a. Pengetahuan suami tentang KB
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang Notoatmodjo, 2007. Dari studi
kualitatif yang dilakukan BKKBN menunjukkan pengetahuan menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan suami dalam program KB.
b. Akses Pelayanan KB Pria
Menurut Wijono dalam Ekarini, akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, budaya, organisasi atau hambatan
bahasa. Dengan terbatasnya akses ke tempat pelayanan dan tidak adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak negatif terhadap
penggunaan suatu alat kontrasepsi. Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan
geografis, sosial, budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Menurut BKKBN 2007, keterjangkauan ini dimaksudkan agar pria dapat memperoleh informasi
yang memadai dan pelayanan KB yang memuaskan. Keterjangkauan ini dapat meliputi :1 keterjangkauan fisik, yaitu dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih
mudah menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat sasaran, khususnya pria ; dan 2 keterjangkauan ekonomi, yaitu dimaksudkan agar biaya pelayanan dapat
dijangkau oleh klien. Biaya untuk memperoleh pelayanan menjadi bagian penting
Universitas Sumatera Utara
bagi klien. Biaya klien meliputi : uang, waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku serta nilai yang akan diperoleh klien.
c. Dukungan istri terhadap suami untuk ber-KB
Menurut BKKBN dalam Jurnal Kes Mas Vol 4 No. 1 September 2010 yang berjudul hubungan karakteristik suami dengan keikutsertaan suami menjadi
akseptor keluarga berencana di wilayah desa karangduwur kecamatan petenahan kabupaten jawa tengah, bahwa istri tidak setuju atau tidak rela suami ikut KB
dengan alasan kasihan sama suami karena mencari nafkah merasa khawatir suami menyeleweng, takut pada efek samping terutama penurunan libido.
d. Sosial Budaya
Di beberapa daerah masih ada masyarakat yang akrab dengan budaya “banyak anak banyak rejeki, tiap anak membawa rejekinya sendiri-sendiri atau
anak sebagai tempat bergantung di hari tua”. Pada masyarakat ini selogan “dua
anak cukup, laki-laki atau perempuan sama saja” masih agak sulit diterima,
sehingga upaya program KB untuk mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera NKKBS nampaknya juga belum sepenuhnya dapat diterima oleh
semua lapisan masyarakat Pinem, 2009.
2.7 Metode Kontrasepsi