Efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja dinas sosial, tenaga kerja dan transmigrasi kota Surakarta tahun 2009

MOTTO

Sesunguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk :

1. Ayah dan Ibu yang telah memberikan banyak hal bagi penulis.

2. Pamanku yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan bagi penulis.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin sehingga akhirnya penulis dapat skripsi, dengan judul :

Efektivitas Pelaksanaan Pelatihan Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta Tahun 2009 Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan banyak pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah banyak bersabar membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs. Suryatmojo, M.Si selaku pembimbing akademik penulis yang telah memberikan masukan-masukan bagi penulis selama menempuh kuliah.

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Administrasi FISIP UNS yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan selama masa kuliah.

Transmigrasi Kota Surakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian.

7. Bapak Agus Alwanto, M.Kes selaku Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja yang telah memberikan arahan dalam pengumpulan data selama penelitian.

8. Ibu Koesaparinah, M.Hum dan Bapak Dwi Budjono dari Seksi Lattas yang telah berkenan memberikan banyak data selama penelitian penulis.

9. Para informan dari kegiatan pelatihan kerja 2009.

10. Teman-teman sewaktu kuliah. Pada akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membacanya. Penulis juga meminta maaf jika dalam penyajiannya skripsi ini banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang tak berkenan di hati pembaca.

Surakarta, Januari 2012

Prihatin Joko Susilo

3. Tugas dan Fungsi ..................................................................

4. Susunan Organisasi Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta ................................................

5. Uraian Tugas dan Fungsi Jabatan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta ...............................

6. Kepegawaian Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta ......................................................................

7. Pelatihan Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta ............

B. Hasil Penelitian ............................................................................

1. Efetivitas Pelaksanaan Pelatihan Kerja Dinsosnakertrans ........

72 a). Produktivitas ....................................................

72 b). Kepuasan kerja .................................................

2. Faktor Penghambat Dalam Pelatihan Kerja ............................. 90 ...............................................................................

A. Kesimpulan .............................................................................

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis

Kelamin yang Terdaftar pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta Tahun 2009 ........................

4 Tabel 1.2

Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan Bagi Para Pencari Kerja Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja Dinsosnakertrans 2009 ...............

7 Tabel 4.1

Jumlah Pegawai Berdasarkan Status Kepegawaian ................

67 Tabel 4.2

Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan .................

Dinsosnakertrans Tahun 2009 .................................................

80 Tabel 4.4

Daftar Peserta Pelatihan Kerja Satpam Dinsosnakertrans Tahun 2009 .............................................................................

Tabel 4.5 Daftar Peserta Pelatihan Kerja Las Dinsosnakertrans Tahun

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir ............................................................... 41 Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif ........................................................... 47 Gambar 4.1 Bagan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota

Surakarta ..................................................................................... 56

ABSTRAKSI

Prihatin Joko Susilo, D0104104, EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PELATIHAN KERJA DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SUKAKARTA, Skripsi, Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih banyaknya pengangguran daklam hal ini pencari kerja yang tidak memiliki ketrampilan kerja. Sementara lowongan kerja yang ada tidak dapat terisi karana meninginkan tenaga kerja dengan ketrampilan tertentu. Sehingga Dinas Sosial, tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta menyelenggarakan pelatihan kerja pada tahun 2009 untuk mengatasi masalah tersebut.

Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan secara lengkap mengenai efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja thun2009 oleh Dinas Sosial, tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan memanfaatkan data primer dan sekunder yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Teknik penarikan sampel menggunakan purposive sampling. Uji validitas data dengan mennggunakan teknik trianggulasi data yang menguji data sejenis dari berbagai sumber. Teknik yang digunakan adalah teknis analisis data interaktif yang terdiri atas 3 komponen yaitu reduksi data, sajian data, penarikan simpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa dalam

pelaksanaan pelatihan kerja Dinas Sosial, tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta. Jika dilihat dengan menggukan indikator produktivitas dan kepuasan dapat dikatakan sudah efektif .Faktor penghambat yang ditemukan dalam penelitian ini adalah keterbatasan dana.

ABSTRACT

Prihatin Joko Susilo, D0104104, EFFECTIVENESS OF TRAINING DEPARTMENT OF SOCIAL WORK LABOR AND THE CITY TRANSMIGRATION SURAKARTA, Thesis, Administration Department, Social and Political Faculty, Sebelas Maret Univercity, Surakarta, 2012.

This study was motivated by the number of unemployed job seekers daklam this who have no work skills. While vacancies can not be filled because wants workforce with specific skills. So the Department of Social Welfare, Labour and Transmigration power Surakarta job training conducted in 2009 to resolve the issue.

The purpose of this study is to describe in full on the effective implementation of job training 2009 by the Department of Social Welfare, Manpower and Transmigration power Surakarta.

The research was conducted using qualitative methods to utilize primary and secondary data obtained through interviews, observation, and document review. Sampling technique using purposive sampling. Using validity test data with test data triangulation techniques similar data from various sources. The technique used is a technical interactive data analysis which consists of three components, namely data reduction, data presentation, drawing conclusions.

Based on the results of research can be concluded that in the implementation of Social Service job training, energy and acts Surakarta. When viewed with used indicators of productivity and satisfaction can be said to have been effective. Handicap Factors found in this study is the lack of funding.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : " tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ", hal ini berarti bahwa secara konstitusional pemerintah berkewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan dalam jumlah yang cukup untuk menyerap besarnya tenaga kerja, produktif dan remunerative. Keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ketenagakerjaan sangat diperlukan karena pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, mampu untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokok dasar hidup, kesehatan dan pendidikan. Hal yang perlu untuk di garis bawahi adalah pemerintah harus dapat menciptakan kesempatan kerja bagi seluruh warga negara, sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang ada dalam upaya mencapai kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor-faktor penyebab rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk sumber daya manusia. Rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia di negara kita dapat dilihat dengan adanya tingkat pengangguran terbuka(open unemployed) dan tingkat setengah pengangguran (underemployed) yang tinggi.

penggangur (underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini dan ke depan. Jumlah pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminalitas, dan dapat menjadi penghambat pembangunan dalam jangka panjang. (www.indopubs.com)

Masalah pengangguran di Indonesia bisa dikatakan berawal dari sistem pendidikan yang kurang tepat. Salah satu kelemahan dari sistem pendidikan kita adalah kurangnya pendidikan yang dapat memupuk profesionalisme seseorang dalam berkarier atau bekerja. Pendidikan tersebut lebih menekankan pada segi teori dan kurang dalam hal materi pendidikan praktek. Kurangnya materi praktek dalam pendidikan menyebabkan tenaga kerja kurang memiliki kesiapan ketrampilan dalam bekerja, sehingga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan cenderung rendah. Hal ini yang menyebabkan sumber daya manusia kita ketinggalan jauh dan sulit bersaing dengan tenaga kerja asing dalam usaha untuk mencari pekerjaan. Faktor lain yang mengindikasikan kelemahan sistem pendidikan di Indonesia adalah adanya ketidaksesuaian antara hasil dari sistem pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja dari lapangan kerja sehingga terjadi miss match antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, sehingga banyak tenaga kerja terdidik yang tersedia tidak dapat terserap oleh lowongan kerja yang ada karena kualifikasi yang dimiliki tidak sesuai dengan permintaan kualifikasi terhadap tenaga kerja.

Pemerintah Kota Surakarta yang terdiri dari 5 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar kliwon, Jebres dan Banjarsari serta terdiri dari 51 kelurahan juga tidak terlepas dari permasalahan pengangguran. Di Kota Surakarta pada tahun 2009 terdapat pengangguran dengan jumlah yang mencapai 28,778 jiwa. Yang Pemerintah Kota Surakarta yang terdiri dari 5 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar kliwon, Jebres dan Banjarsari serta terdiri dari 51 kelurahan juga tidak terlepas dari permasalahan pengangguran. Di Kota Surakarta pada tahun 2009 terdapat pengangguran dengan jumlah yang mencapai 28,778 jiwa. Yang

Dalam hal jumlah pencari kerja, dari yang terdaftar Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2009 dapat dikatakan cukup besar yaitu 68 jiwa , yang dapat dilihat dalam tabel jumlah pencari kerja berdasarkan tingkat pendidikan, sebagai berikut :

Tabel 1.1

Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin yang Terdaftar pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta Tahun 2009

No

Pendidikan

Jenis Kelamin Laki-Laki Jumlah Perempuan

6.688 Sumber : Dinsosnakertrans Kota Surakarta 2009.

kerja dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah dan yang umumnya belum memiliki keahlian atau ketrampilan tertentu. Tercatat pada tahun 2009 di kota Surakarta terdapat sebanyak 14 pencari kerja dengan tingkat pendidikan SD, sebanyak 102 pencari kerja dengan tingkat pendidikan SLTP, dan sebanyak 1830 pencari kerja dengan tingkat pendidikan SLTA yang pada umumnya mereka adalah tenaga kerja yang masih belum memiliki ketrampilan. Dengan keadaan tenaga kerja tersebut yang belum siap pakai artinya belum memiliki keahlian atau ketrampilan tertentu maka akan sulit untuk dapat dapat terserap dalam pasar kerja dan memanfaatkan peluang kerja yang ada karena perusahaan atau pihak pengguna tenaga kerja yang akan lebih memerlukan tenaga kerja siap pakai sesuai dengan kebutuhannya.

Sementara pada tahun 2009, terdapat permintaan tenaga kerja atau lowongan kerja yang membutuhkan tenaga kerja yang sudah jadi seperti tenaga pramuniaga di Matahari Solo Square sebanyak 8 orang, Batik Semar 5 orang, Toko Busana Syafaah 4 orang. Ada permintaan tenaga Satpam dari bank HSBC, Gramedia, PT. Lastek, SMP 10 Surakarta, TK Mentari. Sedangkan untuk tenaga las di Surakarta sendiri memang banyak dibutuhkan sehingga dilaksanakan pelatihan kerja seperti permintaan tenaga las dari Dayang Motor sebanyak 20 orang. (Dinsosnakertrans Kota Surakarta)

Adanya kesenjangan antara lowongan yang tersedia dengan pencari kerja yang ada, menjadi tugas Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Dinsosnakertrans sebagai suatu unsur pemerintah daerah Kota Surakarta yang skalah satunya membidangi masalah ketenagakerjaan untuk dapat memahami kebutuhan masyarakat dan permasalahan yang ada, serta mengambil upaya yang tepat untuk menangani permasalahan yang ada.

Adanya penyelenggaraan pelatihan kerja oleh Dinsosnakertrans menjadi salah

Dinsosnakertrans berjejaring dengan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat untuk mengadakan pelatihan-pelatihan mengatasi masalah pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan. Pelatihan-pelatihan tersebut juga mengacu kepada permintaan beberapa perusahaan untuk menyediaan tenaga kerja, seperti pelatihan tenaga Satpam dan pelatihan pramuniaga bekerja sama dengan perusahaan retail Matahari. ( www.solo konsorium.com)

Terkait dengan adanya permintaan kepada Dinsosnakertrans untuk melakukan pelatihan kerja dari beberapa perusahaan diatas juga mengindikasikan bahwa sebenarnya terdapat lowongan-lowongan kerja yang dapat diisi, tetapi terdapat kesenjangan antara perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja dengan para pencari kerja karena beberapa lowongan yang ada menginginkan tenaga kerja yang telah memiliki ketrampilan atau keahlian tertentu atau dapat dikatakan siap pakai seperti permintaan tenaga satpam dan pramuniaga diatas. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab para pencari kerja yang ada mengalami kendala dalam upaya untuk dapat mengisi lowongan kerja yang tersedia. Hanya dengan bermodal ijazah dari pendidikan formal misalnya SLTA, maka akan mengalami kendala untuk dapat mengisi lowongan kerja tersebut karena mereka akan lebih memerlukan tenaga kerja yang sudah siap pakai atau telah memiliki ketrampilan tertentu.

Dengan demikian adanya pelatihan kerja sangat diperlukan dikarenakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kerja berperan dalam pengembangan kualitas tenaga kerja agar sesuai dengan tuntutan dunia kerja, pelatihan kerja yang sepadan dengan kebutuhan pasar kerja serta kebutuhan perkembangan pembangunan dan teknologi akan memudahkan tenaga kerja memasuki pasar kerja. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal(9) mengenai pelatihan kerja yaitu Dengan demikian adanya pelatihan kerja sangat diperlukan dikarenakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kerja berperan dalam pengembangan kualitas tenaga kerja agar sesuai dengan tuntutan dunia kerja, pelatihan kerja yang sepadan dengan kebutuhan pasar kerja serta kebutuhan perkembangan pembangunan dan teknologi akan memudahkan tenaga kerja memasuki pasar kerja. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal(9) mengenai pelatihan kerja yaitu

Pada tahun 2009 terdapat beberapa jenis kejuruan pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta baik yang berasal dari sumber anggaran APBN maupun dari anggaran APBD, antara lain:

Tabel 1.2

Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan bagi Pencari Kerja Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas

Dinsosnakertrans Surakarta Tahun 2009

Jenis Pelatihan Kerja

2. Menjahit Garmen

2. Satuan Pengamanan (Satpam)

3. Desain Grafis

3. Las

4. Spa

5. Teknisi Komputer

6. Otomotif Sepeda Motor Sumber : Dinsosnakertrans Kota Surakarta. Dalam hal ini penulis membatasi penelitian terhadap pelatihan kerja yang berdasarkan sumber dana APBD, antara lain : pelatihan kejuruan 6. Otomotif Sepeda Motor Sumber : Dinsosnakertrans Kota Surakarta. Dalam hal ini penulis membatasi penelitian terhadap pelatihan kerja yang berdasarkan sumber dana APBD, antara lain : pelatihan kejuruan

pengangguran di Kota Surakarta. Faktor lain yang menjadi pertimbangan penulis yaitu berbeda dengan kegiatan pelatihan kerja berdasarkan anggaran APBN yang dalam kegiatannya diperuntukkan bagi warga Kota Surakarta dan sekitarnya, kegiatan pelatihan kerja berdasarkan anggaran APBD hanya diperuntukkan bagi warga Kota Surakarta dalam upaya mengurangi angka pengangguran di wilayah tersebut artinya kegiatan ini merupakan upaya nyata dari pemerintah kota Surakarta untuk mengurangi pengangguran di wilayahnya. Hal ini bisa dilihat dalam tujuan dan sasaran Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan bagi Pencari Kerja Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja dana APBD, sebagai berikut :

1. Tujuan

Peningkatan kualitas pencari kerja untuk mengisi peluang kerja yang ada di Kota Surakarta dan sekitarnya sehingga dapat mengurangi angka pengangguran di Kota Surakarta.

2. Sasaran 2. Sasaran

Dari yang telah diuraikan diatas dapat diketahui bahwa kegiatan pelatihan kerja ini merupakan wujud nyata upaya mengurangi pengangguran di Kota Surakarta yaitu berupaya meningkatkan kualitas para pencari kerja dengan memberikan ketrampilan tertentu, yang dilatarbelakangi karena adanya permintaan tenaga kerja yang memiliki keahlian terkait di dalam pasar kerja, maka keefektifan dalam pelaksanaan pelatihan kerja oleh Dinsosnakertrans akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di pasar kerja.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta tahun 2009 ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis mempunyai tujuan yang dapat dikemukakan

1. Mengetahui secara jelas gambaran mengenai efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta tahun 2009.

2. Untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana bidang Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain sebagai berikut : 1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dan pembaca mengenai efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta tahun 2009.

2. Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam pelaksanaan pelatihan kerja.

BAB II LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Efektivitas

Konsep efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap ahli, tergantung pada kerangka acuan yang dipakai. Ibnu Syamsi (1988: 120) memberikan definisi efektivitas sebagai hasil guna, efektivitas lebih menekankan pada efeknya (hasil guna) dan tanpa atau kurang mempedulikan dengan pengorbanan yang perlu diberikan untuk memperoleh hasil tersebut. Komaruddin mendefinisikan efektivitas merupakan perbandingan antara output yang sebenarnya dengan output yang direncanakan sebelumnya (Komaruddin, 1990: 69). Dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat kesesuaian antara apa yang telah direncanakan sebelumnya dengan apa Konsep efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap ahli, tergantung pada kerangka acuan yang dipakai. Ibnu Syamsi (1988: 120) memberikan definisi efektivitas sebagai hasil guna, efektivitas lebih menekankan pada efeknya (hasil guna) dan tanpa atau kurang mempedulikan dengan pengorbanan yang perlu diberikan untuk memperoleh hasil tersebut. Komaruddin mendefinisikan efektivitas merupakan perbandingan antara output yang sebenarnya dengan output yang direncanakan sebelumnya (Komaruddin, 1990: 69). Dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat kesesuaian antara apa yang telah direncanakan sebelumnya dengan apa

Pengertian yang sama mengenai efektivitas organisasi juga diungkapkan oleh Stephen P. Robbins (1994: 54) sebagai suatu tingkat sejauhmana suatu organisasi berhasil mewujudkan tujuannya. Hal ini senada dengan definisi efektivitas menurut Raminto dan Atik Septi Winarsih (2005: 179) sebagai tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, baik dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. Tetapi pencapaian tujuan ini harus juga mengacu pada visi organisasi.

Effectiveness is ordinarily refers to how well organization has attained goals, objective, or standard (Katz and Khan,1978) dalam international journal Social Psycology of Education ,

The Relation of Organizational Process Orientation to Effectiveness and Efficiency in Elementary Public Schoo

oleh James Griffith (1998: 297), yang diterjemahkan bahwa efektivitas adalah seberapa baik organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya, sasaran, atau standar yang ada. Hal senada juga diungkapkan dalam Intenational Academy of management journal,vol 18,No.2,1975, berjudul

, oleh Bernard C. Reimann (1975:226) yaitu Effectiveness is degree to which organization attains the goals. Definisi efektivitas organisasi tersebut yaitu efektivitas adalah tingkat dimana suatu organisasi mencapai tujuan-tujuannya.

Sedangkan Sondang P. Siagian (1996: 20-21) mengartikan efektivitas sebagai pemanfaatan sumber daya, dana, sarana dan prasarana dalam jumlah Sedangkan Sondang P. Siagian (1996: 20-21) mengartikan efektivitas sebagai pemanfaatan sumber daya, dana, sarana dan prasarana dalam jumlah

1. Sumber daya manusia, dana, prasarana yang telah ditentukan atau dibatasi.

2. Jumlah dan kualitas barang atau jasa yang harus dihasilkan telah ditentukan.

3. Batas waktu untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut telah ditetapkan.

4. Tata cara yang harus ditempuh untuk menyelesaikan tugas yang telah dirumuskan.

Hal diatas sejalan dengan pendapat Richard M. Steer menilai efektivitas menurut ukuran sejauh mana organisasi berhasil melakukan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya. Efektivitas organisasi dipandang sebagai batas kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan dan operasi dan operasionalnya.(1985: 205). Jadi organisasi dipandang efektif jika mampu mencurahkan sumber daya yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mempunyai kaitan dengan pencapaian tujuan.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai efektivitas di atas maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas keberhasilan organisasi dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi dengan memanfaatkan sumber-sumber

Selanjutnya terdapat 3 macam perspektif keefektifan yang dapat diidentifikasi. Pertama keefektifan individual, yang menekankan pada pelaksanaan tugas pekerja atau anggota dari organisasi yang bersangkutan. Kedua adalah keefektifan kelompok, yang memandang keefektifan kelompok merupakan sumbangan dari seluruh anggota kelompok. Keefektifan organisasi yang melihat organisasi terdiri dari individu-individu dan kelompok, maka keefektifan organisasi didalamnya adalah fungsi keefektifan individu dan kelompok. (Gibson dkk, 1994: 25)

Dalam upaya mencapai efektivitas organisasi, Richard M Steers (1985: 9-11) mengemukakan terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi, antara lain :

1. Karakteristik Organisasi, karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas. Sedangkan teknologi merupakan mekanisme yang digunakan organisasi untuk memproses masukan mentah menjadi keluaran.

2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi.

efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi ingin mencapai suatu efektivitas organisasi, maka organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.

4. Karakteristik Manajemen, adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan-tujuan dari organisasi. Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.

ktifan organisasi. Pendekatan yang digunakan akan melihat keefektifan dari segi yang berbeda-beda, sehingga pengukuran keefektifan organisasi juga berbeda-beda tergantung dari pendekatan yang digunakan. Dalam mendefinisikan keefektifan menurut Gibson, dkk (1994: 27-29) terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu :

1. Pendekatan menurut tujuan Pendekatan ini berpandangan bahwa suatu organisasi didirikan untuk mencapai suatu tujuan, sehingga dalam pendekatan ini keefektifan suatu organisasi dinilai dari segi pencapaian tujuan organisasi yang 1. Pendekatan menurut tujuan Pendekatan ini berpandangan bahwa suatu organisasi didirikan untuk mencapai suatu tujuan, sehingga dalam pendekatan ini keefektifan suatu organisasi dinilai dari segi pencapaian tujuan organisasi yang

2. Pendekatan menurut sistem Dalam pendekatan ini suatu organisasi dipandang sebagai salah satu elemen dari suatu sistem yang luas yaitu lingkungan. Pendekatan sistem melihat mekanisme hidup suatu organisasi yaitu organisasi mengambil input sumber dari lingkungan, memproses sumber tersebut dan mengembalikan dalam bentuk output. Dalam pendekatan sistem kriteria keefektifan yang digunakan (1) harus mencerminkan keseluruhan siklus masukan-proses-keluaran, tidak hanya outputnya saja dan (2) harus mencerminkan hubungan timbal balik antara organisasi dengan lingkungan sekelilingnya.

Sementara Stephen P. Robbins (1994: 27-28) mengklasifikasikan empat pendekatan dalam mempelajari keefektifan organisasi :

1. Pendekatan Pencapaian Tujuan (The Goal Attainment Approach) Pendekatan ini menunjukkan bahwa suatu efektifitas organisasi dinilai lebih pada pencapaian tujuan akhir (ends) daripada caranya (means). Organisasi dipandang diciptakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sehingga keberhasilan dalam pencapaian tujuan dijadikan ukuran dalam menilai keefektifan suatu organisasi. Asumsi dalam pendekatan pengukuran tujuan yaitu agar pengukuran tujuan dapat menjadi ukuran yang sah dalam mengukur keefektifan organisasi maka organisasi harus 1. Pendekatan Pencapaian Tujuan (The Goal Attainment Approach) Pendekatan ini menunjukkan bahwa suatu efektifitas organisasi dinilai lebih pada pencapaian tujuan akhir (ends) daripada caranya (means). Organisasi dipandang diciptakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sehingga keberhasilan dalam pencapaian tujuan dijadikan ukuran dalam menilai keefektifan suatu organisasi. Asumsi dalam pendekatan pengukuran tujuan yaitu agar pengukuran tujuan dapat menjadi ukuran yang sah dalam mengukur keefektifan organisasi maka organisasi harus

2. Pendekatan Sistem (The System Approach) Pendekatan sistem memandang bahwa pengukuran keefektifan dari segi hasil merupakan ukuran yang tidak sempurna, karena hanya memfokuskan pada keluaran. Pendekatan ini tidak menekankan pada tujuan akhir tetapi memasukkan seluruh kriteria dalam satu elemen dan masing-masing akan saling berinteraksi, lebih berfokus bukan pada hasil melainkan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Pendekatan sistem ini menekankan pada kelangsungan hidup organisasi untuk jangka waktu panjang.

3. Pendekatan Konstituen-Strategis (The Strategic-Constituencies) Pendekatan ini menunjukkan bahwa organisasi yang efektif adalah organisasi yang dapat memuaskan keinginan para konstituen dalam lingkungannya. Pendekatan ini menilai sejauhmana organisasi berhasil memenuhi tuntutan konstituen kritisnya yaitu pihak yang menjadi tempat bergantung organisasi untuk kelangsungan hidup masa depan. Masing- masing konstituen tersebut mempunyai keinginan yang berbeda-beda. Pemilik berkeinginan untuk memperoleh return of investment yang tinggi, karyawan akan menginginkan kompensasi yang memadai, 3. Pendekatan Konstituen-Strategis (The Strategic-Constituencies) Pendekatan ini menunjukkan bahwa organisasi yang efektif adalah organisasi yang dapat memuaskan keinginan para konstituen dalam lingkungannya. Pendekatan ini menilai sejauhmana organisasi berhasil memenuhi tuntutan konstituen kritisnya yaitu pihak yang menjadi tempat bergantung organisasi untuk kelangsungan hidup masa depan. Masing- masing konstituen tersebut mempunyai keinginan yang berbeda-beda. Pemilik berkeinginan untuk memperoleh return of investment yang tinggi, karyawan akan menginginkan kompensasi yang memadai,

4. Pendekatan nilai-nilai bersaing (The Competing-Value Approach) Pendekatan ini menawarkan suatu kerangka yang lebih integratif dan lebih variatif, karena kriteria yang dipilih dan digunakan tergantung pada posisi dan kepentingan masing-masing dalam suatu organisasi. Sehubungan dengan tingkat variatif yang relatif tinggi, maka terdapat tiga perangkat dasar nilai-nilai, yaitu: fleksibilitas versus pengendalian, manusia versus organisasi, proses versus tujuan akhir.

Selanjutnya terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi. Richard M Steer (1985: 206) mengemukakan terdapat beberapa kriteria yang paling banyak digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi, yaitu:

1. Kemampuan menyesuaikan diri-keluwesan

2. Produktivitas

3. Kepuasan kerja

4. Kemampuan berlaba

5. Pencarian sumber daya

Kriteria efektivitas organisasi menurut Georgepoulos dan Tannebaum dikutip dalam Richard M Steer (1985: 52), antara lain:

1. Produktivitas 2. Keluwesan

4. Tidak ada tekanan organisasi

Kriteria efektivitas organisasi menurut Price dikutip dalam Richard M Steer (1985: 53), antara lain:

1. Produktivitas 2. Konformitas 3. Semangat 4. Kemampuan adaptasi 5. Pelembagaan

Kriteria efektivitas organisasi menurut Katz dan Khan dikutip dalam Richard M Steer (1985: 52), antara lain:

1. Pertumbuhan 2. Penyimpangan kelangsungan 3. Kontrol terhadap lingkungan

Sedangkan dalam pendekatan sistem, Gibson. dkk (1995:32-34) mengemukakan beberapa kriteria keefektifan organisasi dilihat dari model dimensi waktu, meliputi:

1. Kriteria efektivitas jangka pendek: produksi, efisiensi, kepuasan 2. Kriteria efektivitas jangka menengah: keadaptasian, dan pengembangan 3. Kriteria efektivitas jangka panjang: kelangsungan hidup

2. Pelatihan Kerja

Para sarjana seringkali menggunakan istilah pelatihan dalam menyebutkan pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu dalam penulisan Para sarjana seringkali menggunakan istilah pelatihan dalam menyebutkan pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu dalam penulisan

Bernandian dan Russell dalam Faustino Cardoso Gomes (2003: 197) memberikan pengertian pelatihan adalah setiap usaha untuk meningkatkan performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau suatu pekerjaan yang terdapat kaitan dengan pekerjaannya. Sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan/ pekerjaan baik di sektor formal maupun informal.

Oemar Hamalik (2000: 10) mendefinisikan pelatihan kerja sebagai suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan yang dilakukan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan terhadap tenaga kerja oleh tenaga ahli kepelatihan profesional dalam satuan waktu yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas suatu organisasi.

Sendjun H. Manullang (1995: 29) mengartikan latihan kerja adalah seluruh kegiatan untuk memberikan dan memperoleh serta meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian di luar sistem pendidikan yang berlaku, dilaksanakan waktu tertentu yang relatif lebih singkat dari sistem Sendjun H. Manullang (1995: 29) mengartikan latihan kerja adalah seluruh kegiatan untuk memberikan dan memperoleh serta meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian di luar sistem pendidikan yang berlaku, dilaksanakan waktu tertentu yang relatif lebih singkat dari sistem

tenaga kerja atau peserta pelatihan dalam suatu bidang pekerjaan tertentu.

Berkaitan dengan pelatihan kerja Sendjun H. Manullang (1995: 29) mengemukakan bahwa latihan kerja bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja untuk mengisi kesempatan kerja dengan memberikan serta meningkatkan ketrampilan dan keahlian peserta pelatihan guna membentuk sikap kerja, mutu dan produktivitas kerja.

Sedangkan Oemar Hamalik (2000: 16-17) mengemukakan tujuan pelatihan adalah : Secara umum pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan dan membina

tenaga kerja baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan

dalam

profesinya,

kemampuan melaksanakan loyalitas,kemampuan melaksanakan dedikasi, dan kemampuan berdisiplin dengan baik. Secara khusus bertujuan untuk :

a. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja yang memiliki ketrampilan produktif dalam rangka pelaksanaan program organisasi di lapangan.

b. Mendidik, melatih serta membina unsur-unsur ketenagakerjaan yang memiliki kemampuan serta hasrat belajar terus untuk meningkatkan dirinya sebagai tenaga yang tangguh, mandiri, profesional, beretos kerja tinggi dan produktif.

minat, dan pengalamannya masing-masing (individual).

d. Mendidik dan melatih tenaga kerja yang memiliki relevansi yang

Selanjutnya dalam penyelenggaraan pelatihan kerja, maka harus diperhatikan tahap-tahap dalam pengadaan pelatihan. Menurut Faustino Cardoso Gomes (2003: 204-207) terdapat 3 tahap utama dalam pelatihan, yaitu :

a. Penentuan kebutuhan pelatihan ( Assesing Training Needs)

Tahap ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi-informasi yang relevan untuk menentukan perlu tidaknya dilaksanakan pelatihan kerja.

b. Mendesain program pelatihan (Designing a Training Program)

Tahap ini bertujuan memutuskan program yang tepat untuk dijalankan. Ketepatan metode pelatihan tertentu tergantung pada tujuan yang hendak dicapai.

c. Evaluasi efektivitas program pelatihan (Evaluation Training Program Effectiveness) Tahap ini bertujuan untuk menguji keefektifan program pelatihan yang dilaksanakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tahap pertama yaitu penentuan kebutuhan pelatihan. Penentuan kebutuhan pelatihan harus dilakukan terlebih dahulu karena organisasi yang menerapkan program pelatihan yang tidak melakukan penentuan kebutuhan pelatihan kemungkinan akan banyak melakukan kesalahan dan gagal dalam Tahap pertama yaitu penentuan kebutuhan pelatihan. Penentuan kebutuhan pelatihan harus dilakukan terlebih dahulu karena organisasi yang menerapkan program pelatihan yang tidak melakukan penentuan kebutuhan pelatihan kemungkinan akan banyak melakukan kesalahan dan gagal dalam

pada dasarnya dapat dipenuhi melalui pelatihan kerja. Strategi pembinaan pelatihan harus dapat diarahkan agar pelatihan kerja mampu berfungsi memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini diperlukan sesuai dengan tuntutan pasar kerja, perkembangan teknologi, dan pembangunan. Hal ini dikemukakan dalam trilogi latihan kerja, sebagai berikut :

1. Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan kesempatan kerja.

2. Latihan kerja harus senantiasa mutakhir sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu dalam arti proses dan kaitannya dengan pendidikan, latihan dan pengembangan satu dengan yang lain. (Basir Barthos, 2004: 98-99)

Trilogi latihan kerja diatas merupakan pedoman yang harus dilaksanakan, dan dalam pelaksanaannya perlu didukung oleh aparatur pemerintahan yang kuat, dukungan dan peran swasta, dukungan dari Trilogi latihan kerja diatas merupakan pedoman yang harus dilaksanakan, dan dalam pelaksanaannya perlu didukung oleh aparatur pemerintahan yang kuat, dukungan dan peran swasta, dukungan dari

Secara umum dapat dibedakan adanya 3 kelompok kebutuhan latihan kerja sesuai dengan dunia kerja dan pasar kerja, yaitu :

1. Kebutuhan latihan untuk bekerja dalam hubungan kerja.

2. Kebutuhan latihan untuk bekerja mandiri.

3. (Sendjun H. Manullang, 1995: 28) Tahap kedua yaitu mendesain program pelatihan. Dalam mendesain program pelatihan perlu ditetapkan metode pelatihan atau cara pelatihan tertentu yang tepat tergantung sasaran yang hendak dicapai. Metode pelatihan kerja merupakan pendekatan terhadap penyelenggaraan dan pelaksanaan pelatihan kerja. Metode pelatihan yang bisa dianut manajemen meliputi pelatihan di tempat kerja, kuliah, dan konferensi, studi kasus, permainan peran, lokakarya, simposisum, kursus, korespondensi, diskusi kelompok, permainan manajemen dan kombinasi (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2002:15). Ketepatan metode pelatihan kerja tergantung kepada tujuannya. Tujuan dan sasaran pelatihan yang berbeda akan mengakibatkan penggunaan metode pelatihan kerja yang berbeda. Oleh karena itu dalam pelatihan kerja harus terlebih dahulu ditentukan sasaran dari program pelatihan kerja baik bersifat 3. (Sendjun H. Manullang, 1995: 28) Tahap kedua yaitu mendesain program pelatihan. Dalam mendesain program pelatihan perlu ditetapkan metode pelatihan atau cara pelatihan tertentu yang tepat tergantung sasaran yang hendak dicapai. Metode pelatihan kerja merupakan pendekatan terhadap penyelenggaraan dan pelaksanaan pelatihan kerja. Metode pelatihan yang bisa dianut manajemen meliputi pelatihan di tempat kerja, kuliah, dan konferensi, studi kasus, permainan peran, lokakarya, simposisum, kursus, korespondensi, diskusi kelompok, permainan manajemen dan kombinasi (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2002:15). Ketepatan metode pelatihan kerja tergantung kepada tujuannya. Tujuan dan sasaran pelatihan yang berbeda akan mengakibatkan penggunaan metode pelatihan kerja yang berbeda. Oleh karena itu dalam pelatihan kerja harus terlebih dahulu ditentukan sasaran dari program pelatihan kerja baik bersifat

1. Sebagai tolok ukur kelak untuk menentukan berhasil tidaknya program pelatihan kerja.

2. Sebagai bahan dalam usaha menentukan langkah selanjutnya seperti isi program dan metode pelatihan yang akan digunakan. (Sondang P. Siagian,1996: 188)

Basir Barthos (2004: 94-98) mengemukakan adanya konsep-konsep mengenai pelatihan kerja yang di dalamnya menjelaskan mengenai metode pelatihan kerja, yaitu konsep Flippo dan Sikula. Konsep Filppo lebih dekat dengan manajemen personalia, di dalam konsepnya Flippo mengemukakan tentang :

1. Pengembangan individu dan organisasi

2. Pelatihan operasional

3. Pengembangan manajemen

4. Kebutuhan manajer dan program pengembangan

Flippo mengemukakan 4 metode dasar yang dapat digunakan dalam pelatihan kerja, yaitu :

1. Pelatihan di tempat kerja ( on job training) Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan karena mempunyai kelebihan dalam memotivasi peserta. Keberhasilan tempat kerja tergantung pada instruktur dalam menjelaskan seperangkat prosedur 1. Pelatihan di tempat kerja ( on job training) Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan karena mempunyai kelebihan dalam memotivasi peserta. Keberhasilan tempat kerja tergantung pada instruktur dalam menjelaskan seperangkat prosedur

2. Sekolah vestibule Sekolah vestibule adalah sekolah yang dibentuk untuk mengatasi masalah pelatihan di tempat kerja untuk kebutuhan fungsional khusus untuk para eksekutif manajemen dalam mengembangkan fungsi staf dari mulai pengembangan lini sampai proses produksi.

3. Magang (apprenticeship) Program magang (apprenticeship) dirancang untuk ketrampilan yang lebih tinggi yang mengutamakan pengetahuan dalam melaksanakan suatu ketrampilan atau serangkaian pekerjaan yang berhubungan.

4. Kursus-kursus Pelaksanaan kursus dapat dikaitkan dengan jenis pekerjaan khusus bagi seseorang.

Konsep Sikula menggambarkan pelatihan yang ditinjau dari segi personel administration . Pada dasarnya metode-metode pelatihan yang dapat digunakan hampir sama dengan yang dikemukakan Flippo. Dalam metode pelatihan Sikula terdapat beberapa cara sebagai berikut:

1. On the job training (OJT)

2. Sekolah vestibule

3. Demonstrasi dan percontohan

4. Simulasi

6. Pelajaran dikelas (lecture, cenfrance, studi kasus, permainan program instruksi)

7. Metode pelatihan lainnya.

Sedangkan menurut Jucius dalam Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah ( 2005, 183-184) terdapat beberapa metode pelatihan kerja yaitu :

1. On job training (latihan di tempat kerja) Dalam metode ini pelatihan dilakukan di tempat kerja, terselenggara

melekat pada pekerjaan yang menjadi tugasnya. Pemberi pelatihan yaitu pegawai atau pekerja yang lebih senior. Metode ini memiliki kelebihan dimana lebih hemat waktu dan peserta latihan/pegawai baru maupun pelatih tidak perlu meninggalkan tugasnya, tetapi kelemahannya yaitu pelatih kurang konsentrasi dalam memberi latihan karena harus menjalani kesibukannya.

2. Vestibule training

Metode ini berupa kursus singkat dimana kondisi dan fasilitas tempat pelatihan direkayasa sesuai dengan situasi kerja sebenarnya. Dalam metode ini kursus dilakukan di tempat yang terpisah dari tempat kerja dan memerlukan instruktur khusus.

3. Apprentice training (magang) Metode ini biasanya untuk jenis pekerjaan yang harus memerlukan skill tinggi. Pegawai baru dimagangkan pada seseorang yang ahli dalam bidang 3. Apprentice training (magang) Metode ini biasanya untuk jenis pekerjaan yang harus memerlukan skill tinggi. Pegawai baru dimagangkan pada seseorang yang ahli dalam bidang

4. Internship training

Program pelatihan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dengan instansi lain seperti perusahaan atau lembaga pemerintah untuk memberikan pelatihan kepada siswa atau mahasiswa. Peserta yang lulus dengan predikat yang baik akan mendapat kesempatan untuk bekerja pada lembaga atau perusahaan yang bersangkutan.

5. Learner training (training siswa) Metode dimana suatu perusahaan mengirimkan sejumlah tenaga kerja untuk mengikuti pelatihan pada sekolah-sekolah kejuruan tertentu, yang ditujukan untuk mendapatkan tenaga setengah terampil dalam jangka pendek.

6. Outside course

Metode pelatihan yang dilakukan oleh lembaga profesional berkerjasama dengan suatu perusahaan tertentu.

7. Retraining course and upgrading

Metode pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja guna mengantisipasi kondisi lingkungan yang senantiasa berubah dan berkembang.

Dalam mendesain program pelatihan kerja, harus memperhatikan 6 (enam) prinsip dalam pelatihan yang diungkapkan dalam buletin ILO dalam Dalam mendesain program pelatihan kerja, harus memperhatikan 6 (enam) prinsip dalam pelatihan yang diungkapkan dalam buletin ILO dalam

1. Pelatihan dan pendidikan kejuruan harus diarahkan kepada keberhasilan bisnis dan pertumbuhan ekonomi.

2. Pengusaha dan individu-individu harus membagi tanggung jawab bersama dalam pelatihan.

3. Mengakui standarisasi yang wajar dan relevan dengan kesempatan kerja dan disesuaikan dengan keadaan industri secara nasional.

4. Pelatihan harus berdasar pada kualitas dari standarisasi yang ada.

5. Memperhitungkan program pelatihan sesuai dengan pembangunan di daerah setempat.

6. Pengusaha, individu-individu dan masyarakat harus membuka kesempatan yang baik bagi program pelatihan. ( Basir Barthos, 2004: 99)

Berkaitan dengan implementasi atau pelaksanaan pelatihan kerja, Mutiara S. Pangabbean (2002: 44) mengemukakan terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pelaksanaan pelatihan, yaitu :

1. Peserta

2. Pelatih

3. Metode pelatihan

Di dalam penyelenggaraan program pelatihan, Oemar Hamalik (2000: 35-37) mengungkapkan harus memperhatikan unsur-unsur program pelatihan, sebagai berikut :