DENGAN PRIMATA ENDEMIK DI MENTAWAI

UTE’ SIMAGERE (TENGKORAK BAGI ROH): HUBUNGAN MASYARAKAT DENGAN PRIMATA ENDEMIK DI MENTAWAI

Tresno¹

Received Article: 22 Mei 2017 Accepted Article: 25 Juni 2017

Abstract

Many think that the primate hunting is done by the Mentawai people caused the primate extinction in Mentawai whereas forest exploitation on Siberut Island has been going on for a long time like HPH, poaching, and development. Indeed, the Mentawai people have Arat Sabulungan guidance on their environment which not only regulate natural environment but the social and cultural environment. Based on the research of results found that the people of Buttui and Tepu’ know their world is divided into two parts, namely purimanuaijat (porak, manua, baga, oinan and leleu); and sabulungan (Saikamanua, Si Bara Ka Baga, Saikoinan and Saikaleleu). The world purimanuaijat in fact both the living things and inanimate objects have a soul (simagere) and spirit (ketsat). So the Mentawai people should maintain the relationship. Because human life that always utilize nature, can trigger the relationship, so they do punen and puliaijat. Because the balance is not only about the world purimanuaijat, but also the world sabulungan. So the Mentawai people perform the hunting activity at the end of the ceremony, due to the hunt for a form of respect for the spirits of the ancestors, Saikaleleu and fellow creatures who are spirited and have spirits by making ute ’simagere. The ethno-ecological Mentawai people have a categorization of the environment that are uma, pumonean consisting of pumonean saina and also pumonean leleu or siburuk; and leleu. Leleu this is a place of hunting and place of life for 4 species of endemic primates in the Mentawai. One of them are bilou, joja, simakobu and also bokkoi. As for the pumonean saina and pumonean leleu, it is advantageous to these four primates at the time of food to the four species of primates will descend to the fruit field as well as the bokkoi who can go down to the ground to take surappik. Likewise some taboos that save some primates while for the ceremony is not always the ending ceremony of hunting, so the ceremony and hunting are the mechanism of the Mentawai people in balancing the natural, social and cultural environment with a balance for the Mentawai people about the relationship between the world of purimanuaijat and the world of sabulungan.

Keywords: Purimanuaijat World, Arat Sabulungan, Puliaijat, Hunting, Ethno-Ecology

Abstrak

Banyak yang mengira perburuan primata yang dilakukan masyarakat Mentawai menyebabkan kepunahan primata di Mentawai, padahal eksploitasi hutan di Pulau Siberut sudah terjadi sejak lama seperti HPH, perburuan liar, dan berbagai pembangunan. Sejatinya masyarakat Mentawai memiliki pedoman Arat Sabulungan mengenai lingkungannya, yang tidak hanya mengatur lingkungan alam saja tetapi juga lingkungan sosial dan budaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnoscience dengan pemilihan informan secara purposive sampling. Peneliti menggunakan analisis Rappaport dan Etno-ekologi untuk melihat fenomena apa, bagaimana dan kenapa berburu dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian masyarakat Buttui dan Tepu’ mengenal dunia mereka terbagi menjadi dua yaitu purimanuaijat (porak, manua, baga, oinan dan leleu; dan sabulungan (Saikamanua, Si Bara Ka Baga, Saikoinan dan Saikaleleu). Adapun dunia purimanuaijat nyatanya baik itu benda hidup dan benda mati memiliki jiwa (simagere) dan roh (ketsat). Dikarenakan keseimbangan

Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

67 | P a g e

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

68 | P a g e Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

tersebut tidak hanya menyangkut dunia purimanuaijat, tetapi dunia sabulungan. Sehingga orang Mentawai melakukan upacara punen dan puliaijat dengan diakhiri berburu, dikarenakan berburu merupakan wujud dari menghormati roh-roh nenek moyang, Saikaleleu dan sesama makhluk yang berjiwa dan memiliki roh, dengan membuat ute’ simagere. Setidaknya terdapat kategorisasi tentang lingkungan pada masyarakat Mentawia yaitu uma dengan pangurep iba, pumonean yang terdiri dari pumonean saina dan pumonean leleu/siburuk, dan leleu. Leleu ini lah menjadi tempat perburuan dan tempat kehidupan bagi 4 jenis primata endemik di Mentawai yaitu bilou, joja, simakobu dan bokkoi. Adapun dengan adanya pumonean saina dan pumonean leleu, menjadi keuntungan bagi ke empat primata ini pada waktu musim iba ke empat jenis primata ini akan turun ke ladang buah-buahan, begitu juga dengan bokkoi yang dapat turun ke tanah untuk mengambil surappik. Begitupun beberapa pantangan yang menyelamatkan beberapa primata, sedangkan untuk upacara tidak selalu upacara diakhiri dengan berburu. Sehingga upacara dan berburu merupakan mekanisme orang Mentawai dalam menyeimbangkan lingkungan alam, sosial dan budaya dengan keseimbangan bagi orang Mentawai mengenai hubungan antara dunia purimanuaijat dan dunia sabulungan.

Kata kunci: Dunia Purimanuaijat, Dunia Sabulungan, Puliaijat, Berburu, Etno-ekologi

A. PENDAHULUAN

epulauan Mentawai terletak 85-135 km di lepas pantai barat Sumatera yang terpisah dari pulau utama

Sumatera sejak 500 ribuan tahun yang lalu (Batchelor, 1979). Akibat terisolasi sekian lama,

proses evolusi

ekosistem

di

Kepulauan Mentawai

hanya

sedikit

terpengaruh dengan pulau utama Sumatera. Spesies di Pulau Siberut mempunyai karakter yang lebih primitif dibandingkan dengan spesies yang ada di Sumatera. Oleh karena itu, Kepulauan Mentawai memiliki kekayaan spesies flora maupun fauna endemik yang tinggi. Telah tercatat lebih dari 65% dari mamalia dan 15% spesies fauna di Pulau Siberut adalah endemik atau tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia (CII, 2002; Wilting dkk, 2012; Sargis dkk, 2014).

Keanekaragaman dan keendemikan flora dan fauna di Kepulauan Mentawai, menyebabkan Kepulauan tersebut tepatnya di Pulau Siberut dijadikan sebagai cagar biosfer oleh UNESCO. Kemudian, pada tahun 1993 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor

407/Kpts-II/1993

didirikanlah Taman Nasional Siberut yang tujuanya

untuk melindungi

hutan

di

Mentawai terkhususnya satwa endemik yang mulai langka di Mentawai termasuk primata endemik di dalamnya. Setidaknya ada empat primata endemik di Mentawai yang dilindungi antara lain: (1) primata berhidung pesek atau simakobu (Simias

concolor) dengan dua jenis subspesies S. c. concolor dan S. c. siberu (Chasen dan Kloss, 1927); (2) lutung atau joja (Presbytis potenziani) dengan dua subspesies P. p. potenziani dan P. p. siberu (Bonaparte, 1856); (3) beruk mentawai atau bokkoi (Macaca pagensis) dengan dua subspesies M. p. pagensis dan M. p. siberu (Fuentes dan Olson, 1995); dan (4) siamang kerdil atau bilou (Hylobates klossii) (Miller, 1903). Berdasarkan penelitian Whitaker (2006); Waltert dkk, (2008); dan IUCN/SSC Primate Specialist Group’s Action Plan for Asian Primate Conservation, keempat primata di Mentawai ini mengalami penurunan jumlah populasi setiap tahunnya hingga terancam punah (critically endangered).

Aktivitas manusia yang berlebihan seperti deforestasi hutan, perburuan liar, eksploitasi sumber daya hutan dan hayati, dan lain-lain. Mengakibatkan keseimbangan ekosistem lingkungan alam di Mentawai menjadi terganggu dan berujung pada perubahan berbagai aspek lingkungan baik itu alam, sosial, dan budaya. Salah satu bukti nyata perubahan tersebut adalah pengurangan

populasi

keempat jenis primata endemik. Berdasarkan data red list IUCN keempat primata ini mengalami perubahan tiap tahunnya. Pada awalnya keempat primata ini berstatus endengered, kemudian pada tahun 2007 mengalami perubahan status antaranya bilou dan joja menjadi vulnarable. Sedangkan

untuk simakobu menjadi endengered (terancam

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

punah), dan bokkoi tetap dalam status

menghadapi segala critically endangered. Banyak hal yang

Mentawai

dalam

perubahan yang terjadi di Mentawai. Di menyebabkan kepunahan keempat primata

dalam kebudayaan Mentawai tidak hanya ini diantaranya sudah sejak lama Pulau

mengatur atau tidak hanya dijadikan Mentawai menjadi incaran para HPH, sejak

pedoman dalam menanggapi perubahan tahun 1972 antaranya PT CPSS, PT JSI, PT

lingkungan alam saja, tetapi juga pada Kayu Siberut, PT Cirebon Agung bahkan

lingkungan sosial dan budaya. Hal tersebut saat ini kedua HPH di Pulau Siberut masih

telah diatur dalam kepercayaan tradisional 1 dalam kondisi beroperasi seperti Koperasi

etnis Mentawai yaitu Arat Sabulungan . Andalas Madani yang diberikan konsensi

menganggap agar pada tahun 2001, kemudian disusul dengan

Etnis

Mentawai

kehidupan sosial dan budaya mereka tetap PT SSS yang diberikan konsensi pada

belangsung, mereka juga harus menjaga 2 tahun 2003 dan berbagai pembangunan di

lingkungan alam . Dengan hal itu menuntut Pulau Siberut. Namun nyatanya beberapa

melakukan berbagai stake holders baik LSM, pemerintah dan

etnis

Mentawai

tindakan untuk mengembalikan perubahan peneliti mengatakan bahwa kepunahan

lingkungan yang terjadi di Mentawai seperti primata tersebut salah satu penyumbang

semula, sesuai dengan ajaran nenek terbesar akibat perburuan yang dilakukan

moyang mereka. Salah satu bentuk tindakan etnis Mentawai seperti Teneza (1974) dan

nyata mereka adalah dengan melakukan Tilson (1977) mengatakan dari perhitungan

berbagai upacara ritual. Upacara inilah yang beberapa jumlah tengkorak primata di pulau

dijadikan sebagai proses penyeimbang Mentawai

sosial dan budaya Kesemua 4 primata yang berada di Pulau

masyarakat Mentawai, agar hubungan Siberut diburu untuk dimakan (Teneza dan

antara dunia nyata dan dunia supranatural Tilson, 1985:300). Dalam penelitian lainnya

berhubungan. Hubungan yaitu

dapat

saling

tersebut saling memberi dan menerima memperkirakan primata endemik ini akan

Quinten dkk

yang

fungsinya masing-masing, agar kedua alam 3 mengalami pengurangan populasi sebanyak

tersebut tetap dalam keadaan seimbang . 4.860–9.720 setiap tahun akibat diburu dan

prinsip keseimbangan dikonsumsi oleh orang Mentawai. Bahkan

Untuk

menjaga

tersebut, segala sesuatu yang dilakukan setelah adanya perlindungan Pulau Siberut,

etnis Mentawai harus meminta izin terlebih pihak TNS yang awalnya bertujuan akan

dahulu dengan dunia supranatural. Maka melindungi hutan di Pulau Siberut dari HPH

dari itu, upacara merupakan keharusan bagi dan

etnis Mentawai dalam mengatur segala sebagai pemilik tanah adat, yang nyatanya

meguatkan wacana

masyarakat

yang mana dapat penunjukan

aktifitas

mereka

kerusakan alam nyata, masyarakat

termasuk aktifitas berburu di dalamnya. primata di kawasan TNS. Polisi hutan

dan melarang

perburuan

dengan aktifitas bengasur-angsur

Berkaitan

mana menyebabkan keamaan diintensifkan bahkan apabila

jumlah populasi primata masyarakat melanggar akan berakibat

pengurangan

endemik di Mentawai. Dikarenakan di satu hukuman penjara (Darmanto dan Setyowati,

sisi upacara merupakan sebuah mekanisme 2012:210-211). Nyatanya penunjukan Pulau

yang dilakukan etnis Mentawai dalam Siberut

menyeimbangkan kembali lingkungan. Di pemberian batas-batas yang bertujuan akan melindungi hutan di Siberut, dan seakan-

sebagai cagar

biosfer

dan

akan kerusakan hutan dan kepunahan Kepercayaan Arat Sabulungan yang dijadikan primata endemik merupakan perbuatan cara

masyarakat Mentawai sebagai aturan dalam tradisional

menginterpretasi lingkungan mereka. Arat nyatanya di balik hal tersebut beberapa

Sabulungan ini menganggap bahwa dunia yang pihak mengambil keuntungan akan hal itu.

ditinggali masyarakat Mentawai terbagi menjadi Menanggapi persoalan tersebut,

dua yaitu dunia nyata dan dunia supranatural. etnis Mentawai mempunyai pedoman dalam

Kedua dunia ini harus berjalan selaras. menghadapi perubahan lingkungan yang 2 Sesuai dengan ide bahwa budaya itu lebih

terjadi di Mentawai.

kebudayaan 3 dijadikan pedoman etnis Sesuai dengan prinsip ekosistem atau prinsip

reciprocity

Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

69 | P a g e

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

sisi lain upacara akan diakhiri dengan kembali antara dunia nyata dengan dunia berburu,

supranatual, namun mengapa berburu penutup

karena berburu

merupakan

primata yang dimanfaatkan sebagai media dilangsungkan (Rudito,

dalam setiap

upacara

yang

upacara seperti ute’ berburu tetap saja dilakukan di Mentawai,

ritual eneget masih karena itu sudah menjadi bagian dari sistem

simagere

dan

dilakukan? Apakah dengan melakukan kepercayaan dan sistem mata pencaharian.

populasi primata akan Sudah sejak lama etnis Mentawai berburu

pengurangan

menyebabkan alam menjadi seimbang atau khususnya berburu primata, karena primata

apakah etnis Mentawai memiliki cara agar merupakan hewan yang sakral dalam

menyeimbangkan kembali populasi primata kebudayaan etnis Mentawai. Dikarenakan

tersebut?

primata merupakan media prantara yang

aturan adat yang digunakan dalam keberlangsungan upacara

Jika

mengikuti

diwariskan oleh nenek moyang etnis serperti

Mentawai yang berpedoman dengan nilai- primata dijadikan sebagai penghubung atau

tengkorak

primata. Tengkorak

nilai kepercayaan Arat Sabulungan, maka media

keberlangsungan

upacara.

etnis Mentawai tidak hanya menyelaraskan Pemanfaatan tengkorak primata ini antara 4 lingkungan sosial dan budaya saja, tetapi

lingkungan alam juga akan diselaraskan. ritual eneget . Dari penjelasan di atas

lain dijadikan; ute’ simagere 5 dan syarat

Dengan demikian menjadikan masyarakat menunjukan

dalam menjaga melakukan upacara untuk menselaraskan

lingkungannya, karena Arat Sabulungan kembali sesuatu

mengatur hubungan masyarakat dengan termasuk penurunan jumlah primata itu

lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya sendiri.

nyata tetapi juga melakukan upacara untuk penyelarasan

Jika tujuan

lingkungan dunia supranatural. Akibat dari perburuan, ekosistem menjadi terganggu

maka dari itu perlunya mengembalikan Ute’ simagere merupakan tengkorak primata

ekosistem seperti semula dengan cara yang digantung dan disusun di ruang tengah uma

melakukan upacara. Namun di balik upacara bersama tengkorak

dan aktifitas berburu peneliti tidak melihat simagere inilah

buruan

lainnya. Ute’

lingkungan alam mengalami keseimbangan, menghubungkan roh-roh di hutan dengan roh-roh

padahal dalam Arat Sabulungan terdapat

di uma melalaui prantara Sikerei 4 , sehingga pada

nilai-nilai yang mengatur kesejahteraan saat berburu hewan yang akan diburu menjadi

harus selaras dengan dekat kepada si pemburu. Hal ini akan

hidup

yang

lingkungan alam, sosial dan budaya. Secara mempermudah pemburu untuk menangkap

idealnya ketika etnis Mentawai melakukan hewan yang diburunya termasuk primata. Selain

kerusakan baik itu kerusakan dunia nyata tengkorak primata dibuat menjadi ute’ simagere,

supranatural, mereka tengkorak primata juga dijadikan sebagai jaraik.

maupun

dunia

dalam memperbaiki Jaraik ini juga digunakan sebagai penghubung

memiliki

cara

lingkungannya yang sudah diatur dalam antara dunia nyata dan dunia gaib untuk

Mentawai yang melindungi uma. Tidak hanya itu rumah yang

kebudayaan

etnis

bersumber dalam Arat Sabulungan. Dengan memiliki banyak tengkorak memperlihatkan

demikian etnis Mentawai menyadari akan status sosial seseorang. Karena hasil tangkapan

tindakanya yang dapat merusak lingkungan hewan yang banyak meningkatkan status sosial

alam. Namun mengapa masih tetap saja orang. Sehingga semakin banyak tangkapan dan

masyarakat melakukan tindakan perburuan tengkorak yang disusun rapi di uma, semakin

primata yang nantinya digunakaan sebagai memperlihatkan status sosial yang tinggi di

media prantara dalam upacara? Jika kita Mentawai

sebagai mekanisme seringnya keluarga tersebut melakuan aktifitas

dan semakin

penyeimbang lingkungan alam, sosial dan berburu. Dengan demikian berburu primata

budaya. Lalu seyogyanya, keseimbangan merupakan bagian penting dalam kehidupan

yang bagaimanakah yang dimaksud dalam sosial dan budaya masyarakat Mentawai.

kebudayaan masyarakat Mentawai? Ritual eneget adalah salah satu ritual untuk

artikel ini penulis mempersembahkan primata kepada roh-roh agar

Adapun dalam

membahas secara lebih mendalam tentang anak laki-laki yang baru lahir dapat pintar

hubungan masyarakat Mentawai dengan berburu.

70 | P a g e Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

lingkungan khususnya primata endemik di lingkungan alam khususnya primata edemik Mentawai

di Mentawai. Oleh karena itu untuk pengetahuan masyarakat tentang aktifitas

dengan

menganalisis

memahami berbagai prilaku seseorang perburuan dan menganalisis mengenai

peneliti harus memahami sistem berpikir hubungan primata dalam keseimbangan

mereka yang dipandang dari sudut pandang alam, sosial dan budaya di Mentawai yang

obyek yang diteliti maupun dari sudut mana dijadikan ute’ simagere, sehingga

pandang peneliti (Poerwanto, 2006:38). Di menjadi penting bagi kebudayaan orang

sini peneliti melakukan studi ke lapangan Mentawai.

melihat fenomena masayarakat Mentawai dalam melakukan tindakan berburu primata

B. METODE

yang mana nantinya digunakan sebagai media ute’ simagere dan ritual eneget

P Selatan dan dilanjutkan di Desa dibalik fenomena tersebut. Untuk

enelitian ini dilakukan di dua dusun berdasarkan pandangan masyarakat itu yaitu di Desa Madobag, Pulaggajat

yang kemudian akan (dusun) Buttui Kecamatan Siberut

sendiri

(emik)

dianalisis peneliti (etik) untuk menjelaskan

tersebut, peneliti Siberut Barat Daya. Adapun penelitian ini

Sagulubbeg, Pulaggajat Tepu’, Kecamatan

mendapatkan

data

mempelajari bahasa Mentawai, melakukan menggunakan

observasi partisipasi dan wawancara secara yang mana pendekatan ini memandang

pendekatan

etnoscience

serta melakukan bahwa sistem pengetahuan adalah bagian

mendalam

pendokumentasian untuk mendukung data. penting dalam kehidupan manusia dan

Adapun dalam taksonomi dan klasifikasi itu kelompoknya. Pendekatan ini berupaya

terkandung pernyataan-pernyataan atau ide- menemukan makna dari suatu kebudayaan

ide masyarakat yang kita teliti mengenai yang mana untuk memahami fenomena

lingkunganya. Taksonomi atau klasifikasi alam tersebut lebih didasarkan atas cara

yang terungkap dalam berbagai istilah-istilah berpikir manusia (kognitif) yang dikajinya

lokal itu biasanya berisi informasi mengenai (Poerwanto, 2006:40). Menurut Hussel,

penting untuk fenomena adalah sesuatu yang sudah ada

lingkungan

yang

mendapatkan etnoekologi dari masyarakat dalam persepsi dan kesadaran individu yang

yang kita teliti. Taksonomi, klasifikasi dan sadar tentang sesuatu hal (benda, situasi,

referensinya perlu dan lain-lain) (dalam Arifin dkk, 2005:58).

makna-makna

peneliti. Akhirnya Maka dari itu penelitian ini bersifat descriptif

dideskripsikan

oleh

peneliti memformalisasikan aturan-aturan dan

perilaku terhadap lingkungan yang dianggap fenomena-fenomena yang nyata dalam

holistic dengan

mendiskripsikan

tepat dari perspektif masyarakat (Ahimsa, masyarakat

Lahajir, 2001:54). mendapatkan

Dengan demikian penelitian ini tidak saja dengan lingkungan dari sudut pandang

hubungan

masyarakat

bagaimana fenomena itu masyarakat itu sendiri (natives point of

menjelaskan

terjadi, tetapi yang terpenting mememahami view). Pendekatan etnoscience sejalan

apa yang dibalik fenomena tersebut (Arifin dengan

dkk, 2005:62), dan mengapa fenomena mengatakan kebudayaan adalah suatu

tesebut masih saja dilakukan. Maka dari itu sistem

peneliti akan mengalasis penelitian ini pengetahuan, kepercayaan, dan nilai-nilai

kognitif yang

terdiri

dari

dengan pendekatan Rappaport dan Etno- yang berada dalam pikiran anggota-anggota

ekologi. Adapun Informan dipilih dengan individual masyarakat (dalam Kalangie,

teknik purposive sampling yang mana 1994:1). Dari penjelasan tersebut, peneliti

sebanyak 6 suku di Pulaggajat Buttui dan 5 akan mencoba menganalisis fenomena

suku di Pulaggajat Tepu’. prilaku dan material pada etnis Mentawai terhadap primata endemik di Mentawai.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

menurut Suparlan konsep-konsep Rappaport dan Etno-ekologi

Dengan menggunakan

makhluk sosial. Isinya berupa perangkat Mentawai K dalam memaknai fenomena

merupakan keseluruhan pengetahuan dalam menganalisis pengetahuan etnis

yang

dipunyai manusia sebagai

prilaku dan material itu sendiri. Dengan model pengetahuan yang secara selektif melihat hubungan masyarakat dengan

dapat digunakan untuk memahami dan

Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

71 | P a g e

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

menginterpretasi lingkungan yang dihadapi, bagi manusia, begitu juga dengan hutan, mendorong dan menciptakan tindakan yang

leleu, dan lain-lain yang dapat mengancam diperlukan. Kebudayaan dipakai manusia

kehidupan manusia (bandingkan Schefold, untuk

1988). Adapun kehidupan tersebut yaitu lingkungan tertentu (alam, sosial dan

kehidupan dunia nyata, kehidupan dunia budaya)

nyata ini lebih dikenal dengan purimanuaijat, melangsungkan hidupnya dan memenuhi

semua makhluk yang nampak secara kebutuhanya,

empiris baik itu makhluk hidup maupun (Suparlan, 2004:158). Maka dari itu dalam

makhluk mati yang berada di bumi kebudayaan

(porak/baga), langit (manua), hutan dengan pengetahuan,

segala isinya (se’se’ dan pangureman), Mentawai

kepercayaan

masyarakat

sungai (oinan) dan leleu (leleu). Hal itu juga menghadapi, memahami, memaknai dan

diperkuat dengan asal mula kehidupan menginterpretasi lingkungan alam, sosial

dengan mitologi orang Mentawai yang dan budaya. Hal tersebut termaktub dalam

mereka sebut dengan pumumuan atau sistem kepercayaan etnis Mentawai yaitu

titibuat (sejarah), hampir semua mitologi Arat Sabulungan. Arat Sabulungan inilah

yang diceritakan menjelaskan asal muasal yang mencangkup seluruh pengetahuan,

dunia puimanuaijat untuk apa, siapa dan kepercayaan, adat istiadat masyarakat

mengapa diciptakan seperti mitologi joja Mentawai mengenai lingkungan alam, sosial

diceritakan Aman Ruamanai yang mana joja dan budaya mereka yang mana Arat

berasal dari manusia dan merupakan awal Sabulungan

cerita dari berbagai jenis hewan buruan budaya orang Mentawai yang mengatur

yang nantinya dimanfaatkan untuk beburu bagaimana

atau cerita yang (simantawoi) dan dalam Arat Sabulungan ini

diungkapkan Aman Tarit, asal muasal sagu, mereka mempercayai bahwa setiap makhluk

babi, ayam, simaligai dan sipageta sabbau hidup dan mati dalm wujud apapun memilki

yang awalnya mereka tidak kenal, dan jiwa (simagere) dan roh (ketcat). Maka dari

akhirnya akibat simaligai dan sipageta itu untuk menyeimbangkan jiwa dan roh

sabbau mereka mengenal makanan untuk tersebut orang Mentawai menggunakan

upacara, sikerei, uma dan berbagai cerita daun-daunan

lainnya (lihat juga Spina, 1981; Tulius, 2012, diperantarai kerei melalui upacara untuk

(bulungan/buluat)

yang

dan Tresno, 2017).

memanggil, melindungi,

Begitu juga dengan dunia yang tidak membujuk, berdialog dan mendamaikan

mengusir,

nyata (supranatural), merupkan dunia yang antara dunia nyata dan dunia supranatural

tidak terlihat secara kasat mata namun (bandingkan Coronese, 1986; Mulhadi,

dapat dirasakan keberadaanya, diyakini, 2008, dan Delfi, 2012). Dengan begitu Arat

dan terkadang meperlihatkan diri dengan Sabulungan

dan kehidupan dunia hubungan antara manusia dengan manusia,

berbagai cara,

supranatural ini juga dapat memberikan manusia dengan lingkunganya (biotik dan

ancaman bagi kehidupan dunia nyata abiotik), dan manusia dengan dunia gaib

kehidupan manusia. terkhususnya

terkhususnya

Kehidupan inilah yang disebut orang semesta/Tuhanya.

Mentawai dengan sabulungan, setelah jiwa- Setidaknya masyarakat Mentawai

jiwa mereka mati maka jiwa mereka akan mengenal dua sisi kehidupan yang saling

kembali ke dunia sabulungan, dunianya berdampingan, saling bertentangan dan

para roh. Dalam wujud apapun dalam dunia saling membutuhkan keseimbangan. Dalam

supranatural terdapat berbagai macam roh, kehidupan ini menurut Aman Nama dan

dan dalam setiap roh tersebut terdapat Aman Jaggau, semua isi alam diibaratkan

penguasa. Adapun masyarakat Mentawai seperti

membaginya sebagai berikut yaitu langit hidup/menghidupakan

(manua) dengan penguasanya Saikamanua, mati/mematikan. Menurut mereka, seperti

dan

dapat

tanah (baga) dengan penguasanya Si Bara halnya

Ka Baga/Si Bara Ka Porak, air (oinan) kehidupan,

sungai yang

dapat

memberi

dengan penguasanya Saikaoinan dan leleu memberikan

(leleu) dengan penguasanya Saikaleleu/Si Dikarenakan dapat menimbulkan bahaya

Bara Ka Leleu. Sejatinya dalam kehidupan

72 | P a g e Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

masyarakat Mentawai mereka meyakini baik Adapun pemanfaatan lingkungan dunia makhluk hidup dan makhluk mati, semuanya

nyata yang dapat menganggu lingkungan memiliki jiwa (simagere) dan roh (ketsat)

dunia supranatural. Maka dari itu hubungan masing-masing. Maka dari itu tidak hanya

tersebut perlulah dijaga, dengan cara kedua penguasa saja yang tinggal dalam dunia

tersebut tetap saling sabulungan, namun makhluk hidup atau

hubungan

berhubungan satu sama lain, maka dari itu makhluk mati terdapat berbagai sebutan roh

masyarakat Mentawai melakukan upacara baik (mareu’) ataupun roh jahat (simakataik)

(punen dan puliaijat), agar antara dunia seperti saukkui, pitok, sanitu, bajou dan

purimanuaijat dan dunia sabulungan tetap berbagai roh jahat yang berada di sungai

dalam keadaan seimbang. Namun tidak seperti sikoinan dan di leleu seperti sabeu

hanya sebatas upacara sebagai proses talinga, sikataik loinak dan silakikiow.

keseimbangan, keterkaitan akan setiap roh- Adapun antara roh dan jiwa yang

roh penguasa, ketakutan akan roh-roh berada

penguasa baik roh hutan, roh sungai, roh sabulungan,

di dunia

leleu yang dapat membahayakan mereka berdasarkan keyakinan etnis Mentawai.

perlulah

diseimbangkan

ketika upacara sudah selesai, dan roh Pada kenyataanya etnis Mentawai yang

manusia itu sendiri maupun makhluk hidup selalu memanfaatkan lingkungannya untuk

lainnya. Jika hubungan manusia dengan memenuhi kebutuhan sehari-hari baik itu

penguasa langit dan roh-roh nenek moyang untuk memenuhi kebutuhan mereka, dari

mereka sudah dilakukan melalui upacara. tempat tinggal atau mereka sebut uma,

Sejatinya hubungan tersebut belumlah untuk kebutuhan konsumsi mereka seperti

selesai, dikarenakan jika salah satu elemen berladang dengan menanam sagu, keladi,

terganggu maka elemen lainnya juga dapat pisang, kelapa, dan buah-buahan lainnya.

terganggu, misalkan mereka telah melakuan Selain itu masyarakat Mentawai juga

upacara untuk membuat uma persembahan berternak babi dan ayam. Namun pada

telah diberikan kepada roh penguasa langit waktu tertentu mereka juga menangkap

dan nenek moyang mereka, namun ketika ikan, belut, dan kura-kura di sungai dan

upacara tersebut telah selesai, dan mereka pada akhinya mereka juga melakukan

pergi kembali ke leleu, maka ketika mereka perburuan di leleu untuk mengakhiri aktifitas

hendak pergi ke leleu dan hendak melewati mereka dalam upacara.

sungai, elemen dari sungai dan leleu dapat Sejalan

mengancam jiwa mereka juga. Maka dari itu Rappaport mengenai hal ini dalam populasi

dengan

pemikiran

masyarakat Mentawai melakukan aktifitas ekosistem yang merupakan sekumpulan

berburu untuk menutup rangkaian upacara organisme

yang mereka lakukan dengan memberikan tertentu untuk saling menjaga sebuah

yang memiliki

karakteristik

persembahan dan membuat ute’ simagere. hubungan material dengan komponen lain

Maka dari itu proses berburu inilah untuk dari

melihat upacara mereka telah berhasil dan Sebagaimana yang sudah dijelaskan di

ekosistem (Rappaport,

roh-roh penguasa langit, bumi, sungai dan atas, bahwa lingkungan alam mereka

leleu telah mengizinkan mereka untuk merupakan

kembali beraktifitas. Adapun ada beberapa supranatural.

upacara yang akan ditutup dengan berburu lingkungan purimanuaijat dan sabulungan

dapat dilihat pada tabel di bawah ini; harus saling menjaga dan saling memberi.

Tabel 1. Macam-Macam Upacara

No Nama Jenis Upacara

Macam-Macam Upacara

Fungsi Upacara

Upacara

1 Punen Upacara

dengan punen matutu, punen Kehidupan

Lingkaran Tidak

bertentangan

(Life bakkat katsaila atau suatu lalai angalou, punen Cycle) juga dikenal kondisi yang tidak mengancam pangambok, punen dengan

upacara roh-roh dan jiwa-jiwa pada abinen, punen perayaan, kata punen keluarga kami yang berguna eneget, punen juga merujuk dialek untuk

membersihkan, sungunen/sogunei, selatan

mengenalkan, dan menguatkan punen pashipiat shot, jiwa makhluk hidup (tidak ada punen matitik, punen

Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

73 | P a g e

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

berburu, hanya ada berburu putalimoghat, punen pada punen eneget)

panasaik, punen sururuk, punen eeruk, punen labak, punen simagere, dan punen paabad

2 Puliaijat Upacara Betentangan dengan bakkat puliaijat uma, puliaijat Keseimbangan

katsaila atau mengancam jiwa- abag, puliaijat (Equlibrium Harmony) jiwa

untuk tinunglu/pumonean, juga dikenal dengan memintak izin dan mengusir roh puliaijat upacara besar

yang

berguna

jahat pada jiwa makhluk hidup pabetei/mabesik, dan (harus ada berburu)

puliaijat pasimatei (saukkui sabulungan)

3 Lia Upacara Kecil Pesta kecil tidak perlu berburu, Lia sagu, dan lia tidak

ada

tarian

(muturuk sapou

laggai), hanya ada ayam

menjelaskan bahwa keyakinan terhadap sesama makhluk yang

Berkaitan dengan

hal tersebut

Penulis mencoba

masyarakat Buttui dan Tepu’ mengenal berjiwa dan memiliki roh maka penting bagi

ketegori tanah dan hutan, hal inilah yang orang Mentawai dalam wujud aktifitasnya

bagaimana mereka selalu meminta izin kepada makhluk hidup

menjelaskan

memanfaatkan hutan dan isinya. Penting dan makhluk mati dalam setiap elemen

memahami pengetahuan dunia purimanuaijat. Begitu juga dengan

bagi

peneliti

masyarakat mengenai ekosistem hutan itu keyakinan orang Mentawai bahwa setiap

dikarenakan di dalam makhluk hidup dan makhluk mati yang

sendiri,

pengkategorian tersebut peneliti dapat memiliki roh, penting juga untuk meminta

memahami apa, kenapa dan bagaimana izin,

ekosistem hutan bagi orang Mentawai. dengan

Sehingga dapat menggambarkan etno- saikamanua, saikaporak, saikaoinan, dan

roh-roh dan

penguasa

roh

demi mendapatkan diakhiri dengan hubungan saikaleleu yang

ekologi

primata

mengenai gambaran berada di dunia sabulungan. Maka dari itu

pemahaman

bagaimana primata itu sendiri hidup dalam puliaijat akan ditutup dengan berburu

pengetahuan masyarakat Buttui dan Tepu’. adapun

Sehingga primata tersebut menjadi penting mendapatkan

dalam keseimbangan alam, sosial dan mengenai

budaya di Mentawai.

Mentawai mengenai hutan, flora dan fauna.

Tabel 2. Etno-ekologi Hutan

No Penamaan

Ketinggian,

Jenis Tanaman dan Hewan Fungsinya

Lokasi, Jenis

Nama Lokal/Bahasa

Nama Ilmiah

Tanah dan

Indonesia

Kepemilikan

1 Uma dengan

Mtroxylon sagu, Puliaijat dan Pangurep Iba

0-50 (tanah

Pangurep Sagu,

datar

pangurep gettek

Mtroxylon iba (pusat

(massaba),

(keladi), pangurep

rumphii

kehidupan

rawa (onaja)

magok (pisang),

Colocasia spp, manusia dan

dan sungai),

pangurep kole (tebu), Rhnchoporus kebutuhan

tanah

pangurep toitet

ferrugineus, pokok

komunal, milik (kelapa), okbuk,

Deris elipptica, sehari-hari)

komunal

mangeyak (bambu),

Antiaris

siloinan, salaloinan

toxicaria,

(udang), lojo (belut)

Capsicum sp.

toulu (labi-labi), dan ikan (laitak)

74 | P a g e Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

75 | P a g e

2 Pumonean Saina

50-100 (tanah hitam), tanah

komunal, milik

individual (leleu siboitok)

Saina (babi), gougou (ayam) dan pangurep laggek

Pulijat, ala’ toga, iba dan status sosial

3 Pumonean leleu

100-150

(tanah kuning), tanah komunal, milik

komunal (leleu maubak aku

tongok)

Durian (dengan tiga jenis; doriat, mone/pusinoso, toktuk, bababet (rambutan hutan), rarabit, siamung (langsat), paggu (mangga Mentawai), peigu (cempedak hutan), elegmata ailulupa (jambu bol), manau, poula, ariribuk, bebeget, laipat se’se’, bere, latso, bambu (dengan tiga jenis mangeyak, toktuk, metuk), simoitet, katuka meranti), pohon kairitgi, katalaksoi, biritzo, toroksat dan paktara. Sebenarnya dalam penyebutan biasa sehar-hari pumonean mone juga disebut dengan pumonean leleu, dikarenakan tempatnya berada di leleu

Durio zibhetinus, Mangifera sp, Durio sp, Lappaceum spp, atau Artocarpus cryophyllum, Radermachera gigantea, Calamus manan, Oncosperma sp, Daemonorops spp/calamus sp

Puliaijat, ala’ toga, iba dan status sosial

4 Leleu

150-384

(tanah kemerah- merahan/liat), tanah komunal milik komunal

Berbagai jenis batang besar (batag sibeuga seperti mincimin, katuka toleat), batang duri (ariribuk, alalatek, labi, bebeget, poula), dan berbagai jenis hewan-hewan buruan bilou, joja, bokkoi, simakobu, simaliak, sibeutubu, sirukut, sabirut, saina leleu) dan berbagai jenis hewan yang tidak diburu

(Batang sibeuga Diptrocarpus, shorea, ficus sp, Swintonia sp, ) batang duri Arenga obtusifolia, Daemonorops sp, Arenga pinnata) , baccaurea sumatrana, Campnosperma auriculata, Batang buah Flacourtia rukam, Hewan buruan Sus cristatus, Presbythis potenzian, Simias cancolor, Hylobates klossi, Macaca siberu)

Pulijat, iba, status sosial, tempat sakral (tinggalnya para roh-roh nenek moyang dan saikamanua)

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

Dari kategorisasi hutan tersebut misalkan tak moilek ekeu ecak siloghui mui hewan buruan baik itu joja, bokkoi,

tak moilek sampei ka pata barati nia leleu simakobu, bilou, sileu’leu, saina leu’leu

sabeuga nanek yang berartinia leleu, oto merupakan hewan peliharaan dan tempat

ekeu masipanah silghui mui ka pata tapoi sakral roh nenek moyang mereka yang juga

tak moilek ekeu ecak barati nia tak leleu tinggal di leleu. Adapun yang membedakan

(panahkan panahmu ke atas leleu, misalkan diantara leleu lainya atau leleu siboitok

kamu tidak bisa melihat panahmu dan (pumonean)

panahmu tidak bisa sampai ke atasnya itu Mentawai menurut Aman Raiba bahwa leleu

lah yang namanya leleu, sedangkan jika merupakan tempat bagi kami untuk berburu

kamu memanah panahmu ke atas tapi kamu dan mengambil kayu dalam pembuatan

bisa lihat panahmu dan panahmu sampai ke abag dan uma (akek iba). Walaupun leleu

atas berarti itu bukanlah sebuah leleu)”. yang rendah disebut juga sebagai leleu,

Adapun untuk penjelasan hewan buruan namun leleu yang terkhusus untuk buruan

dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini. “masipanah siloghui mui ka pata (ka leleu),

Tabel 3. Klasifikasi Primata Endmik di Pulau Siberut

No Nama Ciri-Ciri Tubuh

Suara Perburuan Primata

Jumlah

Kehidupan dan

Kelompok

Makanan

ketika Perburuan

1 Joja Berekor

Sipujag Boleh (Prebitis

3-5

Pohon, Daun

o diburu, jika Potenzian paik) dan

panjang (sipaik-

dan Buah-

(mako- berwarna i)

buahan

berwarna hitam, mako) putih dan kuning dan

joja putih

perempuan (simakokot,

tidak boleh kinieu dan

diburu simabulau)

(mitologi dan pantangan kerei)

Sipuag Boleh di (Simias

2 Simakobu Berekor sedang

4-6

Pohon, daun

ak buru Cancolor) dan berwarna

(sipaik-paik)

dan Buah-

(gak- hitam

buahan

gak) (simakotkot)

Sipuhih Boleh diburu (Macaca

3 Bokkoi Berekor pendek

20-50

Pohon, Tanah

i(hihi) Siberu)

(sipaik-paik)

dan Sungai

dan berwarna

(pohon, buah

kemerah-

dan surapik)

merahan (simabo)

Sipuko Tidak boleh (Hylobate dan berwarna

4 Bilou Tidak berekor

4-9

Pohon, daun

waik diburu dan s klossi)

dan buah-

htam

(owaik- pantangan (simakotkot),

buahan

owaik) kerei, hanya terkadang

anak muda berwarna putih

yang boleh (simabulau)

memburu namun pada waktu tertentu saja

Untuk itu penulis akan perburan hanya suara, bentuk tubuh, dan

Dari ketegorisasi tersebut, untuk

masyarakat.

hubugan ute’ simagere jejak menjadi cara orang Mentawai dalam

menjelaskan

purimanuaijat dalam berburu. Selain itu juga ada musim yang

terhadap

dunia

lingkungan alam dan sosial, dan hubungan mana 4 primata ini akan turun ke ladang

sabulungan dalam lingkungan sosial dan

Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

75 | P a g e

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

77 | P a g e

budaya masyarakat Mentawai. Adapun penjelasan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Ute’ Simagere :

Penyeimbang

Dunia Purimanauijat (Lingkungan Alam dan Sosial)

istem kepercayaan yang tertuang dalam mitologi masyarakat Buttui dan Tepu’

(pumumuan)

menceritakan

bagaimana cara mereka berladang sagu, keladi dan pisang, beternak dan berburu dari dulu hingga sekarang. Mitologi itu dijaga bahkan ribuan tahun yang lalu dan diceritakan sehingga dapat hidup dalam kehidupan masyarakat di Pulaggajat Buttui dan Tepu’ hingga saat ini. Maka dari itu mitologi tersebut terlihat dalam aktifitas mereka yang pergi ke sungai, hutan dan leleu untuk memenuhi keberlangsungan hidup mereka dan demi menjaga hubungan antara sesama mereka, sesama suku lain, sesama makhluk lain baik itu makhluk hidup maupun makhluk mati, inilah yang disebut dengan dunia purimanuaiajat. Namun tidak hanya sebatas itu hubungan itu juga mengatur hubungan sesama makhluk gaib atau yang mereka sebut dengan dunia sabulungan yang akan dijelaskan nantinya. Adapun hubungan sebagai makhluk yang memiliki jiwa (simagere) dan roh (ketcat) tersebut diatur dalam kehidupan yang subsisten orang Mentawai, sebagaimana penulis sebut bahwa orang Mentawai adalah orang penjelajah lembah (leleu). Menjadi orang lembah atau orang yang hidup dengan hutan, kesaharian mereka habiskan dengan hidup di hutan, membuat uma, sampan (abag), menangkap ikan (pamabili) di sungai, bercocok tanam sagu dan keladi, berladang (pumonean mone), berternak (pumonean saina), berburu (rou-rou) di leleu. Hampir semua aktifitas mereka dihabiskan di sungai (batoinan), hutan (se’se’), dan leleu (leleu). Maka dari itu orang Mentawai lebih dianggap sebagai orang asli penjelajah hutan/leleu dengan kebudayan Arat Sabulungan-nya.

makhluk yang memiliki jiwa dan roh, maka ketika mereka masih dalam kandungan dan menjadi anak-anak hubungan tersebut sudah disadari bahwa pentingnya akan hal jiwa dan roh. Agar jiwa mereka dikenal oleh jiwa dan roh dari makhluk lain. Maka dari itu hal tersebut terlihat dari ketika mereka

dilahirkan, baik itu perempuan dan laki-laki akan di punen-kan terlebih dahulu. Salah satu punen yang sangat penting dalam pintu gerbang

bagi

orang

Mentawai yang menghubungkan mereka dengan dunia purimanuaijat dan sabulungan adalah punen eneget atau punen sogunei. Punen inilah harapan mereka agar jiwa mereka nantinya dapat mengenal jiwa dan roh yang berada di dunia

purimanuaijat dan sabulungan. Sehingga mereka dapat pergi berburu, menangkap ikan di sungai, pergi ke leleu, dan membuat ladang. Maka dari itu sejak kecil laki-laki dan perempuan di Mentawai sudah pandai pergi ke sungai, hutan dan leleu. Anak perempuan

yang pandai mencari kayu bakar, menangkap ikan di sungai, bercocok tanam keladi. Sedangkan laki-laki sejak kecil sudah pandai menanam sagu dan kelapa, memelihara ayam dan babi, bahkan mereka sudah turut membantu dalam membuat uma dan abag. Setelah mereka dewasa, anak laki-laki sudah tidak tinggal di uma lagi, melainkan dia akan diberikan sejumlah tanah untuk membuat ladang dan membuat sapou nya sendiri. Dengan memelihara babi dan ayam yang diberikan kedua orang tuanya, hingga babi dan ayam tersebut menjadi besar dan semakin banyak. Namun semua tersebut butuh kerja keras dari seorang anak laki-laki, dikarenakan semua tersebut dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan

kelak untuk menikah, dikarenakan

untuk

menikah perlu menyediakan banyak babi (ala’ togha). Sedangkan berbeda dengan perempuan, perempuan hanya menunggu lamaran dari seorang

laki-laki. Tetapi perempuan Mentawai

haruslah kuat yang mana perempuan kuat disukai lelaki Mentawai, kuat dalam mencari makan untuk kebutuhan sehari-hari, kuat dalam mengurus rumah tangga dan kuat dalam fisik yang membantu suaminya

dalam pekerjaan mengurus hartanya. Adapun semua mata pencaharian tersebut terdapat pembagian, dan nyatanya dalam

pembagian mata pencaharian tersebut dilakukan secara bersama-sama. Ketika mereka layak untuk menikah, maka mereka akan memilih untuk mengikat satu sama lain dengan sesere dan meneruskan dengan pernikahan secara adat (punen putalimoghat). Begitu juga dengan manusia, ketika menikah jiwa mereka perlulah di kenalkan agar antara sesama makhluk yang

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

melalui upacara yang terjadi masalah. Maka dari itu mereka

memiliki simagere merasa senang dan tidak

seimbangkan

diperantarai oleh kerei. Akibat aktifitas melakukan

memanfaatkan penjelasan ini maka penting bahwa sesama

lingkungannya. Sehingga upacara disini makhluk baik itu manusia, hewan, tumbuhan

mekanisme atau pengatur dalam dunia purimanuaijat penting dalam

sebagai

manusia dengan menjaga hubungan sesama makhluk yang

hubungan

antara

lingkungan alam, sosial dan budaya. Lalu memiliki simagere dan ketcat.

seperti apa mekanismenya, upacara tidak Semua

ketika semua yang akifitas sehari-hari mereka nyatanya mereka

dibutuhkan belum tersedia. Ketika sikabukat lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup

mengumumkan akan mereka, baik itu suplai protein, status sosial

uma

telah

mengadakan upacara, maka para keluarga kelompok mereka dan upacara nantinya.

atau masing-masing keluarga akan saling Adapun berkaitan dengan upacara, uma

untuk menyediakan merupakan pusat bagi berkumpul satu

bergotong royong

keperluan yang perlu disediakan untuk sukunya. Ketika sikabukat uma sudah

upacara nantinya. Upacara merupakan mengajak berkumpul satu suku mereka,

Mentawai dalam sikabukat uma mulai menyalakan api di bat

kewajiban

orang

menyediakan segala hal yang mencangkup katerangat sapou (tungku api di tengah

kebutuhan upacara baik itu sagu, babi, uma), para keluarga mulai berkumpul untuk

ayam dan makanan lainnya. Sehingga membicarakan mengenai upacara. Upacara

berladang dan berternak ini dilakukan dalam dua kondisi yaitu

kebudayaan

merupakan bagian dari upacara. Didalam upacara untuk lingkaran kehidupan (life

upacara, semua hasil ladang baik itu sagu, cycle) yang dikenal dengan punen dan

keladi, babi, ayam dalam satu keluarga upacara untuk keseimbangan yang dikenal

saling bantu membatu untuk mengumpulkan dengan puliaijat. Namun disini peneliti akan

makanan untuk persiapan upacara. membahas upacara yang ditutup dengan

Biasanya mereka membutuhkan berburu

beberapa minggu atau beberapa bulan keseimbangan

saja atau

upacara

untuk

bahkan betahun-tahun untuk menyediakan kemungkinan

keperluan puliaijat atau punen. Maka disini tentang upacara yang tidak ditutup dengan

peneliti

membicarakan

penting bagi keluarga memiliki banyak berburu (punen), dikarenakan upacara yang

ladang sagu, keladi, kelapa, dan ternak babi 6 tidak ditutup dengan beburu merupakan

dan ayam. Selain itu juga mereka harus bagian untuk keseimbangan itu sendiri.

mengumpulkan bambu, kayu bakar dan Seperti

mencari ikan di sungai. Setelah diumumkan merupakan upacara lingkaran kehidupan

halnya punen

soguney yang

untuk upacara barulah keluarga yang pergi namun

ke pumonean saina’ untuk menginap disana Adapun kapan dilakukan upacara yang

babinya untuk ditutup dengan aktifitas berburu. Ketika

dan

membawa

atau ada juga yang mereka sadar bahwa kondisi jiwa dan roh

disumbangkan,

menyagu bersama terkhusunya sikabukat dalam keadaan tidak seimabang antara

uma. Inilah cara bagi masyarakat Butui dan dunia purimanuiajat dan sabulungan.

Tepu’ mendapatkan suplai protein tambahan Adapun beberapa contoh mengenai

dari hasil kerjanya memelihara babi yang puliaijat yang ditutup dengan berburu

hingga rata-rata babi dimiliki mencapai 70- Seperti halnya puliaijat pasikud uma yang

100 ekor babi atau memotong ayam namun perlu memperbaiki/membuat uma baru (kud

tidak sebanyak babi yang mereka pelihara. uma), memperkuat hubungan antar kerabat

Pada dasarnya jika dalam suatu keluarga termasuk kerabat pernikahan, pembuatan

terdapat 5 keluarga besar, terkadang hanya sampan baru (kud abag), membuat ladang

keluarga yang baru (tinunglu), dan perlunya mengenang arwah nenek moyang mereka (saukkui

sabulungan) 6 ataupun hubungan antar Berkaitan kenapa, pentingnya makanan yang sesama

perlu disediakan dalam upacara, dikarenakan (simagere) dan roh (ketcat). Maka mereka

makhluk yang

memiliki

jiwa

makanan inilah yang nantinya dimakan bersama mulai sadar hubungan antara dunia nyata

dan makanan inilah juga yang akan disembahkan dan

dunia supranatural

perlu

di

kepara Saikamanua dan roh-roh nenek moyang mereka.

78 | P a g e Ute’ Simagere (Tengkorak Bagi Roh)

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol. 19 (1): 67-87________________ ISSN 1410-8356

sikerei selalu menggunakan daun-daunan menyumbangkan babi sampai 20 bahkan

sebagai media prantara untuk memanggil, lebih untuk dipotong nantinya. Setelah

membujuk, melindungi dan mengusir para mereka merasa sudah siap untuk melakuan

roh-roh yang berada di dunia sabulungan. upacara (puliaijat) barulah sikabukat uma

Adapun selepas upacara, daun-daun ini pun akan mengundang satu suku mereka atau

tidak melainkan dibuang. Namun disimpan suku perpecahan dari suku mereka, kerabat 7 di

katsaila, suatu tempat perkawinan, tetangga, dan siripok. 8 berkumpulnya jiwa dan roh yang masih Barulah bagunan dibuat bersama-

bakkat

hidup, dan juga sebagai tempat datanganya sama, pertanda undangan untuk roh-roh

roh-roh yang sudah meninggal (saukkui). langit dan Saikamanua untuk menghadiri

Adapun berbagai upacara berfungsi puliaijat. Selain itu juga untuk melindungi

sebagai pengatur hubungan antara manusia dari roh-roh jahat. Pada puliaijat inilah kerja

dan roh-roh yang ada di dunia supranatural. sama antara keluarga satu suku menjadi

Dibuktikan dengan kerei selaku dukun yang penting kembali, baik tugas seorang laki-laki

dapat memanggil roh-roh yang sudah (simateu), perempuan (sinanalep), sikabukat

meninggal baik itu nenek moyang dan roh- uma, sirimata, maman, sikelabai, dan anak-

roh penjaga alam supranatural. Untuk anak kecil (togha) bahkan undangan. Ketika

memberikan persembahan berupa babi upacara dimulai semua mulai berpantangan

yang sebelumnya mereka pelihara dan (mukeikei) baik itu keluarga maupun orang

berharap jiwa dari babi tersebut dapat yang diundang, terkhusus pantangan yang

memaafkanya dan roh dunia supranatural sangat berat adalah sikabukat uma, orang