Pengaruh Faktor Konsumen dan Provider terhadap Pemanfaatan Ulang Poli Bedah di RSUP Haji Adam Malik Medan

8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Donabedian (2005), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara
konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan
erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan
seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan
pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi
sebenarnya sangat kompleks.
Donabedian (2005), ada beberapa faktor- faktor yang dapat memengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Faktor Sosiokultural
a. Teknologi
Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan,
dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan
pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial,
serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat
menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya

berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan
pelayanan kesehatan.

8

9

b. Norma dan Nilai yang Ada di Masyarakat
Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada dimasyarakat akan memengaruhi
seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.
2. Faktor Organisasional
a. Ketersediaan Sumber Daya
Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat,
tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan
hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.
b. Akses Geografis
Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan
tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan
antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh,
atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan

tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses
yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh
mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhankeluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak
dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai
mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis.
Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin
khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang
kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

10

c. Akses Sosial
Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau.
Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya,
sedangkan

terjangkau

mengarah


kepada

faktor

ekonomi.

Konsumen

memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis
kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.
d. Karakteristik dari Stuktur Perawatan dan Proses
Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal,
praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat
pola pemanfaatan yang berbeda.
3. Faktor yang Berhubungan dengan Konsumen
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan
provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan
oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap
pelayanan kesehatan.
Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan

diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini
dipengaruhi oleh:
a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa,
status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan,
pekerjaan, penghasilan).
b. Faktor sosial psikologis terdiri dari persepsi, sikap dan kepercayaan terhadap
pelayanan kesehatan.

11

4. Faktor yang Berhubungan dengan Produsen
Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen
tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima,
sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik
provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki
oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.
Model Donabedian (2005), dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Socicultural factors
Organizational factors
Consumer – Provider Interaction

Need
Perceive
d

Evaluat
d

Consumer Factors
- Sociodemographic
- Social psyhological
- Epidemiological

Provider Factors

Utilization

Gambar 2.1. Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
2.1.1

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana

pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau
konsumen selanjutnya dijelaskan oleh Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003),

12

yang

menyatakan

bahwa

keputusan

seseorang

dalam


menggunakan

atau

memanfaatkan sarana pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu
mempunyai kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3
kelompok yakni :
a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota
keluarga.
b) Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan.
c) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.
2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)
a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga,
kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.
b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan
kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan
lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam

masyarakat.
3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristik)
Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan
pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada.
Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni :

13

a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang
dirasakan.
b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan
oleh penilaian petugas.
Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Anderson
dalam Notoatmodjo (2003), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan
(life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan fasilitas pelayanan
kesehatan (behaviour model of health services utilization).
Predisposing

Enabling


Need

Demografic
(Age, Sex)

Family
Resourch
(Income,
Health
Assurance)

Perceived
(Symptoms
diagnose)

Social
Structure
(Etnicity,
Education,
Occupation of

Head Family)

Community
Resourch
(Health
facility and
personal)

Health
Services

Evaluated
(Symptons
diagnose)

Health Belief
Gambar 2.2. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Sumber: Anderson dalam Notoatmodjo (2003)

Cumming dkk (1980) dalam Notoatmodjo (2005), mengungkapkan suatu set

kategori variabel utama yang muncul dari analisa terhadap model-model yang

14

terdahulu bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : (1). Hal-hal
yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan
individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka
untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan
kesehatan; (2). Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan
kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan
terhadap kualitas pelayanan yang tersedia; (3). Hal-hal yang menyangkut ancaman
penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan
terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut; (4). Hal-hal yang berkaitan
dengan pengetahuan tentang penyakit; (5). Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi
sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan (6). Hal-hal yang berkaitan
dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).
Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health
Belief Model dicetuskan oleh Becker (1974) dalam Notoatmodjo (2005), yaitu model
kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam
tindakan tersebut yaitu :
a. Perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang
terhadap keseriusan dari penyakit yang didasarkan pada penilaian terhadap
kerusakan yang ditimbulkan penyakit tertentu. Sebagai contoh seseorang yang
menderita gejala demam berdarah dirasakan lebih serius dengan penyakit flu
maka dia akan langsung mencari tindakan pengobatan.

15

b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan seseorang
terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah
penyakitnya, maka dia harus merasakan bahwa dia rentan atau peka terhadap
penyakit tersebut.
c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap
manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk mengobati atau
mencegah penyakit.
d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi
seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau
mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa
sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan dapat berupa
biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan ataupun time cost
(waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang digunakan selama perawatan,
dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan), serta kualitas
pelayanan yang diberikan.
Menurut Sunu (2006) faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tindakan
kesehatan dapat disimpulkan ada 6 (enam) kelompok variabel utama yang
berhubungan dengan tindakan kesehatan seseorang, yaitu:
1. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (accessibility of health services) seperti
misalnya kemampuan individu untuk membayar pelayanan kesehatan, kesadaran
akan adanya pelayanan kesehatan, ketersediaan fasilitas kesehatan dan lain – lain

16

2. Sikap individu pada pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan pada keuntungan
pengobatan atau tindakan kesehatan, kepercayaan pada kualitas pelayanan
kesehatan
3. Tahu bahaya penyakit, seperti persepsi individu pada bahaya yang dideritanya,
kepercayaan akan kerentanan terhadap penyakit dan akibatnya
4. Pengetahuan terhadap penyakit
5. Interaksi sosial individu dengan orang lain termasuk struktur sosial dan norma
sosial
6. Karakter demografi, seperti status sosial, pendapatan dan pendidikan
2.1.2. Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Ulang
Keputusan pasien untuk memanfaatkan ulang fasilitas kesehatan tidak terlepas
dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun Model
perilaku masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dijelaskan
dengan Teori Green dalam Notoatmodjo (2003), yang dibedakan dalam tiga faktor
yaitu :
a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor ini merupakan faktor anteseden, yaitu merupakan adanya sebuah
peristiwa yang dapat menjadikan seseorang berperilaku. Termasuk dalam faktor ini
adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan
motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

17

b) Faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang
memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor
pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti
tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan,
kebijakan, peraturan dan perundangan.
c) Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan
dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.2. Persepsi
Pengertian persepsi adalah akal manusia yang sadar meliputi proses fisik,
fisiologis dan psikologis yang mengolah bermacam-macam input sebagai
penggambaran lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan melibatkan penafsiran
melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca
sehingga persepsi memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang
(Koentjaraningrat, 1981). Menurut Sarwono (1992), persepsi merupakan makna hasil
pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap suatu objek yang mendefinisikan
pengenalan objek melalui penginderaan yang disatukan dan dikoordinasikan dalam
saraf yang lebih tinggi.

18

Persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi, dan
menafsirkan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna. Persepsi
seorang dapat berbeda satu sama lainnya, meskipun dihadapkan pada suatu situasi
dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa seseorang
menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran,
pembauan, dan perasaan (Robbins, 2006).
Robbins (2006) menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi,
yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu
memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya,
penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi
itu. Karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap, kepribadian,
motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.
Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi terdiri atas dua faktor, yaitu faktor
eksternal atau dari luar yakni concreteness, yaitu gagasan yang abstrak yang sulit
dibandingkan dengan yang objektif, novelty atau hal baru, biasanya lebih menarik
untuk dipersepsikan daripada hal-hal lama, velocity atau percepatan, misalnya
pemikiran atau gerakan yang lebih cepat dalam menstimulasi munculnya persepsi
lebih efektif dibanding yang lambat, conditioned stimuli yakni stimulus yang
dikondisikan. Sedangkan faktor internal adalah motivasi, yaitu dorongan untuk
merespon sesuatu interest dimana hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada
yang tidak menarik, need adalah kebutuhan akan hal-hal tertentu dan terakhir
asumptions yakni persepsi seseorang dipengaruhi dari pengalaman melihat,

19

merasakan dan lain-lain. Jika digambarkan polanya, maka terlihat seperti pada
Gambar 2.3.
Pelaku Persepsi
a. Sikap
b. Motif
c. Kepentingan atau minat
d. Pengalaman
e. Pengharapan
Situasi
a. Waktu
b. Keadaan Tempat Kerja

Persepsi

Target yang Dipersepsikan
a. Hal Baru
b. Gerakan
c. Bunyi
d. Ukuran
e. Latar Belakang
f. Kedekatan

Gambar 2.3. Proses Pembentukan Persepsi
Sumber: Robbins, 2006

Robbins (2006), menjelaskan faktor yang memengaruhi persepsi dengan
melihat satu obyek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda,
karena persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Faktor perilaku persepsi, bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba
maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi dari orang
yang dipersepsikan yang mencakup sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan
pengharapan.

20

b) Faktor obyek, karakteristik–karakteristik dari target yang diamati dapat
memengaruhi apa yang dipersepsikan karena target tidak dipandang dalam
keadaan terisolasi. Namun obyek yang berdekatan akan cenderung dipersepsikan
bersama-sama. Faktor target mencakup hal yang baru yaitu gerakan, bunyi,
ukuran, latar belakang dan kedekatan.
c) Faktor situasi, yaitu faktor mencakup waktu, keadaan / tempat kerja dan keadaan
tempat kerja.

2.3. Rumah Sakit
2.3.1. Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009, rumah sakit merupakan salah
satu sarana kesehatan dan tempat penyelenggaraan upaya kesehatan serta suatu
organisasi dengan sistem terbuka dan selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk
mencapai suatu keseimbangan yang dinamis dan mempunyai fungsi utama melayani
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan.
Sedangkan dalam Permenkes No.340 tahun 2010 Tentang Klasifikasi Rumah
Sakit, dinyatakan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

21

menyelenggarakan

pelayanan

kesehatan

perorangan

secara

paripurna

yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.3.2. Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-undang RI No. 44 tahun 2009, rumah sakit mempunyai
fungsi :
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Menurut Soejitno (2002) pengelola rumah sakit perlu memiliki wawasan yang
luas dan menyeluruh (holistik) tentang perumah-sakitan agar dapat tetap memenuhi
kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis dan harus siap mengikuti
perkembangan zaman yang selalu berubah-ubah, pandangan yang luas terhadap
rumah sakit lebih jelas dengan cara pendekatan suatu sistem dirangkum seperti
Gambar 2.4.

22

Gambar 2.4. Rumah Sakit Sebagai Suatu Sistem
Rumah Sakit sebagai suatu sistem terdiri dari :
1. Input adalah sarana fisik, perlengkapan atau peralatan, organisasi dan manajemen
keuangan dan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
2. Proses adalah semua kegiatan dan keseluruhan input baik itu tindakan medis,
tindakan non-medis dalam interaksinya dengan pemberian pelayanan kesehatan.
3. Keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan proses yaitu tindakan dokter dan profesi
lain terhadap pasien dalam arti kesembuhan, cacat atau meninggal.
Faktor lain yang memengaruhi adalah lingkungan luar, yaitu keadaan sekitar
yang memengaruhi penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tingkatan klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan unsur pelayanan kesehatan
yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum
pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan antara lain :
1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah Rumah Sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima)

23

spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) sub
spesialis.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah Rumah Sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4
(empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) sub
spesialis dasar.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah Rumah Sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4
(empat) spesialis penunjang medik.
4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah Rumah Sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna, maka
rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Berdasarkan Undang-Undang No.
44 tahun 2009, komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai
berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan medis, (3) pelayanan gawat
darurat, (4) kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal risiko
tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi,
(10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi
medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis, (15) pengendalian infeksi di rumah
sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral, (17) keselamatan kerja, kebakaran dan
kewaspadaan bencana alam, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, dan (20)
perpustakaan.

24

2.3.3. Poli Bedah
Pengertian bedah atau pembedahan (Bahasa Inggris: surgery, Bahasa Yunani:
cheirourgia ("pekerjaan tangan") adalah spesialisasi dalam kedokteran yang
mengobati penyakit atau luka dengan operasi manual dan instrumen. Ahli bedah
(surgeon) dapat merupakan dokter, dokter gigi, atau dokter hewan yang memiliki
spesialisasi dalam bidang ilmu bedah (wikipedia.org).
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat
sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan
perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sedangkan poli bedah
adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan
pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama
(steril).
Penyakit bedah merupakan sejumlah penyakit terindikasi untuk pembedahan
dan diperlukan perencanaan oleh dokter pembedah yang harus menyiapkan dirinya
seperti (pengetahuan, tehnik bedah, sarana bedah, personel bedah, dokter anestesi).
Pasien penderita harus tahu bahwa dia akan dibedah dan diobati dan pasien berhak
mendapat informasi yang jelas tentang jalannya pembedahan yang akan di jalani
begitu juga dengan keterbukaan ahli bedahnya serta harus diketahui kepribadian dan
latar belakang pederita. Dokter bedah harus menguasai pengetahuan tentang penyakit
yang memerlukan pembedahan dan harus mengenal penderita yang akan dibedah dan
pengalaman dokter ahli bedah menentukan sikapnya terhadap pembedahan yang akan

25

dilakukan. Sebelum dilaksanakan pembedahan maka persetujuan tindakan bedah dari
pihak penderita dan keluarganya merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelumnya.
Beberapa cabang ilmu bedah, yaitu (1) bedah umum, (2) bedah anak, (3)
bedah kulit, (4) bedah ginekologi, (5) bedah jantung dan pembuluh darah, (6) bedah
mata, (7) bedah mulut dan maksilofasial, (8) bedah ortopedi, (9) bedah plastik, (10)
bedah saraf, (11) bedah trauma, (12) bedah urologi, (13) bedah pembuluh darah, (14)
bedah tumor, (15) otolaringologi, dan (16) transplantasi organ (Sjamsuhidajat, 2004)
2.4. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Mukti, 2007).
Menurut Azwar (2000) terdapat beberapa syarat pelayanan kesehatan yang
baik, antara lain yaitu :
a. Tersedia dan berkesinambungan
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat
tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat
dibutuhkan
b. Dapat diterima dan wajar
Pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan
kepercayaan masyarakat.

26

c. Mudah dicapai
Pelayanan kesehatan yang baik mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat
d. Mudah dijangkau
Dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan
ekonomi masyarakat
e. Bermutu
Menunjukkan tingkat kesempurnaan dalam pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dan dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan serta tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.
2.5. Perilaku
2.5.1. Definisi Perilaku
Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan
dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor.
Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut
reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena
itu untuk membentuk perilaku perlu adanya suatu kondisi tertentu yang dapat
memperkuat pembentukan perilaku.
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

27

semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang
dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas
dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain:
berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan. Dilihat dari bentuk
respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (dua) :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek
(practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain
(Notoatmodjo, 2003).

28

2.5.2. Aspek-aspek Perilaku
Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bagian, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini terjadi
bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
b. Sikap, merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawab.
c. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud dalam
tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang nyata diperlukan
faktor pendukung dari pihak lain.
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti
keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan
sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan yang mana
seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan
yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah pengalaman, keyakinan, sarana
fisik, sosio masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
2.5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku
Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor yang membedakan
respons terhadap stimulus yang berbeda disebut juga determinan perilaku, yang dapat
dibedakan menjadi dua yakni :

29

a) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik individu yang bersangkutan
yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan lain-lain.
b) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan
yang mewarnai perilaku seseorang.
Menurut WHO (World Health Organisation) dalam Notoatmodjo (2005),
alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.

Pengalaman
Keyakinan
Fasilitas
Sosial Budaya

Pengetahuan
Persepsi
Sikap
Keinginan
Kehendak
Motivasi
Niat

PERILAKU

Gambar 2.5. Determinan Perilaku Manusia
2.5.4. Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (2008) kata “tahu” berarti
mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari
pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta
kepandaian. Dalam hal ini, dapat dikatakan efektif bila penerima pesan dapat
memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber
pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu).

30

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo
(2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:
a. Awareness ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
2.5.5. Sikap
Thurstone dalam Azwar (2007), mendefinisikan sikap sebagai derajat afek
positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude
senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. LaPierre dalam Azwar (2007)
mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif,
predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana,

31

sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty &
Cacioppo dalam Azwar (2007), menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat
manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.
Menurut Fishbein dan Ajzen dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003), sikap
sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara
tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif dalam Dayakisni &
Hudaniah (2003) menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan
perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadiankejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya
suatu perbuatan atau tingkah laku.
Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran:
a. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis
Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood dalam Azwar (2007). Menurut
mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek
tersebut.
b. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre,
Mead dan Gordon Allport dalam Azwar (2007),. Menurut kelompok pemikiran ini
sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan
cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang

32

potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada
suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
c. Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik
(triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi
komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi di dalam
memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku
terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif
dan konatif.
Definisi sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk
pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku
individu terhadap manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu,
bahkan terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap
yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi
juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi di saat
sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang (Azwar, 2007).
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif, (1) sikap positif
adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap stimulus yang diberikan dapat
berkembang sebaik-baiknya karena orang tersebut memiliki pandangan yang positif
terhadap stimulus yang telah diberikan. (2) sikap negatif apabila terbentuk persepsi
negatif terhadap stimulus yang telah diberikan. Struktur sikap menurut Kothandapani

33

(dalam Azwar, 2007) dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang. Ketiga
komponen tersebut pembentukan sikap, yaitu sebagai komponen kognitif
(kepercayaan), emosional (perasaan) dan komponen konatif (tindakan).

2.6. Landasan Teori
Penanganan pasien bedah di poli bedah RSUP HAM Medan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik pasien sebagai pengguna maupun dari petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan sebagai provider. Mengacu kepada konsep
pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Donabedian (2005) dan
didukung teori perilaku pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh Green (1980)
dan Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2012).
Beberapa indikator yang diabaikan dalam penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Faktor sosiokultular (teknologi dan norma serta nilai keyakinan) hal ini disebabkan
teknologi lebih bersifat ke arah fisik, penilainnya lebih akurat ketika dilakukan
pengamatan langsung. Hal ini cukup menyulitkan peneliti untuk mengamati secara
langsung bagaimana alat bedah secara cepat dan tepat dalam menangani kasus
bedah. Sedangkan norma dan nilai keyakinan terkait dengan sosiokultular
merupakan hal yang kompleks, sulit diukur dan sukar mencapai kesepakatan
tentang pengertian dari variabel tersebut.
2. Organizational factors (ketersediaan sumber daya, akses geografis, akses sosial,
karakteristik struktur perawatan dan proses). Ketersediaan sumber daya relatif
sudah tersedia, akses geografis dalam hal ini pasien berdomisili di Kota Medan dan

34

sudah jauh hari terjadwal dan direkomendasikan ralatif tidak ada hambatan, akses
sosial dalam hal ini tidak dibatasi sedangkan karakteristik struktur perawatan dan
proses merupakan hal yang baku secara organisasi.
Sebagai landasan teori disajikan pada Gambar 2.6.
Sociocultural factors
a. Teknologi
b.Norma dan nilai Keyakinan

Organizational factors

a. Ketersediaan Sumber Daya
b.Akses Geografis
c.Akses Sosial
d.Karakteristik Struktur
Perawatan dan Proses

Consumer factors
Tingkat kesakitan dan
Kebutuhan yang dirasakan
(Perceived need)
a. Faktor sosiodemografis
b. Faktor sosial psikologis
c. Diagnosa klinis (evaluated
need)
Provider factors
a. Sikap petugas
b. Keahlian petugas, serta
c. Fasilitas yang dimiliki

Gambar 2.6. Landasan Teori
Sumber: Donabedian (2005)

Pemanfaatan
Pelayanan
Kesehatan

35

2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran
yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep
dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut :
Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor Konsumen
a. Persepsi tentang Penyakit
b. Persepsi tentang Pelayanan Poli
Bedah
c. Diagnosa Klinis
Pemanfaatan Ulang Poli
Bedah RSUP Haji Adam
Malik Medan
Faktor Provider
a. Sikap Petugas Medis
b. Ketersediaan Obat dan Peralatan
Medis
c. Fasilitas
Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian