Hubungan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada wanita dewasa madya.
Anastasia Veriska Claudine Sumangkut
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada wanita dewasa madya. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada wanita dewasa madya. Subjek pada penelitian ini adalah 106 wanita dewasa madya yang memiliki rentang usia 40 tahun hingga 60 tahun. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan dua skala model Likert, yaitu skala body image dan skala penyesuaian diri. Reliabilitas kedua skala diuji menggunakan analisis Alpha Cronbanch. Hasil koefisien reliabilitas skala body image sebesar 0,916 dan koefisien reliabilitas skala penyesuaian diri sebesar 0,779. Data dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis Spearman Rho. Hasil koefisien korelasi (r) antara body
image dan penyesuaian diri adalah sebesar 0,425 dengan nilai signifikansi p sebesar 0,000.
Artinya, terdapat hubungan yang signifikan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada wanita dewasa madya.
(2)
Anastasia Veriska Claudine Sumangkut
ABSTRACT
This research aimed to examine the correlation between body image and the level of adjustment according to Robert Peck in middle age women. The hypothesis suggested that there is a correlation between body image and the level of adjustment according to Robert Peck in middle age. The subjects on this research were 106 middle aged women with age range between 40 until 60 years old. This research used purposive sampling technique. The data were collected using two kind of Likert scales model, they were body image scale and adjustment scale. The reliability of those two scales were examined using Alpha Cronbach analysis. The coefficient reliability of body image scale was 0,916 and the coefficient reliability of adjustment scale was 0,779. The data of this research was examined using Spearman Rho analysis. The coefficient correlation (r) between body image and the level of adjustment was 0,425 with significant level (p) was 0,000. This means there was a significant correlation between body image and the level of adjustment according to Robert Peck in middle age women.
(3)
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN TINGKAT PENYESUAIAN DIRI MENURUT ROBERT PECK PADA WANITA
DEWASA MADYA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Anastasia Veriska Claudine Sumangkut NIM : 109114023
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
Halaman Motto
You will never reach your destination if you stop and throw stones at
every dog that barks.
(Winston Churcill)
“The first step towards getting somewhere is to decide that you are not
going to stay where you are. Believe in yourself. Don’t quit just because
things are hard. ”
(unknown)
Serahkanlah segala pekerjaanmu pada Tuhan, maka Dia akan
menunjukkan jalan padamu.
(7)
v
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus
yang selalu menyertai dan membimbingku
dalam setiap langkahku
Keluargaku, terutama ayah dan ibuku
yang selalu mendoakan, mendukung
dan menanyakan kemajuanku
Teman-teman, sahabat, dan orang-orang
yang aku sayangi
Terima kasih atas dukungan, doa, bantuan, serta inspirasi
yang diberikan padaku selama pengerjaan skripsi ini
(8)
(9)
vii
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN TINGKAT PENYESUAIAN DIRI MENURUT ROBERT PECK PADA WANITA
DEWASA MADYA
Anastasia Veriska Claudine Sumangkut
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara body
image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada wanita dewasa
madya. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada wanita dewasa madya. Subjek pada penelitian ini adalah 106 wanita dewasa madya yang memiliki rentang usia 40 tahun hingga 60 tahun. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan dua skala model Likert, yaitu skala body image dan skala penyesuaian diri. Reliabilitas kedua skala diuji menggunakan analisis Alpha Cronbanch. Hasil koefisien reliabilitas skala body image sebesar 0,916 dan koefisien reliabilitas skala penyesuaian diri sebesar 0,779. Data dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis Spearman Rho. Hasil koefisien korelasi (r) antara body
image dan penyesuaian diri adalah sebesar 0,425 dengan nilai signifikansi p
sebesar 0,000. Artinya, terdapat hubungan yang signifikan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada wanita dewasa madya.
(10)
viii
CORRELATION BETWEEN BODY IMAGE AND THE LEVEL OF ADJUSTMENT ACCORDING TO ROBERT PECK IN MIDDLE AGE
WOMEN
Anastasia Veriska Claudine Sumangkut
ABSTRACT
This research aimed to examine the correlation between body image and the level of adjustment according to Robert Peck in middle age women. The hypothesis suggested that there is a correlation between body image and the level of adjustment according to Robert Peck in middle age. The subjects on this research were 106 middle aged women with age range between 40 until 60 years old. This research used purposive sampling technique. The data were collected using two kind of Likert scales model, they were body image scale and adjustment scale. The reliability of those two scales were examined using Alpha Cronbach analysis. The coefficient reliability of body image scale was 0,916 and the coefficient reliability of adjustment scale was 0,779. The data of this research was examined using Spearman Rho analysis. The coefficient correlation (r) between body image and the level of adjustment was 0,425 with significant level (p) was 0,000. This means there was a significant correlation between body image and the level of adjustment according to Robert Peck in middle age women.
(11)
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, tuntunan, dan penyertaan-Mu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung penulis selama pengerjaan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing dan membantu penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan skripsi hingga dapat selesai dengan baik.
4. Mbak Passchedona Henrietta Puji Dwi Astuti Dian Sabbati, S.Psi., M.A. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing, memberi semangat dari awal menjadi mahasiswi Psikologi hingga saat ini, serta selalu menanyakan kemajuan skripsi.
5. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma: Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi, Mas Muji, dan Mas Doni. Terima kasih atas pelayanan dan bantuan yang diberikan selama ini.
(13)
xi
6. Segenap dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.Terima kasih atas ilmu, pengetahuan, sharing pengalaman yang Bapak dan Ibu berikan dan ajarkan.
7. Orang tuaku Bapak George Ishak Sumangkut dan Ibu Veronica Ida Triwardani, adikku Michael Biyan Claudio Sumangkut, dan nenekku Uti Ngatiyami Suprapto terima kasih untuk doa, dukungan, bantuan, dan semangat yang tak henti-hentinya diberikan padaku hingga saat ini. Terkhusus kepada Papa yang selalu mendoakan dan menanyakan kemajuan skripsiku dari tempat yang jauh.
8. Ibuk Sisil dan Bapak Ivo yang telah membantu mencarikan subjek penelitian untuk skripsi ini. Trima kasih untuk bantuan, semangat dan dorongannya selama ini.
9. Team Bahagia Ceria Sukses: Ninda Sekar Nidya (Ninda), Maya Kristine Kusumaningtyas (Maya), Ariade Noven Ginanjar Astuti (Tutut), Katharina Ariezsa (Chacha), dan Felicia Anindita Sunanto Putri (Dita Mano). Terima kasih untuk persahabatan, dukungan, semangat, curhatan, nasehat, hiburan, kegilaan, bantuan dan doa yang kalian berikan selama ini dan hingga saat ini. Love you, Girls :-*
10. Koleta Yovi Kusterisa, terima kasih untuk pertemanan, cerita, curhatan, nasehat, semangat, dukungan, dan bantuannya selama ini dan hingga saat ini. Terutama selama pengambilan data penelitian.
11. Yovidia Yofran, terima kasih untuk pertemanan, hiburan, dukungan, semangat, dan dorongannya selama ini. Terutama untuk ajaran analisis
(14)
xii
statistik, SPSS, dan bantuan selama pengerjaan skripsi, yang dengan sabar ngajarin walaupun aku banyak tanya. Makasih, Yov
12. Teman-teman seperjuangan dan satu bimbingan skripsi terutama Ninda, Tutut, Maya, Yovi Koleta, Tyas, Ester, Yutti dan Keket. Terima kasih buat dukungan, semangat, bantuan, dan rame-ramenya.
13. Desepty Ningtyas dan Nariswari G. K, temen ke perpus bareng dan temen seperjuangan selama ngerjain skripsi. Makasih Tyas dan Naris buat semangat, dukungan, kebersamaan, dan wejangan kalian selama ngerjain skripsi. Juga dorongan yang kalian kasih buat segera daftar ujian. Hihihi =D
14. Teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, khususnya Kelas A. Terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
15. Seluruh ibu-ibu paruh baya yang telah bersedia untuk berpartisipasi dan meluangkan waktu dalam pengisian skala untuk penelitian saya.
16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan, doa, dan dukungannya.
Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dengan saran dan kritik yang diberikan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, Penulis
(15)
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang ... 1
B. Rumusan masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoritis ... 9
(16)
xiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Body Image ... 10
1. Pengertian Body Image ... 10
2. Aspek Body Image ... 11
3. Faktor yang Mempengaruhi Body Image ... 14
B. Teori Tahap Perkembangan Dewasa Madya ... 16
1. Teori Robert Peck ... 16
a. Valuing wisdom versus valuing physical... 17
b. Socialising versus sexualizing in human relationships ... 17
c. Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment ... 18
d. Mental flexibility versus mental rigidity ... 19
2. Faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Diri... 19
a. Perubahan Fisik ... 19
b. Stabilitas Kepribadian ... 20
c. Proses Belajar ... 21
C. Wanita Dewasa Madya ... 22
1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Madya ... 22
2. Aspek Perkembangan Dewasa Madya ... 22
a. Perkembangan Fisik ... 22
b. Kognitif ... 23
c. Sosioemosi ... 24
D. Hubungan Antara Body Image dengan Tingkat Penyesuaian Diri Menurut Robert Peck Pada Wanita Dewasa Madya ... 24
(17)
xv
E. Hipotesis ... 29
BAB III METODE PENELITIAN... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Variabel Penelitian ... 30
C. Definisi Operasional ... 31
1. Body Image ... 31
2. Penyesuaian Diri Pada Wanita Dewasa Madya ... 31
D. Subjek Penelitian ... 32
E. Metode Pengambilan Sampel ... 32
F. Metode Pengumpulan Data ... 33
1. Skala Body Image ... 34
2. Skala Penyesuaian Diri ... 35
G. Validitas, Seleksi Aitem, dan Reliabilitas Alat Ukur ... 37
1. Validitas ... 37
2. Seleksi Aitem ... 37
a. Skala Body Image ... 38
b. Skala Penyesuaian Diri ... 40
3. Reliabilitas ... 44
H. Metode Analisis Data ... 45
1. Uji Asumsi ... 45
a. Uji Normalitas ... 45
b. Uji Linearitas ... 46
(18)
xvi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
A. Pelaksanaan Penelitian ... 47
B. Analisis Data Penelitian ... 47
1. Deskripsi Data Penelitian ... 47
a. Usia ... 47
2. Statistik Deskripsi Penelitian ... 48
3. Uji Asumsi ... 50
a. Normalitas ... 50
b. Linearitas ... 51
4. Uji Hipotesis ... 52
5 Pembahasan ... 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 59
1. Bagi Subjek Penelitian ... 59
2. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
(19)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blueprint Skala Body Image (Sebelum Uji Coba) ... 35
Tabel 2. Pemberian Skor Untuk Skala Body Image ... 35
Tabel 3. Blueprint Skala Penyesuaian Diri (Sebelum Uji Coba) ... 36
Tabel 4. Pemberian Skor Untuk Skala Penyesuaian Diri ... 37
Tabel 5. Blueprint Skala Body Image (Setelah Uji Coba) ... 39
Tabel 6. Distribusi Skala Body Image (Setelah Aspek Kognitif Direvisi) ... 40
Tabel 7. Blueprint Skala Penyesuaian Diri (Setelah Uji Coba) ... 41
Tabel 8. Blueprint tambahan aitem pada aspek Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment (Sebelum Uji Coba) ... 42
Tabel 9. Blueprint tambahan aitem pada aspek Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment (Setelah Uji Coba) ... 43
Tabel 10. Distribusi Skala Penyesuaian Diri (Setelah Penambahan Aitem Baru) 44 Tabel 11. Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 47
Tabel 12. Hasil Statistik Deskriptif Penelitian ... 49
Tabel 13. Hasil Uji Normalitas ... 50
Tabel 14. Hasil Uji Linearitas ... 51
(20)
xviii
DAFTAR GAMBAR
(21)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Uji Coba ... 65
Lampiran 2. Skala Tambahan Item Aspek Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment dan Mental flexibility versus mental rigidity ... 81
Lampiran 3. Skala Penelitian ... 91
Lampiran 4. Reliabilitas Skala Penelitian ... 105
Lampiran 5. Uji Asumsi: Uji Normalitas & Uji Linearitas ... 112
(22)
1 BAB I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Penampilan fisik dan memiliki tubuh yang langsing merupakan hal yang sangat diidamkan bagi para wanita. Jika memiliki tubuh yang langsing, wanita tersebut menjadi lebih percaya diri. Mereka menjadi lebih berani ketika bertemu dan menghabiskan waktu bersama teman atau rekan kerja. Oleh karena itu, para wanita tersebut melakukan program penurunan berat badan atau diet. Program yang dilakukan dapat berupa mengurangi porsi makan, olah raga, dan menggunakan produk pelangsing tubuh. Hal tersebut didukung juga oleh iklan yang ditayangkan di media cetak (majalah, tabloid, dan koran), atau media elektronik (televisi dan radio) yang menawarkan berbagai macam merk dan jenis produk untuk membuat tubuh menjadi langsing.
Berdasarkan hasil survei, ditemukan bahwa terdapat tujuh cara melakukan penurunan berat badan yang sering dilakukan, yaitu diet, akupuntur, olahraga, food combining, puasa, menghindari makan malam dan minum obat pelangsing (Rema, 2012). Program-program penurunan berat badan tersebut dilakukan berdasarkan pandangan mengenai bentuk tubuh ideal atau body image.
Menurut Schilder (dalam Grogan, 1999), body image merupakan cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuh yang dimiliki. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Thompson, Heinberg, Altabe &
(23)
Tantleff-Dunn (2002) menyatakan bahwa body image diartikan sebagai penerimaan terhadap persepsi tentang penampilan fisik yang dimiliki oleh diri.
Body image dapat berupa body image positif (body satisfaction)
dan body image negatif (body dissatisfaction). Body image positif berarti seseorang menerima bentuk tubuh yang dimiliki. Sedangkan body image negatif berarti orang tersebut tidak menerima atau tidak puas dengan bentuk tubuh yang dimiliki. Bagi wanita tubuh yang ideal adalah tubuh yang kurus atau langsing.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Montemuro dan Gillen (2013) menyatakan bahwa tubuh wanita merupakan sebuah objek. Tubuh wanita harus diperhatikan, dijaga dan dibentuk semenarik mungkin supaya dapat menarik perhatian orang lain. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thompson & Heinberg (1999) kecantikan merupakan objektifitas utama wanita, sehingga tubuh yang langsing sangat penting bagi kesuksesan dan kebahagiaan wanita tersebut. Hal tersebut mengakibatkan para wanita menjadi sangat memperhatikan penampilan tubuhnya dan berat badan yang dimiliki. Selain itu, pandangan-pandangan yang dinyatakan oleh keluarga, teman, rekan kerja maupun orang lain juga mendukung pembentukan body image wanita yang negatif (Thompson, J. Kevin, & Heinberg, Leslie J., 1999).
Pandangan negatif mengenai body image wanita dapat memberikan dampak negatif. Hal tersebut membuat para wanita menjadi sangat cemas dan malu dengan penampilan tubuhnya. Apalagi bila bentuk tubuhnya
(24)
dianggap kurang ideal dan merasa memiliki lemak berlebih pada bagian tubuh tertentu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Montemuro & Gillen (2013) menyatakan bahwa para wanita berpikir bahwa dirinya tidak menarik lagi dan sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain. Mereka menjadi kurang percaya diri dan berpikir bahwa orang lain tidak akan menerima mereka.
Pandangan negatif mengenai body image tidak hanya berdampak pada remaja dan wanita dewasa awal. Akan tetapi, juga berdampak pada wanita dewasa madya. Dewasa ini semakin banyak wanita paruh baya yang menginginkan menurunkan berat badannya dan mendapatkan tubuh yang langsing. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap wanita berusia 43 tahun, penurunan berat badan dilakukan supaya dapat memiliki ukuran tubuh seperti umur sebelumnya dan bisa memakai pakaian berukuran pinggang yang lebih kecil. Selain itu, penurunan berat badan dilakukan supaya lebih percaya diri. Sedangkan hasil observasi yang dilakukan di supermarket, banyak wanita paruh baya yang berhenti dan melihat produk-produk pelangsing tubuh. Bahkan sebagian dari mereka memasukkan produk pelangsing tubuh tersebut ke keranjang belanja mereka. Selain itu, para wanita dewasa madya sering bertukar informasi mengenai cara yang dipakai untuk menurunkan berat badan maupun membuat tubuh menjadi langsing ketika bertemu.
Selain program diet dan olah raga, ada juga cara ekstrem yang dilakukan untuk mendapatkan tubuh yang langsing, yaitu dengan
(25)
melakukan bedah plastik. Bedah plastik sangat diminati dan banyak dilakukan oleh para wanita saat ini (Wardhani, 2014). Bedah plastik tersebut dilakukan untuk mendapatkan bentuk tubuh yang diinginkan atau langsing. Akan tetapi, bedah plastik yang dilakukan tersebut memiliki risiko cukup besar terhadap kesehatan dan kondisi tubuh, seperti infeksi, pendarahan dan pembengkakan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa para wanita dewasa madya memiliki body image yang negatif. Hal ini dikarenakan para wanita dewasa madya juga memiliki pandangan bahwa bentuk tubuhnya kurang ideal. Para wanita dewasa madya menjadi malu, kurang percaya diri dan cemas, sehingga mereka melakukan berbagai macam cara untuk memiliki bentuk tubuh yang ideal. Apalagi dalam perkembangannya, wanita paruh baya mulai mengalami perubahan-perubahan.
Menurut Santrock (2012), wanita dewasa madya adalah wanita yang memasuki periode perkembangan pada usia 40 tahun hingga 60 tahun atau 65 tahun. Pada usia ini terjadi penurunan fisik dan perubahan kondisi fisik. Perubahan yang paling nampak adalah penampilan fisik. Pada usia dewasa madya, kulit mulai berkerut dan keriput, rambut mulai berwarna keabu-abuan dan tubuh mulai mengendur. Selain itu, wanita dewasa madya juga rentan terserang berbagai macam penyakit seiring dengan penurunan kondisi fisik yang dialami. Hal tersebut membuat wanita dewasa madya menjadi cemas dikarenakan kondisi fisik mereka
(26)
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kondisi pada usia dewasa awal.
Meskipun pada usia dewasa madya terjadi penurunan kondisi fisik, pada usia ini dewasa madya juga mengalami peningkatan pada kemampuan mental. Para dewasa madya telah hidup lebih lama dan telah mengalami banyak kejadian dalam hidupnya. Hal tersebut dapat membantu para dewasa madya dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan suatu problem yang terjadi dalam hidupnya secara lebih bijaksana.
Berdasarkan teori Robert Peck (Turner & Helms, 1996), masa paruh baya/ dewasa madya memiliki tugas penyesuaian diri, yaitu valuing
wisdom versus valuing physical power. Pada masa tersebut para dewasa
madya dianggap dapat menyesuaikan diri bila memiliki kebijaksanaan. Dewasa madya dapat dikatakan bijaksana bila mampu mengutamakan kemampuan mental daripada kemampuan fisik dalam melakukan penilaian. Kebijaksanaan digunakan sebagai standar penilaian diri
(self-evaluation) dan sumber pemecahan masalah, sehingga tidak melakukan
penilaian hanya berdasarkan penampilan dan kemampuan fisik yang dimiliki saja. Selain itu, dalam mengambil keputusan kebijaksanaan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat pilihan yang paling efektif dari berbagai alternatif pilihan yang ada. Pada usia dewasa madya, kebijaksanaan seharusnya menjadi pencapaian yang lebih diperhatikan daripada tampilan fisik. Hal tersebut dikarenakan
(27)
peningkatan kualitas diri tidak hanya dilihat dari penampilan fisik saja. Akan tetapi, peningkatan kualitas diri juga dilihat dari dalam diri.
Menurut Robert Peck (Lemme, 1995), para wanita dewasa madya dianggap mampu menyesuaikan diri bila dapat melihat proses perubahan (aging) secara lebih positif dan dapat menerima diri apa adanya, sehingga mereka menjadi lebih bahagia. Namun, para wanita dewasa madya masih memiliki body image yang negatif, sehingga tidak menerima diri mereka secara apa adanya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Montemuro dan Gillen (2013), menyatakan bahwa wanita tidak memandang tubuhnya sebagai apa adanya. Para wanita memandang bahwa bentuk tubuh yang dimiliki harus seperti bentuk tubuh ideal supaya terlihat menarik oleh orang lain.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ferraro, Muehlenkamp, Paintner, Wasson, Hager dan Hoverson (2008), menyatakan bahwa perubahan fisik yang terjadi wanita dewasa seiring dengan bertambahnya usia, bertentangan dengan pemahaman masyarakat mengenai kecantikan, yaitu memiliki tubuh yang langsing merupakan standar kecantikan pada wanita. Hal ini menyebabkan para wanita dewasa madya belum mampu menyesuaikan diri karena mereka masih berpusat pada dirinya dan penampilan fisik. Para wanita dewasa madya masih sering memikirkan bentuk tubuhnya dan berkeinginan yang kuat untuk tetap memiliki tubuh yang langsing,
(28)
Disamping itu, body image negatif yang dimiliki oleh para wanita dewasa madya juga berdampak pada penyesuaian diri mereka. Para wanita dewasa madya masih terlalu berpusat pada dirinya sendiri. Padahal para wanita dewasa madya seharusnya memberikan perhatian yang lebih pada orang lain. Menurut Erikson (Santrock, 2012), pada usia dewasa madya para wanita akan menghadapi isu perkembangan generativitas versus stagnasi. Wanita dewasa madya dianggap mampu melewati masa perkembangan ini bila mereka peduli terhadap orang lain, terutama generasi dibawahnya dengan memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan generasi selanjutnya. Sedangkan, apabila para wanita dewasa madya terlalu mengkhawatirkan diri sendiri dan merasa tidak ada yang dapat diberikan pada generasi berikutnya, maka mereka dianggap “tenggelam dalam diri sendiri” atau stagnasi.
Pada masa dewasa madya, para wanita juga mengalami perubahan peran dalam dirinya, yaitu sebagai istri dan ibu rumah tangga (Mappiare, 1983). Oleh karena itu, seharusnya para wanita dewasa madya memiliki kepedulian yang lebih terhadap orang lain, yaitu membimbing, mengajari, dan menurunkan ketrampilan yang dimiliki pada anak-anak atau generasi dibawah mereka. Namun, body image negatif yang dimiliki oleh para wanita dewasa madya membuat mereka terlalu berfokus pada diri sendiri, terutama penampilan fisik, sehingga penyesuaian diri menjadi terabaikan dan dianggap tidak mampu menyesuaikan diri. Hal ini juga membuat para wanita dewasa madya menjadi tidak tenang karena masih belum dapat
(29)
menerima diri. Apabila wanita dewasa madya belum mampu menerima diri apa adanya, maka mereka akan terus mengkhawatirkan diri sendiri dan menjadi kurang peduli terhadap orang lain.
Body image memang sangat penting bagi wanita, termasuk juga
wanita dewasa madya. Namun, perubahan fisik yang terjadi pada wanita dewasa madya merupakan hal yang normal. Pada usia ini, wanita dewasa madya seharusnya tidak terlalu banyak memikirkan dirinya terutama penampilan fisik dan lebih positif dalam memandang tubuh mereka serta menilai dirinya tidak hanya dari segi fisik saja. Hal tersebut karena dalam evaluasi diri, kemampuan mental lebih diutamakan daripada kemampuan fisik, para wanita dewasa madya dapat menilai dan memutuskan untuk memandang dirinya secara bijaksana, sehingga mampu menyesuaikan diri sesuai dengan teori Robert Peck.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran body image pada wanita dewasa madya dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada tahap dewasa madya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, rumusan masalah yang hendak diteliti adalah apakah ada hubungan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada tahap dewasa madya.
(30)
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui body image dengan penyesuaian diri menurut Robert Peck pada tahap dewasa madya.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan kajian teori dalam bidang psikologi perkembangan mengenai body
image dan tugas penyesuaian diri Robert Peck.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dapat membantu para wanita dewasa madya untuk memahami perkembangan yang terjadi dalam masa dewasa madya. b. Diharapkan dapat membantu para wanita untuk lebih memahami bahwa body image tidak sama dengan cantik atau menarik. Akan tetapi, memperhatikan kesehatan membuat body image lebih positif.
c. Diharapkan para wanita dewasa madya lebih memahami dan menerima keadaan diri (body image).
(31)
10 BAB II
LANDASAN TEORI A. Body Image
1. Pengertian Body Image
Penampilan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh setiap wanita, terutama bentuk tubuh. Bentuk tubuh yang ideal bagi wanita adalah langsing (Grogan, 1999). Wanita di berbagai usia memiliki pandangan yang sama mengenai hal tersebut. Mereka sering membandingkan tubuh yang dimiliki dengan figur yang memiliki tubuh langsing. Selain itu, mereka ingin menurunkan berat badan supaya lebih langsing dari tubuh yang dimiliki (Cash, 2012).
Menurut Schilder (dalam Grogan, 1999), body image merupakan cara pandang terhadap bentuk tubuh yang dimiliki. Sebuah penelitian menyatakan bahwa body image diartikan sebagai penerimaan terhadap persepsi tentang penampilan fisik yang dimiliki oleh diri (Thompson, J. Kevin, Heinberg, Leslie J., Altabe, Madeline & Tantleff-Dunn, Stacey, 2002).
Fisher (dalam Grogan, 1999), menyatakan bahwa body image merupakan pandangan seseorang mengenai daya tarik tubuh yang dimiliki, penyimpangan ukuran tubuh, pandangan mengenai batasan-batasan tubuh, keakuratan persepsi mengenai perasaan jasmaniah (fisik). Selain itu, menurut Cash (2003) body image diartikan sebagai konsep yang mencakup persepsi tentang diri dan sikap-sikap yang
(32)
muncul terhadap penampilan fisik yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Aquino, Orense, Tanchoco, Amarra, Tajan, dan Cruz (2009),
body image merupakan perasaan yang muncul pada diri seseorang
terhadap penampilannya.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa body image adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuh yang dimiliki yang mencakup perasaan dan sikap-sikap yang muncul atas penampilannya tersebut.
2. Aspek Body Image
a. Menurut Grogran (1999) body image, terdapat tiga aspek body
image, yaitu:
1) Persepsi (perceptions)
Aspek persepsi meliputi penilaian terhadap ukuran tubuh yang dimiliki. Penilaian ini berbeda antara penilaian wanita terhadap ukuran tubuh yang dimiliki dengan ukuran tubuh yang sesungguhnya. Wanita menilai bahwa tubuhnya gemuk. Padahal ukuran tubuh yang dimiliki sebenarnya masuk kategori rata-rata (tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu langsing). Hal ini biasanya diikuti dengan membandingkan diri sendiri dengan orang lain (Gillen & Lefkowits, 2011).
(33)
2) Pemikiran (thoughts)
Hal ini meliputi evaluasi terhadap daya tarik tubuh yang dimiliki. Menurut Devaraj dan Lewis (2010), pemikiran mengenai tubuh yang dimiliki dapat dipengaruhi oleh pendapat keluarga dan teman, Pendapat-pendapat yang negatif atau keluhan mengenai penampilan dan tekanan budaya mengenai tubuh yang ideal adalah langsing dapat berpengaruh buruk pada wanita.
3) Perasaan (feelings)
Aspek ini meliputi perasaan yang berhubungan dengan bentuk tubuh dan ukuran tubuh yang dimiliki. Perasaan yang muncul dapat berupa perasaan positif atau negatif dengan tubuh yang dimiliki. Para wanita yang memiliki perasaaan negatif terhadap tubuhnya bisa menjadi stres dan cemas dengan tubuh yang dimiliki, bila bentuk dan ukuran tubuh mereka belum mencapai tubuh ideal (Devaraj & Lewis, 2010).
b. Menurut Cash (2003), terdapat dua elemen yang ada pada diri seseorang terkait dengan persepsi dan sikap diri terhadap tubuhnya. Hal tersebut meliputi empat hal, yaitu:
1) Pemikiran (thoughts)
Setiap individu memiliki standar mengenai penampilan fisik dalam pikirannya. Hal ini dapat mempengaruhi evaluasi
(34)
mengenai tubuh yang dimiliki, sehingga evaluasi terhadap diri yang dihasilkan dapat berupa evaluasi positif dan evaluasi negatif (Heatherton, 1993).
2) Kepercayaan (beliefs)
Kepercayaan dapat mempengaruhi cara pandang dan perasaan wanita mengenai bentuk tubuhnya. Percaya pada diri sendiri bahwa dirinya menarik akan membuat para wanita menjadi lebih positif dalam memandang dan menerima bentuk tubuhnya, sehingga lebih mudah beradaptasi dengan bentuk tubuhnya sendiri. Sedangkan, para wanita yang percaya bahwa dirinya menarik berdasarkan pandangan atau perasaan orang lain akan membuat dirinya menjadi kurang menerima bentuk tubuhnya dan memandang tubuhnya secara negatif (Brennan, Lalonde, & Bain, 2010).
3) Perasaan (feelings)
Bagian tubuh tertentu dan ukuran tubuh yang dimiliki akan memunculkan perasaan yang positif atau perasaan yang negatif. Hal ini berkaitan dengan rasa puas dan tidak puas terhadap tubuh yang dimiliki.
4) Perilaku (behaviors)
Aspek ini meliputi perilaku-perilaku yang muncul dari perasaan dan pemikiran yang dimiliki oleh seseorang terhadap bentuk tubuhnya. Para wanita yang merasa kurang puas
(35)
terhadap bentuk tubuhnya akan menyamarkan bentuk tubuh mereka dengan pakaian yang dikenakan, merubah postur tubuh, menghindari melihat tubuh mereka, dan menjadi marah ketika memikirkan penampilan mereka (Sarwer, Thompson, & Cash, 2005). Selain itu, para wanita mencoba mengurangi berat badan yang dimiliki dan menghindari aktivitas-aktivitas yang akan mengeskpos tubuh mereka. Hal ini dilakukan dengan melakukan berbagai macam program diet dan operasi plastik (Grogan, 1999).
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat tiga aspek body image, yaitu kognitif, perasaan (feelings), dan perilaku (behaviors). Peneliti menggabungkan aspek persepsi, pemikiran, dan kepercayaan karena ketiga aspek tersebut berkaitan dengan kognitif seseorang.
3. Faktor yang Mempengaruhi Body Image a. Media sosial
Faktor ini mempengaruhi body image yang dimiliki oleh para wanita, yaitu tubuh yang ideal adalah kurus, tinggi dan seperti model. Pandangan tersebut diperoleh dari majalah khusus wanita yang menampilkan banyak model dengan tubuh yang kecil dan tinggi. Selain itu, televisi juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan body image pada wanita. Hal ini
(36)
dikarenakan televisi menyiarkan berbagai macam program dan artis yang tampil dalam program tersebut memiliki tubuh yang tinggi dan kecil. Hal tersebut membuat para wanita memandang bahwa tubuh yang ideal adalah tubuh seperti yang dimiiki oleh model atau artis yang kecil, kurus dan tinggi (Thompson, J. Kevin & Heinberg, Leslie J., 1999). Faktor ini menyebabkan para wanita memandang tubuh mereka dan membandingkannya dengan tubuh yang ideal.
b. Interaksi sosial
Interaksi sosial dengan teman dan keluarga dapat membentuk pandangan negatif mengenai tubuh yang dimiliki. Hal tersebut dikarenakan wanita belajar mengenai ketidakpuasan terhadap tubuh yang dimiliki dari komentar atau kritik yang disampaikan oleh keluaga atau sahabat, sehingga mereka belajar bahwa penampilan atau bentuk tubuh mereka kurang ideal (Devaraj & Lewis, 2010).
c. Faktor dari dalam diri
Penghargaan terhadap diri menjadi salah satu faktor dalam menilai diri sendiri atau merefleksikan pendapat-pendapat orang lain terhadap diri. Tubuh yang langsing merupakan tubuh ideal dan dipandang secara positif di media sosial, sedangkan tubuh
(37)
yang gemuk dipandang secara negatif. Hal tersebut membuat wanita yang memiliki tubuh gemuk memiliki pandangan negatif terhadap tubuhnya dan kurang menghargai diri sendiri dengan bentuk tubuh yang dimiliki (Vonderen & Kinnally, 2012).
B. TEORI PERKEMBANGAN TAHAP DEWASA MADYA 1. Teori Robert Peck
Berdasarkan tahap perkembangan menurut Erikson (dalam Santrock, 2011), masa dewasa madya atau paruh baya akan menghadapi isu perkembangan generativitas versus stagnasi/
self-absorption. Generativitas adalah keinginan para dewasa madya untuk
memberikan atau mewariskan sesuatu dari diri mereka kepada orang-orang yang lebih muda. Sebaliknya, stagnasi atau tenggelam dalam diri sendiri akan terjadi pada dewasa madya yang hanya berfokus pada diri sendiri, mengkhawatirkan diri sendiri, dan kurang peduli pada orang lain (Santrock, 2011). Tahap ini menekankan pada produktifitas dan kepedulian. Menurut Erikson, generativitas berarti bahwa seseorang ingin mencapai kesejahteraan dengan berbagi, memberi atau berproduksi. Dewasa madya dianggap mampu berfungsi dengan baik pada usia paruh baya bila dapat memberikan usaha dan kontribusi terhadap orang lain (Turner & Helms, 1996). Sebaliknya, para dewasa madya akan dianggap gagal dalam melewati tahap perkembangan ini
(38)
bila mereka hanya berfokus pada kebutuhan dan keinginan pribadi mereka (Lemme, 1995).
Robert Peck mengembangkan teori Erikson mengenai tahap perkembangan generativitas versus stagnasi. Robert Peck membagi usia dewasa madya menjadi beberapa tahap penyesuaian psikologis. Menurut Robert Peck, dewasa madya memiliki empat tugas penyesuaian diri (Turner & Helms, 1996), yaitu:
a. Valuing wisdom versus valuing physical
Dewasa madya dapat dianggap mampu menyesuaikan diri bila memiliki kebijaksanaan (wisdom). Kebijaksanaan tersebut didapatkan melalui pengalaman-pengalaman sepanjang hidup para dewasa madya. Pengalaman-pengalaman yang telah didapatkan sepanjang hidup tersebut dapat membantu para dewasa madya dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan tersebut merupakan pilihan yang paling efektif. Pada tahap ini dewasa madya dianggap mampu menyesuaikan diri bila mereka memiliki penilaian diri dan perilaku yang tidak mengutamakan fisik dan penampilan.
b. Socialising versus sexualizing in human relationships
Fokus pada penyesuaian diri ini adalah mengenai perubahan fisik. Hal tersebut dikarenakan perubahan fisik dapat memotivasi individu untuk menilai kepribadian satu
(39)
orang terhadap yang lain dalam membangun relasi sosial. Wanita dewasa madya dianggap mampu menyesuaikan diri bila mampu membangun relasi antar sesama dengan menilai orang lain sebagai seorang individu dengan karakteristiknya dan didasarkan oleh rasa empati, pemahaman dan rasa kasihan, sehingga tidak menilai orang lain berdasarkan penampilan fisik saja. Selain itu, dalam relasi dengan pasangan hidup wanita dewasa madya mampu untuk membangun relasi yang lebih dekat, lebih hangat, dan lebih memahami pasangan hidupnya, sehingga tidak mengutamakan kehidupan seksual.
c. Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment
Pada tahap ini, wanita dewasa madya dianggap dapat menyesuaikan diri bila mampu mengendalikan emosinya atau memiliki fleksibilitas emosi terhadap orang lain dan ketika melakukan berbagai aktivitas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memandang secara positif terhadap objek lain dan aktifitas yang dijalani. Akan tetapi, para dewasa madya rentan terhadap rasa kehilangan pada usia ini. Rasa kehilangan karena kematian atau perubahan hidup sehari-hari dapat melemahkan fleksibilitas emosi dan mempengaruhi kehidupan emosional seseorang serta aktifitas yang dijalani (Lemme, 1995). Para wanita dewasa
(40)
madya dianggap tidak dapat menyesuaikan diri bila rasa kehilangan tersebut mendominasi kehidupan emosional mereka, sehingga tidak dapat menemukan hal atau objek lain secara positif.
d. Mental flexibility versus mental rigidity
Wanita dewasa madya dianggap mampu menyesuaikan diri bila memiliki keterbukaan terhadap pendapat-pendapat dan tindakan-tindakan serta dapat menerima ide-ide baru. Kemampuan tersebut dapat digunakan untuk memandu menemukan solusi dari permasalahan yang dimiliki. Namun, pada umumnya para dewasa madya merasa bahwa mereka memiliki semua jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapi karena didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang pernah dialami dalam menghadapi dan mengatasi berbagai persoalan hidup, sehingga kurang terbuka dan kurang dapat menerima ide atau pendapat lain yang sebenarnya bisa digunakan dalam menyelesaikan suatu persoalan.
2. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri a. Perubahan Fisik
Pada usia dewasa madya, perubahan yang paling tampak adalah perubahan fisik (Santrock, 2011). Wanita dewasa madya
(41)
akan mengalami perubahan seperti kulit mengendur, muncul keriput, dan rambut mulai berwarna putih. Selain itu, para wanita dewasa madya juga mengalami penambahan berat badan. Penambahan berat badan ini membuat para wanita dewasa madya menjadi kurang puas dengan bentuk tubuhnya, sehingga muncul
body image yang negatif. Body image negatif ini membuat para
wanita dewasa madya menjadi tidak dapat menyesuaikan diri. Hal ini dikarenakan para wanita dewasa madya tidak menerima keadaan dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Para wanita dewasa madya menjadi cemas, malu, bahkan stres dengan bentuk tubuhnya dan menginginkan tubuh yang langsing, sehingga melakukan berbagai macam cara. Cara-cara yang dilakukan tersebut seringkali kurang sesuai dengan kondisi fisik para wanita dewasa madya, sehingga menambah kerentanan terhadap kesehatan pada tubuh.
b. Stabilitas Kepribadian
Penyesuaian diri pada usia dewasa madya dipengaruhi juga oleh stabilitas kepribadian. Menurut Roberts & Mroczek (dalam Santrock, 2011) stabilitas kepribadian pada dewasa madya menuju kea rah yang positif. Para dewasa madya akan menjadi lebih tenang, percaya diri, hangat, dan bertanggung jawab. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya usia, para dewasa madya akan
(42)
menjadi lebih trampil dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu, menurut Mroczek, Spiro, & Griffin (dalam Santrock, 2011) konteks sosial, pengalaman baru, dan perubahan sosiohistoris juga mempengaruhi stabilitas kepribadian para dewasa madya.
c. Proses Belajar
Para wanita dewasa madya akan mengalami banyak perubahan seiring bertambahnya usia, seperti penampilan fisik, peran dalam keluarga, dan aktifitas yang dilakukan. Para wanita dewasa madya harus melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan tersebut dan mereka harus berperilaku sesuai dengan perubahan yang terjadi pada dirinya (Mappiare, 1983). Oleh karena itu, proses belajar diperlukan dalam melakukan penyesuaian diri, sehingga mereka dapat menerima perubahan yang ada. Para wanita dewasa madya yang mampu belajar menerima perubahan-perubahan tersebut akan menjadi lebih tenang dan bahagia, sehingga tidak akan melawan perubahan yang terjadi pada dirinya.
(43)
C. WANITA DEWASA MADYA
1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Madya
Menurut Santrock (2011), usia dewasa madya adalah usia ketika seseorang mulai mengalami penurunan kondisi fisik, meningkatnya rasa tanggung jawab terhadap generasi dibawahnya, dan mengalami kepuasan pekerjaan atau karier yang didapatkan. Selain itu, menurut Semiun (2006), masa dewasa madya adalah masa yang dialami dalam hal perkawinan, pekerjaan, dan hubungan sosial telah mulai terjadi perubahan secara fisiologis.
Santrock (2011) memberikan batasan bahwa seseorang dikatakan memasuki masa dewasa madya ketika mencapai usia 40 tahun hingga 65 tahun. Selain itu, Papalia & Feldman (2014) juga menyatakan bahwa masa dewasa madya dicapai ketika seseorang berada pada usia 40 tahun hingga 65 tahun.
2. Aspek Perkembangan Dewasa Madya a. Perkembangan Fisik
Perubahan yang terjadi pada masa dewasa madya dapat dilihat pada tanda-tanda yang tampak pada tubuh. Penampilan fisik adalah perubahan yang sangat mudah dilihat. Hal tersebut tampak pada kulit yang mulai berkerut dan mengendur. Rambut mulai berubah menjadi berwarna putih. Selain itu, pada masa ini terjadi penambahan berat badan (Santrock, 2011).
(44)
Masa dewasa madya juga ditandai dengan gangguan kesehatan. Pada masa ini, dewasa madya mulai mengalami penurunan fungsi tubuh, seperti mudah letih, sakit kepala, muncul rasa sakit pada bagian tubuh tertentu, gangguan pencernaan dan sulit tidur (Mappiare, 1983). Selain itu, di usia ini juga rentan terhadap stres. Stres ini dapat menimbulkan penyakit kronis, seperti darah tinggi. Hal ini dikarenakan stres dapat mengangu sistem kekebalan tubuh, sehingga menimbulkan panyakit (Santrock, 2011).
b. Kognitif
Menurut Horn (dalam Santrock, 2011), pada masa dewasa madya kemampuan yang dimiliki ada yang menurun, tetapi juga ada yang meningkat. Terdapat dua kemampuan dalam diri seseorang, yaitu fluid intelligence dan crystalized intelligence.
Fluid intelligence merupakan kemampuan yang dimiliki untuk
berpikir secara abstrak. Pada masa dewasa madya, kemampuan ini mulai mengalami penurunan. Crystalized intelligence merupakan kemampuan untuk mengakses informasi-informasi yang dimiliki dan kemampuan verbal. Kemampuan ini meningkat pada masa dewasa madya.
Pada masa ini, para dewasa madya mengalami penurunan dalam kecepatan untuk mengolah informasi baru yang didapat.
(45)
Para dewasa madya memerlukan banyak waktu untuk memroses suatu informasi. Akan tetapi, pada masa ini, keahlian yang dimiliki dewasa madya mencapai puncaknya. Keahlian tersebut diperoleh dari informasi dan pengalaman yang didapat selama hidup, sehingga mereka dapat menyelesaikan permasalah yang dihadapi dan mengambil keputusan secara praktis.
c. Sosioemosi
Menurut Santrock (2011), para dewasa madya akan mengalami sindrom empty-nest. Sindrom empty-nest atau sindrom sarang kosong merupakan menurunnya kepuasan pernikahan setelah anak-anak meninggalkan rumah. Hal ini dikarenakan orang tua mendapat kepuasan dari mengasuh anak. Setelah anak-anak meninggalkan rumah, orang tua menjadi sendiri dan harus menyesuaikan diri untuk hidup bersama pasangan saja tanpa kehadiran anak-anak mereka.
D. HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN TINGKAT
PENYESUAIAN DIRI MENURUT ROBERT PECK PADA WANITA DEWASA MADYA
Wanita mengalami perubahan-perubahan pada dirinya ketika memasuki usia dewasa madya. Perubahan tersebut terjadi pada fisik, kognitif dan sosioemosi. Akan tetapi, perubahan yang paling tampak
(46)
adalah pada fisik. Perubahan yang paling nampak tersebut, yaitu kulit mulai mengendur, warna rambut berubah menjadi putih dan mengalami penambahan berat badan (Santrock, 2011). Bentuk tubuh merupakan perubahan yang sangat diperhatikan oleh para wanita dewasa madya.
Para wanita dewasa madya memiliki pandangan yang negatif terhadap bentuk tubuhnya atau memiliki body image negatif. Para wanita dewasa madya merasa tidak puas dengan bentuk tubuh dan penampilan yang dimiliki, sehingga mereka masih mengutamakan penampilan fisik. Hal tersebut dikarenakan wanita dewasa madya memiliki tolok ukur bahwa tubuh yang ideal adalah tubuh yang langsing (Grogan, 1999). Hal ini membuat para wanita dewasa madya melakukan berbagai macam cara agar dapat memiliki tubuh yang langsing, sehingga mereka akan menjadi lebih percaya diri dan dapat menarik perhatian orang lain. Namun dalam perkembangannya wanita dewasa madya juga memiliki tugas perkembangan.
Pada usia ini wanita dewasa madya menghadapi tugas penyesuaian diri (Turner & Helms, 1996). Menurut Robert Peck, wanita dewasa madya dianggap mampu menyesuaikan diri bila mereka dapat lebih mengutamakan kemampuan mental dan tidak hanya terpaku pada kemampuan fisik saja, mengembangkan pemahaman terhadap orang lain dan rasa empati, lebih berpikir secara positif, dan lebih bersikap terbuka pada banyak hal. Selain itu, para wanita dewasa madya juga dianggap
(47)
mampu menyesuaikan diri bila dapat melihat perubahan yang terjadi secara lebih positif dan dapat menerima diri apa adanya (Lemme, 1995).
Di samping itu, body image yang negatif juga mempengaruhi penyesuaian diri. Menurut Erikson (Santrock, 2012), wanita dewasa madya akan menghadapi periode perkembangan generativitas versus stagnasi. Wanita dewasa madya dianggap mampu melewati periode perkembangan ini bila memiliki kepedulian terhadap orang lain dan dapat memberikan kontribusi terhadap generasi dibawahnya. Namun, para wanita dewasa madya masih terlalu terpusat pada penampilan diri, sehingga kepedulian terhadap orang lain menjadi terabaikan. Selain itu, para wanita dewasa madya akan mengalami perubahan peran, yaitu sebagai istri dan ibu rumah tangga (Mappiare, 1983). Perubahan peran tersebut seharusnya membuat para wanita dewasa madya menjadi lebih peduli terhadap orang lain terutama pada anak-anak atau generasi dibawahnya, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan generasi berikutnya. Apabila para wanita dewasa madya dapat menerima diri apa adanya, maka mereka tidak lagi berpusat pada diri sendiri dan dapat menyesuaikan diri. Hal tersebut akan membuat para wanita dewasa madya menjadi lebih tenang, sehingga lebih peduli terhadap orang lain.
Oleh karena itu, meskipun body image merupakan hal yang sangat penting bagi wanita dewasa madya, mereka seharusnya tidak lagi terpaku pada penampilan fisiknya. Para wanita dewasa madya seharusnya lebih
(48)
menyadari dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, wanita dewasa madya pasti akan mengalami perubahan dan tidak akan menjadi sama seperti ketika masih berusia 20-30 tahun atau tidak akan menjadi muda lagi seperti dulu. Para wanita dewasa madya juga dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi seiring bertambahnya usia, sehingga dapat menerima diri apa adanya. Apabila wanita dewasa madya dapat menyesuaikan diri, maka mereka dapat hidup lebih bahagia (Mappiare, 1983).
Penyesuaian diri merupakan tugas yang harus dipenuhi oleh wanita dewasa madya dalam perkembangannya. Pada usia ini, wanita dewasa madya seharusnya lebih mengutamakan kemampuan mental, sehingga dapat lebih bijaksana dalam mengevaluasi diri dan tidak hanya melihat dari segi fisik saja. Selain itu, wanita dewasa madya seharusnya lebih memahami bahwa setiap orang merupakan individu yang berbeda-beda, sehingga wanita dewasa madya dapat melihat dan menerima diri secara positif. Apabila wanita dewasa madya dapat memahami bahwa setiap orang berbeda-beda, dapat melihat dan menerima dirinya lebih positif, maka wanita dewasa madya dianggap mampu menyesuaian diri.
(49)
Skema hubungan body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada tahap dewasa madya.
Body image masih dirasa
penting dan diutamakan
Muncul body
image negatif
Muncul body
image positif
Merasa tidak puas dengan tubuh yang
dimiliki
Merasa puas dengan tubuh yang
dimiliki
Muncul perilaku untuk mendapatkan
tubuh ideal dengan berbagai cara
Menerima keadaan diri
Wanita dewasa madya tidak dapat menyesuaikan diri
Wanita dewasa madya dapat menyesuaikan diri Tidak menerima
keadaan diri
Wanita dewasa madya mengalami perubahan seiring
(50)
E. HIPOTESIS
Berdasarkan uraian landasan teoti di atas, hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada wanita dewasa madya.
(51)
30 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Menurut Irianto (2004), korelasi merupakan hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Selain itu, menurut Noor (2011) penelitian korelasional merupakan penelitian yang bertujuan untuk melihat tingkat atau seberapa kuat hubungan antara dua variabel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri menurut Robert Peck pada tahap dewasa madya.
B. Variabel Penelitian
Pada penelitian korelasional terdapat beberapa variabel yang akan dicari hubungan dari variabel-variabel tersebut. Menurut Noor (2011), variabel adalah suatu nilai atau sifat pada orang, benda, atau suatu kegiatan yang ditentukan oleh peneliti untuk diukur dan ditarik kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas adalah suatu variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain yang ingin diukur. Sedangkan variabel tergantung adalah suatu variabel yang diteliti atau diukur untuk melihat apakah ada pengaruh atau efek dari variabel lain (Azwar, 2013).
(52)
Berdasarkan judul penelitian ini, yaitu ”Hubungan Antara Body Image Dengan Tingkat Penyesuaian Diri Menurut Robert Peck Pada Tahap Dewasa Madya”, maka variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas : Body image
2. Variabel tergantung : Penyesuaian diri pada dewasa madya
C. Definisi Operasional
Menurut Noor (2011), definisi operasional merupakan bagian yang berisi definisi dari variabel/konsep yang akan diukur dengan indikator yang telah ditentukan, seperti sifat, perilaku, dan aspek.
Definisi operasional dalam skala penelitian ini, yaitu: 1. Body Image
Body image adalah cara pandang seseorang terhadap bentuk
tubuh yang dimiliki yang mencakup perasaan dan sikap-sikap yang muncul atas penampilannya tersebut. Subjek yang mendapat skor semakin tinggi dalam skala ini, menunjukkan bahwa subjek memiliki
body image yang positif. Sebaliknya, subjek yang mendapat skor
semakin rendah dalam skala ini, menunjukkan bahwa subjek memiliki
body image yang negatif.
2. Penyesuaian Diri Pada Dewasa Madya
Penyesuaian diri pada dewasa madya mencakup empat tugas perkembangan penyesuaian diri pada usia dewasa madya. Wanita
(53)
dewasa madya dianggap mampu menyesuaikan diri apabila lebih mengutamakan kemampuan mental daripada kemampuan fisik dalam menyelesaikan suatu masalah, lebih memahami dan melihat orang lain sebagai individu yang unik, memiliki fleksibilitas emosi dan pandangan yang positif, serta terbuka pada ide-ide baru untuk membantu menyelesaikan suatu permasalahan. Subjek yang mendapat skor semakin tinggi dalam skala ini, menunjukkan bahwa subjek mampu menyelesaikan keempat tugas penyesuaian diri Robert Peck. Sebaliknya, subjek yang mendapat skor semakin rendah dalam skala ini, menunjukkan bahwa subjek kurang mampu menyelesaikan keempat tugas penyesuaian diri Robert Peck.
D. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita dewasa madya yang berusia antara 40 sampai 60 tahun (Santrock, 2011). Pemilihan usia ini dikarenakan pada usia tersebut wanita dewasa madya masih aktif bekerja dan masih mengikuti macam-macam aktifitas dalam kehidupan sosialnya.
E. Metode Pengambilan Sample
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive
sampling dalam pengambilan sample. Purposive sampling merupakan
(54)
pertimbangan, sehingga sesuai dengan permasalahan yang ingin diteliti (Noor, 2011). Selain itu, menurut Sangadji & Sopiah (2010) purposive
sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan. Kriteria yang ditetapkan oleh peneliti dalam penelitian ini, yaitu subjek berada pada rentang usia 40 tahun hingga 60 tahun dan berkeluarga utuh (masih berstatus menikah).
F. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah suatu penelitian (Noor, 2011). Selain itu, menurut Nazir (2005) metode pengumpulan data merupakan prosedur sistematis dan standar yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala yang dibagi menjadi dua, yaitu skala
body image dan skala penyesuaian diri. Skala ini berisi
pernyataan-pertanyaan yang mencerminkan aspek-aspek body image dan penyesuaian diri pada dewasa madya.
Jenis skala yang akan digunakan adalah skala Likert. Menurut Azwar (2009) skala Likert merupakan skala yang berisi pernyataan-pernyataan sikap untuk mengungkap respon setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek yang telah ditentukan. Pernyataan yang digunakan dalam skala Likert terdiri dari pernyataan favorabel dan pernyataan
(55)
memihak objek sikap. Sedangkan pernyataan unfavorable berisi pernyataan yang tidak mendukung atau tidak memihak objek sikap (Azwar, 2009).
Skala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Skala Body Image
Skala body image ini digunakan untuk mengukur body image wanita dewasa madya. skala ini terdiri dari aitem-aitem favorable dan aitem-aitem unfavorable. Aitem-aitem tersebut berisi pernyataan-pernyataan yang mendukung dan yang tidak mendukung aspek body
image. Skala ini terdapat empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju
(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skor yang diberikan pada respon tersebut antara 1 (satu) hingga 4 (empat).
Dalam skala ini terdapat 3 aspek body image, yaitu: a. Kognitif
b. Perasaan (feelings) c. Perilaku (behaviors)
(56)
Tabel 1.
Blueprint Skala Body Image (Sebelum Uji Coba)
Aspek
Aitem
Jumlah Bobot
Favorable Unfavorable
Kognitif (persepsi, pemikiran, kepercayaan)
2, 3, 13, 14, 17, 19, 28,
30, 40, 42
9, 11, 24, 25, 33, 34, 36,
38, 39, 43
20 45,46%
Perasaan (feelings)
1, 4, 5, 15, 20, 29
8, 21, 23, 26,
35, 37 12 27,27% Perilaku
(behaviors)
16, 18, 27, 31, 32, 41
6, 7, 10, 12,
22, 44 12 27,27%
Total 22 22 44 100%
Tabel 2.
Pemberian skor untuk Skala Body Image
Respon Aitem
Favorable
Aitem Unfavorable Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Tidak Setuju (TS) 2 3
Setuju (S) 3 2
Sangat Setuju (SS) 4 1
2. Skala Penyesuaian Diri
Skala penyesuaian diri ini digunakan untuk mengukur penyesuaian diri wanita dewasa madya. skala ini terdiri dari aitem-aitem favorable
(57)
dan aitem-aitem unfavorable. Aitem-aitem tersebut berisi pernyataan-pernyataan yang mendukung dan yang tidak mendukung aspek penyesuaian diri. Dalam skala ini terdapat 4 aspek penyesuaian diri, yaitu:
a. Valuing wisdom versus valuing physical
b. Socialising versus sexualizing in human relationships c. Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment
d. Mental flexibility versus mental rigidity
Tabel 3.
Blueprint Skala Penyesuaian Diri (Sebelum Uji Coba)
Aspek
Aitem
Jumlah Bobot
Favorable Unfavorable Valuing wisdom versus
valuing physical
1, 2, 17, 18, 24
13, 31, 32,
40, 44 10 23%
Socialising versus sexualizing in human relationships
3, 4, 20, 22, 23, 27,
29
9, 10, 34, 35,
38, 39, 41 14 31%
Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment
5, 6, 19, 26, 30
11, 14, 16,
37, 42 10 23%
Mental flexibility versus mental rigidity
7, 8, 21, 25, 28
12, 15, 33,
36, 43 10 23%
(58)
Tabel 4.
Pemberian skor untuk Skala Penyesuaian Diri
Respon Aitem
Favorable
Aitem Unfavorable Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Tidak Setuju (TS) 2 3
Setuju (S) 3 2
Sangat Setuju (SS) 4 1
G. Validitas, Seleksi Aitem, dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas
Validitas adalah sejauh mana alat ukur yang digunakan dapat mengukur sesuatu yang ingin diukur (Azwar, 2011). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Peneliti menyusun aitem-aitem yang akan digunakan sebagai alat ukur. Aitem-aitem tersebut telah diperiksa kesesuaiannya dengan aspek-aspek yang ada oleh dosen pembimbing skripsi sebagai professional judgement.
2. Seleksi Aitem
Menurut Azwar (2011), seleksi aitem dilakukan untuk menguji karakteristik aitem-aitem yang akan digunakan sebagai alat ukur dalam suatu penelitian. Aitem-aitem yang tidak memenuhi syarat tidak akan disertakan dalam alat ukur tersebut. aitem-aitem yang digunakan sebagai alat ukur harus memiliki kualitas yang baik, sehingga aitem yang memiliki kualitas jelek akan dibuang atau
(59)
direvisi. Seleksi aitem dilakukan dengan menggunakan SPSS for
windows versi 16. Pengujian keselarasan fungsi aitem dengan fungsi
tes dilakukan menggunakan koefisien korelasi yang akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) atau daya beda aitem (Azwar, 2011). Kriteria pemilihan aitem yang berkualitas didasarkan pada koefisien korelasi aitem total adalah rix ≥0.3. Aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem total 0,3 atau lebih besar dari 0,3 mempunyai daya beda yang baik dan aitem tersebut dapat diikutsertakan menjadi bagian dari skala final. Sedangkan aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem total kurang dari 0,3 memiliki daya beda yang kurang baik dan akan digugurkan (Periantalo, 2015). a) Skala Body Image
Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan terhadap 31 subjek, menunjukkan bahwa dari 44 aitem diperoleh 35 aitem lolos seleksi dari 9 aitem gugur. Aitem-aitem yang gugur adalah aitem nomor 5, 14, 15, 16, 17, 21 27, 29, dan 32. Berikut adalah tabel distribusi skala body image setelah uji coba:
(60)
Tabel 5.
Blueprint Skala Body Image (Setelah Uji Coba)
Aspek
Aitem
Jumlah Bobot
Favorable Unfavorable
Kognitif (persepsi, pemikiran, kepercayaan)
2, 3, 13, 19, 28, 30, 40, 42
9, 11, 24, 25, 33, 34, 36, 38, 39, 43,
18 51,4%
Perasaan
(feelings) 1, 4, 20
8, 23, 26, 35,
37 8 22,9%
Perilaku
(behaviors) 18, 31, 41
6, 7, 10, 12,
22, 44 9 25,7%
Total 14 21 35 100%
Berdasarkan pada tabel distribusi skala body image di atas terlihat bahwa jumlah aitem pada aspek kognitif terlalu banyak. Oleh karena itu, beberapa aitem harus digugurkan kembali agar jumlah aitem pada setiap aspek menjadi rata. Aitem-aitem yang digunakan merupakan aitem-aitem dengan koefisien korelasi aitem total (rix) yang paling tinggi. Berikut adalah tabel distribusi skala
(61)
Tabel 6.
Distribusi Skala Body Image (Setelah Aspek Kognitif direvisi)
Aspek
Aitem
Jumlah Bobot
Favorable Unfavorable
Kognitif (persepsi, pemikiran, kepercayaan)
2, 13, 19,
30, 40 11, 25, 34, 43 9 36,6%
Perasaan
(feelings) 1, 4, 20
8, 23, 26, 35,
37 8 30,8%
Perilaku
(behaviors) 18, 31, 41
6, 7, 10, 12,
22, 44 9 36,6%
Total 11 15 26 100%
b) Skala Penyesuaian Diri
Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan terhadap 31 subjek, menunjukkan bahwa dari 44 aitem diperoleh 22 aitem lolos seleksi dari 22 aitem gugur. Aitem-aitem yang gugur adalah aitem nomor 1, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 33, 37, 39, dan 42. Pada aspek Cathetic flexibility
versus cathetic impoverishment seluruh aitem favorable dan unfavorable gugur. Berikut adalah tabel distribusi skala
(62)
Tabel 7.
Blueprint Skala Penyesuaian Diri (Setelah Uji Coba)
Aspek
Aitem
Jumlah Bobot
Favorable Unfavorable Valuing wisdom
versus valuing physical
2, 17, 18 13, 31, 32,
40, 44 8 38,1%
Socialising versus sexualizing in human
relationships
3, 4, 20,
27 34, 35, 38, 41 8 38,1%
Cathectic
flexibility versus cathectic
impoverishment
- - - 0%
Mental flexibility versus mental rigidity
7, 21, 28 36, 43 5 23,8%
Total 10 11 21 100%
Berdasarkan tabel distribusi skala penyesuaian diri di atas, tampak bahwa jumlah aitem pada setiap aspek tidak rata. Pada aspek cathectic flexibility versus cathectic impoverishment tidak ada aitem yang terwakilkan. Sedangkan pada aspek mental
flexibility versus mental rigidity, jumlah aitem yang lolos seleksi
(63)
tidak memenuhi standar, yaitu kurang dari 0,3. Oleh karena itu, peneliti melakukan revisi dengan menambahkan aitem-aitem baru. Tabel 8.
Blueprint tambahan aitem pada aspek Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment (Sebelum Uji Coba)
Aspek
Aitem
Jumlah Bobot
Favorable Unfavorable Cathectic
flexibility versus cathectic
impoverishment
1, 2, 3, 4, 5, 17, 18, 19, 20, 29,
30, 31
8, 9, 10, 11, 12, 23, 24, 25, 26, 35, 36, 37
24 61,5%
Mental flexibility
versus mental rigidity
6, 7, 21, 22, 32, 33,
34
13, 14, 15, 16, 27, 28,
38, 39
15 38,5%
Total 19 20 39 100%
Berdasarkan hasil uji coba ulang yang dilakukan terhadap 31 subjek, menunjukkan bahwa dari 39 aitem diperoleh 15 aitem lolos seleksi dari 24 aitem gugur. Aitem-aitem yang gugur adalah aitem nomor 1, 2, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 18, 19, 21, 22, 24, 27, 28, 29, 30, 32, 34, 35, dan 38. Berikut adalah tabel distribusi revisi skala penyesuaian diri setelah uji coba:
(64)
Tabel 9.
Blueprint tambahan aitem pada aspek Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment (Setelah Uji Coba)
Aspek
Aitem
Jumlah Bobot
Favorable Unfavorable Cathectic
flexibility versus cathectic
impoverishment
3, 4, 17, 20, 31
23, 25, 26,
36, 37 10 66,7%
Mental flexibility
versus mental rigidity
6, 7, 33 15, 39 5 33,3%
Total 8 7 15 100%
Berdasarkan hasil uji coba ulang yang telah dilakukan, aitem tambahan tersebut ditambahkan pada aspek cathectic
flexibility versus cathectic impoverishment dan mental flexibility versus mental rigidity dalam skala penyesuaian diri. Berikut adalah
tabel distribusi skala penyesuaian diri setelah penambahan aitem baru:
(65)
Tabel 10.
Distribusi Skala Penyesuaian Diri (Setelah Penambahan Aitem Baru)
Aspek
Aitem
Jumlah Bobot
Favorable Unfavorable Valuing wisdom
versus valuing physical
2, 17, 18 13, 31, 32,
40, 44 8 22%
Socialising versus sexualizing in human
relationships
3, 4, 20,
27 34, 35, 38, 41 8 22%
Cathectic flexibility versus cathectic impoverishment 3*, 4*, 17*, 20*, 31* 23*, 25*,
26*, 36*, 37* 10 28%
Mental flexibility versus mental rigidity
7, 21, 28, 6*, 7*,
33*
36, 43, 15*,
39* 10 28%
Total 18 18 36 100%
Keterangan: nomor aitem yang diberi tanda bintang (*) merupakan aitem
tambahan yang lolos seleksi setelah diuji coba
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah keterpercayaan atau konsistensi terhadap hasil sebuah alat ukur. Apabila dilakukan secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu, hasil dari pengukuran tersebut diperoleh hasil
(66)
yang relatif sama (Azwar, 2011). Semakin tinggi koefisien reliabilitas atau semakin mendekati 1,00 maka alat ukur tersebut dikatakan reliabel.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan formula Alpha Cronbach dari SPSS for windows versi 16.0. Hasil dari uji reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa reliabilitas skala body image 0,916. Sedangkan reliabilitas skala penyesuaian diri 0,779. Kedua skala tersebut memiliki hasil koefisien reliabilitas mendekati 1,0. Hal tersebut menunjukkan bahwa skala body image dan skala penyesuaian diri memiliki reliabilitas yang baik.
H. Metode Analisi Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel bebas dan variabel tergantung terdistribusi dengan normal atau tidak (Priyatno, 2012). Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Sedangkan data dikatakan berdistribusi tidak normal jika nilai p lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) (Santoso, 2010). Uji normalitas dilakukan dengan analisis Kolmogorov-Smirnov dan dengan bantuan program SPSS
(67)
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah dua variabel yang akan diuji dengan analisis korelasional memiliki hubungan linear (semakin mendekati garis lurus) atau tidak (Priyatno, 2012). Kedua variabel dapat dikatakan memiliki hubungan yang linear bila nilai p atau signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Akan tetapi, kedua variabel dikatakan tidak linear bila nilai p atau signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Uji linearitas dilakukan dengan bantuan program SPSS for windows versi 16.
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi. Teknik korelasi digunakan untuk melihat kecenderungan pola pada suatu variabel terhadap variabel lainnya. Apabila suatu variabel memiliki kecenderungan untuk naik, maka dapat dilihat pula pada variabel lainnya apakah juga memiliki kecenderungan untuk naik atau turun atau tidak menentu (Santoso, 2010). Uji Hipotesis ini dilakukan dengan bantuan SPSS for windows versi 16.
(68)
47 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan dari tanggal 16 Desember 2015 sampai 14 Januari 2016 kepada wanita dewasa madya berusia 40 tahun sampai 60 tahun sebanyak 106 orang di Kota Magelang dan Yogyakarta. Setiap subjek diminta untuk mengisi dua skala, yaitu skala body image dan skala penyesuaian diri.
B. Analisis Data Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian
a. Usia
Subjek pada penelitian ini adalah wanita dewasa madya berusia 40 tahun sampai 60 tahun. Berikut tabel deskripsi usia subjek:
Tabel 11.
Deskripsi Usia Subjek Penelitian
Usia Jumlah
40 tahun 41 tahun 42 tahun 43 tahun
7 orang 2 orang 4 orang 11 orang
(69)
44 tahun 45 tahun 46 tahun 47 tahun 48 tahun 49 tahun 50 tahun 51 tahun 52 tahun 53 tahun 54 tahun 55 tahun 56 tahun 60 tahun 12 orang 13 orang 8 orang 4 orang 10 orang 9 orang 6 orang 3 orang 6 orang 4 orang 1 orang 4 orang 1 orang 1 orang
Total 106 orang
2. Statistik Deskripsi Penelitian
Statistik deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan mendeskripsikan data yang telah diperoleh apa adanya (Sugiyono, 2013). Berikut adalah tabel hasil statistik deskriptif penelitian:
(70)
Tabel 12.
Hasil Statistik Deskriptif Penelitian
BI PD
Jumlah Data (N) 106 106
Nilai maksimal 104 144
Nilai minimal 26 36
Rata-Rata Empirik (Mean Empirik) 70,44 108,79 Rata-Rata Teoritik (Mean Teoritik) 65 90
Nilai p (sig. 2-tailed) .000 .000
Keterangan: BI (Body Image), PD (Penyesuaian Diri)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, jumlah seluruh data yang diperoleh adalah 106 pada setiap variabel. Rata-rata skor body
image atau mean empirik yang didapat subjek adalah 70,44.
Berdasarkan penghitungan skor minimal dan skor maksimal diperoleh
mean teoritik subjek sebesar 65. Berdasarkan hasil tersebut diketahui
bahwa mean teoritik subjek lebih rendah dari pada mean empirik subjek, sehingga skor body image subjek secara keseluruhan cenderung tinggi.
Pada data penyesuaian diri diketahui bahwa rata-rata skor penyesuaian diri atau mean empirik yang didapat subjek adalah 108,79. Berdasarkan penghitungan skor minimal dan skor maksimal
(71)
diperoleh mean teoritik subjek sebesar 90. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa mean teoritik subjek lebih rendah dari pada mean
empirik subjek, sehingga skor penyesuaian diri subjek secara
keseluruhan cenderung tinggi.
Berdasarkan analisis uji-t yang dilakukan terhadap data body
image dan penyesuaian diri diketahui bahwa nilai p atau signifikasi
yang diperoleh sebesar .000 (<0.05). Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa ada perbedaan mean yang signifikan antara data body
image dan penyesuaian diri.
3. Uji Asumsi a. Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data penelitian yang berasal dari populasi memiliki sebaran normal atau tidak. Jika nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka data dikatakan memiliki sebaran normal. Namun, jika nilai p lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka data dikatakan memiliki sebaran tidak normal (Santoso, 2010). Berikut hasil uji asumsi kedua variabel penelitian:
Tabel 13.
Hasil Uji Normalitas
Nilai p Keterangan Body Image
Penyesuaian Diri
0,097 0,000
Sebaran normal Sebaran tidak normal
(72)
Berdasarkan hasil uji normalitas, diketahui bahwa variabel
body image memiliki nilai p sebesar 0,097. Nilai p tersebut lebih
besar dari 0,05 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data variabel body image berdistribusi normal. Sedangkan variabel penyesuaian diri memiliki nilai p sebesar 0,000. Nilai p tersebut lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data variabel penyesuaian diri berdistribusi tidak normal.
b. Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua variabel memiliki hubungan linear (semakin mendekati garis lurus) atau tidak (Priyatno, 2010). Berikut hasil uji linearitas terhadap kedua variabel penelitian:
Tabel 14.
Hasil Uji Linearitas
Sig.
Body Image dan
(73)
Gambar 1. Scatter Plot Uji Linearitas
Berdasarkan hasil uji linearitas diketahui bahwa nilai signifikansi pada Linearity sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel
body image dan variabel penyesuaian diri memiliki hubungan yang
linear atau semakin mendekati garis lurus. Hal ini didukung juga dengan hasil scatter plot yang menunjukkan bahwa kedua variabel semakin mendekati garis lurus.
4. Uji Hipotesis: Analisis Korelasional
Uji hipotesis pada penelititan ini menggunakan analisis korelasi untuk mencari hubungan antara body image dengan penyesuaian diri pada wanita dewasa madya. Analisis korelasi yang digunakan adalah analisis Spearman Rho. Hal ini dikarenakan salah satu variabel memiliki sebaran data yang tidak normal, yaitu variabel
(74)
penyesuaian diri. Pengujian signifikansi hubungan kedua variabel dilakukan dengan cara membandingkan probability value (p) dengan tingkat signifikasi (α). Jika nilai p < α, maka dapat disimpulkan bahwa korelasi tersebut signifikan. Nilai α yang digunakan dalam pengujian ini adalah 0,05 (Santoso, 2010). Berikut hasil uji hipotesis menggunakan analisis korelasi:
Tabel 15.
Hasil Uji Hipotesis
Body_Image Penyesuaian_Diri
Body_Image Correlation
Coefficient 1.000 .425
**
Sig. (1-tailed) . .000
N 106 106
Penyesuaian_Diri Correlation
Coefficient .425
**
1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 106 106
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Berdasarkan hasil analisis korelasi, terlihat bahwa nilai koefisien korelasi body image dan penyesuaian diri atau r sebesar 0,425 dan nilai signifikansi p sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi yang signifikan atau p (0,000) < α (0,425). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel body image dan penyesuaian diri berkorelasi, tetapi cenderung sedang.
(75)
5. Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri pada dewasa madya. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan analisis korelasi Spearman Rho, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara body image dengan penyesuaian diri. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi atau r yang diperoleh sebesar 0,425 dan nilai signifikansi p sebesar 0,000. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi “ada hubungan antara body image dengan tingkat penyesuaian diri pada wanita dewasa madya” diterima. Berdasarkan hasil penelititan tersebut, diketahui bahwa semakin tinggi body image maka semakin tinggi pula penyesuaian dirinya. Hal ini berarti bahwa semakin positif body image yang dimiliki, maka semakin mampu pula subjek menyesuaikan diri. Hasil penelitian juga didukung dengan skor body image dan penyesuaian diri subjek yang tinggi. Hasil ini ditunjukkan dengan hasil mean empirik subjek lebih rendah dari mean teoritik subjek. Hal tersebut berarti bahwa subjek memiliki body image dan penyesuaian diri yang positif. Akan tetapi, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa wanita tidak memandang tubuhnya secara apa adanya dan lebih mementingkan bentuk tubuh serta berat badan yang sesuai dengan figur ideal (Montemuro & Gillen, 2013).
(76)
Hasil penelitian Montemuro & Gillen (2013) tersebut berarti bahwa wanita dewasa madya memiliki body image yang negatif karena wanita dewasa madya kurang menerima bentuk tubuhnya dan masih menginginkan memiliki tubuh yang langsing. Namun, pada penelitian ini hasil menunjukkan bahwa subjek (wanita dewasa madya) memiliki body image yang positif. Para subjek tersebut menerima tubuhnya sebagaimana adanya dan merasa puas dengan bentuk tubuhnya. Selain itu, pada penelitian ini para subjek tidak tergantung pada pendapat orang lain mengenai bentuk tubuhnya. Mereka tidak menunggu pernyataan dari orang lain bahwa dirinya menarik. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pandangan dan pendapat dari orang lain dan orang terdekat akan membantu membentuk body image yang negatif (Thompson, J. Kevin, & Heinberg, Leslie J., 1999).
Menurut Thompson, Kevin & Heinberg (1999), faktor media sosial membuat para wanita dewasa madya memiliki pandangan tentang tubuh ideal adalah tubuh yang langsing, sehingga mereka juga ingin mendapat tubuh yang langsing seperti para model di televisi atau di majalah. Selain itu, kritik atau komentar yang diberikan oleh teman dan kerabat dekat juga akan membentuk body image yang negatif (Devaraj & Lewis, 2010). Hal tersebut membuat wanita dewasa madya memiliki pandangan negatif terhadap tubuhnya dan kurang menghargai diri sendiri dengan bentuk tubuh yang dimiliki (Vonderen
(77)
& Kinnally, 2012). Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut tidak berpengaruh pada subjek penelitian. Para subjek tetap merasa puas dan bangga terhadap dirinya, meskipun tetap merasa bahwa beberapa bagian dari tubuhnya perlu dikecilkan.
Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa para subjek memiliki penyesuaian diri yang tinggi. Hal tersebut berarti bahwa para subjek dapat menyesuaikan diri atau mampu menyelesaikan tugas penyesuaian diri Robert Peck. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori penyesuaian diri Robert Peck. Para subjek memiliki kebijaksanaan, yaitu mampu menilai diri dan perilaku tanpa mengutamakan fisik dan penampilan. Selain itu, para subjek mampu membangun relasi antar sesama dengan menilai orang lain sebagai seorang individu dengan karakteristiknya dan tidak berdasarkan penampilan fisik saja, mampu mengendalikan emosinya atau memiliki fleksibilitas emosi terhadap orang lain dan ketika melakukan berbagai aktivitas, serta memiliki keterbukaan terhadap pendapat, tindakan dan dapat menerima ide baru yang digunakan untuk memandu menemukan solusi dari permasalahan yang dimiliki (Turner & Helms, 1999). Hal ini didukung dengan hasil analisis variabel penyesuaian diri, yaitu skor
mean teoritik (90) subjek lebih rendah dari pada mean empirik
(108,79) subjek. Selain itu, hasil penelitian ini juga berarti bahwa para subjek mampu menyelesaikan tugas perkembangan Erickson, yaitu
(78)
dapat memberikan usaha dan kontribusi terhadap orang lain (Turner & Helms, 1996).
Berdasarkan hasil penelitian, penyesuaian diri yang positif diduga dipengaruhi oleh stabilitas kepribadian para subjek. Menurut Mroczek, Spiro, & Griffin (dalam Santrock, 2011), konteks sosial, pengalaman baru, dan perubahan sosiohistoris dapat memengaruhi perkembangan kepribadian. Selain itu, menurut Roberts & Mroczek (dalam Santrock, 2011) perubahan sifat kepribadian pada masa dewasa terjadi dalam arah yang positif. Orang menjadi lebih baik, percaya diri, hangat, bertanggungjawab, dan tenang. Peneliti menduga bahwa para subjek memiliki stabilitas kepribadian, sehingga mereka lebih positif dalam menghadapi perubahan dan permasalahan yang terjadi.
Hasil penelitian ini didukung dengan latar belakang subjek yang masih tinggal bersama anak-anaknya. Menurut Santrock (2011), dewasa madya akan mengalami sindrom empty-nest dan menurunya kepuasan pernikahan setelah anak-anak meninggalkan rumah. Akan tetapi, berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian, sebagian besar subjek merasa puas dengan kehidupan penikahannya. Hal ini dikarenakan subjek masih tinggal satu rumah, sehingga subjek tidak merasa kesepian dan dapat melakukan aktifitas tanpa pengaruh dari emosi yang dirasakan.
(79)
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara body image dengan penyesuaian diri pada wanita dewasa madya. Hal ini terlihat pada hasil skor subjek. Subjek yang memiliki body image positif, juga memiliki tingkat penyesuaian diri yang tinggi. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa wanita dewasa madya yang memandang tubuhnya secara positif, maka mereka mampu menyesuaikan diri. Apabila wanita dewasa madya mampu menerima tubuhnya secara apa adanya dan merasa nyaman dengan penampilannya, maka subjek juga akan mampu untuk menyesuaikan diri sesuai dengan tugas perkembangan di usia dewasa madya. Hal ini dikarenakan wanita dewasa madya tidak lagi terlalu mementingkan fisik, sehingga mereka lebih bijaksana dalam mencari solusi dengan berbagai pertimbangan, mengembangkan pemahaman terhadap orang lain dan rasa empati, lebih berpikir secara positif, dan lebih bersikap terbuka pada banyak hal.
(1)
C.
Reliabilitas Skala Tambahan Item Aspek Cathectic flexibility versus
cathectic impoverishment dan Mental flexibility versus mental rigidity
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items .800 39
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted Item_1 107.7742 62.047 .018 .803 Item_2 108.2258 60.714 .196 .798 Item_3 108.1935 58.895 .400 .791 Item_4 108.5161 56.525 .503 .786 Item_5 108.0968 60.290 .288 .795 Item_6 108.1290 58.183 .326 .793 Item_7 107.8387 59.273 .326 .794 Item_8 108.4194 59.585 .275 .795 Item_9 108.2258 60.247 .221 .797 Item_10 108.3226 61.626 .031 .806 Item_11 109.1935 60.361 .259 .796 Item_12 108.6774 59.692 .252 .796 Item_13 109.3871 61.312 .076 .803 Item_14 109.0645 60.129 .170 .800 Item_15 108.1935 58.428 .458 .790 Item_16 108.2581 61.131 .096 .802 Item_17 108.1290 59.849 .323 .794 Item_18 108.0968 61.424 .081 .802 Item_19 107.4839 59.791 .276 .795 Item_20 108.1290 57.516 .503 .787 Item_21 107.9355 59.529 .291 .795
(2)
Item_22 107.9677 60.766 .161 .799 Item_23 108.1613 57.806 .408 .790 Item_24 108.3548 58.770 .228 .799 Item_25 108.1935 56.828 .490 .787 Item_26 108.3226 57.892 .502 .788 Item_27 108.5806 59.452 .274 .795 Item_28 108.4194 61.052 .115 .801 Item_29 107.8710 61.449 .129 .799 Item_30 107.9032 60.824 .193 .798 Item_31 108.0000 59.933 .391 .793 Item_32 108.1290 59.916 .236 .797 Item_33 108.0645 58.396 .524 .788 Item_34 108.0000 61.267 .111 .801 Item_35 108.4516 60.656 .155 .800 Item_36 108.4839 57.858 .413 .790 Item_37 108.2258 57.181 .441 .788 Item_38 108.2258 59.714 .283 .795 Item_39 108.0323 59.632 .390 .793
(3)
LAMPIRAN 5
Uji Asumsi:
(4)
A.
Hasil Uji Normalitas
1.
Body Image
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Body_Image .079 106 .097 .969 106 .014 a. Lilliefors Significance Correction
2.
Penyesuaian Diri
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Penyesuaian
_diri .134 106 .000 .922 106 .000 a. Lilliefors Significance
Correction
B.
Uji Linearitas Body Image dan Penyesuaian Diri
ANOVA Table
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. penyesuaian
_diri * Body_Image
Between Groups (Combined) 6068.398 38 159.695 2.095 .004 Linearity 2890.947 1 2890.947 37.927 .000 Deviation
from Linearity
3177.452 37 85.877 1.127 .330 Within Groups 5107.036 67 76.224
(5)
LAMPIRAN 6
(6)
Uji Korelasi
Correlations
Body_Image penyesuaian_diri Spearman's rho Body_Image Correlation Coefficient 1.000 .425** Sig. (1-tailed) . .000
N 106 106
penyesuaian_diri Correlation Coefficient .425** 1.000 Sig. (1-tailed) .000 .
N 106 106