesi (efloresensi). Pada kandidiasis oral sering dijumpai spesies Candida dan obat flukonazol sering digunakan pada pengobatan, namun ada beberapa spesies Candida

yang tidak efektif terhadap flukonazol. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti efektifitas obat flukonazol terhadap spesies Candida dihubungkan dengan bentuk lesi klinis.

Terhadap 26 pasien penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral disertai lesi klinis pada rongga mulut (oral), yang datang ke Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan diambil spesimen (swab) dengan Amis agar, ditanam (kultur) pada media Sabaroud’s Dextrosa Agar (SDA) pada suhu 37C selama 24 jam, dilanjutkan dengan identifikasi spesies Candida dengan reaksi biokimia (permentasi). Pada hasil kultur dan identifikasi spesies Candida positif diberi obat flukonazol dosis: 200mg/hari selama 14 hari, setelah 14 hari pengobatan dilakukan kultur dan identifikasi ulang dengan metode yang sama.

Hasil yang dijumpai sebelum pemberian obat flukonazol, untuk identifikasi spesies Candida: Candida albicans (77,0%), Candida tropicalis (19,2%) dan

Candida krusei (3,8%). Untuk bentuk lesi klinis (efloresensi): Hiperplastik (43,2%), pseudomembran (38,5%) dan atrofi/eritema disertai kheilosis (19,2%).

Setelah 14 hari pemberian obat flukonazol dijumpai spesies Candida:

Candida albicans (7,7%), Candida tropicalis (7,7%), Candida krusei (3,8%),

Candida lusitaniae (3,8%) dan Candida kefyr (3,8%). Bentuk lesi dijumpai: Hiperplastik (100,0%) dan lesi atrofi/eritema (60,0%).

Dari hasil penelitian ini didapat efektifitas flukonazol pada spesies Candida albicans (90,0%), Candida tropicalis (60,0%) sedangkan pada Candida krusei,

lusitaniae dan kefyr tidak efektif. Kesembuhan pada bentuk lesi pseudomembran (100,0%), atrofi/eritema disertai kheilosis (40,0%) dan hiperplastik (0,0%).

Dalam hal ini efektifitas flukonazol terhadap kandidiasis oral sebelum dan sesudah pengobatan untuk spesies Candida berbeda secara signifikan ( P < 0,05), pada bentuk lesi klinis tidak signifikan.


(6)

ABSTRACT

Human Immunodeficiency Virus (HIV/AIDS)/Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) infection increase quickly all over the world, especially in the developing countries including Indonesia. The HIV/ AIDS patients often experience the opportunistic infection like oral candidiasis. The clinical description which is commonly found in oral candidiasis is the complaint about less sense of teste, oral ulceration and lesions. Species Candida is frequently found in oral candidiasis and fluconazole is often used as the medicine to treat it, but fluconazole is not effective to several species of Candida. In this context, the researcher wants to study the effectiveness of fluconazole against Candida species with respect to the shape of clinical lesion.

The specimen (swab) of 26 HIV/AIDS patients suffering from oral candidiasis with clinical lesion in the mouth cavity (oral), who came to the General Hospital of H. Adam Malik Medan by fishy agar then it was cultured through the media of Sabaroud’s Dextrosa Agar at the temperature of 37 0

The findings found before the administration of fluconazole medicine, to identify the Candida species : Candida albicans (77,0 %), Candida tropicalis (19,2 %) and Candida krusei (3,8 %). The shapes of clinical lesion (efloresensi): Hyperplastic (43,2%), pseudomembran (38,5%) and atrophy/eritema with kheilosis (19,2%).

C for 24 hours, then it was continued with the identification of Candida species through biochemical reactions (fermentation). The positive result of culture and identification of Candida species was given a fluconazole dosage of 200 mg/day for 14 days, after 14 days of treatment, a re-culture and re-identification were done with the same method.

After 14 days of fluconazole administration, Candida species found were

Candida albicans (7,7%), Candida tropicalis (7,7%), Candida krusei (3,8%),

Candida lusitaniae (3,8%) and Candida kefyr (3,8%). The shapes of lesion found are: Hyperplastic (100,0%) dan atrophy/eritema lesions (60,0%).

The result of this study showed that the effectiveness of fluconazole on the species of Candida albicans (90,0 %), Candida tropicalis (60,0 %) while fluconazole was not effective against Candida krusei, Candida lusitaniae and Candida kefyr. Recovery found was in the shape of pseudomembran (100,0 %), atrophy/eritema with kheilosis (40.0 %), and hyperplastic (0.0 %).

In this case, the effectiveness of fluconazole against oral candidiasis before and after treatment for Candida species is significantly different (P < 0.05), while it was not significant for clinical lesion.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan Rahmad dan Karunianya, penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. Judul tesis ini adalah “PENGOBATAN KANDIDIASIS ORAL DENGAN FLUKONAZOL PADA PENDERITA HIV/AIDS DIHUBUNGKAN DENGAN SPESIES DAN BENTUK KLINIS YANG DIJUMPAI”.

Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat S2 Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan laporan ini juga tidak terlepas dari dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan yang sangat besar dari dosen pembimbing, dosen pembanding serta banyak pihak lainnya, dimulai dari penyusunan proposal, pengumpulan sampel sampai penyusunan tesis ini, oleh karena itu pada kesempatan yang berharga ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

Yth dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp. MK-K, selaku ketua komisi pembimbing, profil seorang dosen yng sangat saya hormati, sabar dan tulus telah mendukung penulis untuk dapat melewati masa-masa sulit dalam memulai penelitian ini sampai selesai. Penulis menganggapnya sudah seperti saudara sendiri, karna beliau selalu menyediakan diri untuk mendengarkan keluh kesah penulis dan membantu mencari solusi.

Yth dr. Tambar Kembaren Sp. PD, selaku dosen pembimbing yang juga telah berkenan memberikan bimbingan, arahan, saran, waktu dan semangat kepada penulis, sejak dari penyusunan proposal sampai pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian ini.

Yth Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bantuan dibidang statistik selama saya memulai


(8)

penelitian sampai selesainya penulisan laporan hasil penelitian ini, terimakasih saya ucapkan.

Yth dr. Yosia Ginting, Sp. PD-KPTI selaku dosen pembanding dan penguji tesis yang telah berkenan memberikan bimbingan, arahan, saran, masukan dan waktu kepada penulis, sampai pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian ini.

Yth dr. Tetty Aman Nasution, M. Med. Sc, selaku dosen pembanding dan penguji tesis yang telah berkenan memberikan bimbingan, arahan, saran, masukan dan waktu kepada penulis, sampai pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian ini.

Yth Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K) selaku ketua program studi S2 Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan nasehat, inspirasi yang mendorong semangat penulis.

Yth Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp. PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program studi S2 Ilmu Kedokteran Tropis.

Hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Bupati Kabupaten Pematang Raya, Kepala Bagian Kepegawaian Kabupaten Pematang Raya, Kepala Puskesmas Panei Tongah beserta seluruh staff, yang telah memberikan izin kepada saya untuk mengikuti program pendidikan S2 Ilmu Kedokteran Tropis di Universitas Sumatera Utara.

Bapak dan Ibu Tersayang, Dr. Siparini Payung Barani Siregar dan Dr. Margaretha Theodora Wilhelmina Siregar, Emck di Amsterdam-Nederland yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat dengan penuh kasih sayang kepada ananda mulai dari pendidikan sampai selesainya. Semoga diberikan umur yang panjang.


(9)

Kepada Almarhum kedua orang tua saya Kasianus Sitorus dan Rumina Tambun yang tersayang, yang telah membesarkan dan memberikan dorongan moril kepada saya selama ini.

Kakak-kakakku dan adik-adikku tersayang yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas dukungan dan doanya selama ini.

Rekan seperjuangan S2 Ilmu Kedokteran Tropis Angkatan ke-IV, dr. Ely Surmaita, dr Nelly Murlina Pasaribu, dr. Nora Saragih, dr Mutiara Barus, dr Yoan Panggabean yang telah berbagi pengalaman baik suka maupun duka selama pendidikan sampai selesai.

Ucapan terimakasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat Program Pendidikan Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para Analis, perawat VCT Pusyansus dan perawat ruang Rindu A1 RS. HAM Medan serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan kepada saya sejak saya mulai penelitian sampai selesainya penulisan laporan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari laporan penelitian ini masih terdapat kekurangan dan memerlukan perbaikan, oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan penelitian ini.

Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan berbagai pihak lainnya.

Medan, 15 September 2011 Penulis,


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Risma Sitorus

Tempat/ Tgl. Lahir : Lumban Lobu, Kabupaten Toba Samosir/ 10 Nopember 1965 Suku/ Bangsa : Batak/ Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : PNS (Pegawai Negeri Sipil) Pangkat/ Golongan : Penata Tk. I/ III C

Alamat : Jln. Rimba Raya No. 19 Pematang Siantar

Pendidikan

- SD Negeri Lumban Lobu Tahun 1979 - SMP Negeri Lumban Lobu Tahun 1982

- SMA Swasta YP HKBP Pematang Siantar Tahun 1985

- Sekolah Tinggi Pendidikan Diakones HKBP Balige Tahun 1987

- Fakultas Kedokteran Universitas Methodis Indonesia Medan Tahun 2001 - Program Pendidikan S2 Ilmu Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara tahun 2011

Riwayat Pekerjaan

- Sebagai staff di PLPP STT HKBP Pematang Siantar Tahun 1987 s/d 1990 - Dokter PTT Puskesmas Kecamatan Tapian Dolok Kabupaten Pematang Raya

Tahun 2003 s/d 2006

- Dokter PNS Puskesmas Kecamatan Panei Tongah Kabupaten Pematang Raya Tahun 2007 s/d sekarang

Organisasi


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT……….. ii

KATA PENGANTAR……… iii

RIWAYAT HIDUP……… vi

DAFTAR ISI………. vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

1.6. Kerangka Konsep ... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 8


(12)

2.2. Pembagian Kandidiasis oral Berdasarkan Bentuk Lesi

Klinis ... 9

2.2.1. Kandidiasis pseudomembran akut ... 9

2.2.2. Kandidiasis atrofi akut ... 9

2.2.3. Kandidiasis atrofi kronis ... 10

2.2.4. Kandidiasis hiperplastik kronis ... 10

2.2.5. Glositis rhomboid median ... 10

2.2.6. Kheilosis candida ... 11

2.2.7. Black Hairy tongue ... 11

2.3. Differensial Diagnosis Kandidiasis oral ... 12

2.4. Beberapa Spesies Ragi Genus Candida Penyebab Kandidiasis oral ... 12

2.5. Patogenesis ... 12

2.6. Diagnosis Kandidiasis oral ... 14

2.6.1. Gambaran Klinis ... 14

2.6.2. Pemeriksaan Laboratorium ... 14

2.7. Pengobatan Kandidiasis oral ... 15

2.7.1. Umum ... 15

2.7.2. Topikal ... 15

2.7.3. Sistemik ... 17

2.7.4. Flukonazol ... 17

BAB III : BAHAN DAN CARA PENELITIAN ... 19


(13)

3.2. Rancangan Penelitian ... 19

3.3. Subjek Penelitian ... 19

3.4. Kriteria Inklusi ... 20

3.5. Kriteria Eksklusi ... 20

3.6. Variabel Yang Diamati ... 20

3.7. Perkiraan Besar Sampel ... 20

3.8. Pemeriksaan Laboratorim ... 22

3.8.1. Bahan dan Peralatan ... 22

3.8.2. Cara Pengambilan Sampel Swab Rongga Mulut . 23 3.8.3. Pembiakan ... 23

3.8.4. Pewarnaan Gram ... 23

3.8.5. Reaksi Biokimia ... 24

3.8.6. Pemberian Obat ... 24

3.9. Kerangka Operasional ... 25

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN……… 26

4.1.Hasil Penelitian……….. 26

4.2. Pembahasan……….. 35

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN…... 42

5.1. Kesimpulan………. 42

5.2. Saran……… 43


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin ... 26

Tabel 4.2 Karakteristik sampel berdasarkan pendidikan ... 27

Tabel 4.3 Karakteristik sampel berdasarkan pekerjaan ... 27

Tabel 4.4 Lokasi lesi sebelum diberi pengobatan ... 28

Tabel 4.5 Rerata umur dan CD4 penderita yang ikut pengobatan sampai selesai ... 29

Tabel 4.6 Perubahan kandidiasis oral sebelum dan setelah pemberian obat flukonazol ... 29

Tabel 4.7 Identifikasi spesies sebelum pengobatan ... 31

Tabel 4.8 Identifikasi spesies setelah pengobatan ... 31

Tabel 4.9 Efloresensi/bentuk lesi sebelum pengobatan ... 32

Tabel 4.10 Efloresensi/bentuk lesi setelah pengobatan ... 32

Tabel 4.11 Identifikasi spesies Candida dihubungkan dengan bentuk lesi sebelum pemberian obat flukonazol ... 33

Tabel 4.12 Identifikasi spesies Candida dihubungkan dengan bentuk lesi setelah pemberian obat flukonazol ... 34


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 7


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lembaran Status Subjek Penelitian……….. 48

2. Surat Pernyataan Persetujuan setelah Penjelasan/ Informed Consent……… 50

3. Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian………. 51

4. Data Subjek Penelitian (26 orang)……… 54

5. Tabel Identifikasi spesies Candida………55

6. Lampiran Gambaran Lesi Oral……… 56


(17)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

CD4 : Cluster of Differentiation 4

CMV : Cytomegalo Virus

DC –SIGN : Dendritic Cell SIGN

Ditjen PPM & PL : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IDU : Injection Drug User

ODHA : Orang Dengan HIV/AIDS PDA : Potatoes Dextrosa Agar

P450 : Protein 450

RSUP H : Rumah Sakit Umum Pusat Haji SDA : Sabaroud’s Dextrosa Agar

SDD : Susceptible Dose Dependent

USU : Universitas Sumatera Utara VCT : Voluntary Counselling and Testing


(18)

ABSTRAK

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) meningkat dengan pesat di seluruh dunia, khususnya negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Pasien HIV/AIDS sering mengalami infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral. Gambaran klinis yang biasa dijumpai pada kandidiasis oral sering dengan keluhan sensasi pengecapan yang menurun, rasa terbakar (sariawan) pada rongga mulut (oral) serta dijumpainya bentuk lesi (efloresensi). Pada kandidiasis oral sering dijumpai spesies Candida dan obat flukonazol sering digunakan pada pengobatan, namun ada beberapa spesies Candida

yang tidak efektif terhadap flukonazol. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti efektifitas obat flukonazol terhadap spesies Candida dihubungkan dengan bentuk lesi klinis.

Terhadap 26 pasien penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral disertai lesi klinis pada rongga mulut (oral), yang datang ke Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan diambil spesimen (swab) dengan Amis agar, ditanam (kultur) pada media Sabaroud’s Dextrosa Agar (SDA) pada suhu 37C selama 24 jam, dilanjutkan dengan identifikasi spesies Candida dengan reaksi biokimia (permentasi). Pada hasil kultur dan identifikasi spesies Candida positif diberi obat flukonazol dosis: 200mg/hari selama 14 hari, setelah 14 hari pengobatan dilakukan kultur dan identifikasi ulang dengan metode yang sama.

Hasil yang dijumpai sebelum pemberian obat flukonazol, untuk identifikasi spesies Candida: Candida albicans (77,0%), Candida tropicalis (19,2%) dan

Candida krusei (3,8%). Untuk bentuk lesi klinis (efloresensi): Hiperplastik (43,2%), pseudomembran (38,5%) dan atrofi/eritema disertai kheilosis (19,2%).

Setelah 14 hari pemberian obat flukonazol dijumpai spesies Candida:

Candida albicans (7,7%), Candida tropicalis (7,7%), Candida krusei (3,8%),

Candida lusitaniae (3,8%) dan Candida kefyr (3,8%). Bentuk lesi dijumpai: Hiperplastik (100,0%) dan lesi atrofi/eritema (60,0%).

Dari hasil penelitian ini didapat efektifitas flukonazol pada spesies Candida albicans (90,0%), Candida tropicalis (60,0%) sedangkan pada Candida krusei,

lusitaniae dan kefyr tidak efektif. Kesembuhan pada bentuk lesi pseudomembran (100,0%), atrofi/eritema disertai kheilosis (40,0%) dan hiperplastik (0,0%).

Dalam hal ini efektifitas flukonazol terhadap kandidiasis oral sebelum dan sesudah pengobatan untuk spesies Candida berbeda secara signifikan ( P < 0,05), pada bentuk lesi klinis tidak signifikan.


(19)

ABSTRACT

Human Immunodeficiency Virus (HIV/AIDS)/Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) infection increase quickly all over the world, especially in the developing countries including Indonesia. The HIV/ AIDS patients often experience the opportunistic infection like oral candidiasis. The clinical description which is commonly found in oral candidiasis is the complaint about less sense of teste, oral ulceration and lesions. Species Candida is frequently found in oral candidiasis and fluconazole is often used as the medicine to treat it, but fluconazole is not effective to several species of Candida. In this context, the researcher wants to study the effectiveness of fluconazole against Candida species with respect to the shape of clinical lesion.

The specimen (swab) of 26 HIV/AIDS patients suffering from oral candidiasis with clinical lesion in the mouth cavity (oral), who came to the General Hospital of H. Adam Malik Medan by fishy agar then it was cultured through the media of Sabaroud’s Dextrosa Agar at the temperature of 37 0

The findings found before the administration of fluconazole medicine, to identify the Candida species : Candida albicans (77,0 %), Candida tropicalis (19,2 %) and Candida krusei (3,8 %). The shapes of clinical lesion (efloresensi): Hyperplastic (43,2%), pseudomembran (38,5%) and atrophy/eritema with kheilosis (19,2%).

C for 24 hours, then it was continued with the identification of Candida species through biochemical reactions (fermentation). The positive result of culture and identification of Candida species was given a fluconazole dosage of 200 mg/day for 14 days, after 14 days of treatment, a re-culture and re-identification were done with the same method.

After 14 days of fluconazole administration, Candida species found were

Candida albicans (7,7%), Candida tropicalis (7,7%), Candida krusei (3,8%),

Candida lusitaniae (3,8%) and Candida kefyr (3,8%). The shapes of lesion found are: Hyperplastic (100,0%) dan atrophy/eritema lesions (60,0%).

The result of this study showed that the effectiveness of fluconazole on the species of Candida albicans (90,0 %), Candida tropicalis (60,0 %) while fluconazole was not effective against Candida krusei, Candida lusitaniae and Candida kefyr. Recovery found was in the shape of pseudomembran (100,0 %), atrophy/eritema with kheilosis (40.0 %), and hyperplastic (0.0 %).

In this case, the effectiveness of fluconazole against oral candidiasis before and after treatment for Candida species is significantly different (P < 0.05), while it was not significant for clinical lesion.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai

kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh

akibat infeksi oleh human immunodeficiency virus ( HIV ) dan merupakan tahap akhir

dari infeksi HIV (Djoerban Z, 2006). Penyakit infeksi HIV/AIDS merupakan masalah

kesehatan terbesar di dunia dewasa ini, termasuk di Indonesia. Masalah yang

berkembang sehubungan dengan penyakit infeksi HIV/AIDS adalah angka kejadian

dan kematian yang masih tinggi (Nasronudin, 2007).

Sejak ditemukan kasus AIDS di Amerika Serikat pada tahun 1981 hingga saat

ini penyakit ini selalu menarik perhatian dunia kedokteran maupun masyarakat luas

(Hetti, 2009). Di Indonesia pengidap HIV/AIDS dilaporkan terus meningkat sejak

kasus AIDS pertama kali ditemukan dari seorang turis asing di Bali. Pada tahun 2002

Depkes RI memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV/AIDS


(21)

Komisi penanggulangan AIDS Nasional melaporkan berdasarkan data dari

Departemen Kesehatan bahwa sampai 31 Maret 2008 terdapat secara kumulatif penderita

AIDS 11.868 kasus yang tersebar di 32 propinsi, 194 Kabupaten/Kota. Sedangkan kumulatif

kasus HIV yang dilaporkan adalah 6.130 kasus, padahal estimasi sebesar 193.000 kasus. Pada

klinik Teratai RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung sampai dengan bulan September 2008 dijumpai

sebanyak 1437 kasus terdiri atas 896 kasus AIDS dan 541 kasus HIV dan 197 kasus (21%)

diantaranya telah meninggal dunia. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan sampai 30

September 2009 kasus HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif mencapai 18.422 kasus dan

3708 diantaranya meninggal dunia, jumlah tersebut terdiri dari 13.654 laki-laki dan 4.701

perempuan, 87 penderita diantaranya tidak diketahui. Berdasarkan prevalensi secara nasional

prevalensi kasus AIDS di Indonesia sebesar 8,15 artinya setiap 100.000 penduduk sebesar

8,15 % diantaranya menderita AIDS (Ditjen PPM dan PL Depkes RI, 2009).

Di Sumatera Utara, hingga Juli 2007 diperkirakan jumlah penderita HIV/AIDS

mencapai 1.033 kasus, dan menurut Dinas Kesehatan Sumut jumlah penderita HIV/AIDS

hingga periode Juni 2008 sebanyak 1.316 kasus. Angka prevalensi kasus AIDS per 100.000

untuk Sumatera Utara s/d 2009 sekitar 3,93% (Ditjen PPM dan PL depkes RI). Di RSUP H.

Adam Malik Medan, jumlah penderita HIV/AIDS tahun 2008 ditemukan 403 kasus, tahun

2009 ditemukan 528 kasus ( Data VCT Pusyansus RSUP. HAM Medan, 2009).

Pasien HIV/AIDS sering mengalami infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik adalah

infeksi akibat adanya kesempatan untuk muncul pada kondisi-kondisi tertentu yang

memungkinkan, yang bisa disebabkan oleh organisme non pathogen. Secara klinis digunakan

hitung jumlah limfosit CD4 sebagai pertanda munculnya infeksi oportunistik ini pada


(22)

oleh HIV. Pada masa asimtomatik terjadi penurunan CD4 secara lambat dan penurunannya

semakin tajam pada stadium infeksi HIV yang lanjut. Infeksi – infeksi oportunistik umumnya

terjadi bila jumlah CD4 < 200 cells/μL (Pohan HT, 2006: Yayasan Sprita, 2004).

Menurut data Ditjen PPM & PL hingga September 2005, kandidiasis merupakan

infeksi oportunistik tertinggi pada ODHA, yakni 31,29%. Kemudian secara berurutan, yaitu

tuberkulosis (6,14%), koksidioidomikosis (4,09%), pneumonia (4,04%), herpes zoster

(1,27%), herpes simpleks (0,65%), toksoplasmosis (0,43%) dan CMV (0,17%). Namun secara

umum, jenis dan penyebab infeksi dapat berbeda ditiap daerah dikarenakan adanya perbedaan

pola mikroba patogen (Pohan HT, 2006).

Akhir – akhir ini frekuensi penyakit jamur seperti kandidiasis meningkat tajam pada

penderita Imunokompromais pada pasien HIV/AIDS diantaranya kandidiasis oral. Sekitar

40% dari populasi mempunyai spesies Candida didalam rongga mulut dalam jumlah kecil

sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral dan beradaptasi dengan baik hidup pada

inang manusia, seperti pada saluran cerna, urogenital dan kulit. Namun pada orang dengan

imunosupresan, imunokompromise mikroflora oral ini bisa menjadi pathogen, nama

penyakitnya yaitu kandidiasis oral (Tianshi Community; Gorila, 2006).

Menurut penelitian pada penderita HIV positif tentang mikosis superficial di Yaonde,

Kamerun dijumpai angka prevalensi yang terbanyak untuk kandidiasis oral ( 77%) (Detmy

JL, 2004). Penelitian disebuah Rumah Sakit di Belo Horizonte, Brazil bahwa infeksi

oportunistik yang paling banyak dijumpai yaitu kandidiasis oral yang prevalensi (50,7%)

(Pohan HT, 2006). Menurut laporan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional sampai dengan

bulan Maret 2008 angka kejadian kandidiasis oral (24,3%). Hasil penelitian di RS. Cipto


(23)

Sedangkan RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung melaporkan infeksi oportunistik untuk kandidiasis

oral (27%). Penelitian di India angka kejadian kandidiasis oral (43.2%). Data infeksi

oportunistik untuk kandidiasis oral pada penderita HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik

Medan dari Januari sampai Desember 2007 sekitar 171 orang, untuk Januari sampai Desember

2008 sekitar 65 orang, pada Januari sampai Desember 2009 sekitar 205 orang (Sudjana P,

2009; VCT Pusyansus RSUP. HAM).

Pada kandidiasis oral ada beberapa ragi genus Candida memiliki kemampuan

menyebabkan kandidiasis oral seperti: Candida albicans, Candida glabrata, Candida

tropicalis, Candidaparapsilosis, Candida guilliermondii, Candida dubliniensis, dan Candida krusei. Banyaknya spesies penyebab ini berkaitan dengan bentuk lesi klinis yang dijumpai.

Penelitian yang dilakukan di Eduardo de Menez’s Hospital, Brazil pada pasien dewasa

HIV/AIDS dengan jumlah CD4<200 cells / μL yang melibatkan 67 pasien, dijumpai 34 pasien (50,7%) menderita kandidiasis oral. Bentuk lesi klinis yang dijumpai: Pseudomembran 23

pasien, Eritematosa 11 pasien dan Angular seilitis 6 pasien. Untuk spesies Candida yang

ditemukan, Candida albicans 31 pasien, Candida glabrata 7 pasien, Candida tropicalis 6

pasien, Candida parapsilosis 3 pasien, Candida krusei 3 pasien, Candida dublinensis 1 pasien

dan Candida gulliermondii 1 pasien. Candida albicans adalah penyebab terbanyak

dihubungkan dengan bentuk lesi klinis, diikuti Candida glabrata, Candida tropicalis dan

Candida parapsilosis. Identifikasi yang tepat agen penyebab bisa mengindikasikan pilihan

terapi yang terbaik untuk mengobati pasien. Obat-obat yang sering digunakan sebagai terapi:

Amfoterisin B, Flukonazol, Itrakonazol dan Vorikonazol. Pada Candida glabrata dan Candida

krusei secara kerap resisten terhadap fluconazol( hasil penelitian di Brazil). Menurut penelitian


(24)

(90,4%), Candida parapsilosis (93,3%), Candida krusei (9,2%). Penelitian di India,

fluconazol efektif pada Candida albicans (87,8%), dan sekitar (68,9%) pada non albicans.

Dilihat dari hasil ketiga penelitian tersebut memberikan bahwa flukonazol masih menjadi

pilihan utama pengobatan kandidiasis (Gabler GI et al, 2008; Sudjana P, 2009).

Di Medan khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan belum pernah dilakukan

penelitian untuk obat ini, untuk itu peneliti ingin meneliti. Dosis flukonazol yang diberikan

200mg peroral 1x/hari selama 14 hari.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka kami ingin meneliti, seberapa

besarkah obat flukonazol masih efektif untuk pengobatan kandidiasis oral dihubungkan

dengan spesies penyebab.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efikasi obat flukonazol terhadap kandidiasis oral pada pasien

HIV/AIDS

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk melihat gambaran klinis dihubungkan dengan spesies jamur yang dijumpai

2. Untuk mengetahui efikasi obat flukonazol terhadap spesies penyebab kandidiasis oral

pada pasien HIV/AIDS


(25)

Ada perbedaan efektifitas flukonazol pada spesies Candida dan klinis yang berbeda

sebelum dan sesudah pemakaian obat flukonazol pada pasien HIV/AIDS di RSUP H. Adam

Malik Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui efikasi dari flukonazol terhadap beberapa spesies Candida maka

kita dapat memilih flukonazol pada spesies Candida yang efektif.

1.6. Kerangka Konsep

Gambar 1.1. Kerangka Konsep Penderita HIV / AIDS dengan

Kandidiasis oral

Kultur dan Identifikasi Spesies

Perubahan Klinis : 1. Menetap 2. Perbaikan 3. Sembuh total Identifikasi spesies


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi Kandidiasis oral

Kandidiasis oral atau dikenal juga dengan thrush adalah infeksi oportunistik umum

pada rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan dari spesies Candida.

Penyakit ini kerap terjadi pada pasien HIV/AIDS yang jumlah CD4+ dibawah 200sel/mm3

Kira-kira 40% dari populasi mempunyai spesies Candida di dalam mulut dalam jumlah

kecil sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral, dengan berbagai hal mikroflora oral

normal ini bisa menjadi pathogen pada keadaan: imunokompromise, obat-obatan (antibiotik,

kortikosteroid), chemotherapy, diabetes mellitus, produksi saliva yang menurun, dan protese

(Lewis Michael AO, 1998; Suhonen RE, 1999). (Akpan A, 2008; Gabler IG et al, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka prevalensi untuk kandidiasis oral pada pasien

HIV/AIDS di India sekitar 43,2%, di Rumah sakit Eduardo de Menezes di Brazil sekitar 50%,

di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sekitar 80,8%, Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin

Bandung sekitar 27%, RSUP H Adam Malik Medan jumlah kasus kandidiasis oral dari tahun

2008 sampai tahun 2009 terdapat 28,7% (Gabler IG, et al. 2008; Sudjana P, 2009;

VCT-Pusyansus RSUP. HAM Medan, 2009).

2.2. Pembagian kandidiasis oral berdasarkan bentuk lesi klinis 2.2.1. Kandidiasis pseudomembran akut


(27)

Disebut juga Oral thrush, kandidiasis pseudomembran akut. Tampak plak /

pseudomembran, putih seperti sari susu, mengenai mukosa bukal, lidah dan permukaan oral

lainnya. Pseudomembran tersebut terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri,

sel epitel, debris makanan dan jaringan nekrotik. Bila plak diangkat tampak dasar mukosa

eritematosa atau mungkin berdarah dan terasa nyeri sekali (Ross PW, 1989; Suhonen RE,

1999; Jacob LS, 2001; Unandar BK et al,2004).

2.2.2. Kandidiasis atrofi akut

Disebut juga midline glossitis, kandidiasis antibiotik, glossodynia, antibiotic tongue,

kandidiasis eritematosa akut mungkin merupakan kelanjutan kandidiasis pseudomembran akut

akibat menumpuknya pseudomembran. Daerah yang terkena tampak khas sebagai lesi

eritematosa, simetris, tepi berbatas tidak teratur pada permukaan dorsal tengah lidah, sering

hilangnya papilla lidah dengan pembentukan pseudomembran minimal dan ada rasa nyeri.

Sering berhubungan dengan pemberian antibiotik spektrum luas, kortikosteroid sistemik,

inhalasi maupun topikal (Lewis Michael AO, 1998; Unandar BK et al, 2004; Rossie K, 2005).

2.2.3. Kandidiasis atrofi kronis

Disebut juga denture stomatitis. Bentuk tersering pada pemakai protese (1

diantara 4 pemakai) dan 60% diatas usia 65 tahun, wanita lebih sering terkena. Gambaran khas


(28)

stadium yang berawal dari lesi bintik-bintik (pinpoint) yang hiperemia, terbatas pada asal

duktus kelenjar mukosa palatum. Kemudian dapat meluas sampai hiperemia generalisata dan

peradangan seluruh area yang menggunakan protese. Bila tidak diobati pada tahap selanjutnya

terjadi hiperplasia papilar granularis (Akpan A, 2008; Gayford JJ, 1993; Rossie K, 2005).

Pada kandidiasis atrofi kronis sering disertai kheilitis angularis, tidak menunjukkan

gejala atau hanya gejala ringan. Candida albicans lebih sering ditemukan pada permukaan

gigi palsu daripada di permukaan mukosa. Bila ada gejala umumnya pada penderita dengan

peradangan granular atau generalisata, keluhan dapat berupa rasa terbakar, pruritus dan nyeri

ringan sampai berat (Unandar BK et al, 2004; Jacob LS, 2001; Rossie K, 2005).

2.2.4. Kandidiasis hiperplastik kronis

Disebut juga leukoplakia kandida. Gejala bervariasi dan bercak putih, yang hampir tidak

teraba sampai plak kasar yang melekat erat pada lidah, palatum atau mukosa bukal. Keluhan

umumnya rasa kasar atau pedih di daerah yang terkena. Tidak seperti kandidiasis

pseudomembran, plak disini tidak dapat dikerok. Harus dibedakan dengan leukoplakia oral

oleh sebab lain yang sering dihubungkan dengan rokok dan keganasan. Terbanyak pada pria,

umumnya diatas 30 tahun dan perokok (Gayford JJ, 1993; Midgley G, 1999; Unandar BK et

al, 2004).

2.2.5. Glositis rhomboid median

Merupakan bentuk lanjutan atau varian kandidiasis hiperplastik kronis. Pada bagian tengah

permukaan dorsal lidah terjadi atrofi papilla (Akpan A, 2008; Midgley G, 1999; Unandar BK

et al, 2004).


(29)

Sinonim perleche, angular cheilitis, angular stomatitis. Khas ditandai eritema, fisura,

maserasi dan pedih pada sudut mulut. Biasanya pada mereka yang mempunyai kebiasaan

menjilat bibir atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur pada komisura mulut.

Juga karena hilangnya dimensi vertical pada 1/3 bawah muka karena hilangnya susunan gigi

atau pemasangan gigi palsu yang jelek dan oklusi yang salah. Biasanya dihubungkan dengan

kandidiasis atrofi kronis karena pemakaian protese (Akpan A, 2008; Midgley G, 1999; Ross

PW, 1989; Suhonen RE,1999; Unandar BK et al, 2004).

2.2.7. Black Hairy tongue

Ditandai dengan hipertrofi papilla lidah (khas), mungkin invasi sekunder Candida

albicans dari papilla filiformis hipertrofi pada sisi dorsum lidah (Unandar BK et al, 2004;

Rippon JW, 1988; Rossie K, 2005).

2.3. Differensial Diagnosis Kandidiasis oral

1. Difteria

2. Leukoplakia karena sebab lain (merokok atau keganasan)

3. Kheilitis.

2.4. Beberapa spesies ragi genus Candida penyebab kandidiasis oral

1. Candida albicans

2. Candida tropicalis 3. Candida glabrata


(30)

4. Candida krusei

5. Candida guilliermondii 6. Candida parapsilosis 7. Candida dubliniensis 8. Candida stellatoidea 9. Candida lusitaniae.

Dari sembilan spesies Candida diatas 80% penyebab tersering untuk kandidiasis oral

adalah: Candida albicans, Candida glabrata, dan Candida tropicalis, dari hasil isolasi (A

Akpan, 2008; Suhonen RE, 1999; Dismukus WE et al, 2003).

2.5. Patogenesis

Secara alamiah Candida ditemukan di permukaan tubuh manusia (mukokutan), bila

terjadi suatu perubahan pada inang, jamur penyebab atau keduanya maka terjadi infeksi.

Beberapa factor virulensi Candida albicans antara lain: kemampuan adhesi, kemampuan

mengubah diri secara cepat dari ragi kehifa, memproduksi enzim hidrolitik (proteinase asam

dan fosfolipase) perubahan fenotip dan ketidakstabilan kromosom, variasi antigenik, mimikri,

dan produksi toksin.

Faktor inang yang menyebabkan infeksi baik lokal maupun invasive oleh Candida.

Pemakaian antibiotika menyebabkan proporsi jamur meningkat, kapasitas imun inang

menurun akibat lekopenia dan pemberian kortikosteroid, pada AIDS fungsi sel T yang

terganggu karena intervensi virus HIV melalui kulit dan mukosa yang dimungkinkan karena

peran lektin yang spesifik pada sel dendrite, DC-SIGN sehingga mampu berikatan dengan

virus HIV meskipun tidak mampu mengantarkan masuk kedalam sel, tetapi memudahkan


(31)

terinfeksi. Munculnya lesi pada mukosa akibat intervensi HIV yang diperantarai peran lektin

dan DC-SIGN yang mengakibatkan infeksi jamur pada mukosa mulut dan mukosa lain

ditubuh, mengawali munculnya infeksi sekunder pada mulut penderita. Hifa Candida albicans

memiliki kemampuan untuk menempel erat pada epitel manusia dengan perantara protein

dinding hifa, hal ini dimungkinkan karena protein ini memiliki susunan asam amino mirip

dengan substrat transaminase keratinosit mamalia sehingga diikat dan menempel pada sel

epithelial. Selain itu pada jamur ini terdapat mannoprotein yang mirip integrin vertebrata

sehingga jamur ini mampu menempel ke matriks ekstraseluler seperti fibronektin kolagen, dan

laminin. Selain itu hifa juga mengeluarkan proteinase dan fosfolipase yang mencerna sel epitel

inang sehingga invasi lebih mudah terjadi (Kenneth M et al, 2008; Nasronudin, 2007; Sudjana

P, 2008).

2.6. Diagnosis Kandidiasis oral 2.6.1. Gambaran Klinis

Pada rongga mulut (oral) tampak infeksi yaitu sariawan, terutama terjadi pada selaput

mukosa pipi dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebahagian besar terdiri atas

pseudomeselium dan epitel yang terkelupas dan hanya terdapat erosi minimal pada selaput

(Jawetz, 2005; Jagdish C, 2002).

2.6.2. Pemeriksaan Laboratorium 2.6.2.1. Bahan:

Terdiri atas usapan / swab dari permukaan Lesi


(32)

Usapan mukokutan diperiksa dengan sediaan apus yang diwarnai dengan Gram, untuk

mencari pseudohifa dan sel-sel bertunas (Arayu S et al, 2008; Winn Jr, et al, 2006 ; Jawetz,

2005).

2.6.2.3. Pemeriksaan Biakan

Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam Sabaroud’ s Dextrosa Agar (SDA) pada

suhu 37Oc dalam Inkubator selama 24 – 48 jam. Koloni tumbuh berupa Yeast Like

Form (Jawetz, 2005).

2.6.2.4. Serologi

Ekstrak karbohidrat Candida kelompok A memberikan reaksi presipitin yang positif

dengan serum pada 50% orang normal dan pada 70% orang dengan kandidiasis

mukokutan ( Jagdish C, 2002).

2.6.2.5. Tes kulit (Skin Test)

Tes Candida pada orang dewasa normal hampir selalu positif. Tes tersebut digunakan

sebagai indikator kompetensi imunitas seluler ( Jagdish C, 2002).

2.7. Pengobatan Kandidiasis oral 2.7.1. Umum


(33)

- Mengurangi dan mengobati faktor predisposisi, bila karena pemakaian protese perlu

melepas protese setiap hari, terutama pada malam hari saat tidur dan mencuci dengan

antiseptik seperti khlorheksidin.

- Selama pengobatan tidak dianjurkan merokok, karena akan menghambat reaksi adekuat

terhadap pengobatan ( Unandar BK et al, 2004 ).

2.7.2. Topikal

1. Nistatin suspensi oral:

- Dosis: 4-6 ml (400.000-600.000μ), 4 x / hari sesudah makan - Harus ditahan di mulut beberapa menit sebelum ditelan

- Dosis untuk bayi 2 ml ( 200.000μ), 4 x / hari

- Perlu 10 – 14 hari untuk kasus akut atau beberapa bulan untuk yang kronis (Blignaut

E, 2007; Unandar BK et al, 2004).

2. Amfoterisin B:

Bekerja melalui pengikatan pada sterol dalam membran sel jamur dan mengubah

permeabilitas membran sel, tidak diserap pada saluran pencernaan sehingga dianjurkan

pemberian secara topikal. Sediaan :

- Suspensi oral 100 mg / ml

- Salep 3%

- Lozenge 10 mg (Akpan A, 2008; Unandar BK et al, 2004).


(34)

Ini sejenis Imidazole dapat digunakan sebagai aplikasi lokal dalam mulut, akan tetapi

pemakaian dengan cara ini terbatas karena efek samping seperti muntah dan diare. Obat lain

yang termasuk kelompok ini klotrimazol dan ketokonazol.

Sediaan: Gel oral 25mg/ml, krem 2%, tablet 250 mg. Pengobatan diteruskan sampai 2 hari

sesudah gejala tidak tampak.

4. Solusio gentian violet 1 – 2% :

Masih sangat berguna, tetapi memberi warna biru yang tidak menarik. Dapat

dipertimbangkan untuk kasus sulit dan kekambuhan. Dioleskan 2 x / hari selama 3 hari (

Akpan A, 2008; Michael A O Lewis, 1998; Unandar BK, et al. 2004 ).

2.7.3. Sistemik

1. Ketokonazol 200mg – 400 mg / hari selama 2 – 4 minggu, untuk infeksi kronis perlu 3

– 5 minggu

2. Itrakonazol 100 – 200 mg / hari selama 4 minggu

3. Flukonazol 50 – 200 mg / hari selama 1- 2 minggu

4. Vorikonazol Adalah triazole yang memiliki struktur kimia seperti flukonazol, menjadi

salah satu pilihan bila kurang sensitive terhadap flukonazol

(Kwon Chung KJ,1992; Unandar BK, et al. 2004; Depkes RI Dirjen Pengendalian


(35)

2.7.4. Flukonazol

Adalah antifungal bis-triazole fluorinated bistriazole yang sering dipakai dalam

pengobatan kandidiasis Bekerja sebagai penghambat enzim sitokrom P450(CYP3A4 dan

CYP2C9) C-14 alfa demetilase yang berperan dalam sintesis ergosterol yang merupakan

bagian penting membrane sel jamur. Flukonazol diserap secara sempurna melalui saluran

cerna tanpa dipengaruhi adanya makanan atau keasaman lambung. Sembilan puluh persen

obat dieliminasi lewat ginjal dan waktu paruhnya antara 25-30 jam. Efek samping yang terjadi

seperti : mual, muntah, sakit kepala, ruam kulit, nyeri perut, diare, sedikit peningkatan

transaminase serum dan hipokalemi. Flukonazol efektif terhadap banyak spesies Candida,

terutama Candida albicans, Candida tropicalis, Candida parapsilosis dan beberapa spesies

yang bukan albicans, tetapi kurang efektif terhadap Candida glabrata dan Candida krusei.

Penelitian artemisk disk menunjukkan bahwa flukonazol masih efektif pada Candida

albicans sekitar (97,9%), Candida tropicalis (90,4%), Candida parapsilosis 93,3%, namun

hanya (9,2%) pada Candida krusei. Penelitian di India melaporkan (87,8%) Flukonazol efektif

pada Candida albicans, dan sekitar (68,9%) pada Candida yang bukan albicans efektif

terhadap flukonazol. Kandidiasis oro-faringeal pada penderita HIV yang disebabkan oleh

Candida albicans (84,5%), Candida glabrata (6,8%), Candida krusei(3,4%), dimana (84,7%)

dari isolasi efektif terhadap flukonazol serta ada (9,7%) yang susceptible dose dependent

(SDD). Ketiga penelitian tersebut memberi bahwa flukonazol masih menjadi pilihan utama

dalam upaya mengobati kandidiasis.

Dosis yang dianjurkan: 100-200mg p.o , 200mg ( 1x / hari ) dilanjutkan dengan 100mg


(36)

sama efektifnya dengan pemberian 150mg/hari selama 2 minggu pada penderita kandidiasis

oro-faringeal, flukonazol adalah pilihan utama pada penderita HIV dengan kandidiasis oral

(Akpan A, 2008; Blignaut E, 2007; Sudjana P, 2009; Barchiesi F et al, 2008; Dismukes WE et


(37)

BAB III

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Umum Pusat H.

Adam Malik Medan dan Departemen Mikrobiologi USU, yang dimulai dari bulan Februari

2010 sampai Oktober 2010. Sampel yang digunakan untuk penelitian berasal dari VCT -

Pusyansus / Ruang Rawat Inap Penderita HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode Uji klinis (Clinical Trial) dimana penelitian ini

dilakukan secara eksperimental yaitu pemberian obat, yang ingin dilihat adalah pengaruh

akibat pemberian obat.

3.3. Subjek Penelitian

Penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral yang dirawat inap dan berobat jalan di

RSUP H. Adam Malik Medan.

3.4. Kriteria Inklusi


(38)

2. Pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis oral

3. Belum mendapat pengobatan anti jamur saat penelitian

3.5. Kriteria Eksklusi

1. Tidak teratur minum obat jamur

2. Mengundurkan diri dari penelitian

3. Meninggal sebelum menyelesaikan penelitian

3.6. Variabel yang diamati

1. Kadar CD4

2. Spesies Candida

3. Efektifitas obat flukonazol terhadap spesies Candida dan bentuk lesi klinis

4. Perbaikan klinis

3.7. Perkiraan Besar Sampel

Rumus Sampel ditentukan dengan memakai uji hipotesis proporsi suatu populasi:

(

)

(

)

2

0 2 0 0 a a a P P Q P Z Q P Z n − +

≥ α β

Dimana: Zα = 1,96 → α = 0,05 Zβ = 1,036 → β = 0,15

Po = Proporsi penderita HIV/AIDS dengan oral candidiasis pada Komosi penanggulanagan

HIV/AIDS Nasional berdasarkan data dari Depkes sampai 31 Maret 2008 angka kejadian

kandidiasis oral ( 24,3% ) = 0,243


(39)

Pa = Perkiraan proporsi penderita HIV/AIDS dengan oral candidiasis tahun sekarang = 34,3%

Qa = 1 – Pa = 65,7%

Pa – Po = perbedaan proporsi penderita HIV/AIDS yang bermakna

= 34,3% - 24,3%

= 10%

Zα = Nilai batas normal dari table Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan

untuk α = 0,05 → Zα.= 1,96

Zβ = Nilai batas normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan untuk β = 0,15 → Zβ = 1,036

Maka :

(

(

)

2

)

2 10 , 0 ) 657 , 0 )( 343 , 0 ( 036 , 1 ) 757 , 0 )( 243 , 0 ( 96 , 1 + ≥

n = 25,03 → 25

3.8. Pemeriksaan Laboratorium 3.8.1. Bahan dan Peralatan

1. Formulir isian untuk penelitian

2. Sarung tangan

3. Masker

4. Kapas apus steril

5. Media Transport / transport swab

6. Sengkelit steril / Ose

7. Piring petri

8. Media Sabaroud’s Dextrosa Agar ( SDA ), Medium Potatoes Dextrosa Agar


(40)

9. Objek glass dan deck glass

10.Pipet steril

11.Tabung reaksi

12.Lampu bunsen

13.Dekstrosa, maltosa, sukrosa, laktosa, galaktosa, trihalosa, selulosa

14.Inkubator

15.Aquadest

16.Larutan KOH 10%

17.Larutan Alkohol 70%

18.Larutan gentian violet, lugol, aseton alkohol, fuksin air

19.Mikroskop

3.8.2. Cara Pengambilan sample swab rongga mulut

− Penderita tidur terlentang / duduk

− Penderita diminta untuk membuka mulut

− Masukkan kapas lidi steril menyentuh lidah sampai oropharing sambil mengusap kekiri dan ke kanan lalu tarik keluar

− Masukkan kapas lidi steril ke dalam media transport.

3.8.3. Pembiakan

− Kapas lidi dioleskan pada cawan petri yang mengandung Sabaroud’s, dengan ose permukaan medium tadi dibuat goresan secara berulang -ulang, lalu tutup


(41)

− Biasanya pada 24 jam pertama sudah dapat dilihat pertumbuhan yang berbentuk koloni berwarna putih kekuningan dan berbau ragi.

3.8.4. Pewarnaan Gram

− Buat hapusan di atas kaca objek kemudian difiksasi diatas nyala api − Letakkan sediaan diatas rak pewarnaan

− Tuang larutan gentian violet diatas sediaan lalu diamkan selama 3 – 5 menit

− Cuci dengan air mengalir lalu tuangi dengan larutan lugol selama 1 menit kemudian cuci dengan air mengalir

− Tuang larutan aseton alkohol selama 10 detik − Cuci dengan air

− Tuangi sediaan dengan larutan fuksin air lalu diamkan selama 1 – 2 menit − Cuci dengan air dan keringkan di udara

− Lihat dibawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 100x − Bila dijumpai Yeast cell , dilanjutkan ke reaksi biokimia.

3.8.5. Reaksi biokimia

− Tabung reaksi disusun pada rak tabung sebanyak 7 tabung

− Masing – masing tabung diisi dengan larutan dekstrosa, maltosa,sukrosa,laktosa, galaktosa, trihalosa dan selulosa ( larutan berwarna hijau ).

− Ambil satu koloni jamur yang tumbuh pada media biakan dengan menggunakan ose dan masukkan kedalam tabung reaksi, masing – masing tabung diisi satu koloni

lalu tutup dengan kapas

− Masukkan kedalam inkubator pada suhu 37 0

− Keesokan harinya diperhatikan apakah ada terjadi perubahan warna C selama 24 jam


(42)

− Perubahan warna dibaca berdasarkan kriteria / tabel ( Kwon - Chung KJ et al, 1992; Penuntun Praktikum Mikrobiologi Medik FK USU, 2008).

3.8.6. Pemberian Obat

Flukonazol diberikan bila dijumpai gejala klinis. Dosis 1 x 200mg / hari selama 14

hari. Dilakukan kultur ulang setelah mendapat terapi 14 hari, melihat spesies Candida,


(43)

3.9. Kerangka Operasional

Gambar 2.1. Kerangka Operasional

Penderita HIV / AIDS Umur > 15 thn +kandidiasis oral

Anamnesis - Data : Nama, Umur, Jenis kelamin, Alamat - Gejala klinis /keluhan - Hasil Lab : CD4, Elisa 3 metode

Lokasi Pemeriksaan lesi klinis - Lidah

- Palatum - Mukosa bukal - Bibir

Swab rongga mulut dengan Amis agar

Pengobatan kandidiasis oral

dengan Flukonazol (14 hari) Kultur Ulang

Identifikasi Candida spp

- Perubahan Klinis pada rongga mulut pasca pengobatan

-Candida spp yang dijumpai Kultur Pada SDA dengan

temperatur37 C, Waktu 24-72 Jam,

Identifikasi Candida spp

Lesi klinis yang dijumpai - Plak warna putih - Pseudomembran - Eritema/atrofi - Kheilosis - Fisura

- Gambaran central healing

- Lesi hiperplastik Pemeriksaaan langsung


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Poliklinik HIV/AIDS dan pasien rawat inap di ruang

Rindu A1 RSUP H. Adam Malik Medan yang dimulai dari bulan Februari 2010 sampai

Oktober 2010.

Peserta penelitian ini adalah penderita HIV yang berkunjung ke Poliklinik Pusyansus

HIV/AIDS dan yang dirawat inap di Rindu A1 RSUP H. Adam Malik Medan. Dari 223

penderita HIV/AIDS disertai kandidiasis oral yang berkunjung sebanyak 26 penderita

memenuhi kriteria penelitian ini. Pada penderita yang tidak masuk dalam penelitian ini antara

lain karena meninggal, tidak teratur minum obat, mengundurkan diri dari penelitian dan sudah

mendapat obat sebelumnya. Hasil penelitian ini akan dibahas sebagai berikut.

Tabel 4.1. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik Ikut PS

n %

Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan

22 4

84,6 15,4

Jumlah 26 100

Keterangan: n = jumlah sampel PS = Pengobatan sampai selesai

Dari tabel 4.1 didapat bahwa jumlah sampel yang ikut pengobatan sampai selesai yang

terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu 22 sampel (84,6%), sedangkan jenis kelamin

perempuan 4 sampel (15,4%).


(45)

Karakteristik Ikut PS

n %

Jenis Pendidikan - SD - SMP - SLTA - Sarjana 3 8 12 3 11,5 30,8 46,2 11,5

Jumlah 26 100,0

Dari tabel 4.2 didapatkan bahwa untuk tingkat pendidikan yang ikut pengobatan

sampai selesai, pada tingkat pendidikan SD (Sekolah Dasar) sebanyak 3 sampel (11,5 %),

SLTP (Sekolah Lanjut Tingkat Pertama) sebanyak 8 sampel (30,8 %), SLTA (Sekolah Lanjut

Tingkat Atas) sebanyak 12 sampel (46,2 %) dan untuk tingkat sarjana sebanyak 3 sampel

(11,5 %).

Tabel 4.3. Karakteristik sampel berdasarkan pekerjaan

Karakteristik Ikut PS

n %

Jenis Pekerjaan - Supir - PNS - Wiraswasta - Buruh

- Tidak Bekerja

- IRT (Ibu Rumah Tangga) - Pegawai Swasta

- Petani 3 1 3 9 3 2 1 4 11,5 3,8 11,5 34,7 11,5 7,7 3,8 15,5

Jumlah 26 100,0

Dari tabel 4.3 didapat bahwa untuk tingkat pekerjaan yang ikut pengobatan sampai

selesai, pada pekerjaan sebagai supir sebanyak 3 sampel (11,5 %), PNS (Pegawai Negeri Sipil)

sebanyak 1 sampel (3,8 %), Wiraswasta sebanyak 3 sampel (11,5 %), Buruh sebanyak 9


(46)

sebanyak 2 sampel (7,7 %), Pegawai swasta sebanyak 1 sampel (3,8 %) dan Petani sebanyak 4

sampel (15,5 %).

Tabel 4.4. Lokasi lesi sebelum diberi pengobatan

Lokasi Lesi Ikut PS

n %

Lidah - Ada - Tidak ada Palatum - Ada - Tidak ada Bukal

- Ada - Tidak ada Bibir

- Ada - Tidak aada

26 0 26 0 19 7 8 18 100,0 0,0 100,0 0,0 73,0 27,0 30,8 69,2

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa lokasi lesi pada lidah untuk yang ikut pengobatan

sampai selesai dijumpai pada 26 sampel (100,0 %) dan lesi tidak dijumpai pada lidah 0 (0,0

%). Lokasi lesi pada palatum untuk yang ikut pengobatan sampai selesai dijumpai pada 26

sampel (100,0 %) dan tidak dijuumpai lesi pada platum 0 (0,0 %). Lokasi lesi di bukal pada

sampel yang ikut pengobatan sampai selesai, dijumpai lesi di bukkal sebanyak 19 sampel

(73,0 %), tidak dijumpai lesi di bukal sebanyak 7 sampel (27,0 %). Lokasi lesi di bibir pada

sampel yang ikut pengobatan sampai selesai, dijumpai ada lesi di bibir sebanyak 8 sampel

(30,8 %), tidak dijumpai lesi di bibir sebanyak 18 sampel (69,2 %).

Tabel 4.5. Rerata umur dan CD4 penderita yang ikut pengobatan sampai selesai

Umur CD4

Ikut pengobatan sampai 14 hari

n x ± SD

26 26

33,96 ± 7,329 28,08 ± 3,286


(47)

Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa subyek penelitian pada kelompok umur rerata

subjek adalah 33,96 tahun (Std. Deviation 7,329), dengan umur termuda 26 tahun dan umur

tertua 57 tahun. Pada kelompok CD4, kadar rerata CD4 subjek adalah 28,08 sel/μL dengan

(Std. Deviation 3,286), kadar CD4 terendah 1 sel/μL dan kadar CD4 tertinggi 123 sel/μL.

Tabel 4.6. Tabel Perubahan Kandidiasis oral sebelum dan Setelah Pemberian Obat Flukonazol.

Kandidiasis oral Awal Setelah Pengobatan P

n % n %

Lesi - Positif - Negatif 26 0 100,0 0 14 12 26,9

23,1 0,001 Direct Smear - Positif - Negatif 26 0 100,0 0 7 19 13,5

36,5 0,0001* Kultur - Positif - Negatif 26 0 100,0 0 7 19 13,5

36,5 0,0001* Spesies - Positif - Negatif 26 0 100,0 0 7 19 13,5

36,5 0,0001

*

Keterangan : * Signifikan

Dari tabel 4.6 Pada Kandidiasis oral sebelum dan sesudah pemberian obat flukonazol.

Pada bentuk lesi sebelum pemberian obat flukonazol dijumpai lesi positif (+) pada 26 sampel

(100,0 %), setelah pemberian obat flukonazol dijumpai lesi positif (+) pada 14 sampel (26,9

%) dan lesi negatif (-) pada 12 sampel (23,1 %). Hasil uji statistik Willcoxon dimana P < 0,05,

artinya ada perubahan lesi setelah pemberian obat. Pada direct smear sebelum pemberian obat

flukonazol dijumpai pseudohifa dan sel-sel bertunas positif (+) pada 26 sampel (100,0 %),


(48)

dan direct smear negatif (-) dijumpai pada 19 sampel (36,5 %). Hasil uji statistik Willcoxon

dimana P < 0,05, artinya ada perubahan direct smear sesudah pengobatan.

Pada kultur sebelum pemberian obat flukonazol dijumpai kultur positif (+) pada 26

sampel (100,0 %), setelah pemberian obat flukonazol kultur positif (+) dijumpai pada 7

sampel (13,5 %) dan kultur negatif (-) dijumpai pada 19 sampel (36,5). Hasil uji statistik

Willcoxon dimana P < 0,05, artinya ada perubahan hasil kultur setelah pengobatan.

Pada identifikasi spesies sebelum pemberian obat flukonazol dijumpai identifikasi

spesies positif (+) pada 26 sampel (100,0 %), setelah pemberian obat identifikasi spesies

positif (+) dijumpai pada 7 sampel (13,5 %) dan identifikasi spesies negatif (-) pada 19 sampel

(36,5 %). Hasil uji statistik Willcoxon dimana P < 0,05. Artinya ada perubahan identifikasi

spesies setelah pengobatan.

Tabel 4.7. Identifikasi Spesies Sebelum Pengobatan Ikut PS

n %

Candida albicans Candida tropicalis Candida krusei

20 5 1

77,0 19,2 3,8

Jumlah 26 100,0

Dari tabel 4.7. pada identifikasi spesies sebelum pemberian obat flukonazol. Pada

sampel yang ikut pengobatan sampai selesai dijumpai spesies Candida albicans pada 20

sampel (77,o %), Candida tropicalis dijumpai pada 5 sampel (19,2 %), Candida krusei


(49)

Tabel 4.8. Identifikasi Spesies Setelah Pengobatan

Jenis spesies setelah pengobatan

Jenis spesies sebelum pengobatan Candida

albicans

Candida tropicalis

Candida

krusei Jumlah

n (%) n (%) n (%) n (%)

Tidak dijumpai spesies Candida Candida albicans Candida tripocalis Candida krusei Candida lusitaniae Candida kefyer 16 (80,0) 2 (10,0) 1 (5,0) - (0,0) 1 (5,0) - (0,0) 3 (60,0) - (0,0) 1(20,0) - (0,0) - (0,0) 1 (20,0) - (0,0) - (0,0) - (0,0) 1 (100,0) - (0,0) - (0,0) 19 (73,2) 2 (7,7) 2 (7,7) 1 (3,8) 1 (3,8) 1 (3,8)

Jumlah 20 (100,0) 5 (100,0) 1 (100,0) 26 (100,0)

Dari tabel 4.8 pada identifikasi spesies setelah pemberian obat flukonazol pada sampel

tidak dijumpainya spesies Candida ada pada 19 sampel (73,2 %), dijumpainya spesies

Candida ada pada 7 sampel dimana spesies Candida albicans dijumpai 2 sampel (7,7 %),

untuk spesies Candida tropicalis dijumpai 2 sampel (7,7 %), untuk spesies Candida krusei

dijumpai 1 sampel (3,8 %), untuk spesies Candida lusitaniae dijumpai 1 sampel (3,8 %),

untuk spesies Candida kefyr dijumpai 1 sampel (3,8 %).

Tabel 4.9. Efloresensi/Bentuk Lesi Sebelum Pengobatan Ikut PS

n %

Pseudomembran

Atrofi/eritema + Kheilosis Hiperplastik 10 5 11 38,5 19,2 42,3


(50)

Dari tabel 4.9 pada efloresensi/bentuk lesi yang dijumpai sebelum pemberian obat

flukonazol. Pada sampel yang ikut pengobatan sampai selesai bentuk lesi pseudomembran

dijumpai pada 10 sampel (38,5 %), lesi eritema / atrofi disertai kheilosis dijumpai pada 5

sampel ( 19,2 %) dan lesi hiperplastik dijumpai pada 11 sampel (42,3 %).

Tabel 4.10. Efloresensi/Bentuk Lesi Setelah Pengobatan Ikut PS Bentuk lesi

sembuh

Bentuk lesi tetap

n % n % n %

Pseudomembran

Atrofi/eritema + Kheilosis Hiperplastik 10 5 11 38,5 19,2 42,3 10 2 0 100,0 40,0 0,0 0 3 11 0,0 60,0 100,0

Dari tabel 4.10 pada efloresensi/bentuk lesi dapat dilihat perubahan setelah pemberian

obat flukonazol selama 14 hari . Pada bentuk lesi pseudomembran sembuh semuanya pada 10

sampel (100,0 %), pada bentuk lesi eritema/atrofi disertai kheilosis dijumpai yang sembuh

pada 2 sampel (40,0 %) termasuk lesi kheilosis sembuh semua, lesi eritematosa tidak sembuh

dijumpai pada 3 sampel (60,0 %), lesi hiperplastik yang sembuh tidak dijumpai (0,0 %), lesi

tidak sembuh dijumpai pada 11 sampel (100,0 %).

Tabel 4.11. Identifikasi spesies Candida dihubungkan dengan bentuk lesi sebelum pemberian obat Flukonazol

Efloresensi Spesies Candida Pseudomembran Atrofi/eritema + Kheilosis

Hiperplastik Jumlah

n % n % n % n %

Candida albicans

8 40,0 4 20,0 8 40,0 20 100,0

Candida tropicalis


(51)

Candida krusei

0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 100,0

Dari tabel 4.11 dapat dilihat hubungan spesies Candida dengan bentuk lesi yang

dijumpai pada pasien kandidiasis oral. Pada bentuk lesi pseudomembran dijumpai Candida

albicans pada 8 sampel (40,0 %), Candida tropicalis dijumpai pada 2 sampel (40,0 %) dan

Candida krusei dijumpai 0 (0,0 %). Pada bentuk lesi atrofi/eritema disertai kheilosis dijumpai

Candida albicans pada 4 sampel (20,0 %), Candida tropicalis dijumpai 0 (0,0 %) sedangkan

Candida krusei dijumpai pada 1 sampel (100,0 %). Pada bentuk lesi hiperplastik dijumpai

Candida albicans pada 8 sampel (40,0 %), Candida tropicalis dijumpai pada 3 sampel (60,0

%) sedangkan Candida krusei dijumpai 0 (0,0 %)

Tabel 4.12. Identifikasi spesies Candida dihubungkan dengan bentuk lesi setelah pemberian obat Flukonazol.

Efloresensi

Pseudomembran

Atrofi/eritema

+ Kheilosis

Hiperplastik

n % n % n %

Lesi

sembuh 10 100,0 2 40,0 0 0,0

Candida albicans

2 10,0 0 0,0 0 0,0

Candida tropicalis

0 0,0 1 20,0 1 20,0

Candida krusei

0 0,0 1 100,0 0 0,0

Candida lusitaniae


(52)

Candida kefyr

0 0,0 0 0,0 1 100,0

Dari tabel 4.12 . Dapat dilihat bentuk lesi pseudomembran sembuh semuanya pada 10

sampel (100,0 %), pada identifikasi spesies Candida dijumpai Candida albicans pada 2

sampel (10,0 %), Candida tropicalis 0 (0,0 %), Candida krusei 0 (0,0 %), Candida lusitaniae

0 (0,0 %) dan Candida kefyr 0 (0,0 %). Pada bentuk lesi eritema/atrofi disertai kheilosis

dijumpai 5 sampel (19,2 %) yang sembuh 2 sampel (40,0 %), pada identifikasi spesies

Candida, dimana Candida albicans tidak dijumpai (0,0 %), Candida tropicalis dijumpai 1

sampel (20,0 %), Candida krusei dijumpai 1 sampel (100,0 %), Candida lusitaniae dijumpai 1

sampel (100,0 %) dan Candida kefyr 0 (0,0 %). Pada bentuk lesi hiperplastik dijumpai pada

11 sampel (42,3 %) dimana bentuk lesi sembuh dijumpai 0 (0,0 %), pada identifikasi spesies

Candida, dimana Candida albicans tidak dijumpai (0,0 %) pada Candida tropicalis dijumpai

pada 1 sampel (20,0 %), Candida krusei dijumpai 0 (0,0 %), Candida lusitaniae dijumpai 0

(0,0 %) dan Candida kefyr pada 1 sampel (100,0 %).

4.2. Pembahasan

Dari 26 sampel yang diambil selama masa penelitian ini distribusi menurut jenis

kelamin terhadap penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral yang terbanyak adalah

laki-laki (84,6 %) dibanding perempuan (15,4 %) (Tabel 4.1). Hal ini kemungkinan berhubungan

dengan faktor resiko perilaku sex (heterosex) (73,1%) dan pemakai narkoba jarum suntik

(IDU) (27,0%) pada laki-laki lebih banyak dijumpa (VCT- Pusyansus RSUP. HAM Medan,


(53)

mencapai 20.564 kasus dimana laki –laki 15.166 orang (74,0 %), perempuan 5.306 orang

(26,0 %) (Depkes RI Ditjen PP&PL, 2010).

Distribusi menurut pendidikan terhadap penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral

yang terbanyak adalah pada tingkat pendidikan SLTA (46,2 %) diikuti dengan pendidikan

SLTP (30,8 %) (Tabel 4. 2). Data ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Rajesh R, et al yang menemukan ( 82 % ) penderita pada tingkat pendidikan menengah

sedangkan berpendidikan tinggi (9 %) dan sisanya berpendidikan rendah. Tingginya angka

penderita pada tingkat pendidikan SLTA dan SLTP kemungkinan berhubungan dengan faktor

kejiwaan yang masih labil dan rentan dengan pengaruh lingkungan. Namun pada penelitian ini

tidak didapatkan data mengenai faktor kejiwaan dan lingkungan dari data sekunder yang

dipakai pada penelitian ini.

Distribusi menurut pekerjaan yang terbanyak adalah pada pekerja buruh (34,7 %)

(Tabel 4. 3) kemungkinan berhubungan dengan pekerjaan buruh yang sering berpindah-pindah

tempat dimana harus meninggalkan keluarga. Menurut penelitian Rajesh R. Subramaniam K.

Padmavathy BK. Vasanthi S di India (2006) sebagian besar penderita memiliki pekerjaan yang

tidak memerlukan keahlian, petani dan supir. Pada kalangan perempuan kebanyakan ibu

rumah tangga (Rajesh R, 2006). Distribusi menurut umur, rerata umur adalah 33,96 tahun

dengan umur termuda 26 tahun dan umur tertua 57 tahun. Menurut penelitian Komisi

penanggulangan HIV/AIDS tertinggi dari golongan umur 20-29 tahun (54,77 %) dan bila

digabung dengan golongan sampai umur 49 tahun maka angka kejadian mencapai (89,37 %)

(Komisi Penanggulangan AIDS 2007).

Pada tabel 4.5 dapat dilihat rerata kadar CD4 : 28,08 sel/μL dengan kadar CD4


(54)

termasuk AIDS. Pada pasien HIV/AIDS dengan lesi dirongga mulut (oral) berkaitan dengan

kadar CD4 yang rendah, menurut penelitian Bravo IM et al pasien dengan lesi dirongga mulut

(oral) memiliki kadar CD4 < 200 sel/µL sekitar (57,1 %) (Bravo IM. et al, 2006).

Distribusi lokasi lesi/efloresensi pada penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral,

lokasi lesi terbanyak dijumpai pada lidah (100% ) dan palatum (100%) pada Tabel 4. Hasil

penelitian ini berbeda dengan lokasi lesi yang dilakukan di Rumah Sakit Eduardo Belo

Horizonte Brazil dimana lokasi lesi pada lidah (55,5%), palatum (26,3 %) (Gabler IG, 2008).

Distribusi identifikasi spesies pada tabel 4. 7 yang ikut pengobatan sampai 14 hari

ditemukan bahwa spesies Candida albicans (77,0 %), Candida tropicalis (19,2 %), Candida

krusei (3,8 %). Hasil penelitian ini spesies Candida yang terbanyak dijumpai pada Candida

albicans dan Candida tropicalis, sesuai dengan penelitian (Menon T et al, 2001) di India

(Department of microbiology), dijumpai Candida albicans (73,9 %), Candida tropicalis (21,7

%), Candida krusei(2,8 %), dan Candida guillermondii (2,8 %), sedangkan pada penelitian di

Afrika Selatan (Institutionalized South African Paediatric) pada pasien dewasa, dijumpai

spesies Candida albicans (91,5 %), Candida krusei (5,1 %), Candida tropicalis (1,2 %),

Candida parapsilosis (0,9 %), Candida glabrata (0,6 %) dan Candida dubliniensis (0,6 %)

(Blignaut E, 2007).

Gambaran Efektifitas Obat Flukonazol

Distribusi efektifitas obat flukonazol (Tabel 4. 8) pada 26 sampel yang ikut pengobatan


(55)

efektifitasnya (80,0 %), Candida tropicalis efektifitasnya (60,0 %), Candida krusei

efektifitasnya (0,0 %), Candida lusitaniae efektifitasnya (0,0 %) dan Candida kefyr

efektifitasnya (0,0 %). Dari hasil penelitian ini obat flukonazol masih efektif terhadap

beberapa spesies Candida, kecuali pada Candida krusei, Candida kefyr dan Candida

lusitiniae. Hal ini sesuai dengan penelitian ARTEMISK DISK, efektifitas obat flukonazol

pada Candida albicans (97,9 %), Candida tropicalis (90,4 %), Candida parapsilosis (93,3 %),

dan Candida krusei (9,2 %). Pada penelitian di India yang dikutip dari Ilmu Penyakit dalam,

efektifitas flukonazol pada Candida albicans (87,8 %) dan yang bukan Candiaalbicans (68,9

%) (Sudjana P, 2009).

Distribusi efloresensi/bentuk lesi pada 26 sampel tabel 4.9, lesi pseudomembran (38,5

%), lesi atrofi/eritema disertai kheilosis (19,2 %) dan hiperplastik (42,3 %). Hal ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan pada Rumah Sakit Eduardo di Brazil pada 67 pasien

dimana lesi hiperplastik tidak dijumpai sedangkan untuk lesi bentuk pseudomembran dijumpai

23 kasus (34,3 %), lesi atrofi/eritema dijumpai 11 kasus (16,4 %) dan lesi kheilosis 6 kasus

(8,9 %) (Gabler IG, 2008). Menurut penelitian (Katiraee F et al, 2010), lesi yang paling

banyak dijumpai pseudomembran (38, 0 %), kheilitis (20,0 %), atrofi/eritema (4,7 %) dan

hiperplastik (1,1 %). Dari hasil penelitian pada 26 sampel setelah mengikuti pengobatan

sampai 14 hari bentuk lesi pseudomembran sembuh 100 %, lesi atrofi/eritema dan kheilosis

sembuh (40,0 %) dan lesi hiperplastik tidak sembuh (100,0 %) (Tabel 4.10). Dalam hal ini

flukonazol efektif pada penyembuhan lesi terutama pada lesi pseudomembran sedangkan pada

bentuk lesi atrofi/eritema kurang efektif dan pada lesi hiperplastik tidak efektif. Menurut

penelitian (Koks C H W et al, 2002), pemberian flukonazol 200 mg/hari selama 2 minggu


(56)

Bila dihubungkan spesies Candida dengan bentuk lesi klinis yang dijumpai, spesies

Candida albicans (40,0 %) pada bentuk lesi pseudomembran, sama dengan pada lesi

hiperplastik (40,0 %), sedangkan pada lesi atrofi/eritema disertai kheilosis Candida albicans

dijumpai (20,0 %). Setelah mendapat pengobatan selama 14 hari dijumpai Candida albicanas

(10,0 %) pada lesi pseudomembran. Pada lesi atrofi/eritema disertai kheilosis dijumpai,

Candida tropicalis (20,0 %), Candida krusei (100,0 %) dan Candida lusitaniae (100,0 %),.

Pada lesi hiperplastik dijumpai Candida tropicalis (20,0 %) dan Candida kefyr (100,0 %)

(Tabel 4.12).

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat ada tiga (3) spesies Candida yang dijumpai

sebelum pengobatan yaitu: Candida albicans, Candida tropicalis, Candida krusei. Setelah

pengobatan dijumpai lima (5) spesies Candida seperti: Candida albicans, Candida tropicalis,

Candida krusei, Candida kefyr dan Candida lusitaniae. Secara intrinsik bahwa efektifitas obat

flukonazol terhadap Candida albicans dan Candida tropicalis adalah jauh lebih tinggi

dibandingkan terhadap spesies Candida krusei, Candida kefyr dan Candida lusitaniae (Koks

CHW et al, 2002).

Namun bila dilihat dari hasil penelitian ini pada delapan belas (18) spesies Candida

albicans yang tidak dijumpai setelah pemberian obat flukonazol mempunyai kadar CD4:

2,2,6,7,8,9,9,10,13,19,24,25,28,33,37,55,92,123 sel/μL. Dapat dilihat dengan kadar CD4 yang sangat rendah angka kesembuhan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak sembuh

dengan kadar CD4: 1dan 23 sel/μL. Dalam hal ini efektifitas obat flukonazol masih sangat

tinggi terhadap spesies Candida albicans (Koks CHW et al, 2002) namun bila dibandingkan

dengan penelitian (Barchiesi F et al, 2008) di Italia, pemberian flukonazol 100mg/hari selama


(57)

Candida albicans masih dijumpai. Pada lima (5) spesies Candida tropicalis yang tidak

dijumpai setelah pemberian obat flukonazol masing-masing kadar CD4: 12,22,25,25,114

sel/μL dan yang masih dijumpai setelah pengobatan kadar CD4: 12,13 sel/μL. Pada spesies

Candida krusei masih dijumpai setelah pengobatan dengan kadar CD4: 26 sel/μL. Menurut (Koks CHW et al, 2002) Candida krusei secara intrinsik resisten terhadap flukonazol. Pada

spesies Candida lusitaniae dan kefyr sebelum pengobatan tidak dijumpai tetapi setelah

pengobatan dijumpai dengan kadar CD4 masing-masing 33 dan 22 sel/μL. Menurut (Hunter KD et al, 1998) munculnya spesies Candida yang bukan Candida albicans setelah pemberian

flukonazol berkaitan dengan kadar CD4 yang rendah yaitu lebih kecil dari 200sel/μL.

Pada bentuk lesi (efloresensi) bila dihubungkan dengan kadar CD4, bentuk lesi

pseudomembran pada sepuluh (10) sampel masing-masing kadar CD4:

1,2,6,10,9,9,23,25,25,37 sel/μL sembuh semua setelah pemberian obat flukonazol. Bila

dibandingkan dengan penelitian (Koks CHW et al, 2002) di Rumah Sakit Slotervaart

Amsterdam pemberian flukonazol 200mg/hari selama dua (2) minggu bentuk lesi

pseudomembran sembuh semua tanpa memandang kadar CD4. Pada dua (2) sampel bentuk

lesi atrofi/eritema dengan kadar CD4: 7 dan 8 sel/μL lesi sembuh dimana spesies Candida

tidak dijumpai sedangkan pada tiga (3) sampel kadar CD4: 13,26 dan 33 sel/μL lesi tidak

sembuh dan spesies Candida dijumpai (Candida tropicalis, krusei dan lusitaniae). Pada

sebelas (11) sampel bentuk lesi hiperplastik lesi tidak ada sembuh setelah pengobatan dengan

kadar CD4: 2,12,19,22,24,25,28,55,92,114,123 sel/μL. Untuk spesies Candida yang dijumpai setelah pengobatan yaitu satu (1) Candida tropicalisdengan kadar CD4: 12 sel/μL dan satu (1) Candida kefyr dengan kadar CD4: 22 sel/μL. Dapat dilihat tidak ada hubungan CD4 dengan kesembuhan lesi hiperplastik, terbentuknya lesi hiperplastik bukan sepenuhnya disebabkan


(58)

spesies Candida yang dijumpai tetapi bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti rokok,

alkohol, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan keganasan yang tidak diteliti dalam penelitian

ini (Gayford JJ et al, 1993)


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Dari hasil penelitian ini dijumpai penderita HIV/AIDS dengan kandidiasis oral yang terbanyak dijumpai dari jenis kelamin laki-laki, pada usia produktif dengan

tingkat pendidikan SMA dan pekerjaan buruh.

5.1.2. Gejala klinis yang dijumpai seperti bentuk lesi pada oral yang terbanyak yaitu bentuk lesi hiperplastik (42,3 %) diikuti dengan lesi pseudomembran (38,5 %)

dan lesi atrofi/eritema disertai kheilosis (19,2 %).

5.1.3. Hasil identifikasi spesies dari swab rongga mulut penderita HIV/AIDS yang terbanyak dijumpai yaitu Candida albicans (77,0 %) diikuti Candida tropicalis

(19,2 %), Candida krusei (3,8 %), Candida lusitaniae (3,8 %), dan Candida

kefyr (3,8 %).

5.1.4. Dari hasil penelitian ini dijumpai obat flukonazol lebih efektiff pada Candida albicans (90,0 %) diikuti dengan Candida tropicalis (60,0%) sedangkan pada

Candida krusei, Candida lusitaniae dan Candida kefyr tidak efektif.

5.1.5. Pada bentuk lesi, obat flukonazol efektif pada bentuk lesi pseudomembran dimana bentuk lesi sembuh semuanya (100,0 %), sedangkan pada bentuk lesi

atrofi/eritema efektifitasnya (40 %), pada lesi hiperplastik (0,0 %).

5.2. Saran

5.2.1. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium pada kandidiasis oral untuk identifikasi spesies Candida sebelum pemberian obat flukonazol karena pada


(60)

penelitian ini ada beberapa spesies Candida seperti Candida krusei, Candida

lusitaniae dan Candidakefyr tidak efektif terhadap flukonazol.

5.2.2. Perlu dikembangkan pemeriksaan uji kepekaan obat anti jamur dari kultur

Candida yang tumbuh.

5.2.3. Pemberian obat flukonazol mungkin perlu dinaikkan dosisnya atau diperpanjang pada kandidiasis oral seperti pada spesies Candida krusei, Candida lusitaniae

dan Candida kefyr.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Akpan A, Morgan R, 2008 ; Review Oral Candidiasis. Available at

Arayu S, Ummami R, Nuraniyati N, Mulyati KR, 2008 ; Diagnosa dan Identifikasi Candidiasis. Available at:

Barchiesi F, Arzeni D, Del Prete MS, Sinicco A, Falconi L, Pasticci MB, Lamura L,Nuzzo MM, Burzacchini F, Coppola S, Chiodo F, Scalise G, 2008 ; Fluconazole susceptibility and strain variation of Candida albicans isolates from HIV-Infected patiens with oropharyngeal candidosis. Available at:

Blignaut E, 2007 ; Oral candidiasis and oral yeast carriage among institutionalizedSouth African Paediatric HIV/AIDS Patiens, Mycopathologia, 2007;163 ; 67-73

Bravo IM, Correnti M, Escalona L, Perrone M, Brito A, Tovar V, Rivera H.Prevalance of Oral Lesions in HIV Patients Related to CD4 Cell Count and Viral Load in a Venezuelan Population. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006 ; 11 : E 33-9

Brook GF, Butel JS, Morse SA ; Opportunistic Mycoses In: Jawetz, Melnick &Adelberg’s. Medical Microbiology, ed 22, McGraw-Hill ; 550-553

DEPKES RI DITJEN PPPL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan), 2010 ; Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral, ed 2, halaman ; 123-126

DEPKES RI, 2010 ; Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai September 2009 Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan

Dismukes WE, Pappas PE, Sobel JD, 2003; Clinical Mycology, Oxford University;65-80; 111

Djoerban Z, Djauzi S, 2006 ; HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo Aru, SetiohadiBambang, Alwi Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3, ed 4, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI – Jakarta ; 1803-07

Farah CS, Ashman RB, Challacombe SJ, 2000; Oral Candidosis. Elsivier ; 18 : 553-562


(62)

Localization of Oral Candidiasis in Patients with Aids Hospitalized in a Public Hospital in Belo Horizonte, MG, Brazil. Available at:

Gayford JJ, Haskell R, 1993 ; Penyakit Mulut (Clinical Oral Medicine), ed 2, EGC ; 58-61

Hetti, 2009 ; Manifestasi Oral Penderita AIDS. Available at :

Hunter KD, Gibson J, Lockhart P, Alan P, Bagg J, 1998; Fluconazole-resistant Candida species in the oral flora of fluconazole- exposed HIV – positive patients, Glasgow University; vol. 85, no 5

Jacob LS, Flaitz CM, Mark MSC, John Hicks M, 2001; Role of Dentinal Carious Lesions in the Pathogenesis of Oral Candidiasis in HIV Infection. JADA ; vol. 129, 187-193

Jagdish Chander, 2002; Text Book of Medical Mycology, ed 2, Metha Publishers; 40- 52

Jawetz E, Brook GF; Mikologi Kedokteran In: Jawetz, Melnick & AdelbergMikrobiologi Kedokteran, ed 23, EGC- Jakarta ; 627-629 ; 637-641

Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA; Review of Medical Microbiology, ed17, Appleton & Lange, Los Altos-California; 330-332

Katiraee F, Khosravi AR, Khalaj V, Hajiabdolbaghi M, Khaksar A, Rasoolinejad M, Yekaninejad MS. Oropharyngeal Candidiasis and Oral Yeast Colonization in Iranian Human Immuno Deficiency Virus Positive. Elsevier 2010; 20, 8-14

Kenneth M, Paul T, Mark W, 2008 ; Janeway’s Immunobiologi, ed 7, Garland Science (GS) ; 527-531


(63)

Koks CHW, Crommentuyn KML, Mathot RAA, Mulder JW, Meen Horst PL, Beijnen JH, 2002. Prognostic Factors for the Clinical effectiveness of fluconazole in the treatment of oral candidiasis in HIV-1- Infected Individuals. Elsivier; vol. 46, no.1

Komisi Penanggulangan AIDS, 2007. Starategi Nasional Penanggulangan HIV danAIDS

2007-2010, Available at :

strategy 2007-2010.pdf/02/08/2011.

Kwon-Chung KJ, Bennett JE, 1992 ; Medical Mycology, Lea & Febiger ; 280 ; 283- 288 ;296-297 ; 305-309

Lewis, Michael AO, Lamey PH, 1998 ; Tinjauan Klinis Penyakit Mulut (Clinical Oral Medicine), ed 1, Widya Medika ; 39-42

Menon T, Umamaheswari K, Kumarasamy N, Solomon S, Thyagarajan SP. 2001. efficacy of fluconazole and Itraconazole in the treatment of Oral Candidiasis in HIV Patients. Elsivier; 80, 151-154

Midgley G, Clayton YM, Hay RJ, 1988 ; Diagnosis in Color Medical Mycology, Mosby-Wolfe ; 58-61 ; 68-71

Nasronudin, 2007 ; HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis dan Sosial, ed

2, Airlangga University Press ; 31 ; 95 ; 115 ;203-205 Oral Candidiasis. Available at:

Penuntun Praktikum Mikrobiologi Medik. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008

Pohan HT, 2006; Infeksi dibalik Ancaman HIV. Farmacia:5(8):22

Sudjana P, 2009 ; Infeksi Jamur Pada Penderita Infeksi HIV. Available at

Rajesh R, Subramanian K, Padmavathy BK, Vasanthi S. 2002. Prevalence and Spesies Profile of Dermatophytosis among positive patients in rural referral centre. Indian J sex Transm Dis.27 (2) : p. 70-4

Rippon JW, 1988. Medical Mycology, ed 3, University of Chicago; 541-543.

Ross PW, Holbrook WP, 1999 ; Clinical and Oral Microbiology, Black well Scientific Publication ; 105-107

Seputar Indonesia Terkini, September 2008 ; HIV/AIDS Telah Menjadi Epidemi diSumatera Utara. Available at:


(64)

Suhonen RE, Dawber RPR, Ellis DH, 1999 ; Fungal Infections of The Skin, Hair and Nails, Martin Dunitz ; 18-20 ; 73-77

Tianshi Community.Gorila , Desember 2006 ; Jamur dan HIV. Available at:

Unandar BK, Kusmarinah B, Sri Linuwih M, Pia D, Sandra W, 2004 ; Dermatomikosis Superfisialis, ed 2, Balai Penerbit FKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)- Jakarta ; 7-17 ; 77-86

VCT Pusyansus, 2010 ; Rekam Medik, RSUP H Adam Malik, Medan

Winn Jr WC, Allen SD, Janda WM, Koneman EW, Woods GL, 2006 ; Koneman’s

Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology, ed 6, Lippincott Williams & Wilkins ; 1216-1227

Yayasan Spiritia , 2004 ; Infeksi oportunistik. Available at:


(65)

STATUS SUBJEK PENELITIAN

Nama : Nomor : Tanggal : Nomor RM : Kunjungan (baru/ lama) :

Data Dasar

a. Jenis Kelamin : b. Umur (tanggal lahir) : c. Pendidikan

1. Tidak pernah sekolah

2. Tamat pendidikan setingkat SD/SMP 3. Tamat pendidikan setingkat SMA

4. Tamat pendidikan setingkat sarjana S1/Diploma/Akademi atau diatasnya

d. Alamat : ………. No. telp : ……….. e. Pekerjaan :

1. Tidak bekerja 4. Buruh 2. PNS 5. Wiraswasta 3. Pegawai Swasta

Status infeksi HIV

a. Kadar CD4 : tanggal………..


(1)

(2)

(3)

LAMPIRAN GAMBARAN LESI ORAL


(4)

(5)

HEALTH RESEARCH ETHICAL COMMITTEE

Of North Sumatera

c/o MEDICAL SCHOOL, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

J1. Dr. Mansyur No. 5 Medan, 20155 – INDONESIA

Tel: +62-61-8211045; 8210555 Fax: +62-61-8216264, E-mail: [email protected]

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor: /KOMET/FK USU/2010

Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul:

“PENGOBATAN KANDIDIASIS ORAL DENGAN FLUKONAZOL PADA PENDERITA HIV / AIDS DIHUBUNGAKN DENGAN SPESIES DAN BENTUK KLINIS YANG DIJUMPAI”

Yang menggunakan manusia dan hewan sebagai subjek penelitian dengan ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Risma Sitorus

Dari Institusi : Magister Ilmu Kedokteran Tropis

Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan, Februari 2010

Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(6)