Perbedaan Efektivitas Penggunaan Tepid Sponging dan Plester Kompres Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Demam.
SKRIPSI
PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN
TEPID SPONGING
DAN PLESTER KOMPRES TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH PADA ANAK DENGAN DEMAM
Studi ini dilakukan di UPT Puskesmas Mengwi I
OLEH:
I GUSTI AYU FRANCISKA ASIALIANTIN PUTRI NIM. 1102105068
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(2)
SKRIPSI
PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN
TEPID SPONGING
DAN PLESTER KOMPRES TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH PADA ANAK DENGAN DEMAM
Studi ini dilakukan di UPT Puskesmas Mengwi I
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH:
I GUSTI AYU FRANCISKA ASIALIANTIN PUTRI NIM. 1102105068
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(3)
✁ ✂✄☎✆✝ ✆✆✄✞✁✆✟✠ ✡ ✆✄✝☛✠ ✡✟ ✆✄
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : I Gusti Ayu Franciska Asialiantin Putri
NIM : 1102105068
Program : S-1 Keperawatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa Tugas Akhir ini adalah jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.
Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,
☞✌✍✎ ✏✑✒yu Franciska Asialiantin Putri NIM: 1102105068
Materai 6000
(4)
✓✔ ✕
BA
✖✗E
✖✘✔ ✙✚JUANSKRIPSI
PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAANTEPID SPONGING
DAN PLESTER KOMPRES TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ANAK DENGAN DEMAM
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH:
I GUSTI AYU FRANCISKA ASIALIANTIN PUTRI NIM. 1102105068
TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Ns. I Gusti Ayu Ari Rasdini, S.Kep, M.Pd Ns. Ni Made Dian, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J NIP.19591015 198603 2 001 NIP. 19840813 201212 2 001
(5)
HA✛A✜A✢✣E✢GE✤AHA✢
✤✥ ✦I✣✤I
✣E✦BEDAA✢EFE✥✧I★I✧A✤✣E✢GG✩✢AA✢
TEPID SPONGING
DA✢✣✛E✤✧E✦✥✪✜✣✦E✤ ✧E✦HADA✣✣E✢✩✦✩✢A✢ ✤✩H✩✧✩B✩H✣ADA A✢A✥ DE✢GA✢ DE✜A✜
✪✛EH:
I G✩✤✧I AY✩ F✦A✢CI✤✥A A✤IA✛IA✢✧I✢✣✩ ✧✦I ✢I✜. 1102105068
✧E✛AH DI✩JIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI : S✫✬✭✬
✧A✢GGA✛ : 22 J✮✬✭ 2015
✧I✜✣E✢G ✩JI:
✯ ✰ ✱✲✰✳✴✵✵✶r✷✸ ✲✹✶✺✶ ✻✼✰ ✽✾✿ ✻❀✰ ❁✹ (Ketua) ... 2. Ns. Ni Made Dian, M.Kep, Sp.Kep.J (Sekretaris) ... 3. Ni Made Aries Minarti, S.Kep, MNg (Pembahas) ...
MENGETAHUI:
DEKAN KETUA
FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA
Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M Kes Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF NIP. 19530131 198003 1 004 NIP. 19501231 198003 1 015
(6)
❂ ❃❄ ❃❅ ❆ ❇❈ ❃❇❄❃❉
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan perkenanan-Nya skripsi dengan judul ❊❋ ●❍❋ ■❏❏❑ ❋ ▲❋ ▼◆ ❖ P❖ ◆ ❏◗ ❊❋❑ ❘❘ ❙❑❏❏ ❑ TEPID SPONGING ■❏❑ ❊ ❚❋ ◗◆❋● ▼❯❱❊ ●❋◗ ◆ ❋ ●❲❏■❏❊ ❊❋❑ ❙● ❙❑❏❑ ◗ ❙❲❙ ◆ ❙❍ ❙❲ ❊❏■❏ ❏❑❏▼
■❋ ❑❘❏❑■❋❱❏❱ dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis mendapatkan berbagai bantuan, petunjuk, serta saran dan masukan dari berbagai pihak. Karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr .dr. Putu Astawa, Sp. OT (K), M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran FK Universitas Udayana.
2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitas Udayana.
3. Ns. I Gusti Ayu Ari Rasdini, S.Kep, MPd selaku pembimbing utama dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Ns. Ni Made Dian, M.Kep, Sp.Kep.J selaku pendamping dalam menyelesaikan penelitian ini.
5. dr. Ni Made Tariani, M.Kes, selaku Kepala UPT Puskesmas Mengwi I.
6. Keluarga, khususnya orang tua yang yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis menyelesaikan penelitian ini.
(7)
8. Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang selalu memberi semangat dalam proses pembuatan proposal penelitian.
9. Semua pihak yang ikut membantu kelancaran penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan karya tulis ini. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan pengetahuan secara luas.
Denpasar, Juni 2015
I Gusti Ayu Franciska Asialiantin Putri Penulis
(8)
❳❨❩❬ ❭ ❳❪
Putri, I Gusti Ayu Franciska. 2015. Perbedaan Efektivitas Penggunaan Tepid Sponging dan Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Demam. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Pembimbing (1) Ns. I Gusti Ayu Ari Rasdini, S.Kep, M.Pd; (2) Ns. Ni Made Dian, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J.
Demam merupakan suatu kondisi di mana suhu tubuh mencapai lebih dari 37,50C. Pada anak-anak demam merupakan gejala yan paling sering muncul. Terapi non farmakologis dalam hal ini tepid sponging dan plester kompres merupakan salah satu tata laksana dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan tepid sponging dan plester kompres terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan pre-test and post-test design. Sebanyak 32 sampel diambil di ruang rawat inap dan poli UPT Puskesmas Mengwi I yang merupakan pasien periode 27 Mei sampai 3 Juni 2015. Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling, dengan simple random sampling. Data pengukuran suhu dan demografis dicatat pada lembar observasi. Setelah itu data diolah dengan uji statistik paired sample t-test dan independent sample t-test. Hasil penelitian ini didapatkan responden perempuan lebih banyak yaitu 59,4%, dengan dominasi responden balita (84,4%). Diagnosa medis yang paling banyak ditemukan adalah nasopharingitis (28,1%), dengue (25%), dan diare (21,9%). Rata-rata penurunan suhu tubuh dengan intervensi plester kompres adalah 0,190C dengan nilaip<0,05, sedangkan padatepid sponging didapatkan penurunan suhu tubuh 0,510C dengan nilai p<0,05. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tepid sponging memiliki efektivitas yang lebih tinggi secara signifikan dalam penurunan suhu dibandingkan dengan plester kompes (p<0,05). Berdasarkan temuan diatas disarankan untuk dapat menggunakan intervensi tepid sponging dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam.
(9)
❞❡ ❢❣❤❞✐ ❣
❥❦❧♠♥, ♦ G❦♣❧♥ Ay❦ F♠ qr s♥♣ tq. 2015.✉he Comparison of Effectivity Between Tepid Sponging and Cooling Sheet Toward The Reduction of Body Temperature in Feverish Children. ✈r✇ ①♠②♠q✇❦q❧① ❧③ ①♣ ♥♣④ ⑤❦♠♣ ♥r② D①⑥q♠❧①⑦ ①r❧, Fq s❦⑧❧y ⑨⑩ ❶ ①✇♥ s♥r①, ✈✇qyqrq ✈r♥❷ ①♠♣ ♥❧y. ❸❦⑥①♠❷♥♣⑨♠♣ (1) ⑤♣❹ ♦ G❦♣ ❧♥ Ay❦ A♠ ♥ ❺q♣✇♥r ♥, ❸.❻ ①⑥④❶❹❥✇ ❼ (2) ⑤♣❹ ⑤♥❶q✇① D♥qr④ ❸.❻ ①⑥④ ❶❹❻①⑥④ ❸⑥❹❻ ①⑥❹ ❽.
F①❷①♠♥♣✇①⑩♥r①✇q♣ qs⑨r✇♥❧♥⑨r❾③①♠①❧③①❿ ⑨✇y ❧①⑦ ⑥①♠ q❧ ❦♠①♥♣ ①⑧ ①❷q ❧①✇❧⑨⑦ ⑨♠① ❧③qr 37,5
0C.
♦r s③♥⑧✇♠①r④ ⑩①❷①♠ ♥♣ ❧③① ⑦q ➀⑨♠ ♣y⑦ ⑥❧⑨ ⑦ q⑥ ⑥①q♠①✇❹ ➁③① r⑨r ⑥③q♠⑦q s⑨⑧ ⑨②♥ sq⑧ ❧③①♠q⑥y, ♥r ❧③♥♣ sq♣①♥♣ ❧①⑥♥✇ ♣⑥⑨r②♥r②qr✇ s⑨⑨⑧♥r② ♣③ ①①❧, ♥♣ ⑨r① ⑨⑩ ❧③① ⑦qr q②①⑦①r ❧ ♥r ♠①✇❦s♥r② ❧③① ❿⑨✇y ❧①⑦ ⑥①♠q❧ ❦♠① ♥r ⑩ ①❷ ①♠♥♣③ s③♥⑧✇♠①r❹ ➁③① ⑦q♥r②⑨q⑧ ⑨⑩ ❧③♥♣ ♣ ❧ ❦✇y ♥♣ ❧⑨ s⑨⑦ ⑥q♠①❧③ ① ①⑩ ⑩ ①s❧♥❷♥❧y ❿ ①❧❾①①r ❧①⑥♥✇♣⑥⑨r②♥r② qr✇ s⑨ ⑨⑧♥r② ♣③①①❧ ♥r ❧③ ① ♠①✇❦ s❧♥⑨r ⑨⑩ ❿⑨✇y ❧①⑦⑥ ①♠q❧ ❦♠① ♥r s③♥⑧✇♠①r ❾♥❧③ ⑩ ①❷ ①♠. ➁③♥♣ ♣ ❧ ❦✇♥ ♥♣ qr ①xperimental study with pre-test and post-test design. 32 samples are collected from the ward and policlinic of UPT Puskesmas Mengwi I, which are patients of 27th May 2015 to 3rd June 2015. The sampling method used is probability samping, with a simple random sampling. The recording of body temperature and demographic data is noted in the observational sheet. After that, the data is analyzed with the paired sample t-test and independent sample t-test. It is founded that the female respondent is more than the male which is 59,4% with the domination of under five years (84,4%). The majority of disease founded is nasopharyngitis, dengue fever (25%) and diarrhea (21,9%). The average of body temperature reduction with coolingsheet is 0,190C with p value <0,05, while with tepid sponging, the average reduction is 0,510C with p value <0,05. The result of comparison test show that tepid sponging has a higher effectivity significantly in reducing body temperature compare to cooling sheet (p<0,05). Based on this study, it is recommended to apply tepid sponging in order to reduce the body temperature in feverish children.
(10)
➉➊➋ ➌➊➍ ➎➏ ➎
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ...v
ABSTRAK ... vii
➐➑➒ ➓➔➐→ ➓... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ...xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
➣↔ ➣↕➙➛ ➜➝↔➞ ➟➠ ➟↔➜ 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah ...5
1.3 Tujuan Penelitian...6
1.3.1 Tujuan Umum ...6
1.3.2 Tujuan Khusus ...6
(11)
1.4.1 Manfaat Teoritis ...7
1.4.2 Manfaat Praktis ...7
➡➢ ➡➤ ➤➥➤ ➦JAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Suhu Tubuh dan Pengaturan Suhu ...8
2.1.1 Suhu Tubuh Normal...8
2.1.2 Pembentukan Panas...8
2.1.3 Kehilangan Panas ...9
2.1.4 Pengaturan Suhu Tubuh ...11
2.1.5 Konsep ➧ ➨t➩➫ ➭➯nt Untuk Pengaturan Suhu ...11
2.1.6 Suhu Tubuh Abnormal...12
2.2 Konsep Demam ...13
2.2.1 Definisi Demam ...13
2.2.2 Epidemiologi Demam ...13
2.2.3 Etiologi Demam ...14
2.2.4 Mekanisme Terjadinya Demam ...15
2.2.5 Klasifikasi Demam...17
2.2.6 Penanganan Demam...18
2.3 Konsep Anak ...18
2.3.1 Definisi Anak ...18
2.3.2 Ciri-Ciri Anak ...19
2.3.3 Penyakit yang Sering Dialami Anak ...20
2.3.4 Efek Dari Demam Pada Anak ...21
2.4➲➨➳➯➵➧➳➭➸ ➺➯➸ ➺...21
(12)
2.4.2 Tujuan dan Manfaat ...22
2.4.3 Teknik➻➼➽➾➚➪ ➽➶ ➹➘➾ ➹➘...22
2.4.4 Mekanisme Kerja ...23
2.4.5 Prosedur Kerja ...23
2.5 Plester Kompres ...24
2.5.1 Definisi...24
2.5.2 Mekanisme Kerja ...24
2.5.3 Prosedur Kerja ...25
2.6 Antipiretik ...25
2.6.1 Definisi...25
2.6.2 Mekanisme Kerja ...26
2.7 Perbedaan Efektivitas➻ ➼➽➾➚➪➽➶➹➘ ➾ ➹➘dan Plester Kompres ...26
➴➷ ➴➬ ➬➬➮➱ ✃➷ ❐❒➮➷➮❮ ❐❰➱ÏÐ➷ ❐Ñ➬ Ï❮ Ò ➱ ❰➬ ❰ 3.1 Kerangka Konsep ...28
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...29
3.2.1 Variabel Penelitian ...29
3.2.2 Definisi Operasional Variabel...29
3.3 Hipotesis ...31
➴➷ ➴➬ ÓÔ➱Ò ❮Ð➱Ï➱❐➱ Õ➬ Ò ➬ ➷ ❐ 4.1 Jenis Penelitian ...32
4.2 Kerangka Kerja...33
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ...34
(13)
4.4.1 Populasi ...34
4.4.2 Kriteria Sampel ...34
4.4.3 TeknikÙÚ ÛÜÝÞß à...36
4.4.4 Ukuran Sampel...36
4.5 Metode Pengumpulan Data ...37
4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan ...37
4.5.2 Cara Pengumpulan Data...37
4.5.3 Instrumen Pengumpulan Data ...40
4.5.4 Etika Penelitian ...40
4.6 Pengolahan dan Analisis Data ...41
4.6.1 Teknik Pengolahan Data ...41
4.6.2 Teknik Analisis Data...42
Analisa Univariat ...42
Analisa Bivariat ...42
áâ áãäâåæ çèâ éêë ì áâ äâåâ é 5.1 Hasil...44
5.1.1 Karakteristik Gambaran Lokasi Penelitian ...44
5.1.2 Karakteristik Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I .45 5.1.3 Suhu Tubuh Sebelum Dilakukan Pemberian Intervensi íîÜÞï ÙÜðß àÞß àdan Plester Kompres ...46
5.1.4 Suhu Tubuh Setelah Dilakukan Pemberian Intervensi íîÜÞï ÙÜðß àÞß àdan Plester Kompres ...47
5.1.5 Hasil Analisa Variabel Perbedaan Suhu Tubuh Anak Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi Plester Kompres daníîÜÞïÙÜðß àÞß à...47
(14)
5.2 Pembahasan ...50
5.2.1 Karakteristik Responden ...50
5.2.2 Hasil Identifikasi Suhu Tubuh Sebelum Dilakukan Pemberian Intervensiñòóôõö ó÷ø ùôø ùdan Plester Kompres ...54
5.2.3 Hasil Identifikasi Suhu Tubuh Setelah Dilakukan Pemberian Intervensiñòóôõö ó÷ø ùôø ùdan Plester Kompres ...55
5.2.4 Hasil Analisa Perbedaan Efektivitas Penggunaanñòóôõ öó ÷øùôøùdan Plester Kompres Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Demam ...56
5.3 Keterbatasan Penelitian ...58
úû úüýþý ÿ ✁✂û✄☎û✄ þû✆û✄ 6.1 Simpulan...60
6.2 Saran ...61
6.2.1 Kepada UPT Puskesmas Mengwi I ...61
6.2.2 Kepada Peneliti Selanjutnya ...61
☎û ✝✞û✆ ✁þ✞û ✟û
(15)
✠✡ ☛☞✡✌☞✡✍ ✎ ✏
Halaman
☞abel 3.1 Definisi Variabel Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Demam,
Pemberian✑✒✓✔✕✖ ✓✗✘ ✙✔✘ ✙dan Pemberian Plester Kompres ...29 Tabel 4.1Rancangan Penelitian Studi Experimental (✚ ✛✒✜✑✒st ✢✘ ✕✚✗✣✤ ✜✑✒st)....32
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Rentang
Usia ...45
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin ...45 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Diagnosa Medis...45 Tabel 5.4Hasil Pengukuran Suhu Sebelum Intervensi ✑✒✓✔✕ ✖✓ ✗✘✙✔✘✙dan Plester Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I...46 Tabel 5.5 Hasil Pengukuran Suhu Setelah Intervensi ✑✒✓✔✕ ✖ ✓✗✘ ✙✔✘ ✙ dan Plester Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I...47 Tabel 5.6Hasil Uji Normalitas Suhu✚ ✛✒Intervensi ...47 Tabel 5.7Hasil Uji Normalitas Suhu✚✗✣✤Intervensi ...48
Tabel 5.8 Analisa Penurunan Suhu Tubuh Sebelum dan Setelah Diberikan
Intervensi ✑✒✓✔✕ ✖✓ ✗✘✙✔ ✘ ✙ dan Plester Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I ...48 Tabel 5.9 Hasil Analisis Uji Perbedaan Efektivitas Penggunaan
✑✒✓✔✕ ✖ ✓✗✘ ✙✔✘ ✙ dan Plester Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I Tahun 2015 ...49
(16)
✥✦✧★ ✦✩✪ ✦✫✬ ✦✩
Halaman ✪a✭bar 3.1 Kerangka Konsep Perbandingan Efektivitas Penggunaan ✮✯✰✱✲ ✳ ✰✴✵ ✶✱✵ ✶ dan Plester Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I ...28 Gambar 4.2 Kerangka Kerja Efektifitas Penggunaan ✮✯✰✱✲ ✷ ✰✴✵ ✶✱✵ ✶ dan Plester Kompres Pada Anak Dengan Demam di UPT Puskesmas Mengwi I...33
(17)
✸✹✺✻ ✹✼✽ ✹✾ ✿❀ ✼✹❁
Lampiran 1 : Jadwal Penelitian
Lampiran 2 : Surat Permintaan Menjadi Responden Lampiran 3 :Informed Consent
Lampiran 4 : Lembar Observasi Lampiran 5 : SOPTepid Sponging Lampiran 6 : SOP Plester Kompres
Lampiran 7 : SOP Pemeriksaan Suhu Aksila Lampiran 8 : Realisasi Anggaran Dana Penelitian Lampiran 9 :Master Table
Lampiran 10 : HasilOutputKarakteristik Lampiran 11 : Uji Normalitas Data Lampiran 12 : UjiPaired Sample T-Test
Lampiran 13 : Uji Beda DenganIndependent Sample T-Test Lampiran 14 : Foto Dokumentasi
Lampiran 15 : Surat Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 16 : Surat Ijin Pengumpulan Data
Lampiran 17 : Surat Rekomendasi dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Lampiran 18 : Surat Ijin Mengadakan Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa,
(18)
Lampiran 19 : Surat Keterangan Melakukan Penelitian di UPT Puskesmas Mengwi I
Lampiran 20 : Lembar Konsultasi Proposal Lampiran 21 : Lembar Konsultasi Skripsi
(19)
❂❃❄❅ ❃❆❇❈ ❉❊ ❋❃❅ ❃❉
APD : Alat Perlindungan Diri Balita : Bawah Lima Tahun BB : Berat Badan
BMR :Basal Metabolic Rate CDC :Centre of Disease Control COX-1 :Cyclooxigenase-1
COX-2 :Cyclooxigenase-2
CRC :Convention of The Rights of Child DHF :Dengue Hemorrhagic Fever E. Coli :Escherichia Coli
GI : Gastrointestinal ICU :Intensive Care Unit IGD : Instalasi Gawat Darurat IL-1 :Interleukin-1
ISK : Infeksi Saluran Kemih
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Protap : Prosedur Tetap
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
(20)
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SDKI : Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia SOP :Standart Operational Procedure
UNICEF :United Nation Children s Fund UPT : Unit Pelaksana Teknis
(21)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam merupakan suatu kondisi dimana suhu tubuh mengalami peningkatan di atas normal. Seseorang dapat dikatakan demam jika suhu tubuhnya mencapai lebih dari 37,50C. Demam pada dasarnya dapat dialami oleh seluruh kalangan usia, mulai dari bayi sampai orang lanjut usia. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya demam menunjukkan bahwa mekanisme dalam tubuh berjalan normal dalam melawan penyakit yang menimbulkan reaksi infeksi oleh virus, bakteri, jamur, atau parasit (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Alves J, Camara N, Camara C (2008), demam merupakan gejala yang paling sering muncul pada penyakit anak-anak. Kurang lebih 19% sampai 30% pasien yang datang pada kegawatdaruratan pediatrik disebabkan oleh demam. Walaupun demam menandakan bahwa fisiologis tubuh berjalan dengan baik dalam menghadapi penyakit, efek yang diberikan dianggap menganggu dan membuat resah orang tua. Karena itu, tenaga kesehatan biasanya melakukan pengobatan demam secara simtomatis. Demam juga memberikan efek psikologis kepada orang tua pasien, utamanya ibu yang akan mulai khawatir jika anaknya mulai menunjukkan tanda-tanda demam. Sikap ini kemudian disebut fobia demam (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013). Kekhawatiran ibu sebenarnya tidak sepenuhnya salah, karena terdapat beberapa efek fisiologis pada bayi dengan demam. Suhu tubuh anak lebih muda
(22)
2
berfluktuasi ketika mendapatkan paparan. Dengan sedikit paparan panas tinggi, suhu tubuh anak dapat meningkat dengan cepat. Peningkatan suhu yang terlalu tinggi inilah yang nantinya dapat menimbulkan kegawat daruratan mulai dari dehidrasi sampai kejang (Bardu TY, 2014).
Di Indonesia sudah dilakukan studi mengenai angka kejadian demam oleh Bakry B, Tumbelaka A, Chair I (2008) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pada studi tersebut mereka menggunakan rentang lama demam yaitu demam panjang, dimana demam dengan suhu tubuh di atas 380C dan menetap selama delapan hari. Pada studi mereka ditunjukkan bahwa angka kejadian demam panjang adalah 2% dari seluruh pasien yang mana mereka anggap sejalan dengan estimasi penelitian-penelitian sebelumnya. Di antara faktor penyebab demam yang ada, ditemukan bahwa 80% kejadian demam disebabkan oleh infeksi (Bakry B, Tumbelaka A, Chair I; 2008).
Penanganan yang dilakukan untuk pasien demam mencakup penanganan langsung ke arah kausa dan penanganan simtomatis. Untuk penanganan simtomatis dapat dilakukan intervensi farmakologis dan intervensi fisik (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Antipiretik merupakan golongan obat yang menjadi bentuk utama dalam intervensi farmakologis. Golongan ini bekerja dengan menginhibisi sintesis prostaglandin, dengan tujuan untuk mengurangi stimulasi set-point
temperatur di hipotalamus (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Pemberian obat antipiretik dianggap sebagai bentuk lini pertama penanganan demam. Penggunaan metode ini sangat bermanfaat untuk pasien dengan risiko, misalnya risiko kejang demam (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
(23)
3
Penggunaan antipiretik juga merupakan langkah yang diutamakan pada tingkat rumah tangga. Banyak orang tua langsung memberikan obat penurun panas karena mudahnya mencari obat-obatan antipiretik. Obat penurun panas yang biasa diberikan adalah yang berbahan dasar kimia seperti parasetamol, asam salisilat, ibuprofen, dan aspirin. Hal ini dilakukan karena dianggap praktis dan mudah. Walau demikian, penggunaan obat-obatan tentunya memiliki beberapa masalah keamanan, misalnya alergi (Rahayuningsih I, Sodikin, Yulistiani, 2013).
Selain terapi farmakologis, digunakan intervensi fisik yang salah satu contohnya adalah tepid sponging. Metode ini bekerja pada tingkat metabolik pasien yang sudah dialterasi saat ada perubahan set point. Dilihat dari sisi positifnya, metode ini cenderung lebih murah, tersedia cepat, dan mudah dipakai. Namun demikian, masih belum sepenuhnya jelas keefektifan dari penggunaan metode ini saat digabungkan dengan antipiretik umum (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Terdapat dua jenis metode kompres yang dikenal secara umum, yaitu kompres air dingin dan kompres air hangat (Susanti N, 2012). Dahulu kompres dingin merupakan pilihan, dengan anggapan bahwa suhu rendah yang dihasilkan dapat melawan suhu panas yang dihasilkan oleh tubuh. Namun seiring waktu, kompres menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena kompres dingin tidak menurunkan demam, bahkan demam cenderung naik, dan dapat juga meyebabkan anak menangis, menggigil, dan kebiruan. Dewasa ini, kompres air hangat lebih dianjurkan untuk digunakan.
Kompres air hangat menjadi lebih superior dari kompres air dingin melalui mekanisme kerja yang dimilikinya. Kompres air hangat mempengaruhi suhu
(24)
4
tubuh dengan cara memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi). Pelebaran ini nantinya akan meningkatkan aliran darah dalam tubuh. Melalui aliran darah yang lebih deras ini, sel tubuh diberikan tambahan nutrisi dan oksigen lebih. Selain itu sampah tubuh (waste product) juga lebih cepat dibuang. Peningkatan ini pada akhirnya akan mempercepat proses penyembuhan dan memberikan efek menyejukkan.
Selain dua metode kompres di atas, sekarang juga tersedia kemudahan dengan tersedianya jenis kompres yang baru, yaitu kompres plester. Kompres jenis ini mudah diperoleh di apotek dan di toko-toko sekitar rumah. Bahan utama kompres ini adalah hydrogel on polyacrylate-base dengan kandungan paraben dan mentol dengan formulasi sedemikian rupa sehingga mampu mempercepat proses pemindahan panas dari tubuh ke plester kompres. Cara penggunaannya cukup dengan menempelkan plester di bagian tubuh tertentu seperti dahi, ketiak, dan lipatan paha. Ketiga area tersebut merupakan letak pembuluh besar di tubuh. Berdasarkan studi oleh Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M (2013), kompres plester masih lebih inferior dibandingkan bentukan kompres hangat dalam hal kecepatan penurunan suhu (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
Beberapa penelitian yang dilakukan untuk melihat efektivitas penurunan demam dengan menggunakan tepid sponging dan kompres hangat terlihat beberapa kebaikan. Perbedaan dari tepid sponging dan kompres hangat terletak pada adanya penyekaan tubuh di tepid sponging, sehingga pada rancangan penelitian kali ini, peneliti berniat untuk membandingkan efektifitas antara penggunaan tepid sponging dengan kompres plester. Penelitian akan dilakukan di UPT Puskesmas
(25)
5
Mengwi I. Pada studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada lokasi tersebut, ditemukan bahwa tujuh dari sepuluh ibu yang mengantar anaknya ke puskesmas karena adanya keluhan demam, mengatakan bahwa mereka cukup terganggu dengan efek yang ditimbulkan akibat demam pada anak (menangis, tidak mau makan, tampak lesu). Sebanyak enam dari sepuluh ibu mengatakan bahwa tindakan pertama yang mereka lakukan setelah mengetahui anaknya mengalami demam adalah memberikan obat golongan antipiretik. Menurut mereka, jika ditemukan demam tidak turun, mereka baru akan membawa anak mereka ke pusat pelayanan kesehatan terdekat. Sisanya melakukan tindakan berupa pemberian kompres dengan menggunakan air hangat, dingin, dan beberapa tindakan yang dipercaya mampu menurunkan demam, seperti pemijatan dengan menggunakan bawang merah dan minyak kelapa. Kompres yang dilakukan oleh merekapun diketahui menggunakan air hangat dan air dingin di mana kompres diletakkan sebagian besar pada dahi dan perut. Sehingga penelitian kali ini dilaksanakan di Puskesmas karena Puskesmas adalah lini pertama pemberian pelayanan kesehatan pada masyarakat, di mana demam adalah salah satu gejala yang sering tampak.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dikaji pada penelitian ini adalah berapa besarkah efektifitas penggunaan tepid sponging dan plester kompres?
(26)
6
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini terbagi dalam tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:
1.3.1 Tujuan umum:
Mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan tepid sponging dengan plester kompres terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam di UPT Puskesmas Mengwi I.
1.3.2 Tujuan khusus:
1. Mengidentifikasi karakteristik anak dengan demam di UPT Puskesmas Mengwi I.
2. Mengidentifikasi suhu tubuh sebelum dilakukan pemberian intervensi
tepid sponging dan kompres plester.
3. Mengidentifikasi suhu tubuh setelah dilakukan pemberian intervensi
tepid sponging dan kompres plester.
4. Menganalisis perbedaan efektivitas penggunaan tepid sponging dengan plester kompres terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam.
(27)
7
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan anak mengenai efektivitas terapi tepid sponging dan plester kompres terhadap penurunan suhu tubuh anak dengan demam.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi bagi praktisi kesehatan tentang salah satu alternatif terapi dalam menurunkan suhu tubuh bagi pasien yang mengalami demam di pelayanan kesehatan.
2. Diharapkan penelitian ini dapat membantu orang tua untuk mengetahui penanganan pada anak dengan demam pada tatanan rumah tangga.
(28)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Suhu Tubuh dan Pengaturan Suhu
2.1.1 Suhu tubuh normal
Normalnya, suhu yang mengatur bagian dalam tubuh (suhu inti), berada pada suhu konstan yaitu sekitar 0,60C dari hari ke hari, namun terdapat pengecualian yaitu apabila seseorang sedang mengalami demam. Menurut Guyton, Arthur C., Hall, John E (2006), tidak ada ketetapan mengenai suhu inti normal karena pengukuran suhu tubuh pada orang dalam keadaan sehat menunjukkan rentang suhu yang berkisar dari dibawah 360C sampai lebih dari 370C melalui pengukuran per oral, dan lebih tinggi kira-kira 0,60C bila diukur per rektal.
2.1.2 Pembentukan panas
Pembentukan panas merupakan hasil utama dari proses metabolisme. Faktor-faktor yang memengaruhi laju pembentukan panas atau yang disebut dengan laju metabolisme antara lain: (1) laju metabolisme basal sel tubuh, (2) laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot, (3) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin terhadap sel, (4) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan simpatis terhadap sel, (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri (terutama bila suhu di dalam sel meningkat), (6) metabolisme tambahan yang diperlukan untuk
(29)
9
pencernaan, absorpsi, dan penyimpanan makanan (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
2.1.3 Kehilangan panas
Laju hilangnya panas hampir seluruhnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu kecepatan panas yang dapat dikonduksi dari tempat asal panas dihasilkan, yakni dari dalam inti tubuh ke kulit, dan seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari kulit ke lingkungan (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006). Seperti halnya arus listrik yang memiliki insulator sebagai material yang menghambat konduksi listrik, tubuhpun memiliki insulator (penyekat) terhadap aliran panas sehingga suhu internal tubuh dapat dipertahankan. Dalam hal ini kulit, jaringan subkutan, dan terutama lemak di jaringan subkutan bekerja secara bersama-sama sebagai insulator panas tubuh. Daya penyekatan yang terletak dibawah kulit merupakan alat yang efektif untuk mempertahankan suhu inti tetap normal, meskipun dapat juga memungkinkan agar suhu kulit dapat mendekati suhu lingkungan.
Penyalur panas yang efektif dalam tubuh adalah darah, dalam hal ini aliran darah yang diatur oleh pembuluh darah. Bagian penting dalam penyaluran panas ini adalah pleksus venosus yang mendapatkan suplai dari aliran darah kapiler kulit. Kecepatan aliran darah ke dalam pleksus venosus bervariasi dari beberapa persen di atas nol sampai dengan 30% dari total curah jantung (cardiac output). Efisiensi dari konduksi panas berbanding lurus dengan kecepatan aliran darah pada kulit. Dengan kata lain, semakin cepat aliran darah, maka akan semakin efisien pula
(30)
10
konduksi panas dari inti tubuh. Namun hal inipun tetap memiliki batas. Dapat dikatakan bahwa kulit merupakan pengatur radiator panas, dan aliran darah ke kulit adalah mekanisme penyaluran panas dari inti tubuh yang efektif, sebagaimana dituliskan oleh Guyton, Arthur C., Hall, John E (2006). Aliran darah ini kemudian diatur lagi oleh vasokonstriksi yang hampir seluruhnya diatur oleh saraf simpatis.
Panas yang sudah disalurkan ke kulit kemudian dialirkan lagi ke lingkungan. Mekanisme pengaliran panas ini dijelaskan melalui mekanisme fisika dasar yaitu radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Radiasi adalah transfer panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lainnya tanpa kontak langsung antara keduanya. Panas pada 85% area luas permukaan tubuh diradiasikan ke lingkungan. Panas dapat dihilangkan melalui radiasi dengan membuka baju atau selimut. Konduksi adalah transfer panas dari dan melalui kontak langsung antara dua objek. Benda padat, cair, dan gas mengonduksi panas melalui kontak. Penggunaan bungkusan es atau memandikan klien dengan kain dingin akan meningkatkan kehilangan panas konduktif. Konveksi adalah transfer panas melalui gerakan udara, contohnya adalah penggunaan kipas angin. Kehilangan panas konvektif meningkat jika kulit yang lembab terpapar dengan udara yang bergerak. Evaporasi adalah transfer energi panas saat cairan berubah menjadi gas (Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010).
(31)
11
2.1.4 Pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak di hipotalamus. Agar mekanisme umpan balik ini dapat berlangsung, harus juga tersedia pendetektor suhu untuk menentukan kapan suhu tubuh menjadi sangat panas atau sangat dingin (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
2.1.5 Konsep “Set-Point” untuk pengaturan suhu
Berdasarkan studi yang ada, ditemukan bahwa pada suhu tertentu, akan terjadi perubahan kecepatan dan perbandingan antara pembentukan dan kehilangan panas. Contohnya, pada suhu di atas 37,10C, panas akan lebih cepat menghilang dari pada terbentuk. Pada kasus ini 37,10C disebut suhu kritis, atau pada topik kali
ini disebut set-point pada mekanisme pengaturan suhu. Mekanisme di sini adalah segala segala bentuk mekanisme pengaturan suhu tubuh agar kembali mendekati
set-point.
Jika dihubungkan dengan fisiologis tubuh,mekanisme ini terkait dengan umpan balik negatif. Dalam hal pengaturan suhu tubuh, suhu inti tubuh dijaga agar perubahan suhu inti seminimal mungkin walaupun suhu lingkungan berubah. Studi menemukan bahwa suhu tubuh manusia berubah 10C untuk setiap
perubahan 250C sampai 300C suhu lingkungan (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
Set-point ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah. Ia juga ditentukan oleh derajat aktivitas reseptor suhu panas pada area preoptik-hipotalamus anterior. Bila
(32)
12
suhu kulit tinggi, maka pengeluaran keringat akan dimulai pada set-point yang lebih rendah. Karena itulah, saat suhu kulit tinggi, maka set-point akan turun dan sebaliknya.
2.1.6 Suhu Tubuh Abnormal
Suhu tubuh memiliki tingkat abnormalitasnya sendiri, baik terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Demam adalah kondisi di mana suhu tubuh menjadi lebih tinggi, dan disebabkan baik oleh kesalahan pengaturan di otak, ataupun adanya infiltrasi toksik yang mempengaruhi suhu tubuh. Demam dapat disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan heatstroke sebagai puncaknya karena adanya pajanan dari lingkungan, di mana suhu tubuh mencapai 1050F-1080F. Gejala yang paling sering adalah pusing, mual muntah, delirium, dan bahkan kehilangan kesadaran. Efek lanjut dari peningkatan suhu tubuh adalah kerusakan parenkimatosa sel, terutama di otak. Jika hal ini terjadi, sel tersebut sulit bahkan tidak bisa digantikan.
Sementara pada kondisi di mana tubuh terpapar pada suhu dingin, dapat terjadi henti jantung atau fibrilasi. Pengaturan suhu juga dapat terganggu apabila kecepatan pembentukan panas turun sampai dua kali lipat atau lebih. Apabila suhu tubuh sudah terlalu rendah atau terpajan suhu yang terlalu rendah, maka akan tercipta kristal es di dalam dan menyebabkan frostbite. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sirkulasi permanen (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
(33)
13
2.2 Konsep Demam
2.2.1 Definisi demam
Demam atau yang disebut juga hipertermia adalah gejala medis yang umum ditemukan yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas batas normal (suhu normal adalah 36,50C-37,50C) yang berhubungan dengan peningkatan set point
pusat pengaturan regulasi temperatur. Peningkatan set point akan memicu kenaikan tonus otot dan menggigil. Kenaikan suhu tubuh umumnya akan diikuti dengan perasaan dingin, dan akan merasa hangat saat suhu tubuh yang baru tercapai. Demam merupakan salah satu respon imun tubuh yang berusaha menetralkan infeksi bakteri maupun virus. Demam dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, dan demam pada anak umumnya disebabkan oleh mikroba yang dapat dikenali dan demam dapat menghilang sesudah masa yang singkat (Avner JR, 2009).
2.2.2 Epidemiologi demam
Demam merupakan salah satu keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua saat membawa anaknya ke tenaga kesehatan. Terlepas dari penyakit utamanya, demam biasanya muncul sebagai manifestasi awal suatu penyakit, terutama penyakit infeksi (Rahayuningsih I, Sodikin, Yulistiani M; 2013). Salah satu studi menyebutkan bahwa angka kejadian demam bervariasi dari 19% hingga 30%. (Alves J, Camara N, Camara C; 2008). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sendiri ditemukan bahwa angka kejadian demam adalah sekitar 2% (Bakry B, Tumbelaka A, Chair I; 2008).
(34)
14
Studi terkait epidemiologi demam memang masih sangat bervariasi karena demam dianggap sebagai temuan biasa, dan bukanlah sebuah temuan spesifik. Namun studi lebih dalam mengenai angka kejadian demam dilakukan oleh Limper M et. al (2011) selama setahun pada Instalasi Gawat Darurat (IGD) slama satu tahun di Slotervaart Hospital. Dibahas bahwa demam adalah kejadian ketiga paling banyak saat pasien memasuki IGD. Pada bagian non-bedah, angka konsultasi karena demam mencapai angka 30%. Studi yang mereka lakukan adalah menggunakan seluruh pasien yang datang dengan keluhan demam. Pada studi mereka, ditemukan bahwa terdapat 213 pasien yang datang dengan keluhan demam dalam setahun. 87,8% di antaranya dirawat di RS, 4,2% meninggal setelah 30 hari follow-up, dan 8,5% pasien diadmisikan ke Intensive Care Unit (ICU) (Limper M et. al, 2011).
Untuk di Indonesia sendiri, belum ditemukan angka pasti mengenai kejadian demam, namun dapat dilihat berdasarkan penyakit-penyakit yang memberikan investasi klinis berupa demam. Misalnya saja pada demam dengue, angka demam yang dapat terjadi karenanya mencapai angka 112.511 pasien dalam setahun (Kemenkes, 2014)
2.2.3 Etiologi demam
Demam merupakan gejala yang muncul karena adanya berbagai macam reaksi yang timbul pada tubuh, dan menandakan bahwa tubuh melakukan perlawanan terhadap suatu penyakit. Namun berbagai penelitian setuju bahwa penyebab terbesar adalah infeksi. Penelitian di RSCM menemukan bahwa angka kejadian
(35)
15
demam yang diakibatkan oleh infeksi mencapai angka 80%, sedangkan sisanya adalah karena kolagen-vaskular sebanyak 6%, dan penyakit keganasan sebanyak 5%. Untuk penyakit infeksi karena bakteri mencakup tuberkulosis, bakteremia, demam tifoid, dan infeksi saluran kemih (ISK) sebagai penyebab tertinggi (Bakry B, Tumberlaka A, Chair I; 2008).
Dalam studi yang dilakukan oleh Limper M et. al (2011), mereka mendapatkan temuan yang sama seperti studi yang dilakukan di RSCM. Ditemukan bahwa infeksi merupakan penyebab demam terbanyak. Hal ini sudah dipastikan melalui kultur darah. Ditemukan bahwa bakteri yang ditemukan paling banyak adalah bakteri gram positif dengan infeksi saluran pernafasan atas dan bawah sebagai diagnosis terbanyak. Untuk bakteri gram-negatif sendiri lebih cenderung menyebabkan bakteremia, atau dengan kata lain memberikan infeksi sistemik. Hanya satu dari dua puluh pasien yang ditemukan dengan demam selain karena infeksi (Limper M et. al, 2011). Penyebab demam paling non-infeksi yang dapat ditemukan adalah demam karena kanker melalui jalur tumor, alergi, dan transfusi darah (Dalal S, Donna S, Zhukovsky; 2006).
2.2.4 Mekanisme terjadinya demam
Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan demam. Pemecahan protein dan beberapa substansi lainnya seperti toksin liposakarida yang dilepaskan dari sel membran bakteri. Perubahan yang terjadi adalah peningkatan set-point meningkat. Segala sesuatu yang menyebabkan kenaikan set-point ini kemudian dikenal dengan sebutan pyrogen. Saat set-point jadi lebih tinggi dari normal, tubuh akan
(36)
16
mengeluarkan mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh, termasuk konservasi panas dan produksi panas. Dalam hitungan jam, suhu tubuh akan mendekati set-point.
Awal mula pyrogen dilepaskan adalah saat terjadi pemecahan bekateri di jaringan atau di darah melalui mekanisme pagositosis oleh leukosit, makrofag, dan large granular killer lymphocytes. Ketiga sel tersebut akan melepaskan sitokin setelah melakukan pencernaan. Sitokin adalah sekelompok peptide signalling molecule. Sitokin yang paling berperan dalam menyebabkan demam adalah interleukin-1 (IL-1) atau disebut juga endogenous pyrogen. IL-1 dilepaskan oleh makrofag, dan sesaat setelah mencapai hyphothalamus, mereka akan mengaktivasi proses yang menyebabkan demam (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006).
Cyclooxigenase-2 (COX-2) adalah enzim yang membantu mekanisme kerja pirogen endogen untuk membentuk prostaglandin E2 (Guyton, Arthur C., Hall, John E; 2006). COX-2 dianggap sebagai sitokin proinflamatori. Prostaglandin bekerja dengan mengaktivasi termoregulasi neuron hypothalamic anterior dan menaikkan suhu tubuh. Rute utama dari sitokin untuk mempengaruhi
hyphothalamus adalah melalui rute vagal. Saat set-point meningkat, maka akan terjadi dua hal yang menginduksi demam. Yang pertama adalah konservasi panas yang terjadi melalui vasokonstriksi, dan yang kedua adalah produksi panas melalui kontraksi otot secara involunter (Dalal S, Donna S, Zhukovsky; 2006).
(37)
17
2.2.5 Klasifikasi demam
Demam dapat diklasifikasikan melalui dua hal. Pertama adalah demam berdasarkan penyebabnya, dan kedua adalah demam berdasarkan polanya. Kedua cara pengklasifikasian ini tidak hanya terbatas pada demam anak, namun juga demam pada umumnya. Berdasarkan penyebabnya, demam dapat diklasifikasikan sebagai demam karena infeksi bakteri, demam karena virus, dan karena adanya parasit (Jupiter Infomedia, 2014). Sementara demam berdasarkan polanya dapat dibagi menjadi demam demam remiten, demam intermiten, demam rekuren, demam undulan, demam septik, demam pel ebstein, dan demam tingkat rendah (Singh A, 2008).
Ciri dari demam karena infeksi bakteri adalah suhu yang tinggi kemudian diikuti oleh adanya sputum. Pada infeksi saluran pernapasan, dapat terlihat pula adanya kesulitan bernafas, sedangkan infeksi pada saluran perkemihan dapat menyebabkan demam tinggi dan menggigil. Demam yang disebabkan oleh virus memiliki penyebab yang bermacam tergantung penyebabnya seperti dengue, chikunguniya, dan typhoid (Jupiter Infomedia, 2014).
Demam yang diklasifikasikan berdasarkan polanya lebih berfokus pada waktu awitan, fluktuasi suhu, dan durasi demam. Pada demam remiten, suhu tubuh berfluktuasi lebih dari 10C selama 24 jam setiap harinya, sementara demam
berkepenjangan adalah lawan dari remiten di mana demam berfluktuasi tidak lebih dari 10C selama 24 jam setiap harinya. Jika suhu tubuh turun dan kembali menjadi normal maka dia disebut demam intermiten (Singh A, 2008).
(38)
18
Ada kalanya di mana demam datang dan pergi, atau ada pola bergantian antara demam dan tidak demam. Demam seperti ini disebut demam rekuren. Kombinasi dari demam berkepanjangan dan rekurensi disebut demam undulan. Pada demam ini, akan terdapat periode di mana pasien mengalami demam, kemudian hilang, kemudian demam muncul kembali (Singh A, 2008).
2.2.6 Penanganan demam
Demam adalah suatu gejala yang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien. Karena itulah penanganan demam diperlukan. Penanganan demam dapat dilakukan dengan jalan medikamentosa, maupun melalui cara fisik, di mana pengobatan dapat pula mengarah ke arah kausatif ataupun simtomatis. Obat-obatan yang dipilih untuk menurunkan demam adalah obat yang memiliki efek antipiretik (menurunkan panas) dan biasanya disertai efek analgesic (menurunkan nyeri) (Susanti N, 2012).
2.3 Konsep Anak
2.3.1 Definisi anak
Pengertian anak telah ditegaskan pada UU RI Nomer 23 tahun 2002, bab I pasal I, dimana dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal ini senada dengan yang tertulis pada artikel nomer satu Convention on The Rights of Child (CRC) yang diadakan oleh United Nation Children’s Fund (UNICEF) pada tahun 1989 yang
(39)
19
mendefinisikan anak sebagai seseorang di bawah 18 tahun kecuali diatur berbeda pada masing-masing negara (UNICEF, 1989).
2.3.2 Ciri-ciri anak
Anak-anak memiliki perbedaan dari orang dewasa dari fungsi fisiologis, anatomi, dan kebutuhan-kebutuhannya. Pada dasarnya anak memiliki kebutuhan yang lebih spesifik dan kompleks untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Selain itu mereka memiliki anatomi dan fungsi fisiologis yang belum berkembang sepenuhnya. Berkaitan dengan penelitian penulis, hal yang perlu digaris bawahi dan dikaji lebih jauh adalah kebutuhan anak yaitu kebutuhan untuk mengatur suhu tubuh dengan tepat. Individu yang tinggal di daerah dengan suhu rendah tanpa dilindungi oleh pakaian hangat tidak akan tumbuh dengan baik dikarenakan energi yang mereka peroleh dari makanan dikonversikan menjadi panas, sehingga hanya menyisakan sedikit kalori untuk pertumbuhan jaringan.
Nilai set point normal pada anak merefleksikan basal metabollic rate (BMR) yang berkurang seiring dengan pertumbuhan anak. Suhu tubuh anak lebih tinggi saat dia berusia tiga bulan (37,50C) dibandingkan ketika mereka sudah berusia 13
tahun (36,60C). Anak juga memiliki mudah mengalami fluktuasi temperatur karena tingginya produksi panas per kilogram BB (berat badan) mereka. Dibandingkan orang dewasa, paparan infeksi pada anak menyebabkan peningkatan panas yang lebih tinggi dan cepat. Semakin kecil seorang anak, semakin besar luas permukan untuk kehilangan panas sehubungan dengan panas tubuh. Mereka akan lebih mudah kedinginan dibandingkan anak seusianya yang
(40)
20
lebih memiliki lemak sebagai insulasi di lapisan bawah kulit mereka (MacGregor J, 2008).
2.3.3 Penyakit yang sering dialami anak
Walaupun banyak penyakit anak yang besifat genetik ataupun kongeital, penyakit yang paling sering dialami anak adalah communicable disease. Masa anak-anak disebut sebagai masa bermain. Ketika anak bermain dalam grup inilah, terdapat kemungkinan untuk perpindahan penyakit dari satu anak ke yang lainnya. Secara jumlah, sebenarnya ada hampir 30 penyakit yang sering dialami anak. Namun jika digolongkan dalam kelompok besar, penyakit yang sering dialami anak dapat dibagi menjadi: a) disebarkan dari kontak orang ke orang, b) infeksi gastrointestinal (GI), dan c) kelainan kulit.
Penyakit yang umum ditemukan pada anak karena adanya kontak dari orang ke orang adalah cacar air, yang juga menunjukkan demam pada prosesnya. Penyakit menular dari orang ke orang lainnya yang sering dialami anak adalah influenza. Dari bagian infeksi GI, yang paling sering menyerang adalah diare yang disebabkan oleh escherichia coli (e. coli) di mana anak juga menunjukkan demam. Anak yang juga sering jajan sembarangan juga memiliki resiko untuk terserang bakteri salmonella. Untuk kelainan kulit, jarang ada yang menunjukan manifestasi demam (British Columbia Ministry of Health, 2001).
(41)
21
2.3.4 Efek dari demam pada anak
Kecilnya permukaan tubuh pada anak dibandingkan orang dewasa menyebabkan peningkatan suhu tubuh dapat berpengaruh pada fisiologis organ tubuhnya. Selain itu karena belum matangnya mekanisme pengaturan suhu tubuh anak sehingga perubahan suhu dapat terjadi dengan drastis. Peningkatan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kegawatdaruratan berupa dehidrasi, letargi, penurunan nafsu makan, asupan nutrisi berkurang, dan kejang yang dapat mengacam kelangsungan hidup anak (Bardu TY, 2014).
Ketika suhu tubuh mencapai lebih dari 390C meningkatkan produksi sel darah putih sehingga akan menambah sistem imunitas. Peningkatan suhu tubuh pada akhirnya juga dapat menekan pertumbuhan bakteri. Meskipun demam adalah pertanda baik dari tubuh, namun orang tua juga sering kali takut ketika anak mengalami demam (Nelson WE, 2011).
2.4 Tepid Sponging
2.4.1 Definisi
Tepid sponge adalah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besarsuperficial dengan teknik seka. Pemilihan tepid sponge sebagai terapi selain dapat menurunan suhu tubuh, tetapi juga mampu mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh penyakit (Wong DL & Wilson D, 1995).
(42)
22
2.4.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh pada anak yang sedang mengalami demam. Menurut Wong DL & Wilson D (1995) manfaat dari pemberian tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam.
2.4.3 Teknik tepid sponging
Teknik yang digunakan dalam tepid sponging dibagi menjadi dua yaitu persiapan dan pelaksanaan. Tahap persiapan adalah tahap dimana peneliti mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam tahap pelaksanaan. Alat dan bahan yang dibutuhkan meliputi handuk/sapu tangan, selimut, baju mandi (jika ada), perlak,
handschoen, termometer aksila, termometer rektal, dan mangkuk yang berisi air hangat.
Tahap pelaksanaan dimulai dengan mengkaji kembali kondisi klien, menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan kepada klien, membawa peralatan ke dekat klien, mencuci tangan, menjaga privacy klien, mengatur posisi klien, menempatkan perlak dibawah klien, memakai sarung tangan, membuka pakaian atas klien dengan hati-hati, mengisi baskom dengan air hangat (suhu 280C-320C),
memasukkan handuk atau sapu tangan ke dalam bak yang berisi air hangat, memeras handuk atau sapu tangan dan menempatkannya di leher, ketiak, dan selangkangan. Langkah selanjutnya adalah mengusap bagian ekstremitas klien selama lima menit dan kemudian bagian punggung klien selama 5-10 menit.
(43)
23
Lakukan monitor respon klien selama tindakan. Setelah selesai, ganti pakaian klien dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, ganti sprai (bila diperlukan), dan rapikan alat dan bahan yang digunakan selama proses (Hamid MA, 2011).
2.4.4 Mekanisme kerja
Pada dasarnya, mekanisme kerja dari tepid sponging sama dengan kompres hangat pada umumnya, namun dengan teknik yang sedikit dimodifikasi. Ketika pasien diberikan kompres hangat, maka akan ada penyaluran sinyal ke
hypothalamus yang memulai keringat dan vasodilatasi perifer. Karena itulah
blocking dilakukan pada titik-titik yang secara anatomis dekat dengan pembuluh besar. Vasodilatasi inilah yang menyebabkan peningkatan pembuangan panas dari kulit (Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010).
2.4.5 Prosedur kerja
1. Pakai sarung tangan
2. Bantu klien untuk membuka pakaian
3. Mengisi baskom dengan air hangat (suhu air 280C-320C)
4. Masukkan handuk kecil atau saputangan ke dalam baskom, kemudian peras.
5. Letakkan handuk atau saputangan pada leher, ketiak, dan selangkangan klien, tunggu selama maksimal 10 menit (atau sampai suhu pada handuk atau saputangan menurun), lakukan selama tiga periode.
(44)
24
6. Usap bagian ekstrimitas klien selama lima menit dan dilanjutkan dengan mengusap bagian punggung klien selama 5-10 menit. Pengusapan dilakukan dari bagian atas menuju bawah (ekstrimitas dan punggung) 7. Monitor respon klien selama dilakukan tindakan
8. Pakaikan klien pakaian yang tipis (yang telah disiapkan) dan mudah menyerap keringat.
9. Ganti sprei (bila diperlukan)
10.Ambil perlak dan rapikan alat-alat yang digunakan (Hamid MA, 2011)
2.5 Plester Kompres 2.5.1 Definisi
Alternatif lain dalam melakukan metode fisik untuk menurunkan demam adalah dengan menggunakan kompres plester yang banyak dijual di minimarket dan apotek. Kompres plester adalah kompres demam dengan hydrogel on polyacrylate-base yang memberikan efek pendinginan alami. Untuk mempercepat proses pemindahan panas dari tubuh ke plester, pleter juga memiliki kandungan paraben dan mentol (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
2.5.2 Mekanisme kerja
Pada dasarnya, mekanisme kerja kompres plester tidaklah terlalu berbeda dengan kompres hangat atau tepid sponging. Titik-titik penempelan kompres plester dengan tepid sponging adalah sama yaitu titik di mana dapat ditemukan pembuluh
(45)
25
darah besar seperti dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres plester juga dapat membantu untuk vasodilatasi pembuluh darah perifer dan membuka pori-pori sehingga panas dapat ditransmisikan (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
2.5.3 Prosedur kerja
1. Memakai sarung tangan
2. Bersihkan bagian tubuh klien yang akan ditempelkan plester kompres 3. Buka kemasan plester kompres
4. Potong plester kompres dengan gunting sesuai ukuran yang diperlukan 5. Lepaskan lapisan transparan
6. Tempelkan plester kompres (daerah yang melekat) pada bagian tubuh klien (dahi)
7. Rapikan alat-alat yang digunakan
(Hisamitsu Pharmaceutical Co., Inc. Japan Saga Tosu)
2.6 Antipiretik 2.6.1 Definisi
Antipiretik merupakan obat penurun suhu tubuh dimana antipiretik dibagi menjadi dua golongan, yaitu nonsteroid dan steroid. Obat nonsteroid seperti asetaminofen, dan ketorolac mampu menurunkan suhu tubuh dengan cara meningkatkan kehilangan panas. Sedangkan obat steroid menurunkan demam dengan memodifikasi sistem imun dan menyembunyikan tanda infeksi. Sehingga penanganan demam menggunakan steroid tidak disarankan, namun dapat
(46)
26
diberikan untuk menekan demam yang terjadi akibat pirogen (Potter, P.A., Perry, A.G, 2010).
2.6.2 Mekanisme Kerja
Terdapat berbagai macam pilihat obat dengan efek antipiretik yang dapat diberikan untuk pasien demam. Asetaminofen, yang merupakan metabolit aktif fenasetin, memiliki efek analgesik dan juga supresi enzim. Enzim yang disupresi adalah COX-1 (cyclooksigenase-1) dan COX-2. Namun demikian obat ini hanya memberikan inhibisi lemah tanpa efek anti-inflamasi yang signifikan (Katzung, 2006). Obat ini rata-rata memiliki half-life 1-4 jam (Macintry PE, Schug SA, Scott DA, Visser EJ, Walker SM; 2010).
Karena lemahnya efek anti-inflamasi dari asetaminofen, obat ini tidak disarankan untuk obat-obat seperti rheumatoid arthritis, walaupun masih dapat digunakan sebagai terapi kombinasi dengan obat lain sebagai analgesik.
2.7 Perbedaan Efektivitas Penggunaan Tepid Sponging dan Plester Kompres
Studi yang menunjukkan efektifitas penggunaan tepid sponging tunggal adalah studi oleh Purwanti S dan Winarsih NA (2008) di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) dr. Moewardi Surakarta. Studi mereka menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penurunan suhu tubuh dengan pemberian tepid sponging. Pada penelitian mereka, rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan intervensi adalah 38,90C, sedangkan setelah diberikan intervensi, rata-rata suhu tubuh sample
(47)
27
adalah 37,90C atau mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 10C. Terdapat rentang waktu tertentu di mana tepid sponging memberikan penurunan suhu yang paling efektif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rentang waktu terbaik kerja tepid sponging adalah selama 15-30 menit awal pemberian, dalam tiga kali pergantian handuk yang digunakan dalam tepid sponging (Thomas S, Vijaykumar C, Moses PD, Bantonisamy. 2009; Alves J, Camara N, Camara C. 2008).
Walaupun memiliki mekanisme yang sama seperti tepid sponging, namun demikian studi terdahulu oleh Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M (2013) menunjukkan bahwa kompres plester masih lebih inferior dibandingkan dengan kompres hangat. Penurunan panas dengan menggunakan kompres plester menunjukkan angka 0,130C.
(1)
2.4.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh pada anak yang sedang mengalami demam. Menurut Wong DL & Wilson D (1995) manfaat dari pemberian tepid sponge adalah menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman, mengurangi nyeri dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari demam.
2.4.3 Teknik tepid sponging
Teknik yang digunakan dalam tepid sponging dibagi menjadi dua yaitu persiapan dan pelaksanaan. Tahap persiapan adalah tahap dimana peneliti mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam tahap pelaksanaan. Alat dan bahan yang dibutuhkan meliputi handuk/sapu tangan, selimut, baju mandi (jika ada), perlak, handschoen, termometer aksila, termometer rektal, dan mangkuk yang berisi air hangat.
Tahap pelaksanaan dimulai dengan mengkaji kembali kondisi klien, menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan kepada klien, membawa peralatan ke dekat klien, mencuci tangan, menjaga privacy klien, mengatur posisi klien, menempatkan perlak dibawah klien, memakai sarung tangan, membuka pakaian atas klien dengan hati-hati, mengisi baskom dengan air hangat (suhu 280C-320C), memasukkan handuk atau sapu tangan ke dalam bak yang berisi air hangat, memeras handuk atau sapu tangan dan menempatkannya di leher, ketiak, dan selangkangan. Langkah selanjutnya adalah mengusap bagian ekstremitas klien selama lima menit dan kemudian bagian punggung klien selama 5-10 menit.
(2)
Lakukan monitor respon klien selama tindakan. Setelah selesai, ganti pakaian klien dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat, ganti sprai (bila diperlukan), dan rapikan alat dan bahan yang digunakan selama proses (Hamid MA, 2011).
2.4.4 Mekanisme kerja
Pada dasarnya, mekanisme kerja dari tepid sponging sama dengan kompres hangat pada umumnya, namun dengan teknik yang sedikit dimodifikasi. Ketika pasien diberikan kompres hangat, maka akan ada penyaluran sinyal ke hypothalamus yang memulai keringat dan vasodilatasi perifer. Karena itulah blocking dilakukan pada titik-titik yang secara anatomis dekat dengan pembuluh besar. Vasodilatasi inilah yang menyebabkan peningkatan pembuangan panas dari kulit (Potter, Patricia A., Perry, Anne G; 2010).
2.4.5 Prosedur kerja 1. Pakai sarung tangan
2. Bantu klien untuk membuka pakaian
3. Mengisi baskom dengan air hangat (suhu air 280C-320C)
4. Masukkan handuk kecil atau saputangan ke dalam baskom, kemudian peras.
5. Letakkan handuk atau saputangan pada leher, ketiak, dan selangkangan klien, tunggu selama maksimal 10 menit (atau sampai suhu pada handuk atau saputangan menurun), lakukan selama tiga periode.
(3)
6. Usap bagian ekstrimitas klien selama lima menit dan dilanjutkan dengan mengusap bagian punggung klien selama 5-10 menit. Pengusapan dilakukan dari bagian atas menuju bawah (ekstrimitas dan punggung) 7. Monitor respon klien selama dilakukan tindakan
8. Pakaikan klien pakaian yang tipis (yang telah disiapkan) dan mudah menyerap keringat.
9. Ganti sprei (bila diperlukan)
10.Ambil perlak dan rapikan alat-alat yang digunakan (Hamid MA, 2011)
2.5 Plester Kompres 2.5.1 Definisi
Alternatif lain dalam melakukan metode fisik untuk menurunkan demam adalah dengan menggunakan kompres plester yang banyak dijual di minimarket dan apotek. Kompres plester adalah kompres demam dengan hydrogel on polyacrylate-base yang memberikan efek pendinginan alami. Untuk mempercepat proses pemindahan panas dari tubuh ke plester, pleter juga memiliki kandungan paraben dan mentol (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
2.5.2 Mekanisme kerja
Pada dasarnya, mekanisme kerja kompres plester tidaklah terlalu berbeda dengan kompres hangat atau tepid sponging. Titik-titik penempelan kompres plester dengan tepid sponging adalah sama yaitu titik di mana dapat ditemukan pembuluh
(4)
darah besar seperti dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres plester juga dapat membantu untuk vasodilatasi pembuluh darah perifer dan membuka pori-pori sehingga panas dapat ditransmisikan (Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M; 2013).
2.5.3 Prosedur kerja
1. Memakai sarung tangan
2. Bersihkan bagian tubuh klien yang akan ditempelkan plester kompres 3. Buka kemasan plester kompres
4. Potong plester kompres dengan gunting sesuai ukuran yang diperlukan 5. Lepaskan lapisan transparan
6. Tempelkan plester kompres (daerah yang melekat) pada bagian tubuh klien (dahi)
7. Rapikan alat-alat yang digunakan
(Hisamitsu Pharmaceutical Co., Inc. Japan Saga Tosu)
2.6 Antipiretik 2.6.1 Definisi
Antipiretik merupakan obat penurun suhu tubuh dimana antipiretik dibagi menjadi dua golongan, yaitu nonsteroid dan steroid. Obat nonsteroid seperti asetaminofen, dan ketorolac mampu menurunkan suhu tubuh dengan cara meningkatkan kehilangan panas. Sedangkan obat steroid menurunkan demam dengan memodifikasi sistem imun dan menyembunyikan tanda infeksi. Sehingga penanganan demam menggunakan steroid tidak disarankan, namun dapat
(5)
diberikan untuk menekan demam yang terjadi akibat pirogen (Potter, P.A., Perry, A.G, 2010).
2.6.2 Mekanisme Kerja
Terdapat berbagai macam pilihat obat dengan efek antipiretik yang dapat diberikan untuk pasien demam. Asetaminofen, yang merupakan metabolit aktif fenasetin, memiliki efek analgesik dan juga supresi enzim. Enzim yang disupresi adalah COX-1 (cyclooksigenase-1) dan COX-2. Namun demikian obat ini hanya memberikan inhibisi lemah tanpa efek anti-inflamasi yang signifikan (Katzung, 2006). Obat ini rata-rata memiliki half-life 1-4 jam (Macintry PE, Schug SA, Scott DA, Visser EJ, Walker SM; 2010).
Karena lemahnya efek anti-inflamasi dari asetaminofen, obat ini tidak disarankan untuk obat-obat seperti rheumatoid arthritis, walaupun masih dapat digunakan sebagai terapi kombinasi dengan obat lain sebagai analgesik.
2.7 Perbedaan Efektivitas Penggunaan Tepid Sponging dan Plester Kompres
Studi yang menunjukkan efektifitas penggunaan tepid sponging tunggal adalah studi oleh Purwanti S dan Winarsih NA (2008) di RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) dr. Moewardi Surakarta. Studi mereka menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penurunan suhu tubuh dengan pemberian tepid sponging. Pada penelitian mereka, rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan intervensi adalah 38,90C, sedangkan setelah diberikan intervensi, rata-rata suhu tubuh sample
(6)
adalah 37,90C atau mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 10C. Terdapat rentang waktu tertentu di mana tepid sponging memberikan penurunan suhu yang paling efektif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rentang waktu terbaik kerja tepid sponging adalah selama 15-30 menit awal pemberian, dalam tiga kali pergantian handuk yang digunakan dalam tepid sponging (Thomas S, Vijaykumar C, Moses PD, Bantonisamy. 2009; Alves J, Camara N, Camara C. 2008).
Walaupun memiliki mekanisme yang sama seperti tepid sponging, namun demikian studi terdahulu oleh Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani M (2013) menunjukkan bahwa kompres plester masih lebih inferior dibandingkan dengan kompres hangat. Penurunan panas dengan menggunakan kompres plester menunjukkan angka 0,130C.