PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V SD PADA MATERI GAYA GESEK (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Parungjaya II dan SDN Ciparay I Kecamatan Leuwimunding Ka

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS SISWA KELAS V SD PADA MATERI GAYA GESEK

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Parungjaya II dan SDN Ciparay I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

DIAN ERLIANA CAPRIATI 0903315

PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS SUMEDANG

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS SISWA KELAS V SD PADA MATERI GAYA GESEK

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Parungjaya II dan SDN Ciparay I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka)

Oleh

Dian Erliana Capriati

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

© Dian Erliana Capriati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

i

DAFTAR ISI

PERNYATAAN(jgn lupa “pernyataan” nti dihapus waktu di burn)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Batasan Istilah ... 6

BAB II STUDI LITERATUR ... 8

A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) ... 8

B. Kemampuan Berpikir Kritis ... 10

C. Gaya Gesek ... 14

D. Hakikat IPA ... 16

1. IPA sebagai produk ... 17

2. IPA sebagai proses ... 17

3. IPA sebagai sikap ... 17

E. Teori-teori yang Mendukung ... 17

1. Teori perkembangan kognitif ... 17

2. Teori discovery learning ... 19

3. Teori belajar bermakna ... 20

F. Hasil Penelitian yang Relevan ... 21

G. Hipotesis ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Metode dan Desain Penelitian ... 23

B. Subjek Penelitian ... 24

1. Populasi ... 24

2. Sampel ... 24

C. Prosedur Penelitian ... 25

D. Instrumen Penelitian ... 26

1. Soal tes ... 26

a. Validitas ... 27

b. Reliabilitas ... 28

c. Tingkat kesukaran... 29


(4)

ii

2. Observasi ... 31

E. Teknik Pengolahan dan Anlisis Data ... 31

BAB IV HASI PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Hasil Penelitian ... 35

1. Analisis data kuantitatif ... 35

a. Analisis data hasil pretes ... 35

1) Uji normalitas data hasil pretes ... 38

2) Uji perbedaan rata-rata data hasil pretes ... 39

b. Analisis data hasil postes ... 40

1) Uji normalitas data hasil postes ... 43

2) Uji perbedaan rata-rata data hasil postes ... 44

c. Analisis N-Gain ... 44

1) Uji normalitas data N-Gain ... 45

2) Uji homogenitas data N-Gain ... 45

3) Uji perbedaan rata-rata data N-Gain ... 46

2. Analisis data kualitatif ... 47

a. Observasi kinerja guru ... 47

b. Observasi aktivitas siswa ... 48

B. Pengujian Hipotesis ... 49

1. Analisis hipotesis rumusan masalah 1 ... 49

2. Analisis hipotesis rumusan masalah 2 ... 50

3. Analisis hipotesis rumusan masalah 3 ... 51

C. Temuan dan Pembahasan ... 52

1. Pembelajaran di kelas eksperimen ... 52

2. Pembelajaran di kelas kontrol ... 54

3. Kemampuan berpikir kritis ... 55

4. Observasi kinerja guru ... 58

5. Observasi aktivitas siswa ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 63


(5)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 12

Tabel 3.1 Populasi Penelitian ... 24

Tabel 3.2 Kriteria Korelasi Koefisien Validitas ... 27

Tabel 3.3 Analisis Validitas Perbutir Soal ... 28

Tabel 3.4 Kriteria Korelasi Koefisien Reliabilitas ... 29

Tabel 3.5 Kriteria Korelasi Koefisien Tingkat Kesukaran ... 29

Tabel 3.6 Analisis Tingkat Kesukaran Perbutir Soal ... 30

Tabel 3.7 Kriteria Korelasi Koefisien Daya Pembeda ... 30

Tabel 3.8 Analisis Daya Pembeda ... 31

Tabel 4.1 Data Hasil Pretes Di Kelas Eksperimen ... 36

Tabel 4.2 Data Hasil Pretes Di Kelas Kontrol... 37

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Dat Nilai Pretes ... 39

Tabel 4.4 Data Hasil Postes Di Kelas Eksperimen ... 41

Tabel 4.5 Data Hasil Postes Di Kelas Kontrol ... 42

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Nilai Postes ... 43


(6)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Desain Pretes-Postes Grup Kontrol Tidak Secara Random

(Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design) .... 23

Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian... 26

Gambar 4.1 Hasil Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 38

Gambar 4.2 Hasil Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 43

Gambar 4.3 Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Pretes dan Postes .... 52

Gambar 4.4 Diagram Perbandingan Rata-rata N-Gain di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52

Gambar E.1 Kegiatan Siswa Mendorong Buku di Lantai ... 119

Gambar E.2 Siswa Membuat Hipotesis ... 119

Gambar E.3 Siswa Melakukan Percobaan ... 119

Gambar E.4 Guru Membimbing Siswa Melakukan Percobaan ... 120

Gambar E.5 Perwakilan Kelompok Mengkomunikasikan Hasil Diskusi Kelompoknya ... 120

Gambar E.6 Siswa Mengerjakan Soal Postes ... 120

Gambar E.7 Siswa Memperhatikan Penjelasan Guru ... 121

Gambar E.8 Siswa Melakukan Percobaan ... 121

Gambar E.9 Siswa Berdiskusi dengan Kelompoknya Masing-Masing ... 121

Gambar E.10 Perwakilan Kelompok Mengkomunikasikan Hasil Diskusi Kelompoknya ... 122

Gambar E.11 Guru Menjelaskan Percobaan yang Telah Dilakukan ... 122


(7)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Persiapan Mengajar ... 63

Lampiran B Instrumen Tes... 82

Lampiran C Instrumen Nontes ... 88

Lampiran D Hasil Uji Coba Instrumen ... 102

Lampiran E Data Hasil Penelitian ... 108

Lampiran F Tabel Statistik ... 123

Lampiran G Surat-Surat ... 139


(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dianugerahi dengan fisik dan kalbu. Begitu pula dengan manusia, hanya saja manusia lebih diistimewakan dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia diberikan anugerah tambahan selain fisik dan kalbu yaitu akal. Hanya manusialah satu-satunya makhluk yang diberikan anugerah tambahan tersebut. Dengan akal, manusia dapat berpikir untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyia-nyiakan anugerah yang merupakan modal utama bagi manusia untuk dapat hidup lebih bermakna. Kita harus mengoptimalkan akal kita untuk dapat berkembang ke arah yang baik. Salah satu cara untuk mengoptimalkan akal agar dapat berkembang ke arah yang lebih baik adalah dengan pendidikan.

Melalui pendidikan, akal dan segala potensi yang dimiliki oleh manusia dikembangkan dan diarahkan agar dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Salah satu kegiatan pendidikan yang dapat mengembangkan akal dan potensi manusia tersebut adalah belajar. Belajar merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Akal inilah yang berperan sebagai sarana berpikir. Akal menjadikan manusia untuk selalu bepikir. Jadi sudah menjadi naluri bagi manusia untuk berpikir. Kemampuan berpikir tersebut menjadikan manusia untuk selalu berusaha mencari, menemukan dan memberikan tanggapan dari suatu rangsangan. Piaget (Nasution, 2008:3.4) menyatakan bahwa:

Sejak bayi lahir telah mempunyai sistem yang secara terus menerus mencari dan memberi tanggapan terhadap suatu rangsangan dan dengan melakukan hal tersebut secara terus menerus akan membentuk suatu kebiasaan dan kemampuan.

Manusia tidak menunggu untuk disuapi, tetapi mereka aktif untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban-jawaban dari suatu pertanyaan atau suatu permasalahan yang ada. Piaget (Nasution, 2008:3.4) menyatakan bahwa „seorang anak bukanlah seperti tabung yang menanti untuk diisi dengan pengetahuan,


(9)

2

melainkan secara aktif anak akan membangun pengetahuan tentang dunia dan isinya melalui keterlibatannya atau hubungan dengannya‟. Hal senada juga dinyatakan oleh Bruner (Suyono dan Hariyanto, 2011:89), yang menyatakan bahwa:

Tujuan pokok pendidikan menurut Bruner adalah bahwa guru harus memandu para siswanya sehingga mereka dapat membangun basis pengetahuannya sendiri dan bukan karena diajari melalui memorisasi hafalan (rote memorization).

Sesuai pernyataan di atas, pembelajaran melalui metode hafalan kurang tepat dalam membantu membangun pengetahuan siswa. Sebaiknya pembelajaran memberikan pengalaman secara langsung kepada siswanya agar siswa lebih mudah paham, selalu ingat dan lebih termotivasi. Pembelajaran yang diberikan secara langsung kepada siswa akan membekas dalam ingatannya karena siswa sendirilah yang melakukan dan mengalaminya. Seperti halnya ketika kita pergi berlibur ke tempat yang berpemandangan indah, liburan tersebut tak akan terlupakan karena adanya sesuatu kesan yang indah, yaitu pemandangannya. Begitu pula dengan pembelajaran. Bila dalam pembelajaran siswa merasakan kesan yang indah seperti halnya liburan diatas maka pengalaman belajar tersebut akan selalu diingat oleh siswa.

Salah satu cara menciptakan kesan yang indah dalam pembelajaran adalah dengan penggunaan model pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran membuat siswa menjadi lebih termotivasi dalam belajar. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan sesuai dengan naluri manusia untuk selalu berusaha mencari, menemukan, dan memberikan tanggapan adalah dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery). Moedjiono dan Dimyati (1992:86) memaparkan bahwa:

Model pembelajaran discovery terbimbing (guided discovery) adalah suatu prosedur yang menekankan belajar secara individual, memanipulasi objek atau pengaturan/pengkondisian objek, dan eksperimental lain oleh siswa sebelum generalisasi atau penarikan kesimpulan dibuat.

Model pembelajaran penemuan sesuai dengan fitrah manusia yang selalu ingin mencari dan menemukan, seperti yang diungkapkan Brunner (Nasution,


(10)

3

2008:3.27),

model pembelajaran penemuan sesuai dengan hakiki manusia yang mempunyai sifat untuk selalu ingin mencari ilmu pengetahuan secara aktif, memecahkan masalah dan informasi yang diperolehnya, serta akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang bermakna.

Pada model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) ini, siswa dibimbing untuk dapat belajar secara mandiri, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) ini dapat digunakan pada berbagai mata pelajaran, seperti pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang ruang lingkupnya seputar lingkungan alam sekitar. Banyak pembahasannya yang terkait dengan keberlangsungan hidup dan alam sekitar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Carin dan Sund (Bundu, 2009:4), bahwa „Sains merupakan suatu pengetahuan tentang alam semesta yang bertumpu pada data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan percobaan sehingga di dalamnya memuat produk, proses dan sikap manusia‟.

Dalam Kurikulum 2006 dijabarkan ruang lingkup yang dibahas dalam IPA, yaitu makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya, energi dan perubahannya serta bumi dan alam semesta. IPA dapat melatih siswa untuk dapat mengasah dan mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa antara lain kemampuan-kemampuan mengamati, kemampuan-kemampuan mengukur, kemampuan berhipotesis, kemampuan berpikir kritis, kemampuan menarik kesimpulan. Untuk memudahkan penguasaan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan pengalaman langsung, dimana siswa sendiri yang berperan sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator bagi siswa. Hal ini tercantum dalam kurikulum 2006:

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah


(11)

4

Sesuai uraian di atas, dalam IPA tak hanya terdapat pemahaman fakta, konsep, atau teori tetapi juga proses dalam penemuannya. Proses pembelajaran yang disarankan dalam pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang dilakukan secara langsung, di mana pembelajaran yang diberikan bersifat nyata atau konkret yang langsung bisa dirasakan oleh siswa. IPA membutuhkan bukti dari suatu konsep atau teori yang bersifat abstrak. Untuk mempermudah pemahaman tentang konsep atau teori yang bersifat abstrak tersebut dapat digunakan percobaan. Percobaan menuntut siswa untuk terjun langsung merasakan bagaimana proses penemuan dari suatu fakta, konsep, atau teori sehingga mempermudah dalam memahaminya.

Bagi siswa pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa terjun langsung dalam pembelajaran karena siswa secara langsung mendapatkan pengalaman. Tak hanya lebih bermakna, dalam proses pembelajarannyapun siswa akan lebih semangat belajar, seperti pernyataan Piaget (Sanjaya, 2006:122) bahwa:

Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.

Pernyataan tersebut juga didukung oleh Dahar (2011:79) yang menyatakan bahwa “Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”.

Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana kemampuan berpikir siswa, yaitu berpikir secara kritis, jika siswanya ikut berperan aktif secara langsung dalam pembelajaran. Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V SD pada Materi Gaya Gesek (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Parungjaya II dan SDN Ciparay I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka)”.


(12)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini yaitu, apakah penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery) berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V pada materi gaya gesek. Untuk memperjelas permasalahan berikut uraian dari permasalah tersebut.

1. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran konvensional terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V secara signifikan pada materi gaya gesek?

2. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing (guided

discovery) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V

secara signifikan pada materi gaya gesek?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis antara siswa kelas V yang menggunakan pembelajaran konvensional dengan siswa kelas V yang menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) pada materi gaya gesek?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran konvensional terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V secara signifikan pada materi gaya gesek.

2. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V secara signifikan pada materi gaya gesek.

3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis antara siswa kelas V yang menggunakan pembelajaran konvensional dengan siswa kelas V yang menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) pada materi gaya gesek.


(13)

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi siswa, siswa dapat aktif secara langsung dalam pembelajaran dan siswa

juga memperoleh pengalaman belajar yang baru, menarik, dan menyenangkan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya.

2. Bagi guru, guru akan mendapatkan pengalaman baru, dan wawasan yang baru dalam pembelajaran dan sebagai alternatif dalam penggunaan model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

3. Bagi sekolah, sekolah akan menjadi lebih inovatif dalam merancang pembelajaran yang lebih bervariasi dan kreatif.

4. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam melaksanakan penelitian, dan sebagai bahan acuan dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran.

E. Batasan Istilah

Berdasarkan judul penelitian maka batasan istilah dalam penelitian ini yaitu sebagi berikut.

1. „Model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) adalah suatu prosedur yang menekankan belajar secara individual, memanipulasi objek atau pengaturan/pengkondisian objek, dan eksperimental lain oleh siswa sebelum generalisasi atau penarikan kesimpulan dibuat‟ (Moedjiono dan Dimyati, 1992:86)

2. „Kemampuan berpikir kritis siswa adalah berpikir secara beralasan dan refleksi dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan‟, Ennis (Hassoubah, 2007:87). Dalam penelitian ini indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang diuji yaitu memfokuskan pertanyaan, memelihara kondisi dalam keadaan berpikir, bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan, mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber, dan membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi.

3. Gaya gesek merupakan gaya yang ditimbulkan oleh dua pemukaan yang saling bersentuhan.


(14)

7

4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan di SD setempat. Pembelajaran konvensional diberikan kepada kelas kontrol. Baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberikan metode pembelajaran yang sama, hanya saja pada kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa model pembelajaran penemuan terbimbing, sedangkan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Bedanya, pada kelas eksperimen diberikan model pembelajaran penemuan yang memiliki langkah-langkah tersendiri yang terurut dalam pelaksanaan pembelajarannya, sedangkan pada kelas konvensional tidak ada langkah-langkah khusus.


(15)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen, karena pengambilan sampel tidak dilakukan secara acak. Penelitian ini membandingkan dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery), sedangkan kelas kontrol tidak diberikan perlakuan hanya menggunakan pembelajaran yang biasanya berlangsung di kelas tersebut (pembelajaran konvensional). Kedua kelas diberikan pretes dan postes dengan soal yang sama, dimana pretes diberikan sebelum pembelajaran, dan postes diberikan setelah pembelajaran.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretes-postes grup kontrol tidak secara random (nonrandomized control group

pretest-posttest design). Berikut gambar desain dalam penelitian ini.

Gambar 3.1

Desain Pretes-Postes Grup Kontrol Tidak Secara Random (Nonrandomized

Control Group Pretest-Posttest Design) (Sukardi, 2005:186)

Desain pretes-postes grup kontrol tidak secara random (nonrandomized

control group pretest-posttest design) membandingkan dua kelompok, yaitu kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran di kelas eksperimen diberikan perlakuan (X) berupa penggunaan model penemuan terbimbing (guided

discovery), sedangkan pada kelas kontrol tidak diberikan perlakuan. Pada kelas

kontrol dilakukan pembelajaran secara konvensional atau pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas tersebut. Kedua kelas diberikan pretes (Y1) dan postes

Grup Pretes Variabel Terikat Postes

Eksperimen Kontrol

Y1

Y1

X -

Y2


(16)

24

(Y2) dengan soal tes yang sama, dimana pretes diberikan sebelum pembelajaran,

dan postes diberikan setelah pembelajaran.

B. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari subjek atau objek penelitian (Maulana, 2009). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa SD kelas V yang termasuk kelompok sedang di Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka. Berikut populasi dalam penelitian ini.

Tabel 3.1. Populasi Penelitian

No. SD Jumlah siswa kelas V

1. SDN Parakan II 20

2. SDN Mirat III 31

3. SDN Leuwimunding II 34

4. SDN Leuwimunding I 30

5. SDN Mirat II 38

6. SDN Karangasem I 31

7. SDN Lame I 13

8. SDN Parungjaya II 32

9. SDN Tanjungsari I 31

10. SDN Rajawangi I 24

11. SDN Patuanan II 43

12. SDN Ciparay II 16

13. SDN Heuleut I 28

14. SDN Mirat I 31

15. SDN Ciparay I 34

16. SDN Parakan VI 18

17. SDN Ciparay III 25

Sumber: UPTD Pendidikan Kecamatan Leuwimunding (2012)

2. Sampel

Pengertian sampel menurut Maulana (2009:26) “sampel yaitu sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN Ciparay I dan SDN Parungjaya II. SDN Parungjaya II sebagai kelas eksperimen dan SDN Ciparay I sebagai kelas kontrol.


(17)

25

Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 66 siswa. Siswa kelas V SDN Parungjaya II sebanyak 32 siswa, dan siswa kelas V SDN Ciparay I sebanyak 34 siswa.

C. Prosedur Penelitian

Secara umum penelitian ini terbagi dalam dua tahap yang harus dilakukan, yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap perencanaan terdapat beberapa langkah, berikut diuraikan langkah-langkah tersebut.

a. Analisis model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery), kemampuan berpikir kritis siswa, dan materi gaya gesek.

b. Menentukan populasi dan sampel penelitian. c. Membuat instrumen penelitian.

d. Melakukan uji coba instrumen.

e. Pengolahan hasil uji coba instrumen berupa validasi instrumen soal tes. Pada tahap ini dilakukan diskusi instrumen dengan dosen ahli. Jika perlu direvisi maka diuji coba ulang.

2. Tahap Pelaksanaan a. Melakukan pretes.

b. Melakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) di kelas eksperimen, dan pembelajaran secara konvensional di kelas kontrol.

c. Melakukan postes. 3. Tahap akhir

a. Mengevaluasi dan mengolah data yang telah diperoleh. b. Penarikan kesimpulan.


(18)

26

Adapun alur penelitian dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian

D. Instrumen Penelitian

Dalam tahap pengumpulan data, dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa soal tes dan lembar observasi.

1. Soal tes

Pendapat Wahyudin (2006:106) tentang pengertian tes yaitu sebagai berikut:

Tahap akhir Analisis model

pembelajaran penemuan terbimbing

Menentukan populasi dan sampel

Pembuatan instrumen penelitian

Ujicoba instrumen soal tes

Pretes

Postes

Pengevaluasian dan Pengolahan data hasil

pretes dan postes

Penarikan kesimpulan Analisis kemampuan

berpikir kritis siswa

Analisis

materi gaya gesek Diskusi dengan

dosen pembimbing tentang instrumen

penelitian Validitas

instrumen

Tahap persiapan

Tahap pelaksanaan

Pembelajaran di kelas eksperimen

Pembelajaran di kelas kontrol


(19)

27

Tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau pertanyaan-pertanyaan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang yang dites dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek perilaku atau memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan dari orang yang dites.

Tes dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif tentang bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Tes ini akan digunakan sebagai soal untuk pretes dan postes. Pada penelitian ini digunakan tes tertulis berupa tes uraian. Tes uraian ini digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis. Soal tes berupa uraian ini sebanyak delapan soal, namun sebelum digunakan, soal tes divalidasi terlebih dahulu untuk mengetahui apakah soal tes tersebut layak digunakan atau tidak.

a. Validitas

Validitas berhubungan dengan ketepatan. “jadi, validitas tes menunjukkan tingkat ketepatan tes dalam mengukur sasaran yang hendak diukur” (Wahyudin, et al, 2006:140). Validitas suatu tes dinyatakan dengan angka koefisien korelasi

(rxy). Untuk menghitung validitas instrumen ini maka digunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar (Arifin, 2009:254).

r

xy

=

N ΣXY − ΣX (ΣY)

N ΣX2 – ΣX 2 N ΣY2 −(ΣY)2

(1)

Keterangan: X = nilai dari soal yang diujucobakan

Y = nilai dari ujian atau tes lain yang dibandingkan N = banyaknya siswa

Setelah dihitung, angka koefisien korelasinya diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut (Arifin, 2009:257).

Tabel 3.2

Kriteria Korelasi Koefisien Validitas

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,81 – 1,00 Sangat tinggi

0,61 – 0,80 Tinggi

0,41 – 0,60 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah


(20)

28

Berdasarkan hasil ujicoba yang telah dilakukan (dengan bantuan program

Microsoft Excel), pemerolehan validitas secara umum yaitu 0,78 dengan

interpretasi tinggi, sedangkan untuk validitas perbutir soal yaitu sebagai berikut. Perhitungan validitas hasil ujicoba soal tes terlampir.

Tabel 3.3

Analisis Validitas Perbutir Soal

Nomor Soal Koefisien Korelasi Interpretasi

1 0,77 Tinggi

2 0,59 Cukup

3 0,58 Cukup

4 0,83 Sangat Tinggi

5 0,60 Cukup

6 0,34 Rendah

7 0 Sangat Rendah

8 0,76 Tinggi

b. Reliabilitas

“Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan” (Arikunto, 2010:221). Instrumen dalam penelitian ini berbentuk uraian, sehingga untuk menghitung reliabilitasnya digunakan formula Koefisien Alfa. “Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian.” (Arikunto, 2010:239).

Rumus Alpha:

11

=

k

k−1

.

1

��2

�2 (2)

Keterangan: r11 = Reliabilitas instrumen/koefisien alfa

k = Banyaknya butir soal ∑��2 = Jumlah varians butir

�2 = Varians total

Setelah dihitung, angka koefisien korelasinya diinterpretasikan dengan kriteria koefisien korelasi reliabilitas menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:177).


(21)

29

Tabel 3.4

Kriteria Korelasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Korelasi Interpretasi

0,80 < r11 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi

0,60 < r11 ≤ 0,80 Reliabilitas tinggi

0,40 < r11 ≤ 0,60 Reliabilitas sedang

0,20 < r11 ≤ 0,40 Reliabilitas rendah

r11 ≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah

Berdasarkan hasil ujicoba yang telah dilakukan (dengan bantuan program

Microsoft Excel), pemerolehan reliabilitas sebesar 0,71. Jadi dapat diinterpretasi

bahwa soal memiliki reliabilitas tinggi. Perhitungan reliabilitas ujicoba soal tes terlampir.

c. Tingkat kesukaran

Dalam membuat soal tes perlu diperhatikan keseimbangan antara banyaknya jumlah soal sesuai tingkat kesukarannya. Berikut rumus untuk menentukan tingkat kesukaran pada butir-butir soal (Arifin, 2012:133).

Tingkat Kesukaran = � �� � − � ��� (3) Dengan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.5

Kriteria Korelasi Koefisien Tingkat Kesukaran

Indeks Kesukaran Interpretasi

0,00 – 0,30 Sukar

0,31 – 0,70 Sedang

0,71 – 1,00 Mudah

Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan (dengan bantuan program

Microsoft Excel), berikut dijabarkan pemerolehan tingkat kesukaran perbutir soal.


(22)

30

Tabel 3.6

Analisis tingkat kesukaran perbutir soal

Nomor soal Tingkat kesukaran Interpretasi

1 0,09 Sukar

2 0,08 Sukar

3 0,11 Sukar

4 0,25 Sukar

5 0,45 Sedang

6 0,79 Mudah

7 0,00 Sukar

8 0,04 Sukar

d. Daya pembeda

Daya pembeda digunakan untuk mengetahui kesanggupan soal untuk membedakan siswa yang tergolong mampu atau tinggi tingkat prestasinya dan siswa yang kurang atau lemah prestasinya. Untuk menghitung daya pembeda digunakan rumus sebagai berikut (Arifin, 2012:133).

DP = � � −��� � (4) Keterangan: DP = Daya pembeda

� � = Rata-rata skor kelompok atas

� � = Rata-rata skor kelompok bawah

Tabel 3.7

Kriteria korelasi koefisien daya pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

0,40 ke atas Sangat baik

0,30 – 0,39 Baik

0,20 – 0,29 Cukup, soal perlu perbaikan 0,19 ke bawah Kurang baik, soal harus dibuang

Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan (dengan bantuan program

Microsoft Excel), berikut dijabarkan pemerolehan daya pembeda perbutir soal.


(23)

31

Tabel 3.8 Analisis daya pembeda

Nomor soal Daya pembeda Interpretasi

1 0,26 Baik

2 0,22 Baik

3 0,28 Cukup

4 0,67 Sangat Baik

5 0,78 Sangat Baik

6 0,33 Baik

7 0,00 Kurang Baik

8 0,14 Kurang Baik

Setelah dilakukan ujicoba, dari kedelapan soal yang ada hanya enam soal yang dipergunakan, yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, dan 8, sedangkan soal nomor 6 dan 7 tidak dipergunakan. Soal nomor 6 tidak dipergunakan karena validitasnya rendah, sedangkan soal nomor 7 tidak dipergunakan karena tidak valid, memiliki tingkat kesukaran yang sangat sukar dan memiliki daya pembeda yang sangat jelek. Meskipun soal nomor 8 memiliki daya pembeda yang kurang baik, soal nomor 8 tetap dipergunakan karena masih termasuk soal yang valid dan memuat konsep materi hubungan gaya gesek dengan gerak dan energi.

2. Observasi

“Observasi merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan pengelihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan jika perlu pengecapan” (Maulana, 2009:35). Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengobservasi kinerja siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung. Format observasi ini dibuat dalam bentuk daftar cek (cheklist). Format observasi kinerja guru dan aktivitas siswa terlampir.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel dan

SPSS versi 16. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data yaitu sebagai


(24)

32

1. Menghitung skor jawaban pretes dan postes berdasarkan kunci jawaban dan pedoman penskoran.

2. Mengubah skor menjadi nilai, dengan rumus berikut ini.

NP = R

SM x 100 (5)

Keterangan: NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa

SM = skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100 = bilangan tetap

3. Memasukan data berupa nilai pretes dan postes ke dalam program SPSS versi

16.

Aktifkan program SPSS versi 16. Pada lembar Variable view ketik “kelompok” pada kolom Name di nomor 1. Pada kolom Decimals ubah sesuai

kebutuhan. Pada kolom Label isi dengan ketik “kelompok yang diteliti”. Pada

Values isi dengan keterangan Value: 1 dan Label: Kelompok eksperimen,

kemudian klik add, kemudian isi kembali dengan keterangan Value: 2 dan Label: Kelompok kontro, kemudian klik add, lalu continue. Pada kolom Name di nomor 2 ketik “pretes”, ketik “postes” pada nomor 3 dan “N_Gain” pada nomor 4, masing-masing hanya mengubah kolom Decimals sesuai kebutuhan. Untuk lembar kerja Data View pada kolom Kelompok di isi dengan angka 1 sebanyak jumlah siswa di kelas eksperimen dan dilanjutkan dengan angka 2 sebanyak jumlah siswa di kelas kontrol. Pada kolom Pretes diisi dengan nilai pretes, sedangkan pada kolom Postes diisi dengan nilai postes, dan kolom N_Gain diisi dengan hasil perhitungan N-Gain.

4. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Cara uji normalitas pada program SPSS versi 16, yaitu klik menu Analyze, klik Descriptive Statistic, klik Explore. Kelompok yang diteliti diletakkan di Faktor List, sedangkan pretes, postes, dan N_Gain diletakkan di


(25)

33

Lalu klik ok. Maka hasil atau keterangan tentang normalitas data akan tersajikan. Jika data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas. Jika data tidak berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji nonparametrik, dalam penelitian ini digunakan uji Mann-Whitney U.

5. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian sampel yang diperoleh homogen atau tidak. Cara uji homogenitas pada program SPSS versi 16, yaitu klik menu Analyze, klik Compare Means, klik Independent Sample t-test. Kelompok yang diteliti diletakkan di grouping, sedangkan pretes, postes, dan

N_Gain diletakkan di test variabel. Klik Define Group, isi dengan Group 1: 1 dan Group 2: 2, klik continue, lalu ok. Maka hasil atau keterangan tentang normalitas

data akan tersajikan. Jika data homogen maka dilanjutkan dengan uji t. Jika data tidak homogen maka dilanjutkan dengan uji t’.

6. Uji Perbedaan Rata-rata

Jika data tidak berdistribusi dengan normal, maka dilanjutkan dengan uji nonparametrik yaitu dengan uji Mann-Whitney U (uji-U) yang digunakan untuk menghitung perbedaan rata-rata kemampuan siswa. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji perbedaan rata-rata menggunakan uji-t dua sampel independen. Cara menghitung uji-U dengan menggunakan program SPSS versi

16, yaitu dengan cara klik menu Analyze, klik Nonparametrics Tests, klik 2-Independent Samples Tests. Kelompok yang diteliti diletakkan di grouping,

sedangkan pretes, postes, dan N_Gain diletakkan di test variabel. Klik Define

Group, isi dengan Group 1: 1 dan Group 2: 2, klik continue, lalu ok. Maka hasil

atau keterangan tentang normalitas data akan tersajikan.

7. Perhitungan N-Gain

Perhitungan N-Gain dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis. Menurut Hake (Fauzan, 2012:81) untuk menghitung N-Gain menggunakan rumus sebagai berikut.


(26)

34

� = Spost− Spre

Smaks −Spre (6)

Keterangan: � = N-Gain Spost = skor postes

Spre = skor postes

Smaks = skor maksimum soal

Dengan kriteria sebagai berikut: g ≥ 0,7 = Tinggi 0,3 ≤ g < 0,7 = Sedang


(27)

59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan pembahasan yang dipaparkan pada Bab IV dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai berikut.

1. Pada kelas kontrol, pembelajaran materi gaya gesek dengan menggunakan pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata dengan menggunakan uji-U dengan tingkat keberartian sebesar 0,05, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan siswa di kelompok kontrol. Jadi terdapat pengaruh pembelajaran konvensional terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V secara signifikan pada materi gaya gesek di kelas kontrol. Pengaruh pembelajaran konvensional berupa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa ini dapat juga dilihat dari rata-rata nilai postes pada kelas kontrol yang mengalami peningkatan.

2. Pada kelas eksperimen, pembelajaran materi gaya gesek dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata dengan menggunakan uji-U dengan tingkat keberartian sebesar 0,05, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan pada kemampuan siswa di kelas eksperimen. Jadi terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V secara signifikan pada materi gaya gesek di kelas eksperimen. Pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing berupa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa ini dapat juga dilihat dari rata-rata nilai postes pada kelas eksperimen yang mengalami peningkatan.

3. Berdasarkan uji perbedaan rata-rata terhadap N-Gain dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis antara siswa kelas V di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada materi gaya gesek. Penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing


(28)

60

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi gaya gesek. Hal tersebut dapat pula dilihat dari rata-rata N-Gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh berbeda. Rata-rata Gain untuk kelas eksperimen sebesar 0,26, sedangkan rata-rata N-Gain untuk kelas kontrol sebesar 0,16. Selisih kedua rata-rata N-N-Gain tersebut yaitu 0,10. Berdasarkan rata-rata N-Gain tersebut, diketahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol tergolong rendah.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang diajukan, yaitu sebagai berikut.

1. Bagi siswa

Diharapkan siswa dapat lebih terbiasa untuk belajar mandiri, berperan aktif dalam kelompoknya, dan dapat mengaplikasikan pembelajaran yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi guru

Model pembelajaran penemuan terbimbing (giuded discovery) dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran, dan diharapkan guru lebih termotivasi dalam menciptakan suasana yang membangun kenyamanan bagi siswa untuk belajar

3. Bagi peneliti lain

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bandingan untuk melakukan penelitian lainnya.


(29)

61

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia : http://re-searchengines.com/1007arief3.html [29 November 2012]

Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah. Jakarta: Depdiknas

Dahar, R.W (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga Fauzan. (2012). Pengaruh Kombinasi Media Pembelajaran Berbasis Komputer Dan

Permainan Berbasis Alam Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar Terhadap Materi Kesebangunan. Skripsi pada PGSD UPI Kampus Sumedang. Sumedang: tidak diterbitkan.

Hassoubah, I. Z. (2007). Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi

dan Latihan. Bandung: Nuansa

Herdian. (2010). Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan). [Online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan/ [29 November 2012]

Maulana. 2008. Dasar-dasar Keilmuan Matematika. Subang: Royyan Press Maulana. 2009. Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian

Pendidikan dengan Benar. Bandung: Learn2live „n Live2learn

Moedjiono dan Moh. D. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud Nasution, N. (2008). Materi Pokok Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas

Terbuka

Ningrum, W. (2011). Penerapan Model Penemuan Terbimbing Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi pada

FPMIPA UPI Bandung. Bandung: tidak diterbitkan.

Purlistyani, I. (2012). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada

Pembelajaran Sifat- Sifat Koloid Dengan Metode Discovery-Inquiry.


(30)

62

Rahayu, D. (2011). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada

Pembelajaran Efek Tyndall Menggunakan Metode Discovery Inquiry.

Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung. Bandung: tidak diterbitkan Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Suherman, E., dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157

Sujana, A. (2010). “Model Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar”, dalam Ragam

Model Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Bandung: UPI PRESS

Sukardi. (2005). Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara

Sulistyanto, H. dan Edy W. (2008). Ilmu Pengetahuan Alam 5:untuk SD dan MI

kelas V. Jakarat: Pusat Perbukuan

Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep

Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Wahyudin, U. et al. (2006). Evaluasi Pembelajaran SD. Bandung: UPI PRESS

Dokumen

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI Kelas V. Depdiknas

UPTD Pendidikan Kecamatan Leuwimunding. (2012). Rekapitulasi Nilai UN

Rata-Rata Tahun Pelajaran 2011/2012. UPTD Pendidikan Kecamatan


(1)

Lalu klik ok. Maka hasil atau keterangan tentang normalitas data akan tersajikan. Jika data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas. Jika data tidak berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji nonparametrik, dalam penelitian ini digunakan uji Mann-Whitney U.

5. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian sampel yang diperoleh homogen atau tidak. Cara uji homogenitas pada program SPSS versi 16, yaitu klik menu Analyze, klik Compare Means, klik Independent Sample t-test. Kelompok yang diteliti diletakkan di grouping, sedangkan pretes, postes, dan N_Gain diletakkan di test variabel. Klik Define Group, isi dengan Group 1: 1 dan Group 2: 2, klik continue, lalu ok. Maka hasil atau keterangan tentang normalitas data akan tersajikan. Jika data homogen maka dilanjutkan dengan uji t. Jika data tidak homogen maka dilanjutkan dengan uji t’.

6. Uji Perbedaan Rata-rata

Jika data tidak berdistribusi dengan normal, maka dilanjutkan dengan uji nonparametrik yaitu dengan uji Mann-Whitney U (uji-U) yang digunakan untuk menghitung perbedaan rata-rata kemampuan siswa. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji perbedaan rata-rata menggunakan uji-t dua sampel independen. Cara menghitung uji-U dengan menggunakan program SPSS versi 16, yaitu dengan cara klik menu Analyze, klik Nonparametrics Tests, klik 2-Independent Samples Tests. Kelompok yang diteliti diletakkan di grouping, sedangkan pretes, postes, dan N_Gain diletakkan di test variabel. Klik Define Group, isi dengan Group 1: 1 dan Group 2: 2, klik continue, lalu ok. Maka hasil atau keterangan tentang normalitas data akan tersajikan.

7. Perhitungan N-Gain

Perhitungan N-Gain dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis. Menurut Hake (Fauzan, 2012:81) untuk menghitung N-Gain menggunakan rumus sebagai berikut.


(2)

34

� = Spost− Spre

Smaks −Spre (6) Keterangan: � = N-Gain

Spost = skor postes

Spre = skor postes

Smaks = skor maksimum soal

Dengan kriteria sebagai berikut: g ≥ 0,7 = Tinggi 0,3 ≤ g < 0,7 = Sedang g < 0,3 = Rendah


(3)

59

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan pembahasan yang dipaparkan pada Bab IV dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai berikut.

1. Pada kelas kontrol, pembelajaran materi gaya gesek dengan menggunakan pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata dengan menggunakan uji-U dengan tingkat keberartian sebesar 0,05, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan siswa di kelompok kontrol. Jadi terdapat pengaruh pembelajaran konvensional terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V secara signifikan pada materi gaya gesek di kelas kontrol. Pengaruh pembelajaran konvensional berupa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa ini dapat juga dilihat dari rata-rata nilai postes pada kelas kontrol yang mengalami peningkatan.

2. Pada kelas eksperimen, pembelajaran materi gaya gesek dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dari hasil perhitungan perbedaan rata-rata dengan menggunakan uji-U dengan tingkat keberartian sebesar 0,05, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan pada kemampuan siswa di kelas eksperimen. Jadi terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V secara signifikan pada materi gaya gesek di kelas eksperimen. Pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing berupa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa ini dapat juga dilihat dari rata-rata nilai postes pada kelas eksperimen yang mengalami peningkatan.

3. Berdasarkan uji perbedaan rata-rata terhadap N-Gain dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis antara siswa kelas V di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada materi gaya gesek. Penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing


(4)

60

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi gaya gesek. Hal tersebut dapat pula dilihat dari rata-rata N-Gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh berbeda. Rata-rata Gain untuk kelas eksperimen sebesar 0,26, sedangkan rata-rata N-Gain untuk kelas kontrol sebesar 0,16. Selisih kedua rata-rata N-N-Gain tersebut yaitu 0,10. Berdasarkan rata-rata N-Gain tersebut, diketahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol tergolong rendah.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang diajukan, yaitu sebagai berikut.

1. Bagi siswa

Diharapkan siswa dapat lebih terbiasa untuk belajar mandiri, berperan aktif dalam kelompoknya, dan dapat mengaplikasikan pembelajaran yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi guru

Model pembelajaran penemuan terbimbing (giuded discovery) dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran, dan diharapkan guru lebih termotivasi dalam menciptakan suasana yang membangun kenyamanan bagi siswa untuk belajar

3. Bagi peneliti lain

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bandingan untuk melakukan penelitian lainnya.


(5)

61

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia : http://re-searchengines.com/1007arief3.html [29 November 2012]

Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah. Jakarta: Depdiknas

Dahar, R.W (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga

Fauzan. (2012). Pengaruh Kombinasi Media Pembelajaran Berbasis Komputer Dan Permainan Berbasis Alam Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar Terhadap Materi Kesebangunan. Skripsi pada PGSD UPI Kampus Sumedang. Sumedang: tidak diterbitkan.

Hassoubah, I. Z. (2007). Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi dan Latihan. Bandung: Nuansa

Herdian. (2010). Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan). [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan/ [29 November 2012]

Maulana. 2008. Dasar-dasar Keilmuan Matematika. Subang: Royyan Press

Maulana. 2009. Memahami Hakikat, Variabel, dan Instrumen Penelitian Pendidikan dengan Benar. Bandung: Learn2live „n Live2learn

Moedjiono dan Moh. D. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud

Nasution, N. (2008). Materi Pokok Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka

Ningrum, W. (2011). Penerapan Model Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung. Bandung: tidak diterbitkan.

Purlistyani, I. (2012). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sifat- Sifat Koloid Dengan Metode Discovery-Inquiry. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung. Bandung: tidak diterbitkan


(6)

62

Rahayu, D. (2011). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Efek Tyndall Menggunakan Metode Discovery Inquiry. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung. Bandung: tidak diterbitkan

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Suherman, E., dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157

Sujana, A. (2010). “Model Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar”, dalam Ragam Model Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Bandung: UPI PRESS

Sukardi. (2005). Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara

Sulistyanto, H. dan Edy W. (2008). Ilmu Pengetahuan Alam 5:untuk SD dan MI kelas V. Jakarat: Pusat Perbukuan

Suyono dan Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Wahyudin, U. et al. (2006). Evaluasi Pembelajaran SD. Bandung: UPI PRESS

Dokumen

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI Kelas V. Depdiknas UPTD Pendidikan Kecamatan Leuwimunding. (2012). Rekapitulasi Nilai UN

Rata-Rata Tahun Pelajaran 2011/2012. UPTD Pendidikan Kecamatan Leuwimunding.


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGGUNAAN MODEL PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN KERJA KELOMPOK PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN SUKOANYAR 01 WAJAK

0 19 23

PENGARUH MODEL BERMAIN PERAN TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN LAWANG 05 MALANG

8 31 19

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA BENDA KONGKRIT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Darul Ma’arif, Jakarta Selatan)

3 8 241

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PEMBELAJARAN KEANEKARAGAMAN HAYATI (Studi Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA N 1 Natar Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 19 58

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM (Studi Eksperimen Semu Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 18 51

PENGARUH KINERJA SISWA PADA METODE PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS FISIKA SISWA

1 31 55

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI I WONOHARJO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 4 46

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP ( Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Krui Kabupaten Lampung Barat Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 8 43

PENGARUH PENERAPAN MODEL PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 RANAH PESISIR

0 1 8

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK PESERTA DIDIK (Studi Eksperimen di Kelas V SDN Gununglipung Kota Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2015/2016)

0 0 15